Highlight for today episode :
Here comes the angst. The last sweet scene before the
tragedy begins. Now the bad time for Tae Hee and Ja Eun begins >_< Tae Hee and Ja Eun suffering trip will start again. They really
make “The Romeo and Juliet Story” to make our main lead suffers. When the wedding bells so near yet so far T_T Aaawww! I already feeling so sad T_T They
really go down the route of
“I-am-falling-in-love-with-the-daughter-of-my-father’s-murderer”.
Tae Hee finally learns of who the suspect in his father’s
hit-and-run case is. I can't bear to see Tae Hee bawl his heart out when
finding the truth. Poor guy T_T The only woman he ever love. Even though part
of my brain is stubbornly insisting that Tae Hee and Ja Eun will never break
up, but I know clearly that it surely will happen.
I know that Tae Hee will still stick to Ja Eun no matter
what is happening with the family even though he’ll be in shock at first, coz
he knows he can’t live without Ja Eun and nobody can fills the hole in his
heart before, until Ja Eun showed up!! So loosing Ja Eun for him it’s just like
committed suicide slowly. Well Ja Eun still did not know how big the impact
that she bring in Tae Hee’s life >_<
------000000-----
Episode 47:
Setelah melihat Hwang Chang Sik duduk seorang diri di dalam
gudang dan meratapi adiknya yang telah meninggal, Park Bok Ja kembali masuk ke
dalam rumah.
Di dalam rumah, Nenek sudah bersiap untuk tidur, sambil
mengatur sendiri alas tidurnya, Nenek tampak bicara sendiri dengan gembira,
“Sekarang aku mengerti kenapa Ja Eun tiba-tiba saja muncul dalam kehidupan kami
begitu saja. Itu karena dia ditakdirkan untuk menjadi bagian dari keluarga ini,
untuk menjadi istri Tae Hee,” ujar Nenek dengan hati gembira.
Park Bok Ja kemudian datang mengunjungi ibu mertuanya seraya
membawakan air minum bila Nenek merasa haus di tengah malam. Saat berjalan
masuk, Park Bok Ja mendengar ibu mertuanya bicara sendiri.
“Apa Ibu sedang mengatakan sesuatu tadi?” tanya Park Bok Ja
ingin tahu apa yang membuat ibu mertuanya begitu gembira hingga berceloteh
sendiri dan tersenyum-senyum sendiri di tengah malam seperti ini.
(Takut Ibu Mertuanya kesambet kale ya? Hahaha ^^ Aslinya
Nenek ini sudah senang banget saat mengetahui pacar Tae Hee adalah Ja Eun,
karena dia juga menyayangi Ja Eun seperti cucunya sendiri, tapi ya karena kasus
jadinya…udahlah. Dibaca aja sinopsisnya yang beberapa episode mendatang bakal
banjir air mata T_T)
“Aku sedang bicara tentang Ja Eun,” jawab Nenek dengan
senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya.
Nenek kemudian menggenggam tangan Park Bok Ja dan berkata
dengan nada penuh harap, “Jika kau dan aku bergandengan tangan dan bekerja sama
seperti ini, kita bisa mempercepat pernikahan anak-anak,” usul Nenek dengan
gembira dan mata berbinar. Dia tak sabar ingin segera melihat Tae Hee menikah.
“Ibu, anak-anak belum lama pacaran, biarkan mereka menikmati
masa-masa pacaran lebih dulu,” ujar Park Bok Ja, menolak halus permintaan ibu
mertuanya.
“Walaupun mereka baru saja pacaran, namun mereka sudah lama
saling mengenal. Dan juga, usiaku sekarang sudah 81 tahun, aku tidak tahu apa
yang akan terjadi di hari esok, jadi kita harus bertindak cepat,” ujar Nenek
dengan tak sabar. (Percayalah, Tae Hee dan Ja Eun serta penonton juga tidak
sabar, tapi masalahnya ini belum waktunya >_<)
“Ibu akan hidup dan sehat hingga sepuluh tahun ke depan,
jadi jangan khawatir. Apalagi sekarang umur Ja Eun masih 25 tahun, Ibu.” Sahut
Park Bok Ja, masih membujuk ibu mertuanya untuk menunda pernikahan Tae Hee dan
Ja Eun.
“Apa kau tidak memikirkan Tae Hee? Usia Tae Hee sekarang
sudah 31 tahun. Bahkan bila kau menyuruhnya untuk menikah besok, Tae Hee pasti
akan melakukannya dengan senang hati, jadi kenapa kau seperti ini? Apa karena
Tae Hee adalah anak orang lain?” sergah Nenek kesal pada Park Bok Ja.
“Ibu, setiap kali ibu mengatakan itu, hatiku sangat sakit
mendengarnya,” ujar Park Bok Ja, merasa terluka.
“Kalau begitu pandanglah Tae Hee dan aku. Bagaimana bisa kau
bicara seperti itu? Bila aku meninggalkan dunia ini tanpa menemukan pasangan
yang tepat untuk Tae Hee, bagaimana bisa aku menatap wajah Chang Woon?” seru
Nenek emosi.
“Ibu, Ibu akan berumur panjang jadi tidak perlu khawatir,
Ibu. Lagipula Tae Shik yang harus lebih dulu menikah, bukan Tae Hee. Kita tidak
bisa apa-apa tentang Tae Bum waktu itu karena Soo Yeong sudah terlanjur hamil,
tapi Tae Hee berbeda. Jika Tae Hee menikah lebih dulu dan melangkahi kakaknya,
itu tampak tidak pantas, Ibu. Aku berjanji setelah Tae Shik menikah lebih dulu,
Tae Hee akan segera menyusul setelah itu, jadi sabarlah menunggu sebentar lagi.
Biarkan mereka bekerja meraih mimpi mereka lebih dulu dan menikmati masa-masa
pacaran mereka,” ujar Park Bok Ja, terdengar masuk akal.
Nenek berdehem kesal
namun tidak mengatakan apa-apa karena yang dikatakan Park Bok Ja memang
benar adanya.
Setelah menenangkan Ibu mertuanya, Park Bok Ja keluar dari
kamar Nenek dan kembali ke kamarnya sendiri.
“Aku sudah mengatakan pada Ibu kalau Tae Shik harus menikah
lebih dulu dan membiarkan anak-anak itu menikmati masa pacaran mereka,” ujar
Park Bok Ja melaporkan hasil diskusinya dengan nenek.
“Aku minta maaf dan terima kasih banyak,” ujar Park Bok Ja
pada suaminya.
(Sebenarnya kalau dipikir lagi, mengulur waktu pun tak ada
gunanya. Membiarkan mereka pacaran hingga 3 atau 4 tahun baru kemudian dipaksa
putus malah jauh lebih kejam karena perasaan Tae Hee dan Ja Eun sudah tumbuh
semakin kuat. Rahasia ini ibarat bom waktu yang hanya tinggal menunggu
waktunya, kapan akan meledak)
Keesokan harinya, seluruh keluarga berkumpul untuk merayakan
hari ulang tahun Park Bok Ja. Tae Shik menyalakan lilin di atas kue ulangtahun
dan mereka semua menyanyikan lagu ulangtahun untuk Park Bok Ja secara
bergantian.
Setelah menyanyikan lagu ulang tahun tersebut, Tae Shik
menyuruh ibunya untuk meniup lilin tersebut dan memberikannya ucapan selamat.
Semua orang bergantian memberi Park Bok Ja ucapan selamat.
Park Bok Ja berterima kasih pada mereka semua. Lalu semua
orang mulai memberikan hadiah mereka. Guksu memberikannya sebuah kartu ucapan
selamat ulangtahun yang berisi gambar seorang wanita tua yang dia gambar
sendiri.
“Eomma, aku menyiapkan sesuatu yang paling Eomma sukai. Uang
tunai,” ujar Tae Phil seraya memberikan kepada Park Bok Ja amplop yang berisi
uang tunai.
“Kau tidak perlu melakukan itu, Maknae-ah,” ujar Park Bok
Ja, sok-sok’an menolak namun tetap mengambilnya, kemudian melanjutkan
kalimatnya, “Berapa isi amplop ini?” lanjut Park Bok Ja dengan nada menggoda
Tae Phil yang membuat semua orang tertawa.
Tae Shik berkata bahwa dia meminta maaf karena hanya mampu
membelikan kue ulangtahun sebagai hadiah ulangtahun ibunya tahun ini.
Kemudian Nenek bertanya kenapa Tae Hee dan Ja Eun tidak
memberikan apa pun?
“Ja Eunie, Tae Hee-yya, kenapa kalian tidak memberikan hadiah?”
tanya Nenek penasaran.
Tae Hee tersenyum dan berkata, “Aku sudah memberikan
hadiahku pada Ibu lebih awal,” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis.
“Aku juga, Nenek. Aku sudah memberikannya lebih awal,” Ja
Eun menimpali ucapan kekasihnya dengan senyuman manis yang sama.
“Apa yang kalian berikan? Kenapa harus memberikannya lebih
awal?” tanya Nenek penasaran.
“Menantuku, apa itu sesuatu yang luar biasa?” tanya Nenek
kepo.
“Hanya sebuah tas, Ibu.” Sahut Park Bok Ja.
“Kemarin malam Tae Bum dan Soo Yeong menelpon, mereka
mengatakan kalau mereka akan datang untuk makan malam bersama,” lanjut Park Bok
Ja, mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja mereka harus datang karena ini adalah pertama
kalinya Soo Yeong merayakan ulangtahun ibu mertuanya sejak dia menjadi bagian
dari keluarga ini,” ujar Nenek, merasa itu hal yang wajar.
“Karena nanti malam Tae Bum dan Soo Yeong akan datang, jadi
kita bisa mengambil foto keluarga bersama. Ini adalah hadiahku untukmu,
menantuku. Sebuah foto keluarga,” lanjut Nenek lagi.
“Foto keluarga, Nenek?” ulang Tae Shik.
“Tentu saja. Karena Guksu dan Soo Yeong telah bergabung
dalam keluarga ini jadi sudah tentu kita harus membuat foto keluarga yang baru
untuk digantung di dinding rumah. Karena semua orang sangat sibuk jadi aku
tidak sempat membahasnya, itulah sebabnya aku ingin melakukannya sekarang
karena kurasa ini waktu yang tepat. Kita semua harus pergi dan membuat foto
keluarga bersama-sama,” ujar Nenek mengatakan keinginannya.
“Itu ide yang bagus, Nenek. Guksu pasti sangat senang
mendengarnya,” sahut Tae Shik tampak gembira karena akan ada foto keluarga
bersama putranya di dalam foto itu.
“Aku juga merasa itu ide yang bagus, Ibu. Karena kita harus
menambahkan Guksu dan Soo Yeong sebagai bagian dari keluarga kita dan
menggantungnya di dinding rumah,” ujar Park Bok Ja menyetujui usul itu.
“Apakah ada sesuatu yang keluar dari mulutku yang tidak
baik?” tanya Nenek menyombongkan dirinya. (Ada, Nek. Sebentar lagi. Akan ada
hal yang buruk keluar dari mulutmu menyangkut Tae Hee dan Ja Eun >_<)
Nenek kemudian menatap Ja Eun dan mengajaknya ikut serta,
“Ja Eun-ah, ikutlah bersama kami,” ajak Nenek dengan tatapan sayang. Nenek
merasa kalau calon istri Tae Hee harus diikutsertakan dalam momen keluarga
mulai sekarang.
“Aku juga?” ujar Ja Eun, tampak terkejut mendengarnya.
“Tentu saja kau harus ikut. Karena sekarang kau adalah
bagian dari keluarga ini dan tidak bisa pergi ke mana-mana lagi,” sahut Nenek
dengan antusias.
(Dengan kata lain, Ja Eun uda di lock jadi “calon istrinya
Tae Hee” jadi jangan harap Ja Eun bisa bergabung dalam foto keluarga orang
lain, karena Ja Eun adalah calon menantunya Hwang Family, gitu...)
Ja Eun tampak tersenyum gembira mendengar jawaban mendengar
Nenek, namun seketika senyumannya luntur saat dia tak sengaja dengan bertatapan
dengan Hwang Chang Sik.
“Tidak, Nenek. Lain kali saja,” tolak Ja Eun dengan halus dengan masih tersenyum manis.
Jawabannya membuat Tae Hee menatapnya penuh tanya. Tatapan
yang seolah menanyakan, “Kenapa? Kau akan segera menikah denganku dan menjadi
istriku, lalu kenapa menolak berfoto bersama keluargaku?” Ekspresi Tae Hee
seketika berubah khawatir, takut kalau kekasihnya tiba-tiba saja berubah
pikiran dan tidak mau menikah dengannya padahal dia sudah sangat ingin menikah
dengan Ja Eun.
“Kenapa? Kenapa kau tidak mau pergi bersama kami?” Tanya
Nenek, tampak tak senang mendengar penolakan Ja Eun.
“Ja Eun-ssi, pergilah bersama kami,” ajak Tae Shik juga.
“Kenapa kau tidak mau pergi bersama kami? Ini tidak seperti
dirimu,” seru Tae Phil juga, tampak kecewa saat Ja Eun menolak ajakan mereka
untuk berfoto bersama.
Ja Eun hanya tersenyum kaku dan menolak halus sekali lagi,
“Aku akan bergabung lain kali,” ujar Ja Eun sadar diri. Dia berpikir dia akan
bergabung dalam foto keluarga setidaknya 3 atau 5 tahun ini karena untuk saat
ini Hwang Chang Sik tidak menyukainya sebagai menantu karena dia masih terlalu
muda.
Melihat Ja Eun terus menolak dan melihat banyak orang tampak
kecewa mendengar penolakan Ja Eun, Hwang Chang Sik akhirnya mengalah pada suara
terbanyak, “Ja Eun-ah, jangan seperti itu dan ikutlah bersama kami. Karena jika
kau menolaknya, Nenek akan jadi sedih. Pergilah bersama kami,” ajak Hwang Chang
Sik.
Setelah mendengar Hwang Chang Sik memberinya ijin, barulah
Ja Eun berkata, “Baiklah, Nenek. Aku akan ikut,” ujar Ja Eun dengan tersenyum
lega.
“Kau seharusnya mengatakannya sejak tadi,” ujar Nenek,
kembali ke mood gembira karena calon cucu menantu kesayangannya akhirnya ikut
serta dalam foto keluarga.
“Supnya akan menjadi dingin. Mari kita makan, karena Ja Eun
sudah bekerja keras menyiapkan ini semua,” lanjut Nenek, menyuruh semua orang
untuk makan.
“Benar. Aku sudah bekerja keras menyiapkan makanannya, jadi kuharap semua
orang menikmatinya,” ujar Ja Eun dengan antusias.
Setelah mengucapkan salam, “Kami akan menikmati makanannya”,
barulah mereka menyantap makanan yang dimasak oleh Ja Eun sejak tengah malam.
Begitu menyendok makanannya, semua orang di meja makan
membuat ekspresi wajah aneh yang menyiratkan bahwa makanannya tidak enak.
Sementara Ja Eun menatap mereka semua dengan cemas dan gelisah.
“Bagaimana rasa supnya?” tanya Ja Eun dengan ekspresi
khawatir.
(Ja Eun cuma jago bikin bubur aja soalnya. Waktu itu kan
dipuji oleh Nenek dan Ibu. Kalau masakan lain, kayaknya Ja Eun harus berlatih
lagi. Kalau gak, kasian Tae Hee dikasih makan bubur tiap hari sama istrinya
hahaha ^^ Tapi karena Tae Hee type suami bucin istri, pasti Tae Hee lebih milih
beli aja daripada ngerepotin istrinya dan ngerepotin lambungnya juga wkwkwk ^^)
“Halmoni, bagaimana rasa sup rumput lautnya?” tanya Ja Eun
pada Nenek saat tak ada seorangpun yang menjawab pertanyaannya karena sungkan.
“Eeehmmm... Rasanya sangat unik, mungkin karena kau menambahkan
banyak bahan-bahan di dalam supnya,” puji Nenek berbohong. (Nenek gak tega
menyakiti hati calon cucu menantu kesayangannya xixixi ^^)
“Ah, iya. Rasanya sangat unik dan punya ciri khas,” sahut
Tae Shik, menimpali. Sama-sama tidak mau menyakiti hati Ja Eun.
"Apakah supnya cukup? Ada yang mau tambah?” tanya Ja Eun
lagi, dengan tatapan mata polos dan terlihat tulus.
“Tidak perlu. Ini sudah cukup. Rasanya sangat lezat,” sahut
Tae Hee sambil tersenyum manis, mengatakan kebohongan manis dan memuji masakan
Ja Eun walaupun dia tahu calon istrinya ini tak bisa memasak.
(Gpplah, Tae Hee cari istri yang bisa memahami perasaannya,
bisa membuatnya bahagia dan menyembuhkan hatinya yang terluka, bukan mencari
pembantu atau Koki/Chef. Kalau tujuan Tae Hee nikah agar bisa makan enak, dia
bakal nyari Juara MasterChef Korea atau pembantu sekalian, bukan Baek Ja Eun
yang notabene-nya sejak lahir coprot uda jadi Nona Besar kaya raya yang gak
pernah masuk ke dapur dan cuma tinggal perintah pelayan. Hanya sejak tinggal di
Ojakgyo Farm aja, Ja Eun akhirnya belajar hidup jadi rakyat jelata dengan
segala kesederhanaannya. Coba Baek In Ho gak bangkrut, sampai sekarang Baek Ja
Eun juga bakal hidup santai foya-foya menghamburkan uang bapaknya >_< "Banyak kok orang kaya yang jago masak kayak Juara MasterChef Indonesia”. Iya,
tapi kan mereka emang sengaja kuliah masak di “Lee Cordon Blue” karena punya
bakat dan minat masak, jelas beda aliran sama Baek Ja Eun yang bakatnya di
animasi)
Tae Phil tampak ingin memprotes ucapan Tae Hee dan
mengatakan kebenaran kalau masakan Ja Eun gak enak, tapi Tae Hee yang menyadari
itu spontan menatapnya dengan tatapan membunuh dan membuat wajah kesal seraya
memperingatkan Tae Phil melalui telepati, “Tutup mulutmu dan makan saja!”
Setelah memperingatkan Tae Phil, Tae Hee kembali menatap Ja
Eun dan tersenyum penuh cinta pada kekasihnya. Hwang Chang Sik melihat Tae Hee
dengan pandangan resah.
Setelah sarapan, Park Bok Ja pergi ke gudang karena ingin
memberi makan bebek-bebek mereka. Dia bergumam pelan, “Semuanya akan baik-baik
saja. Setelah waktu berlalu, semuanya akan baik-baik saja,” gumam Park Bok Ja,
seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri.
Tak berapa lama kemudian, Tae Hee masuk ke dalam gudang, “Aku
datang untuk membantu memindahkan serbuk gergaji dan pakan bebek sebelum aku
berangkat kerja,” ujar Tae Hee menjelaskan pada ibunya.
“Apa Ja Eun yang menyuruhmu untuk datang kemari?” tanya Park Bok Ja
ingin tahu. Karena Ja Eun harus mencuci piring jadilah Park Bok Ja yang memberi
pakan bebek-bebek itu.
“Tidak. Aku selalu datang membantu Ja Eun setiap dua atau
tiga hari sekali, karena aku takut kalau Ja Eun kehabisan serbuk gergaji atau
pakannya sementara dia tidak kuat mengangkatnya,” jawab Tae Hee dengan jujur.
(Jadi dengan kata lain, Tae Hee selalu datang membantu ayang
pacar walau tanpa diminta sekali pun. Ngebantu atau sekalian pacaran bentar,
Tae Hee? Jangan-jangan bantunya cuma modus ya? Hehehe ^^)
“Apa aku harus memindahkan semuanya?” tanya Tae Hee seraya
menunjuk dua karung besar serbuk gergaji dan dua karung besar pakan bebek yang
ada di hadapannya.
“Cukup pindahkan masing-masing satu saja,” sahut Park Bok
Ja. Tae Hee mengangguk kemudian memindahkannya sesuai dengan request sang ibu.
Setelah memindahkannya ke dalam troli, Park Bok Ja
memberikan sebuah pertanyaan yang cukup pribadi pada Tae Hee.
“Tae Hee-yyaa, apa yang kau sukai dari Ja Eun? Apa karena
dia cantik?” tanya Park Bok Ja secara tiba-tiba, pertanyaan yang membuat Tae
Hee tersipu malu.
(Mak, kalau alasannya karena Ja Eun cantik, Tae Hee sudah
langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat pertama kali Tae Hee salah
menangkap Baek Ja Eun dan menyeretnya ke kantor polisi – EP 2. Tapi buktinya
nggak, kan? Tae Hee dan Ja Eun gelut mulu seperti anjing dan kucing setiap kali
mereka bertemu, mereka selalu adu mulut bahkan adu fisik tuh di episode awal.
Tae Hee bahkan membanting Ja Eun dengan kasar ke atas tumpukan serbuk gergaji (EP
4) sementara Ja Eun menampar Tae Hee berkali-kali karena kekasarannya (EP 3, EP
7, EP 8). Tae Hee gak bakal kasar kalau memang dia jatuh cinta karena
kecantikan Ja Eun. Tae Hee tahu dan sadar kalau Ja Eun cantik, tapi bukan itu
yang membuat Tae Hee jatuh cinta setengah mampus pada Ja Eun. Buktinya di EP 10
aja Tae Hee bilang, “Kau hanya bisa mengandalkan wajah cantikmu untuk menarik
perhatian orang lain. Kalau begitu gunakan wajah cantikmu itu untuk mencari
pria kaya dan menikah dengannya. Itu adalah cara tercepat untuk menyelesaikan
masalahmu!” See? Tae Hee tahu dan sadar kalau Ja Eun memang cantik, tapi dia
jatuh cinta bukan karena wajahnya, melainkan sifat dan kepribadiannya. Kalau
karena cantik semata, uda sejak awal jatuh cinta, gak perlu gelut dan adu mulut
terus tuh dua orang >_<)
Melihat putranya hanya tersenyum malu-malu dan tampak
tersipu, Park Bok Ja kembali bertanya, “Ibu hanya penasaran saja. Apakah itu
terlalu pribadi?” tanya Park Bok Ja lagi.
Kali ini Tae Hee menggelengkan kepalanya dan menjawab,
“Tidak,” sahutnya sebelum mulai mencurahkan isi hatinya kepada sang ibu angkat
untuk pertama kalinya tentang gadis yang dia cintai.
“Selama ini, selalu ada sebuah lubang kecil dalam hatiku.
Walaupun ayah dan ibu membesarkan aku dengan kasih sayang yang sama seperti
yang lainnya, tapi tetap saja ada sebuah lubang kecil di dalam hatiku yang tak
mampu terisi oleh apa pun, tidak peduli seberapa besar kalian menyayangiku,”
sahut Tae Hee, menceritakan tentang lubang kecil dalam hatinya.
"Ketika hujan datang, aku bisa merasakan air hujan masuk ke
dalam lubang kecil itu. Ketika angin berhembus kencang, aku juga bisa merasakan
hembusan angin itu masuk ke dalam lubang kecil itu. Walaupun aku selalu
mengatakan pada diriku sendiri agar jangan merasa seperti itu, tapi tetap saja
ada sebuah lubang kecil dalam hatiku yang membuatku merasa hidup dalam kesepian
dan selalu merasa seorang diri selama ini,” lanjut Tae Hee dengan penuh
perasaan saat mengatakannya.
“Tapi sejak aku bertemu Ja Eun, perlahan tapi pasti, lubang
kecil dalam hatiku, perlahan-lahan mulai terisi. Aku tak lagi merasa sepi, aku
tak lagi merasa sendirian di dunia ini. Aku merasa memiliki seseorang yang
mampu memahami hatiku tidak peduli apa pun yang terjadi,” ujar Tae Hee dengan
lembut dan mata berkaca-kaca, dia tersenyum penuh cinta ketika membicarakan
tentang gadisnya.
“Tapi ada juga efek sampingnya dari semua itu, seperti
sekarang, aku bahkan bisa mengatakan hal-hal yang membuat orang merinding geli
seperti ini. Ibu pasti geli mendengarnya, kan?” lanjut Tae Hee lagi sambil
tersenyum canggung.
(Merinding geli karena kalimatnya Tae Hee terdengar terlalu
lebay, alay dan menjijikkan jika diucapkan oleh seorang pria seperti Tae Hee
^^)
Park Bok Ja terlihat terharu dan tersentuh mendengar jawaban
Tae Hee mengenai “lubang” dalam hati Tae Hee yang tak mampu terisi oleh apa pun
dan hanya mampu terisi oleh Ja Eun seorang.
Ditambah lagi, ini pertama kalinya Tae Hee mencurahkan isi
hatinya tanpa dipaksa oleh siapa pun. Tae Hee yang pendiam dan introvert, yang
selalu menyembunyikan perasaannya dengan baik selama 20 tahun hidupnya, kini
malah mencurahkan isi hati dan perasaannya tentang gadis yang dia cintai di
hadapan ibu angkatnya dengan kalimat romantis dan membuat orang merinding geli
mendengarnya, semua orang bisa melihat bahwa Ja Eun memberikan efek positif
yang begitu besar bagi hidup Tae Hee.
“Tidak. Ibu tidak geli mendengarnya. Ibu mengerti perasaanmu.
Justru Ibu sangat senang mendengar ini darimu. Tapi jangan terburu-buru untuk
menikah, karena kakak pertamamu harus menikah lebih dulu dan Ja Eun juga masih
sangat muda,” ujar Park Bok Ja, berusaha membujuk dengan halus agar Tae Hee
tidak terburu-buru untuk menikah.
Tae Hee tersenyum dan mengangguk, “Ya. Apa ada lagi yang
juga perlu dipindahkan?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi.
“Tidak perlu. Ini sudah cukup untuk sekarang,” tolak Park
Bok Ja sambil tersenyum manis pada putra ketiganya.
“Kalau begitu akan kupindahkan sekarang,” sahut Tae Hee
seraya mendorong troli yang berisi serbuk gergaji dan pakan itu ke arah
kandang.
Setelah Tae Hee selesai membantu ibu angkatnya dan Ja Eun
selesai dengan tugasnya mencuci piring, sepasang kekasih itu tampak
berjalan-jalan seraya menggenggam segelas Charamel Macchiato di tangan mereka.
(Nah, kan? Rambut Ja Eun mulai terurai dan bajunya uda balik
modis lagi seperti gadis kaya sejak adegan sarapan di ruang makan. Tahu kan
tandanya apa? Tanda-tandanya perpisahan akan semakin dekat. Ja Eun kalau pisah
sama Tae Hee, justru malah selalu tampil modis dan cantik dengan rambut terurai
dan pakaian yang tampak seperti nona kaya, contohnya di EP 24 pertengahan-34
awal. Padahal waktu jadian sama Tae Hee, waktu mesra-mesranya, waktu lagi
manis-manisnya, dan banyak banget scenes yang worthed buat di screenshot,
rambutnya Ja Eun cuma dicepol/dikonde kayak Mbok Jamu dan pakaiannya kayak
Ahjumma-ahjumma. Giliran pisah dan gak ada adegan bareng, rambut dan style-nya
Baek Ja Eun kembali ke pengaturan gadis kaya. Stylist-nya punya masalah apa sih
sama Ja Eun? >_< Untungnya masih ada sedikit adegan Ja Eun rambut terurai
bareng Tae Hee walau sedikit dan sisanya lebih banyak konde/cepolnya >_<
Sungguh, aku gak suka liat cewek rambutnya dikonde, karena kesannya kayak
ibuk-ibuk, gak kayak gadis lajang >_<)
“Pagi ini saat di gudang, Ibu bertanya padaku apa yang
kusukai darimu,” ujar Tae Hee, membuka pembicaraan.
“Ahjumma bertanya padamu?” tanya Ja Eun tampak terkejut.
“Ya. Itulah sebabnya tiba-tiba saja aku jadi penasaran. Apa
yang kau sukai dariku?” tanya Tae Hee, melontarkan pertanyaan yang sama, yang
tadi dilontarkan Park Bok Ja padanya, kali ini dia lontarkan kepada kekasihnya.
“Apa yang kau katakan pada Ahjumma?” tanya Ja Eun tampak
penasaran, dia mengabaikan pertanyaan Tae Hee dan lebih fokus pada jawaban apa
yang diberikan oleh Tae Hee pada ibunya.
“Aku yang bertanya lebih dulu,” sahut Tae Hee dengan
cemberut. Dia tidak mau menjawab tapi dia mau Ja Eun menjawab pertanyaannya.
(Gak bisa gitu cara mainnya, Bambang! Kamu gak mau jawab
karena malu, masa iya Ja Eun yang notabene-nya seorang gadis disuruh jawab? Ya
pasti lebih malu lah. Cowok dulu dong harusnya kasih contoh!
“Benar juga. Seseorang yang bahkan tidak tahu sejak kapan dia
mulai menyukai seseorang, akan aneh rasanya kalau dia mengetahuinya. Sudah
jelas kalau kau pasti tidak mengatakan apa pun,” sahut Ja Eun dengan ekspresi
mengejek kekasihnya, tampak kecewa lalu berjalan lebih cepat.
Tae Hee yang tidak terima segera mencekal lengan Ja Eun dan
menahan langkahnya, “Tidak. Aku menjawabnya,” protes Tae Hee dengan wajah
cemberut.
“Benarkah? Apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun lagi, dengan
raut wajah penasaran.
Tapi Tae Hee hanya terdiam seraya menatap kekasihnya dengan
ekspresi cemberut yang sama. Tae Hee tampak malu menjawab pertanyaan itu tapi
dia malah ingin Ja Eun menjawabnya. Dasar cowok!
“Lihat, kan? Kau tidak bisa menjawabnya. Sudah jelas kau
tidak mengatakan apa-apa,” seru Ja Eun lagi dengan kesal.
“Tidak. Bukan seperti itu. Hanya saja, aku yang bertanya
padamu lebih dulu,” ujar Tae Hee membela dirinya seraya menahan lengan Ja Eun agar tidak pergi.
(Intinya mereka berdua sama-sama malu. Tae Hee maunya Ja Eun
jawab dulu “apa yang Ja Eun sukai dari dirinya?” baru kemudian dia yang jawab.
Tapi Ja Eun-nya maunya Tae Hee yang jawab dulu, baru dia menyusul kemudian.
Karena gak ada yang mau ngalah, akhirnya tidak ada yang menjawab pertanyaan itu
pada akhirnya hahaha ^^ Sama-sama Alpha, jadinya gak ada yang mau ngalah.
Makanya mereka serasi karena sama-sama Alpha ^_^)
Ja Eun tersenyum pasrah melihat Tae Hee yang keras kepala,
jadi daripada berujung bertengkar, dia memilih mengalihkan topik pembicaraan.
Satu yang pasti, Ja Eun tak mau menjawab lebih dulu. Strong girl, Alpha girl
dilawan hahaha ^^
“Ahjussi, tolong pegangkan kopiku,” pinta Ja Eun seraya
menyerahkan kopinya pada Tae Hee yang segera memegangkannya.
Ja Eun kemudian melepas syal pinknya dan mengalungkannya di
leher Tae Hee, "Kenapa memakai pakaian tipis seperti ini? Kau kan harus bekerja
di luar ruangan. Kau akan kedinginan nanti,” ujar Ja Eun dengan penuh perhatian
dan kekhawatiran.
“Tapi aku baik-baik saja,” sahut Tae Hee, sok kuat.
(Dia memprotes karena biasanya yang memakai syal adalah
wanita, uda gitu warna syalnya pink pula. Tae Hee jadi pinky boy, dipake’in
syal pink sama ceweknya. Pak polisi pake syal pink hahaha ^^)
“Aku yang tidak baik-baik saja. Di musim dingin seperti ini,
syal dan mantel adalah sebuah keharusan. Pastikan kau selalu memakainya saat
berada di luar ruangan,” omel Ja Eun dengan penuh perhatian.
Tae Hee hanya terdiam melihat kekasihnya memberikannya
perhatian dan melimpahinya dengan kasih sayang, Tae Hee merasa hatinya sangat
hangat.
Ja Eun pun melepaskan sarung tangan rajutan miliknya dan
menyampirkannya di leher Tae Hee juga.
“Pakai ini juga,” ujar Ja Eun.
“Tapi ini sarung tangan rajut,” protes Tae Hee dengan
cemberut karena biasanya yang memakai sarung tangan rajut adalah wanita.
“Itulah sebabnya mereka ratusan kali lebih hangat. Ingat!
Kau tak boleh melepaskannya atau menghilangkannya. Mengerti?” ujar Ja Eun lagi, dengan
nada memerintah.
“Baiklah,” sahut Tae Hee menurut.
(Walau dia dipake’in syal pink dan sarung tangan rajut sama
ayangnya, tapi di iya’in aja sama si Tae Hee karena prinsipnya Tae Hee adalah
“I’ll do anything for you”. Apa pun asal ayang seneng ^_^ Pengen satu cowok
yang modelan Tae Hee dong ^^)
“Ah, setelah kupikirkan lagi, sepertinya kita tak pernah
mengambil foto berdua,” ujar Ja Eun teringat. Ja Eun kemudian mengeluarkan
ponselnya dan mulai mengajak Tae Hee berfoto berdua untuk dijadikan wallpaper
ponsel mereka.
“Lihatlah ke arah kamera,” ujar Ja Eun memberi tanda.
“Ayo mulai. Satu... Dua...” ujar Ja Eun dengan ceria, tapi dia
menyadari kalau Tae Hee tidak tersenyum ke arah kamera.
(Babang polisi gak suka difoto sebelumnya jadi dia gak tahu
bagaimana caranya berpose, dan lagi dia masih tampak kecewa karena Ja Eun
menolak menjawab pertanyaannya tentang “Apa yang Ja Eun sukai darinya?”)
“Apa kau tak mau tersenyum?” tanya Ja Eun pada ayang pacar
yang dari tadi cemberut mulu, ngambek karena pertanyaannya gak dijawab.
Tapi karena Ja Eun yang menyuruhnya, Tae Hee pun akhirnya
tersenyum manis ke arah kamera, “Satu...Dua...Tiga!” dan mereka mulai banyak foto
berdua.
Di Good Film, di ruangan Kim Jae Ha, asisten Kim Jae Ha
tampak memberikan laporan, “Menurut hasil penyelidikan saya, benar kalau CEO
Jim Shim Food adalah ayah Baek Ja Eun-ssi, Baek In Ho dan kakeknya adalah Baek
Seong Bang,” lapor asisten Kim Jae Ha.
“Baiklah, aku mengerti. Kerja bagus. Kau bisa pergi
sekarang,” ujar Kim Jae Ha pada asistennya.
Setelah asistennya meninggalkan ruangan, Kim Jae Ha kembali
melihat daftar kendaraan para tersangka dan teringat ucapan Bong Man Hee yang
mengatakan kalau ayah angkat Hwang Tae Hee (Hwang Chang Sik) juga mengetahui
hal itu dan meminta Bong Man Hee agar tidak mengatakannya pada Tae Hee.
Tak berapa lama kemudian, Kim Jae Ha mendapatkan telepon
dari Ja Eun dan dia berkata akan turun menemui gadis itu sekarang. Kim Jae Ha
menyelipkan daftar kendaraan para tersangka itu di salah satu map di atas
mejanya, namun ada beberapa bagian kertas yang menyembul keluar.
Di ruangan Ja Eun, Kim Jae Ha bertanya dengan penuh
perhatian, “Ceritakan saja semuanya padaku, apa ada sesuatu yang ingin kau
ceritakan padaku. Tidak peduli apa pun itu, aku akan mendengarkannya,” ujar Kim
Jae Ha memberikan sebuah clue.
(Kim Jae Ha berpikir mungkin Ja Eun sudah dijahati oleh
Hwang Chang Sik, itu sebabnya dia ada di sana untuk menjadi pendengar setia dan
mendengar keluh kesah Ja Eun. Kim Jae Ha siap bila Ja Eun membutuhkan teman
curhat, gitu maksudnya ^^)
“Aku minta maaf, tapi kami telah memutuskan untuk menjual
pertanian itu. Anda sangat baik padaku, tapi aku malah tidak bisa menepati
janjiku. Setelah kami melihat hasil uji coba pakan kami di minggu ke-3, kami
berniat menjual pertanian,” ujar Ja Eun dengan raut wajah tak rela, tapi dia
tak punya pilihan selain menuruti keinginan Park Bok Ja.
“Kenapa begitu tiba-tiba? Apa alasannya?” tanya Kim Jae Ha
ingin tahu, dengan hati was-was.
“Itu karena Ahjussi dan Ahjumma ingin aku menjualnya.
Ahjumma sudah mulai menua jadi tidak bisa lagi melakukan pekerjaan berat di
pertanian, itu sebabnya kami ingin pindah. Aku benar-benar minta maaf,” ujar Ja
Eun lagi dengan menyesal.
“Kalau begitu tak ada yang bisa dilakukan. Untuk sekarang
aku mengerti. Kita bicarakan ini 3 minggu lagi,” ujar Kim Jae Ha, mencoba
memberi Ja Eun kesempatan untuk berpikir. Sepertinya dia tahu alasan yang
sesungguhnya dibalik semua itu.
“Baik. Apa Anda tidak marah padaku, Kim PD-nim? Aku sudah
mempersiapkan diri sebelum aku mengatakan ini padamu,” ujar Ja Eun lirih.
(Mempersiapkan diri untuk dimarahi maksudnya).
“Ini bukan keinginanmu jadi marah padamu juga bukan tindakan
yang tepat. Kau bilang ini adalah keinginan Ahjumma dan Ahjussi, kan?” sahut
Kim Jae Ha pengertian.
“Ya. Tapi tetap saja, aku berterima kasih padamu dan sekali
lagi aku minta maaf,” ujar Ja Eun dengan tak enak hati.
Kim Jae Ha berjalan lebih mendekat ke arah Ja Eun dan
mencoba memancingnya sekali lagi, “Aku tak punya apa pun yang kusembunyikan di
depanmu. Aku membiarkanmu mengetahui semuanya tentang diriku. Kau tahu itu,
bukan? Kau bahkan tahu kalau aku adalah anak adopsi ibuku. Jadi bila suatu hari
nanti kau mengalami saat-saat sulit atau memiliki masalah yang tak bisa kau
selesaikan sendiri, jika kau butuh bantuanku, kau bisa menceritakannya padaku.
Katakan padaku semua yang kau rasakan. Jangan menanggungnya sendirian,” ujar
Kim Jae Ha tiba-tiba, membuat Ja Eun menjadi semakin bingung.
“Apa maksudnya itu? Kenapa tiba-tiba Anda bicara seperti
itu?” tanya Ja Eun tak mengerti maksud Kim Jae Ha.
“Tidak ada. Aku hanya ingin hidup dengan menjadi orang baik
dan membantu orang lain. Itu saja,” sahut Kim Jae Ha, mencari alasan yang masuk
akal.
Akhirnya karena situasi mendadak canggung, Kim Jae Ha pun
mengubah topik pembicaraan, “Semua pekerjaanmu berjalan lancar, bukan?” tanya
Kim Jae Ha yang hanya mendapat tatapan bingung dari Ja Eun.
Di saat yang bersamaan, saat Kim Jae Ha sedang berada di
dalam ruangan Ja Eun dan mencoba memancing gadis itu agar menceritakan
masalahnya, Tae Hee yang saat itu mengantar Ja Eun ke kantornya, mendatangi
ruangan Kim Jae Ha dan berniat menunggu pria itu di sana.
Tae Hee berjalan ke arah meja Kim Jae Ha untuk melihat
sekilas foto mendiang ibu kandungnya, saat dia melihat secarik kertas yang
berisi tulisan tangan Kim Jae Ha di atas meja. Tak hanya itu, Tae Hee juga
melihat secarik kertas yang terselip di dalam sebuah map yang berisi nomor
telepon beberapa orang, penasaran,
Tae Hee melirik ke arah pintu untuk
memastikan tak ada seorangpun yang masuk ke dalam ruangan itu sebelum menarik
keluar kertas yang berisi daftar nama tersangka tersebut.
Namun untunglah, saat dia hampir saja menariknya keluar, Kim
Jae Ha tiba di sana tepat pada waktunya dan menghentikan Tae Hee secepat kilat.
Kim Jae Ha segera berlari masuk ke dalam kantornya dan mengambil map tersebut
dari tangan Tae Hee.
“Apa yang kau lakukan sekarang di dalam kantor orang lain
saat tak ada seorangpun di dalam ruangan?” tegur Kim Jae Ha dengan ketus.
“Mianhaeyo (Aku minta maaf),” sahut Tae Hee dengan sungkan.
“Tentu saja kau harus minta maaf. Sekarang cepat menyingkir
dari mejaku,” usir Kim Jae He dengan sinis.
“Apa kau benar-benar tidak memiliki daftar nama para
tersangka itu?” tanya Tae Hee sekali lagi, masih tampak tak percaya.
“Sudah kubilang aku tidak memilikinya!” sentak Kim Jae Ha
kesal. Tapi penyangkalannya yang terlalu kuat justru membuat Tae Hee curiga.
“Pergilah sekarang karena aku akan ada meeting sebentar
lagi,” ujar Kim Jae Ha lebih pelan, mengusir Tae Hee dari ruangannya dengan
alasan meeting. Dia kemudian menyimpan map tersebut di dalam lacinya dan
menguncinya.
Untunglah pada saat itu, Tae Hee mendapat telepon dari Seo
Dong Min, “Ya, Seo Dong Min. Aku tahu aku akan pergi sekarang,” sahut Tae Hee
di teleponnya.
“Kau benar-benar tidak menyembunyikan apa pun dariku, kan?”
tanya Tae Hee sekali lagi dengan tatapan curiga.
“Tidak ada!” sangkal Kim Jae Ha sekali lagi.
“Baiklah,” ujar Tae Hee sebelum melangkah pergi meninggalkan
ruangan itu.
Ternyata Dong Min memanggil Tae Hee karena mereka ada janji
untuk bertemu dengan Hong Man Shik di sebuah restoran untuk membicarakan kasus
penyuapan rektor Universitas yang melibatkan Baek Ja Eun sebagai mahasiswa yang
diduga masuk melalui penyuapan. Tae Hee ingin membersihkan nama calon istrinya.
“Aku mohon padamu. Yang perlu Anda lakukan adalah
memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 2007 di Hong Kong
Restaurant waktu itu. Aku hanya ingin mencari keadilan untuk Baek Ja Eun, aku
tak punya niat lain selain itu. Karena hanya itulah satu-satunya cara untuk
membersihkan nama Ja Eun dan membebaskannya dari kecurigaan masuk melalui jalan
belakang dengan menyuap rektor Universitas,” pinta Tae Hee, memohon.
“Kami akan bertanggung jawab untuk itu. Kami takkan
menyebutkan nama Anda,” ujar Seo Dong Min, memberikan jaminan program
perlindungan saksi.
(Emang harus gini sih ya. Nama saksi JANGAN SAMPAI
DIPUBLISH, yang ada malah dijadikan sasaran balas dendam pelaku malahan dan
orang-orang jadi males bersaksi karena takut jadi sasaran balas dendam
penjahatnya. Pada akhirnya apa? Kejahatan semakin merajalela karena orang-orang
memilih diam dan bungkam setiap kali mereka melihat tindakan kriminal yang
terjadi di depan mata mereka. Saksi gak dilindungi, untuk apa juga ikut campur?
Gitu mikirnya. Jadi emang sudah tugas dan kewajiban polisi untuk memberikan Jaminan
keselamatan bagi para saksi)
Mendengar ucapan Seo Dong Min, Hong Man Shik spontan
menatapnya seolah meminta jaminan.
“Kalian harus pastikan untuk menepati janji itu. Bukan aku
yang memberikanmu ini,” ujar Hong Man Shik seraya menyodorkan sebuah flashdisk
ke atas meja ke arah Tae Hee, kemudian segera berlalu pergi tanpa mengatakan
apa-apa lagi.
Tae Hee dan Dong Min segera kembali ke kantor mereka dan
menuju ke ruangan tertutup (tempat dulu Tae Hee pernah dihukum untuk menjalani
hukuman administrasi) dan memutar flashdisk itu melalui laptop.
Flashdisk itu ternyata berisi rekaman video yang direkam diam-diam oleh Hong
Man Shik yang memperlihatkan Lee Khi Chul dan Baek In Ho duduk bersama di
sebuah meja, kemudian Baek In Ho menyerahkan tiga buah jam tangan mewah (yang
telah dibeli dengan kartu kreditnya) tersebut kepada Lee Khi Chul.
“Aku ingin lihat. Jam tangan ini sangat bagus. Terima kasih.
Aku akan menggunakannya dengan baik,” ujar Lee Khi Chul pada Baek In Ho seraya
mengambil salah satu jam tangan itu dan melihatnya.
“Akan kau gunakan untuk apa ketiga jam tangan mewah itu?”
tanya Baek In Ho bingung dalam rekaman video itu.
Mungkin dia merasa aneh karena Lee Khi Chul meminjam
kartu kreditnya untuk membeli tiga buah jam tangan mewah. Tiga buah, tak hanya
satu saja. Kalau satu, kemungkinan dipakai sendiri, tapi ini tiga buah, tentu
saja Baek In Ho wajar kalau bertanya “Digunakan untuk apa?”
Tae Hee tampak menonton rekaman video itu dengan serius, sementara rekaman video itu terus berputar memperlihatkan kejadian di restoran Hongkong pada tahun 2007 silam.
“Kau tidak perlu tahu,” sahut Lee Khi Chul di dalam rekaman video itu dengan tersenyum licik, menjawab pertanyaan Baek In Ho.
(Lee Khi Chul ini definisi “temen makan temen”, dia berkali-kali menikam Baek
In Ho dari belakang tanpa disadari oleh Baek In Ho sendiri)
Lee Khi Chul kemudian meletakkan salah satu jam tangan yang
terbuat dari emas itu di atas meja, ke arah Hong Man Shik duduk dan terus
merekam tanpa mereka sadari.
Tae Hee segera menyuruh Dong Min untuk mem-pause rekaman video tersebut untuk
melihat kode seri yang tercetak di balik jam tangan tersebut (kalau HP namanya IMEI, entah kalau untuk jam tangan
sebutannya apa. Kode Produksi kah? Atau serial number? Pokoknya nomor-nomor
gitu deh)
Kemudian dia menyamakannya dengan foto salah satu jam tangan
mewah yang mereka sita dari tangan Rektor Universitas (lupa namanya siapa,
karena ini ada di episode 5).
“D102926. Bingo. Ini adalah kode produksinya, kan?” ujar Tae Hee dengan
tersenyum gembira saat mengetahui bahwa kedua jam tangan tersebut memiliki kode
seri yang sama.
Wah, gak kebayang senengnya Tae Hee karena akhirnya dia bisa
membuktikan kalau gadis yang dia cintai tidak bersalah. Tae Hee akhirnya bisa
menepati janji yang diucapkannya di EP 9, kalau dia pasti akan membuktikan Baek
Ja Eun tidak bersalah kalau memang gadis itu benar-benar tidak bersalah dan
mencari kebenarannya.
“Hyungnim, kita menemukannya. Kita telah menemukannya,” seru
Seo Dong Min, ikut merasa gembira karena akhirnya mereka tahu fakta dibalik
kasus ini setelah sekian lama. Tae Hee dan Dong Min ber-tos ria dengan wajah
penuh senyuman.
“Kita telah menemukan kebenaran. Tapi apa yang harus kita
lakukan sekarang? Pelakunya adalah Pimpinan Department kita sendiri,” ujar Dong
Min, kembali skeptis.
“Kita harus mengungkapkannya secara resmi di hadapan semua
orang, jadi dia takkan bisa mengelak lagi,” ujar Tae Hee memutuskan. Dia sudah
bertekad bulat akan membongkar kejahatan Lee Khi Chul untuk membersihkan nama
pacarnya.
“Kau buatlah salinannya. Kita butuh file cadangan,” ujar Tae
Hee pada Dong Min yang segera melakukan instruksinya.
Tak lama kemudian, Tae Hee menyerahkan sebuah flashdisk pada
Tim Leadernya (Tae Hee menyerahkan salinannya, bukan yang asli), kemudian
berkata dengan lantang di depan semua rekannya.
“Aku telah menyelesaikan kasus penyuapan yang dilakukan
Profesor Seo di Korea University. Kode serial yang tercetak di salah satu jam
tangan milik Profesor Seo sama persis dengan kode serial dari jam tangan mewah
milik salah satu orangtua murid yang masuk melakui jalan belakang. Di Hong Kong
Restaurant, CEO Jim Shim Food, Baek In Ho memberikan jam tangan mewah itu
kepada orangtua dari seorang murid bernama Lee Seung Mi yang akhirnya digunakan
untuk menyuap rektor Universitas. Di dalam flashdisk ini ada sebuah video yang
menunjukkan Baek In Ho memberikan jam tangan itu pada orangtua murid tersebut,”
ujar Tae Hee panjang lebar, menjelaskan pada Tim Leadernya.
“Wah, kerja bagus, Hwang Tae Hee. Tapi bagaimana kau bisa
mendapatkan video ini?” puji Tim Leader tampak bangga pada hasil kerja Hwang
Tae Hee.
“Tapi orangtua murid itu adalah Pimpinan Department kita,
Lee Khi Chul.” Ujar Tae Hee, jelas-jelas menyebutkan nama si tersangka secara
gamblang hingga membuat semua orang menjadi shock.
“Apa? Pimpinan Department kita?” tanya Tim Leader,
mengkonfirmasi sekali lagi. Tae Hee mengangguk mantap sebagai konfirmasi.
Tim Leader Eum segera mendatangi Lee Khi Chul untuk
mengkonfirmasi hal tersebut. Tentu saja Lee Khi Chul sangat marah dan bahkan
melempar barang ke arah tembok dengan kesal.
“Apa? Apa katamu? Tapi bagaimana bisa? Aku akan
mengatasinya. Aku akan mengatasinya jadi keluarlah!” seru Lee Khi Chul marah.
“Hwang Tae Hee mengungkapkannya di hadapan semua orang jadi
sangat sulit untuk menutupinya,” ujar Tim Leader Eum menginformasikan.
“Tutup mulutmu! Ini tentang masa depan putriku yang bahkan
belum lulus. Dia bahkan belum lulus tapi bahkan sekarang dia akan ditendang
keluar? Pergilah! Aku akan mengurusnya! Aku sendiri yang akan mengurusnya!”
seru Lee Khi Chul dengan marah.
Sore harinya, keluarga Hwang berkumpul di ruang tamu dan
bersiap untuk pergi bersama ke studio foto. Tae Bum dan istrinya, Soo Yeong pun
ikut hadir hari itu untuk membuat foto keluarga bersama. Hanya tinggal Tae Hee
dan Ja Eun yang belum hadir di tengah mereka.
Tak lama kemudian, Ja Eun turun dari atas loteng dan menyapa
Tae Bum dan Soo Yeong.
“Paman kedua, Anda sudah datang?” sapa Ja Eun pada Tae Bum
dengan ramah.
“Eonnie,” sapa Ja Eun pada Soo Yeong.
“Selamat, Ja Eun-ssi. Aku dengar dari Tae Bum-ssi saat
perjalanan kemari kalau kau berpacaran dengan adik ipar Tae Hee,” ujar Soo
Yeong, memberi selamat dengan tulus sambil tersenyum manis.
“Ya,” sahut Ja Eun malu-malu.
“Soo Yeong kami ingin segera menjadi kakak ipar Ja Eun
secepat mungkin,” ujar Tae Bum.
“Mengapa kau ingin Ja Eun secepatnya menjadi adik iparmu? Apa
agar kau bisa menyuruhnya datang ke rumahmu dan memasak serta membersihkan
rumah untukmu?” ujar Nenek bercanda, namun terdengar seperti sindiran di
telinga semua orang.
Itu karena Nenek tahu kalau Soo Yeong selalu dimanja oleh
kedua orangtuanya dan tak pandai melakukan itu semua. Dengan kata lain Nenek
bilang, “Kau mau menjadikan Ja Eun, cucu menantu kesayanganku sebagai
pembantumu, kan?” hahaha ^^
“Tidak, Nenek. Bukan seperti itu. Aku bahkan tak pernah
melakukan itu untuk kalian sebagai menantu, jadi bagaimana aku bisa meminta Ja
Eun-ssi melakukan hal itu untukku?” sangkal Soo Yeong tak enak hati.
“Jadi, kau sudah tahu itu?” tanya Nenek lagi, lagi-lagi
dengan nada menyindir.
“Tentu saja, Nenek. Walaupun aku tak bisa memasak dan
membersihkan rumah, tapi aku memiliki kesadaran diri,” sahut Soo Yeong membela
diri. Semua orang tertawa mendengarnya.
Karena Tae Hee tak muncul di sana hingga semua keluarga
pergi, jadi sepertinya Tae Hee menuju ke lokasi pemotretan alias studio foto
itu langsung dari kantornya, jadi gak mampir pulang dulu ganti baju. Mungkin
Tae Hee sudah sekalian membawa baju gantinya di dalam mobil dan menumpang mandi
di kantor polisi.
Karena saat seluruh keluarga tiba di sana, Tae Hee sudah
berada di sana juga. Fotografer sudah berada di sana juga dan mulai mengambil
foto keluarga mereka. Pria itu, sang fotografer berkali-kali memberikan
instruksi pada semua orang.
Seperti meminta Nenek agar tersenyum lebih lebar,
lalu meminta Hwang Chang Sik membetulkan dasinya yang miring, lalu meminta
Hwang Tae Shik untuk membenarkan letak kacamatanya yang miring, atau menegur
Tae Bum dan Soo Yeong yang terlalu lebay karena sejak tadi Tae Bum sibuk membenarkan
rambut Soo Yeong hingga membuat fotografernya mau mengambil foto malah gak jadi
jadi, batal mulu.
Si fotografer itu juga menegur Tae Hee karena kepala Tae Hee
selalu miring ke arah Ja Eun jadi dia meminta Tae Hee agar berdiri lebih tegak.
“Putra ketiga, kepalamu terlalu miring ke kiri. Berdirilah
lebih tegak,” ujar si fotografer pada Tae Hee yang membuat Ja Eun menoleh ke
arah Tae Hee dan membuat Tae Hee tersenyum canggung karena ditegur.
“Putra ketiga, calon istrimu cantik sekali,” puji si
fotografer pada Ja Eun yang membuat Tae Hee dan Ja Eun tersenyum malu-malu.
Phil yang mendengar fotografer menegur kedua kakaknya yang
terlalu lebay pamer kemesraan dengan kekasih masing-masing hanya bisa berdiri
dengan malas seraya menarik napas pasrah.
Sikap Tae Phil yang bersidekap dada dan berdiri asal-asalan
membuatnya ditegur pula oleh si fotografer.
“Putra bungsu, tolong turunkan lenganmu, jangan seperti itu.
Berdirilah dengan tegak dan tersenyumlah,” seru si fotografer, membuat Tae Hee
menggeplak lengan Tae Phil agar tidak lagi bersidekap dada.
Setelah semuanya sesuai, akhirnya pengambilan gambar
berhasil dilakukan. Semua orang tampak lelah
walaupun mereka hanya berdiri sebentar saja untuk berpose.
Tae Hee mendadak jadi manja dan berakting lelah hingga tidak
bisa berdiri dengan benar, supaya dia bisa memegangi lengan Ja Eun, bersandar
padanya dan mencuri-curi kesempatan berdekatan dengan kekasihnya.
Ja Eun mencoba menarik tangan Tae Hee agar tidak memegangi
lengannya karena malu jika sampai tertangkap basah lalu diledek oleh seluruh
keluarga, namun tidak berhasil karena Tae Hee masih memegangi lengan Ja Eun
erat, seolah-olah dia benar-benar sangat lelah dan tak sanggup berdiri tanpa
penopang. (Tae Hee childish dan manjanya kumat kalau uda sama ayang pacar
ckckck ^^ Inner child-nya hanya muncul di depan Ja Eun ^^)
“Ibu, Anda lelah, kan?” tanya Park Bok Ja perhatian.
Nenek menggeleng, kemudian berteriak pada si fotografer,
“Tunggu sebentar, pak fotografer. Bisakah Anda sekalian mengambil foto soloku?
Foto untuk pemakaman,” pinta Nenek tiba-tiba. Mendadak suasana di studio foto
itu menjadi muram saat mendengarnya.
“Ibu, apa ini alasan Anda ingin membuat foto keluarga?”
tanya Hwang Chang Sik.
“Tidak. Ini karena aku sudah sangat tua, jadi lebih baik aku
bersiap-siap, bukan?” sahut Nenek, membuat semua orang semakin sedih
mendengarnya.
“Kalian semua jangan seperti ini. Ini bukan masalah besar.
Tentu saja ini harus dipersiapkan. Masalah yang sebenarnya adalah justru kita
pergi tanpa persiapan apa pun. Benarkan?” lanjut Nenek lagi.
“Tapi setidaknya Ibu harus memberitahu kami sebelumnya,”
ujar Hwang Chang Sik, tak suka membicarakan kematian.
“Aku sudah memikir ini sejak pagi. Jadi karena sekarang
mereka sedang mengambil foto keluarga bersama, jadi kenapa tidak sekalian saja
mengambil foto soloku juga?” ujar Nenek menjelaskan.
Akhirnya Nenek duduk sendiri untuk mengambil foto solonya. Tae Hee menatap neneknya dengan sedih seolah Neneknya akan mati besok pagi.
Nenek bertanya pada semua orang apakah dia terlihat cantik dan meminta si
fotografer untuk membuatnya terlihat secantik mungkin. Fotografer itu berkata
agar Nenek tersenyum agar terlihat lebih cantik. Semua orang terlihat sedih
saat Nenek mengambil foto.
Setelah mengambil foto keluarga di studio foto, keluarga
Hwang berkumpul bersama di rumah dan mengobrol sambil menikmati buah-buahan. Nenek
merasa senang karena akhirnya keinginannya membuat foto keluarga terwujud dan
juga dia sudah membuat foto solo untuk persiapan pemakaman bila ajalnya
tiba-tiba menjemput.
Mendengar ucapan Nenek, semua orang tampak terkejut.
Mendadak suasana menjadi muram dan sedih, apalagi ketika Nenek berkata bahwa
dia bermimpi bertemu dengan suaminya yang telah meninggal sebanyak dua kali,
seolah menjadi pertanda kalau hidupnya mungkin takkan lama lagi.
“Ibu, kenapa Ibu harus bicara seperti itu?” ujar Hwang Chang
Sik, tak suka mendengar ibunya bicara soal kematian.
“Aku sudah tua. Lihat berapa usiaku sekarang. Tentu saja
wajar bila aku harus bersiap-siap, bukan? Tidak ada yang tahu kapan kematian akan
menjemputku,” sahut Nenek, seolah sudah siap mental bila Tuhan memanggilnya kapan
saja.
Nenek kemudian kembali mendesak Tae Hee dan Ja Eun untuk
menikah secepatnya, “Tae Hee-yyaa, Ja Eun-ah, tidak bisakah kalian berdua menikah
Musim Semi ini? Aku tahu aku terlalu tergesa-gesa, tapi aku benar-benar ingin
melihat kalian berdua menikah. Jadi dengan begitu, kapan pun Tuhan ingin
memanggilku, aku bisa pergi dengan tenang,” bujuk Nenek sekali lagi pada cucu
kesayangannya.
“Nenek, jika Nenek berkata seperti itu maka aku akan marah,”
ujar Tae Hee, juga tak suka mendengar Neneknya selalu membicarakan kematian.
“Baiklah. Baiklah. Nenek tahu. Nenek mengatakan hal ini
bukan untuk mengancam kalian jadi jangan marah ya. Ini murni keinginan hati
Nenek,” sahut Nenek, membujuk Tae Hee dan Ja Eun sekali lagi.
“Bukankah kalian ingin menikah di Musim Gugur? Apa salahnya
jika kita mempercepatnya beberapa bulan ke depan? Mei adalah waktu yang bagus, begitu
juga dengan Juni,” lanjut Nenek lagi.
“Ibu, bukankah kita sudah membahas ini semalam? Tae Shik
masih belum menikah,” ujar Park Bok Ja, berusaha mencegah dengan menggunakan
nama Tae Shik sebagai alasan.
“Ibu, tidak perlu merasa sungkan karena aku. Sejak hari di
mana Tae Hee dan Ja Eun mengumumkan kalau mereka berdua berpacaran, aku sudah
mengatakan pada Tae Hee, kalau dia ingin menikah maka menikahlah tanpa perlu mempedulikan
perasaanku. Aku tahu aku tak boleh egois,” ujar Tae Shik dengan tulus dan
bijaksana, tanpa tahu yang sebenarnya.
“Benarkah? Inilah kenapa orang-orang berkata bahwa tidak ada
yang lebih baik dari seorang kakak,” puji Nenek gembira, karena Tae Shik telah
memberikan ijinnya.
“Ibu, bahkan walaupun Tae Shik berkata seperti itu...” Park
Bok Ja ingin mengatakan sesuatu tapi Nenek memotongnya dengan kesal, “Apakah
kau pikir aku hanya mengada-ada saat aku bilang kalau suamiku yang telah
meninggal mendatangiku dua kali dalam mimpiku?” seru Nenek marah.
“Tae Hee-yyaa, Ja Eun-ah, bagaimana pendapat kalian? Karena
bagi Nenek, pendapat kalianlah yang paling penting di sini. Bisakah kalian berdua
mempercepat pernikahan kalian beberapa bulan dan memajukannya ke Musim Semi
tahun ini? Jika kalian bisa melakukan itu maka tak ada lagi yang Nenek harapkan,”
pinta Nenek lagi.
Tae Hee menatap Ja Eun seolah meminta pendapatnya, sebelum
akhirnya menjawab, “Baik, Nenek. Kami akan menikah di Musim Semi ini,” sahut
Tae Hee dengan tersenyum manis, akhirnya menerima permintaan Neneknya untuk mempercepat pernikahan mereka.
“Benarkah? Apa kau benar-benar setuju?” tanya Nenek dengan
gembira. Kemudian Nenek menatap Ja Eun, ingin meminta konfirmasi dari calon istri
cucunya. Karena Tae Hee sudah berkata, “Ya”, jadi kini Ja Eun yang harus
dimintai persetujuan.
“Ya, Nenek,” sahut Ja Eun dengan tersenyum malu-malu.
Jika
Tae Hee saja sudah berkata “Ya”, Ja Eun tentu takkan bisa menolaknya, kan? Siap
tidak siap, dia harus siap. Apalagi Tae Hee sudah mengatakan sejak awal kalau
mereka mengungkapkan hubungan mereka, Nenek pasti akan meminta mereka untuk menikah secepatnya. Dan ucapan Tae Hee terbukti benar.
Semua orang tampak bergembira, kecuali Hwang Chang Sik dan
Park Bok Ja. Tae Shik bertepuk tangan sambil tertawa lepas.
“Siapa yang bisa melawan Nenek?” ujar Hwang Tae Phil menyindir
Neneknya tapi dengan nada bercanda.
“Nenek, selamat,” lanjut Tae Phil pada neneknya karena keinginan
neneknya menjadi kenyataan.
“Kau pasti sangat bahagia, Tae Hee-yaa. Kau tak perlu repot-repot
meminta pernikahan karena Nenek yang justru mendesakmu untuk menikah
secepatnya,” ujar Tae Bum, mengucapkan selamat pada adiknya.
“Selamat, Tae Hee Duryeo-nim (Adik ipar),” ujar Soo Yeong pada
Tae Hee yang hanya tersenyum malu-malu mendengar semua ucapan selamat untuknya.
“Aku sangat bahagia. Kalian berdua tidak boleh menarik kembali
ucapan kalian. Tidak boleh,” ujar Nenek dengan antusias dan tawa gembira,
seraya menoleh bergantian pada Tae Hee dan Ja Eun.
“Ya,” sahut Ja Eun malu-malu.
Hwang Chang Sik dan Park Bok
Ja tampak cemas, sementara Tae Hee dan Ja Eun saling berpandangan sambil tersenyum
malu-malu, tanpa mereka tahu, tak lama lagi senyuman itu akan berganti dengan air mata.
Tapi baru saja Tae Hee dan Ja Eun merasakan kebahagiaan, badai
langsung datang menghadang. When the wedding bells so near yet so far T_T
Tae Hee tiba-tiba saja mendapatkan telepon dari Lee Khi Chul
yang memintanya untuk segera datang menemuinya di kantor polisi.
Setelah Tae Hee pergi, Ja Eun dan Soo Yeong membantu Park
Bok Ja membereskan gelas-gelas kotor di dapur. Soo Yeong dengan tulus
memberikan ucapan selamat untuk Ibu mertuanya.
“Eomonim, selamat. Sebentar lagi ibu akan mendapatkan
menantu ketiga,” ujar Soo Yeong dengan tulus dan ikut gembira. Namun Park Bok
Ja tidak mengatakan apa-apa.
“Ada begitu banyak anggota keluarga. Bahkan walau hanya
sekedar minum teh saja, banyak sekali gelas-gelas kotor yang harus dicuci,” lanjut
Soo Yeong lagi, mengalihkan pembicaraan karena dia tidak digubris.
“Ini bukan apa-apa, Eonnie. Karena setiap kali kami makan,
cucian kotornya lebih banyak dari ini,” sahut Ja Eun yang sudah terbiasa sejak
awal karena dia tinggal bersama mereka dan selalu membantuPark Bok Ja.
“Ja Eun-ah, ada yang ingin aku bicarakan. Ayo kita ke atas,”
ujar Park Bok Ja pada Ja Eun dengan dingin dan sinis. Ja Eun Nampak bingung
namun berjalan mengikuti calon mertuanya.
Di dalam kamar Ja Eun, Park Bok Ja memarahi Ja Eun habis-habisan,
“Kenapa kau ingin cepat-cepat menikah? Berapa umurmu sekarang? Harusnya kau
mengatakan pada Nenek kalau kau akan mempertimbangkannya dan meminta Nenek
menunggu sebentar lagi. Bagaimana bisa kau langsung setuju untuk menikah?” seru
Park Bok Ja, memarahi Ja Eun yang tampak shock karena Park Bok Ja seolah
menentang pernikahannya dengan Tae Hee.
“Ahjumma, apa Anda tidak suka melihatku menikah dengan Tae
Hee Ahjussi secepatnya?” tanya Ja Eun dengan ekspresi sedih.
“Ya. Aku tidak menyukainya. Apa kau masih mau menikah
secepatnya setelah melihat bagaimana nasibku setelah aku menikah? Bagaimana melihat
betapa menderitanya aku dengan kehidupanku sekarang? Tidak ada yang membantuku,
tidak ada yang mengerti aku. Aku melakukan semuanya sendirian,” seru Park Bok
Ja.
(Maksud Park Bok Ja adalah “Apa kamu gak lihat kalau Ahjumma
hanya dijadikan babunya mertua dan anak-anak selama ini? Kamu masih mau nikah
dan dijadi’in babu ta?” begitulah maksudnya. Padahal alasan aslinya adalah
karena Park Bok Ja mengira kalau Baek In Ho yang membunuh adik iparnya
>_<)
“Ya. Sejujurnya, aku memang ingin menikah secepatnya,” sahut
Ja Eun, tak gentar. Karena dia dan Tae Hee sudah sangat saling mencintai dan
tidak bisa dipisahkan lagi, mereka berdua sama-sama ingin menikah, bukan hanya
satu pihak saja, lalu kenapa dia harus menolaknya?
“Tidak. Kau tidak boleh! Bahkan walaupun kalian berdua sudah
menyetujuinya. Tae Hee menikah lebih dulu dibandingkan kakak pertamanya adalah
sesuatu yang tidak pantas. Bahkan walaupun kau masih muda dan tidak tahu
apa-apa, tapi kau tidak seharusnya melakukannya. Sekarang turunlah dan katakan
pada Nenek kalau kau tidak ingin menikah!” seru Park Bok Ja, sekarang
menggunakan Tae Shik sebagai alasan.
“Ahjumma, tidak bisakah Anda biarkan kami menikah? Karena
Tae Hee Ahjussi pun sudah berkata Ya,” ujar Ja Eun tak rela.
“Kenapa kau sangat keras kepala dan bertingkah seolah-olah
kau tahu mana yang lebih baik? Kubilang cepat turun dan katakan pada Nenek
kalau apa pun yang terjadi, kau tidak akan menikah hingga setidaknya tiga tahun
ke depan,” seru Park Bok Ja dengan berapi-api.
(Park Bok Ja, aku tahu niatmu baik. Tapi ini bukan solusi!
Setelah tiga tahun pacaran lalu dipaksa putus, bukankah jauh lebih menyakitkan
lagi? Sekarang saja sudah menyakitkan, apalagi jika sudah terlalu banyak
kenangan yang tercipta setelah 3 tahun mereka bersama? Nyeseknya lebih parah T_T lebih baik akhiri saja sekarang daripada lukanya semakin besar karena begitu
banyaknya kenangan yang tercipta T_T)
“Kenapa, Ahjumma? Kenapa harus tiga tahun?” tanya Ja Eun tak
mengerti.
“Apa kau bertanya karena benar-benar tidak tahu? Apa kau
sudah melupakan apa yang Chang Sik Ahjussi katakan padamu waktu itu? Apa kau
sudah melupakan apa yang Chang Sik Ahjussi katakan dan alasan kenapa dia tidak
menyukaimu menjadi menantunya?” seru Park Bok Ja, membuat Ja Eun terkejut.
“Apa Ahjumma juga tahu soal itu?” tanya Ja Eun, semakin shock.
“Itu tidaklah penting saat ini! Bila Chang Sik Ahjussi tidak
merestuimu, lalu bagaimana bisa di depannya, kau berkata ingin menikah?
Bagaimana bisa kau tiba-tiba saja mengatakan kalau kau ingin menikah? Cepat
turun dan katakan pada Nenek kalau kau tidak ingin menikah! Tidakkah kau
mengerti?” sentak Park Bok Ja dengan suara keras.
Suaranya yang keras, membuat Nenek mendatangi kamar itu
untuk melihat keributan apa yang terjadi di sana. Dan sialnya (atau untungnya),
Nenek mendengar bagaimana Park Bok Ja memarahi Ja Eun habis-habisan dan
menyuruhnya untuk tidak menikah.
“Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau memarahinya? Apa
maksudmu dengan menunda pernikahan?” seru Nenek marah. Suara Nenek yang keras
juga membuat yang lain mendatangi kamar Ja Eun untuk melihat keributan yang
terjadi di sana.
Di saat yang bersamaan, Tae Hee mendatangi Lee Khi Chul di
kantornya yang langsung mencecarnya dengan kasus penyuapan rektor Universitas.
“Jadi kau akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan kasus penyuapan
rektor Universitas? Apa kau begitu ingin melindungi Baek Ja Eun sedemikian
rupa?” sindir Lee Khi Chul pada Tae Hee.
“Ada bukti yang jelas dan nyata tentang keterlibatan Anda,
jadi Anda tidak akan bisa lari lagi kali ini dari kasus penyuapan rektor
Universitas. Tak hanya itu, aku juga berencana untuk mengungkapkan kejahatan
Anda yang lainnya,” ujar Tae Hee tanpa rasa takut sedikitpun, sengaja menantang
Lee Khi Chul.
“Kau punya perasaan padanya, kan? Kau sangat
menyukai Baek Ja Eun, benarkan? Itulah sebabnya kau berusaha keras mengungkapkan kasus ini untuk
membersihkan namanya dari segala tuduhan,” tebak Lee Khi Chul, tepat sasaran.
“Aku tidak tahu apa yang Anda katakan. Ini tidak ada
hubungannya...” sahut Tae Hee, namun Lee Khi Chul memotong kalimatnya.
“Bila kau memang menyukainya dan memikirkan perasaannya,
maka lebih baik kau tutup kasus penyuapan rektor Universitas tersebut. Pelaku
insiden tabrak lari dua puluh enam tahun yang lalu yang sedang kau cari saat
ini adalah Baek In Ho,” ujar Lee Khi Chul dengan seringai licik di bibirnya.
“MWO (APA)?” Tae Hee tampak terkejut mendengarnya.
“Pelaku insiden tabrak lari 26 tahun yang lalu adalah Baek
In Ho. Bila kau tetap ingin mengungkap kasus penyuapan rektor Universitas ini
hingga akhir, maka aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Baek Ja Eun. Aku
akan mengatakan padanya bahwa ‘Ayahmu Baek In Ho adalah pelaku tabrak lari yang telah
menewaskan ayah Inspektur Hwang’. Bisa kau bayangkan bagaimana hancurnya perasaan
gadis itu saat mendengar kebenaran tentang ayahnya?” ulang Lee Khi Chul,
sengaja menggunakan nama Ja Eun untuk mengancam Tae Hee agar tutup mulut.
“Lee Khi Chul, bahkan hingga saat terakhir, kau tetaplah
seorang penjahat licik dan keji,” ujar Tae Hee, memaki bosnya sendiri dengan penuh amarah.
“Bila kau tidak percaya dengan ucapanku, tanyalah pada
mantan polisi Bong Man Hee. Buktikan sendiri apakah ucapanku salah,” ujar Lee
Khi Chul dengan seringai licik di bibirnya, berganti menantang Tae Hee.
“Tentu saja. Aku tidak akan percaya kata-katamu sama sekali.
Bagaimana bisa aku mempercayai ucapan seorang Polisi korup?” sergah Tae Hee
sebelum pergi dari sana untuk mencari Bong Man Hee dan membuktikan
kebenarannya.
Sialnya, saat Tae Hee tiba di restaurant Bong Man Hee, Kim
Jae Ha juga berada di sana untuk menuntut kebenaran.
“Tolong katakan padaku yang sebenarnya! Siapakah pelaku
insiden tabrak lari 26 tahun yang lalu? Benarkah pelakunya adalah Baek In Ho?” tanya
Kim Jae Ha dengan nada memohon.
“Aku bilang hentikan dan pergilah dari sini!” sahut Bong Man
Hee, mengusir Kim Jae Ha.
“Sajangnim (bos), ini adalah hal yang sangat penting. Benarkah
pelakunya adalah Baek In Ho?” tanya Kim Jae Ha sekali lagi, berharap Bong Man
Hee menyangkalnya.
“Ya. Pelakunya adalah Baek In Ho! Kau puas sekarang?” seru
Bong Man Hee kesal.
Bagaikan tersambar petir, Tae Hee tampak shock dan mematung
di depan pintu saat mendengar kebenarannya. Tapi kemudian dia tersadar dan
segera berlari ke dalam, mencengkeram kerah Bong Man Hee seraya mendorongnya ke
tembok.
“Katakan sekali lagi! Siapa pelaku insiden tabrak lari 26
tahun yang lalu? Jawab aku! Apa benar dia Baek In Ho? Benarkah itu?” tanya Tae
Hee dengan kemarahan, frustasi dan hati yang hancur berkeping-keping.
“Ya. Dari hasil penyelidikanku, semua bukti mengarah pada
Baek In Ho,” sahut Bong Man Hee, membuat Tae Hee seketika mematung dengan air
mata menetes pelan di wajah tampannya yang terkejut.
Blogger Opinion :
Bom waktu akhirnya sudah meledak. Akhirnya Tae Hee mengetahui rahasia yang selama ini
disembunyikan darinya. Poor Hwang Tae Hee T_T Baru saja dia merasa bahagia karena
pernikahannya akan dipercepat, tapi dalam sekejap mata semuanya hancur
berkeping-keping tanpa sisa.
Gadis yang sangat dia cintai, cinta pertama dan cinta terakhir dalam hidupnya, satu-satunya gadis yang ingin dia nikahi, ternyata adalah
putri dari seseorang yang “diduga” sebagai pembunuh ayah kandungnya. Manusia
mana yang tidak shock saat mengetahui kenyataan yang menyakitkan ini? Akting
Joo Won benar-benar sangat keren saat adegan patah hati seperti ini. Kayaknya
dia lebih cocok untuk peran “kisah sedih di hari minggu” seperti ini.
Dan yeah, akhirnya “The Love Story Of Romeo and Juliet” ini
RESMI DIMULAI. Bersiaplah untuk adegan menguras air mata yang akan dimulai
sejak episode 48. Bagi yang sudah menonton drama ini sebelumnya, mungkin sudah
tahu kisahnya seperti apa dan mungkin gak terlalu nyesek saat membaca sinopsisnya,
namun bagi yang belum pernah menonton drama ini dan baru membacanya sekarang di
blog ini, bersiaplah untuk adegan menguras air mata yang akan terjadi selama beberapa
episode mendatang. Untuk berapa episode tepatnya?
Mungkin bagi yang belum menonton drama ini bisa berspekulasi
sendiri dengan melihat episode sebelumnya di mana Tae Hee dan Ja Eun berpisah
karena masalah kontrak. Berapa lama adegan sedih mereka saat ini, ya kira-kira
11-12 dengan episode perpisahan (karena masalah kontrak) sebelumnya. Jadi itung
aja sendiri sedihnya berapa episode.
Jangan lupa, Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun adalah pemeran
utama serial ini, jadi seperti umumnya para pemeran utama di serial drama
lainnya, tentu saja adegan yang menampilkan kesedihan, halangan dan rintangan
dalam meraih kebahagiaan mereka JAUH LEBIH BANYAK dari adegan bahagianya.
Itulah sebabnya ada pepatah jawa yang mengatakan, “LAKON MENANG KERI (pemeran utama
menang di akhir)”. Jadi jangan heran kalau bahagianya Tae Hee dan Ja Eun hanya
beberapa episode, sementara nyeseknya banyak.
Untuk Tae Hee, yang sabar dan tegar ya, boy *puk puk Tae Hee
yang lagi shock mode on*
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/718 + https://gswww.tistory.com/719 + https://gswww.tistory.com/721)
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun MomentSinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisanKumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS!
Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah
murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa
menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian
mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya,
aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan
setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia
Per-Youtube-an!