Author : LIANA HWIE
Starring :
Joo Won as Hwang Tae Hee
UEE After School as Hwang (Baek) Ja Eun
Kim Hyun Joong as Dokter Yoon Ji Hoo
UEE After School as Kim Yui (Baek Ja Eun’s Twin Sister ) => Double Casting
Jung Suk Won as Kim Jae Ha (Hwang Tae Hee’s Step Brother)
Foreword : Hwang Tae
Hee & Baek Ja Eun’s Mariage Life....
“You're My Endless Love 8 – Ojakgyo Brothers
Fanfiction / UEE and Joo Won Fanfiction”
“CHAPTER
8 : My Brain Might Not Remember You, But My Heart Does”
Suam Hospital..
“Jadi apa yang terjadi sebenarnya, Dokter? Kenapa Ja
Eun tak ingat padaku?” tanya Hwang Tae Hee tak sabar pada Dokter Yoon Ji Hoo.
“Seperti yang ku katakan sebelumnya,
ada benturan kecil di kepala Istri Anda. Menurut hasil pemeriksaan, benturan
itulah yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya.
Tapi tenang saja, Baek Ja Eun hanya lupa, siapa tahu besok dia akan ingat
semuanya.” Ujar Yoon Ji Hoo, mencoba menghibur Tae Hee yang kalut.
“HWANG JA EUN !! BUKAN BAEK
JA EUN !!” ujar Tae Hee mengkoreksi.
“Tapi sayang sekali, dalam
ingatan istri Anda yang sekarang, dia masih Baek Ja Eun dan bukan Hwang Ja Eun.
Dia tak ingat pernah menikah denganmu, aku yakin dia juga tak ingat pernah
mengandung dan melahirkan anakmu.” Jawab Yoon Ji Hoo santai dan tenang.
“Seperti yang Anda bilang,
dia hanya lupa, siapa tahu besok dia akan ingat semuanya. Walau pun dia tak
ingat padaku, tapi itu tak mengingkari fakta bahwa dia adalah istriku yang sah
dan ibu dari anakku. Aku akan membuatnya kembali mengingatku.” Jawab Hwang Tae
Hee bertekad.
“Bagaimana caranya? Apa kau
ingin aku membantumu? Karena sepertinya, istrimu hanya mengingatku.” Sindir
Yoon Ji Hoo seolah mendapat angin segar dengan hilangnya ingatan Ja Eun.
“Aku tidak butuh bantuan
Anda. Terima kasih, Dokter. Aku akan mencari cara agar dia kembali mengingatku,
atau setidaknya aku akan berusaha membuatnya jatuh cinta lagi padaku seperti
dulu. Dan ku harap Anda tidak menggunakan kesempatan ini untuk merebut Ja Eun
dariku.” Ancam Hwang Tae Hee, seolah mencium gelagat yang mencurigakan.
“Aku bukan orang seperti
itu. Anda tenang saja, Jakwa Hwang. Walau harus kuakui aku menyukai istrimu,
tapi aku tidak akan merusak rumah tangga orang lain. Aku tahu batasanku. Jadi
Anda tak perlu cemas.” Jawab Yoon Ji Hoo pelan dan dalam, walau tersirat
kesedihan dalam nada suaranya.
“Aku tahu Anda orang yang
baik. Terima kasih Dokter.” Jawab Tae Hee, berusaha setenang mungkin walau
dalam hatinya dia di liputi ketakutan Ja Eun akan meninggalkannya.
“Pengulangan.” Ujar Ji Hoo
tiba-tiba saat Tae Hee akan melangkah keluar ruangan.
“MWO?” Tae Hee yang bingung
segera berhenti dan berbalik.
“Bagi pasien yang kehilangan
ingatan, pengulangan kejadian yang sama bisa membantunya menggali kembali apa
yang sekarang mereka lupakan.” Lanjut Ji Hoo tenang sambil memeriksa laporan di
hadapannya.
“Pengulangan?” ulang Tae Hee
yang masih bingung.
“Jika dulu Anda pernah
mengajaknya ke pantai saat matahari terbenam, maka lakukan hal yang sama untuk
membangkitkan ingatannya yang tertidur. Kejadian yang sama, DEJAVU, itu yang
harus Anda lakukan agar dia kembali mengingat Anda. Apa Anda mengerti Jaksa
Hwang?” Ji Hoo memberi arahan dan petunjuk apa yang seharusnya Tae Hee lakukan
untuk membangkitkan kembali ingatan istrinya yang sedang tertidur.
Lama Tae Hee terdiam dan
berpikir sebelum akhirnya menjawab “Aku mengerti, Dokter. Terima kasih.”
Ujarnya tulus dengan sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya.
“Ahh, apa Ja Eun sudah boleh
minum kopi?” tanya Tae Hee lagi sebelum melangkah pergi. Ji Hoo menatapnya
heran kemudian mengangguk pelan.
“Ya, Kurasa tak masalah.”
Jawabnya dengan ekspresi bingung. Tae Hee tersenyum kecil dan mengucapkan
terima kasih sekali lagi, meninggalkan Ji Hoo yang bertanya-tanya dalam hati.
“Kopi? Saat seperti ini
Jaksa Hwang masih ingin mengajak istrinya minum kopi?” batin Ji Hoo tak
mengerti.
Hwang Tae Hee mampir ke
cafetaria untuk membeli kopi favorit Ja Eun sebelum memutuskan untuk kembali ke
kamar istrinya. Dia mengetuk pintu kamar itu tiga kali tapi tak ada jawaban
dari dalam, sepertinya semua pengunjung sudah pulang. Tak ada jawaban, Tae Hee
akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.
Disana, dia melihat istrinya
sedang duduk melamun di depan jendela kamarnya. Wajahnya yang cantik semakin
terlihat cantik saat sinar matahari senja menyinarinya. Tae Hee memandang
istrinya lekat.
“Aku mencintaimu, sangat
mencintaimu. Walau sekarang kau tak lagi mengingatku, tapi aku akan lakukan
apapun agar kau bisa kembali mencintaiku seperti dulu. Kita akan mulai dari
awal lagi. Kau dan aku. Ja Eun-ah, sampai kapan pun, aku takkan melepaskanmu.”
Batin Tae Hee bertekad, lalu perlahan berjalan mendekati Ja Eun yang duduk
termenung dan tak menyadari kedatangannya.
“Matahari senja di musim
semi terlihat sangat indah, benarkan?” ujar Tae Hee lembut seraya berdiri di
samping Ja Eun yang tersentak saat menyadari Tae Hee sudah berdiri di
sampingnya. Dia memandang Tae Hee dengan canggung.
“Ahjussi, kau mengagetkan
aku.” Ujarnya lirih.
“Ini. Aku bawakan kopi
kesukaanmu, Ice Caramel Macchiato.” Ujar Tae Hee seraya menyodorkan minumannya.
Ja Eun memandang kopi di tangan Tae Hee dan sedetik kemudian dia berseru senang
“Ice Caramel Macchiato. Rasanya aku sudah lama sekali tidak meminumnya.
Kamsahamnida Ahjussi.” Sahut Ja Eun dengan ekspresi bahagia, dia segera meraih
kopi di tangan Tae Hee dan meminumnya.
Tae Hee semakin terpesona
melihat istrinya, dia terkejut karena Ja Eun mudah sekali dibuat tertawa hanya
dengan segelas kopi.
“Ahh..kopinya enak. Tapi,
darimana kau tahu kalau aku suka sekali Ice Caramel Macchiato?” tanya Ja Eun
dengan polosnya.
“Karena aku suamimu. Aku
tahu segalanya tentang dirimu.” Jawab Tae Hee lembut seraya menatap Ja Eun
mesra, sebuah tatapan yang membuat Ja Eun salah tingkah dan pipinya mendadak
merona.
“Apakah itu benar? Kita
sudah menikah? Jadi Nam Sook dan Ah Ra tidak sedang membohongiku?” tanya Ja Eun
dengan ragu dan malu-malu. Tae Hee meletakkan gelas kopinya lalu berlutut di
depan Ja Eun seraya menggenggam tangannya yang sedang tidak memegang kopi
dengan erat.
“Lihatlah mataku !! Apa aku
terlihat seperti sedang berbohong atau bercanda denganmu?” tanya Tae Hee dengan
ekspresi serius, menatap Ja Eun tanpa berkedip.
“Tapi aku tak ingat apapun
tentangmu.” Ujarnya pelan dan takut-takut. Tapi Tae Hee semakin mempererat
genggaman tangannya seraya berkata penuh pengharapan.
“Tidak masalah. Kau hanya
lupa, siapa tahu besok kau akan ingat semuanya. Dan bila seandainya kau tetap
tidak ingat, kita bisa memulai lagi semuanya dari awal. Aku akan membuatmu
kembali mencintaiku, sama seperti dulu. Kita akan menciptakan lagi banyak
kenangan baru.” Pinta Tae Hee, dengan nada memelas.
“Tapi rasanya aneh jika aku
harus tinggal sekamar dengan seorang pria yang tidak bisa kuingat.” Ujar Ja Eun
canggung seraya meminum kopinya dengan tangan gemetar. Tae Hee menelan ludahnya
tak kentara.
Benar. Bagi istrinya sekarang, dia adalah orang asing yang tidak
dikenalnya, tentu wajar bagi seorang wanita jika tidak ingin tidur sekamar
dengan seorang pria asing setiap harinya.
“Aku tahu. Walau kita suami
istri, tapi sekarang kau tak ingat padaku lagi. Kwenchana, arraseo. Kalau kau
merasa tidak nyaman, aku tidak akan memaksamu tidur sekamar denganku. Kau
bisa kembali ke kamarmu yang dulu, di loteng, bagaimana ?? Aku janji aku tidak
akan masuk ke kamarmu tanpa seijinmu. Asal kau mau memberiku kesempatan.
Pulanglah denganku, Ja Eun-ah! Hanya tinggal bersamaku dalam satu rumah, bukan
tidur bersamaku. Kau mau kan?” pinta Tae Hee sambil tetap menggenggam
tangannya.
“Tapi aku ingin pulang
bersama ayahku ke rumahku yang dulu. Bersama ayah dan adikku.” Pinta Ja Eun
dengan polosnya, tanpa ingat jika rumahnya yang dulu telah disita bank saat
perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan.
Tae Hee merasakan dadanya
sangat sakit, tapi dia berusaha menutupinya. Ja Eun yang sekarang sepertinya
tak ingin menghabiskan waktu walau hanya semenit dengannya, apalagi untuk
tinggal bersamanya dan kembali membangun kenangan indah. Tapi Tae Hee tak
menyerah, dia tak akan menyerahkan Ja Eun demi apapun juga.
“Aku mengerti keinginanmu,
tapi rumahmu yang dulu sudah tidak ada lagi, Ja Eun-ah. Bank sudah menyita
rumah, harta serta perusahaan ayahmu saat ayahmu mengalami kebangkrutan. Kau
tentu tidak ingin merepotkan ayah dan adikmu kan?” tanya Tae Hee lembut. Ja Eun
tampak shock mendengarnya, dia bahkan tak ingat kalau rumahnya sudah disita.
“Bagaimana dengan ibu
tiriku?” tanyanya lagi.
“Ibu tirimu sudah
meninggalkanmu. Saat ayahmu menghilang dalam kecelakaan dan ibu tirimu
meninggalkanmu, kau tinggal bersama kami di peternakan Ojak.Disanalah kita
bertemu dan saling jatuh cinta. Apa kau tidak ingat?” tanya Tae Hee dengan sabar,
sementara Ja Eun hanya menggeleng pelan.
“Maaf.” Ucapnya pelan dengan
ekspresi menyesal.
“Saat itu musim panas,
karena tak punya tempat tujuan lain, kau nekad memasang tenda di halaman rumah
kami. Kita menghabiskan musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi
bersama. Terlalu banyak kenangan indah yang tercipta diantara kita, tapi sayang
kau sudah melupakan semuanya.” Ujar Tae Hee dengan setetes air turun dari
matanya.
Ja Eun melihatnya dan dia
merasa iba juga sangat bersalah.
“Ahjussi..Mianhaeyo.”
ujarnya menyesal.
“Nde, arraseo. Ini bukan
salahmu, Ja Eun-ah. Ini murni salahku karena aku tak bisa menjagamu dengan baik.
Mungkin ini hukuman Tuhan untukku karena kecerobohanku.” Jawab Tae Hee, tak
ingin melihat istrinya sedih.
“Ja Eun-ah, apa kau ingin
melihat Tae Eun? Kau belum melihatnya sama sekali kan? Dia sangat lucu
dan menggemaskan. Dia juga cantik sepertimu. Kau mau ku temani melihatnya?”
tawar Tae Hee dengan penuh semangat, dia berharap anak mereka bisa membuat Ja
Eun kembali ingat.
“MWO??
Siapa itu Tae Eun?” Tanya Ja Eun dengan wajah bingung dan polos.
"Hwang
Tae Eun adalah putri kita. Seorang putri yang baru saja kau lahirkan beberapa
hari yang lalu.” Jawab Tae Hee dengan bangga dan bahagia. Ja Eun terpana shock.
“Aku
punya seorang anak?” tanyanya tak percaya.
“Nde..
Our baby, Ja Eun-ah.. She is our daughter, Hwang Tae Eun.” Jawab Tae Hee
kembali menekankan setiap kalimatnya.
Somewhere Out There..
Seorang
gadis muda berdiri mengamati dari kejauhan sebuah apartment kumuh di
pinggir kota. Tangan kanannya menggenggam secarik kertas yang bertuliskan alamat
apartment itu.
“Apa benar dia tinggal
disana? Lee Seung Mi, kita bertemu lagi. Aku akan membuat perhitungan denganmu
karena telah membuat kakakku jadi seperti ini. Sekarang kau tak punya apa-apa
lagi, ayahmu masuk penjara dan semua kekayaanmu sudah disita, harusnya kau
berbuat baik agar orang-orang merasa iba dan menolongmu, bukan berbuat jahat
seperti itu. Tapi sepertinya orang sepertimu memang tak bisa berubah. Jangan
salahkan aku jika aku menuntut balas padamu. Lihat saja! Apa yang sudah kau
lakukan pada kakakku, akan ku buat kau membayarnya dengan impas.” Sumpah gadis
itu, Kim Yui sambil menatap apartment kecil itu dari seberang jalan.
Dia baru saja akan melangkah
mendekat saat tiba-tiba pintu apartment itu terbuka dan seorang gadis yang
kira-kira seumur dengannya berjalan keluar. Yui tersenyum senang saat dia
melihat dengan mata kepalanya sendiri, Lee Seung Mi keluar dari dalam apartment
kecil itu.
“Mau kemana dia?
Terburu-buru sekali.”batin Yui penasaran lalu diam-diam memutuskan untuk
mengikutinya. Dari ekspresi di wajahnya, terlihat jelas bahwa Lee Seung Mi
sedang kesal. Setelah beberapa saat mengikutinya diam-diam, akhirnya Yui tahu
kemana tujuan gadis itu sebenarnya. Dia berdiri shock menatap gedung berwarna
putih yang menjulang di hadapannya.
“SUAM HOSPITAL? Mau apa dia
kemari? Kakakku juga dirawat disini. Jangan bilang kalau gadis itu datang
kemari untuk membuat masalah dengan kakakku. Aku takkan membiarkannya.” Ujar
Yui dalam hati dengan penuh tanda tanya lalu bergegas masuk ke Rumah Sakit
untuk memastikan.
Suam Hospital...
“Dia disana..Putri kecil
kita ada disana.” Ujar Tae Hee seraya menuding kearah inkubator kaca tempat
seorang bayi perempuan mungil diletakkan. Ja Eun memandang bayi mungil itu tak
berkedip. Hanya memandangnya saja hatinya menjadi sangat hangat. Tanpa sadar
sebuah senyuman kecil tersungging di bibirnya, dia meletakkan kedua tangannya
di jendela kaca sambil menatap penuh harap.
“Dia cantik sekali. Dia
bagaikan Malaikat Kecil yang turun dari Surga.Bolehkah aku menggendongnya?”
tanya Ja Eun sambil menatap Tae Hee penuh harap. Tae Hee spontan menoleh pada
istrinya yang sejak tadi berdiri di sampingnya.
“Aku ingin menggendong Tae
Eun..Apa kau bisa bawa dia keluar?” pinta Ja Eun penuh harap pada suaminya.
“MWO? We cannot, Ja Eun-ah.”
Jawab Tae Hee lirih seraya menggeleng pelan.
“Wae andweyo?” tanya Ja Eun
kecewa, bibirnya mengerucut kesal lalu kembali memandang putri kecilnya penuh
harap.
“Kau bilang aku ibunya,
kenapa seorang Ibu tidak boleh menggendong anaknya sendiri? Sejak lahir aku tak
pernah menggendongnya kan? Hanya sebentar saja, tidak bolehkah?” Ja Eun tetap
bersikeras ingin menggendong putrinya.
“Bukan tidak boleh, hanya
saja kondisinya tidak memungkinkan. Tae Eun lahir sebelum waktunya. Dia
terlahir prematur, Ja Eun-ah. Kondisinya masih sangat lemah, Tae Eun masih
belum sanggup bertahan hidup di luar tanpa inkubator. Dia masih harus berada di
dalam sana selama sebulan penuh.” Jawab Tae Hee sedih sambil menatap istrinya
yang terlihat kecewa.
“Jadi selama sebulan ini aku
tak bisa menggendongnya?” Ja Eun memastikan dengan ekspresi penuh harap masih
tampak disana. Tae Hee mengangguk pasrah.
“Hanya selama sebulan saja.
Kau sabarlah, bulan depan kita sudah bisa menggendongnya. Aku juga ingin
menggendong putriku, menyanyikan lagu Nina Bobo untuknya, memandikannya, bermain
dengannya, mengajaknya jalan-jalan dan melakukan semua hal yang bisa ku lakukan
untuk putri kecilku tersayang.” Ujar Tae Hee sambil tersenyum memandang
putrinya di dalam inkubator kaca, dia sudah membayangkan hal-hal menyenangkan
apa saja yang bisa dia lakukan bersama putrinya.
Ja Eun memandang suaminya
tanpa kata, dia bisa melihat binar kegembiraan di mata Tae Hee setiap kali
bicara soal putri mereka. Walau Ja Eun tak ingat pada suaminya, tapi dia bisa
merasakan bahwa pria yang sekarang berdiri di sampingnya memang sangat
mencintai dia dan putrinya.. Mendadak Ja Eun merasa sangat bersalah. Bersalah
karena dia tidak bisa mengingat hubungannya dengan suaminya.
“Aaahh..Apa kau sudah lihat
semua hadiah yang di berikan orang-orang untuk putri kita?” tanya Tae Hee
sambil memandang Ja Eun ceria.
“Hadiah?” ulang Ja Eun tak
mengerti.
“Nde.. Hadiah untuk putri
kita. Nenek, Ibu, Ayah, teman-temanmu, teman kantorku, dan saudara-saudaraku
berbondong-bondong membelikan hadiah untuk Tae Eun. Aku menyimpannya sementara
di lemari pakaianmu di kamar perawatan. Aku belum sempat membawanya pulang. Ada
banyak sekali hadiah yang lucu. Ada baju-baju mungil, sepatu mungil, boneka,
guling dan bantal mungil, semuanya serba mungil. Aku tak sabar ingin melihat
Tae Eun memakainya.” Ujar Tae Hee, kembali bercerita dengan penuh semangat dan
wajah berbinar bahagia. Melihat senyum bahagia di wajah Tae Hee, Ja Eun tanpa
sadar tersenyum bersamanya.
“Sepertinya kau sangat
menyayangi putrimu, Ahjussi.” Ujar Ja Eun spontan, lalu kemudian memalingkan
wajahnya karena malu.
“Tentu saja. Dia putriku.
Putriku dari wanita yang kucintai, bagaimana mungkin aku tidak menyayanginya?”
jawab Tae Hee terdengar tulus dan penuh perasaan, tapi membuat suasana di
antara mereka mendadak canggung.
“Ahhh..kurasa sebaiknya kau
kembali ke kamar. Kondisimu belum pulih, kau masih harus banyak istirahat.”
Ujar Tae Hee, mengalihkan pembicaraan karena merasa malu dan canggung dengan
apa yang baru saja dikatakannya. Ja Eun mengangguk singkat tanpa mengatakan
apa-apa.
“Tapi nanti, kita bisa
melihatnya lagi kan?” tanya Ja Eun tak rela seraya menatap putrinya, Tae Hee
mengerti arah tatapan mata Ja Eun lalu tersenyum menenangkan.
“Nde. Nanti malam kita bisa
melihatnya lagi. Aku akan mengantarmu kapan pun kau ingin melihatnya.” Janji
Tae Hee.
“Kau janji?” Ja Eun bertanya
dengan riang, sementara Tae Hee mengangguk mantap.
“Aku berjanji. Sekarang kau
harus kembali ke kamar lagi. Kau masih belum pulih Ja Eun-ah.” Ujar Tae Hee
seraya melingkarkan lengannya di pundak Ja Eun dan memapahnya.
“Arraseo..” jawab Ja Eun
lemah tapi membiarkan Tae Hee membimbingnya.
“Ahjussi, apa nama Tae Eun
adalah singkatan nama kita? TAE Hee dan Ja EUN?” tanya Ja Eun tiba-tiba saat
mereka dalam perjalanan kembali ke kamar.
Tae Hee mengangguk mantap
sambil tersenyum memandang istrinya.
“Nde..Kau yang mengusulkan
nama itu. Kau bilang agar seluruh dunia tahu bahwa dia adalah anak kita. TAE
dari nama TAE Hee dan EUN dari nama Ja EUN. Kupikir itu nama yang manis, aku
menyukainya dan sepertinya anak kita juga
menyukainya.” Jawab Tae Hee lembut dan penuh kebahagiaan.
“Darimana kau tahu anak kita
menyukai namanya?” tanya Ja Eun ingin tahu. Senyum tak pernah lepas dari wajah
Tae Hee, walau Ja Eun tak ingat apapun tentang hubungan mereka, tapi asalkan Ja
Eun ada disisinya seperti sekarang dan sangat tertarik mendengar sesuatu
tentang anak mereka, serta tidak menolak saat Tae Hee memeluknya seperti ini,
bagi Tae Hee itu sudah seperti anugerah.
“Setelah kau mengusulkan
nama itu, anak kita langsung menendang perutmu. Kau bilang sepertinya dia
menyukai namanya.” Jawab Tae Hee lembut.
“Benarkah? Haahh..Aku tak
sabar ingin segera menggendongnya. Tae Eun, Tae Hee dan Ja Eun.. Sepertinya
bagus juga, benarkan?” ujar Ja Eun seraya tersenyum bahagia dengan mata
berbinar.
Hati Tae Hee ikut bahagia
melihat senyum bahagia terlihat di wajah istrinya.
“Ja Eun-ah, teruslah
tersenyum seperti itu.” Bisik Tae Hee lembut tanpa sadar. Mendengar kalimat Tae
Hee yang terdengar lembut tapi di ucapkan dengan serius, membuat jantung Ja Eun
berdebar kencang. Perlahan tanpa sadar Tae Hee meletakkan sebelah tangannya di
wajah Ja Eun dan menariknya kearahnya, dia sedikit menundukkan wajahnya dan
perlahan memejamkan matanya.
Hati Ja Eun berpacu, dia
sudah tahu apa yang akan dilakukan suaminya, tapi dia tak sanggup bergerak
untuk menolak, dia hanya diam saja saat bibir lembut Tae Hee menyapu bibirnya
lembut. Ja Eun membelalakkan matanya karena terkejut tapi kemudian perlahan
juga menutup matanya dan tanpa sadar membalas ciuman Tae Hee. Tae Hee bisa
merasakan Ja Eun membalas ciumannya, hatinya mendadak sangat bahagia, bukan
hanya karena dia bisa mencium istrinya lagi tapi juga karena Ja Eun tidak
menolak saat dia menciumnya.
“Sepertinya tidak akan sulit
untuk membuatmu kembali mencintaiku. Tae Eun pasti akan membantuku.” Batin Tae
Hee bahagia.
Tapi sayang kebahagiaan itu langsung rusak saat tiba-tiba seseorang datang
dan menghancurkan segalanya.
“Sungguh romantis sekali! Bagaimana rasa ciuman itu? Sangat memabukkan kan,
Baek Ja Eun? Ahh..tentu saja kau yang lebih tahu bagaimana rasanya. Kau sudah
mencium bibir itu berkali-kali sedangkan aku hanya sekali. Tapi tidak apa-apa, walau hanya sekali, tapi
aku sangat menikmati ciuman panas itu. Andai saja saat itu kau tidak datang
merusak semuanya, mungkin ciuman panas kami akan berkembang menjadi sesuatu
yang lebih panas lagi. Seperti misalnya, bercinta mungkin..” seru seorang gadis
tanpa tahu malu sedikitpun.
Spontan kedua sejoli langsung menjauhkan diri untuk melihat siapa yang
berani bicara tidak sopan seperti itu. Hwang Tae Hee terkejut begitu melihat
siapa yang berdiri disana.
“LEE SEUNG MI?” tanya Baek Ja Eun bingung saat melihat teman satu angkatan
di Fakultasnya tiba-tiba muncul disana.
“Benar. Aku Lee Seung Mi. Apa kabar Baek Ja Eun?” tanyanya sinis sambil
menatap marah penuh kebencian.
“Melihat dari cara kalian berciuman, sepertinya semuanya baik-baik saja.
Baguslah! Aku datang kemari untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putri
pertamamu.” Lanjut Lee Seung Mi dengan dingin.
“Tae Hee Oppa, aku juga bisa melahirkan anak untukmu. Ja Eun memberimu anak
perempuan, tapi mungkin aku bisa memberimu anak laki-laki. Bukankah anak
laki-laki lebih berguna?” rayu Lee Seung Mi seraya berjalan mendekati Tae Hee
yang terlihat panik.
“Apa maumu Lee Seung Mi?” tanya Tae Hee waspada.
“Baek Ja Eun, ku pikir setelah kau melihat suamimu berciuman denganku hari
itu, kau akan meminta cerai. Kenapa tidak kau lakukan? Tae Hee Oppa
berselingkuh di belakangmu. Kau melihat sendiri bagaimana dia menciumku dengan
mesra kan waktu itu? Apa kau bisa hidup dengan suami yang punya wanita lain di
belakangmu?” tantang Lee Seung terang-terangan.
Ja Eun yang tidak ingat apa-apa hanya diam sambil memandang suaminya tak
percaya. “Apa maksudnya Ahjussi? Apa yang dia katakan adalah benar? Kau
berselingkuh di belakangku?” tanya Ja Eun menuntut jawaban.
“TIDAK, Ja Eun-ah! Ini hanya salah paham. Ini tidak seperti yang kau
bayangkan!” jawab Tae Hee berusaha menjelaskan, dia mencoba mendekati istrinya
yang hanya memandangnya dengan shock.
“Lalu seperti apa? Kupikir kau mencintaiku. Tapi ternyata kau berselingkuh
di belakangku.” Teriak Ja Eun sedih dengan airmata berlinang di pipi.
“AKU TAK PERNAH BERSELINGKUH !! AKU MEMANG MENCINTAIMU. Jadi tolong dengar
dulu penjelasanku.” Pinta Tae Hee memohon.
“Oppa, jika Ja Eun tak mau lagi denganmu, ada aku disini yang selalu
menunggumu. Aku mencintaimu, Oppa. Tinggalkan dia dan datanglah padaku!” ujar
Lee Seung Mi lalu sekali lagi dengan berani dia menarik leher Tae Hee dan
menciumnya paksa dengan penuh nafsu. Tepat di hadapan Ja Eun yang hanya
memandang mereka tak percaya.
“Lepaskan aku! Beraninya kau menciumku?” sentak Tae Hee marah lalu
mendorong Lee Seung Mi hingga jatuh ke lantai dengan keras.
“Tae Hee Oppa, tak perlu pura-pura di hadapan istrimu. Bukankah hari itu
kau memintaku duduk dipangkuanmu lalu kita berciuman mesra dan bercumbu? Apa
kau sudah lupa hari itu?” Lee Seung Mi masih terus menyebar fitnah yang keji
untuk memanas-manasi Ja Eun.
“TUTUP MULUTMU, LEE SEUNG MI! Semua yang kau katakan itu TIDAK BENAR!”
sentak Tae Hee lagi. Dia sudah kehilangan kesabaran, kalau saja Lee Seung Mi
bukan wanita, dia pasti sudah menghabisi gadis itu.
“Kalau begitu aku akan membuatmu ingat kembali.” Ujar Lee Seung Mi tak menyerah
lalu kembali bangkit dan memeluk Tae Hee dengan paksa kemudian menciumnya.
Kedua tangannya dengan erat melingkar di leher Tae Hee dan mencium bibirnya
dengan penuh nafsu membara, Tae Hee yang mencoba melepaskan pelukan gadis itu
justru terlihat seperti sedang berpelukan.
Merasa cukup melihat dan
mendengar semua kejadian menyakitkan ini, Baek Ja Eun berlari pergi
meninggalkan suaminya yang di matanya sedang asyik mencium wanita lain dengan
berlinang airmata.
Kim Yui yang juga melihat
semuanya hanya bisa berdiri mematung tak percaya. Dia tahu Lee Seung Mi sangat
jahat, tapi dia tidak pernah mengira kalau gadis itu juga gila dan nekat.
Melihat kakaknya berlari sambil berlinang airmata, membuat hati Yui merasakan
sakit yang sama.
“LEE SEUNG MI, beraninya kau
membuat kakakku menangis lagi. Lihat saja! Aku akan mengembalikan semua
airmatanya dengan berlipat ganda!” sumpah Kim Yui dalam hati.
“LEPASKAN AKU! KAU GILA, LEE
SEUNG MI! JANGAN TEMUI AKU LAGI! Atau kalau tidak..” Tae Hee akhirnya berhasil
melepaskan diri dari jeratan gadis gila itu. Dia menghempaskan Lee Seung Mi ke
tanah dengan keras dan menatapnya dengan marah.
“Kalau tidak..apa?” tantang
Lee Seung Mi walau tubuhnya gemetar karena takut. Belum pernah dia melihat Tae
Hee menjadi semenakutkan itu.
“Kalau tidak aku akan
membunuhmu. Lalu kemudian aku akan bunuh diriku. Karena hidup tanpa Ja Eun, tak
ada bedanya dengan mati.” Ujar Tae Hee mengancam.
“JANGAN MUNCUL LAGI DI
HADAPAN KAMI !! Dan JANGAN LAGI MENGATAKAN FITNAH YANG KEJI UNTUK MENGHANCURKAN
HUBUNGAN KAMI! AKU SUDAH MEMPERINGATKANMU!!” ancam Tae Hee sekali lagi.
“Tak ada hubungan apapun
diantara kita. Kau tahu itu dengan sangat jelas. Kau lah yang memaksa masuk ke
ruanganku hari itu dan tiba-tiba duduk dipangkuanku dan menciumku dengan paksa.
DENGAN PAKSA, sama seperti sekarang. Kau benar-benar tak tahu malu! Ayahmu
sudah membunuh ayahku, dan sekarang putrinya ingin menghancurkan hidupku. Sial
sekali aku bertemu dengan orang-orang seperti kalian.” Ujar Tae Hee frustasi.
“Benar. Tak ada hubungan
apapun diantara kalian. Semuanya adalah kebohongan yang ku karang. Kau puas?
Tapi untuk apa semua itu kalau sekarang Ja Eun sudah tidak percaya lagi padamu?
KAU KALAH, OPPA! Istrimu takkan pernah memaafkanmu. Tinggalkan dia dan
datanglah padaku.” Ujar Lee Seung Mi dengan memohon dan nada putus asa.
“JANGAN PERNAH BERHARAP!
Teruslah bermimpi! Kau wanita yang mengerikan! Kau sama sekali tak ada
apa-apanya dibandingkan istriku Ja Eun. Jadi jangan berharap aku akan
meninggalkan Ja Eun dan datang padamu. Tidak akan pernah, tidak di kehidupan
ini atau di kehidupan berikutnya. AKU MENCINTAI BAEK JA EUN !! HANYA BAEK JA
EUN !!” ujar Tae Hee tegas lalu segera berlari mengejar Ja Eun yang menangis.
Kim Yui masih berdiri di
balik pilar penyangga. Dia melihat bagaimana kakak iparnya sangat mencintai
kakaknya. Sudah jelas dimatanya kalau Lee Seung Mi-lah yang bersalah dan Yui
bertekad akan kembali menyatukan mereka, tentu saja dengan menyingkirkan gadis
tengik itu lebih dulu.
Dengan penuh percaya diri
Yui berjalan dari balik pilar penyangga dan berjalan menghampiri Lee Seung Mi
dan menyamar sebagai Baek Ja Eun.
“Kau memang wanita tak tahu
malu! Benar-benar tak tahu malu!” ujar Yui dengan percaya diri dan berlagak
arogan.
“Baek Ja Eun?” tanya Seung
Mi tak percaya.
“Bukankah tadi aku melihat
Baek Ja Eun berlari sambil menangis? Kenapa sekarang dia tampak baik-baik
saja?” batinnya bingung.
“Tidak. Aku bukan Baek Ja
Eun, tapi HWANG JA EUN! Kenapa melihatku seperti itu? Apa kau berharap kau akan
melihatku menangis lalu meminta cerai dari suamiku? Kau bermimpilah! Aku takkan
pernah menceraikan suamiku apapun yang terjadi.” Ujar Kim Yui, tetap dengan
percaya diri.
“Lihat dirimu, Lee Seung Mi!
Sungguh memalukan! Kau berusaha merayu suami orang di depan istrinya tapi
sayang gagal total. Kenapa aku bilang gagal total? Karena aku melihat sendiri
bagaimana suamiku menghempaskanmu ke lantai lalu mengancammu agar tidak
menganggu hubungan kami, benarkan?” tantang Kim Yui santai.
“Itu tidak benar! Tae Hee Oppa
tidak mencintaimu lagi. Jika tidak, untuk apa dia menciumku waktu itu?” Lee
Seung Mi masih berusaha berkeras dengan kebohongannya. Dia bangkit berdiri dan
menantang Yui dengan berani, tapi sayang, tubuhnya terlihat gemetar. Yui hanya
tersenyum kecil melihatnya lalu mengeluarkan ponselnya. Dia memutar video saat
Hwang Tae Hee menghempaskan Seung Mi ke lantai dan mengancamnya.
“Sayang sekali kau tidak
bisa berbohong lagi. Aku sudah merekamnya. Aku berpura-pura menangis lalu pergi
tapi sebenarnya aku masih disini dan bersembunyi untuk melihat apa yang
kemudian akan terjadi. Dan ternyata aku benar. Kau wanita Iblis berhati keji,
aku tahu suamiku bukan pria seperti itu, dan sekarang terbukti benar. Apapun
yang kau lakukan, sudah tidak berarti lagi. Karena dengan bukti video ini, aku
yakin kalau Hwang Tae Hee benar-benar mencintai Baek Ja Eun.” Jawab Yui dengan
santai sambil memutar video rekamannya.
“Kau..” Lee Seung Mi tak
mampu berkata-kata. Rencananya untuk membuat Tae Hee dan Ja Eun bercerai
ternyata gagal di tangan Baek Ja Eun sendiri. Dia benar-benar malu dan kesal
setengah mati.
“Jika kau memang pintar dan
masih punya harga diri, menyingkirlah dari hidup kami selamanya. Karena kalau
kau sampai berani muncul lagi di hadapan kami, maka aku akan menyebar video ini
ke You Tube agar semua orang bisa melihatnya. Lee Seung Mi, seorang mahasiswi
Seoul University yang masuk melalui Jalan Belakang dengan menyuap Rektornya,
Putri dari seorang Polisi yang terbukti melakukan Korupsi dan pembunuhan, kini
dengan tidak tahu malu berusaha menghancurkan rumah tangga orang lain dan
merebut suami orang. Dalam sekejap kau akan terkenal, semua orang akan tahu
siapa dirimu dan betapa bejatnya moralmu. Dan aku bisa pastikan setelah itu,
tidak akan ada seorang pun yang mau mempekerjakanmu. Kau sudah kehilangan semua
hartamu, kalau kau tidak bekerja maka kau akan mati karena kelaparan. Kau mau
itu terjadi?” ancam Kim Yui dengan tegas dan mantap.
Lee Seung Mi terdiam
berpikir dan akhirnya dia menyadari kalau dia sudah kalah, kalah total sejak
awal dengan seorang gadis bernama Baek Ja Eun.
“Jadi?” tanya Yui sekali
lagi dengan nada mengintimidasi.
“Baiklah! Kau menang, Baek
Ja Eun! Selamat. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Tapi aku selalu berdoa
agar hidupmu tak pernah bahagia.” Jawab Lee Seung Mi kesal.
“Hahahaha.. Sayang sekali
karena sepertinya Tuhan tidak akan mengabulkan doa orang jahat.Aku akan hidup
dengan bahagia, sangat bahagia. Apalagi dengan kelahiran Putri Kecilku, aku
akan mengikat Hwang Tae Hee selamanya.” Jawab Yui dengan percaya diri.
“SEKARANG PERGI! PERGI ATAU
KU SEBAR VIDEO INI?” usirnya dingin dan tegas. Lee Seung Mi hanya menatap kesal
pada Yui lalu tanpa kata segera beranjak pergi dari RS itu dan dari hidup Tae
Hee.
“Tae Hee Oppa, selamat
tinggal!” batinnya perih tapi dia tahu dia tak punya pilihan lain. Sejak awal,
cintanya sudah bertepuk sebelah tangan. Sebelum dia terjatuh makin dalam,
sebaiknya ini segera diakhiri saja.
Kim Yui melihat Lee Seung Mi
melangkah pergi dengan senyum kemenangan tersungging di bibirnya. “Ku maafkan
kau kali ini, tapi awas saja kalau dia sampai berani membuat kakakku menangis
lagi. Tidak akan ada ampun bagimu lagi.” Batin Yui lega. Lalu kemudian teringat
kakaknya.
“Ja Eun Unnie..Aiisshh
jinja, aku harus membantu mereka..” ujarnya lalu segera melangkah pergi menuju
kamar kakaknya.
Baek Ja Eun’s Room...
“PERGILAH! Aku tak mau
melihatmu lagi, Ahjussi. Sekarang aku bersyukur aku tak bisa mengingat apapun.
Karena dengan begitu, aku tak perlu lagi mengingat sakitnya di khianati
olehmu.” Ujar Ja Eun dengan suara gemetar karena menangis, dia melepaskan
cincin kawinnya dan melemparkannya ke lantai. Membuat Tae Hee terkejut.
Tae Hee duduk di sampingnya,
berusaha meminta maaf.
“MIANHE, JA EUN-ah..Aku
tidak bermaksud menyakitimu. Tapi percayalah bahwa semua yang dia katakan TIDAK
BENAR. Aku hanya mencintaimu, Ja Eun-ah. Terlebih lagi sekarang, setelah kau
memberiku seorang anak.” Ujar Tae Hee tulus, tapi Ja Eun yang marah sedang
tidak bisa diajak berkompromi.
“Aku ingin bercerai.
Lepaskan aku, ahjussi! Aku ingin bercerai dan membawa Tae Eun bersamaku. Kau
seorang Jaksa kan? Kau yang lebih mengerti soal hukum, aku mau kau siapkan
surat cerai kita secepatnya.Sekarang aku mau tidur. Keluarlah!” Ujar Ja Eun
lalu segera membaringkan dirinya di tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan
selimut.
Hati Tae Hee bagaikan
dihantam ribuan pedang saat Ja Eun mengucapkan kata cerai.
“TIDAK! Kau tak
boleh tinggalkan aku! Aku tak bisa hidup tanpamu, Ja Eun-ah. Kau boleh
menghukumku apapun, asal jangan pernah ucapkan kata itu.” Tae Hee memohon
sambil menangis. Tapi Ja Eun tak bergeming, dia berpura-pura tidur seraya
menggigit bibirnya sendiri, menahan suara tangisnya.
Melihat tak ada reaksi dari
istrinya, Tae Hee hanya terdiam pasrah.
“Baiklah. Kau tidurlah dulu.
Aku berharap saat kau bangun nanti, kau bisa menarik kembali semua kata-katamu.
Selamat malam, Sayang.” Ujar Tae Hee lembut seraya menyentuh pelah lengan Ja
Eun yang tersembunyi di balik selimut. Dia melangkah meninggalkan kamar itu
setelah sebelumnya memungut cincin Ja Eun yang dilemparnya ke lantai.
Setelah mendengar pintu
tertutup, Ja Eun mulai menangis pelan. Hatinya perih saat melihat suaminya
berciuman dengan wanita lain. Dia memang tidak ingat apapun soal suaminya. Tapi
entah kenapa hatinya sangat sakit dan merasa terkhianati saat melihatnya
mencium wanita lain di hadapannya, dia merasa sangat... cemburu.
Ja Eun memegang dadanya
sendiri dan terkejut.
“CEMBURU? Aku menangis dan
marah karena aku cemburu? Tidak mungkin!” bantah Ja Eun dalam hati.
“Tidak mungkin aku cemburu!
Aku hanya marah karena aku merasa di khianati. Dia bilang dia mencintaiku tapi
dia malah mencium wanita lain di hadapanku. Menyebalkan!” batin Ja Eun kesal.
Tapi teringat sikap dan ciuman lembut Tae Hee padanya, benar-benar membuat Ja
Eun bingung dan tak mengerti.
“Ada apa dengan hatiku? Aku
marah melihatnya mencium wanita lain. Aku ingin dia hanya memperhatikan aku,
dan aku takut dengan kenyataan mereka benar-benar berselingkuh di belakangku
lalu dia akan meninggalkan aku. Baek Ja Eun, apa kau sudah jatuh cinta
padanya?” Ja Eun semakin bingung dengan apa yang dirasakannya. Saat dia sedang
sibuk berpikir, sebuah suara merusak imajinasinya.
“Unnie, apa kau sudah
tidur?” tanya suara itu. Yui, si pemilik suara perlahan masuk ke dalam ruangan.
Ja Eun menurunkan selimut yang menutupi wajahnya dan duduk bersandar di kepala
ranjang lalu menjawab pelan.
“Aniyo. Kenapa malam-malam
kemari? Apa kau sendiri tidak tidur?” tanya Ja Eun pada adik kembarnya.
“Kudengar dari kakak ipar
kau ingin bercerai dengannya. Apa itu benar?” tanya Yui hati-hati. Ja Eun
mengangguk pelan lalu kemudian mulai menangis lagi.
“Dia mengkhianatiku. Dia
berselingkuh dengan wanita lain di belakangku.” Jawab Ja Eun sedih.
“Apa kau sudah dengar
penjelasan Kakak ipar?” tanya Yui pengertian.
“Aku tak mau mendengar
penjelasannya.” Jawab Ja Eun keras kepala.
“Bagaimana jika dia dijebak?
Bagaimana jika seandainya itu hanya kebohongan yang dikarang Lee Seung Mi?” tanya
Yui langsung tepat sasaran.
“Aku tak mengerti. Aku
melihat sendiri mereka berciuman.” Sahut Ja Eun bingung. Yui tersenyum
menenangkan lalu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Ja Eun.
“Mereka bukan berciuman!
Yang lebih tepat adalah kalau gadis itu yang mencium Kakak Ipar, sengaja untuk
membuatmu cemburu lalu menceraikannya. Unnie, kau harus lihat ini lebih dulu
sebelum memutuskan sesuatu yang mungkin akan kau sesali.” Ujar Yui sayang lalu
memilihkan sebuah folder untuknya.
Ojakgyo Farm..
“Tae Hee-ah, kau pulang? Ibu
pikir kau akan bermalam di Rumah Sakit lagi untuk menjaga Ja Eun.” Tanya Ibunya
bingung. Tae Hee hanya tersenyum kecil lalu menjawab singkat “Dia bilang aku
sebaiknya pulang untuk istirahat sebentar.” Tae Hee berbohong karena tidak
ingin membuat ibunya cemas.
Tapi Hwang Tae Phil melihat
ada sesuatu yang tidak benar dari sikap kakaknya. Dia memutuskan untuk bertanya
pada Tae Hee yang sebenarnya. Tae Phil mendatangi Tae Hee di kamarnya.
Saat Tae
Phil masuk ke dalam kamar, dia melihat Tae Hee sedang duduk termenung di lantai
kamar dengan wajah kusut dan kacau. Dia memandang fotonya dan Ja Eun dengan
airmata menetes pelan. Tae Hee menyentuh foto Ja Eun sambil tersenyum miris
pada dirinya sendiri.
“Aku rindu kau yang dulu. Ja
Eun-ah, benarkah kau tak mau memberiku satu kesempatan lagi?
Saranghae..Jeongmal Saranghae!” ujar Tae Hee lirih sambil menangis pedih. Tae
Phil hanya bisa melihat dengan sedih keadaan kakaknya, dia tahu pasti ada yang
tidak beres sedang terjadi diantara mereka.
“Ada apa? Sesuatu yang buruk
terjadi kan? Katakan padaku ada apa? BUkankah selama ini aku yang
selalu memberimu saran jika soal wanita?” Tanya Tae Phil, mencium ketidak
beresan. Melihat adiknya yang begitu perhatian. AKhirnya Tae Hee memutuskan
untuk menceritakan semuanya.
“MWO?
LEE SEUNG MI memang gila.Tapi Hyung, Ja Eun tidak boleh begitu saja menceraikanmu tanpa mendengar
dulu penjelasanmu.” Protes Hwang Tae Phil
“Dia
bahkan tak mau melihat wajahku. Aku tak bisa bayangkan bagaimana jadinya
hidupku tanpa Ja Eun. Membayangkannya saja hatiku sangat sakit.” Ujar Tae Hee
lemah dan pedih.
“Istrimu
sangat cantik dan seksi. Aku yakin jika kau menceraikannya, tak butuh waktu
lama pasti ada banyak pria yang akan mengejarnya dan menawarkan diri mereka
untuk menggantikanmu. Ini tidak bisa! Jangan ceraikan dia apapun yang terjadi.
Jika kau memang mencintainya, jangan pernah lepaskan dia apapun yang terjadi!”
usul Tae Phil.
“Lalu
apa yang harus kulakukan, Tae Phil?” Tae Hee bertanya putus asa.
“Memohonlah..Berlututlah
jika perlu. Minta ampun padanya. Minta dia memukulku, menghukummu atau lakukan
apapun yang dia sukai untuk membalasmu asal jangan sampai dia
menceraikanmu. Ingatlah anak kalian, Hyung! Tae Eun tak bersalah. Tak adil
rasanya jika dia harus hidup terpisah dari orang tuanya.” Ujar Tae Phil terlihat prihatin.
“Benar. Ja Eun bilang dia
ingin pergi membawa Tae Eun bersamanya. Aku tak tahu harus berbuat apa. Dia
sudah melupakan aku sekarang, tak ada cinta untukku lagi dalam hatinya, dan
tiba-tiba saja Lee Seung Mi datang membuat kekacauan. Baguslah! Ini semakin
memberinya alasan yang kuat untuk menceraikan aku.” Jawab Tae Hee lirih, dia
benar-benar seperti orang linglung.
“Jangan menyerah! Jangan
lepaskan dia! Walau dilihat dari sudut manapun kaulah yang bersalah, tapi kau
tetap tidak boleh melepaskannya. Besok datanglah ke Rumah Sakit dan bujuk dia
lagi. Ja Eun gadis yang baik, dia pasti mengerti. Memohonlah padanya! Jangan
sampai kalian bercerai, karena jika itu terjadi, Tae Eun-lah yang akan menjadi
korban atas semua ini. Jangan biarkan Lee Seung Mi menang! Semangatlah, Hyung!”
ujar Tae Phil memberi semangat.
“Arraseo.. Gomawo Tae
Phil-ah.” Jawab Tae Hee pelan, berterima kasih pada adiknya walau masih hatinya
masih di penuhi kegalauan. Tidak bisa tidur, Tae Hee memutuskan untuk kembali
ke Rumah Sakit dan menunggu di sana. Tae Hee berdiri memandangi putrinya dari
balik kaca ruang perawatan bayi dan menatap putrinya dengan sedih.
“Ayah tak sanggup
kehilanganmu, apalagi harus kehilangan ibumu. Tae Eun-ah, apa yang harus ayah
lakukan agar ibumu mau memaafkan ayah?” ujar Tae Hee lirih seraya menatap
putrinya yang sedang tidur dari balik jendela kaca. Tae Hee tak menyadari jika
Ja Eun diam-diam melihatnya dari balik pilar penyangga.
Ja Eun juga tak bisa tidur malam itu, dia sangat merindukan putrinya, itu
sebabnya dia diam-diam keluar dari kamar seorang diri hanya untuk memandang
putrinya dari kejauhan, saat tak sengaja dia melihat Tae Hee lebih dulu datang
dan bicara sendiri di depan ruang kaca itu. Ja Eun semakin merasa bersalah pada
suaminya. Dia sudah melihat video rekaman yang ditunjukkan Kim Yui padanya, dia
tahu suaminya tak bersalah. Tapi kenyataan bahwa mereka pernah berciuman
sebanyak 3 kali benar-benar melukai hatinya.
"Aku tak tahan melihatmu mencium wanita lain di hadapanku. Rasanya sangat
sakit sekali, hingga aku tak sanggup bernapas. Ahjussi, aku harus bagaimana?”
batin Ja Eun sedih saat memandangi Tae Hee dari balik pilar. Mendadak
percakapannya dengan Yui beberapa jam yang lalu terngiang lagi dalam otaknya.
Flashback...
“Unnie, apa kau yakin kau akan menceraikannya? Dia sangat mencintaimu dan
juga putri kalian. Tidak adil rasanya jika karena kau tak ingat dia lalu
kemudian menceraikannya. Apa kau tega membiarkan Tae Eun tumbuh tanpa seorang
Ayah? Apa Unnie tahu bagaimana sedihnya itu? Aku tumbuh besar tanpa kasih
sayang Ayah dan Ibu, saat di panti asuhan mereka selalu menghinaku. Seorang
anak perempuan membutuhkan ayah mereka untuk melindungi mereka. Kau tidak ingin
Tae Eun juga merasakan apa yang kurasakan, benarkan? Kau juga tumbuh tanpa
kasih sayang seorang Ibu, kau juga pasti merasa kesepian kan? Apa kau tega
merampas kebahagiaan itu dari tangan putrimu? Tae Eun tak bersalah, jangan
jadikan dia korban.” Ja Eun mengenang ucapan adiknya.
“Tapi dia mencium wanita itu.” Ja Eun ingat dia memprotes keras.
“Lebih tepatnya wanita itu yang memaksa menciumnya. Kakak Ipar tidak
bersalah! Kau lihat sendiri rekamannya kan? Kenapa kau begitu marah melihat
mereka berciuman walaupun kau tahu itu hanya salah paham?” pancing Yui curiga.
“Tentu saja aku marah. Aku istrinya. Walau aku tak ingat apa-apa, tapi aku
merasa dia mengkhianatiku. Aku tak suka melihatnya mencium wanita lain selain
aku. Tidak perlu dia dipaksa atau dengan kemauannya sendiri.” Ja Eun masih
marah dan bicara dengan anda tinggi.
“Unnie, apa mungkin kau sudah jatuh cinta padanya lagi? Itu sebabnya kau
begitu marah saat melihatnya berciuman dengan wanita lain?” pancing Yui iseng.
“Mana mungkin aku jatuh cinta padanya? Sudah ku bilang aku tak ingat apapun
tentang dia.” Sangkal Ja Eun walau hatinya berdetak tak tenang.
“Tidak ingat bukan berarti kau tidak mencintainya. Otakmu mungkin tidak
bisa mengingatnya, tapi aku yakin hatimu pasti bisa merasakannya. Unnie, tolong
jangan lakukan sesuatu yang akan menyakiti dirimu sendiri, suamimu dan juga
anakmu. Jangan lakukan sesuatu yang kelak akan kau sesali. Jangan buat Tae Eun
merasakan apa yang kurasakan, karena itu sangat menyakitkan sekali. Itu saja
saranku! Aku pulang dulu. Besok aku akan datang lagi menjengukmu.” Ujar Kim Yui
tulus lalu memeluk kakaknya sebelum akhirnya berpamitan pulang.
End Of Flashback..
Ja Eun menoleh sekali lagi
pada suaminya yang masih berdiri memandang putri mereka dengan sedih sebelum
kemudian melangkah kembali ke kamarnya. Semalaman dia terdiam dan berpikir,
memikirkan ucapan Yui, kejadian dengan Lee Seung Mi, sikap dan kehangatan Tae
Hee serta tentang putri mereka. Ja Eun teringat bagaimana gembiranya Tae Hee
saat bicara soal putri mungilnya, memandikannya, memakaikannya baju, sepatu,
bando dan mengajaknya berjalan-jalan di taman. Mendadak dia teringat masa
kecilnya saat bersama ayahnya.
Bagi Ja Eun yang tak punya seorang Ibu, seorang Ayah sangat berarti
melebihi apapun baginya. Dia ingat dia begitu bahagia saat ayahnya menjemputnya
ke sekolah dan mengajaknya berjalan-jalan di taman, membelikannya hadiah,
permen, kue dan merayakan ulang tahunnya.
Ja Eun menangis sedih. Dia merasa
dirinya sangat jahat jika sampai merampas kebahagiaan memiliki seorang Ayah
dari tangan putrinya sendiri. Dia teringat adik kembarnya yang tumbuh kesepian
tanpa ayah dan ibu di panti asuhan, Ja Eun tersadar betapa beruntungnya
dirinya, setidaknya dia masih memiliki seorang ayah yang selalu menjaga dan
melindunginya. Tapi lihat Yui, dia tidak memiliki siapa-siapa.
“Apa kau tega membiarkan
Tae Eun tumbuh tanpa seorang Ayah? Apa Unnie tahu bagaimana sedihnya itu? Aku
tumbuh besar tanpa kasih sayang Ayah dan Ibu, saat di panti asuhan mereka
selalu menghinaku. Seorang anak perempuan membutuhkan ayah mereka untuk
melindungi mereka. Kau tidak ingin Tae Eun juga merasakan apa yang kurasakan,
benarkan?” ucapan Yui kembali terngiang di kepalanya.
“Jangan lakukan sesuatu
yang akan menyakiti dirimu sendiri, suamimu dan juga anakmu. Jangan lakukan sesuatu
yang kelak akan kau sesali.” Kembali, ucapan Yui terngiang.
Ja Eun sampai di kamarnya lalu membuka lemari pakaian tempat hadiah-hadiah
untuk Tae Eun disimpan. Dan memang benar, disana ada banyak sekali baju-baju
mungil, sepatu mungil, boneka, bantal dan guling mungil, bando dan perlengkapan
bayi yang banyak sekali. Ja Eun menyentuh barang-barang itu dan memeluknya
erat.
“Tae Eun, Tae Hee dan Ja
Eun.. Sepertinya bagus juga, benarkan?” Ja Eun teringat ucapannya sendiri tadi
siang. Sebuah perasaan hangat menjalar di dadanya saat teringat nama itu, Ja
Eun tersenyum seraya memeluk sebuah boneka beruang yang lucu.
Saat Ja Eun sedang mengagumi
hadiah-hadiah lucu untuk Tae Eun, Tae Hee hanya bisa menunggu di ruang tunggu
dengan hati yang tak menentu. Dia menggenggam erat cincin pernikahannya yang
sekarang di kaitkan ke dalam rantai kalung dan memeluknya erat di dadanya
sambil menangis. Sejak Ja Eun mengajukan gugatan cerai padanya, dia menolak
mengenakan cincin kawinnya dan melemparkannya ke lantai dengan marah. Tae Hee
memungut kalung itu dengan perasaan hancur dan akhirnya meletakkan cincin itu
di kalungnya.
“Aku sangat berharap, aku
bisa kembali menyematkan cincin ini di jarimu.” Batinnya sedih. Tapi Tae Hee
tak menyerah. Dia bertekad besok pagi, dia akan memperbaiki semuanya. Berltut
jika itu memang perlu.
The Next Morning..
Ja Eun terbangun dengan
suara peralatan makan yang berbenturan. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan
segera duduk di atas tempat tidurnya sambil mencari sumber suara. Akhirnya dia
menemukan sumber suara itu berasal. Di meja makan yang terletak di tengah
kamar, Ja Eun melihat Tae Hee sibuk menyiapkan sarapan untuknya.
“Ahjussi, apa yang kau
lakukan pagi-pagi begini?” tanya Ja Eun bingung saat melihat suaminya memakai
celemek dan sibuk mondar mandir.
“Selamat pagi, Ja Eun-ah.
Bagaimana tidurmu semalam? Apa kau tidur dengan nyenyak? Aku sudah siapkan
sarapan pagi untukmu. Kau suka pasta kan? Aku sudah siapkan pasta special
dengan segelas susu.” Ujar Tae Hee lalu meletakkan makanannya di troli dan mendorongnya
ke tempat tidur Ja Eun.
“Pasta? Dengan segelas
susu?” Ja Eun terlihat bingung dengan menu yang disiapkan Tae Hee untuknya.
“Nde. Saat kencan di
restoran, kau selalu memesan menu pasta. Apa kau ingat? Itu adalah hari saat
kau minta pernikahan kita dipercepat. Tapi sayang kau belum boleh minum wine
atau anggur, jadi aku siapkan susu sebagai gantinya.” Ujar Tae Hee penuh
perhatian.
Pasta. Ja Eun berpikir,
kejadian ini sepertinya tidak asing. Lalu sekelebat kenangan muncul dalam
otaknya. Saat itu mereka memang berkencan di sebuah restoran mewah, persis
dengan apa yang dikatakan Tae Hee barusan.
“Waeyo? Kenapa kita tidak menikah di bulan april saja?” tanya Ja Eun
saat itu dengan polosnya.
“Ahh..Itu
karena Ibu bilang pernikahan kita harus berjarak 2 bulan dari pernikahan
Kakak.” jawab Tae Hee menjelaskan alasannya. “Ahh..
Benar. 2 bulan.” Jawab Ja Eun salah tingkah.
“Apa
kau ingin secepatnya menikah? Haruskah ku katakan pada Ibu kalau kau ingin
cepat-cepat?” tanya Tae Hee, mengerti jika tunangannya sepertinya tak sabar.
“Ah
tidak..Aku hanya bertanya.” Jawab Ja Eun malu-malu sambil tersenyum.
“Aku
juga tidak sabar ingin segera menikah.” Jawab Tae Hee pengertian.
"Baiklah.
Kalau begitu, kau katakan saja pada Ahjumma.” Jawab Ja Eun sambil tersenyum
senang.
“Ja Eun-ah, kau kenapa? Makanannya sudah
siap. Ayo kita makan!” suara Tae Hee yang mengajaknya makan spontan membuyarkan
lamunannya. Ja Eun tersadar jika tadi itu adalah kenangannya yang hilang. Tae
Hee benar, mereka memang saling mencintai. Ja Eun menatap Tae Hee lekat, dan
akhirnya dia pun mengambil keputusan dalam hati.
“Aku tumbuh tanpa kasih
sayang orang tua. Ayahku meninggal dalam tabrak lari dan ibuku meninggalkan aku
dan menikah dengan pria lain saat usiaku 4 tahun. Sejak itu, paman dan bibiku
mengangkatku sebagai anak. Walau mereka sangat menyayangiku seperti anak
kandung mereka sendiri tapi tetap saja itu tidak sama, di dalam hatiku tetap
ada sebuah lubang besar yang tidak dapat disembuhkan. Itulah sebabnya, sejak
kita menikah, sejak aku tahu kau hamil, aku bersumpah pada diriku sendiri akan
selalu melindungi kalian, menjaga kalian, merawat kalian dan takkan pernah
meninggalkan kalian apapun yang terjadi. Kau dan anak kita adalah hal yang
paling penting dalam hidupku saat ini. Tidak peduli laki-laki atau perempuan,
selama mereka adalah anakku, aku akan menyayanginya setulus hatiku. Aku tidak
mau anakku merasakan apa yang kurasakan, merasakan sakitnya hidup tanpa kasih
sayang orang tua, khususnya seorang Ayah.” Tae Hee tiba-tiba menceritakan kisah
hidupnya dengan setetes air jatuh dari matanya, seraya menyodorkan piringnya
pada istrinya.
Ja Eun terharu mendengar
setiap kata-katanya, dia bisa melihat ada ketulusan dalam setiap kalimat yang
diucapkan pria itu.
“Ahjussi, kenapa kau tiba-tiba
berkata seperti itu?” tanya Ja Eun canggung.
“Aku tak ingin ada rahasia
diantara kita. Sebelum hilang ingatan, kau sudah tahu semua itu. Tapi karena
sekarang kau tak ingat apapun, maka aku putuskan untuk kembali memperkenalkan
diriku. Aku tidak ingin kau merasa bagaikan hidup dengan orang asing yang tidak
kau kenal.” Jawab Tae Hee jujur dan tulus.
“Nona Baek Ja Eun, biarkan
aku memperkenalkan diriku sekali lagi. Aku Hwang Tae Hee, pria yang sudah
bersumpah akan selamanya mencintaimu dan menghabiskan sisa hidupnya bersamamu.
Apa kabar? Senang berkenalan denganmu.” Ujar Tae Hee dengan formal, dia berdiri
tegak di hadapan Ja Eun dan menyodorkan tangannya mengajak bersalaman. Ja Eun
mau tak mau tertawa geli melihat suaminya. Dia meraih tangan itu dan mereka pun
bersalaman.
“Apa kabar Tuan Hwang Tae
Hee. Aku Baek Ja Eun. Senang mengenalmu. Aku harap kau bisa membantuku menggali
kembali apa yang telah hilang dariku. Maaf karena mungkin setelah ini aku akan
lebih merepotkanmu.” Jawab Ja Eun, memperkenalkan dirinya sekali lagi.
“Aku berharap kau akan
selalu merepotkan aku. Aku tidak keberatan direpotkan olehmu.” Jawab Tae Hee
sambil tersenyum manis dan menjabat tangan Ja Eun. Sesaat jantung Ja Eun
berhenti saat melihat senyuman di wajah Tae Hee. Tiba-tiba tanpa diduga, Tae
Hee menarik tangan Ja Eun dan memeluknya erat dan hangat.
“MIANHE.. JEONGMAL MIANHE..
Kau boleh menghukumku. Kau boleh memukulku. Kau boleh menendangku. Kau juga
boleh membunuhku jika itu membuatmu puas, tapi tolong jangan tinggalkan aku, Ja
Eun-ah. Jangan pisahkan aku dari putriku dan istriku yang kucintai. Karena jika
kau lakukan itu, itu sama halnya dengan menikam jantungku dengan belati. Hukum
aku sesukamu, tapi jangan pernah ucapkan perceraian padaku. Saranghae! Jeongmal
Saranghae!” Ujar Tae Hee memohon, suaranya terdengar gemetar karena menahan
emosi dalam hatinya. Dia memeluk Ja Eun semakin erat, Ja Eun bisa merasakan
tubuh Tae Hee gemetar hebat.
“Ahjussi..” Ja Eun tak mampu
berkata-kata. Hatinya sedang dilanda badai yang hebat.
“Tidak ingat bukan berarti kau tidak mencintainya. Otakmu mungkin tidak
bisa mengingatnya, tapi aku yakin hatimu pasti bisa merasakannya.” Kembali,
ucapan Yui terngiang di kepalanya.
“Bagiku, keluarga adalah
harta yang paling berharga. Aku ingin anak-anakku bisa tumbuh dalam limpahan
kasih sayang orang tuanya, kau dan aku. Bukankah kau juga tumbuh tanpa kasih
sayang seorang Ibu? Kau pasti tidak ingin anakmu juga merasakan apa yang kau
rasakan, benarkan? Karena kau tahu benar bagaimana tidak enaknya itu.” Tae Hee
berhenti sejenak kemudian melepaskan pelukannya dan meletakkan kedua tangannya
di pundak istrinya dan berkata lembut penuh cinta.
“Jadi Ja Eun-ah, demi anak
kita, beri aku satu kesempatan. Aku tahu sekarang kau masih tidak bisa
mengingat apa-apa, kau tak ingat kita pernah saling mencintai, kau tak ingat
kita pernah pacaran, kau tak ingat kita pernah menikah dan bahkan aku tahu kau
juga tak ingat pernah mengandung dan melahirkan Tae Eun, benarkan?” tanya Tae
Hee dengan lembut.
Ja Eun mengangguk dan
menjawab pelan “Nde, aku tak ingat apapun.” Jawabnya merasa bersalah. Tae Hee
tersenyum dalam kesedihannya.
“Kwenchana. Aku tidak minta
kau mengingatnya sekarang. Aku takkan memaksamu mengingatnya. Yang aku minta
hanya agar kau memberiku satu kesempatan. Sekali saja. Biarkan aku
mengembalikan ingatanmu yang hilang, ijinkan aku kembali menciptakan kenangan
indah bersamamu yang kini sudah kau lupakan. Sekarang bukan hanya ada kau dan
aku, tapi ada seorang anak di tengah-tengah kita. Kau, tidak ingin anakmu
tumbuh tanpa seorang Ayah kan? Aku tak bisa kehilanganmu, lebih tidak bisa jika
harus kehilangan Tae Eun. Kalian berdua sangat berarti dalam hidupku. Jika kau
meninggalkan aku dan membawa Tae Eun pergi, itu sama saja dengan kau menyuruhku
mati.” Ujar Tae Hee putus asa.
“Tapi soal Lee Seung Mi..Dia
bilang kalian pernah berciuman dan kemarin aku juga melihat kalian berciuman di
depan mataku. Apa maksudnya itu? Kau bilang kau mencintaiku dan anak kita, tapi
kau malah berciuman dengan wanita lain di depan istrimu sendiri. Kau
mengkhianatiku, Ahjussi !! Bagaimana dengan itu?” Ja Eun memprotes keras.
“Aku tahu aku salah. Tapi
aku sudah mengusirnya pergi. Aku berjanji takkan ada wanita lain yang boleh
mendekatiku, selain istriku dan keluargaku, aku takkan dekat-dekat dengan
wanita lain. Kau boleh menghukumku, apapun itu, akan ku lakukan untukmu.” Jawab
Tae Hee serius seraya menatap dalam-dalam mata Ja Eun.
“Apapun itu? Bahkan bila aku
memintamu melompat dari jendela itu?” tantang Ja Eun usil.
“Baik. Jika kau ingin
melihatku melompat dari jendela itu, akan kulakukan. Tapi berjanjilah, kau
tidak akan lagi bicara soal perceraian. Aku tak mau bercerai, tidak sekarang,
besok, atau selamanya.” Jawab Tae Hee lalu bangkit berdiri dan melangkah keluar
jendela. Ja Eun hanya terbengong melihat suaminya benar-benar berjalan kearah
jendela dan membuka kusennya.
“TUNGGU! AHJUSSI, AKU HANYA
BERCANDA!” seru Ja Eun panik lalu segera turun dari tempat tidurnya. Tae Hee
terdiam tapi tak beranjak dari tempatnya berdiri.
“Kembalilah! Jika kau tetap
berdiri disana, aku akan menceraikanmu.” Ancam Ja Eun sambil cemberut, dan Tae
Hee segera berbalik arah, menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Jadi kau sudah memaafkan
aku?” tanya Tae Hee meminta kepastian.
“Belum. Sedang kupertimbangkan.
Bukankah aku belum menjatuhkan hukuman?” canda Ja Eun iseng.
“Kalau begitu katakan apa
hukumannya? Asalkan itu bukan perceraian...” Tae Hee belum sempat menyelesaikan
kalimatnya, Ja Eun sudah lebih dulu memotongnya.
“Aku menghukummu untuk
selamanya di sisiku. Seumur hidup tidak pernah meninggalkan aku. Hanya
mencintaiku seorang dan tak boleh ada wanita lain dalam hidupmu selain aku dan
keluargamu. Juga, kau harus setia padaku selamanya. Itulah hukumanku untukmu.
Apa kau menerimanya, Tuan Hwang Tae Hee?” tantang Ja Eun sambil tersenyum
manja.
Tae Hee tersenyum lega
mendengarnya. Ja Eun sudah memaafkannya dan memberinya satu kesempatan. Tanpa
pikir panjang dia segera berjalan kearah Ja Eun dan memeluknya hangat dan erat.
“Aku menerimanya. Aku
menerima hukuman itu. Aku akan dengan senang hati menjalaninya. Gomawo Ja
Eun-ah.. Saranghae! Saranghaeyo..” ujar Tae Hee dengan terharu lalu menarik
wajah Ja Eun dan mencium bibirnya lembut.
“MY BRAIN MIGHT NOT REMEMBER
YOU, BUT MY HEART DOES.” Batin Ja Eun sambil tersenyum bahagia di sela-sela
ciuman panasnya dengan suaminya.
Dari balik pintu kamar, Kim Yui memandang bahagia kakaknya. Dia senang
karena akhirnya kakaknya mendengar semua yang dikatakannya.
“Itu baru benar, kakak!
Kau harus hidup dengan bahagia.” Doanya tulus sambil menghapus airmatanya haru
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar