Akhirnya kita tiba di episode –episode menuju ending di mana
style rambut Guo Jing yang awalnya diponi manis kini berubah menjadi lebih
dewasa dan macho dengan style rambut model klasik yaitu rambut panjang dikuncir
tengah tanpa poni. Ini adalah style rambut yang disukai oleh para penggemar
wuxia klasik era TVB. Mereka mengklaim bahwa model rambut Guo Jing remaja
dengan poni manisnya lebih mirip boyband Korea daripada Seorang Pendekar Muda.
Kalau aku sih gak masalah ya, asalkan William kelihatan cocok-cocok aja dan
wajahnya masih terlihat ganteng, no problem with me. Maklum, aku kan memang
suka Boyband Kpop jadi style rambut berponi manis memang lebih kusukai daripada
yang kelihatan jidatnya, JB GOT7 kelihatan jidatnya kayak era “Hard Carry” aja
aku gak suka >__<
Apalagi
sekarang eranya Wuxia Millenium, karakter pendekar berponi juga hal yang wajar
menurutku, lihat saja contohnya : Hu Ge di Chinese Paladin 1 (Li Xiao Yao), Hu
Ge di Chinese Paladin 3 (Jing Tian/Fei Peng/Long Yang), Hu Ge di Young Warrior
Of The Yang Clan (Yang Liu Lang) dan banyak lagi yang lain. Mereka juga
pendekar tapi kok adem ayem dari kritikan masalah rambut berponi, ya? Apa
karena Guo Jing terlalu terkenal jadinya setiap kali dibuat versi adaptasi
terbaru selalu menjadi sorotan? Resiko serial populer sih, ya ^_^
Lagipula
perubahan gaya rambut Guo Jing di akhir-akhir episode menuju ending ini memang sangat
pas momentnya karena saat pulang ke Mongol, Guo Jing diangkat sebagai seorang
Jenderal Perang yang dipercaya untuk mengalahkan bangsa Chin. Jadi agar terlihat
lebih gagah, keren, macho dan berwibawa, style-nya William Yang diubah ke model
rambut era wuxia klasik. Ditambah lagi, Guo Jing yang sekarang sudah berubah
menjadi pendekar muda berilmu tinggi berusia 20 tahun, bukan lagi seorang
remaja belasan tahun yang masih lugu, polos, dan naïf. Jadi perubahan rambut
memang dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan karakter Guo Jing. Pas bangetlah
menurutku.
Jadi, bagi yang merasa penasaran dengan
kelanjutan kisah ini. Mari kita simak potongan adegan di bawah ini... Buat yang
belum nonton, mungkin potongan adegan ini dapat memberikan sedikit gambaran.
Dan kisahpun berlanjut...
Setelah
mendengar cerita dari Khe Chen Erl, mereka berlima : Guo Jing, Pendeta Chiu Chu
Chi (Khu Chi Khe), Ma Yu, Wang Chu Yi dan Khe Chen Erl sampai di Kuil Tombak
Besi untuk melihat mayat Yang Kang yang sudah membiru. Mereka pun akhirnya
menguburkan mayat Yang Kang tak jauh dari sana.
Kemudian,
terdengar suara Bocah Tua Nakal yang menangkap kelima orang bodoh anak buah Wan
Yen Hong Lieh yaitu Sha Tong Tien, Hou Tong Hai, Peng Lian Hu, Liang Chi Weng
dan Ling Chi Shang Ren. Guo Jing pun bertanya apakah mereka melihat Rong’er dan
di mana Wan Yen Hong Lieh berada. Kelima orang itu berkata bahwa mereka sudah
berpisah dengan Wan Yen Hong Lieh jadi tidak tahu di mana Huang Rong berada
sekarang. Bocah Tua Nakal juga tampak terkejut saat mendengar bahwa Rong’er
telah ditangkap oleh Ou Yang Khe dan dibawa pergi entah ke mana.
Dia
memaksa kelima orang itu memberitahu mereka di mana Ou Yang Feng membawa
Rong’er tapi tentu saja kelima orang tersebut memang tidak tahu apa-apa. Lalu
Bocah Tua Nakal berkata jika tidak ada gunanya lagi, lebih baik bunuh saja.
Tapi Guo
Jing mengusulkan agar kelima orang bodoh itu lebih baik dibawa ke Partai Chuan
Chin agar dididik menjadi orang baik. Tak hanya itu, Guo Jing yang ingin
mencari sang kekasih juga menitipkan guru besarnya yang buta di Partai Chuan
Chin untuk sementara waktu. (Tar diceritakan setelah menikah, Guo Jing membawa
Khe Chen Erl tinggal bersama di Pulau Persik)
Sebelum
berpisah untuk sementara waktu, Khe Chen Erl
meminta Guo Jing sesegera mungkin menemukan Rong’er dan membawanya kembali.
“Jing’er,
kau ingin mencari Rong’er ke mana?” Tanya guru kesatunya.
“Aku tidak
tahu. Kupikir lebih baik meminta bantuan Partai Kaypang untuk ikut mencari.”
Jawab Guo Jing. Sebuah pemikiran yang cerdas. See? Guo Jing gak bego, kan? Dia
Cuma telat mikir aja dan kalau diajarin sesuatu nyambungnya lama.
“Jing’er, ingatlah. Kau harus segera
mencari dan menemukan Rong’er serta membawanya kembali.” Perintah sang guru
besar. Dengan kata lain, dia telah memberikan restu pada sang murid untuk
kembali bersama gadis itu.
“Aku ingat, Guru.” Jawab Guo Jing
mantap dengan tersenyum bahagia, tahu karena sang guru tak lagi menentang
hubungan mereka.
Sebenarnya tanpa perlu diperintah pun, Guo Jing akan dengan
senang hati mencari Rong’er dan membawanya kembali. Guo Jing segera memacu kuda merahnya dan pergi
mencari Rong’er, namun sayangnya, sang kekasih seolah hilang ditelan bumi.
Dan sampailah kita pada ADEGAN YANG DIPOTONG di DVD bajakan versi
Indonesia. Adegan KETIGA yang
DIPOTONG TANPA ALASAN oleh pihak produsen DVD bajakannya, padahal di
versi ASLI di China sana, ADA.
Adegan tersebut adalah adegan di mana
Guo Jing yang berjalan lunglai sambil melamun di sebuah pasar karena tak
berhasil menemukan Huang Rong di manapun juga, tak sengaja melihat seorang
gadis di dalam sebuah rumah makan, yang sekilas tampak seperti sang kekasih.
Tanpa pikir panjang, Guo Jing segera
masuk ke dalam rumah makan tersebut dan memanggil namanya penuh kerinduan.
“Rong’er.” Panggilnya penuh kerinduan,
hanya untuk melihat bahwa gadis dengan model rambut yang sama tersebut ternyata
bukanlah kekasih hatinya.
Guo Jing yang awalnya tersenyum gembira
langsung kembali sedih karena ternyata dia salah mengenali orang, “Maaf,”
ujarnya sedih. Wajahnya kembali menunjukkan kekecewaan.
Lalu adegan berganti saat Guo Jing
mengumpulkan beberapa orang pengemis dan meminta mereka untuk mencari Ketua
mereka yang diculik oleh Ou Yang Feng. Di sana juga ada Tetua Lu Yu Jiao. Para anggota Partai Pengemis mengatakan bahwa mereka
tidak bisa menemukan jejak Ketua mereka, membuat Guo Jing semakin sedih.
“Kau
sebenarnya ada di mana? Rong’er-ku…” ujar Guo Jing dalam hati, penuh penyesalan
dan kesedihan.
Akhirnya Guo Jing dan Tetua Lu Yu Jiao
singgah sejenak di sebuah rumah makan pinggir jalan seraya berbincang mengenai
Kitab Perang Wu Mu. Dan di sana juga, Guo Jing bertemu dengan rakyat yang kelaparan
sedang meminta makan di rumah makan tersebut.
Rakyat yang kelaparan tersebut
adalah para pengungsi di sebuah wilayah yang kini telah direbut oleh penjajah
Chin. Guo Jing yang baik hati, memberikan semua uangnya kepada pemilik rumah makan agar bisa digunakan untuk
membeli makanan untuk para pengungsi itu.
Tak hanya itu,
Guo Jing pun bertemu dengan Tuo Li dan beberapa orang Mongol yang akhirnya akan
mengajaknya pulang ke Mongolia. Tuo Li yang awalnya marah karena Guo Jing tak
menepati janji untuk datang ke Ling’An akhirnya memaafkan Guo Jing setelah Guo
Jing menjelaskan bahwa dia telah dijebak orang. Singkat kata, mereka pun
akhirnya kembali ke Mongol bersama.
Guo Jing
pun akhirnya menemui sang ibunda tercinta yang sudah sangat merindukan putra
semata wayangnya. Setelah melepas kangen dengan sang anak tersayang yang paling
ganteng sendiri, Guo Jing pun menceritakan semua yang dialaminya saat berada di
dataran China, termasuk mengenai kisah cintanya dengan Rong’er.
Guo Jing
berkata bahwa dalam hatinya, dia hanya mencintai Rong’er seorang. Apalagi
sekarang, demi membuktikan kebenaran dan mencari pembunuh kelima gurunya,
Rong’er merelakan dirinya ditawan oleh Ou Yang Feng yang merupaka seorang pendekar hebat namun sangat jahat.
Guo Jing bertanya pada sang Ibu, apa yang harus dia lakukan.
“Aku dan
Hua Cheng, ada janji pernikahan. Tapi aku juga tidak ingin mengecewakan Rong’er
lagi. Di satu sisi ada janji, di sisi lain ada cinta. Ibu, katakan padaku,
putramu harus bagaimana?” Tanya Guo Jing dengan galau.
Ibu Guo
Jing berkata bahwa jika ayahnya masih hidup, mendiang sang ayah pasti akan
menyuruh Guo Jing untuk menepati janji yang sudah dia ucapkan. Seorang pria
tidak boleh mengingkari janji yang sudah dia katakan.
Akhirnya
Guo Jing memutuskan asalkan Rong’er ditemukan dalam keadaan selamat dan
baik-baik saja, maka dia akan menepati janjinya menikah dengan Hua Cheng. Tapi
jika Rong’er tak berhasil ditemukan, maka seumur hidup, dia tidak akan menikah.
Note :
Aaarrrggghhh! Sebel gak sih? Nih Guo Jing kalau terlalu memegang teguh
prinsip-prinsip keadilan, kadang nyebelin juga kesannya. Kasian Rong’er
>__< Gak usah muncul aja deh sekalian, biar Guo Jingnya ngenes seumur
hidup uda nyia-nyia’in cewek sebaik Rong’er. Duh, jadi pengen bikin Fanfic yang
menceritakan perjuangan Guo Jing mendapatkan Rong’er kembali. Tapi aku
pengennya dibuat susah banget biar Guo Jing tahu rasa karena uda menggantung
perasaan Rong’er >__< Beneran deh, habis bikin rekap sinopsis, aku bikin
FF sendiri dimulai dari adegan salah paham. Aku pengen liat Guo Jing berjuang
keras untuk mendapatkan Rong’er kembali 0__0
Dan
setelah sesi sharing bersama sang Ibu, Hua Cheng datang dan memanggil Guo Jing
dengan gembira. Guo Jing pun keluar untuk menyambut “sang tunangan”.
“Guo
Jing, aku sangat merindukanmu.” Ujar Hua Cheng sambil menangis terharu.
Hua
Cheng memeluk Guo Jing penuh kerinduan, namun Guo Jing tampak mematung di
tempatnya dan tidak membalas pelukan Hua Cheng, dia hanya mengangkat kedua
tangannya di udara dan menatap Hua Cheng dengan tatapan menyesal karena dia
tidak bisa membalas pelukan itu. (Guo Jing hanya ingin memeluk Rong’er, bukan
gadis lain)
Akhirnya
Guo Jing dan Hua Cheng berbincang di padang rumput. Hua Cheng tampak gembira
setelah mengetahui bahwa telah terjadi kesalahpahaman yang sengaja dirancang
oleh Yang Kang. Hua Cheng sangat gembira karena itu berarti janji Guo Jing
untuk menikah dengannya masih berlaku.
Guo Jing
pun tampak tak punya pilihan selain menepati janji pernikahan itu, setelah
mengetahui bahwa Hua Cheng tak pernah membatalkan perjanjian pernikahan mereka
dan masih berharap untuk menikah dengannya. Apalagi sang ibunda tercinta juga
mengatakan bahwa Guo Jing harus menepati janji yang sudah dia ucapkan. Tapi Guo
Jing masih berusaha meminta Hua Cheng untuk melepaskannya.
“Hua
Cheng, kau sebaiknya lupakan aku saja. Aku tak pantas untukmu.” Ujar Guo Jing.
Dia berharap agar Hua Cheng menyerah agar dia bisa bersama Rong’er, tapi Hua
Cheng tetap tak peduli.
Guo Jing
berkata selama Rong’er belum ditemukan dalam keadaan selamat, dia tidak bisa
menikah dengan Hua Cheng. Tapi jika Rong’er sudah ditemukan dan dalam keadaan
baik-baik saja, maka jika Hua Cheng masih menginginkannya, dia akan menepati
janji untuk menikah dengan Hua Cheng.
“Hua
Cheng, aku sudah bersumpah pada diriku sendiri. Jika tak bisa temukan Rong’er atau jika sesuatu yang buruk terjadi padanya,
aku seumur hidup takkan menikah.” Ujar Guo Jing penuh tekad.
Hua
Cheng tampak sedih mendengarnya, “Bagaimana jika kau sudah temukan dia? Apa kau
akan datang mencariku?” Tanya Hua Cheng masih berharap.
“Jika
aku berhasil menemukan Rong’er, dan jika kau masih menginginkan aku, aku akan
datang mencarimu dan menepati janji untuk menikah denganmu.” Jawab Guo Jing,
memberikan keputusannya walau dengan hati yang berat.
“Baik.
Aku percaya padamu. Lalu kapan kau akan mulai mencarinya?” Tanya Hua Cheng. Dia
berpikir, semakin cepat ketemu maka akan semakin baik untuknya.
“Aku
juga tidak tahu. Sekarang Khan Agung berencana menyerang Chin ke barat. Aku
ingin membantunya. Mungkin setelah perang selesai, aku baru akan kembali ke
China Daratan untuk mencarinya.” Jawab Guo Jing.
Guo Jing
mengatakan rencananya bahwa untuk saat ini, dia akan membantu Khan Agung untuk
berperang melawan Chin tapi jika perang ini telah selesai, dia ingin kembali ke
China Daratan untuk mencari Rong’er yang saat ini hilang ditangkap oleh orang
jahat.
“Baik.
Tidak peduli berapa lama yang kau butuhkan untuk mencarinya. 10 tahun, 20
tahun, asalkan aku masih hidup, aku akan tetap menunggumu di padang gurun ini.”
Jawab Hua Cheng keras kepala, membuat Guo Jing semakin tidak enak hati.
Hanya
saja Guo Jing tidak tahu berapa lama waktu yang dia perlukan untuk mencari
Rong’er. Tapi itu akan sangat tidak adil jika Hua Cheng menyia-nyiakan masa
mudanya untuk menunggunya.
“Walau
10 tahun, 20 tahun, aku akan tetap mencarinya. Tapi Hua Cheng, aku tidak ingin
kau menyia-nyiakan masa mudamu.” Ujar Guo Jing, masih berharap Hua Cheng
menyerah.
Tapi Hua
Cheng dengan keras kepala mengatakan, “Mencari atau tidak mencari, itu
urusanmu. Menunggu atau tidak menunggu, itu urusanku.” Jawabnya keras kepala,
intinya Hua Cheng menolak untuk melepaskan Guo Jing. Guo Jing pun hanya bisa
terdiam pasrah.
“Kami
sudah mencari ke mana-mana tapi masih belum menemukan kabar tentang Ketua.”
Jawab Tetua Lu Yu Jiao berbohong, karena faktanya mereka ada di sana atas
perintah sang Ketua sendiri.
Lalu Guo
Jing bertanya apa alasan tetua Lu Yu Jiao datang ke Mongol mencarinya, dan Lu
Yu Jiao beralasan karena Sung dan Mongol sudah beraliansi untuk menyerang Chin
maka anggota partai Kaypang datang ingin membantu.
“Lalu
bagaimana dengan urusan mencari Rong’er?” Tanya Guo Jing. Dia masih tidak
melupakan urusan mencari Rong’er.
“Tuan
tenang saja. Anggota Kaypang yang lain masih terus mencari, jika ada kabar akan
segera memberitahu kita.” Jawaban ngeles Lu Yu Jiao yang pasti sudah
direncanakannya terlebih dahulu.
Kemudian
datang Tuo Li yang mengatakan bahwa kakak kedua dan ketiganya sedang bertarung
sendiri. Lu Yu Jiao yang mendengarnya, diam-diam pergi dari sana lalu kembali
tak lama kemudian dengan membawa sebuah kertas yang berisi strategi perang yang
dipakai Guo Jing untuk menghentikan pertarungan sedarah itu.
Sayang
sekali adegannya perangnya dipotong dan tiba-tiba kedua putra Jenghis Khan yang
tidak berguna itu sudah diikat Guo Jing dengan tali. Khan Agung dan Hua Cheng
tiba di sana dan memuji srategi perang Guo Jing. Guo Jing lalu berkata bahwa
strategi perang itu berasal dari Kitab Perang Wu Mu yang ditulis oleh Jenderal
Yue Fei sebelum meninggal. Tetua Lu yang memberikan ide itu padanya.
Singkat
cerita, Guo Jing pun memperkenalkan pada Khan Agung tentang Tetua Lu, dan
mengatakan bahwa Tetua Lu dan
orang-orang dari partai Kaypang datang ke Mongol karena ingin membantu Mongol
mengalahkan Chin. Itulah sebabnya Partai Kaypang diijinkan tinggal di tenda
Mongol dan dilayani dengan baik.
Akhirnya
melihat kinerja Guo Jing yang bagus dalam perang, Khan Agung pun mengangkat Guo
Jing sebagai jenderal Perang Tertinggi di Mongol yang akan membawahi 30.000
pasukan dengan tugas utama menyerang Chin di wilayah barat. Guo Jing awalnya
menolak namun Khan Agung tetap memaksa, akhirnya Guo Jing terpaksa menerima
amanat menjadi Jenderal Tertinggi Mongol.
Tak
hanya itu, Khan Agung juga memberinya perintah bahwa setelah merebut Kota
Samarkhan dan membunuh Mo He Mo, dia akan mengatur pernikahan antara Guo Jing
dan Hua Cheng. Mendengar ini, Guo Jing pun berharap dapat menggunakan alasan
perang untuk menahan pernikahannya sementara waktu.
Tetua Lu
tampak sedih saat mendengar Khan Agung mengatur pernikahan Guo Jing dengan si
Putri Mongol. Mungkin karena dia tahu bahwa Ketuanya dan Guo Jing memiliki
hubungan khusus jadi dia merasa turut bersedih untuk sang Ketua.
Dan kita
di moment Guo Jing mengubah model rambutnya ^_^ William Yang pada dasarnya uda
ganteng kok, mau pake model rambut apa aja tetap kelihatan ganteng to the max
hehehe ^_^ Yup, setelah diangkat menjadi Jenderal Tertinggi Mongol, Guo Jing
pun mengubah model rambutnya agar sesuai dengan statusnya sebagai seorang
Jenderal Perang yang berwibawa. Dia bukan lagi remaja kemarin sore yang masih
lugu dan cupu melainkan Jenderal Perang yang membawahi 30.000 pasukan.
Di dalam
tenda perangnya, Guo Jing memanggil Tetua Lu dan menanyakannya tentang strategi
perang yang dia gunakan untuk menghentikan pertarungan antara kedua anak Khan
Agung. Guo Jing merasa curiga karena Tetua Lu sebelumnya mengatakan bahwa dia
hanya seorang pengemis biasa dan tidak mengerti sama sekali tentang strategi
perang. Tetua Lu ngeles dengan mengatakan bahwa dia sebenarnya mengerti
sedikit.
Pada
awalnya, Guo Jing yang lugu percaya padanya dan memintanya untuk mengartikan
sekali lagi apa maksud Kitab Perang itu. Tetua Lu yang sebenarnya tidak mengerti
beralasan bahwa dia butuh waktu yang tenang untuk memikirkannya dan meminjam
buku tersebut. Guo Jing yang sama sekali belum curiga mengijinkan Tetua Lu
membawa bukunya pergi.
Tapi hal
tersebut terjadi bukan hanya sekali melainkan berkali-kali. Tetua Lu selalu
membawa buku itu pergi lalu kembali lagi dengan membawa selembar kertas yang
menjelaskan tentang isi Kitab itu, membuat Guo Jing semakin lama semakin curiga
bahwa ada seseorang yang cerdas yang membantu Tetua Lu dari belakang secara
diam-diam.
“Tetua
Lu, jika kau mau berpikir, berpikir saja di sini. Kenapa harus membawa bukunya
pulang?” Tanya Guo Jing mulai curiga. Tetua Lu menjawab bahwa jika dia
memikirkannya di sini, yang ada dia akan merasa pusing karena dia butuh
ketenangan. Tanpa menunggu jawaban Guo Jing, Tetua Lu membawa buku itu keluar.
Guo Jing
yang penasaran akhirnya memutuskan untuk mengikuti Tetua Lu dan secara tidak
sengaja dia melihat sesosok tubuh wanita yang mirip dengan sang “mantan” kekasih, Huang Rong berjalan
dengan membawa sebuah tongkat berwarna hijau, berada di antara kerumunan
pasukannya. Tapi saat Guo Jing ingin mengejar dan mencari tahu siapa sosok
tersebut, Tetua Lu mendadak muncul di hadapannya dan menghadang jalannya.
“Tetua
Lu, apakah kau memiliki seorang guru yang membimbingmu?” Tanya Guo Jing curiga.
“Tidak
ada.” Jawab Tetua Lu menyangkal.
“Tapi
tadi aku jelas-jelas melihat seseorang yang…” ujar Guo Jing.
Namun
kalimatnya terpotong oleh Lu Yu Jiao yang bertanya, “Orang apa? Siapa? Orang
yang mana? Di sini ada banyak sekali orang. Orang apa? Kau melihat siapa?”
dengan nada berpura-pura bodoh.
Sementara
di dalam kota Samarkhan, Wan Yen Hong Lieh membujuk pemimpin di sana untuk
tetap bertahan di dalam kota. Tidak menyerang, juga tidak menyerah. Karena kota
Samarkhan memiliki benteng yang sangat tinggi dan dikelilingi oleh gunung salju
maka pasukan Mongol pasti akan memasuki gerbang kota dan menyerang mereka.
Pasukan Mongol pasti akan kelelahan sendiri dan memilih untuk mundur.
Kembali
ke tenda perang Guo Jing. Ou Yang Feng tiba-tiba muncul di sana mencari Huang
Rong dan membuat keributan.
“Ou Yang
Feng? Di mana Rong’er? Cepat serahkan padaku!” ujar Guo Jing kaget saat melihat
Ou Yang Feng ada di sana.
“Huang
Rong ada di antara pasukanmu. Serahkan dia padaku!” Ou Yang Feng balik meminta
pada Guo Jing untuk menyerahkan Huang Rong padanya.
“Di
antara pasukanku?” ulang Guo Jing tampak berpikir sejenak.
“Huang
Rong berhasil kabur. Aku mengikutinya sepanjang jalan dan menemukan jejaknya di
Mongolia. Bila bukan berada di antara pasukanmu, lalu di mana?” jawab Ou Yang
Feng, menjelaskan kronologinya.
Guo Jing
tersenyum gembira mendengarnya. Dia gembira karena itu berarti sang “mantan” kekasih ternyata masih hidup
dan baik-baik saja, terlebih lagi, sekarang gadis itu sudah berhasil meloloskan
diri dan berada di antara pasukannya.
“Rong’er
sudah kabur. Bagus sekali. Dia tidak mati. Bagus sekali.” Gumam Guo Jing
berulang-ulang dengan senyum gembira tersungging di bibirnya.
“Dia
kabur dari mana? Cepat katakan padaku!” pinta Guo Jing penasaran.
“Wisma
Awan. Aku malas mengatakannya padamu. Intinya, dia sudah kabur.” Jawab Ou Yang
Feng.
“Baguslah
kalau sudah kabur.” Gumam Guo Jing sekali lagi dengan tersenyum manis.
“Kau
benar-benar tidak bertemu gadis itu?” Tanya Ou Yang Feng skeptis.
“Tidak
bertemu.” Jawab Guo Jing jujur.
Tapi dalam hati, Guo
Jing merasa curiga.
Sebenarnya Guo Jing selalu merasakan kehadiran Rong’er di sisinya.
“Selama ini, aku selalu merasa ada orang yang selalu
membantuku. Sepertinya orang itu adalah Rong’er. Tapi sekarang Ou Yang Feng tak
boleh tahu. Jika tidak, Rong’er bisa berada dalam bahaya.” Bisik Guo Jing dalam hatinya.
Ou Yang
Feng yang curiga saat melihat Guo Jing tiba-tiba terdiam, membentaknya dengan
keras hingga membuat Guo Jing sempat terlonjak kaget. Guo Jingnya ngelamun sih,
jadi kaget kan? Hahaha ^_^
“Sepertinya kau sedang ingin mainkan tipuan. Apa kau
sedang merencanakan sesuatu? Cepat katakan!” Tuduh Ou Yang Feng.
Guo Jing
tampak berpikir keras sebelum akhirnya memutuskan untuk berbohong. Guo Jing
yang selama ini tak pernah berbohong dan selalu berkata jujur, untuk yang
pertama kali dalam hidupnya, dia terpaksa berbohong untuk melindungi sang “mantan” kekasih.
Note :
Kita sebut saja “Mantan” kekasih ya,
mengingat Guo Jing sendiri yang memutuskan hubungan mereka saat di “Loteng Dewa Mabuk”. Belum ketemu dan
baikan, jadi asumsinya masih “mantan”
kekasih.
“Kupikir,
Rong’er tak mungkin berada di antara pasukanku.” Ujar Guo Jing ragu, tampak
merasa bersalah karena berbohong.
“Kenapa?”
Tanya Ou Yang Feng tak percaya.
“Karena…Karena
masalah di Pulau Persik. Aku telah bersikap kasar padanya, dia pasti sangat
membenciku sekarang. Mana mungkin datang mencariku?” Ujar Guo Jing, mencari
alasan. Dia tampak tak meyakinkan saat berbohong.
“Bicara
tentang Pulau Persik, ada satu barang yang ingin kukembalikan padamu.” Ujar Ou
Yang Feng seraya menyerahkan sebuah belati bertuliskan nama “Guo Jing” yang sebelumnya telah dipakai
Yang Kang untuk membunuh Ou Yang Khe.
“Bukankah
belati ini milikku?” Tanya Guo Jing, lupa saat Yang Kang menggunakan belati itu
untuk membunuh Ou Yang Khe.
“Benar.
Pisau itu yang digunakan Yang Kang untuk membunuh Khe’er. Saat di Kuil Tombak
Besi, Huang Rong sudah memberitahuku kebenarannya. Aku Racun Barat, walau tak
bisa dikatakan Pendekar Besar tapi juga bukan orang kejam dan licik. Alasan
kenapa aku membunuh kelima gurumu, ini sepenuhnya karena perangkap Wan Yen
Kang. Karena aku mengira kau adalah pembunuh Khe’er.” Jawab Ou Yang Feng lirih.
“Hal ini
aku sudah tahu.” Jawab Guo Jing penuh penyesalan. Dia kembali teringat saat dia
bersikap kasar pada “mantan” kekasihnya
di Pulau Persik hari itu.
“Jika
kau mau balas dendam padaku untuk kelima gurumu. Kau majulah sekarang.” Tantang
Ou Yang Feng.
“Siapa
yang bersalah, dialah yang kucari. Semua ini adalah perbuatan Wan Yen Kang dan
Wan Yen Hong Lieh, mereka yang membunuh kelima guruku. Kau juga hanya
dimanfaatkan oleh mereka.” Jawab Guo Jing.
“Masalah
ini akhirnya sudah kukatakan dengan jelas padamu. Anak bodoh, bagaimana jika
kita buat perjanjian?” tawar Ou Yang Feng.
“Perjanjian
apa?” Tanya Guo Jing penasaran.
“Kau
katakan padaku di mana Huang Rong bersembunyi. Tenang, aku takkan melukainya.”
Ujar Ou Yang Feng.
“Ou Yang Feng, hari ini kau bertemu denganku,
walau aku tak membunuhmu, tapi aku takkan biarkan kau melukai Rong’er.” Ujar
Guo Jing mantap.
“Ini
semua tergantung kemampuanmu.” Jawab Ou Yang Feng dengan sombongnya.
“Ou Yang
Feng, hari ini akan kukatakan padamu. Markas Mongol ini bukan tempat yang bisa
kau datangi seenakmu.” Ancam Guo Jing.
Ou Yang
Feng tampak berpikir dan harus mengakui bahwa Guo Jing memang benar. Guo Jing
sekarang memiliki 30 ribu pasukan, sehebat apa pun dia tentu takkan mungkin
memang bila dikeroyok oleh 30.000 pasukan.
“Ou Yang
Feng, bagaimana jika kita membuat perjanjian? Tapi bukan seperti yang kau
katakan tadi.” Ujar Guo Jing. Guo Jing akhirnya menawarkan perjanjian yang
lain.
“Sekarang
memang benar kungfumu di atasku. Tapi kau ingin melukaiku, juga bukan hal yang
mudah. Kau menyuruh Rong’er menjelaskan Kitab 9 Bulan, jika dia tidak mau, itu
urusannya. Kau tidak boleh memaksanya.” Ujar Guo Jing.
“Kau
ingin aku berjanji hal ini, apa pertukarannya?” Tanya Ou Yang Feng.
“Jika
kau jatuh ke tanganku, aku berjanji aku tidak akan membunuhmu. Aku akan mengampunimu.”
Ujar Guo Jing dengan berani.
“Kau
mengampuniku? Jangan bercanda! Kita lihat saja siapa mengampuni siapa?” jawab
Ou Yang Feng meremehkan, kemudian melesat pergi dari sana dengan ilmu
meringankan tubuhnya.
Setelah
Ou Yang Feng pergi, Guo Jing menatap Tetua Lu dengan dingin seolah tahu
sesuatu. Esoknya, Guo Jing meminta Tetua Lu datang menemuinya. Dia meminta
dengan sedikit memaksa agar Tetua Lu membawanya menemui Huang Rong. Jika tidak,
dia akan memenggal kepala Tetua Lu. Guo Jing memberinya waktu hingga esok hari.
“Tetua
Lu, maaf harus merepotkanmu. Tolong kau sampaikan pada Ketua Huang, katakan
padanya aku ingin bertemu dengannya. Jangan bersembunyi dariku lagi.” Pinta Guo
Jing, masih dengan nada sabar dalam suaranya. Guo Jing seolah menahan amarahnya.
“Tuan,
tolong kau jangan menyusahkan aku. Aku juga tidak tahu Ketua Huang ada di
mana.” Sangkal Tetua Lu, membuat kesabaran Guo Jing habis.
Guo Jing
menggebrak meja dengan marah lalu bangkit berdiri seraya berkata marah, “Sampai
sekarang, kau masih ingin membohongiku? Apa kalian semua benar-benar
menganggapku bodoh?” ujar Guo Jing dengan emosi membara. Dia udah kangen
setengah mati ceritanya.
“Tuan
jangan salah paham. Kami tak pernah berpikir seperti itu.” Ujar Tetua Lu
menyangkal.
“Situasi
tadi kau sudah melihatnya dengan jelas. Ou Yang Feng bahkan sudah mengejar
hingga kemari. Jika dia sampai menemukan Rong’er, apa kau tahu akibatnya?”
bentak Guo Jing marah.
“Tuan,
bukannya aku tak mau membantu. Tapi aku tak berhak membuat keputusan.” Jawab
Tetua Lu, meminta dimaklumi.
“Kalau
begitu, aku tidak punya pilihan selain menghukummu sesuai dengan hukum militer.
Tetua Lu, dengarkan perintah! Besok di jam yang sama, aku harus bertemu dengan
Ketua Huang.” Ujar Guo Jing member perintah.
“Tuan,
tolong jangan menyusahkan aku.” Ujar Tetua Lu dengan berat hati.
“Aku tak
peduli. Jika tak bisa bertemu Ketua Huang, aku akan memenggal kepalamu.” Ujar
Guo Jing tak peduli. Dia hanya ingin bertemu dengan Rong’er apa pun yang
terjadi.
Apakah
Guo Jing akhirnya dapat bertemu Rong’er kembali? Nantikan di episode
selanjutnya…
Berikutnya : Episode 49
Blogger
Opinion :
Haahh…Episode-episode
di Mongol juga episode yang gak aku suka, karena Guo Jing tidak tegas dalam
menentukan sikapnya. Dia bilang dia cinta Rong’er, tapi setelah menemukan
Rong’er dalam keadaan baik-baik saja, maka dia akan menepati janji menikahi Hua
Cheng. Kalau gue jadi Rong’er, mending gue mati aja, jadi dengan begitu, Guo
Jing selamanya takkan menikah dengan Hua Cheng. Atau lebih baik pura-pura mati
aja, daripada harus tetap hidup hanya untuk melihat pria yang dicintai menikahi
gadis lain. Sakitnya tuh di sini *tunjuk hati*
Yang bikin kecewa adalah baik di novel
ataupun di berbagai adaptasinya, Guo Jing tak pernah tegas mengatakan pada
orang Mongol, baik itu Tuo Li, Khan Agung, Guru Jebe ataupun Hua Cheng sendiri
bahwa dia tidak ingin menikah dengan Hua Cheng.
Jadi menunjukkan kesan bahwa Guo Jing
sengaja menggantung posisi Rong’er. Di satu sisi, Guo Jing memperlakukan
Rong’er seperti seorang kekasih : memeluknya, menggenggam tangannya, bicara
dengan pandangan penuh cinta, tapi tidak bisa memberikan kepastikan tentang
posisi gadis itu dalam hidupnya, apakah Rong’er hanya akan dijadikan kekasih atau
istri yang akan dia nikahi.
Sementara di sisi lain, Guo Jing
memperlakukan Hua Cheng tidak seperti seorang tunangan atau calon istri. Guo Jing tak
mau membalas pelukan Hua Cheng, bicara menjaga jarak, juga tak mau mengungkit
tentang janji pernikahan mereka, walaupun Guo Jing tak pernah dengan tegas
menolak janji pernikahan itu, yang berarti di mata Hua Cheng, Guo Jing
seharusnya masih tunangannya. Guo Jing seolah menggantung hati kedua gadis itu,
tanpa berani memberikan pilihan yang tegas.
Mungkin karena Guo Jing terlalu
memegang teguh prinsip bahwa seorang pria HARUS menepati janji yang telah dia ucapkan. Tapi jika memang
menepati janji adalah pilihannya sejak awal, kenapa tidak lepaskan Rong’er
sepenuhnya? Kenapa harus menahan Rong’er di sisinya, memberinya harapan dan
mengatakan bahwa dia sangat merindukan Rong’er, HANYA Rong’er gadis yang ada dalam hatinya
dan tak bisa hidup tanpanya?
Well,
namanya juga manusia ya, Nobody Perfect. Gpp deh, walaupun prosesnya
menyebalkan, bukankah yang terpenting adalah pada akhirnya Guo Jing dan Huang
Rong akan menikah dan memiliki 3 orang anak? Walaupun aku harus membenci
almarhum Kakek Jin Yong karena merusak image Guo Jing dan Huang Rong di seri
kedua dengan memberikan mereka anak pertama yang berkesan menyebalkan, hanya
demi membuat karakter Yang Guo (Yoko) dan Bibi Lung tampak sempurna. Why Oh Why?
Tidak bisakah mengangkat image Yang Guo (Yoko) TANPA HARUS MERUSAK IMAGE GUO
JING DAN HUANG RONG ????
Kemudian
yang aneh dalam versi LOCH 2017 ini adalah saat di episode-episode awal,
penonton dimanjakan dengan banyak sekali modifikasi kecil super kreatif yang
menyentuh hati dan menambah kesan romantis. Tapi menuju akhir, justru banyak
sekali adegan yang dihilangkan yang menurutku cukup penting. Seperti saat Guo
Jing berjanji akan mengampuni Ou Yang Feng 3 kali.
Pertama,
Ou Yang Feng dijebak dengan terjatuh ke dalam lubang yang kemudian ditutup
dengan pasir. Kedua, jebakan yang sama terulang, tapi kali ini lubang tersebut
diisi dengan air dingin hingga membuat Ou Yang Feng berubah menjadi es.
Barulah
yang ketiga. Guo Jing dan Huang Rong sengaja membuat Ou Yang Feng menunggu
mereka di atas puncak gunung salju kemudian ditinggalkan di sana selama 3 hari.
Setelah 3 hari, barulah Guo Jing berencana akan menjemputnya turun. Tapi Ou
Yang Feng telah turun terlebih dulu dengan menggunakan bajunya sebagai parasit
(kayak Batman gitu deh), hingga akhirnya hal itu memberi ide pada Huang Rong
agar menggunakan cara yang sama untuk menaklukkan kota Samarkhan, yaitu terbang
menggunakan parasit.
Lalu
adegan tak kalah penting yang juga dihapuskan adalah saat Guo Jing tertidur di
dalam tenda sambil memimpikan Huang Rong, karena terlalu merindukannya. Dalam
mimpinya, Guo Jing mendengar Huang Rong mengatakan sesuatu padanya, namun belum
sempat dia mendengar apa yang dikatakan gadis itu padanya, Guo Jing mendadak
terbangun. Setelah bangun, Guo Jing yang masih penasaran dengan apa yang ingin
dikatakan sang “mantan” kekasih akhirnya memutuskan untuk menemui gadis itu dan
bertanya langsung padanya.
Padahal
walau ketemu sekalipun, ya mana mungkin Rong’er tahu apa yang dilihat Guo Jing
dalam mimpinya. Lucu nih bocah satu, tapi cinta memang kadang membuat logika
hilang entah ke mana. Guo Jing yang tidak bisa menemui Rong’er akhirnya
mengancam akan memenggal kepala Tetua Lu. Adegan Guo Jing ngimpi ini juga
dihapuskan dalam versi LOCH 2017, sayang sih, karena menurutku ini juga
menunjukkan betapa Guo Jing mencintai Huang Rong dan sangat merindukannya.
Tak
hanya itu, adegan saat Huang Rong marah pada Guo Jing ketika mereka bertemu
lagi di Gunung Hua juga dihapuskan dalam versi 2017 ini. Padahal adegan
tersebut cukup romantis, karena Huang Rong yang masih kesal dan marah pada Guo
Jing, tak mau menemui Guo Jing lagi dan memintanya untuk melupakan cinta
mereka.
Guo Jing
yang tak mau lagi berpisah dengan sang kekasih, memohon untuk diberi kesempatan
kedua. Dia bersedia melakukan apa saja agar Huang Rong memaafkannya. Huang Rong
yang kesal meminta Guo Jing untuk melompat ke jurang sebagai bukti cintanya.
Guo Jing yang memang sudah kehabisan cara untuk meluluhkan hati Rong’er yang
marah, hampir saja melompat turun ke dalam jurang jika saja Huang Rong tidak
menghentikannya.
Sayangnya
adegan tersebut juga dihapuskan. Padahal aku sangat berharap bisa melihat
William Yang memohon juga, mengingat dia sangat kasar ketika berada di Pulau
Persik, biar impas gitu sakit hatinya. Tapi di versi LOCH 2017 ini, Huang Rong
sudah langsung memaafkan Guo Jing. Aaargggghhh! Aku ingin lihat Guo Jing lebih
berjuang lagi >__< Ya sudahlah, tak ada yang sempurna di dunia
ini, kan? Setidaknya penonton sudah digantikan dengan adegan-adegan modifikasi
kecil super kreatif yang ada di awal episode.
Written
by : Liliana Tan
NOTE
: DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS
!!!
Credit
Pict : WEIBO ON LOGO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar