Sabtu, 29 Desember 2018

Sinopsis Lengkap : Legend Of The Condor Heroes 2017 (Ep 45)

Akhirnya tibalah kita di moment-moment menguras emosi dan bikin baper. Di Episode 45 ini, Guo Jing yang masuk dalam jebakan keji Yang Kang akhirnya meminta putus alias mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih tercinta, Huang Rong. Sebelum mengakhiri hubungan mereka, Guo Jing telah lebih dulu dipaksa bersumpah oleh guru besarnya, Khe Chen Erl agar tak lagi berhubungan dengan Huang Rong. Jika suatu hari nanti Guo Jing kembali tergoda oleh Huang Rong dan melupakan dendam kematian kelima gurunya maka guru kesatunya akan mati di hadapannya, setelah matipun akan masuk neraka dan selamanya tidak akan reinkarnasi. Guo Jing yang baik hati dan merasa berhutang budi pada kelima gurunya tentu tidak tega menyumpahi gurunya sekejam itu, apalagi Khe Chen Erl mengancam akan bunuh diri saat itu juga, jadi dengan berat hati, walaupun Guo Jing merasa hatinya hancur berkeping-keping, Guo Jingpun bersumpah untuk tidak akan menemui Huang Rong lagi dan akan mengakhiri hubungannya dengan Huang Rong selamanya.

Akting menangis William Yang saat adegan ini sangat sempurna. Tatapan matanya saat mengucapkan sumpah tersebut menunjukkan kesan dia sangat mencintai Rong’er dan tak sanggup berpisah dengannya, tapi karena sang guru mengancam, diapun tak punya pilihan selain menuruti perintah gurunya. Guo Jing menangis hingga tubuhnya gemetar hebat karena tak sanggup menahan kesedihan dalam hatinya. Tak ada isak tangis, tapi sekali lagi, akting menangis tanpa suara William Yang mampu membuat penonton ikut menangis sedih saat menyaksikan betapa menderita dan putus asanya Guo Jing ketika dipaksa putus dengan gadis yang dia cintai. Semakin ke belakang, akting William Yang semakin bagus. Tidak terkesan berlebihan dan terlihat tulus.

Tidak salah jika pihak rumah produksi menjatuhkan pilihan mereka kepada William Yang, si ganteng bertubuh tinggi ini benar-benar menunjukkan kemampuan akting yang tidak mengecewakan. Great acting, William ^_^ Saat kau marah dan kasar pada Rong’er, penonton merasa kesal padamu. Tapi saat melihatmu menangis sedih seperti ini, penonton jadi kasihan padamu. Benar-benar dibuat campur aduk dan baper oleh akting William Yang. Oke deh, bagi yang penasaran, silakan menyimak beberapa potongan adegan di bawah ini. Kalau nonton langsung dijamin akan baper, apalagi saat Guo Jing meminta putus dan Huang Rong memeluknya dari belakang sambil menangis. Mari kita simak potongan adegan di bawah ini...






Dan kisahpun berlanjut... 
Di episode sebelumnya diceritakan bahwa Guo Jing telah tiba 2 hari lebih cepat di “Loteng Dewa Mabuk” dan bertemu dengan Pendeta Chiu Chu Chi (Khu Chi Khe). Guo Jingpun menceritakan tentang peristiwa tragis yang menimpa kelima gurunya sambil menangis sedih.


Kemudian Pendeta Chiu Chu Chi (Khu Chi Khe) bertanya siapa yang sudah membunuh kelima guru Guo Jing, dan tepat pada saat Guo Jing akan mengatakannya, mereka mendengar suara Huang Yao Shi yang datang dengan dikepung oleh Para Pendeta Chuan Chin.



“Huang Yao Shi. Dia yang membunuh kelima guruku.” Ujar Guo Jing penuh dendam membara, membuat Pendeta Chiu shock mendengarnya.

Sementara itu, kelima Pendeta Chuan Chin ditambah dengan Yin Chi Phing menyerang Huang Yao Shi bersama-sama. (Huang Yao Shi dikeroyok nih ceritanya).


Tapi tidak peduli walaupun mereka enam lawan satu namun tetap tidak bisa menandingi Huang Yao Shi, apalagi bermimpi mengalahkannya. Akhirnya Pendeta Chiu Chu Chi yang tadi hanya menonton dari atas “Loteng Dewa Mabuk” segera melompat turun untuk membantu saudara seperguruannya.


Guo Jing awalnya ingin turun membantu para Pendeta Chuan Chin namun dihalangi oleh sang guru, Hong Chi Khong. 

“Kau mau ke mana?” tanya Hong Chi Khong pada sang murid. 
“Guru, kenapa Anda di sini?” tanya Guo Jing kaget saat melihat sang guru.

“Aku berhasil menemukan jejak Guru besarmu jadi mengikutinya hingga kemari. Tapi sampai sekarang belum sempat bicara dengannya. Kenapa secepat ini kau kembali dari Pulau Persik?” tanya Hong Chi Khong penasaran.

“Guru, aku akan bicara pada Guru nanti. Sekarang aku mau cari Huang Yao Shi untuk balas dendam.” Ujar Guo Jing, masih berniat turun untuk bertarung dengan Huang Yao Shi.


“Balas dendam apa? Kau ini lihat apa? Katakan ada apa sebenarnya!” desak sang guru tampak kaget, lalu menoleh ke arah yang sama dengan yang dilihat oleh muridnya.

“Bukankah itu Ayah Mertuamu? Kenapa mereka bisa bertarung? Kau cepat pergi jelaskan! Bantu ayah mertuamu menjelaskan.” Ujar Hong Chi Khong, tampak terkejut melihat apa yang terjadi di bawah sana, namun Guo Jing hanya terdiam saat Hong Chi Khong menyebut Huang Yao Shi sebagai Ayah Mertua Guo Jing.

Hong Chi Khong pun seolah baru menyadari bahwa di bawah sana ada Huang Yao Shi yang sibuk bertarung dengan enam Pendeta Chuan Chin plus Yin Chi Phing, yang mengeroyoknya menggunakan Formasi “7 Bintang Biduk”. Tapi tetap saja, walau menggunakan “Formasi Bintang Biduk”, ketujuh Pendeta tersebut tetap tidak sanggup mengalahkan Huang Yao Shi. Guo Jing yang berniat turun untuk membantu mereka, dilarang oleh sang guru.

“Guru, aku akan bantu mereka.” Ujar Guo Jing.
“Tidak perlu. Tidak perlu. Huang Yao Shi tidak berniat melukai. Jika berniat melukai, si monyet kurus (Yin Chi Phing) itu pasti sudah mati. Semua pendeta ini bukanlah lawan Ayah Mertuamu.” ujar Hong Chi Khong santai. Lagi-lagi dia menyebut Huang Yao Shi sebagai Ayah Mertua Guo Jing.

"Dia bukan Ayah Mertuaku.” Jawab Guo Jing dingin. 
(Bener bukan Ayah Mertuamu? Yakin nih gak nyesel? Yakin gak mau anaknya? *colek Guo Jing*)

“Dasar bodoh! Kalau bukan Ayah Mertuamu, lantas siapa? Kalian berdua ini kenapa?” ujar Hong Chi Khong tak mengerti.


Di lain sisi, pertarungan di bawah sana masih berlanjut. Kali ini guru kesatu Guo Jing yang mencoba keberuntungan untuk melawan Huang Yao Shi. Yang tentu saja hasilnya sudah terlihat jelas bahwa guru kesatu Guo Jing juga bukan lawan Huang Yao Shi.


“Sebenarnya ada apa?” tanya Hong Chi Khong pada Guo Jing. Namun awalnya Guo Jing tidak menjawab sehingga membuat sang guru kesal.

“Kau bicaralah! Dasar anak bodoh!” lanjut sang guru kesal dan tak sabar saat sang murid hanya terdiam membisu.

“Dia membunuh kelima guruku.” Jawab Guo Jing akhirnya. 
“Kau katakan sekali lagi.” Ujar Hong Chi Khong, tampak tak percaya. 
“Huang Yao Shi membunuh kelima guruku.” Ulang Guo Jing sekali lagi. 
“Apa kau serius?” tanya Hong Chi Khong tak percaya. 
“Murid sendiri yang menguburkan mayat mereka.” Jawab Guo Jing dengan sedih.

“Kau melihatnya sendiri (Huang Yao Shi membunuh kelima Pendekar Jiang Nan)?” tanya Hong Chi Khong dan Guo Jingpun menggeleng cepat. (William geleng kepala aja kelihatan imut banget ya hihihi ^_^)

“Itu baru benar. Tidak mungkin!” ujar Hong Chi Khong, mengerti bahwa Huang Yao Shi tak mungkin sembarangan membunuh orang. 

“Tapi pasti dialah yang membunuhnya.” Guo Jing tetap bersikeras. 

“Apanya yang pasti? Huang Yao Shi bukan type orang seperti itu. Dia tidak mungkin melakukannya!” jawab Hong Chi Khong yang sudah sangat mengenal teman satu angkatannya. Mereka berdua sudah saling mengenal selama puluhan tahun, tentu sudah tahu sifat masing-masing.

Namun walau sudah mendengar penjelasan sang guru, Guo Jing tetap tidak percaya. Apalagi saat melihat guru kesatunya kalah, Guo Jingpun akhirnya spontan turun menolong sang guru dan bertarung melawan calon mertuanya.


Huang Yao Shi tampak terkejut saat melihat Guo Jing berdiri melawannya. 
“Tak kusangka kau juga bisa memecahkan Formasi Bintang Biduk ini.” ujar Huang Yao Shi, entah kagum, entah menyindir.

“Para senior semua, aku Guo Jing, ingin bersama kalian membunuh si Sesat Tua ini. Guru, murid tak bisa bedakan baik dan jahat, sudah menyia-nyiakan ajaranmu. Sesat Tua, kau sudah membunuh kelima guruku, hari ini aku akan menghabisimu.” ujar Guo Jing dengan kemarahan dalam suaranya.

“Baik, Jing’er. Kelima gurumu di Surga pasti merasa tenang.” Ujar Khe Chen Erl mengompori muridnya. 
( Nih buta sial, nyebelin banget sejak awal. Udah sejak awal benci sama Huang Rong tanpa alasan, sekarang pake acara kompor pula *huft* uda buta mata, buta hatinya pula ckckck...)

 

“Bocah brengsek, bukankah seharusnya kau sudah kembali ke Mongolia? Kenapa Rong’er tidak bersama denganmu?” tanya Huang Yao Shi dengan dingin karena sejak awal dia tidak menyukai Guo Jing.

“Kau jangan menyebut nama Rong’er. Hari ini, walau Rong’er ada di sini, aku tetap akan membunuhmu.” Seru Guo Jing, masih dengan kemarahan dalam suaranya.

 

“Aku tanya sekali lagi. Apakah Rong’er pergi karena dibuat kesal oleh Putri Mongol itu?” tanya Huang Yao Shi, masih bertanya di mana putri kesayangannya.
 
“Sesat Tua, kau jangan alihkan pembicaraan. Kau dan aku punya dendam kesumat.” Seru Guo Jing lalu segera menyerang sang calon mertua. 


Untunglah saat Guo Jing hampir memukul kepala Huang Yao Shi dengan “18 Jurus Penakluk Naga” miliknya, Pendeta Ma Yu menghentikannya dengan beralasan bahwa mereka semua mengeroyok satu orang adalah tindakan yang memalukan. ( Sejak awal Ma Yu memang yang paling baik )

Pendeta Ma Yu pun mengakui kalau sebenarnya “Formasi 7 Bintang Biduk” sudah berhasil dipecahkan oleh Huang Yao Shi, hanya saja karena ada bantuan dari Guo Jing, maka kedudukan mereka bisa seimbang. Jika tidak dibantu Guo Jing, tujuh Pendeta tersebut sudah pasti kalah.

Itu sebabnya Ma Yu dengan sikapnya yang ksatria mengaku kalah. Hanya saja dendam kematian saudara seperguruan mereka tidak bisa dilupakan begitu saja. (Strategi adu domba yang menjadikan Huang Yao Shi kambing hitam berhasil lagi) 

Kemudian Chiu Chu Ji (Khu Chi Khe) berkata bahwa Huang Yao Shi tidak hanya hutang 1 nyawa melainkan 2 nyawa, yaitu nyawa Tan Chu Thuan dan Chou Pho Tong. Yang ini tentu saja membuat Guo Jing menjadi bingung.

Guo Jing yang memang pada dasarnya jujur, mengatakan yang sebenarnya bahwa Chou Pho Tong belum mati dan Tan Chu Thuan dibunuh oleh Ou Yang Feng, bukan Huang Yao Shi. Dan Chou Pho Tong ada bersama guruku Hong Chi Khong dan beberapa hari yang lalu, mereka masih bertemu.

Awalnya mereka tidak percaya, tapi perkataan Guo Jing diperkuat oleh pengakuan Hong Chi Khong yang mengatakan bahwa Chou Pho Tong hanya tahu main saja, sekarang sudah tidak tahu pergi main ke mana. Tapi beberapa hari yang lalu, mereka masih bersama. Berhubung Hong Chi Khong sudah berkata seperti itu, dan mengingat Hong Chi Khong adalah tetua dunia persilatan yang sangat dihormati jadi semua orang percaya padanya.

Pendeta Ma Yu pun akhirnya mengaku bersalah dan meminta maaf atas nama Partai Chuan Chin. Masalah Huang Yao Shi dengan Partai Chuan Chin sudah selesai, namun masalah Guo Jing dengan Huang Yao Shi belum selesai.

“Baik. Dendam Partai Chuan Chin sudah selesai. Tapi dendam kelima guruku belum selesai. Sesat Huang, apa yang ingin kau katakan?” seru Guo Jing marah.


“Bocah brengsek, dendam kelima gurumu ada hubungan apa denganku?” tanya Huang Yao Shi bingung.
“Kau bunuh kelima guruku, sekarang kau masih mau menyangkal?” seru Guo Jing marah. 

“Kau bilang apa? Mereka kujamu dengan baik di rumahku, bagaimana bisa mati?” ujar Huang Yao Shi marah.

“Aku sendiri yang menguburkan kelima guruku. Apa kau menuduh aku memfitnahmu?” ujar Guo Jing, bersiap menyerang Huang Yao Shi.

Huang Yao Shi tertawa sinis lalu menyindir, “Kalau memfitnahku memangnya kenapa? Benar. Mereka semua aku yang bunuh, kau bisa berbuat apa padaku?” tantang Huang Yao Shi sinis. 

Huang Yao Shi memang sifatnya aneh, walau dia tidak bersalah namun dia malas untuk menjelaskan. Karena dia tahu, dijelaskan juga mereka takkan percaya. (Kasian juga nih Huang Yao Shi jadi kambing hitam mulu)


Pada saat itulah, Huang Rong mendadak muncul di sana dan bersikeras ayahnya tak bersalah. 
“Bukan Ayah yang membunuh mereka.” Ujar Huang Rong dengan panik dan berlari ke arah sang ayah.

 
 
Guo Jing spontan menurunkan tangannya yang tadinya ingin menyerang saat melihat sang kekasih tiba-tiba muncul di sana. Ekspresi wajahnya tampak terkejut bercampur sedih dan merasa bersalah (mungkin karena sudah meninggalkan Huang Rong sendirian di Pulau Persik )


“Rong’er.” Panggil sang ayah. 
“Ayah. Bukan Ayah yang bunuh, jangan Ayah akui.” Ujar Huang Rong, percaya pada ayahnya. 


”7 Pendekar Jiang Nan adalah musuh besar kakak Mei-mu. Mereka merasa diri mereka pendekar, pergi ke Pulau Persik untuk ikut campur masalah orang, jadi aku bunuh mereka.” Ujar Huang Yao Shi tak peduli. (Maksudnya dia itu walaupun bilang gak salah, mereka juga tak bakal percaya jadi percuma aja ngejelasin)

 

“Ayah, aku tahu ayah tidak membunuh mereka.” Ujar Huang Rong, bersikeras ayahnya tidak bersalah.

Saat Guo Jing ingin menyerang sekali lagi, guru besarnya terjatuh pingsan, membuat Guo Jing terpaksa menunda urusan balas dendamnya dan menolong gurunya lebih dulu.



Dan ini saatnya nge-drama. Ini adalah saat di mana Guo Jing dipaksa bersumpah oleh guru kesatunya. Jika Guo Jing masih bersama Huang Rong dan melupakan dendam kematian gurunya maka guru kesatunya akan mati di hadapannya, setelah matipun akan masuk neraka lalu selamanya tidak bisa reinkarnasi. Guo Jing yang baik hati dan merasa berhutang budi pun, akhirnya dengan terpaksa mengucapkan sumpah yang kejam itu.

 

Awalnya Guo Jing tak sanggup mengatakannya, karena itu berarti bila dia bersama Rong’er maka sama artinya guru pertamanya akan mati mengenaskan. Dengan kata lain, guru pertamanya memaksa Guo Jing meninggalkan Huang Rong dengan memakai nyawanya sebagai ancaman.

“Aku tidak akan bersama Rong’er lagi, bukankah itu sudah cukup?” ujar Guo Jing dengan berlinang air mata.


“Aku menyuruh Jing’er bersumpah supaya dia tidak tergoda Iblis Kecil itu lagi lalu melupakan dendam kematian kelima gurunya.” Ujar Khe Chen Erl tak punya hati.

Khe Chen Erl tahu bahwa cinta muridnya pada Huang Rong sangat dalam, jika tidak menggunakan nyawanya untuk mengancam sang murid, pasti cepat atau lambat hati Guo Jing akan melemah dan kembali bersama Rong’er. Jadi Khe Chen Erl sengaja memaksa Guo Jing untuk bersumpah dengan berpura-pura akan mati di hadapannya saat itu juga, membuat Guo Jing tak punya pilihan selain menurutinya.


“Kau bersumpah atau tidak? Jika tidak, hari ini aku akan mati di hadapanmu.” Ancam Khe Chen Erl seraya mengarahkan kedua tangannya di atas kepalanya sendiri. 

“Akan kukatakan.” Seru Guo Jing akhirnya dengan air mata berlinang.

 

Dan akhirnya Guo Jing mengatakan sumpah yang sudah pasti akan dilanggarnya tak lama lagi. Karena pada akhirnya dia kembali mencari Rong’er dan berlutut meminta maaf pada sang kekasih. 
( Harusnya Khe Chen Erl pake mantra “Sumpah Tak Terlanggar” aja ya, minta Severus Snape ngajarin hahaha ^_^ Emang Harry Potter, ini LOCH neng wkwkwk ^_^)


“Aku Guo Jing, bila suatu hari aku tergoda oleh Huang Rong dan melupakan dendam kematian guruku, maka guru pertamaku akan mati dengan mengenaskan, setelah mati akan disiksa di neraka dan selamanya tidak akan pernah reinkarnasi.” Guo Jing mengucapkan sumpahnya dengan berlinang air mata. Di luar ruangan, Huang Rong yang sengaja menguping juga meneteskan air mata.


Walau tidak ada suara isak tangis dan hanya menangis tanpa suara, namun tatapan mata Guo Jing menampakkan kesedihan, putus asa dan patah hati yang mendalam. Patah hati karena dipaksa untuk meninggalkan gadis yang dia cintai. Tubuhnya tampak gemetar karena menahan kesedihan dalam hatinya.

 
Note : Akting “Broken Heart”-nya William Yang sangat bagus di sini. Dan yang lebih kerennya lagi, walau nangispun dia tetap terlihat tampan. Wah, orang ganteng mah bebas ya hahaha ^_^


Malamnya, Pengemis Utara Hong Chi Khong mengajak si Sesat Timur Huang Yao Shi untuk mengobrol sambil minum-minum. 
“Saudara Chi, kenapa kau mengajakku ke sini?” tanya Huang Yao Shi ingin tahu.

“Sudah bertarung seharian, mari minum teh dan tarik napas.” Jawab Hong Chi Khong dengan penuh persahabatan.

Tujuan sebenarnya Hong Chi Khong adalah ingin mendamaikan Huang Yao Shi dan calon menantunya.
“Saudara Chi ingin katakan apa langsung katakan saja!” ujar Huang Yao Shi curiga. 

“Karena kau ingin aku katakan maka akan kukatakan. Dari ilmu kungfu, aku dan kau setara, benarkan? Aku bicara seperti ini, kau tak mungkin menyangkal. Tapi jika mengenai kebesaran hati, kau tak sebanding denganku.” Ujar Hong Chi Khong.


“Apa maksud ucapanmu ini?” tanya Huang Yao Shi tak mengerti. 
“Lihat aku! Hidup bebas, tak ada yang perlu dirisaukan. Datang dan pergi sesuka hati. Tidak seperti kau. Kau punya seorang putri yang terlalu pintar dan tak mau menurut, sangat merepotkan.” Ujar Hong Chi Khong seraya duduk di kursinya.

Huang Yao Shi menarik napas berat, dia tahu ucapan sahabat lamanya itu benar. 
“Benar sekali. Rong’er setiap ada masalah selalu mencari gurunya, bukan ayahnya. Ayah tak sebanding dengan guru. Saudara Chi, apa sekarang kau bisa memberitahuku di mana Rong’er?” tanya Huang Yao Shi saat dia tidak menemukan putrinya di manapun. 

“Bisa ke mana lagi? Tentu saja cari Jing’er.” Jawab Hong Chi Khong santai.  
“Apa? Cari bocah brengsek itu lagi?” ujar Huang Yao Shi tampak tak suka.  

“Kau ini jangan selalu memanggilnya bocah brengsek. Semua orang tahu kau tak suka pada aturan. Sekarang menantumu sendiri tidak memandangmu, hatimu merasa kesal, kan? Itu namanya karma. Kau pantas merasakannya.” Jawab Hong Chi Khong terang-terangan.


“Masuk akal juga.” Sahut Huang Yao Shi setuju. 
“Tentu saja. Mengenai hal ini, aku ingin bicara sedikit tentang muridku padamu. Jing’er ini tidak bodoh, tapi hanya sedikit lamban. Namun walau begitu, dia punya sifat yang jujur dan berbudi luhur. Dia bisa jadi suami yang baik dan bisa diandalkan seumur hidup. Rong’er punya penilaian bagus.” Ujar Hong Chi Khong, memuji muridnya.

Huang Yao Shi hanya menatapnya tajam tanpa kata, membuat Hong Chi Khong segera menambahkan, “Baik. Baik. Semua orang memiliki garis kebahagiaannya sendiri. Sekarang yang harus kau cemaskan bukan masalah Rong’er dan Jing’er.” Lanjut Pengemis Utara, kemudian dia mulai mengatakan analisanya mengenai kejadian yang menimpa kelima Pendekar Jiang Nan dengan menjadikan Huang Yao Shi sebagai tersangka.

Hong Chi Khong menyadari bahwa sebenarnya ada seseorang yang merencanakan semua ini, namun dia masih tidak tahu siapa dan apa tujuannya.  

Kemudian, kita kembali pada moment romantis namun dramatis antara Guo Jing dan Huang Rong. THE BREAK UP SCENE. Adegan Putus di atas jembatan.

Guo Jing dan Huang Rong kembali bertemu di atas jembatan, namun Guo Jing yang sudah terlanjur bersumpah terpaksa bersikap dingin pada kekasihnya, walaupun hatinya sendiri sangat terluka.

“Jing Gege...” panggil Huang Rong lembut setelah keheningan yang mencekam. 

“Kupikir sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi.” Ujar Guo Jing dingin, sedingin udara malam itu. 

“Guru besarmu...kenapa harus memaksamu mengucapkan sumpah yang keji itu?” tanya Huang Rong.


“Jadi kau sudah mendengarnya?” Guo Jing balik bertanya, masih dengan nada yang dingin dan tak mau memandang gadis itu.

“Guru besarmu berbuat salah, kau juga tidak seharusnya ikut berbuat salah. Masalah ini masih belum jelas, aku yakin pasti ada seseorang yang ingin memfitnah ayahku.” Ujar Huang Rong membela ayahnya.

“Siapa? Sebenarnya siapa?” tanya Guo Jing dengan nada tinggi, membentak Rong’er sekali lagi. 
“Belum terpikirkan olehku.” Jawab Huang Rong lirih. 
“Hari ini di Loteng Dewa Mabuk, ayahmu sudah mengakuinya.” Ujar Guo Jing, menurunkan nada suaranya ½ oktaf.

“Ayahku memang seperti itu. Tak peduli walau dia difitnah orang, dia tetap tak mau menjelaskan.” Ujar Huang Rong seraya berjalan mendekat namun Guo Jing berjalan menjauhinya.

“Kau jangan mendekat!” ujarnya dingin. 
“Kupikir, kelak kita sebaiknya jangan bertemu lagi.” Lanjutnya, meminta putus. Guo Jing ingin mengakhiri hubungan mereka.

“Masalah ini masih belum jelas, kenapa kau sudah membuat keputusan seperti ini? Semua hal yang telah kita lalui bersama, apa kau sudah melupakannya?” tanya Huang Rong tak rela.

“Aku tidak lupa. Aku ingat semuanya.” Jawab Guo Jing dengan berat hati, lalu berniat berjalan pergi.


Namun Huang Rong berusaha menahan kepergiannya dengan memeluknya erat dari belakang dan memanggil namanya sambil menangis. 


“Jing Gege...” ujar Huang Rong dengan air mata berlinang seraya memeluk Guo Jing dari belakang, menghalangi kepergian sang kekasih.


Guo Jing terlihat berusaha ingin melepaskan pelukan gadis itu di pinggangnya tapi Huang Rong menolak melepaskan pelukannya. Hati Guo Jing mulai tidak tega, rasa cinta itu masih ada dalam hatinya, tak semudah itu dihapuskan. 

Akhirnya Guo Jing membiarkan gadis itu memeluknya untuk sesaat, barulah kemudian dia perlahan-lahan melepaskan pelukan gadis itu dan memutar tubuhnya berhadapan.


Guo Jing menggenggam kedua tangan Huang Rong dengan tatapan mata tak berdaya, yang sekaligus menyiratkan cinta dan luka dalam waktu yang bersamaan. 

Dari tatapan mata Guo Jing jelas terlihat dia juga tak mau berpisah dengan gadis itu, tapi kematian kelima gurunya seolah menjadi dinding pemisah yang menghalangi mereka berdua.


Saat sepasang kekasih tersebut saling menatap dalam diam penuh kerinduan, Khe Chen Erl tiba di sana dan membuyarkan semua kemesraan itu. (Duh, nih buta satu ganggu kemesraan orang aja deh...)

“Gadis Iblis rasakan ini!” serunya seraya melemparkan tongkatnya ke arah Huang Rong, namun Guo Jing dengan sigap menangkap tongkat itu sebelum mengenai gadis yang dicintainya.

“Guru Besar.” Ujar Guo Jing lirih seraya mengulurkan tongkat itu dengan hormat. 

“Guo Jing, yang kucemaskan ternyata benar-benar terjadi. Kau sekali lagi terperangkap pesona Gadis Iblis itu. Kenapa kau begitu tidak berguna?” ujar Guru besar dengan marah. Sementara Guo Jing hanya tertunduk dalam diam.

“Kau jangan terus memanggilku Iblis Kecil. Apa buktinya ayahku yang melakukan pembunuhan itu?” ujar Huang Rong tak terima.

“Bukti? Akulah buktinya? Kalau bukan karena adik keempat menyelamatkanku. Aku tidak mungkin berdiri di hadapanmu saat ini dan mengatakan semua ini.” jawab Khe Chen Erl penuh kebencian.

“Itu tidak mungkin benar.” Huang Rong tetap membantah. 
“Sayangnya muridku terpesona pada kecantikanmu. Dalam hatinya, kau jauh lebih penting daripada nyawa kelima gurunya.” Lanjut Khe Chen Erl membuat Guo Jing merasa bersalah.

“Tidak, Guru Besar! Aku tidak seperti itu.” ujar Guo Jing seraya menggelengkan kepalanya.

“Jangan panggil aku Guru. Aku Khe Chen Erl tak bisa mengajarimu, tak pantas jadi gurumu. Pendekar Guo, jika kau tidak tega, minggirlah! Biar aku saja yang membunuh Gadis Iblis ini.” ujar Khe Chen Erl seraya mengarahkan tongkatnya pada Huang Rong. 

Spontan gadis itu membela dirinya dan tak sengaja mematahkan tongkat si buta itu dengan Tongkat Pemukul Anjing yang dipegangnya.

Guo Jing yang melihat sang guru terdorong dan hampir terjatuh justru malah menyalahkan dan membentak kekasihnya.

( Masih kekasih, ya. Kan Huang Rong belum bilang “iya” hehehe ^_^ Tapi btw, anyway, bussway, nih Khe Chen Erl lawan gadis kecil 16 tahun aja kalah, ya? Ckckck... Apa karena sekarang Huang Rong sudah belajar ilmu “36 Jurus Tongkat Pemukul Anjing” sama sedikit “9 Bulan” jadi lebih hebat dari Khe Chen Erl??? )


“Kenapa kau melukai guruku?” sentak Guo Jing kasar, membuat Huang Rong shock mendengarnya. 
“Kau suruh gadis iblis mengalah padaku? Apa di matamu, gurumu begitu tak berguna?” sergah Khe Chen Erl sinis. (Gak tahu terima kasih nih buta, uda ditolongin juga ckkck...)

“Kenapa kau masih melindungi orang yang bahkan tidak menghargaimu?” ujar Huang Rong pada Guo Jing dengan hati sakit karena dibentak dengan kasar.


“Pergi kau! Aku tak mau melihatmu lagi!” ujar Guo Jing dengan dingin. 
“Jing Gege...” panggil Huang Rong lirih. 
“PERGI!” bentak Guo Jing dengan kasar, mengusir Huang Rong pergi.

Dan akhirnya gadis itupun pergi dengan berlinang air mata. Sementara Guo Jing hanya menatap kepergiannya dengan penuh penyesalan.


Paginya, semua pendekar di depan Loteng Dewa Mabuk, siap untuk bertarung. Para Pendeta Chuan Chin memutuskan untuk membantu Guo Jing membalas dendam. Namun Guo Jing berkata bahwa dia tidak ingin melibatkan siapa pun dalam masalahnya. Dia bersikeras bahwa dia sendirilah yang akan membunuh Huang Yao Shi.

Namun Huang Rong yang tahu bahwa kungfu ayahnya masih di atas Guo Jing dan tidak ingin melihat pria yang dicintainya mati di tangan ayahnya sendiri, akhirnya berpura-pura berkata bahwa dia ingin mewakili sang ayah. 

Dalam pikiran Huang Rong, lebih baik dia saja yang mati di tangan Guo Jing daripada harus melihat Guo Jing mati di tangan ayahnya. Intinya dia tidak ingin melihat ayah dan pacarnya saling membunuh hanya karena sebuah kesalahpahaman.

“Kau ingin bunuh ayahku, bunuh aku dulu!” tantang Huang Rong dengan berani, membuat Guo Jing jelas terkejut. 

Mana mungkin dia tega membunuh gadis yang dicintainya dengan tangannya sendiri? Apalagi gadis itu tak ada hubungannya dengan kematian kelima gurunya.

 

“Kau minggirlah!” bentak Guo Jing yang tak menyangka akan melihat kekasihnya memblokir jalannya. 
“Rong’er, kau minggirlah. Biar ayah baik-baik memberikan pelajaran pada bocah brengsek itu.” ujar Huang Yao Shi dengan lembut.

“Ayah, bukankah Ayah selalu ingin aku meninggalkan bocah brengsek itu? Hari ini, Rong’er ingin minta Ayah berjanji satu hal. Rong’er selamanya tidak akan bertemu dengannya lagi. Nanti tidak peduli apa pun yang terjadi, Rong’er harap ayah tidak ikut campur. Aku dan dia ingin sepenuhnya mengakhiri hubungan kami. Berjanjilah pada Rong’er.” Pinta Huang Rong pada ayahnya.


“Gadis Iblis, kau ingin mainkan trik kotor apalagi?” sergah Khe Chen Erl dengan kasar, membuat Huang Yao Shi marah dan tidak terima mendengar ada yang mengatai putri kesayangannya Iblis Kecil. 

“Dasar Si Buta Brengsek, aku habisi kau lebih dulu.” Ujar Huang Yao Shi tidak terima. 
“Ayah.” Ujar Huang Rong menghalangi. Dan demi memandang sang putri tercinta, Huang Yao Shi akhirnya mengalah.

“Marga Khe, kau ingin memakiku apalagi? Katakan saja sekarang.” Tantang Huang Rong santai. 
“Memakimu hanya akan mengotori mulutku.” Jawab Khe Chen Erl dengan menyebalkan. 

“Baik. Hari ini kau ingat ucapanmu baik-baik. Suatu hari nanti, kau pasti akan menyesali semua yang kau katakan padaku.” Ujar Huang Rong berusaha tegar.

Dia kemudian kembali berdiri di hadapan Guo Jing, menantang Guo Jing untuk membunuhnya. 
“Kau ingin mewakili gurumu, aku juga ingin mewakili ayahku. Hari ini, kita selesaikan semuanya. Guo Jing, kau tunggu apalagi? Bunuh aku!” tantang Huang Rong dengan berani seraya berdiri di depan Guo Jing.


Sementara Guo Jing hanya menatapnya tak tega, namun tak mampu berkata-kata. 
“Jing’er, apakah kau sudah lupa apa yang guru katakan padamu semalam? Apakah kau lupa sumpah yang sudah kau ucapkan? Apakah kau lupa apa yang menimpa kelima gurumu di Pulau Persik? Mereka semua sedang melihatmu dari Surga. Apa kau ingin mereka mati tidak tenang? Jing’er, cepat bunuh gadis itu! Bunuh dia!” seru Khe Chen Erl memprovokasi sang murid.



Guo Jing yang awalnya tak tega, mulai mengangkat kedua tangannya dan bersiap untuk menyerang gadis yang dicintainya. Namun tatapan matanya menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah sanggup melukai gadis yang dicintainya apalagi membunuhnya. Akhirnya Guo Jing menarik kembali kekuatannya dan membuatnya dirinya sendiri terluka dalam.

“Jing Gege, kenapa kau menariknya? Kenapa kau melukai dirimu sendiri?” ujar Huang Rong khawatir. 




“Rong’er, pukulan ini adalah balas budiku, Guo Jing atas kebaikan hatimu karena telah membantuku menyembuhkan lukaku di ruang rahasia di penginapan Chi Shan selama 7 hari 7 malam. Setelah ini, kau dan aku putus hubungan. Kita berdua tak punya hubungan apa pun lagi mulai sekarang.” Ujar Guo Jing lirih dan berat, sementara Huang Rong hanya meneteskan air mata mendengarnya. Guo Jing akhirnya kembali meminta putus untuk yang kedua kalinya, walaupun sebenarnya hatinya tak rela.



Setelah mengatakan itu, Guo Jing segera terjatuh ke tanah. Khe Chen Erl memegang lengan muridnya agar Guo Jing tidak terjatuh. Guo Jing akhirnya berlutut pada sang guru dan meminta maaf dari lubuk hatinya yang paling dalam.
 


“Guru, aku bersalah padamu. Aku bersalah pada kelima guru. Guru, aku tak sanggup.” Ujarnya sambil menangis pilu, memohon pengampunan gurunya karena dia tidak sanggup membunuh gadis yang dicintainya.


Saat itulah, Ou Yang Feng dan orang-orangnya mendadak muncul di sana dan memanfaatkan kesempatan.
“Saudara Yao tidak perlu khawatir. Aku akan membantumu menghabisi bocah brengsek ini.” ujar Ou Yang Feng seraya menatap penuh kebencian pada Guo Jing. Kemudian si Racun Barat mengajak Huang Yao Shi bekerja sama untuk mengalahkan Partai Chuan Chin yang untungnya dia menolak.

Namun walau begitu, Ou Yang Feng berkata bahwa dia sendiripun bisa menghadapi mereka semua. Tapi saat mereka akan bertarung, Pengemis Tua melompat turun dari atas Loteng Dewa Mabuk dan berusaha menghentikan pertarungan.

“Tunggu sebentar! Pengemis Tua ini ingin mengatakan sesuatu.” Ujar Hong Chi Khong tiba-tiba turun dan ikut campur.

To be continued...

Perasaan episode 44 dan 45 kok panjang banget, ya? Padahal durasinya sama. Itu karena  momentnya Guo Jing dan Huang Rong sangat banyak. Jadi kesannya seperti panjang ulasannya. Anggap saja ini sebagai ganti karena begitu Guo Jing pulang Ke Mongol, banyak adegan yang menurutku gak penting akan langsung di skip, jadi membuat artikelnya akan jadi lebih pendek.

See you next episode...

Berikutnya : Episode 46-47

Written by : Liliana Tan 
NOTE : DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS !!! 
Credit Pict : WEIBO ON LOGO