Senin, 26 Agustus 2024

Sinopsis EP 47 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight for today episode :
Here comes the angst. The last sweet scene before the tragedy begins. Now the bad time for Tae Hee and Ja Eun begins >_< Tae Hee and Ja Eun suffering trip will start again. They really make “The Romeo and Juliet Story” to make our main lead suffers.  When the wedding bells so near yet so far T_T Aaawww! I already feeling so sad T_T They really go down the route of “I-am-falling-in-love-with-the-daughter-of-my-father’s-murderer”.



Tae Hee finally learns of who the suspect in his father’s hit-and-run case is. I can't bear to see Tae Hee bawl his heart out when finding the truth. Poor guy T_T The only woman he ever love. Even though part of my brain is stubbornly insisting that Tae Hee and Ja Eun will never break up, but I know clearly that it surely will happen.


I know that Tae Hee will still stick to Ja Eun no matter what is happening with the family even though he’ll be in shock at first, coz he knows he can’t live without Ja Eun and nobody can fills the hole in his heart before, until Ja Eun showed up!! So loosing Ja Eun for him it’s just like committed suicide slowly. Well Ja Eun still did not know how big the impact that she bring in Tae Hee’s life >_<

------000000-----

Episode 47:
Setelah melihat Hwang Chang Sik duduk seorang diri di dalam gudang dan meratapi adiknya yang telah meninggal, Park Bok Ja kembali masuk ke dalam rumah.



Di dalam rumah, Nenek sudah bersiap untuk tidur, sambil mengatur sendiri alas tidurnya, Nenek tampak bicara sendiri dengan gembira, “Sekarang aku mengerti kenapa Ja Eun tiba-tiba saja muncul dalam kehidupan kami begitu saja. Itu karena dia ditakdirkan untuk menjadi bagian dari keluarga ini, untuk menjadi istri Tae Hee,” ujar Nenek dengan hati gembira.

Park Bok Ja kemudian datang mengunjungi ibu mertuanya seraya membawakan air minum bila Nenek merasa haus di tengah malam. Saat berjalan masuk, Park Bok Ja mendengar ibu mertuanya bicara sendiri.

“Apa Ibu sedang mengatakan sesuatu tadi?” tanya Park Bok Ja ingin tahu apa yang membuat ibu mertuanya begitu gembira hingga berceloteh sendiri dan tersenyum-senyum sendiri di tengah malam seperti ini.

(Takut Ibu Mertuanya kesambet kale ya? Hahaha ^^ Aslinya Nenek ini sudah senang banget saat mengetahui pacar Tae Hee adalah Ja Eun, karena dia juga menyayangi Ja Eun seperti cucunya sendiri, tapi ya karena kasus jadinya…udahlah. Dibaca aja sinopsisnya yang beberapa episode mendatang bakal banjir air mata T_T)

“Aku sedang bicara tentang Ja Eun,” jawab Nenek dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya.


Nenek kemudian menggenggam tangan Park Bok Ja dan berkata dengan nada penuh harap, “Jika kau dan aku bergandengan tangan dan bekerja sama seperti ini, kita bisa mempercepat pernikahan anak-anak,” usul Nenek dengan gembira dan mata berbinar. Dia tak sabar ingin segera melihat Tae Hee menikah.

“Ibu, anak-anak belum lama pacaran, biarkan mereka menikmati masa-masa pacaran lebih dulu,” ujar Park Bok Ja, menolak halus permintaan ibu mertuanya.

“Walaupun mereka baru saja pacaran, namun mereka sudah lama saling mengenal. Dan juga, usiaku sekarang sudah 81 tahun, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok, jadi kita harus bertindak cepat,” ujar Nenek dengan tak sabar. (Percayalah, Tae Hee dan Ja Eun serta penonton juga tidak sabar, tapi masalahnya ini belum waktunya >_<)

“Ibu akan hidup dan sehat hingga sepuluh tahun ke depan, jadi jangan khawatir. Apalagi sekarang umur Ja Eun masih 25 tahun, Ibu.” Sahut Park Bok Ja, masih membujuk ibu mertuanya untuk menunda pernikahan Tae Hee dan Ja Eun.

“Apa kau tidak memikirkan Tae Hee? Usia Tae Hee sekarang sudah 31 tahun. Bahkan bila kau menyuruhnya untuk menikah besok, Tae Hee pasti akan melakukannya dengan senang hati, jadi kenapa kau seperti ini? Apa karena Tae Hee adalah anak orang lain?” sergah Nenek kesal pada Park Bok Ja.

“Ibu, setiap kali ibu mengatakan itu, hatiku sangat sakit mendengarnya,” ujar Park Bok Ja, merasa terluka.

“Kalau begitu pandanglah Tae Hee dan aku. Bagaimana bisa kau bicara seperti itu? Bila aku meninggalkan dunia ini tanpa menemukan pasangan yang tepat untuk Tae Hee, bagaimana bisa aku menatap wajah Chang Woon?” seru Nenek emosi.

“Ibu, Ibu akan berumur panjang jadi tidak perlu khawatir, Ibu. Lagipula Tae Shik yang harus lebih dulu menikah, bukan Tae Hee. Kita tidak bisa apa-apa tentang Tae Bum waktu itu karena Soo Yeong sudah terlanjur hamil, tapi Tae Hee berbeda. Jika Tae Hee menikah lebih dulu dan melangkahi kakaknya, itu tampak tidak pantas, Ibu. Aku berjanji setelah Tae Shik menikah lebih dulu, Tae Hee akan segera menyusul setelah itu, jadi sabarlah menunggu sebentar lagi. Biarkan mereka bekerja meraih mimpi mereka lebih dulu dan menikmati masa-masa pacaran mereka,” ujar Park Bok Ja, terdengar masuk akal.

Nenek berdehem kesal
  namun tidak mengatakan apa-apa karena yang dikatakan Park Bok Ja memang benar adanya.

Setelah menenangkan Ibu mertuanya, Park Bok Ja keluar dari kamar Nenek dan kembali ke kamarnya sendiri.


“Aku sudah mengatakan pada Ibu kalau Tae Shik harus menikah lebih dulu dan membiarkan anak-anak itu menikmati masa pacaran mereka,” ujar Park Bok Ja melaporkan hasil diskusinya dengan nenek.

“Aku minta maaf dan terima kasih banyak,” ujar Park Bok Ja pada suaminya.


(Sebenarnya kalau dipikir lagi, mengulur waktu pun tak ada gunanya. Membiarkan mereka pacaran hingga 3 atau 4 tahun baru kemudian dipaksa putus malah jauh lebih kejam karena perasaan Tae Hee dan Ja Eun sudah tumbuh semakin kuat. Rahasia ini ibarat bom waktu yang hanya tinggal menunggu waktunya, kapan akan meledak)

Keesokan harinya, seluruh keluarga berkumpul untuk merayakan hari ulang tahun Park Bok Ja. Tae Shik menyalakan lilin di atas kue ulangtahun dan mereka semua menyanyikan lagu ulangtahun untuk Park Bok Ja secara bergantian.


Setelah menyanyikan lagu ulang tahun tersebut, Tae Shik menyuruh ibunya untuk meniup lilin tersebut dan memberikannya ucapan selamat. Semua orang bergantian memberi Park Bok Ja ucapan selamat.


Park Bok Ja berterima kasih pada mereka semua. Lalu semua orang mulai memberikan hadiah mereka. Guksu memberikannya sebuah kartu ucapan selamat ulangtahun yang berisi gambar seorang wanita tua yang dia gambar sendiri.


“Eomma, aku menyiapkan sesuatu yang paling Eomma sukai. Uang tunai,” ujar Tae Phil seraya memberikan kepada Park Bok Ja amplop yang berisi uang tunai.

“Kau tidak perlu melakukan itu, Maknae-ah,” ujar Park Bok Ja, sok-sok’an menolak namun tetap mengambilnya, kemudian melanjutkan kalimatnya, “Berapa isi amplop ini?” lanjut Park Bok Ja dengan nada menggoda Tae Phil yang membuat semua orang tertawa.

Tae Shik berkata bahwa dia meminta maaf karena hanya mampu membelikan kue ulangtahun sebagai hadiah ulangtahun ibunya tahun ini.

Kemudian Nenek bertanya kenapa Tae Hee dan Ja Eun tidak memberikan apa pun?
“Ja Eunie, Tae Hee-yya, kenapa kalian tidak memberikan hadiah?” tanya Nenek penasaran.

Tae Hee tersenyum dan berkata, “Aku sudah memberikan hadiahku pada Ibu lebih awal,” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis.


“Aku juga, Nenek. Aku sudah memberikannya lebih awal,” Ja Eun menimpali ucapan kekasihnya dengan senyuman manis yang sama.

“Apa yang kalian berikan? Kenapa harus memberikannya lebih awal?” tanya Nenek penasaran.
“Menantuku, apa itu sesuatu yang luar biasa?” tanya Nenek kepo.
“Hanya sebuah tas, Ibu.” Sahut Park Bok Ja.

“Kemarin malam Tae Bum dan Soo Yeong menelpon, mereka mengatakan kalau mereka akan datang untuk makan malam bersama,” lanjut Park Bok Ja, mengalihkan pembicaraan.

“Tentu saja mereka harus datang karena ini adalah pertama kalinya Soo Yeong merayakan ulangtahun ibu mertuanya sejak dia menjadi bagian dari keluarga ini,” ujar Nenek, merasa itu hal yang wajar.

“Karena nanti malam Tae Bum dan Soo Yeong akan datang, jadi kita bisa mengambil foto keluarga bersama. Ini adalah hadiahku untukmu, menantuku. Sebuah foto keluarga,” lanjut Nenek lagi.

“Foto keluarga, Nenek?” ulang Tae Shik.

“Tentu saja. Karena Guksu dan Soo Yeong telah bergabung dalam keluarga ini jadi sudah tentu kita harus membuat foto keluarga yang baru untuk digantung di dinding rumah. Karena semua orang sangat sibuk jadi aku tidak sempat membahasnya, itulah sebabnya aku ingin melakukannya sekarang karena kurasa ini waktu yang tepat. Kita semua harus pergi dan membuat foto keluarga bersama-sama,” ujar Nenek mengatakan keinginannya.

“Itu ide yang bagus, Nenek. Guksu pasti sangat senang mendengarnya,” sahut Tae Shik tampak gembira karena akan ada foto keluarga bersama putranya di dalam foto itu.

“Aku juga merasa itu ide yang bagus, Ibu. Karena kita harus menambahkan Guksu dan Soo Yeong sebagai bagian dari keluarga kita dan menggantungnya di dinding rumah,” ujar Park Bok Ja menyetujui usul itu.

“Apakah ada sesuatu yang keluar dari mulutku yang tidak baik?” tanya Nenek menyombongkan dirinya. (Ada, Nek. Sebentar lagi. Akan ada hal yang buruk keluar dari mulutmu menyangkut Tae Hee dan Ja Eun >_<)

Nenek kemudian menatap Ja Eun dan mengajaknya ikut serta, “Ja Eun-ah, ikutlah bersama kami,” ajak Nenek dengan tatapan sayang. Nenek merasa kalau calon istri Tae Hee harus diikutsertakan dalam momen keluarga mulai sekarang.

“Aku juga?” ujar Ja Eun, tampak terkejut mendengarnya.
“Tentu saja kau harus ikut. Karena sekarang kau adalah bagian dari keluarga ini dan tidak bisa pergi ke mana-mana lagi,” sahut Nenek dengan antusias.

(Dengan kata lain, Ja Eun uda di lock jadi “calon istrinya Tae Hee” jadi jangan harap Ja Eun bisa bergabung dalam foto keluarga orang lain, karena Ja Eun adalah calon menantunya Hwang Family, gitu...)

Ja Eun tampak tersenyum gembira mendengar jawaban mendengar Nenek, namun seketika senyumannya luntur saat dia tak sengaja dengan bertatapan dengan Hwang Chang Sik.

“Tidak, Nenek. Lain kali saja,” tolak Ja Eun dengan halus dengan masih tersenyum manis.


Jawabannya membuat Tae Hee menatapnya penuh tanya. Tatapan yang seolah menanyakan, “Kenapa? Kau akan segera menikah denganku dan menjadi istriku, lalu kenapa menolak berfoto bersama keluargaku?” Ekspresi Tae Hee seketika berubah khawatir, takut kalau kekasihnya tiba-tiba saja berubah pikiran dan tidak mau menikah dengannya padahal dia sudah sangat ingin menikah dengan Ja Eun.


“Kenapa? Kenapa kau tidak mau pergi bersama kami?” Tanya Nenek, tampak tak senang mendengar penolakan Ja Eun.

“Ja Eun-ssi, pergilah bersama kami,” ajak Tae Shik juga.

“Kenapa kau tidak mau pergi bersama kami? Ini tidak seperti dirimu,” seru Tae Phil juga, tampak kecewa saat Ja Eun menolak ajakan mereka untuk berfoto bersama.

Ja Eun hanya tersenyum kaku dan menolak halus sekali lagi, “Aku akan bergabung lain kali,” ujar Ja Eun sadar diri. Dia berpikir dia akan bergabung dalam foto keluarga setidaknya 3 atau 5 tahun ini karena untuk saat ini Hwang Chang Sik tidak menyukainya sebagai menantu karena dia masih terlalu muda.

Melihat Ja Eun terus menolak dan melihat banyak orang tampak kecewa mendengar penolakan Ja Eun, Hwang Chang Sik akhirnya mengalah pada suara terbanyak, “Ja Eun-ah, jangan seperti itu dan ikutlah bersama kami. Karena jika kau menolaknya, Nenek akan jadi sedih. Pergilah bersama kami,” ajak Hwang Chang Sik.

Setelah mendengar Hwang Chang Sik memberinya ijin, barulah Ja Eun berkata, “Baiklah, Nenek. Aku akan ikut,” ujar Ja Eun dengan tersenyum lega.

“Kau seharusnya mengatakannya sejak tadi,” ujar Nenek, kembali ke mood gembira karena calon cucu menantu kesayangannya akhirnya ikut serta dalam foto keluarga.

“Supnya akan menjadi dingin. Mari kita makan, karena Ja Eun sudah bekerja keras menyiapkan ini semua,” lanjut Nenek, menyuruh semua orang untuk makan.

“Benar. Aku sudah bekerja keras menyiapkan makanannya, jadi kuharap semua orang menikmatinya,” ujar Ja Eun dengan antusias.

Setelah mengucapkan salam, “Kami akan menikmati makanannya”, barulah mereka menyantap makanan yang dimasak oleh Ja Eun sejak tengah malam.

Begitu menyendok makanannya, semua orang di meja makan membuat ekspresi wajah aneh yang menyiratkan bahwa makanannya tidak enak. Sementara Ja Eun menatap mereka semua dengan cemas dan gelisah.


“Bagaimana rasa supnya?” tanya Ja Eun dengan ekspresi khawatir.

(Ja Eun cuma jago bikin bubur aja soalnya. Waktu itu kan dipuji oleh Nenek dan Ibu. Kalau masakan lain, kayaknya Ja Eun harus berlatih lagi. Kalau gak, kasian Tae Hee dikasih makan bubur tiap hari sama istrinya hahaha ^^ Tapi karena Tae Hee type suami bucin istri, pasti Tae Hee lebih milih beli aja daripada ngerepotin istrinya dan ngerepotin lambungnya juga wkwkwk ^^)

“Halmoni, bagaimana rasa sup rumput lautnya?” tanya Ja Eun pada Nenek saat tak ada seorangpun yang menjawab pertanyaannya karena sungkan.

“Eeehmmm... Rasanya sangat unik, mungkin karena kau menambahkan banyak bahan-bahan di dalam supnya,” puji Nenek berbohong. (Nenek gak tega menyakiti hati calon cucu menantu kesayangannya xixixi ^^)

“Ah, iya. Rasanya sangat unik dan punya ciri khas,” sahut Tae Shik, menimpali. Sama-sama tidak mau menyakiti hati Ja Eun.

"Apakah supnya cukup? Ada yang mau tambah?” tanya Ja Eun lagi, dengan tatapan mata polos dan terlihat tulus.


“Tidak perlu. Ini sudah cukup. Rasanya sangat lezat,” sahut Tae Hee sambil tersenyum manis, mengatakan kebohongan manis dan memuji masakan Ja Eun walaupun dia tahu calon istrinya ini tak bisa memasak.


(Gpplah, Tae Hee cari istri yang bisa memahami perasaannya, bisa membuatnya bahagia dan menyembuhkan hatinya yang terluka, bukan mencari pembantu atau Koki/Chef. Kalau tujuan Tae Hee nikah agar bisa makan enak, dia bakal nyari Juara MasterChef Korea atau pembantu sekalian, bukan Baek Ja Eun yang notabene-nya sejak lahir coprot uda jadi Nona Besar kaya raya yang gak pernah masuk ke dapur dan cuma tinggal perintah pelayan. Hanya sejak tinggal di Ojakgyo Farm aja, Ja Eun akhirnya belajar hidup jadi rakyat jelata dengan segala kesederhanaannya. Coba Baek In Ho gak bangkrut, sampai sekarang Baek Ja Eun juga bakal hidup santai foya-foya menghamburkan uang bapaknya >_< "Banyak kok orang kaya yang jago masak kayak Juara MasterChef Indonesia”. Iya, tapi kan mereka emang sengaja kuliah masak di “Lee Cordon Blue” karena punya bakat dan minat masak, jelas beda aliran sama Baek Ja Eun yang bakatnya di animasi)


Tae Phil tampak ingin memprotes ucapan Tae Hee dan mengatakan kebenaran kalau masakan Ja Eun gak enak, tapi Tae Hee yang menyadari itu spontan menatapnya dengan tatapan membunuh dan membuat wajah kesal seraya memperingatkan Tae Phil melalui telepati, “Tutup mulutmu dan makan saja!”


Setelah memperingatkan Tae Phil, Tae Hee kembali menatap Ja Eun dan tersenyum penuh cinta pada kekasihnya. Hwang Chang Sik melihat Tae Hee dengan pandangan resah.

Setelah sarapan, Park Bok Ja pergi ke gudang karena ingin memberi makan bebek-bebek mereka. Dia bergumam pelan, “Semuanya akan baik-baik saja. Setelah waktu berlalu, semuanya akan baik-baik saja,” gumam Park Bok Ja, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri.


Tak berapa lama kemudian, Tae Hee masuk ke dalam gudang, “Aku datang untuk membantu memindahkan serbuk gergaji dan pakan bebek sebelum aku berangkat kerja,” ujar Tae Hee menjelaskan pada ibunya.

“Apa Ja Eun yang menyuruhmu untuk datang kemari?” tanya Park Bok Ja ingin tahu. Karena Ja Eun harus mencuci piring jadilah Park Bok Ja yang memberi pakan bebek-bebek itu.

“Tidak. Aku selalu datang membantu Ja Eun setiap dua atau tiga hari sekali, karena aku takut kalau Ja Eun kehabisan serbuk gergaji atau pakannya sementara dia tidak kuat mengangkatnya,” jawab Tae Hee dengan jujur.

(Jadi dengan kata lain, Tae Hee selalu datang membantu ayang pacar walau tanpa diminta sekali pun. Ngebantu atau sekalian pacaran bentar, Tae Hee? Jangan-jangan bantunya cuma modus ya? Hehehe ^^)

“Apa aku harus memindahkan semuanya?” tanya Tae Hee seraya menunjuk dua karung besar serbuk gergaji dan dua karung besar pakan bebek yang ada di hadapannya.

“Cukup pindahkan masing-masing satu saja,” sahut Park Bok Ja. Tae Hee mengangguk kemudian memindahkannya sesuai dengan request sang ibu.

Setelah memindahkannya ke dalam troli, Park Bok Ja memberikan sebuah pertanyaan yang cukup pribadi pada Tae Hee.

“Tae Hee-yyaa, apa yang kau sukai dari Ja Eun? Apa karena dia cantik?” tanya Park Bok Ja secara tiba-tiba, pertanyaan yang membuat Tae Hee tersipu malu.


(Mak, kalau alasannya karena Ja Eun cantik, Tae Hee sudah langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat pertama kali Tae Hee salah menangkap Baek Ja Eun dan menyeretnya ke kantor polisi – EP 2. Tapi buktinya nggak, kan? Tae Hee dan Ja Eun gelut mulu seperti anjing dan kucing setiap kali mereka bertemu, mereka selalu adu mulut bahkan adu fisik tuh di episode awal. Tae Hee bahkan membanting Ja Eun dengan kasar ke atas tumpukan serbuk gergaji (EP 4) sementara Ja Eun menampar Tae Hee berkali-kali karena kekasarannya (EP 3, EP 7, EP 8). Tae Hee gak bakal kasar kalau memang dia jatuh cinta karena kecantikan Ja Eun. Tae Hee tahu dan sadar kalau Ja Eun cantik, tapi bukan itu yang membuat Tae Hee jatuh cinta setengah mampus pada Ja Eun. Buktinya di EP 10 aja Tae Hee bilang, “Kau hanya bisa mengandalkan wajah cantikmu untuk menarik perhatian orang lain. Kalau begitu gunakan wajah cantikmu itu untuk mencari pria kaya dan menikah dengannya. Itu adalah cara tercepat untuk menyelesaikan masalahmu!” See? Tae Hee tahu dan sadar kalau Ja Eun memang cantik, tapi dia jatuh cinta bukan karena wajahnya, melainkan sifat dan kepribadiannya. Kalau karena cantik semata, uda sejak awal jatuh cinta, gak perlu gelut dan adu mulut terus tuh dua orang >_<)

Melihat putranya hanya tersenyum malu-malu dan tampak tersipu, Park Bok Ja kembali bertanya, “Ibu hanya penasaran saja. Apakah itu terlalu pribadi?” tanya Park Bok Ja lagi.


Kali ini Tae Hee menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Tidak,” sahutnya sebelum mulai mencurahkan isi hatinya kepada sang ibu angkat untuk pertama kalinya tentang gadis yang dia cintai.

“Selama ini, selalu ada sebuah lubang kecil dalam hatiku. Walaupun ayah dan ibu membesarkan aku dengan kasih sayang yang sama seperti yang lainnya, tapi tetap saja ada sebuah lubang kecil di dalam hatiku yang tak mampu terisi oleh apa pun, tidak peduli seberapa besar kalian menyayangiku,” sahut Tae Hee, menceritakan tentang lubang kecil dalam hatinya.


"Ketika hujan datang, aku bisa merasakan air hujan masuk ke dalam lubang kecil itu. Ketika angin berhembus kencang, aku juga bisa merasakan hembusan angin itu masuk ke dalam lubang kecil itu. Walaupun aku selalu mengatakan pada diriku sendiri agar jangan merasa seperti itu, tapi tetap saja ada sebuah lubang kecil dalam hatiku yang membuatku merasa hidup dalam kesepian dan selalu merasa seorang diri selama ini,” lanjut Tae Hee dengan penuh perasaan saat mengatakannya.


“Tapi sejak aku bertemu Ja Eun, perlahan tapi pasti, lubang kecil dalam hatiku, perlahan-lahan mulai terisi. Aku tak lagi merasa sepi, aku tak lagi merasa sendirian di dunia ini. Aku merasa memiliki seseorang yang mampu memahami hatiku tidak peduli apa pun yang terjadi,” ujar Tae Hee dengan lembut dan mata berkaca-kaca, dia tersenyum penuh cinta ketika membicarakan tentang gadisnya.


“Tapi ada juga efek sampingnya dari semua itu, seperti sekarang, aku bahkan bisa mengatakan hal-hal yang membuat orang merinding geli seperti ini. Ibu pasti geli mendengarnya, kan?” lanjut Tae Hee lagi sambil tersenyum canggung.


(Merinding geli karena kalimatnya Tae Hee terdengar terlalu lebay, alay dan menjijikkan jika diucapkan oleh seorang pria seperti Tae Hee ^^)

Park Bok Ja terlihat terharu dan tersentuh mendengar jawaban Tae Hee mengenai “lubang” dalam hati Tae Hee yang tak mampu terisi oleh apa pun dan hanya mampu terisi oleh Ja Eun seorang.

Ditambah lagi, ini pertama kalinya Tae Hee mencurahkan isi hatinya tanpa dipaksa oleh siapa pun. Tae Hee yang pendiam dan introvert, yang selalu menyembunyikan perasaannya dengan baik selama 20 tahun hidupnya, kini malah mencurahkan isi hati dan perasaannya tentang gadis yang dia cintai di hadapan ibu angkatnya dengan kalimat romantis dan membuat orang merinding geli mendengarnya, semua orang bisa melihat bahwa Ja Eun memberikan efek positif yang begitu besar bagi hidup Tae Hee.


“Tidak. Ibu tidak geli mendengarnya. Ibu mengerti perasaanmu. Justru Ibu sangat senang mendengar ini darimu. Tapi jangan terburu-buru untuk menikah, karena kakak pertamamu harus menikah lebih dulu dan Ja Eun juga masih sangat muda,” ujar Park Bok Ja, berusaha membujuk dengan halus agar Tae Hee tidak terburu-buru untuk menikah.


Tae Hee tersenyum dan mengangguk, “Ya. Apa ada lagi yang juga perlu dipindahkan?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi.

“Tidak perlu. Ini sudah cukup untuk sekarang,” tolak Park Bok Ja sambil tersenyum manis pada putra ketiganya.


“Kalau begitu akan kupindahkan sekarang,” sahut Tae Hee seraya mendorong troli yang berisi serbuk gergaji dan pakan itu ke arah kandang.


Setelah Tae Hee selesai membantu ibu angkatnya dan Ja Eun selesai dengan tugasnya mencuci piring, sepasang kekasih itu tampak berjalan-jalan seraya menggenggam segelas Charamel Macchiato di tangan mereka.


(Nah, kan? Rambut Ja Eun mulai terurai dan bajunya uda balik modis lagi seperti gadis kaya sejak adegan sarapan di ruang makan. Tahu kan tandanya apa? Tanda-tandanya perpisahan akan semakin dekat. Ja Eun kalau pisah sama Tae Hee, justru malah selalu tampil modis dan cantik dengan rambut terurai dan pakaian yang tampak seperti nona kaya, contohnya di EP 24 pertengahan-34 awal. Padahal waktu jadian sama Tae Hee, waktu mesra-mesranya, waktu lagi manis-manisnya, dan banyak banget scenes yang worthed buat di screenshot, rambutnya Ja Eun cuma dicepol/dikonde kayak Mbok Jamu dan pakaiannya kayak Ahjumma-ahjumma. Giliran pisah dan gak ada adegan bareng, rambut dan style-nya Baek Ja Eun kembali ke pengaturan gadis kaya. Stylist-nya punya masalah apa sih sama Ja Eun? >_< Untungnya masih ada sedikit adegan Ja Eun rambut terurai bareng Tae Hee walau sedikit dan sisanya lebih banyak konde/cepolnya >_< Sungguh, aku gak suka liat cewek rambutnya dikonde, karena kesannya kayak ibuk-ibuk, gak kayak gadis lajang >_<)


“Pagi ini saat di gudang, Ibu bertanya padaku apa yang kusukai darimu,” ujar Tae Hee, membuka pembicaraan.

“Ahjumma bertanya padamu?” tanya Ja Eun tampak terkejut.

“Ya. Itulah sebabnya tiba-tiba saja aku jadi penasaran. Apa yang kau sukai dariku?” tanya Tae Hee, melontarkan pertanyaan yang sama, yang tadi dilontarkan Park Bok Ja padanya, kali ini dia lontarkan kepada kekasihnya.


“Apa yang kau katakan pada Ahjumma?” tanya Ja Eun tampak penasaran, dia mengabaikan pertanyaan Tae Hee dan lebih fokus pada jawaban apa yang diberikan oleh Tae Hee pada ibunya.


“Aku yang bertanya lebih dulu,” sahut Tae Hee dengan cemberut. Dia tidak mau menjawab tapi dia mau Ja Eun menjawab pertanyaannya.

(Gak bisa gitu cara mainnya, Bambang! Kamu gak mau jawab karena malu, masa iya Ja Eun yang notabene-nya seorang gadis disuruh jawab? Ya pasti lebih malu lah. Cowok dulu dong harusnya kasih contoh!


“Benar juga. Seseorang yang bahkan tidak tahu sejak kapan dia mulai menyukai seseorang, akan aneh rasanya kalau dia mengetahuinya. Sudah jelas kalau kau pasti tidak mengatakan apa pun,” sahut Ja Eun dengan ekspresi mengejek kekasihnya, tampak kecewa lalu berjalan lebih cepat.


Tae Hee yang tidak terima segera mencekal lengan Ja Eun dan menahan langkahnya, “Tidak. Aku menjawabnya,” protes Tae Hee dengan wajah cemberut.


“Benarkah? Apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun lagi, dengan raut wajah penasaran.

Tapi Tae Hee hanya terdiam seraya menatap kekasihnya dengan ekspresi cemberut yang sama. Tae Hee tampak malu menjawab pertanyaan itu tapi dia malah ingin Ja Eun menjawabnya. Dasar cowok!

“Lihat, kan? Kau tidak bisa menjawabnya. Sudah jelas kau tidak mengatakan apa-apa,” seru Ja Eun lagi dengan kesal.


“Tidak. Bukan seperti itu. Hanya saja, aku yang bertanya padamu lebih dulu,” ujar Tae Hee membela dirinya seraya menahan lengan Ja Eun agar tidak pergi.

(Intinya mereka berdua sama-sama malu. Tae Hee maunya Ja Eun jawab dulu “apa yang Ja Eun sukai dari dirinya?” baru kemudian dia yang jawab. Tapi Ja Eun-nya maunya Tae Hee yang jawab dulu, baru dia menyusul kemudian. Karena gak ada yang mau ngalah, akhirnya tidak ada yang menjawab pertanyaan itu pada akhirnya hahaha ^^ Sama-sama Alpha, jadinya gak ada yang mau ngalah. Makanya mereka serasi karena sama-sama Alpha ^_^)


Ja Eun tersenyum pasrah melihat Tae Hee yang keras kepala, jadi daripada berujung bertengkar, dia memilih mengalihkan topik pembicaraan. Satu yang pasti, Ja Eun tak mau menjawab lebih dulu. Strong girl, Alpha girl dilawan hahaha ^^


“Ahjussi, tolong pegangkan kopiku,” pinta Ja Eun seraya menyerahkan kopinya pada Tae Hee yang segera memegangkannya.


Ja Eun kemudian melepas syal pinknya dan mengalungkannya di leher Tae Hee, "Kenapa memakai pakaian tipis seperti ini? Kau kan harus bekerja di luar ruangan. Kau akan kedinginan nanti,” ujar Ja Eun dengan penuh perhatian dan kekhawatiran.



“Tapi aku baik-baik saja,” sahut Tae Hee, sok kuat.

(Dia memprotes karena biasanya yang memakai syal adalah wanita, uda gitu warna syalnya pink pula. Tae Hee jadi pinky boy, dipake’in syal pink sama ceweknya. Pak polisi pake syal pink hahaha ^^)



“Aku yang tidak baik-baik saja. Di musim dingin seperti ini, syal dan mantel adalah sebuah keharusan. Pastikan kau selalu memakainya saat berada di luar ruangan,” omel Ja Eun dengan penuh perhatian.


Tae Hee hanya terdiam melihat kekasihnya memberikannya perhatian dan melimpahinya dengan kasih sayang, Tae Hee merasa hatinya sangat hangat.



Ja Eun pun melepaskan sarung tangan rajutan miliknya dan menyampirkannya di leher Tae Hee juga.
“Pakai ini juga,” ujar Ja Eun.


“Tapi ini sarung tangan rajut,” protes Tae Hee dengan cemberut karena biasanya yang memakai sarung tangan rajut adalah wanita.


“Itulah sebabnya mereka ratusan kali lebih hangat. Ingat! Kau tak boleh melepaskannya atau menghilangkannya. Mengerti?” ujar Ja Eun lagi, dengan nada memerintah.



“Baiklah,” sahut Tae Hee menurut.

(Walau dia dipake’in syal pink dan sarung tangan rajut sama ayangnya, tapi di iya’in aja sama si Tae Hee karena prinsipnya Tae Hee adalah “I’ll do anything for you”. Apa pun asal ayang seneng ^_^ Pengen satu cowok yang modelan Tae Hee dong ^^)


“Ah, setelah kupikirkan lagi, sepertinya kita tak pernah mengambil foto berdua,” ujar Ja Eun teringat. Ja Eun kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai mengajak Tae Hee berfoto berdua untuk dijadikan wallpaper ponsel mereka.


“Lihatlah ke arah kamera,” ujar Ja Eun memberi tanda.
“Ayo mulai. Satu... Dua...” ujar Ja Eun dengan ceria, tapi dia menyadari kalau Tae Hee tidak tersenyum ke arah kamera.


(Babang polisi gak suka difoto sebelumnya jadi dia gak tahu bagaimana caranya berpose, dan lagi dia masih tampak kecewa karena Ja Eun menolak menjawab pertanyaannya tentang “Apa yang Ja Eun sukai darinya?”)



“Apa kau tak mau tersenyum?” tanya Ja Eun pada ayang pacar yang dari tadi cemberut mulu, ngambek karena pertanyaannya gak dijawab.


Tapi karena Ja Eun yang menyuruhnya, Tae Hee pun akhirnya tersenyum manis ke arah kamera, “Satu...Dua...Tiga!” dan mereka mulai banyak foto berdua.


Di Good Film, di ruangan Kim Jae Ha, asisten Kim Jae Ha tampak memberikan laporan, “Menurut hasil penyelidikan saya, benar kalau CEO Jim Shim Food adalah ayah Baek Ja Eun-ssi, Baek In Ho dan kakeknya adalah Baek Seong Bang,” lapor asisten Kim Jae Ha.

“Baiklah, aku mengerti. Kerja bagus. Kau bisa pergi sekarang,” ujar Kim Jae Ha pada asistennya.


Setelah asistennya meninggalkan ruangan, Kim Jae Ha kembali melihat daftar kendaraan para tersangka dan teringat ucapan Bong Man Hee yang mengatakan kalau ayah angkat Hwang Tae Hee (Hwang Chang Sik) juga mengetahui hal itu dan meminta Bong Man Hee agar tidak mengatakannya pada Tae Hee.

Tak berapa lama kemudian, Kim Jae Ha mendapatkan telepon dari Ja Eun dan dia berkata akan turun menemui gadis itu sekarang. Kim Jae Ha menyelipkan daftar kendaraan para tersangka itu di salah satu map di atas mejanya, namun ada beberapa bagian kertas yang menyembul keluar.

Di ruangan Ja Eun, Kim Jae Ha bertanya dengan penuh perhatian, “Ceritakan saja semuanya padaku, apa ada sesuatu yang ingin kau ceritakan padaku. Tidak peduli apa pun itu, aku akan mendengarkannya,” ujar Kim Jae Ha memberikan sebuah clue.

(Kim Jae Ha berpikir mungkin Ja Eun sudah dijahati oleh Hwang Chang Sik, itu sebabnya dia ada di sana untuk menjadi pendengar setia dan mendengar keluh kesah Ja Eun. Kim Jae Ha siap bila Ja Eun membutuhkan teman curhat, gitu maksudnya ^^)

“Aku minta maaf, tapi kami telah memutuskan untuk menjual pertanian itu. Anda sangat baik padaku, tapi aku malah tidak bisa menepati janjiku. Setelah kami melihat hasil uji coba pakan kami di minggu ke-3, kami berniat menjual pertanian,” ujar Ja Eun dengan raut wajah tak rela, tapi dia tak punya pilihan selain menuruti keinginan Park Bok Ja.

“Kenapa begitu tiba-tiba? Apa alasannya?” tanya Kim Jae Ha ingin tahu, dengan hati was-was.

“Itu karena Ahjussi dan Ahjumma ingin aku menjualnya. Ahjumma sudah mulai menua jadi tidak bisa lagi melakukan pekerjaan berat di pertanian, itu sebabnya kami ingin pindah. Aku benar-benar minta maaf,” ujar Ja Eun lagi dengan menyesal.

“Kalau begitu tak ada yang bisa dilakukan. Untuk sekarang aku mengerti. Kita bicarakan ini 3 minggu lagi,” ujar Kim Jae Ha, mencoba memberi Ja Eun kesempatan untuk berpikir. Sepertinya dia tahu alasan yang sesungguhnya dibalik semua itu.

“Baik. Apa Anda tidak marah padaku, Kim PD-nim? Aku sudah mempersiapkan diri sebelum aku mengatakan ini padamu,” ujar Ja Eun lirih. (Mempersiapkan diri untuk dimarahi maksudnya).

“Ini bukan keinginanmu jadi marah padamu juga bukan tindakan yang tepat. Kau bilang ini adalah keinginan Ahjumma dan Ahjussi, kan?” sahut Kim Jae Ha pengertian.

“Ya. Tapi tetap saja, aku berterima kasih padamu dan sekali lagi aku minta maaf,” ujar Ja Eun dengan tak enak hati.


Kim Jae Ha berjalan lebih mendekat ke arah Ja Eun dan mencoba memancingnya sekali lagi, “Aku tak punya apa pun yang kusembunyikan di depanmu. Aku membiarkanmu mengetahui semuanya tentang diriku. Kau tahu itu, bukan? Kau bahkan tahu kalau aku adalah anak adopsi ibuku. Jadi bila suatu hari nanti kau mengalami saat-saat sulit atau memiliki masalah yang tak bisa kau selesaikan sendiri, jika kau butuh bantuanku, kau bisa menceritakannya padaku. Katakan padaku semua yang kau rasakan. Jangan menanggungnya sendirian,” ujar Kim Jae Ha tiba-tiba, membuat Ja Eun menjadi semakin bingung.

“Apa maksudnya itu? Kenapa tiba-tiba Anda bicara seperti itu?” tanya Ja Eun tak mengerti maksud Kim Jae Ha.

“Tidak ada. Aku hanya ingin hidup dengan menjadi orang baik dan membantu orang lain. Itu saja,” sahut Kim Jae Ha, mencari alasan yang masuk akal.

Akhirnya karena situasi mendadak canggung, Kim Jae Ha pun mengubah topik pembicaraan, “Semua pekerjaanmu berjalan lancar, bukan?” tanya Kim Jae Ha yang hanya mendapat tatapan bingung dari Ja Eun.



Di saat yang bersamaan, saat Kim Jae Ha sedang berada di dalam ruangan Ja Eun dan mencoba memancing gadis itu agar menceritakan masalahnya, Tae Hee yang saat itu mengantar Ja Eun ke kantornya, mendatangi ruangan Kim Jae Ha dan berniat menunggu pria itu di sana.




Tae Hee berjalan ke arah meja Kim Jae Ha untuk melihat sekilas foto mendiang ibu kandungnya, saat dia melihat secarik kertas yang berisi tulisan tangan Kim Jae Ha di atas meja. Tak hanya itu, Tae Hee juga melihat secarik kertas yang terselip di dalam sebuah map yang berisi nomor telepon beberapa orang, penasaran, 



Tae Hee melirik ke arah pintu untuk memastikan tak ada seorangpun yang masuk ke dalam ruangan itu sebelum menarik keluar kertas yang berisi daftar nama tersangka tersebut.




Namun untunglah, saat dia hampir saja menariknya keluar, Kim Jae Ha tiba di sana tepat pada waktunya dan menghentikan Tae Hee secepat kilat. Kim Jae Ha segera berlari masuk ke dalam kantornya dan mengambil map tersebut dari tangan Tae Hee.



“Apa yang kau lakukan sekarang di dalam kantor orang lain saat tak ada seorangpun di dalam ruangan?” tegur Kim Jae Ha dengan ketus.



“Mianhaeyo (Aku minta maaf),” sahut Tae Hee dengan sungkan.

“Tentu saja kau harus minta maaf. Sekarang cepat menyingkir dari mejaku,” usir Kim Jae He dengan sinis.


“Apa kau benar-benar tidak memiliki daftar nama para tersangka itu?” tanya Tae Hee sekali lagi, masih tampak tak percaya.

“Sudah kubilang aku tidak memilikinya!” sentak Kim Jae Ha kesal. Tapi penyangkalannya yang terlalu kuat justru membuat Tae Hee curiga.


“Pergilah sekarang karena aku akan ada meeting sebentar lagi,” ujar Kim Jae Ha lebih pelan, mengusir Tae Hee dari ruangannya dengan alasan meeting. Dia kemudian menyimpan map tersebut di dalam lacinya dan menguncinya.



Untunglah pada saat itu, Tae Hee mendapat telepon dari Seo Dong Min, “Ya, Seo Dong Min. Aku tahu aku akan pergi sekarang,” sahut Tae Hee di teleponnya.


“Kau benar-benar tidak menyembunyikan apa pun dariku, kan?” tanya Tae Hee sekali lagi dengan tatapan curiga.


“Tidak ada!” sangkal Kim Jae Ha sekali lagi.

“Baiklah,” ujar Tae Hee sebelum melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.



Ternyata Dong Min memanggil Tae Hee karena mereka ada janji untuk bertemu dengan Hong Man Shik di sebuah restoran untuk membicarakan kasus penyuapan rektor Universitas yang melibatkan Baek Ja Eun sebagai mahasiswa yang diduga masuk melalui penyuapan. Tae Hee ingin membersihkan nama calon istrinya.


“Aku mohon padamu. Yang perlu Anda lakukan adalah memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 2007 di Hong Kong Restaurant waktu itu. Aku hanya ingin mencari keadilan untuk Baek Ja Eun, aku tak punya niat lain selain itu. Karena hanya itulah satu-satunya cara untuk membersihkan nama Ja Eun dan membebaskannya dari kecurigaan masuk melalui jalan belakang dengan menyuap rektor Universitas,” pinta Tae Hee, memohon.


“Kami akan bertanggung jawab untuk itu. Kami takkan menyebutkan nama Anda,” ujar Seo Dong Min, memberikan jaminan program perlindungan saksi.


(Emang harus gini sih ya. Nama saksi JANGAN SAMPAI DIPUBLISH, yang ada malah dijadikan sasaran balas dendam pelaku malahan dan orang-orang jadi males bersaksi karena takut jadi sasaran balas dendam penjahatnya. Pada akhirnya apa? Kejahatan semakin merajalela karena orang-orang memilih diam dan bungkam setiap kali mereka melihat tindakan kriminal yang terjadi di depan mata mereka. Saksi gak dilindungi, untuk apa juga ikut campur? Gitu mikirnya. Jadi emang sudah tugas dan kewajiban polisi untuk memberikan Jaminan keselamatan bagi para saksi)

Mendengar ucapan Seo Dong Min, Hong Man Shik spontan menatapnya seolah meminta jaminan.


“Kalian harus pastikan untuk menepati janji itu. Bukan aku yang memberikanmu ini,” ujar Hong Man Shik seraya menyodorkan sebuah flashdisk ke atas meja ke arah Tae Hee, kemudian segera berlalu pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Tae Hee dan Dong Min segera kembali ke kantor mereka dan menuju ke ruangan tertutup (tempat dulu Tae Hee pernah dihukum untuk menjalani hukuman administrasi) dan memutar flashdisk itu melalui laptop.


Flashdisk itu ternyata berisi rekaman video yang direkam diam-diam oleh Hong Man Shik yang memperlihatkan Lee Khi Chul dan Baek In Ho duduk bersama di sebuah meja, kemudian Baek In Ho menyerahkan tiga buah jam tangan mewah (yang telah dibeli dengan kartu kreditnya) tersebut kepada Lee Khi Chul.

“Aku ingin lihat. Jam tangan ini sangat bagus. Terima kasih. Aku akan menggunakannya dengan baik,” ujar Lee Khi Chul pada Baek In Ho seraya mengambil salah satu jam tangan itu dan melihatnya.



“Akan kau gunakan untuk apa ketiga jam tangan mewah itu?” tanya Baek In Ho bingung dalam rekaman video itu. 


Mungkin dia merasa aneh karena Lee Khi Chul meminjam kartu kreditnya untuk membeli tiga buah jam tangan mewah. Tiga buah, tak hanya satu saja. Kalau satu, kemungkinan dipakai sendiri, tapi ini tiga buah, tentu saja Baek In Ho wajar kalau bertanya “Digunakan untuk apa?”


Tae Hee tampak menonton rekaman video itu dengan serius, sementara rekaman video itu terus berputar memperlihatkan kejadian di restoran Hongkong pada tahun 2007 silam.


“Kau tidak perlu tahu,” sahut Lee Khi Chul di dalam rekaman video itu dengan tersenyum licik, menjawab pertanyaan Baek In Ho. (Lee Khi Chul ini definisi “temen makan temen”, dia berkali-kali menikam Baek In Ho dari belakang tanpa disadari oleh Baek In Ho sendiri)

Lee Khi Chul kemudian meletakkan salah satu jam tangan yang terbuat dari emas itu di atas meja, ke arah Hong Man Shik duduk dan terus merekam tanpa mereka sadari.


Tae Hee segera menyuruh Dong Min untuk mem-pause rekaman video tersebut untuk melihat kode seri yang tercetak di balik jam tangan tersebut (kalau HP namanya IMEI, entah kalau untuk jam tangan sebutannya apa. Kode Produksi kah? Atau serial number? Pokoknya nomor-nomor gitu deh)


Kemudian dia menyamakannya dengan foto salah satu jam tangan mewah yang mereka sita dari tangan Rektor Universitas (lupa namanya siapa, karena ini ada di episode 5).


“D102926. Bingo. Ini adalah kode produksinya, kan?” ujar Tae Hee dengan tersenyum gembira saat mengetahui bahwa kedua jam tangan tersebut memiliki kode seri yang sama.

Wah, gak kebayang senengnya Tae Hee karena akhirnya dia bisa membuktikan kalau gadis yang dia cintai tidak bersalah. Tae Hee akhirnya bisa menepati janji yang diucapkannya di EP 9, kalau dia pasti akan membuktikan Baek Ja Eun tidak bersalah kalau memang gadis itu benar-benar tidak bersalah dan mencari kebenarannya.


“Hyungnim, kita menemukannya. Kita telah menemukannya,” seru Seo Dong Min, ikut merasa gembira karena akhirnya mereka tahu fakta dibalik kasus ini setelah sekian lama. Tae Hee dan Dong Min ber-tos ria dengan wajah penuh senyuman.

“Kita telah menemukan kebenaran. Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang? Pelakunya adalah Pimpinan Department kita sendiri,” ujar Dong Min, kembali skeptis.


“Kita harus mengungkapkannya secara resmi di hadapan semua orang, jadi dia takkan bisa mengelak lagi,” ujar Tae Hee memutuskan. Dia sudah bertekad bulat akan membongkar kejahatan Lee Khi Chul untuk membersihkan nama pacarnya.

“Kau buatlah salinannya. Kita butuh file cadangan,” ujar Tae Hee pada Dong Min yang segera melakukan instruksinya.

Tak lama kemudian, Tae Hee menyerahkan sebuah flashdisk pada Tim Leadernya (Tae Hee menyerahkan salinannya, bukan yang asli), kemudian berkata dengan lantang di depan semua rekannya.


“Aku telah menyelesaikan kasus penyuapan yang dilakukan Profesor Seo di Korea University. Kode serial yang tercetak di salah satu jam tangan milik Profesor Seo sama persis dengan kode serial dari jam tangan mewah milik salah satu orangtua murid yang masuk melakui jalan belakang. Di Hong Kong Restaurant, CEO Jim Shim Food, Baek In Ho memberikan jam tangan mewah itu kepada orangtua dari seorang murid bernama Lee Seung Mi yang akhirnya digunakan untuk menyuap rektor Universitas. Di dalam flashdisk ini ada sebuah video yang menunjukkan Baek In Ho memberikan jam tangan itu pada orangtua murid tersebut,” ujar Tae Hee panjang lebar, menjelaskan pada Tim Leadernya.


“Wah, kerja bagus, Hwang Tae Hee. Tapi bagaimana kau bisa mendapatkan video ini?” puji Tim Leader tampak bangga pada hasil kerja Hwang Tae Hee.


“Tapi orangtua murid itu adalah Pimpinan Department kita, Lee Khi Chul.” Ujar Tae Hee, jelas-jelas menyebutkan nama si tersangka secara gamblang hingga membuat semua orang menjadi shock.


“Apa? Pimpinan Department kita?” tanya Tim Leader, mengkonfirmasi sekali lagi. Tae Hee mengangguk mantap sebagai konfirmasi.

Tim Leader Eum segera mendatangi Lee Khi Chul untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Tentu saja Lee Khi Chul sangat marah dan bahkan melempar barang ke arah tembok dengan kesal.


“Apa? Apa katamu? Tapi bagaimana bisa? Aku akan mengatasinya. Aku akan mengatasinya jadi keluarlah!” seru Lee Khi Chul marah.

“Hwang Tae Hee mengungkapkannya di hadapan semua orang jadi sangat sulit untuk menutupinya,” ujar Tim Leader Eum menginformasikan.

“Tutup mulutmu! Ini tentang masa depan putriku yang bahkan belum lulus. Dia bahkan belum lulus tapi bahkan sekarang dia akan ditendang keluar? Pergilah! Aku akan mengurusnya! Aku sendiri yang akan mengurusnya!” seru Lee Khi Chul dengan marah.

Sore harinya, keluarga Hwang berkumpul di ruang tamu dan bersiap untuk pergi bersama ke studio foto. Tae Bum dan istrinya, Soo Yeong pun ikut hadir hari itu untuk membuat foto keluarga bersama. Hanya tinggal Tae Hee dan Ja Eun yang belum hadir di tengah mereka.


Tak lama kemudian, Ja Eun turun dari atas loteng dan menyapa Tae Bum dan Soo Yeong.
“Paman kedua, Anda sudah datang?” sapa Ja Eun pada Tae Bum dengan ramah.
“Eonnie,” sapa Ja Eun pada Soo Yeong.

“Selamat, Ja Eun-ssi. Aku dengar dari Tae Bum-ssi saat perjalanan kemari kalau kau berpacaran dengan adik ipar Tae Hee,” ujar Soo Yeong, memberi selamat dengan tulus sambil tersenyum manis.

“Ya,” sahut Ja Eun malu-malu.
“Soo Yeong kami ingin segera menjadi kakak ipar Ja Eun secepat mungkin,” ujar Tae Bum.

“Mengapa kau ingin Ja Eun secepatnya menjadi adik iparmu? Apa agar kau bisa menyuruhnya datang ke rumahmu dan memasak serta membersihkan rumah untukmu?” ujar Nenek bercanda, namun terdengar seperti sindiran di telinga semua orang. 

Itu karena Nenek tahu kalau Soo Yeong selalu dimanja oleh kedua orangtuanya dan tak pandai melakukan itu semua. Dengan kata lain Nenek bilang, “Kau mau menjadikan Ja Eun, cucu menantu kesayanganku sebagai pembantumu, kan?” hahaha ^^

“Tidak, Nenek. Bukan seperti itu. Aku bahkan tak pernah melakukan itu untuk kalian sebagai menantu, jadi bagaimana aku bisa meminta Ja Eun-ssi melakukan hal itu untukku?” sangkal Soo Yeong tak enak hati.

“Jadi, kau sudah tahu itu?” tanya Nenek lagi, lagi-lagi dengan nada menyindir.

“Tentu saja, Nenek. Walaupun aku tak bisa memasak dan membersihkan rumah, tapi aku memiliki kesadaran diri,” sahut Soo Yeong membela diri. Semua orang tertawa mendengarnya.

Karena Tae Hee tak muncul di sana hingga semua keluarga pergi, jadi sepertinya Tae Hee menuju ke lokasi pemotretan alias studio foto itu langsung dari kantornya, jadi gak mampir pulang dulu ganti baju. Mungkin Tae Hee sudah sekalian membawa baju gantinya di dalam mobil dan menumpang mandi di kantor polisi.

Karena saat seluruh keluarga tiba di sana, Tae Hee sudah berada di sana juga. Fotografer sudah berada di sana juga dan mulai mengambil foto keluarga mereka. Pria itu, sang fotografer berkali-kali memberikan instruksi pada semua orang. 


Seperti meminta Nenek agar tersenyum lebih lebar, lalu meminta Hwang Chang Sik membetulkan dasinya yang miring, lalu meminta Hwang Tae Shik untuk membenarkan letak kacamatanya yang miring, atau menegur Tae Bum dan Soo Yeong yang terlalu lebay karena sejak tadi Tae Bum sibuk membenarkan rambut Soo Yeong hingga membuat fotografernya mau mengambil foto malah gak jadi jadi, batal mulu.

Si fotografer itu juga menegur Tae Hee karena kepala Tae Hee selalu miring ke arah Ja Eun jadi dia meminta Tae Hee agar berdiri lebih tegak.

“Putra ketiga, kepalamu terlalu miring ke kiri. Berdirilah lebih tegak,” ujar si fotografer pada Tae Hee yang membuat Ja Eun menoleh ke arah Tae Hee dan membuat Tae Hee tersenyum canggung karena ditegur.


“Putra ketiga, calon istrimu cantik sekali,” puji si fotografer pada Ja Eun yang membuat Tae Hee dan Ja Eun tersenyum malu-malu.


Phil yang mendengar fotografer menegur kedua kakaknya yang terlalu lebay pamer kemesraan dengan kekasih masing-masing hanya bisa berdiri dengan malas seraya menarik napas pasrah.


Sikap Tae Phil yang bersidekap dada dan berdiri asal-asalan membuatnya ditegur pula oleh si fotografer.

“Putra bungsu, tolong turunkan lenganmu, jangan seperti itu. Berdirilah dengan tegak dan tersenyumlah,” seru si fotografer, membuat Tae Hee menggeplak lengan Tae Phil agar tidak lagi bersidekap dada.


Setelah semuanya sesuai, akhirnya pengambilan gambar berhasil dilakukan. Semua orang tampak lelah
  walaupun mereka hanya berdiri sebentar saja untuk berpose.

Tae Hee mendadak jadi manja dan berakting lelah hingga tidak bisa berdiri dengan benar, supaya dia bisa memegangi lengan Ja Eun, bersandar padanya dan mencuri-curi kesempatan berdekatan dengan kekasihnya.


Ja Eun mencoba menarik tangan Tae Hee agar tidak memegangi lengannya karena malu jika sampai tertangkap basah lalu diledek oleh seluruh keluarga, namun tidak berhasil karena Tae Hee masih memegangi lengan Ja Eun erat, seolah-olah dia benar-benar sangat lelah dan tak sanggup berdiri tanpa penopang. (Tae Hee childish dan manjanya kumat kalau uda sama ayang pacar ckckck ^^ Inner child-nya hanya muncul di depan Ja Eun ^^)


“Ibu, Anda lelah, kan?” tanya Park Bok Ja perhatian.

Nenek menggeleng, kemudian berteriak pada si fotografer, “Tunggu sebentar, pak fotografer. Bisakah Anda sekalian mengambil foto soloku? Foto untuk pemakaman,” pinta Nenek tiba-tiba. Mendadak suasana di studio foto itu menjadi muram saat mendengarnya.


“Ibu, apa ini alasan Anda ingin membuat foto keluarga?” tanya Hwang Chang Sik.
“Tidak. Ini karena aku sudah sangat tua, jadi lebih baik aku bersiap-siap, bukan?” sahut Nenek, membuat semua orang semakin sedih mendengarnya.


“Kalian semua jangan seperti ini. Ini bukan masalah besar. Tentu saja ini harus dipersiapkan. Masalah yang sebenarnya adalah justru kita pergi tanpa persiapan apa pun. Benarkan?” lanjut Nenek lagi.

“Tapi setidaknya Ibu harus memberitahu kami sebelumnya,” ujar Hwang Chang Sik, tak suka membicarakan kematian.

“Aku sudah memikir ini sejak pagi. Jadi karena sekarang mereka sedang mengambil foto keluarga bersama, jadi kenapa tidak sekalian saja mengambil foto soloku juga?” ujar Nenek menjelaskan.


Akhirnya Nenek duduk sendiri untuk mengambil foto solonya. Tae Hee menatap neneknya dengan sedih seolah Neneknya akan mati besok pagi. 


Nenek bertanya pada semua orang apakah dia terlihat cantik dan meminta si fotografer untuk membuatnya terlihat secantik mungkin. Fotografer itu berkata agar Nenek tersenyum agar terlihat lebih cantik. Semua orang terlihat sedih saat Nenek mengambil foto.


Setelah mengambil foto keluarga di studio foto, keluarga Hwang berkumpul bersama di rumah dan mengobrol sambil menikmati buah-buahan. Nenek merasa senang karena akhirnya keinginannya membuat foto keluarga terwujud dan juga dia sudah membuat foto solo untuk persiapan pemakaman bila ajalnya tiba-tiba menjemput.

Mendengar ucapan Nenek, semua orang tampak terkejut. Mendadak suasana menjadi muram dan sedih, apalagi ketika Nenek berkata bahwa dia bermimpi bertemu dengan suaminya yang telah meninggal sebanyak dua kali, seolah menjadi pertanda kalau hidupnya mungkin takkan lama lagi.

“Ibu, kenapa Ibu harus bicara seperti itu?” ujar Hwang Chang Sik, tak suka mendengar ibunya bicara soal kematian.

“Aku sudah tua. Lihat berapa usiaku sekarang. Tentu saja wajar bila aku harus bersiap-siap, bukan? Tidak ada yang tahu kapan kematian akan menjemputku,” sahut Nenek, seolah sudah siap mental bila Tuhan memanggilnya kapan saja.

Nenek kemudian kembali mendesak Tae Hee dan Ja Eun untuk menikah secepatnya, “Tae Hee-yyaa, Ja Eun-ah, tidak bisakah kalian berdua menikah Musim Semi ini? Aku tahu aku terlalu tergesa-gesa, tapi aku benar-benar ingin melihat kalian berdua menikah. Jadi dengan begitu, kapan pun Tuhan ingin memanggilku, aku bisa pergi dengan tenang,” bujuk Nenek sekali lagi pada cucu kesayangannya.

“Nenek, jika Nenek berkata seperti itu maka aku akan marah,” ujar Tae Hee, juga tak suka mendengar Neneknya selalu membicarakan kematian.

“Baiklah. Baiklah. Nenek tahu. Nenek mengatakan hal ini bukan untuk mengancam kalian jadi jangan marah ya. Ini murni keinginan hati Nenek,” sahut Nenek, membujuk Tae Hee dan Ja Eun sekali lagi.

“Bukankah kalian ingin menikah di Musim Gugur? Apa salahnya jika kita mempercepatnya beberapa bulan ke depan? Mei adalah waktu yang bagus, begitu juga dengan Juni,” lanjut Nenek lagi.

“Ibu, bukankah kita sudah membahas ini semalam? Tae Shik masih belum menikah,” ujar Park Bok Ja, berusaha mencegah dengan menggunakan nama Tae Shik sebagai alasan.

“Ibu, tidak perlu merasa sungkan karena aku. Sejak hari di mana Tae Hee dan Ja Eun mengumumkan kalau mereka berdua berpacaran, aku sudah mengatakan pada Tae Hee, kalau dia ingin menikah maka menikahlah tanpa perlu mempedulikan perasaanku. Aku tahu aku tak boleh egois,” ujar Tae Shik dengan tulus dan bijaksana, tanpa tahu yang sebenarnya.

“Benarkah? Inilah kenapa orang-orang berkata bahwa tidak ada yang lebih baik dari seorang kakak,” puji Nenek gembira, karena Tae Shik telah memberikan ijinnya.

“Ibu, bahkan walaupun Tae Shik berkata seperti itu...” Park Bok Ja ingin mengatakan sesuatu tapi Nenek memotongnya dengan kesal, “Apakah kau pikir aku hanya mengada-ada saat aku bilang kalau suamiku yang telah meninggal mendatangiku dua kali dalam mimpiku?” seru Nenek marah.

“Tae Hee-yyaa, Ja Eun-ah, bagaimana pendapat kalian? Karena bagi Nenek, pendapat kalianlah yang paling penting di sini. Bisakah kalian berdua mempercepat pernikahan kalian beberapa bulan dan memajukannya ke Musim Semi tahun ini? Jika kalian bisa melakukan itu maka tak ada lagi yang Nenek harapkan,” pinta Nenek lagi.


Tae Hee menatap Ja Eun seolah meminta pendapatnya, sebelum akhirnya menjawab, “Baik, Nenek. Kami akan menikah di Musim Semi ini,” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis, akhirnya menerima permintaan Neneknya untuk mempercepat pernikahan mereka.

“Benarkah? Apa kau benar-benar setuju?” tanya Nenek dengan gembira. Kemudian Nenek menatap Ja Eun, ingin meminta konfirmasi dari calon istri cucunya. Karena Tae Hee sudah berkata, “Ya”, jadi kini Ja Eun yang harus dimintai persetujuan.


“Ya, Nenek,” sahut Ja Eun dengan tersenyum malu-malu. 

Jika Tae Hee saja sudah berkata “Ya”, Ja Eun tentu takkan bisa menolaknya, kan? Siap tidak siap, dia harus siap. Apalagi Tae Hee sudah mengatakan sejak awal kalau mereka mengungkapkan hubungan mereka, Nenek pasti akan meminta mereka untuk menikah secepatnya. Dan ucapan Tae Hee terbukti benar.

Semua orang tampak bergembira, kecuali Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja. Tae Shik bertepuk tangan sambil tertawa lepas.

“Siapa yang bisa melawan Nenek?” ujar Hwang Tae Phil menyindir Neneknya tapi dengan nada bercanda.
“Nenek, selamat,” lanjut Tae Phil pada neneknya karena keinginan neneknya menjadi kenyataan.


“Kau pasti sangat bahagia, Tae Hee-yaa. Kau tak perlu repot-repot meminta pernikahan karena Nenek yang justru mendesakmu untuk menikah secepatnya,” ujar Tae Bum, mengucapkan selamat pada adiknya.

“Selamat, Tae Hee Duryeo-nim (Adik ipar),” ujar Soo Yeong pada Tae Hee yang hanya tersenyum malu-malu mendengar semua ucapan selamat untuknya.

“Aku sangat bahagia. Kalian berdua tidak boleh menarik kembali ucapan kalian. Tidak boleh,” ujar Nenek dengan antusias dan tawa gembira, seraya menoleh bergantian pada Tae Hee dan Ja Eun.


“Ya,” sahut Ja Eun malu-malu. 

Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja tampak cemas, sementara Tae Hee dan Ja Eun saling berpandangan sambil tersenyum malu-malu, tanpa mereka tahu, tak lama lagi senyuman itu akan berganti dengan air mata.


Tapi baru saja Tae Hee dan Ja Eun merasakan kebahagiaan, badai langsung datang menghadang. When the wedding bells so near yet so far T_T


Tae Hee tiba-tiba saja mendapatkan telepon dari Lee Khi Chul yang memintanya untuk segera datang menemuinya di kantor polisi.


Setelah Tae Hee pergi, Ja Eun dan Soo Yeong membantu Park Bok Ja membereskan gelas-gelas kotor di dapur. Soo Yeong dengan tulus memberikan ucapan selamat untuk Ibu mertuanya.

“Eomonim, selamat. Sebentar lagi ibu akan mendapatkan menantu ketiga,” ujar Soo Yeong dengan tulus dan ikut gembira. Namun Park Bok Ja tidak mengatakan apa-apa.


“Ada begitu banyak anggota keluarga. Bahkan walau hanya sekedar minum teh saja, banyak sekali gelas-gelas kotor yang harus dicuci,” lanjut Soo Yeong lagi, mengalihkan pembicaraan karena dia tidak digubris.

“Ini bukan apa-apa, Eonnie. Karena setiap kali kami makan, cucian kotornya lebih banyak dari ini,” sahut Ja Eun yang sudah terbiasa sejak awal karena dia tinggal bersama mereka dan selalu membantu
Park Bok Ja.

“Ja Eun-ah, ada yang ingin aku bicarakan. Ayo kita ke atas,” ujar Park Bok Ja pada Ja Eun dengan dingin dan sinis. Ja Eun Nampak bingung namun berjalan mengikuti calon mertuanya.

Di dalam kamar Ja Eun, Park Bok Ja memarahi Ja Eun habis-habisan, “Kenapa kau ingin cepat-cepat menikah? Berapa umurmu sekarang? Harusnya kau mengatakan pada Nenek kalau kau akan mempertimbangkannya dan meminta Nenek menunggu sebentar lagi. Bagaimana bisa kau langsung setuju untuk menikah?” seru Park Bok Ja, memarahi Ja Eun yang tampak shock karena Park Bok Ja seolah menentang pernikahannya dengan Tae Hee.


“Ahjumma, apa Anda tidak suka melihatku menikah dengan Tae Hee Ahjussi secepatnya?” tanya Ja Eun dengan ekspresi sedih.

“Ya. Aku tidak menyukainya. Apa kau masih mau menikah secepatnya setelah melihat bagaimana nasibku setelah aku menikah? Bagaimana melihat betapa menderitanya aku dengan kehidupanku sekarang? Tidak ada yang membantuku, tidak ada yang mengerti aku. Aku melakukan semuanya sendirian,” seru Park Bok Ja.

(Maksud Park Bok Ja adalah “Apa kamu gak lihat kalau Ahjumma hanya dijadikan babunya mertua dan anak-anak selama ini? Kamu masih mau nikah dan dijadi’in babu ta?” begitulah maksudnya. Padahal alasan aslinya adalah karena Park Bok Ja mengira kalau Baek In Ho yang membunuh adik iparnya >_<)

“Ya. Sejujurnya, aku memang ingin menikah secepatnya,” sahut Ja Eun, tak gentar. Karena dia dan Tae Hee sudah sangat saling mencintai dan tidak bisa dipisahkan lagi, mereka berdua sama-sama ingin menikah, bukan hanya satu pihak saja, lalu kenapa dia harus menolaknya?


“Tidak. Kau tidak boleh! Bahkan walaupun kalian berdua sudah menyetujuinya. Tae Hee menikah lebih dulu dibandingkan kakak pertamanya adalah sesuatu yang tidak pantas. Bahkan walaupun kau masih muda dan tidak tahu apa-apa, tapi kau tidak seharusnya melakukannya. Sekarang turunlah dan katakan pada Nenek kalau kau tidak ingin menikah!” seru Park Bok Ja, sekarang menggunakan Tae Shik sebagai alasan.

“Ahjumma, tidak bisakah Anda biarkan kami menikah? Karena Tae Hee Ahjussi pun sudah berkata Ya,” ujar Ja Eun tak rela.

“Kenapa kau sangat keras kepala dan bertingkah seolah-olah kau tahu mana yang lebih baik? Kubilang cepat turun dan katakan pada Nenek kalau apa pun yang terjadi, kau tidak akan menikah hingga setidaknya tiga tahun ke depan,” seru Park Bok Ja dengan berapi-api.

(Park Bok Ja, aku tahu niatmu baik. Tapi ini bukan solusi! Setelah tiga tahun pacaran lalu dipaksa putus, bukankah jauh lebih menyakitkan lagi? Sekarang saja sudah menyakitkan, apalagi jika sudah terlalu banyak kenangan yang tercipta setelah 3 tahun mereka bersama? Nyeseknya lebih parah T_T lebih baik akhiri saja sekarang daripada lukanya semakin besar karena begitu banyaknya kenangan yang tercipta T_T)

“Kenapa, Ahjumma? Kenapa harus tiga tahun?” tanya Ja Eun tak mengerti.

“Apa kau bertanya karena benar-benar tidak tahu? Apa kau sudah melupakan apa yang Chang Sik Ahjussi katakan padamu waktu itu? Apa kau sudah melupakan apa yang Chang Sik Ahjussi katakan dan alasan kenapa dia tidak menyukaimu menjadi menantunya?” seru Park Bok Ja, membuat Ja Eun terkejut.

“Apa Ahjumma juga tahu soal itu?” tanya Ja Eun, semakin shock.

“Itu tidaklah penting saat ini! Bila Chang Sik Ahjussi tidak merestuimu, lalu bagaimana bisa di depannya, kau berkata ingin menikah? Bagaimana bisa kau tiba-tiba saja mengatakan kalau kau ingin menikah? Cepat turun dan katakan pada Nenek kalau kau tidak ingin menikah! Tidakkah kau mengerti?” sentak Park Bok Ja dengan suara keras.

Suaranya yang keras, membuat Nenek mendatangi kamar itu untuk melihat keributan apa yang terjadi di sana. Dan sialnya (atau untungnya), Nenek mendengar bagaimana Park Bok Ja memarahi Ja Eun habis-habisan dan menyuruhnya untuk tidak menikah.

“Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau memarahinya? Apa maksudmu dengan menunda pernikahan?” seru Nenek marah. Suara Nenek yang keras juga membuat yang lain mendatangi kamar Ja Eun untuk melihat keributan yang terjadi di sana.


Di saat yang bersamaan, Tae Hee mendatangi Lee Khi Chul di kantornya yang langsung mencecarnya dengan kasus penyuapan rektor Universitas.


“Jadi kau akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan kasus penyuapan rektor Universitas? Apa kau begitu ingin melindungi Baek Ja Eun sedemikian rupa?” sindir Lee Khi Chul pada Tae Hee.


“Ada bukti yang jelas dan nyata tentang keterlibatan Anda, jadi Anda tidak akan bisa lari lagi kali ini dari kasus penyuapan rektor Universitas. Tak hanya itu, aku juga berencana untuk mengungkapkan kejahatan Anda yang lainnya,” ujar Tae Hee tanpa rasa takut sedikitpun, sengaja menantang Lee Khi Chul.


“Kau punya perasaan padanya, kan? Kau sangat menyukai Baek Ja Eun, benarkan? Itulah sebabnya kau berusaha keras mengungkapkan kasus ini untuk membersihkan namanya dari segala tuduhan,” tebak Lee Khi Chul, tepat sasaran.



“Aku tidak tahu apa yang Anda katakan. Ini tidak ada hubungannya...” sahut Tae Hee, namun Lee Khi Chul memotong kalimatnya.


“Bila kau memang menyukainya dan memikirkan perasaannya, maka lebih baik kau tutup kasus penyuapan rektor Universitas tersebut. Pelaku insiden tabrak lari dua puluh enam tahun yang lalu yang sedang kau cari saat ini adalah Baek In Ho,” ujar Lee Khi Chul dengan seringai licik di bibirnya.


“MWO (APA)?” Tae Hee tampak terkejut mendengarnya.

“Pelaku insiden tabrak lari 26 tahun yang lalu adalah Baek In Ho. Bila kau tetap ingin mengungkap kasus penyuapan rektor Universitas ini hingga akhir, maka aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Baek Ja Eun. Aku akan mengatakan padanya bahwa ‘Ayahmu Baek In Ho adalah pelaku tabrak lari yang telah menewaskan ayah Inspektur Hwang’. Bisa kau bayangkan bagaimana hancurnya perasaan gadis itu saat mendengar kebenaran tentang ayahnya?” ulang Lee Khi Chul, sengaja menggunakan nama Ja Eun untuk mengancam Tae Hee agar tutup mulut.


“Lee Khi Chul, bahkan hingga saat terakhir, kau tetaplah seorang penjahat licik dan keji,” ujar Tae Hee, memaki bosnya sendiri dengan penuh amarah.

“Bila kau tidak percaya dengan ucapanku, tanyalah pada mantan polisi Bong Man Hee. Buktikan sendiri apakah ucapanku salah,” ujar Lee Khi Chul dengan seringai licik di bibirnya, berganti menantang Tae Hee.


“Tentu saja. Aku tidak akan percaya kata-katamu sama sekali. Bagaimana bisa aku mempercayai ucapan seorang Polisi korup?” sergah Tae Hee sebelum pergi dari sana untuk mencari Bong Man Hee dan membuktikan kebenarannya.

Sialnya, saat Tae Hee tiba di restaurant Bong Man Hee, Kim Jae Ha juga berada di sana untuk menuntut kebenaran.


“Tolong katakan padaku yang sebenarnya! Siapakah pelaku insiden tabrak lari 26 tahun yang lalu? Benarkah pelakunya adalah Baek In Ho?” tanya Kim Jae Ha dengan nada memohon.


“Aku bilang hentikan dan pergilah dari sini!” sahut Bong Man Hee, mengusir Kim Jae Ha.

“Sajangnim (bos), ini adalah hal yang sangat penting. Benarkah pelakunya adalah Baek In Ho?” tanya Kim Jae Ha sekali lagi, berharap Bong Man Hee menyangkalnya.


“Ya. Pelakunya adalah Baek In Ho! Kau puas sekarang?” seru Bong Man Hee kesal. 

Bagaikan tersambar petir, Tae Hee tampak shock dan mematung di depan pintu saat mendengar kebenarannya. Tapi kemudian dia tersadar dan segera berlari ke dalam, mencengkeram kerah Bong Man Hee seraya mendorongnya ke tembok.



“Katakan sekali lagi! Siapa pelaku insiden tabrak lari 26 tahun yang lalu? Jawab aku! Apa benar dia Baek In Ho? Benarkah itu?” tanya Tae Hee dengan kemarahan, frustasi dan hati yang hancur berkeping-keping.


“Ya. Dari hasil penyelidikanku, semua bukti mengarah pada Baek In Ho,” sahut Bong Man Hee, membuat Tae Hee seketika mematung dengan air mata menetes pelan di wajah tampannya yang terkejut.


Blogger Opinion :
Bom waktu akhirnya sudah meledak. Akhirnya Tae Hee mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan darinya. Poor Hwang Tae Hee T_T Baru saja dia merasa bahagia karena pernikahannya akan dipercepat, tapi dalam sekejap mata semuanya hancur berkeping-keping tanpa sisa. 

Gadis yang sangat dia cintai, cinta pertama dan cinta terakhir dalam hidupnya, satu-satunya gadis yang ingin dia nikahi, ternyata adalah putri dari seseorang yang “diduga” sebagai pembunuh ayah kandungnya. Manusia mana yang tidak shock saat mengetahui kenyataan yang menyakitkan ini? Akting Joo Won benar-benar sangat keren saat adegan patah hati seperti ini. Kayaknya dia lebih cocok untuk peran “kisah sedih di hari minggu” seperti ini.

Dan yeah, akhirnya “The Love Story Of Romeo and Juliet” ini RESMI DIMULAI. Bersiaplah untuk adegan menguras air mata yang akan dimulai sejak episode 48. Bagi yang sudah menonton drama ini sebelumnya, mungkin sudah tahu kisahnya seperti apa dan mungkin gak terlalu nyesek saat membaca sinopsisnya, namun bagi yang belum pernah menonton drama ini dan baru membacanya sekarang di blog ini, bersiaplah untuk adegan menguras air mata yang akan terjadi selama beberapa episode mendatang. Untuk berapa episode tepatnya?

Mungkin bagi yang belum menonton drama ini bisa berspekulasi sendiri dengan melihat episode sebelumnya di mana Tae Hee dan Ja Eun berpisah karena masalah kontrak. Berapa lama adegan sedih mereka saat ini, ya kira-kira 11-12 dengan episode perpisahan (karena masalah kontrak) sebelumnya. Jadi itung aja sendiri sedihnya berapa episode.

Jangan lupa, Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun adalah pemeran utama serial ini, jadi seperti umumnya para pemeran utama di serial drama lainnya, tentu saja adegan yang menampilkan kesedihan, halangan dan rintangan dalam meraih kebahagiaan mereka JAUH LEBIH BANYAK dari adegan bahagianya. Itulah sebabnya ada pepatah jawa yang mengatakan, “LAKON MENANG KERI (pemeran utama menang di akhir)”. Jadi jangan heran kalau bahagianya Tae Hee dan Ja Eun hanya beberapa episode, sementara nyeseknya banyak.

Untuk Tae Hee, yang sabar dan tegar ya, boy *puk puk Tae Hee yang lagi shock mode on*

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/718 + https://gswww.tistory.com/719 + https://gswww.tistory.com/721)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads