Masih seputar serial wuxia favorite penulis yaitu “Legend Of The Condor
Heroes 2017”. Bagi yang belum pernah menonton versi remake terbaru ini, dan
bagi yang tak sengaja terdampar di blog ini serta membaca postingan ini,
berikut ini adalah sedikit potongan adegan dalam serial wuxia favorite penulis
: “Legend Of The Condor Heroes 2017”. Kenapa hanya potongan adegan dan bukan
rekap sinopsis secara keseluruhan?
Tak lain dan tak bukan, karena penulisnya terlalu malas untuk menulis
sinopsis secara utuh per episode serial, dan karena penulis Hanya tertarik
dengan kisahnya Guo Jing dan Huang Rong, maka memang sengaja diambil adegannya
Guo Jing dan Huang Rong saja. Mengingat alur cerita versi ini 95% sangat mirip
dengan novelnya dan karena percaya bahwa penggemar Trilogi Pendekar Rajawali
sudah sangat hapal dengan alur ceritanya jadi tak perlu ditulis pun sebenarnya tak
masalah.
Nah kalau yang belum tahu gimana? Kalau belum tahu ya tinggal beli
dvdnya dan tonton sendiri aja. Potongan adegannya sudah ada di blog ini, jadi
bagi yang belum tahu tentu sudah bisa menilai apakah serial ini layak dijadikan
koleksi atau tidak, layak ditonton atau tidak, dsb. Dari potongan adegan saja,
tentu sudah bisa menilai serial ini sesuai dengan selera kalian atau tidak.
Setelah membahas tentang pertemuan pertama dan kencan pertama Guo Jing
dan Huang Rong di atas perahu, kisahpun terus bergulir. Apa yang terjadi pada
hubungan Guo Jing dan Huang Rong setelah Guo Jing mengetahui bahwa pengemis
bertubuh mungil yang dipanggilnya “Adik laki-laki Huang” adalah seorang wanita?
Dan bagaimana reaksi semua orang saat mengetahui bahwa Guo Jing ternyata
memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis yang ternyata adalah adik
seperguruan Mei Chao Feng, seseorang yang merupakan musuh besar keenam guru Guo
Jing?
Pelarian yang manis.
Setelah mengetahui bahwa pengemis kecil bertubuh mungil yang semula
dipanggilnya “Adik laki-laki Huang” adalah seorang gadis muda yang cantik, hati
Guo Jing langsung terpana. Guo Jing yang sebelumnya tak pernah mengenal apa itu
cinta, tanpa disadarinya telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada
seorang gadis muda yang baru dikenalnya.
Guo Jing mulai merasakan sesuatu yang sebelumnya tak pernah dia rasakan
pada Hua Cheng (Go Chin) walaupun mereka telah bersama-sama selama sekian tahun
lamanya. Walau masih belum mengerti perasaan apakah itu, namun Guo Jing
mengetahui dengan jelas bahwa dia tidak ingin berpisah dengan Huang Rong dan
ingin bersama dengan gadis itu selamanya.
Itu sebabnya dia dengan segera menyetujui permintaan Huang Rong yang
meminta ijin Guo Jing agar dapat mengikuti pemuda lugu itu ke manapun.
“Baiklah! Kita selamanya tidak akan berpisah,” ujar Guo Jing dengan tegas dan
mantap, spontan melupakan perjanjian pertunangan antara dia dan Hua Cheng
begitu saja.
Yang Guo Jing tahu, dia hanya ingin bersama Huang Rong selamanya, tidak
berpisah, tidak peduli apa pun yang terjadi nantinya. Namun sayangnya, hubungan
mereka ditentang oleh semua pihak. Apakah Guo Jing dan Huang Rong akan menyerah
begitu saja?
***************
Setelah Guo Jing mengetahui bahwa Huang Rong adalah seorang gadis muda
yang cantik, hati Guo Jing langsung terpana. Guo Jing yang polos dan lugu jatuh
cinta pada pandangan pertama, bukan hanya pada kecantikan Huang Rong namun juga
pada kepribadiannya yang ceria.
Bersama Huang Rong, Guo Jing tak pernah merasa bosan. Namun sayangnya,
saat mengetahui bahwa Huang Rong adalah adik seperguruan Mei Chao Feng, keenam
Guru Guo Jing spontan menentang hubungan mereka.
Apalagi sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, Yang Tie Xin
sempat berpesan agar menikahkan Mu Nian Chi (Anak angkatnya) kepada Guo Jing,
sebagai ganti janji perjodohan 18 tahun yang lalu. Karena Yang Kang tak mau
mengakui ayah kandungnya, akhirnya Yang Tie Xin yang memang menganggap Mu Nian Chi
sebagai putri kandungnya sendiri berniat menjadikan Mu Nian Chi sebagai
pengganti Yang Kang dan menjodohkannya dengan Guo Jing.
Mendengar keinginan terakhir dari Yang Tie Xin dan menganggap bahwa Mu
Nian Chi adalah gadis yang baik dan cocok menjadi pendamping hidup Guo Jing
nantinya, tentunya keenam guru Guo Jing dan Pendeta Qiu Chu Ji (Khu Chi Khe),
guru Yang Kang (Yo Kang) sangat menyetujui keinginan itu.
Namun sayangnya, baik
Guo Jing maupun Mu Nian Chi telah memiliki tambatan hati mereka masing-masing.
Namun karena Mu Nian Chi seorang gadis, dia tentu tak enak untuk menolak.
Untunglah Guo Jing dengan berani menolak tegas rencana perjodohan tersebut.
Sebelum Guo Jing memberikan penolakannya, dia telah bertemu dengan Huang
Rong terlebih dulu. Guo Jing yang tampak senang dapat bertemu kembali dengan pujaan
hatinya (Huang Rong) segera memanggil nama Huang Rong dengan riang.
Huang Rong juga awalnya tampak gembira dapat bertemu kembali dengan Jing
Gege-nya, tapi saat gadis itu melihat kue di tangan Guo Jing dan Guo Jing
dengan jujur menjawab bahwa kue itu untuk Mu Nian Chi, Huang Rong seketika
menjadi marah.
Gadis manja itu lalu melampiaskan kekesalannya pada kuda merah
milik Guo Jing. Guo Jing yang lugu dan bodoh tentu tak mengerti kenapa
Rong’er-nya mendadak marah.
“Rong’er, kau kenapa? Siapa yang membuatmu marah?” tanya Guo Jing dengan polosnya saat melihat kekasih kecilnya mendadak ngambek.
“Kau! Kau yang membuatku marah. Kau sama dengan kuda ini, tidak mengerti
apa-apa!” ujar Huang Rong mengomel.
“Aku kenapa?” Guo Jing bertanya dengan polosnya.
“Kau pergi pagi-pagi sekali untuk membelikan kue untuk Nona Mu. Apa kau
menyukainya?” Huang Rong dengan terang-terang menunjukkan kecemburuannya.
“Rong’er, aku tidak....Bukan seperti itu.” Guo Jing mulai menyangkal,
tapi dia tidak tahu bagaimana menjelaskannya.
“Kau masih berani berbohong? Aku mendengarnya sendiri dengan jelas.
Keenam gurumu dan Pendeta Busuk itu ingin kau menikahi Nona Mu.” Huang Rong masih
mengomel dengan kesal.
“Perjodohan itu adalah keinginan terakhir Paman Yang. Bukan aku yang menginginkannya.” Guo Jing membela diri.
“Kalau begitu kau menikah saja dengannya.” Huang Rong berkata penuh kecemburuan.
Melihat kekasih kecilnya marah, Guo Jing segera menggenggam sebelah
tangan Huang Rong (karena sebelah tangannya yang lain menggenggam kue) dan
berkata dengan tegas dan mantap, “Aku tidak akan menikahi Nona Mu.”
Mendengar ucapan Guo Jing yang terdengar tulus dan serius, hati Huang
Rong mulai tersentuh.
Guo Jing mengangguk
mantap dan menatap mata Huang Rong seraya berkata malu-malu, “Aku tidak mau
menikahi Nona Mu, karena orang yang kusukai adalah...” belum sempat Guo Jing
mengutarakan perasaannya, guru ketujuh Guo Jing – Han Xiao Ying tiba-tiba
muncul dan memanggilnya.
Guo Jing berjalan ke arah guru ketujuhnya yang datang untuk menyampaikan
pesan bahwa yang lain sudah menunggu Guo Jing untuk menyampaikan sesuatu
padanya. Guo Jing yang memang patuh dan baik berjanji untuk segera ke sana dan
memenuhi panggilan keenam gurunya, tak lupa, Guo Jingpun menyerahkan kue yang
dibelinya tadi kepada guru ketujuhnya.
Setelah guru ketujuhnya pergi, Guo Jing kembali menghampiri kekasih
kecilnya dan berjanji padanya akan segera menemuinya di sebuah rumah makan yang
tak jauh dari sana.
“Jing Gege, tadi kata-katamu belum selesai. Kau belum mengatakan kenapa kau tidak mau menikahi Nona Mu,” Huang Rong mencoba memancing Guo Jing.
Guo Jing meraih kedua tangan gadis itu dan menggenggamnya erat seraya
berkata lembut, “Rong’er, aku akan mengatakan padamu nanti. Sekarang aku akan
lihat dulu apa yang diinginkan guruku. Setelah semuanya selesai, aku akan
kembali mencarimu,” Guo Jing berjanji akan kembali menemui Huang Rong setelah semuanya
selesai. Akhirnya, Huang Rong pun membiarkan Guo Jing pergi setelah pemuda itu
berjanji padanya.
Di dalam penginapan itu, sudah menunggu keenam guru Guo Jing, ketiga
Pendeta Chuan Chen : Chiu Chu Ji (Khu Chi Khe), Ma Yu dan Wang Chu Yi serta Mu
Nian Chi untuk melaksanakan pesan terakhir Yang Tie Xin. Baik keenam Guru Guo
Jing dan ketiga Pendeta Chuan Chen tanpa basa-basi menyuruh Guo Jing untuk
menikahi Nona Mu dan hidup damai dengannya di desa Niu.
Spontan, Guo Jing yang sudah bisa menebak hal ini menolak dengan tegas.
“Aku
tak mau menikah dengan Nona Mu.” Ujar Guo Jing, menolak dengan tegas.
Awalnya,
keenam guru Guo Jing menyangka bahwa penolakan Guo Jing dikarenakan dia sudah
diangkat menjadi menantu Pisau Emas Mongol.
Guru kedua Guo Jing, Shu Chong, si
pelajar bertangan cepat pun sempat membela Guo Jing dengan mengatakan bahwa tak
masalah jika seorang pria memiliki lebih dari 1 istri dan meminta Guo Jing
untuk menikahi Nona Mu dan Hua Cheng.
Tapi
tentu saja bukan itu sebabnya. Guo Jing pun dengan tegas menolak perjodohan
dengan Hua Cheng.
“Aku
juga tak mau menikah dengan Hua Cheng.” Jawabnya tegas dan mantap, membuat
bingung semua gurunya.
“Apa
kau punya pilihan lain?” tanya guru ketujuh yang lebih sensitif. Guo Jing
dengan tegas mengangguk mantap.
“Siapa?”
Guru pertama Guo Jing, Khe Chen Er si kelelawar terbang meminta Guo Jing
menyebutkan nama gadis pilihan hatinya.
Karena
merasa tidak bisa mengubah hati dan pendirian Guo Jing, keenam guru Guo Jing
pun memutuskan untuk mengurung Guo Jing dengan harapan Guo Jing bisa
mengintropeksi dirinya. Tapi Guo Jing yang sudah terlanjur jatuh hati pada
Huang Rong, tetap dengan keras kepala tak mau mengubah keputusannya. Guo Jing
hanya ingin menikahi Huang Rong, bukan gadis lain.
“Kau
masih ingin bertemu Iblis Kecil itu lagi?” ujar guru pertama Guo Jing, dengan
tegas melarang.
“Rong’er
bukan Iblis Kecil. Aku tak bisa hidup tanpa Rong’er. Rong’er juga tak bisa
hidup tanpaku.” Ujar Guo Jing dengan tegas.
Akhirnya
karena Guo Jing tetap keras kepala, merekapun tak mau melepaskan Guo Jing dan
tetap mengurungnya. Untunglah Huang Rong yang cerdik, berusaha melakukan segala
cara untuk membebaskan sang pujaan hati.
Setelah merancang sebuah tipu muslihat
kecil dan menakut-nakuti keenam guru Guo Jing, akhirnya semua guru Guo Jing
memutuskan untuk melepaskan pemuda lugu itu.
“Guru
ketujuh, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Guo Jing dengan bingung saat
melihat guru ketujuhnya datang untuk melepaskannya.
“Guru-guru
memutuskan tidak akan mengurungmu lagi, Kau mau pergi atau tetap tinggal, kau
yang putuskan sendiri.” Setelah mengatakan hal itu, Guo Jing mendengar suara
kuda merahnya dan tak lama kemudian Huang Rong muncul dan berlari
menghampirinya.
"Jing Gege." Huang Rong berlari menghampiri Kakak Jing-nya dengan gembira.
Guo
Jing pun spontan menoleh ke arah suara yang memanggilnya, dan langsung menarik kekasih kecilnya ke dalam pelukannya dan memeluknya dengan penuh kerinduan seraya
memanggil namanya dengan lembut, “Rong’er” membuat guru ketujuhnya menjadi malu
sendiri saat menyaksikan kemesraan sang murid dengan kekasih kecilnya tersebut.
Tak perlu banyak bicara, guru ketujuh Guo Jing - Han Xiao Ying sudah dapat melihat bahwa mereka berdua
saling mencintai.
Jika
mereka tidak memiliki hubungan yang sangat dekat, seperti misalnya sepasang kekasih, bagaimana mungkin Guo Jing dapat seenaknya memeluk seorang gadis dengan erat
seperti itu, jika gadis itu bukanlah seseorang yang spesial dalam hatinya?
Begitupun dengan Huang Rong, jika gadis itu tidak memiliki perasaan yang dalam
pada Guo Jing, bagaimana mungkin gadis itu membiarkan seorang pria memeluknya
erat seperti itu? Jika bukan seseorang yang spesial, seorang gadis takkan
membiarkan dirinya dipeluk sembarang pria.
“Pergilah!
Cepat! Cepat pergi sebelum para guru berubah pikiran!” ujar guru ketujuh,
menyuruh muridnya lekas pergi sebelum terlambat. Huang Rong pun segera
menggenggam tangan Guo Jing dan mengajaknya melarikan diri di tengah malam yang
gelap.
Sejak
saat itu, dimulailah petualangan Guo Jing dan Huang Rong di dunia persilatan.
Petualangan yang dimulai dari pelarian yang manis oleh sepasang kekasih yang saling
mencintai namun ditentang oleh semua orang.
Setelah mengetahui bahwa semua hal menakutkan tersebut adalah tipu muslihat
Huang Rong semata, kelima guru Guo Jing tampak sangat marah, khususnya guru
pertamanya. Namun guru ketujuh tetap berusaha membela sang murid kesayangannya.
“Nona Huang berjuang begini keras untuk
bersama Jing’er, membuktikan bahwa dia sangat tulus pada Jing’er. Jing’er bisa
bersama gadis seperti ini, bukankah sebuah keberuntungan? Perasaan yang paling
indah di dunia ini adalah cinta. Tidak peduli nanti mereka akan menemui masalah
apa pun, walaupun mereka tidak bisa
bersama hingga tua, tapi setidaknya mereka pernah benar-benar saling
mencintai.” Ujar guru ketujuh dengan pengertian.
Setelah
melarikan diri, Guo Jing dan Huang Rong berhenti sejenak di tengah hutan.
Mereka berdua duduk bersebelahan seraya memandang langit malam yang bertabur bintang-bintang
yang bersinar dengan sangat indah.
“Jing
Gege, lihatlah bintang-bintang itu. Jing Gege, apa kau pernah melihat bintang
sebesar itu sebelumnya?” ujar Huang Rong dengan riang seraya menunjuk bintang
di langit dan menyandarkan tubuhnya pada sang kekasih.
“Di
Mongol kami, bintangnya lebih besar dari ini.” jawab Guo Jing lembut seraya
menatap ke langit yang sama.
“Benarkah?
Aku juga ingin pergi melihatnya.” Ujar Huang Rong dengan penasaran.
“Baiklah.
Aku pasti akan membawamu pergi ke sana.” Guo Jing berjanji kelak akan mengajak
kekasih kecilnya mengunjungi tempat di mana dia dibesarkan.
Huang
Rong mengangguk senang lalu perlahan-lahan tertidur seraya menyandarkan
kepalanya di bahu Guo Jing.
Guo Jing yang menyadari bahwa kekasih kecilnya
telah tertidur, diam-diam mencuri pandang saat kekasih kecilnya tertidur di
bahunya, “Rong’er setelah menolongku keluar, dia pasti sangat lelah. Biarkan dia
tidur dulu, tidak boleh membangunkannya.”
Guo
Jing perlahan mengangkat sebelah tangannya, dia tampak ingin memeluk kekasih
kecilnya dari belakang, namun dia tampak malu-malu dan akhirnya dia hanya
menggantung tangannya di udara, tak jadi memeluknya.
Namun
tatapan matanya beralih ke mata Huang Rong yang tertidur pulas dan diam-diam
Guo Jing tertarik dengan bulu mata kekasih kecilnya.
“Bulu
mata Rong’er sangat banyak. Coba aku hitung, apa sebanyak bintang-bintang di
angkasa?” ujarnya dalam hati kemudian tertawa sendiri dengan bodohnya.
Keesokan
paginya, Huang Rong tampak gembira saat memancing ikan di sungai. Namun Guo Jing
justru terlihat murung.
Dia merasa bersalah karena pergi tanpa pamit dan
membuat para gurunya marah. Huang Rong yang menyadari jika Guo Jing terlihat
murung segera menghampirinya.
“Rong’er,
apa kita harus seperti ini?” tanya Guo Jing ragu-ragu, dia benar-benar tampak
merasa bersalah.
“Bagaimanapun
kita sudah membohongi guru. Mereka pasti sangat marah padaku. Bagaimana jika
kita kembali?” usul Guo Jing dengan polosnya. Usul yang tentu saja tidak
disukai oleh Huang Rong.
“Hah?? Kembali? Aku baru menolongmu keluar dan kau sudah ingin kembali?” Huang
Rong cemberut mendengar usul Guo Jing yang baginya tidak masuk akal.
“Aku ingin menggenggam tanganmu dan mengatakan
langsung pada semua orang, Rong’er bukan Iblis Kecil. Dia adalah...Dia adalah
gadis yang baik. Sangat sangat baik. Sebenarnya saat itu ucapanku belum
selesai. Aku tidak bisa menikah dengan Nona Mu karena...karena orang yang
kusukai adalah kau.” Guo Jing membuat pengakuan tulus bahwa gadis yang dia
sukai adalah Huang Rong. Pengakuan cinta Guo Jing membuat hati Huang Rong
tersentuh dan sedikit melunak.
“Tapi,
gurumu pasti sangat marah. Mereka pasti sangat membenciku. Kalau pulang
sekarang, mereka pasti akan memisahkan kita.” Huang Rong takut jika seandainya
keenam guru Guo Jing mengurungnya lagi seperti kemarin malam.
“Aku
akan bicara baik-baik kepada mereka. Mengatakan semua kebaikanmu.” Guo Jing
tetap menganggap bahwa dengan bicara saja sudah cukup.
“Sifat
guru besarmu apa kau tidak tahu? Kalau mereka mengurungmu lagi bagaimana? Saat
itu, kita tidak akan bisa bertemu lagi. Kalau kau tidak peduli, lebih baik aku
pergi saja.” Jawab Huang Rong kesal. Kadang Guo Jing yang terlalu baik hati dan
menganggap semua orang sebaik dirinya membuatnya merasa kesal.
Huang
Rong segera berbalik dan berniat pergi, namun Guo Jing yang melihat kekasih
kecilnya berbalik dan pergi, spontan berlari mengejar gadis itu dan berusaha
menghalangi kepergiannya. Guo Jing tak ingin berpisah dengan Huang Rong apa pun
yang terjadi.
“Mana mungkin aku tidak peduli padamu? Aku
tidak ingin membuat guruku marah, tapi aku lebih tidak ingin berpisah
denganmu.” Ujar Guo Jing dengan tulus seraya meraih tangan Huang Rong dan
menggenggam tangannya erat.
“Benarkah?
Sebenarnya aku juga tidak ingin berpisah denganmu.” Jawab Huang Rong, kembali
melunak.
Akhirnya
setelah berbicara dari hati ke hati, sepasang kekasih itu memutuskan untuk
pergi mencari pembunuh ayah Guo Jing terlebih dulu, kemudian baru mencari
keenam guru Guo Jing untuk meminta maaf dan meminta restu dengan baik-baik
pula.
Merasa hal itu masuk akal, Guo Jing pun menganggukkan kepalanya setuju
dan pergi bersama Huang Rong tanpa keraguan.
Dalam perjalanan mencari pembunuh ayah Guo Jing, sepasang kekasih kecil
itu berhenti untuk istirahat sejenak di tepi sungai. Mereka dengan riang
gembira memandikan si kuda merah.
Guo Jing tak henti-hentinya menatap wajah
kekasihnya yang cantik, dia merasa masih tidak percaya jika seorang gadis
secantik Huang Rong telah memilihnya menjadi kekasih hati.
Dia lebih tidak
percaya karena dirinya yang bodoh ini ternyata sangat beruntung karena memiliki
seorang kekasih yang tak hanya pintar namun juga sangat cantik. (Note : Huang
Rong digambarkan sangat cantik ya, pemirsa)
Ditatap mesra oleh kekasihnya terus-menerus tentu membuat Huang Rong
menjadi malu. Tak hanya Huang Rong, gadis manapun tentu akan menjadi malu jika
ditatap terus seperti itu oleh kekasih mereka, kan? Huang Rong pun balik
menggoda Guo Jing.
“Jing Gege, lihat ke sana!” ujar Huang Rong iseng.
Guo Jing yang polos spontan melihat ke arah yang ditunjuk oleh kekasih
kecilnya, tapi dia melihat tidak ada apa-apa.
“Ada apa?” tanyanya dengan polos.
Namun saat dia kembali menoleh ke arah Huang Rong, gadis itu segera
menyiramnya dengan air sungai lalu tertawa dengan gembira.
Guo Jing akhirnya mengerti bahwa Huang Rong ingin bermain air dengannya.
Dalam sekejap, merekapun terlibat dalam perang air. Sepasang kekasih itu
tertawa dengan gembira, menikmati awal-awal masa pacaran mereka yang penuh dengan kebebasan.
Namun tak lama kemudian, Guo Jing terjatuh ke dalam air sungai dan hampir tenggelam. Huang Rong awalnya tidak menyadari hal tersebut dan terus menyiramkan air ke arahnya.
Tapi untunglah Guo Jing berteriak meminta
tolong, barulah kemudian Huang Rong menyadari jika Kakak Jing-nya tidak bisa
berenang.
Huang Rong dengan sigap menghampiri Guo Jing dan menarik tubuhnya agar
tidak tenggelam.
“Jing Gege, ternyata kau tidak bisa berenang,” ujar Huang Rong menyesal
seraya memegangi punggung Guo Jing agar tidak tenggelam.
“Aku tumbuh besar di gurun, tentu tidak bisa berenang.” jawab Guo Jing
seraya berusaha tidak tenggelam.
“Tenang saja. Rong’er akan mengajarimu berenang,” ujar Huang Rong menenangkan kekasihnya.
“Tenang saja. Rong’er akan mengajarimu berenang,” ujar Huang Rong menenangkan kekasihnya.
“Tidak perlu. Aku bodoh dan lamban. Aku takkan bisa. Lupakan saja.” Ujar
Guo Jing pasrah.
“Tidak. Kau pasti bisa. Ayo! Rong’er ajari.” Huang Rong tampak tak
menyerah dan tetap mengajari Guo Jing berenang.
Akhirnya sepasang kekasih itupun menghabiskan sepanjang siang mereka
dengan bermain air di sungai dan mengajari Guo Jing cara berenang. Benar-benar
bahagia.
Setelah puas bermain air di sungai dan sesi belajar berenang telah
selesai, sepasang kekasih itu mulai naik ke daratan. Mereka tampak menjemur
pakaian mereka yang basah. Huang Rong pun memasakkan seekor “Ayam Pengemis”
untuk mereka makan.
“Rong’er, ini sebenarnya apa? Kenapa aromanya wangi sekali?” tanya Guo
Jing dengan penasaran.
“Nama masakan ini adalah “Ayam Pengemis”. Dinamakan “Ayam Pengemis” karena cara memasaknya harus dibungkus dengan daun dan dibakar kemudian dimasukkan ke dalam tanah. Dengan begitu aromanya akan keluar dan rasanya akan menjadi sangat enak.” Jawab Huang Rong menjelaskan.
"Oh, Jadi begitu? Mendengarnya saja air liurku sudah menetes,” jawab Guo
Jing dengan ekspresi lapar.
“Ah, sayang sekali tidak ada arak Persik. Jika ada, pasti akan lebih
sempurna.” Jawab Huang Rong dengan wajah kecewa.
“Apa itu Arak persik?” tanya Guo Jing lagi dengan penasaran.
“Arak yang dibuat dari buah persik. Waktu itu aku pernah membuatkan
seguci arak persik untuk kakek tua di gua itu, tapi kemudian ayahku
mengetahuinya dan memarahiku. Sayang sekali, kakek tua itu sekarang tidak bisa
menikmatinya lagi,” jawab Huang Rong dengan ekspresi menyesal.
Tak hanya Guo Jing yang air liurnya menetes saat mencium aroma masakan
tersebut, siapa sangka aroma masakan tersebut juga menarik perhatian seseorang
yang kelak akan mengubah hidup mereka. Siapakah orang itu? Jawabannya ada di
postingan di berikutnya....
Berikutnya : Episode 11-12
Written by : Liliana Tan
Credits Pict : WEIBO ON LOGO
WARNING : DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS !!!
REPOST WITH FULL CREDITS !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar