Kamis, 28 Agustus 2014

You're My Endless Love 8 – Ojakgyo Brothers Fanfiction / UEE and Joo Won Fanfiction



Author : LIANA HWIE

Starring :  
Joo Won as Hwang Tae Hee 
UEE After School as Hwang (Baek) Ja Eun 
Kim Hyun Joong as Dokter Yoon Ji Hoo 
UEE After School as Kim Yui (Baek Ja Eun’s Twin Sister ) => Double Casting 
Jung Suk Won as Kim Jae Ha (Hwang Tae Hee’s Step Brother)

Foreword : Hwang Tae Hee & Baek Ja Eun’s Mariage Life.... 

“You're My Endless Love 8 – Ojakgyo Brothers Fanfiction / UEE and Joo Won Fanfiction”



“CHAPTER 8 : My Brain Might Not Remember You, But My Heart Does”

Suam Hospital..
    “Jadi apa yang terjadi sebenarnya, Dokter? Kenapa Ja Eun tak ingat padaku?” tanya Hwang Tae Hee tak sabar pada Dokter Yoon Ji Hoo.

     “Seperti yang ku katakan sebelumnya, ada benturan kecil di kepala Istri Anda. Menurut hasil pemeriksaan, benturan itulah yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya. Tapi tenang saja, Baek Ja Eun hanya lupa, siapa tahu besok dia akan ingat semuanya.” Ujar Yoon Ji Hoo, mencoba menghibur Tae Hee yang kalut.

     “HWANG JA EUN !! BUKAN BAEK JA EUN !!” ujar Tae Hee mengkoreksi.
     “Tapi sayang sekali, dalam ingatan istri Anda yang sekarang, dia masih Baek Ja Eun dan bukan Hwang Ja Eun. Dia tak ingat pernah menikah denganmu, aku yakin dia juga tak ingat pernah mengandung dan melahirkan anakmu.” Jawab Yoon Ji Hoo santai dan tenang.

    “Seperti yang Anda bilang, dia hanya lupa, siapa tahu besok dia akan ingat semuanya. Walau pun dia tak ingat padaku, tapi itu tak mengingkari fakta bahwa dia adalah istriku yang sah dan ibu dari anakku. Aku akan membuatnya kembali mengingatku.” Jawab Hwang Tae Hee bertekad.

     “Bagaimana caranya? Apa kau ingin aku membantumu? Karena sepertinya, istrimu hanya mengingatku.” Sindir Yoon Ji Hoo seolah mendapat angin segar dengan hilangnya ingatan Ja Eun.

     “Aku tidak butuh bantuan Anda. Terima kasih, Dokter. Aku akan mencari cara agar dia kembali mengingatku, atau setidaknya aku akan berusaha membuatnya jatuh cinta lagi padaku seperti dulu. Dan ku harap Anda tidak menggunakan kesempatan ini untuk merebut Ja Eun dariku.” Ancam Hwang Tae Hee, seolah mencium gelagat yang mencurigakan.

     “Aku bukan orang seperti itu. Anda tenang saja, Jakwa Hwang. Walau harus kuakui aku menyukai istrimu, tapi aku tidak akan merusak rumah tangga orang lain. Aku tahu batasanku. Jadi Anda tak perlu cemas.” Jawab Yoon Ji Hoo pelan dan dalam, walau tersirat kesedihan dalam nada suaranya.

    “Aku tahu Anda orang yang baik. Terima kasih Dokter.” Jawab Tae Hee, berusaha setenang mungkin walau dalam hatinya dia di liputi ketakutan Ja Eun akan meninggalkannya.

          “Pengulangan.” Ujar Ji Hoo tiba-tiba saat Tae Hee akan melangkah keluar ruangan.
          “MWO?” Tae Hee yang bingung segera berhenti dan berbalik.
    “Bagi pasien yang kehilangan ingatan, pengulangan kejadian yang sama bisa membantunya menggali kembali apa yang sekarang mereka lupakan.” Lanjut Ji Hoo tenang sambil memeriksa laporan di hadapannya.

      “Pengulangan?” ulang Tae Hee yang masih bingung.
     “Jika dulu Anda pernah mengajaknya ke pantai saat matahari terbenam, maka lakukan hal yang sama untuk membangkitkan ingatannya yang tertidur. Kejadian yang sama, DEJAVU, itu yang harus Anda lakukan agar dia kembali mengingat Anda. Apa Anda mengerti Jaksa Hwang?” Ji Hoo memberi arahan dan petunjuk apa yang seharusnya Tae Hee lakukan untuk membangkitkan kembali ingatan istrinya yang sedang tertidur.

    Lama Tae Hee terdiam dan berpikir sebelum akhirnya menjawab “Aku mengerti, Dokter. Terima kasih.” Ujarnya tulus dengan sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya.
   “Ahh, apa Ja Eun sudah boleh minum kopi?” tanya Tae Hee lagi sebelum melangkah pergi. Ji Hoo menatapnya heran kemudian mengangguk pelan.

    “Ya, Kurasa tak masalah.” Jawabnya dengan ekspresi bingung. Tae Hee tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih sekali lagi, meninggalkan Ji Hoo yang bertanya-tanya dalam hati. 
    “Kopi? Saat seperti ini Jaksa Hwang masih ingin mengajak istrinya minum kopi?” batin Ji Hoo tak mengerti.

   Hwang Tae Hee mampir ke cafetaria untuk membeli kopi favorit Ja Eun sebelum memutuskan untuk kembali ke kamar istrinya. Dia mengetuk pintu kamar itu tiga kali tapi tak ada jawaban dari dalam, sepertinya semua pengunjung sudah pulang. Tak ada jawaban, Tae Hee akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.

   Disana, dia melihat istrinya sedang duduk melamun di depan jendela kamarnya. Wajahnya yang cantik semakin terlihat cantik saat sinar matahari senja menyinarinya. Tae Hee memandang istrinya lekat.


    “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Walau sekarang kau tak lagi mengingatku, tapi aku akan lakukan apapun agar kau bisa kembali mencintaiku seperti dulu. Kita akan mulai dari awal lagi. Kau dan aku. Ja Eun-ah, sampai kapan pun, aku takkan melepaskanmu.” Batin Tae Hee bertekad, lalu perlahan berjalan mendekati Ja Eun yang duduk termenung dan tak menyadari kedatangannya.

    “Matahari senja di musim semi terlihat sangat indah, benarkan?” ujar Tae Hee lembut seraya berdiri di samping Ja Eun yang tersentak saat menyadari Tae Hee sudah berdiri di sampingnya. Dia memandang Tae Hee dengan canggung.

     “Ahjussi, kau mengagetkan aku.” Ujarnya lirih.
   “Ini. Aku bawakan kopi kesukaanmu, Ice Caramel Macchiato.” Ujar Tae Hee seraya menyodorkan minumannya. Ja Eun memandang kopi di tangan Tae Hee dan sedetik kemudian dia berseru senang “Ice Caramel Macchiato. Rasanya aku sudah lama sekali tidak meminumnya. Kamsahamnida Ahjussi.” Sahut Ja Eun dengan ekspresi bahagia, dia segera meraih kopi di tangan Tae Hee dan meminumnya.


    Tae Hee semakin terpesona melihat istrinya, dia terkejut karena Ja Eun mudah sekali dibuat tertawa hanya dengan segelas kopi.
   “Ahh..kopinya enak. Tapi, darimana kau tahu kalau aku suka sekali Ice Caramel Macchiato?” tanya Ja Eun dengan polosnya.

    “Karena aku suamimu. Aku tahu segalanya tentang dirimu.” Jawab Tae Hee lembut seraya menatap Ja Eun mesra, sebuah tatapan yang membuat Ja Eun salah tingkah dan pipinya mendadak merona.

   “Apakah itu benar? Kita sudah menikah? Jadi Nam Sook dan Ah Ra tidak sedang membohongiku?” tanya Ja Eun dengan ragu dan malu-malu. Tae Hee meletakkan gelas kopinya lalu berlutut di depan Ja Eun seraya menggenggam tangannya yang sedang tidak memegang kopi dengan erat.

   “Lihatlah mataku !! Apa aku terlihat seperti sedang berbohong atau bercanda denganmu?” tanya Tae Hee dengan ekspresi serius, menatap Ja Eun tanpa berkedip.
    “Tapi aku tak ingat apapun tentangmu.” Ujarnya pelan dan takut-takut. Tapi Tae Hee semakin mempererat genggaman tangannya seraya berkata penuh pengharapan.

    “Tidak masalah. Kau hanya lupa, siapa tahu besok kau akan ingat semuanya. Dan bila seandainya kau tetap tidak ingat, kita bisa memulai lagi semuanya dari awal. Aku akan membuatmu kembali mencintaiku, sama seperti dulu. Kita akan menciptakan lagi banyak kenangan baru.” Pinta Tae Hee, dengan nada memelas.

    “Tapi rasanya aneh jika aku harus tinggal sekamar dengan seorang pria yang tidak bisa kuingat.” Ujar Ja Eun canggung seraya meminum kopinya dengan tangan gemetar. Tae Hee menelan ludahnya tak kentara.

    Benar. Bagi istrinya sekarang, dia adalah orang asing yang tidak dikenalnya, tentu wajar bagi seorang wanita jika tidak ingin tidur sekamar dengan seorang pria asing setiap harinya.

“Aku tahu. Walau kita suami istri, tapi sekarang kau tak ingat padaku lagi. Kwenchana, arraseo. Kalau kau merasa tidak nyaman, aku tidak akan memaksamu tidur sekamar denganku. Kau bisa kembali ke kamarmu yang dulu, di loteng, bagaimana ?? Aku janji aku tidak akan masuk ke kamarmu tanpa seijinmu. Asal kau mau memberiku kesempatan. Pulanglah denganku, Ja Eun-ah! Hanya tinggal bersamaku dalam satu rumah, bukan tidur bersamaku. Kau mau kan?” pinta Tae Hee sambil tetap menggenggam tangannya.

    “Tapi aku ingin pulang bersama ayahku ke rumahku yang dulu. Bersama ayah dan adikku.” Pinta Ja Eun dengan polosnya, tanpa ingat jika rumahnya yang dulu telah disita bank saat perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan.

    Tae Hee merasakan dadanya sangat sakit, tapi dia berusaha menutupinya. Ja Eun yang sekarang sepertinya tak ingin menghabiskan waktu walau hanya semenit dengannya, apalagi untuk tinggal bersamanya dan kembali membangun kenangan indah. Tapi Tae Hee tak menyerah, dia tak akan menyerahkan Ja Eun demi apapun juga.

    “Aku mengerti keinginanmu, tapi rumahmu yang dulu sudah tidak ada lagi, Ja Eun-ah. Bank sudah menyita rumah, harta serta perusahaan ayahmu saat ayahmu mengalami kebangkrutan. Kau tentu tidak ingin merepotkan ayah dan adikmu kan?” tanya Tae Hee lembut. Ja Eun tampak shock mendengarnya, dia bahkan tak ingat kalau rumahnya sudah disita.

     “Bagaimana dengan ibu tiriku?” tanyanya lagi.
    “Ibu tirimu sudah meninggalkanmu. Saat ayahmu menghilang dalam kecelakaan dan ibu tirimu meninggalkanmu, kau tinggal bersama kami di peternakan Ojak.Disanalah kita bertemu dan saling jatuh cinta. Apa kau tidak ingat?” tanya Tae Hee dengan sabar, sementara Ja Eun hanya menggeleng pelan.

     “Maaf.” Ucapnya pelan dengan ekspresi menyesal.
     “Saat itu musim panas, karena tak punya tempat tujuan lain, kau nekad memasang tenda di halaman rumah kami. Kita menghabiskan musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi bersama. Terlalu banyak kenangan indah yang tercipta diantara kita, tapi sayang kau sudah melupakan semuanya.” Ujar Tae Hee dengan setetes air turun dari matanya.

     Ja Eun melihatnya dan dia merasa iba juga sangat bersalah.
     “Ahjussi..Mianhaeyo.” ujarnya menyesal.
   “Nde, arraseo. Ini bukan salahmu, Ja Eun-ah. Ini murni salahku karena aku tak bisa menjagamu dengan baik. Mungkin ini hukuman Tuhan untukku karena kecerobohanku.” Jawab Tae Hee, tak ingin melihat istrinya sedih.

     “Ja Eun-ah, apa kau ingin melihat Tae Eun? Kau belum melihatnya sama sekali kan? Dia sangat lucu dan menggemaskan. Dia juga cantik sepertimu. Kau mau ku temani melihatnya?” tawar Tae Hee dengan penuh semangat, dia berharap anak mereka bisa membuat Ja Eun kembali ingat.

       “MWO?? Siapa itu Tae Eun?” Tanya Ja Eun dengan wajah bingung dan polos.
      "Hwang Tae Eun adalah putri kita. Seorang putri yang baru saja kau lahirkan beberapa hari yang lalu.” Jawab Tae Hee dengan bangga dan bahagia. Ja Eun terpana shock.

       “Aku punya seorang anak?” tanyanya tak percaya.
     “Nde.. Our baby, Ja Eun-ah.. She is our daughter, Hwang Tae Eun.” Jawab Tae Hee kembali menekankan setiap kalimatnya. 

Somewhere Out There..
    Seorang gadis muda berdiri mengamati dari kejauhan sebuah apartment kumuh di pinggir kota. Tangan kanannya menggenggam secarik kertas yang bertuliskan alamat apartment itu.

    “Apa benar dia tinggal disana? Lee Seung Mi, kita bertemu lagi. Aku akan membuat perhitungan denganmu karena telah membuat kakakku jadi seperti ini. Sekarang kau tak punya apa-apa lagi, ayahmu masuk penjara dan semua kekayaanmu sudah disita, harusnya kau berbuat baik agar orang-orang merasa iba dan menolongmu, bukan berbuat jahat seperti itu. Tapi sepertinya orang sepertimu memang tak bisa berubah. Jangan salahkan aku jika aku menuntut balas padamu. Lihat saja! Apa yang sudah kau lakukan pada kakakku, akan ku buat kau membayarnya dengan impas.” Sumpah gadis itu, Kim Yui sambil menatap apartment kecil itu dari seberang jalan.

    Dia baru saja akan melangkah mendekat saat tiba-tiba pintu apartment itu terbuka dan seorang gadis yang kira-kira seumur dengannya berjalan keluar. Yui tersenyum senang saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Lee Seung Mi keluar dari dalam apartment kecil itu.

     “Mau kemana dia? Terburu-buru sekali.”batin Yui penasaran lalu diam-diam memutuskan untuk mengikutinya. Dari ekspresi di wajahnya, terlihat jelas bahwa Lee Seung Mi sedang kesal. Setelah beberapa saat mengikutinya diam-diam, akhirnya Yui tahu kemana tujuan gadis itu sebenarnya. Dia berdiri shock menatap gedung berwarna putih yang menjulang di hadapannya.

     “SUAM HOSPITAL? Mau apa dia kemari? Kakakku juga dirawat disini. Jangan bilang kalau gadis itu datang kemari untuk membuat masalah dengan kakakku. Aku takkan membiarkannya.” Ujar Yui dalam hati dengan penuh tanda tanya lalu bergegas masuk ke Rumah Sakit untuk memastikan.

Suam Hospital...
    “Dia disana..Putri kecil kita ada disana.” Ujar Tae Hee seraya menuding kearah inkubator kaca tempat seorang bayi perempuan mungil diletakkan. Ja Eun memandang bayi mungil itu tak berkedip. Hanya memandangnya saja hatinya menjadi sangat hangat. Tanpa sadar sebuah senyuman kecil tersungging di bibirnya, dia meletakkan kedua tangannya di jendela kaca sambil menatap penuh harap.

   “Dia cantik sekali. Dia bagaikan Malaikat Kecil yang turun dari Surga.Bolehkah aku menggendongnya?” tanya Ja Eun sambil menatap Tae Hee penuh harap. Tae Hee spontan menoleh pada istrinya yang sejak tadi berdiri di sampingnya.

    “Aku ingin menggendong Tae Eun..Apa kau bisa bawa dia keluar?” pinta Ja Eun penuh harap pada suaminya.
     “MWO? We cannot, Ja Eun-ah.” Jawab Tae Hee lirih seraya menggeleng pelan.
  “Wae andweyo?” tanya Ja Eun kecewa, bibirnya mengerucut kesal lalu kembali memandang putri kecilnya penuh harap.

    “Kau bilang aku ibunya, kenapa seorang Ibu tidak boleh menggendong anaknya sendiri? Sejak lahir aku tak pernah menggendongnya kan? Hanya sebentar saja, tidak bolehkah?” Ja Eun tetap bersikeras ingin menggendong putrinya.

    “Bukan tidak boleh, hanya saja kondisinya tidak memungkinkan. Tae Eun lahir sebelum waktunya. Dia terlahir prematur, Ja Eun-ah. Kondisinya masih sangat lemah, Tae Eun masih belum sanggup bertahan hidup di luar tanpa inkubator. Dia masih harus berada di dalam sana selama sebulan penuh.” Jawab Tae Hee sedih sambil menatap istrinya yang terlihat kecewa.

   “Jadi selama sebulan ini aku tak bisa menggendongnya?” Ja Eun memastikan dengan ekspresi penuh harap masih tampak disana. Tae Hee mengangguk pasrah.

    “Hanya selama sebulan saja. Kau sabarlah, bulan depan kita sudah bisa menggendongnya. Aku juga ingin menggendong putriku, menyanyikan lagu Nina Bobo untuknya, memandikannya, bermain dengannya, mengajaknya jalan-jalan dan melakukan semua hal yang bisa ku lakukan untuk putri kecilku tersayang.” Ujar Tae Hee sambil tersenyum memandang putrinya di dalam inkubator kaca, dia sudah membayangkan hal-hal menyenangkan apa saja yang bisa dia lakukan bersama putrinya.

    Ja Eun memandang suaminya tanpa kata, dia bisa melihat binar kegembiraan di mata Tae Hee setiap kali bicara soal putri mereka. Walau Ja Eun tak ingat pada suaminya, tapi dia bisa merasakan bahwa pria yang sekarang berdiri di sampingnya memang sangat mencintai dia dan putrinya.. Mendadak Ja Eun merasa sangat bersalah. Bersalah karena dia tidak bisa mengingat hubungannya dengan suaminya.

     “Aaahh..Apa kau sudah lihat semua hadiah yang di berikan orang-orang untuk putri kita?” tanya Tae Hee sambil memandang Ja Eun ceria.
       “Hadiah?” ulang Ja Eun tak mengerti.

     “Nde.. Hadiah untuk putri kita. Nenek, Ibu, Ayah, teman-temanmu, teman kantorku, dan saudara-saudaraku berbondong-bondong membelikan hadiah untuk Tae Eun. Aku menyimpannya sementara di lemari pakaianmu di kamar perawatan. Aku belum sempat membawanya pulang. Ada banyak sekali hadiah yang lucu. Ada baju-baju mungil, sepatu mungil, boneka, guling dan bantal mungil, semuanya serba mungil. Aku tak sabar ingin melihat Tae Eun memakainya.” Ujar Tae Hee, kembali bercerita dengan penuh semangat dan wajah berbinar bahagia. Melihat senyum bahagia di wajah Tae Hee, Ja Eun tanpa sadar tersenyum bersamanya.

    “Sepertinya kau sangat menyayangi putrimu, Ahjussi.” Ujar Ja Eun spontan, lalu kemudian memalingkan wajahnya karena malu.

      “Tentu saja. Dia putriku. Putriku dari wanita yang kucintai, bagaimana mungkin aku tidak menyayanginya?” jawab Tae Hee terdengar tulus dan penuh perasaan, tapi membuat suasana di antara mereka mendadak canggung.

     “Ahhh..kurasa sebaiknya kau kembali ke kamar. Kondisimu belum pulih, kau masih harus banyak istirahat.” Ujar Tae Hee, mengalihkan pembicaraan karena merasa malu dan canggung dengan apa yang baru saja dikatakannya. Ja Eun mengangguk singkat tanpa mengatakan apa-apa.

   “Tapi nanti, kita bisa melihatnya lagi kan?” tanya Ja Eun tak rela seraya menatap putrinya, Tae Hee mengerti arah tatapan mata Ja Eun lalu tersenyum menenangkan.
    “Nde. Nanti malam kita bisa melihatnya lagi. Aku akan mengantarmu kapan pun kau ingin melihatnya.” Janji Tae Hee.

     “Kau janji?” Ja Eun bertanya dengan riang, sementara Tae Hee mengangguk mantap.
   “Aku berjanji. Sekarang kau harus kembali ke kamar lagi. Kau masih belum pulih Ja Eun-ah.” Ujar Tae Hee seraya melingkarkan lengannya di pundak Ja Eun dan memapahnya.

     “Arraseo..” jawab Ja Eun lemah tapi membiarkan Tae Hee membimbingnya.
     “Ahjussi, apa nama Tae Eun adalah singkatan nama kita? TAE Hee dan Ja EUN?” tanya Ja Eun tiba-tiba saat mereka dalam perjalanan kembali ke kamar.

     Tae Hee mengangguk mantap sambil tersenyum memandang istrinya.
    “Nde..Kau yang mengusulkan nama itu. Kau bilang agar seluruh dunia tahu bahwa dia adalah anak kita. TAE dari nama TAE Hee dan EUN dari nama Ja EUN. Kupikir itu nama yang manis, aku menyukainya dan sepertinya anak kita juga  menyukainya.” Jawab Tae Hee lembut dan penuh kebahagiaan.

     “Darimana kau tahu anak kita menyukai namanya?” tanya Ja Eun ingin tahu. Senyum tak pernah lepas dari wajah Tae Hee, walau Ja Eun tak ingat apapun tentang hubungan mereka, tapi asalkan Ja Eun ada disisinya seperti sekarang dan sangat tertarik mendengar sesuatu tentang anak mereka, serta tidak menolak saat Tae Hee memeluknya seperti ini, bagi Tae Hee itu sudah seperti anugerah.

     “Setelah kau mengusulkan nama itu, anak kita langsung menendang perutmu. Kau bilang sepertinya dia menyukai namanya.” Jawab Tae Hee lembut.

     “Benarkah? Haahh..Aku tak sabar ingin segera menggendongnya. Tae Eun, Tae Hee dan Ja Eun.. Sepertinya bagus juga, benarkan?” ujar Ja Eun seraya tersenyum bahagia dengan mata berbinar.

      Hati Tae Hee ikut bahagia melihat senyum bahagia terlihat di wajah istrinya.
   “Ja Eun-ah, teruslah tersenyum seperti itu.” Bisik Tae Hee lembut tanpa sadar. Mendengar kalimat Tae Hee yang terdengar lembut tapi di ucapkan dengan serius, membuat jantung Ja Eun berdebar kencang. Perlahan tanpa sadar Tae Hee meletakkan sebelah tangannya di wajah Ja Eun dan menariknya kearahnya, dia sedikit menundukkan wajahnya dan perlahan memejamkan matanya.

     Hati Ja Eun berpacu, dia sudah tahu apa yang akan dilakukan suaminya, tapi dia tak sanggup bergerak untuk menolak, dia hanya diam saja saat bibir lembut Tae Hee menyapu bibirnya lembut. Ja Eun membelalakkan matanya karena terkejut tapi kemudian perlahan juga menutup matanya dan tanpa sadar membalas ciuman Tae Hee. Tae Hee bisa merasakan Ja Eun membalas ciumannya, hatinya mendadak sangat bahagia, bukan hanya karena dia bisa mencium istrinya lagi tapi juga karena Ja Eun tidak menolak saat dia menciumnya.


      “Sepertinya tidak akan sulit untuk membuatmu kembali mencintaiku. Tae Eun pasti akan membantuku.” Batin Tae Hee bahagia.
    Tapi sayang kebahagiaan itu langsung rusak saat tiba-tiba seseorang datang dan menghancurkan segalanya.

“Sungguh romantis sekali! Bagaimana rasa ciuman itu? Sangat memabukkan kan, Baek Ja Eun? Ahh..tentu saja kau yang lebih tahu bagaimana rasanya. Kau sudah mencium bibir itu berkali-kali sedangkan aku hanya sekali.  Tapi tidak apa-apa, walau hanya sekali, tapi aku sangat menikmati ciuman panas itu. Andai saja saat itu kau tidak datang merusak semuanya, mungkin ciuman panas kami akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih panas lagi. Seperti misalnya, bercinta mungkin..” seru seorang gadis tanpa tahu malu sedikitpun.

Spontan kedua sejoli langsung menjauhkan diri untuk melihat siapa yang berani bicara tidak sopan seperti itu. Hwang Tae Hee terkejut begitu melihat siapa yang berdiri disana.

“LEE SEUNG MI?” tanya Baek Ja Eun bingung saat melihat teman satu angkatan di Fakultasnya tiba-tiba muncul disana. 
“Benar. Aku Lee Seung Mi. Apa kabar Baek Ja Eun?” tanyanya sinis sambil menatap marah penuh kebencian.

“Melihat dari cara kalian berciuman, sepertinya semuanya baik-baik saja. Baguslah! Aku datang kemari untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putri pertamamu.” Lanjut Lee Seung Mi dengan dingin.

“Tae Hee Oppa, aku juga bisa melahirkan anak untukmu. Ja Eun memberimu anak perempuan, tapi mungkin aku bisa memberimu anak laki-laki. Bukankah anak laki-laki lebih berguna?” rayu Lee Seung Mi seraya berjalan mendekati Tae Hee yang terlihat panik.

“Apa maumu Lee Seung Mi?” tanya Tae Hee waspada. 
“Baek Ja Eun, ku pikir setelah kau melihat suamimu berciuman denganku hari itu, kau akan meminta cerai. Kenapa tidak kau lakukan? Tae Hee Oppa berselingkuh di belakangmu. Kau melihat sendiri bagaimana dia menciumku dengan mesra kan waktu itu? Apa kau bisa hidup dengan suami yang punya wanita lain di belakangmu?” tantang Lee Seung terang-terangan.

Ja Eun yang tidak ingat apa-apa hanya diam sambil memandang suaminya tak percaya. “Apa maksudnya Ahjussi? Apa yang dia katakan adalah benar? Kau berselingkuh di belakangku?” tanya Ja Eun menuntut jawaban.

“TIDAK, Ja Eun-ah! Ini hanya salah paham. Ini tidak seperti yang kau bayangkan!” jawab Tae Hee berusaha menjelaskan, dia mencoba mendekati istrinya yang hanya memandangnya dengan shock.

“Lalu seperti apa? Kupikir kau mencintaiku. Tapi ternyata kau berselingkuh di belakangku.” Teriak Ja Eun sedih dengan airmata berlinang di pipi. 
“AKU TAK PERNAH BERSELINGKUH !! AKU MEMANG MENCINTAIMU. Jadi tolong dengar dulu penjelasanku.” Pinta Tae Hee memohon.

“Oppa, jika Ja Eun tak mau lagi denganmu, ada aku disini yang selalu menunggumu. Aku mencintaimu, Oppa. Tinggalkan dia dan datanglah padaku!” ujar Lee Seung Mi lalu sekali lagi dengan berani dia menarik leher Tae Hee dan menciumnya paksa dengan penuh nafsu. Tepat di hadapan Ja Eun yang hanya memandang mereka tak percaya.

“Lepaskan aku! Beraninya kau menciumku?” sentak Tae Hee marah lalu mendorong Lee Seung Mi hingga jatuh ke lantai dengan keras.

“Tae Hee Oppa, tak perlu pura-pura di hadapan istrimu. Bukankah hari itu kau memintaku duduk dipangkuanmu lalu kita berciuman mesra dan bercumbu? Apa kau sudah lupa hari itu?” Lee Seung Mi masih terus menyebar fitnah yang keji untuk memanas-manasi Ja Eun.

“TUTUP MULUTMU, LEE SEUNG MI! Semua yang kau katakan itu TIDAK BENAR!” sentak Tae Hee lagi. Dia sudah kehilangan kesabaran, kalau saja Lee Seung Mi bukan wanita, dia pasti sudah menghabisi gadis itu. 

“Kalau begitu aku akan membuatmu ingat kembali.” Ujar Lee Seung Mi tak menyerah lalu kembali bangkit dan memeluk Tae Hee dengan paksa kemudian menciumnya. Kedua tangannya dengan erat melingkar di leher Tae Hee dan mencium bibirnya dengan penuh nafsu membara, Tae Hee yang mencoba melepaskan pelukan gadis itu justru terlihat seperti sedang berpelukan.

Merasa cukup melihat dan mendengar semua kejadian menyakitkan ini, Baek Ja Eun berlari pergi meninggalkan suaminya yang di matanya sedang asyik mencium wanita lain dengan berlinang airmata.

    Kim Yui yang juga melihat semuanya hanya bisa berdiri mematung tak percaya. Dia tahu Lee Seung Mi sangat jahat, tapi dia tidak pernah mengira kalau gadis itu juga gila dan nekat. Melihat kakaknya berlari sambil berlinang airmata, membuat hati Yui merasakan sakit yang sama.

   “LEE SEUNG MI, beraninya kau membuat kakakku menangis lagi. Lihat saja! Aku akan mengembalikan semua airmatanya dengan berlipat ganda!” sumpah Kim Yui dalam hati.

    “LEPASKAN AKU! KAU GILA, LEE SEUNG MI! JANGAN TEMUI AKU LAGI! Atau kalau tidak..” Tae Hee akhirnya berhasil melepaskan diri dari jeratan gadis gila itu. Dia menghempaskan Lee Seung Mi ke tanah dengan keras dan menatapnya dengan marah.


    “Kalau tidak..apa?” tantang Lee Seung Mi walau tubuhnya gemetar karena takut. Belum pernah dia melihat Tae Hee menjadi semenakutkan itu.
    “Kalau tidak aku akan membunuhmu. Lalu kemudian aku akan bunuh diriku. Karena hidup tanpa Ja Eun, tak ada bedanya dengan mati.” Ujar Tae Hee mengancam.

   “JANGAN MUNCUL LAGI DI HADAPAN KAMI !! Dan JANGAN LAGI MENGATAKAN FITNAH YANG KEJI UNTUK MENGHANCURKAN HUBUNGAN KAMI! AKU SUDAH MEMPERINGATKANMU!!” ancam Tae Hee sekali lagi.

    “Tak ada hubungan apapun diantara kita. Kau tahu itu dengan sangat jelas. Kau lah yang memaksa masuk ke ruanganku hari itu dan tiba-tiba duduk dipangkuanku dan menciumku dengan paksa. DENGAN PAKSA, sama seperti sekarang. Kau benar-benar tak tahu malu! Ayahmu sudah membunuh ayahku, dan sekarang putrinya ingin menghancurkan hidupku. Sial sekali aku bertemu dengan orang-orang seperti kalian.” Ujar Tae Hee frustasi.

    “Benar. Tak ada hubungan apapun diantara kalian. Semuanya adalah kebohongan yang ku karang. Kau puas? Tapi untuk apa semua itu kalau sekarang Ja Eun sudah tidak percaya lagi padamu? KAU KALAH, OPPA! Istrimu takkan pernah memaafkanmu. Tinggalkan dia dan datanglah padaku.” Ujar Lee Seung Mi dengan memohon dan nada putus asa.

    “JANGAN PERNAH BERHARAP! Teruslah bermimpi! Kau wanita yang mengerikan! Kau sama sekali tak ada apa-apanya dibandingkan istriku Ja Eun. Jadi jangan berharap aku akan meninggalkan Ja Eun dan datang padamu. Tidak akan pernah, tidak di kehidupan ini atau di kehidupan berikutnya. AKU MENCINTAI BAEK JA EUN !! HANYA BAEK JA EUN !!” ujar Tae Hee tegas lalu segera berlari mengejar Ja Eun yang menangis.

    Kim Yui masih berdiri di balik pilar penyangga. Dia melihat bagaimana kakak iparnya sangat mencintai kakaknya. Sudah jelas dimatanya kalau Lee Seung Mi-lah yang bersalah dan Yui bertekad akan kembali menyatukan mereka, tentu saja dengan menyingkirkan gadis tengik itu lebih dulu.

   Dengan penuh percaya diri Yui berjalan dari balik pilar penyangga dan berjalan menghampiri Lee Seung Mi dan menyamar sebagai Baek Ja Eun.
   “Kau memang wanita tak tahu malu! Benar-benar tak tahu malu!” ujar Yui dengan percaya diri dan berlagak arogan.
     “Baek Ja Eun?” tanya Seung Mi tak percaya.
    “Bukankah tadi aku melihat Baek Ja Eun berlari sambil menangis? Kenapa sekarang dia tampak baik-baik saja?” batinnya bingung.

    “Tidak. Aku bukan Baek Ja Eun, tapi HWANG JA EUN! Kenapa melihatku seperti itu? Apa kau berharap kau akan melihatku menangis lalu meminta cerai dari suamiku? Kau bermimpilah! Aku takkan pernah menceraikan suamiku apapun yang terjadi.” Ujar Kim Yui, tetap dengan percaya diri.

    “Lihat dirimu, Lee Seung Mi! Sungguh memalukan! Kau berusaha merayu suami orang di depan istrinya tapi sayang gagal total. Kenapa aku bilang gagal total? Karena aku melihat sendiri bagaimana suamiku menghempaskanmu ke lantai lalu mengancammu agar tidak menganggu hubungan kami, benarkan?” tantang Kim Yui santai.

   “Itu tidak benar! Tae Hee Oppa tidak mencintaimu lagi. Jika tidak, untuk apa dia menciumku waktu itu?” Lee Seung Mi masih berusaha berkeras dengan kebohongannya. Dia bangkit berdiri dan menantang Yui dengan berani, tapi sayang, tubuhnya terlihat gemetar. Yui hanya tersenyum kecil melihatnya lalu mengeluarkan ponselnya. Dia memutar video saat Hwang Tae Hee menghempaskan Seung Mi ke lantai dan mengancamnya.

    “Sayang sekali kau tidak bisa berbohong lagi. Aku sudah merekamnya. Aku berpura-pura menangis lalu pergi tapi sebenarnya aku masih disini dan bersembunyi untuk melihat apa yang kemudian akan terjadi. Dan ternyata aku benar. Kau wanita Iblis berhati keji, aku tahu suamiku bukan pria seperti itu, dan sekarang terbukti benar. Apapun yang kau lakukan, sudah tidak berarti lagi. Karena dengan bukti video ini, aku yakin kalau Hwang Tae Hee benar-benar mencintai Baek Ja Eun.” Jawab Yui dengan santai sambil memutar video rekamannya.

    “Kau..” Lee Seung Mi tak mampu berkata-kata. Rencananya untuk membuat Tae Hee dan Ja Eun bercerai ternyata gagal di tangan Baek Ja Eun sendiri. Dia benar-benar malu dan kesal setengah mati.

   “Jika kau memang pintar dan masih punya harga diri, menyingkirlah dari hidup kami selamanya. Karena kalau kau sampai berani muncul lagi di hadapan kami, maka aku akan menyebar video ini ke You Tube agar semua orang bisa melihatnya. Lee Seung Mi, seorang mahasiswi Seoul University yang masuk melalui Jalan Belakang dengan menyuap Rektornya, Putri dari seorang Polisi yang terbukti melakukan Korupsi dan pembunuhan, kini dengan tidak tahu malu berusaha menghancurkan rumah tangga orang lain dan merebut suami orang. Dalam sekejap kau akan terkenal, semua orang akan tahu siapa dirimu dan betapa bejatnya moralmu. Dan aku bisa pastikan setelah itu, tidak akan ada seorang pun yang mau mempekerjakanmu. Kau sudah kehilangan semua hartamu, kalau kau tidak bekerja maka kau akan mati karena kelaparan. Kau mau itu terjadi?” ancam Kim Yui dengan tegas dan mantap.

     Lee Seung Mi terdiam berpikir dan akhirnya dia menyadari kalau dia sudah kalah, kalah total sejak awal dengan seorang gadis bernama Baek Ja Eun.

     “Jadi?” tanya Yui sekali lagi dengan nada mengintimidasi.
    “Baiklah! Kau menang, Baek Ja Eun! Selamat. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Tapi aku selalu berdoa agar hidupmu tak pernah bahagia.” Jawab Lee Seung Mi kesal.

    “Hahahaha.. Sayang sekali karena sepertinya Tuhan tidak akan mengabulkan doa orang jahat.Aku akan hidup dengan bahagia, sangat bahagia. Apalagi dengan kelahiran Putri Kecilku, aku akan mengikat Hwang Tae Hee selamanya.” Jawab Yui dengan percaya diri.

   “SEKARANG PERGI! PERGI ATAU KU SEBAR VIDEO INI?” usirnya dingin dan tegas. Lee Seung Mi hanya menatap kesal pada Yui lalu tanpa kata segera beranjak pergi dari RS itu dan dari hidup Tae Hee.

    “Tae Hee Oppa, selamat tinggal!” batinnya perih tapi dia tahu dia tak punya pilihan lain. Sejak awal, cintanya sudah bertepuk sebelah tangan. Sebelum dia terjatuh makin dalam, sebaiknya ini segera diakhiri saja.

    Kim Yui melihat Lee Seung Mi melangkah pergi dengan senyum kemenangan tersungging di bibirnya. “Ku maafkan kau kali ini, tapi awas saja kalau dia sampai berani membuat kakakku menangis lagi. Tidak akan ada ampun bagimu lagi.” Batin Yui lega. Lalu kemudian teringat kakaknya.

   “Ja Eun Unnie..Aiisshh jinja, aku harus membantu mereka..” ujarnya lalu segera melangkah pergi menuju kamar kakaknya.

Baek Ja Eun’s Room...
    “PERGILAH! Aku tak mau melihatmu lagi, Ahjussi. Sekarang aku bersyukur aku tak bisa mengingat apapun. Karena dengan begitu, aku tak perlu lagi mengingat sakitnya di khianati olehmu.” Ujar Ja Eun dengan suara gemetar karena menangis, dia melepaskan cincin kawinnya dan melemparkannya ke lantai. Membuat Tae Hee terkejut.

     Tae Hee duduk di sampingnya, berusaha meminta maaf.
     “MIANHE, JA EUN-ah..Aku tidak bermaksud menyakitimu. Tapi percayalah bahwa semua yang dia katakan TIDAK BENAR. Aku hanya mencintaimu, Ja Eun-ah. Terlebih lagi sekarang, setelah kau memberiku seorang anak.” Ujar Tae Hee tulus, tapi Ja Eun yang marah sedang tidak bisa diajak berkompromi.

    “Aku ingin bercerai. Lepaskan aku, ahjussi! Aku ingin bercerai dan membawa Tae Eun bersamaku. Kau seorang Jaksa kan? Kau yang lebih mengerti soal hukum, aku mau kau siapkan surat cerai kita secepatnya.Sekarang aku mau tidur. Keluarlah!” Ujar Ja Eun lalu segera membaringkan dirinya di tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan selimut.

       Hati Tae Hee bagaikan dihantam ribuan pedang saat Ja Eun mengucapkan kata cerai.
     “TIDAK! Kau tak boleh tinggalkan aku! Aku tak bisa hidup tanpamu, Ja Eun-ah. Kau boleh menghukumku apapun, asal jangan pernah ucapkan kata itu.” Tae Hee memohon sambil menangis. Tapi Ja Eun tak bergeming, dia berpura-pura tidur seraya menggigit bibirnya sendiri, menahan suara tangisnya.

       Melihat tak ada reaksi dari istrinya, Tae Hee hanya terdiam pasrah.
    “Baiklah. Kau tidurlah dulu. Aku berharap saat kau bangun nanti, kau bisa menarik kembali semua kata-katamu. Selamat malam, Sayang.” Ujar Tae Hee lembut seraya menyentuh pelah lengan Ja Eun yang tersembunyi di balik selimut. Dia melangkah meninggalkan kamar itu setelah sebelumnya memungut cincin Ja Eun yang dilemparnya ke lantai.

    Setelah mendengar pintu tertutup, Ja Eun mulai menangis pelan. Hatinya perih saat melihat suaminya berciuman dengan wanita lain. Dia memang tidak ingat apapun soal suaminya. Tapi entah kenapa hatinya sangat sakit dan merasa terkhianati saat melihatnya mencium wanita lain di hadapannya, dia merasa sangat... cemburu.

      Ja Eun memegang dadanya sendiri dan terkejut.
     “CEMBURU? Aku menangis dan marah karena aku cemburu? Tidak mungkin!” bantah Ja Eun dalam hati.

    “Tidak mungkin aku cemburu! Aku hanya marah karena aku merasa di khianati. Dia bilang dia mencintaiku tapi dia malah mencium wanita lain di hadapanku. Menyebalkan!” batin Ja Eun kesal. Tapi teringat sikap dan ciuman lembut Tae Hee padanya, benar-benar membuat Ja Eun bingung dan tak mengerti.

    “Ada apa dengan hatiku? Aku marah melihatnya mencium wanita lain. Aku ingin dia hanya memperhatikan aku, dan aku takut dengan kenyataan mereka benar-benar berselingkuh di belakangku lalu dia akan meninggalkan aku. Baek Ja Eun, apa kau sudah jatuh cinta padanya?” Ja Eun semakin bingung dengan apa yang dirasakannya. Saat dia sedang sibuk berpikir, sebuah suara merusak imajinasinya.

     “Unnie, apa kau sudah tidur?” tanya suara itu. Yui, si pemilik suara perlahan masuk ke dalam ruangan. Ja Eun menurunkan selimut yang menutupi wajahnya dan duduk bersandar di kepala ranjang lalu menjawab pelan.

      “Aniyo. Kenapa malam-malam kemari? Apa kau sendiri tidak tidur?” tanya Ja Eun pada adik kembarnya.
    “Kudengar dari kakak ipar kau ingin bercerai dengannya. Apa itu benar?” tanya Yui hati-hati. Ja Eun mengangguk pelan lalu kemudian mulai menangis lagi.

     “Dia mengkhianatiku. Dia berselingkuh dengan wanita lain di belakangku.” Jawab Ja Eun sedih.
      “Apa kau sudah dengar penjelasan Kakak ipar?” tanya Yui pengertian.
      “Aku tak mau mendengar penjelasannya.” Jawab Ja Eun keras kepala.
    “Bagaimana jika dia dijebak? Bagaimana jika seandainya itu hanya kebohongan yang dikarang Lee Seung Mi?” tanya Yui langsung tepat sasaran.

     “Aku tak mengerti. Aku melihat sendiri mereka berciuman.” Sahut Ja Eun bingung. Yui tersenyum menenangkan lalu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Ja Eun.

     “Mereka bukan berciuman! Yang lebih tepat adalah kalau gadis itu yang mencium Kakak Ipar, sengaja untuk membuatmu cemburu lalu menceraikannya. Unnie, kau harus lihat ini lebih dulu sebelum memutuskan sesuatu yang mungkin akan kau sesali.” Ujar Yui sayang lalu memilihkan sebuah folder untuknya.

Ojakgyo Farm..
    “Tae Hee-ah, kau pulang? Ibu pikir kau akan bermalam di Rumah Sakit lagi untuk menjaga Ja Eun.” Tanya Ibunya bingung. Tae Hee hanya tersenyum kecil lalu menjawab singkat “Dia bilang aku sebaiknya pulang untuk istirahat sebentar.” Tae Hee berbohong karena tidak ingin membuat ibunya cemas.

    Tapi Hwang Tae Phil melihat ada sesuatu yang tidak benar dari sikap kakaknya. Dia memutuskan untuk bertanya pada Tae Hee yang sebenarnya. Tae Phil mendatangi Tae Hee di kamarnya. 


     Saat Tae Phil masuk ke dalam kamar, dia melihat Tae Hee sedang duduk termenung di lantai kamar dengan wajah kusut dan kacau. Dia memandang fotonya dan Ja Eun dengan airmata menetes pelan. Tae Hee menyentuh foto Ja Eun sambil tersenyum miris pada dirinya sendiri.


     “Aku rindu kau yang dulu. Ja Eun-ah, benarkah kau tak mau memberiku satu kesempatan lagi? Saranghae..Jeongmal Saranghae!” ujar Tae Hee lirih sambil menangis pedih. Tae Phil hanya bisa melihat dengan sedih keadaan kakaknya, dia tahu pasti ada yang tidak beres sedang terjadi diantara mereka.

     “Ada apa? Sesuatu yang buruk terjadi kan? Katakan padaku ada apa? BUkankah selama ini aku yang selalu memberimu saran jika soal wanita?” Tanya Tae Phil, mencium ketidak beresan. Melihat adiknya yang begitu perhatian. AKhirnya Tae Hee memutuskan untuk menceritakan semuanya.

   “MWO? LEE SEUNG MI memang gila.Tapi Hyung, Ja Eun tidak boleh begitu saja menceraikanmu tanpa mendengar dulu penjelasanmu.” Protes Hwang Tae Phil

    “Dia bahkan tak mau melihat wajahku. Aku tak bisa bayangkan bagaimana jadinya hidupku tanpa Ja Eun. Membayangkannya saja hatiku sangat sakit.” Ujar Tae Hee lemah dan pedih.

     “Istrimu sangat cantik dan seksi. Aku yakin jika kau menceraikannya, tak butuh waktu lama pasti ada banyak pria yang akan mengejarnya dan menawarkan diri mereka untuk menggantikanmu. Ini tidak bisa! Jangan ceraikan dia apapun yang terjadi. Jika kau memang mencintainya, jangan pernah lepaskan dia apapun yang terjadi!” usul Tae Phil.

      “Lalu apa yang harus kulakukan, Tae Phil?” Tae Hee bertanya putus asa.
   “Memohonlah..Berlututlah jika perlu. Minta ampun padanya. Minta dia memukulku, menghukummu atau lakukan apapun yang dia sukai untuk membalasmu asal jangan sampai dia menceraikanmu. Ingatlah anak kalian, Hyung! Tae Eun tak bersalah. Tak adil rasanya jika dia harus hidup terpisah dari orang tuanya.” Ujar Tae Phil terlihat prihatin.

     “Benar. Ja Eun bilang dia ingin pergi membawa Tae Eun bersamanya. Aku tak tahu harus berbuat apa. Dia sudah melupakan aku sekarang, tak ada cinta untukku lagi dalam hatinya, dan tiba-tiba saja Lee Seung Mi datang membuat kekacauan. Baguslah! Ini semakin memberinya alasan yang kuat untuk menceraikan aku.” Jawab Tae Hee lirih, dia benar-benar seperti orang linglung.

      “Jangan menyerah! Jangan lepaskan dia! Walau dilihat dari sudut manapun kaulah yang bersalah, tapi kau tetap tidak boleh melepaskannya. Besok datanglah ke Rumah Sakit dan bujuk dia lagi. Ja Eun gadis yang baik, dia pasti mengerti. Memohonlah padanya! Jangan sampai kalian bercerai, karena jika itu terjadi, Tae Eun-lah yang akan menjadi korban atas semua ini. Jangan biarkan Lee Seung Mi menang! Semangatlah, Hyung!” ujar Tae Phil memberi semangat.

      “Arraseo.. Gomawo Tae Phil-ah.” Jawab Tae Hee pelan, berterima kasih pada adiknya walau masih hatinya masih di penuhi kegalauan. Tidak bisa tidur, Tae Hee memutuskan untuk kembali ke Rumah Sakit dan menunggu di sana. Tae Hee berdiri memandangi putrinya dari balik kaca ruang perawatan bayi dan menatap putrinya dengan sedih.

     “Ayah tak sanggup kehilanganmu, apalagi harus kehilangan ibumu. Tae Eun-ah, apa yang harus ayah lakukan agar ibumu mau memaafkan ayah?” ujar Tae Hee lirih seraya menatap putrinya yang sedang tidur dari balik jendela kaca. Tae Hee tak menyadari jika Ja Eun diam-diam melihatnya dari balik pilar penyangga.

     Ja Eun juga tak bisa tidur malam itu, dia sangat merindukan putrinya, itu sebabnya dia diam-diam keluar dari kamar seorang diri hanya untuk memandang putrinya dari kejauhan, saat tak sengaja dia melihat Tae Hee lebih dulu datang dan bicara sendiri di depan ruang kaca itu. Ja Eun semakin merasa bersalah pada suaminya. Dia sudah melihat video rekaman yang ditunjukkan Kim Yui padanya, dia tahu suaminya tak bersalah. Tapi kenyataan bahwa mereka pernah berciuman sebanyak 3 kali benar-benar melukai hatinya.

"Aku tak tahan melihatmu mencium wanita lain di hadapanku. Rasanya sangat sakit sekali, hingga aku tak sanggup bernapas. Ahjussi, aku harus bagaimana?” batin Ja Eun sedih saat memandangi Tae Hee dari balik pilar. Mendadak percakapannya dengan Yui beberapa jam yang lalu terngiang lagi dalam otaknya.

Flashback... 
        “Unnie, apa kau yakin kau akan menceraikannya? Dia sangat mencintaimu dan juga putri kalian. Tidak adil rasanya jika karena kau tak ingat dia lalu kemudian menceraikannya. Apa kau tega membiarkan Tae Eun tumbuh tanpa seorang Ayah? Apa Unnie tahu bagaimana sedihnya itu? Aku tumbuh besar tanpa kasih sayang Ayah dan Ibu, saat di panti asuhan mereka selalu menghinaku. Seorang anak perempuan membutuhkan ayah mereka untuk melindungi mereka. Kau tidak ingin Tae Eun juga merasakan apa yang kurasakan, benarkan? Kau juga tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu, kau juga pasti merasa kesepian kan? Apa kau tega merampas kebahagiaan itu dari tangan putrimu? Tae Eun tak bersalah, jangan jadikan dia korban.” Ja Eun mengenang ucapan adiknya.

“Tapi dia mencium wanita itu.” Ja Eun ingat dia memprotes keras. 
“Lebih tepatnya wanita itu yang memaksa menciumnya. Kakak Ipar tidak bersalah! Kau lihat sendiri rekamannya kan? Kenapa kau begitu marah melihat mereka berciuman walaupun kau tahu itu hanya salah paham?” pancing Yui curiga.

“Tentu saja aku marah. Aku istrinya. Walau aku tak ingat apa-apa, tapi aku merasa dia mengkhianatiku. Aku tak suka melihatnya mencium wanita lain selain aku. Tidak perlu dia dipaksa atau dengan kemauannya sendiri.” Ja Eun masih marah dan bicara dengan anda tinggi.

“Unnie, apa mungkin kau sudah jatuh cinta padanya lagi? Itu sebabnya kau begitu marah saat melihatnya berciuman dengan wanita lain?” pancing Yui iseng. 
“Mana mungkin aku jatuh cinta padanya? Sudah ku bilang aku tak ingat apapun tentang dia.” Sangkal Ja Eun walau hatinya berdetak tak tenang.

“Tidak ingat bukan berarti kau tidak mencintainya. Otakmu mungkin tidak bisa mengingatnya, tapi aku yakin hatimu pasti bisa merasakannya. Unnie, tolong jangan lakukan sesuatu yang akan menyakiti dirimu sendiri, suamimu dan juga anakmu. Jangan lakukan sesuatu yang kelak akan kau sesali. Jangan buat Tae Eun merasakan apa yang kurasakan, karena itu sangat menyakitkan sekali. Itu saja saranku! Aku pulang dulu. Besok aku akan datang lagi menjengukmu.” Ujar Kim Yui tulus lalu memeluk kakaknya sebelum akhirnya berpamitan pulang.
 
End Of Flashback..

Ja Eun menoleh sekali lagi pada suaminya yang masih berdiri memandang putri mereka dengan sedih sebelum kemudian melangkah kembali ke kamarnya. Semalaman dia terdiam dan berpikir, memikirkan ucapan Yui, kejadian dengan Lee Seung Mi, sikap dan kehangatan Tae Hee serta tentang putri mereka. Ja Eun teringat bagaimana gembiranya Tae Hee saat bicara soal putri mungilnya, memandikannya, memakaikannya baju, sepatu, bando dan mengajaknya berjalan-jalan di taman. Mendadak dia teringat masa kecilnya saat bersama ayahnya.

Bagi Ja Eun yang tak punya seorang Ibu, seorang Ayah sangat berarti melebihi apapun baginya. Dia ingat dia begitu bahagia saat ayahnya menjemputnya ke sekolah dan mengajaknya berjalan-jalan di taman, membelikannya hadiah, permen, kue dan merayakan ulang tahunnya. 

Ja Eun menangis sedih. Dia merasa dirinya sangat jahat jika sampai merampas kebahagiaan memiliki seorang Ayah dari tangan putrinya sendiri. Dia teringat adik kembarnya yang tumbuh kesepian tanpa ayah dan ibu di panti asuhan, Ja Eun tersadar betapa beruntungnya dirinya, setidaknya dia masih memiliki seorang ayah yang selalu menjaga dan melindunginya. Tapi lihat Yui, dia tidak memiliki siapa-siapa.

“Apa kau tega membiarkan Tae Eun tumbuh tanpa seorang Ayah? Apa Unnie tahu bagaimana sedihnya itu? Aku tumbuh besar tanpa kasih sayang Ayah dan Ibu, saat di panti asuhan mereka selalu menghinaku. Seorang anak perempuan membutuhkan ayah mereka untuk melindungi mereka. Kau tidak ingin Tae Eun juga merasakan apa yang kurasakan, benarkan?” ucapan Yui kembali terngiang di kepalanya.

“Jangan lakukan sesuatu yang akan menyakiti dirimu sendiri, suamimu dan juga anakmu. Jangan lakukan sesuatu yang kelak akan kau sesali.” Kembali, ucapan Yui terngiang.

Ja Eun sampai di kamarnya lalu membuka lemari pakaian tempat hadiah-hadiah untuk Tae Eun disimpan. Dan memang benar, disana ada banyak sekali baju-baju mungil, sepatu mungil, boneka, bantal dan guling mungil, bando dan perlengkapan bayi yang banyak sekali. Ja Eun menyentuh barang-barang itu dan memeluknya erat.

“Tae Eun, Tae Hee dan Ja Eun.. Sepertinya bagus juga, benarkan?” Ja Eun teringat ucapannya sendiri tadi siang. Sebuah perasaan hangat menjalar di dadanya saat teringat nama itu, Ja Eun tersenyum seraya memeluk sebuah boneka beruang yang lucu.

Saat Ja Eun sedang mengagumi hadiah-hadiah lucu untuk Tae Eun, Tae Hee hanya bisa menunggu di ruang tunggu dengan hati yang tak menentu. Dia menggenggam erat cincin pernikahannya yang sekarang di kaitkan ke dalam rantai kalung dan memeluknya erat di dadanya sambil menangis. Sejak Ja Eun mengajukan gugatan cerai padanya, dia menolak mengenakan cincin kawinnya dan melemparkannya ke lantai dengan marah. Tae Hee memungut kalung itu dengan perasaan hancur dan akhirnya meletakkan cincin itu di kalungnya.


“Aku sangat berharap, aku bisa kembali menyematkan cincin ini di jarimu.” Batinnya sedih. Tapi Tae Hee tak menyerah. Dia bertekad besok pagi, dia akan memperbaiki semuanya. Berltut jika itu memang perlu.


The Next Morning..
Ja Eun terbangun dengan suara peralatan makan yang berbenturan. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan segera duduk di atas tempat tidurnya sambil mencari sumber suara. Akhirnya dia menemukan sumber suara itu berasal. Di meja makan yang terletak di tengah kamar, Ja Eun melihat Tae Hee sibuk menyiapkan sarapan untuknya.

“Ahjussi, apa yang kau lakukan pagi-pagi begini?” tanya Ja Eun bingung saat melihat suaminya memakai celemek dan sibuk mondar mandir.

“Selamat pagi, Ja Eun-ah. Bagaimana tidurmu semalam? Apa kau tidur dengan nyenyak? Aku sudah siapkan sarapan pagi untukmu. Kau suka pasta kan? Aku sudah siapkan pasta special dengan segelas susu.” Ujar Tae Hee lalu meletakkan makanannya di troli dan mendorongnya ke tempat tidur Ja Eun.

“Pasta? Dengan segelas susu?” Ja Eun terlihat bingung dengan menu yang disiapkan Tae Hee untuknya.

“Nde. Saat kencan di restoran, kau selalu memesan menu pasta. Apa kau ingat? Itu adalah hari saat kau minta pernikahan kita dipercepat. Tapi sayang kau belum boleh minum wine atau anggur, jadi aku siapkan susu sebagai gantinya.” Ujar Tae Hee penuh perhatian.

Pasta. Ja Eun berpikir, kejadian ini sepertinya tidak asing. Lalu sekelebat kenangan muncul dalam otaknya. Saat itu mereka memang berkencan di sebuah restoran mewah, persis dengan apa yang dikatakan Tae Hee barusan.


     “Waeyo? Kenapa kita tidak menikah di bulan april saja?” tanya Ja Eun saat itu dengan polosnya.
      “Ahh..Itu karena Ibu bilang pernikahan kita harus berjarak 2 bulan dari pernikahan Kakak.” jawab Tae Hee menjelaskan alasannya.       “Ahh.. Benar. 2 bulan.” Jawab Ja Eun salah tingkah.
     “Apa kau ingin secepatnya menikah? Haruskah ku katakan pada Ibu kalau kau ingin cepat-cepat?” tanya Tae Hee, mengerti jika tunangannya sepertinya tak sabar.
       “Ah tidak..Aku hanya bertanya.” Jawab Ja Eun malu-malu sambil tersenyum.
       “Aku juga tidak sabar ingin segera menikah.” Jawab Tae Hee pengertian.
    "Baiklah. Kalau begitu, kau katakan saja pada Ahjumma.” Jawab Ja Eun sambil tersenyum senang.

      “Ja Eun-ah, kau kenapa? Makanannya sudah siap. Ayo kita makan!” suara Tae Hee yang mengajaknya makan spontan membuyarkan lamunannya. Ja Eun tersadar jika tadi itu adalah kenangannya yang hilang. Tae Hee benar, mereka memang saling mencintai. Ja Eun menatap Tae Hee lekat, dan akhirnya dia pun mengambil keputusan dalam hati.

     “Aku tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Ayahku meninggal dalam tabrak lari dan ibuku meninggalkan aku dan menikah dengan pria lain saat usiaku 4 tahun. Sejak itu, paman dan bibiku mengangkatku sebagai anak. Walau mereka sangat menyayangiku seperti anak kandung mereka sendiri tapi tetap saja itu tidak sama, di dalam hatiku tetap ada sebuah lubang besar yang tidak dapat disembuhkan. Itulah sebabnya, sejak kita menikah, sejak aku tahu kau hamil, aku bersumpah pada diriku sendiri akan selalu melindungi kalian, menjaga kalian, merawat kalian dan takkan pernah meninggalkan kalian apapun yang terjadi. Kau dan anak kita adalah hal yang paling penting dalam hidupku saat ini. Tidak peduli laki-laki atau perempuan, selama mereka adalah anakku, aku akan menyayanginya setulus hatiku. Aku tidak mau anakku merasakan apa yang kurasakan, merasakan sakitnya hidup tanpa kasih sayang orang tua, khususnya seorang Ayah.” Tae Hee tiba-tiba menceritakan kisah hidupnya dengan setetes air jatuh dari matanya, seraya menyodorkan piringnya pada istrinya.

    Ja Eun terharu mendengar setiap kata-katanya, dia bisa melihat ada ketulusan dalam setiap kalimat yang diucapkan pria itu.
     “Ahjussi, kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?” tanya Ja Eun canggung. 
 
     “Aku tak ingin ada rahasia diantara kita. Sebelum hilang ingatan, kau sudah tahu semua itu. Tapi karena sekarang kau tak ingat apapun, maka aku putuskan untuk kembali memperkenalkan diriku. Aku tidak ingin kau merasa bagaikan hidup dengan orang asing yang tidak kau kenal.” Jawab Tae Hee jujur dan tulus.

    “Nona Baek Ja Eun, biarkan aku memperkenalkan diriku sekali lagi. Aku Hwang Tae Hee, pria yang sudah bersumpah akan selamanya mencintaimu dan menghabiskan sisa hidupnya bersamamu. Apa kabar? Senang berkenalan denganmu.” Ujar Tae Hee dengan formal, dia berdiri tegak di hadapan Ja Eun dan menyodorkan tangannya mengajak bersalaman. Ja Eun mau tak mau tertawa geli melihat suaminya. Dia meraih tangan itu dan mereka pun bersalaman.

      “Apa kabar Tuan Hwang Tae Hee. Aku Baek Ja Eun. Senang mengenalmu. Aku harap kau bisa membantuku menggali kembali apa yang telah hilang dariku. Maaf karena mungkin setelah ini aku akan lebih merepotkanmu.” Jawab Ja Eun, memperkenalkan dirinya sekali lagi.

    “Aku berharap kau akan selalu merepotkan aku. Aku tidak keberatan direpotkan olehmu.” Jawab Tae Hee sambil tersenyum manis dan menjabat tangan Ja Eun. Sesaat jantung Ja Eun berhenti saat melihat senyuman di wajah Tae Hee. Tiba-tiba tanpa diduga, Tae Hee menarik tangan Ja Eun dan memeluknya erat dan hangat.

    “MIANHE.. JEONGMAL MIANHE.. Kau boleh menghukumku. Kau boleh memukulku. Kau boleh menendangku. Kau juga boleh membunuhku jika itu membuatmu puas, tapi tolong jangan tinggalkan aku, Ja Eun-ah. Jangan pisahkan aku dari putriku dan istriku yang kucintai. Karena jika kau lakukan itu, itu sama halnya dengan menikam jantungku dengan belati. Hukum aku sesukamu, tapi jangan pernah ucapkan perceraian padaku. Saranghae! Jeongmal Saranghae!” Ujar Tae Hee memohon, suaranya terdengar gemetar karena menahan emosi dalam hatinya. Dia memeluk Ja Eun semakin erat, Ja Eun bisa merasakan tubuh Tae Hee gemetar hebat.

     “Ahjussi..” Ja Eun tak mampu berkata-kata. Hatinya sedang dilanda badai yang hebat.
   “Tidak ingat bukan berarti kau tidak mencintainya. Otakmu mungkin tidak bisa mengingatnya, tapi aku yakin hatimu pasti bisa merasakannya.” Kembali, ucapan Yui terngiang di kepalanya.

     “Bagiku, keluarga adalah harta yang paling berharga. Aku ingin anak-anakku bisa tumbuh dalam limpahan kasih sayang orang tuanya, kau dan aku. Bukankah kau juga tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu? Kau pasti tidak ingin anakmu juga merasakan apa yang kau rasakan, benarkan? Karena kau tahu benar bagaimana tidak enaknya itu.” Tae Hee berhenti sejenak kemudian melepaskan pelukannya dan meletakkan kedua tangannya di pundak istrinya dan berkata lembut penuh cinta.

    “Jadi Ja Eun-ah, demi anak kita, beri aku satu kesempatan. Aku tahu sekarang kau masih tidak bisa mengingat apa-apa, kau tak ingat kita pernah saling mencintai, kau tak ingat kita pernah pacaran, kau tak ingat kita pernah menikah dan bahkan aku tahu kau juga tak ingat pernah mengandung dan melahirkan Tae Eun, benarkan?” tanya Tae Hee dengan lembut.

    Ja Eun mengangguk dan menjawab pelan “Nde, aku tak ingat apapun.” Jawabnya merasa bersalah. Tae Hee tersenyum dalam kesedihannya.

   “Kwenchana. Aku tidak minta kau mengingatnya sekarang. Aku takkan memaksamu mengingatnya. Yang aku minta hanya agar kau memberiku satu kesempatan. Sekali saja. Biarkan aku mengembalikan ingatanmu yang hilang, ijinkan aku kembali menciptakan kenangan indah bersamamu yang kini sudah kau lupakan. Sekarang bukan hanya ada kau dan aku, tapi ada seorang anak di tengah-tengah kita. Kau, tidak ingin anakmu tumbuh tanpa seorang Ayah kan? Aku tak bisa kehilanganmu, lebih tidak bisa jika harus kehilangan Tae Eun. Kalian berdua sangat berarti dalam hidupku. Jika kau meninggalkan aku dan membawa Tae Eun pergi, itu sama saja dengan kau menyuruhku mati.” Ujar Tae Hee putus asa.

    “Tapi soal Lee Seung Mi..Dia bilang kalian pernah berciuman dan kemarin aku juga melihat kalian berciuman di depan mataku. Apa maksudnya itu? Kau bilang kau mencintaiku dan anak kita, tapi kau malah berciuman dengan wanita lain di depan istrimu sendiri. Kau mengkhianatiku, Ahjussi !! Bagaimana dengan itu?” Ja Eun memprotes keras.

     “Aku tahu aku salah. Tapi aku sudah mengusirnya pergi. Aku berjanji takkan ada wanita lain yang boleh mendekatiku, selain istriku dan keluargaku, aku takkan dekat-dekat dengan wanita lain. Kau boleh menghukumku, apapun itu, akan ku lakukan untukmu.” Jawab Tae Hee serius seraya menatap dalam-dalam mata Ja Eun.

    “Apapun itu? Bahkan bila aku memintamu melompat dari jendela itu?” tantang Ja Eun usil.

   “Baik. Jika kau ingin melihatku melompat dari jendela itu, akan kulakukan. Tapi berjanjilah, kau tidak akan lagi bicara soal perceraian. Aku tak mau bercerai, tidak sekarang, besok, atau selamanya.” Jawab Tae Hee lalu bangkit berdiri dan melangkah keluar jendela. Ja Eun hanya terbengong melihat suaminya benar-benar berjalan kearah jendela dan membuka kusennya.

    “TUNGGU! AHJUSSI, AKU HANYA BERCANDA!” seru Ja Eun panik lalu segera turun dari tempat tidurnya. Tae Hee terdiam tapi tak beranjak dari tempatnya berdiri.

    “Kembalilah! Jika kau tetap berdiri disana, aku akan menceraikanmu.” Ancam Ja Eun sambil cemberut, dan Tae Hee segera berbalik arah, menatapnya dengan penuh tanda tanya.

     “Jadi kau sudah memaafkan aku?” tanya Tae Hee meminta kepastian.
    “Belum. Sedang kupertimbangkan. Bukankah aku belum menjatuhkan hukuman?” canda Ja Eun iseng.

     “Kalau begitu katakan apa hukumannya? Asalkan itu bukan perceraian...” Tae Hee belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Ja Eun sudah lebih dulu memotongnya.

     “Aku menghukummu untuk selamanya di sisiku. Seumur hidup tidak pernah meninggalkan aku. Hanya mencintaiku seorang dan tak boleh ada wanita lain dalam hidupmu selain aku dan keluargamu. Juga, kau harus setia padaku selamanya. Itulah hukumanku untukmu. Apa kau menerimanya, Tuan Hwang Tae Hee?” tantang Ja Eun sambil tersenyum manja.

    Tae Hee tersenyum lega mendengarnya. Ja Eun sudah memaafkannya dan memberinya satu kesempatan. Tanpa pikir panjang dia segera berjalan kearah Ja Eun dan memeluknya hangat dan erat.


  “Aku menerimanya. Aku menerima hukuman itu. Aku akan dengan senang hati menjalaninya. Gomawo Ja Eun-ah.. Saranghae! Saranghaeyo..” ujar Tae Hee dengan terharu lalu menarik wajah Ja Eun dan mencium bibirnya lembut.

     “MY BRAIN MIGHT NOT REMEMBER YOU, BUT MY HEART DOES.” Batin Ja Eun sambil tersenyum bahagia di sela-sela ciuman panasnya dengan suaminya.


Dari balik pintu kamar, Kim Yui memandang bahagia kakaknya. Dia senang karena akhirnya kakaknya mendengar semua yang dikatakannya.

“Itu baru benar, kakak! Kau harus hidup dengan bahagia.” Doanya tulus sambil menghapus airmatanya haru
   
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads