Highlight for today episode :
Tae Hee & Ja Eun’s relationship are going to be tested
real soon. More tears coming soon T_T But for today episode, I love his stare
in that ‘almost kiss’ in his bedroom so much. Gosh, I think I faint if I was in
Ja Eun’s place. The thought of she’s in his bedroom already made me blush ^^
Plus the fact they are in his bedroom, would she have dared go in there before?
Ja Eun in Tae Hee’s room and got caught by the Grandma!
Why did Grandma come in
that moment? They were about to kiss >_< But, on the other side, I like
when Grandma busted Tae Hee and Ja Eun in Tae Hee’s room, so funny, especially
when Grandma locked the door. I thought it was hilarious that she locked Tae Hee
and Ja Eun in his bedroom together, she must be keen for more great-grand
babies ^^ Well, they have to get married soon. OMG I was laughing SO LOUD.
Even Tae Hee asked Ja Eun to faster their marriage. Now they are really going for spring. How cute is Tae Hee and Ja Eun when they were in Tae Hee’s room. I know they still have a long way to go before they can be together but I cannot imagine what Tae Hee and Ja Eun will do in the room after they get married. Grandma so giddy about them getting married that it’s going to be awful when she finds out about Ja Eun’s dad, and I wouldn’t be surprised if her health took a turn for the worse as a result.
Another highlight was the one where the four brothers went
drinking with Ja Eun. I love it when the boys are teasing Ja Eun and Tae Hee. DAEBAK
moment!!! ^__^ The Hwang brothers really love Ja Eun so much and welcome Ja Eun
in their family with open arms. So funny Tae Phil threw Tae Hee under the bus
(which I found incredibly entertaining) and I loved how Tae Hee and Ja Eun
interacted with each other throughout it all. The way she got fake-mad at him
and the way he laughed over his “guilt” showed how comfortable they are
together. They seem like they’ve been dating for much longer than they have
been, and that’s a good indicator or how incredibly compatible they are (not
that we couldn’t already tell!)
Even Tae Hee asked Ja Eun to faster their marriage. Now they are really going for spring. How cute is Tae Hee and Ja Eun when they were in Tae Hee’s room. I know they still have a long way to go before they can be together but I cannot imagine what Tae Hee and Ja Eun will do in the room after they get married. Grandma so giddy about them getting married that it’s going to be awful when she finds out about Ja Eun’s dad, and I wouldn’t be surprised if her health took a turn for the worse as a result.
--------0000000--------
Episode 45:
Episode 45 dimulai saat semua orang tampak menunggu dengan gelisah hasil pembicaraan antara Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik di luar sana. Semua orang tampak penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya hingga ayah mereka bersikap kasar seperti itu pada Ja Eun.
Tak lama kemudian, Park Bok Ja masuk kembali ke dalam rumah setelah beberapa saat menenangkan dirinya. Begitu melihat menantunya datang, Nenek tak mampu menahan dirinya untuk bertanya, “
“Apa yang terjadi? Kenapa suamimu bersikap seperti itu?” tanya Nenek dengan tidak sabar.
“Apa terjadi sesuatu pada Ayah?” tanya Tae Shik pada ibunya dengan kecemasan yang sama.
“Saat mereka mengadakan pertemuan di Balai Desa, dia berseteru dengan Kepala Desa mengenai jadwal pengendalian hama. Itu sebabnya dia sangat marah,” sahut Park Bok Ja, mengarang sebuah alasan palsu dan memilih menutupi masalah ini di hadapan semua orang.
Tae Hee
merasa bersalah karena tidak berani membuka mulutnya untuk membela kekasihnya
di depan ayah angkatnya, tapi masalahnya Tae Hee pun tidak mengetahui apa yang
membuat ayah angkatnya yang biasanya tenang bersikap seperti itu.
“Jadi seperti itu? Tidak heran bila dia sangat marah. Lalu ke mana dia pergi sekarang? Kenapa tidak ikut masuk bersamamu?” tanya Nenek lagi.
“Dia bilang dia ingin jalan-jalan sebentar di luar rumah untuk mencari udara segar, Ibu. Ibu tidak perlu khawatir. Kalian semua juga tidak perlu khawatir,” sahut Park Bok Ja, berusaha menenangkan semua orang di ruangan itu.
“Lihat, kan? Bukankah aku sudah memberitahu kalau semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan,” ujar Tae Phil, berusaha menenangkan Ja Eun yang tampak tegang dan takut sedari tadi.
(Hwang Tae Phil berubah dari sosok karakter yang menyebalkan di awal episode, good for nothing, pengangguran tidak berguna yang bisanya hanya memarahi, membentak dan bersikap kasar pada Ja Eun, kini berubah menjadi orang pertama yang berdiri di pihak Ja Eun dan memberikan dukungan 100% pada Ja Eun untuk menjadi kekasih Tae Hee. Sejak dia tahu kalau Ibunya mencuri kontrak Ja Eun, Hwang Tae Phil yang resek dan b4ngsat berubah menjadi sosok yang supportive untuk Ja Eun, seseorang yang bersikap seperti kakak laki-laki bagi Ja Eun. Thank you, Hwang Tae Phil ^^)
“Ja Eun-ssi sangat ketakutan dan khawatir sejak tadi, Ibu. Ja Eun-ssi, apa kau merasa lega sekarang?” ujar Tae Shik, ikut memberikan dukungan pada kekasih adiknya, Tae Hee. Dia juga tampak merasa bersalah atas sikap kasar sang ayah pada gadis malang itu.
“Ya,” sahut Ja Eun lirih dengan tersenyum lemah.
“Jadi seperti itu? Tidak heran bila dia sangat marah. Lalu ke mana dia pergi sekarang? Kenapa tidak ikut masuk bersamamu?” tanya Nenek lagi.
“Dia bilang dia ingin jalan-jalan sebentar di luar rumah untuk mencari udara segar, Ibu. Ibu tidak perlu khawatir. Kalian semua juga tidak perlu khawatir,” sahut Park Bok Ja, berusaha menenangkan semua orang di ruangan itu.
Tae Hee menatap ibunya seolah bertanya, "Benarkah semuanya baik-baik saja? Ini tidak ada hubungannya dengan Ja Eun. kan?" tapi tentu saja, Tae Hee tidak menyuarakan isi hatinya.
“Lihat, kan? Bukankah aku sudah memberitahu kalau semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan,” ujar Tae Phil, berusaha menenangkan Ja Eun yang tampak tegang dan takut sedari tadi.
(Hwang Tae Phil berubah dari sosok karakter yang menyebalkan di awal episode, good for nothing, pengangguran tidak berguna yang bisanya hanya memarahi, membentak dan bersikap kasar pada Ja Eun, kini berubah menjadi orang pertama yang berdiri di pihak Ja Eun dan memberikan dukungan 100% pada Ja Eun untuk menjadi kekasih Tae Hee. Sejak dia tahu kalau Ibunya mencuri kontrak Ja Eun, Hwang Tae Phil yang resek dan b4ngsat berubah menjadi sosok yang supportive untuk Ja Eun, seseorang yang bersikap seperti kakak laki-laki bagi Ja Eun. Thank you, Hwang Tae Phil ^^)
“Ja Eun-ssi sangat ketakutan dan khawatir sejak tadi, Ibu. Ja Eun-ssi, apa kau merasa lega sekarang?” ujar Tae Shik, ikut memberikan dukungan pada kekasih adiknya, Tae Hee. Dia juga tampak merasa bersalah atas sikap kasar sang ayah pada gadis malang itu.
“Ya,” sahut Ja Eun lirih dengan tersenyum lemah.
Tae Hee
tidak mengatakan apa-apa namun dia selalu menatap Ja Eun dengan penuh perhatian
dan cinta, seraya melemparkan senyuman kecil. Tatapan mata yang seolah berkata,
“Jangan khawatir, masih ada aku di sini. Maafkan aku tidak membelamu tadi, itu
karena aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi lain kali, aku pasti
akan membelamu dari apa pun.”
Setelah ketegangan di dalam rumah, Ja Eun dan keempat
bersaudara Hwang tampak berkumpul bersama di sebuah bar untuk memberikan ucapan
selamat pada sepasang kekasih itu sekaligus menyambut calon istri Tae Hee dan
saudari ipar mereka. Hwang Tae Bum juga diminta untuk datang ke sana agar
mereka bisa memberikan sambutan hangat pada Ja Eun bersama-sama.
“Bersulang. Chukkae, Tae Hee-yaa. Ja Eun-ssi, chukkaehaeyo.”
Seru Tae Shik dengan gembira. Dia sepenuh hati menyambut calon adik iparnya
dengan tangan terbuka.
“Chukkae (Selamat),” seru Tae Bum dan Tae Phil bersamaan, memberikan selamat pada Tae Hee dan Ja Eun dengan senyuman hangat.
“Chukkae (Selamat),” seru Tae Bum dan Tae Phil bersamaan, memberikan selamat pada Tae Hee dan Ja Eun dengan senyuman hangat.
“Terima kasih,” sahut Ja Eun dengan tersenyum ceria.
“Dan juga, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Tae Hee-yya, jika dalam hatimu kau ingin menikah secepatnya pada Musim Semi tahun ini, tidak usah sungkan padaku, menikahlah saja. Aku tidak apa-apa (walau dilangkahi),” ujar Tae Shik dengan bijaksana, berbesar hati karena dia tahu dia tidak boleh egois dan menghalangi kebahagiaan adiknya.
Mendengar itu, Tae Hee dan Ja Eun spontan saling melemparkan pandangan ke arah masing-masing dengan malu-malu. Tae Hee seolah ingin meminta pendapat Ja Eun.
“Pernikahan apa? Tidakkah ini terlalu cepat?” tanya Tae Bum yang tidak tahu apa-apa.
“Jangan mengomentari sesuatu yang bahkan kau tidak mengetahuinya. Malam ini di depan Nenek, mereka bahkan sudah menentukan waktunya, mereka ingin menikah di Musim Gugur tahun ini,” sahut Tae Phil dengan entengnya.
“Wah, Tae Hee-yaa, apa hubungan kalian sudah sejauh itu?” tanya Tae Bum dengan kaget pada Tae Hee.
(Memberikan kesan seolah-olah Tae Bum mencurigai kalau hubungan Tae Hee dan Ja Eun sudah sangat serius dan bahkan lebih dari sekadar berciuman, itu sebabnya mereka terburu-buru ingin secepatnya menikah. Dengan kata lain, Tae Bum mengira Ja Eun sudah hamil duluan. Karena dia dan Cha Soo Yeong menikah karena Soo Yeong hamil duluan, jadi Tae Bum mengira Tae Hee juga sama sepertinya, lebih dulu menghamili Ja Eun baru kemudian mengatakan kalau mereka ingin menikah di hadapan seluruh keluarga. Jangan samakan Tae Hee denganmu, Tae Bum! Tae Hee tuh pria sopan dan baik, bukan Mokondo! Dia megang tangan Ja Eun aja malu-malu meong, gimana caranya menghamili? Ckckck...Uda nervous duluan tuh babang polisi. Di depan penjahat, garang abiz kayak Singa Jantan, tapi di depan ayangnya, langsung cosplay jadi Hello Kitty, nge-gemesin dan selalu malu-malu kucing ckckck... Boro-boro menghamili Ja Eun, ciuman aja cuma dua kali waktu jadian >_<)
“Benar. Mereka belum sampai di tahap itu,” ujar Tae Phil seolah tahu seperti apa Tae Hee itu.
(Tahap di mana Tae Hee menghamili Ja Eun. Tae Phil juga tahu apa makna terselubung dibalik pertanyaan Tae Bum. Itu sebabnya dia berkata kalau Tae Hee dan Ja Eun belum sampai di tahap itu, yaitu tahap di mana mereka sudah tidur bersama dan bahkan hingga membuahkan seorang bayi di perut Ja Eun. Maksud Tae Phil adalah “Nggak kok, aku yakin belum. Tae Hee Hyung kan cupu kalau masalah wanita,” begitu maksudnya ^^)
Kalimat Tae Phil membuat Tae Bum penasaran, “Apa kau mengetahui sesuatu tentang hubungan mereka?” tanya Tae Bum curiga. Ja Eun juga tampak terkejut mendengarnya.
Tae Hee segera melemparkan tatapan membunuh pada adik angkatnya agar jangan bicara macam-macam di depan gadisnya (Ja Eun).
“Tidak. Aku hanya asal bicara. Hanya menebak,” sahut Tae Phil membela diri.
Ja Eun tampak lega mendengarnya, Tae Hee masih menatap Tae Phil dengan waspada sementara Tae Phil justru hanya menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan tawa iblisnya.
“Berapa lama kalian pacaran? Bagaimana aku bisa tidak menyadarinya padahal kita semua tinggal di satu atap?” tanya Tae Shik, masih tampak tidak percaya kalau Tae Hee dan Ja Eun saling mencintai dan diam-diam berpacaran selama ini.
(Maklum sih ya, Tae Hee kalau di depan keluarganya selalu pura-pura cuek sama Ja Eun dan bahkan jarang mengajaknya bicara saat di meja makan. Yang aktif mengajak ngobrol Ja Eun kan hanya Tae Phil dan Tae Shik. Jadi ya gak ada yang nyangka kalau mereka berdua pacaran, karena Tae Hee benar-benar pintar menutupi perasaannya sendiri di depan orang lain. Definisi “Air Tenang Menghanyutkan” banget si Tae Hee ini ^^)
“Benar. Jadi pada hari seperti ini, kita harus main game ‘Truth or Dare’ agar kita bisa mengetahui lebih banyak lagi,” usul Tae Bum dengan seringai licik di wajahnya.
“Apanya yang ‘Truth or Dare’?” protes Tae Hee tak setuju.
“Benar. Aku juga tidak setuju,” Ja Eun menimpali, mendukung pacarnya karena mereka ada di kapal yang sama.
“Karena kalian kalah suara, jadi kita mulai saja,” ujar Tae Phil, tak mau berdebat panjang lebar dan langsung memutuskan. Dia segera memutar sebuah garpu di atas meja.
“Sudah kubilang aku tak mau main,” gerutu Tae Hee, namun mereka mengabaikannya.
“Berputar...berputar...berputar,” seru Tae Bum dengan penuh antusias.
Sialnya, garpu yang diputar oleh Tae Phil tepat mengarah pada Ja Eun, seolah sudah direncanakan. Semua orang terkejut melihatnya, khususnya sepasang kekasih, Tae Hee dan Ja Eun yang paling terkejut di sini.
“Wahh...” seru ketiga bersaudara Hwang dengan kompak.
Tae Shik bertepuk tangan dengan gembira, Tae Bum menutup mulutnya dengan tangan karena tak percaya dan Tae Phil menunjuk Ja Eun dengan penuh semangat.
“Bagaimana bisa...” Ja Eun sampai tak mampu berkata-kata.
Tae Hee yang curiga kalau Tae Phil melakukan sesuatu pada garpunya segera melemparkan pertanyaan, “Bagaimana kau melakukannya?” tanya Tae Hee tak percaya. Bagaimana bisa begitu tepat sasaran?
Tae Phil hanya tertawa gembira seraya menggoyang-goyangkan kedua tangannya di depan dada membentuk tanda silang, dengan gesture seolah mengatakan, “Aku tidak tahu. Itu hanya kebetulan.”
“Tidak perlu repot-repot bertanya,” ujar Tae Bum dengan entengnya.
“Kalau begitu, kita mulai dari kakak pertama,” usul Tae Bum seraya menoleh pada Tae Shik.
Tae Shik tersenyum gembira dan melemparkan pertanyaan pada Ja Eun, “Ja Eun-ssi, apa yang kau sukai dari Tae Hee?” tanya Tae Shik dengan tertawa lebar.
Tae Hee seketika melirik kekasihnya dengan berharap-harap cemas dan senyuman malu-malu di wajahnya.
Ja Eun pun tersenyum malu-malu sebelum menjawab, “Semuanya,” sahut Ja Eun yang membuat Tae Hee tertawa gembira hingga memperlihatkan lesung pipinya yang manis.
Tae Shik gembira namun Tae Bum justru kesal karena pertanyaannya terlalu mudah, dia melemparkan sebutir kacang pada Tae Shik dan menggerutu pada kakaknya, “Siapa yang menanyakan itu pada permainan ‘Truth or Dare’?” gerutu Tae Bum tak terima.
“Kalau begitu giliranmu bertanya, kakak kedua.” Ujar Tae Phil mengusulkan.
“Yeah, oke.” Sahut Tae Bum bersemangat.
“Baek Ja Eun-yang (Nona Baek Ja Eun), di mana kalian pertama kali berciuman?” tanya Tae Bum, seketika membuat Tae Hee dan Ja Eun tampak gugup dan malu.
Tae Hee menatap Ja Eun sekilas dengan gugup, sementara Ja Eun menundukkan kepalanya malu-malu mengatakannya.
“Aku bisa melihat dari ekspresi mereka, sepertinya mereka memang sudah pernah berciuman,” ujar Tae Shik dengan nada menggoda sepasang kekasih itu.
“Sudah pasti mereka pernah berciuman,” sahut Tae Bum dengan
yakin.
“Hentikan permainan ini,” ujar Tae Hee, mencoba berdiskusi, karena dia merasa malu dan takut diledek oleh saudara-saudaranya.
“Permainan tetaplah permainan. Ja Eun-ah...” ujar Tae Bum lagi, menatap Ja Eun dan menuntut jawaban dari gadis itu.
“Hentikan permainan ini,” ujar Tae Hee, mencoba berdiskusi, karena dia merasa malu dan takut diledek oleh saudara-saudaranya.
“Permainan tetaplah permainan. Ja Eun-ah...” ujar Tae Bum lagi, menatap Ja Eun dan menuntut jawaban dari gadis itu.
Ja Eun melirik Tae Hee sekilas sebelum menjawab lirih, “Di pinggir jalan,” sahutnya malu-malu.
Tae Hee memejamkan matanya untuk menyiapkan
mentalnya pada apa yang akan terjadi setelah ini. Dia tahu dia akan diledek
oleh saudara-saudaranya.
Mendengar jawaban itu, Tae Shik dan Tae Bum berseru serentak dengan nada meledek, “Di pinggir jalan,” seru mereka dengan tertawa meledek. Tapi Tae Phil hanya terdiam seolah sedang berpikir.
Tae Hee mencoba merebut garpu itu dari tangan Tae Bum agar mereka berhenti bermain, “Berhenti bermain! Hentikan! Jangan main lagi,” seru Tae Hee yang merasa malu karena diledek. Sementara Ja Eun hanya menundukkan kepalanya malu.
“Tidak bisa,” seru Tae Bum, menjauhkan tangannya agar Tae Hee tidak bisa merebut garpu itu.
“Kapan?” lanjut Tae Bum ingin tahu.
“Kakak kedua!” protes Tae Hee kesal.
Namun alih-alih Ja Eun, justru Tae Phil yang menjawab pertanyaan itu, “Apa saat kita tak sengaja bertemu di luar rumah saat itu? Saat aku melihat kalian berdua pulang bersama?” tanya Tae Phil seraya melemparkan pandangannya pada Tae Hee. Ja Eun menatap Tae Phil dengan terkejut.
Mendengar jawaban itu, Tae Shik dan Tae Bum berseru serentak dengan nada meledek, “Di pinggir jalan,” seru mereka dengan tertawa meledek. Tapi Tae Phil hanya terdiam seolah sedang berpikir.
Tae Hee mencoba merebut garpu itu dari tangan Tae Bum agar mereka berhenti bermain, “Berhenti bermain! Hentikan! Jangan main lagi,” seru Tae Hee yang merasa malu karena diledek. Sementara Ja Eun hanya menundukkan kepalanya malu.
“Tidak bisa,” seru Tae Bum, menjauhkan tangannya agar Tae Hee tidak bisa merebut garpu itu.
“Kapan?” lanjut Tae Bum ingin tahu.
“Kakak kedua!” protes Tae Hee kesal.
Namun alih-alih Ja Eun, justru Tae Phil yang menjawab pertanyaan itu, “Apa saat kita tak sengaja bertemu di luar rumah saat itu? Saat aku melihat kalian berdua pulang bersama?” tanya Tae Phil seraya melemparkan pandangannya pada Tae Hee. Ja Eun menatap Tae Phil dengan terkejut.
“Apa kau sudah mengetahui hubungan mereka sejak lama?” tanya Tae Shik dengan penasaran.
Tae Hee menatap Tae Phil dengan tatapan membunuh dan mengerucutkan bibirnya cemberut, Tae Bum yang menyadari reaksi Tae Hee spontan menatapnya semakin curiga sebelum kembali menatap Tae Phil dengan penasaran.
Tae Phil membalas tatapan Tae Hee dengan berani namun bukannya diam, dia malah terang-terangan membongkar rahasia Tae Hee di depan yang lainnya, termasuk di depan pacarnya sendiri.
(Emang dasar di Evil Maknae ya. Uda disuap 1 juta won lebih sama Tae Hee dengan gesek kartu kredit, eh, malah dibongkar ckckck >_< Rasa ingin melempar Tae Phil ke Palung Mariana, atau Segitiga Bermuda sekalian. Tapi lucu juga sih liat Tae Hee diledekin hahaha ^^)
“Setelah Ja Eun mendengar pengakuan cinta dari Tae Hee Hyung, dia hanya menjawab ‘Ye, Kayo (Ya, ayo pergi),” ujar Tae Phil dengan tersenyum iblis hahaha ^^
Tae Hee spontan memejamkan matanya seraya menarik napas dalam-dalam, seolah sedang bersiap menghadapi amukan sang pacar.
“AHJUSSI!” seru Ja Eun kesal karena menceritakan masalah pribadi mereka pada orang lain. (Ya kamu sih, kasih jawaban ambigu ke Tae Hee. Tae Hee kan hampir gila karena penasaran tuh gara-gara kamu, Ja Eun-ah ^^)
Tae Hee hanya bisa menyembunyikan rasa bersalahnya dengan senyuman lebar, dia memegang tangan Ja Eun, mencoba memberinya penjelasan.
“Tidak. Bukan seperti itu. Ini hanya salah paham. Benar-benar bukan seperti itu,” ujar Tae Hee, mencoba membujuk Ja Eun agar memaafkannya. Ja Eun menarik tangannya dengan kesal.
“Memangnya kenapa? Aku juga tahu soal itu (perasaan Tae Hee ke Ja Eun),” ujar Tae Bum menimpali. Semakin menambah runyam masalah karena ternyata Tae Hee menceritakan tentang hubungan mereka ke semua saudaranya yang lain, kecuali Hwang Tae Shik.
Tae Bum dan Tae Phil saling melempar pandang dan tertawa mengejek Tae Hee.
Tae Hee dengan kesal menggerutu pada saudara-saudaranya,
“Tidak peduli kakak atau adik, kalian semua menyebalkan.”
Namun bukannya marah, ketiga bersaudara Hwang justru tertawa terbahak-bahak mendengar Tae Hee menggerutu soal mereka. Tae Hee dan Ja Eun akhirnya ikut tertawa juga melihat semua orang tertawa. Mereka tahu kalau Hwang bersaudara hanya bercanda. Bukankah sesama saudara memang wajar bercanda seperti ini?
“Selamat, Ja Eun-ah. Kami setulus hati menyambutmu,” ujar Tae Bum seraya mengangkat gelasnya dan mengajak Ja Eun bersulang. Dengan kata lain, merestui hubungannya dengan Tae Hee.
Tae Hee tersenyum bahagia melihat saudara-saudaranya menyambut pacarnya dengan hangat dan merestui hubungan mereka. Semua orang mengangkat semua gelas mereka untuk bersulang sekali lagi.
“Benar. Selamat datang di keluarga kami. Dan jangan lupa apa yang Oppa katakan. Hingga kalian menikah, semua pria di dunia ini adalah serigala,” ujar Tae Phil, kembali menasehati Ja Eun seperti seorang kakak laki-laki menasehati adik perempuannya agar pandai-pandai menjaga diri. Dia takut Tae Hee sama seperti kedua kakaknya yang lain, yang menghamili gadis di luar nikah. Tae Phil tidak ingin itu terjadi pada Ja Eun.
“Kecuali Maknae Oppa, kan?” sahut Ja Eun dengan tertawa.
“Tentu saja,” sahut Tae Phil dengan percaya diri.
“Selamat untuk kalian berdua,” seru Hwang Tae Shik, setulus hati menyambut Ja Eun sebagai bagian dari keluarga mereka. Semua orang bersulang dengan gembira.
Setelah bersulang, Tae Hee dan Ja Eun saling pandang. Tae Hee tersenyum pada Ja Eun dan mencoba menggenggam tangannya sekali lagi untuk meminta maaf, namun Ja Eun menarik tangannya dan menatap pacarnya dengan cemberut.
Pagi harinya, Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja bangun pagi dengan suasana hati yang kacau, khususnya Park Bok Ja yang masih tampak sangat shock dan tak percaya.
“Apa semalam kau tidak tidur?” tanya Hwang Chang Sik saat melihat wajah istrinya yang tampak kacau.
“Aku tidur sebentar semalam. Aku merasa ini bagaikan mimpi buruk. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi,” sahut Park Bok Ja dengan wajah yang terlihat letih.
“Apa yang tidak seharusnya terjadi sudah terjadi,” sahut Hwang Chang Sik lirih.
Namun bukannya marah, ketiga bersaudara Hwang justru tertawa terbahak-bahak mendengar Tae Hee menggerutu soal mereka. Tae Hee dan Ja Eun akhirnya ikut tertawa juga melihat semua orang tertawa. Mereka tahu kalau Hwang bersaudara hanya bercanda. Bukankah sesama saudara memang wajar bercanda seperti ini?
“Selamat, Ja Eun-ah. Kami setulus hati menyambutmu,” ujar Tae Bum seraya mengangkat gelasnya dan mengajak Ja Eun bersulang. Dengan kata lain, merestui hubungannya dengan Tae Hee.
Tae Hee tersenyum bahagia melihat saudara-saudaranya menyambut pacarnya dengan hangat dan merestui hubungan mereka. Semua orang mengangkat semua gelas mereka untuk bersulang sekali lagi.
“Benar. Selamat datang di keluarga kami. Dan jangan lupa apa yang Oppa katakan. Hingga kalian menikah, semua pria di dunia ini adalah serigala,” ujar Tae Phil, kembali menasehati Ja Eun seperti seorang kakak laki-laki menasehati adik perempuannya agar pandai-pandai menjaga diri. Dia takut Tae Hee sama seperti kedua kakaknya yang lain, yang menghamili gadis di luar nikah. Tae Phil tidak ingin itu terjadi pada Ja Eun.
“Kecuali Maknae Oppa, kan?” sahut Ja Eun dengan tertawa.
“Tentu saja,” sahut Tae Phil dengan percaya diri.
“Selamat untuk kalian berdua,” seru Hwang Tae Shik, setulus hati menyambut Ja Eun sebagai bagian dari keluarga mereka. Semua orang bersulang dengan gembira.
Setelah bersulang, Tae Hee dan Ja Eun saling pandang. Tae Hee tersenyum pada Ja Eun dan mencoba menggenggam tangannya sekali lagi untuk meminta maaf, namun Ja Eun menarik tangannya dan menatap pacarnya dengan cemberut.
Pagi harinya, Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja bangun pagi dengan suasana hati yang kacau, khususnya Park Bok Ja yang masih tampak sangat shock dan tak percaya.
“Apa semalam kau tidak tidur?” tanya Hwang Chang Sik saat melihat wajah istrinya yang tampak kacau.
“Aku tidur sebentar semalam. Aku merasa ini bagaikan mimpi buruk. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi,” sahut Park Bok Ja dengan wajah yang terlihat letih.
“Apa yang tidak seharusnya terjadi sudah terjadi,” sahut Hwang Chang Sik lirih.
“Hatimu pasti sakit saat harus menyimpan rahasia ini seorang diri. Apa itu alasannya kau bersikeras ingin pindah dari rumah ini?” tanya Park Bok Ja pada suaminya.
“Sekarang aku bahkan tidak ingin tinggal sehari saja di rumah ini. Itu sebabnya aku terus berdebat dengan diriku sendiri, haruskah aku memberitahumu semua ini?” ujar Hwang Chang Sik.
“Kau seharusnya mengatakannya padaku lebih awal,” ujar Park Bok Ja.
“Ini adalah masalah besar. Masalah ini tidak mudah membicarakannya. Bila kau mengetahuinya, kau pasti akan merasa seperti hidup di neraka seperti yang kurasakan sekarang. Kemarin, karena mendengar bahwa Tae Hee dan Ja Eun berpacaran, itulah sebabnya aku mengatakannya padamu, jika tidak, aku mungkin tidak akan pernah mengatakannya,” ujar Hwang Chang Sik.
“Apa kau tahu betapa dalamnya penyesalan dalam hatiku? Saat tiba-tiba saja, sepuluh tahun yang lalu, ayah Baek In Ho menemuiku dan ingin meminjam namaku untuk ditulis dalam sertifikat pertanian dan menyuruhku tinggal di sini selama sepuluh tahun, aku sudah merasakan keanehan. Sejujurnya, setelah kami lulus SMA, aku dan In Ho tak pernah bertemu ataupun saling berkirim kabar, tapi tiba-tiba saja suatu hari, ayah Baek In Ho menemuiku dan meminjamkan aku pertanian ini. Kupikir itu karena dia menghargaiku sebagai sahabat putranya saat masih SMA, tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau ini alasannya,” lanjut Hwang Chang Sik dengan lesu.
“Sekarang jika dipikirkan kembali, pertanian ini adalah harga yang harus dibayar untuk nyawa Chang Woon. Tanpa mengetahui apa pun, aku bekerja di pertanian ini dengan gembira selama sepuluh tahun. Jadi ayo kita jual saja pertanian ini dan pindah secepatnya,” sambung Hwang Chang Sik lagi.
“Baiklah. Aku akan mendiskusikan hal ini dengan Ja Eun,” ujar Park Bok Ja menyetujui permintaan Hwang Chang Sik.
“Baik, kau yang katakan padanya. Aku bahkan tak sanggup memandang wajah Ja Eun. Aku tak sanggup menatap matanya secara langsung. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak seharusnya memperlakukan Ja Eun seperti itu karena dia tidak bersalah, tapi semuanya terjadi begitu saja tanpa aku bisa menahannya. Jadi lebih baik kau saja yang mengatakan hal ini padanya,” sahut Hwang Chang Sik setuju.
(Maksud Hwang Chang Sik adalah dia tahu kalau Ja Eun tidak bersalah, dia tahu kalau tidak seharusnya dia menjadikan Ja Eun sebagai sasaran pelampiasan dendamnya, tapi ujung-ujungnya dia tetap memarahi dan membentak Ja Eun tanpa alasan karena dia tidak bisa menahan dirinya. Semuanya terjadi secara spontan karena kebencian dan dendamnya yang terlampau besar pada Baek In Ho. Padahal itu semua belum dibuktikan kebenarannya, tapi uda main fitnah aja nih Hwang Chang Sik. Dahlah, nunggu Tae Hee turun tangan aja nyelidikin sendiri dan membuktikan kalau calon ayah mertuanya tidak bersalah. Kalau Tae Hee yang membuktikan sendiri kan baru mereka percaya >_<)
“Baik, aku akan mengatakan hal ini padanya. Tapi bagaimana dengan hubungan mereka?” tanya Park Bok Ja khawatir.
“Apa maksudmu dengan bagaimana?” tanya Hwang Chang Sik, mulai emosi lagi.
“Kita harus memisahkan mereka, bukan?” tanya Park Bok Ja ragu.
“Apa hal itu masih perlu ditanyakan? Tentu saja kita harus segera memisahkan mereka,” seru Hwang Chang Sik saat Park Bok Ja tampak tak tega.
“Benar. Itulah yang kukatakan. Bagaimana ini bisa terjadi?” ujar Park Bok Ja seraya menarik napas dengan berat.
(Wadoh, The Love Story Of Romeo and Juliet bakalan dimulai nih. Siap-siap banjir air mata. Nyesek banget nontonnya walau uda nonton berulang-ulang dan tahu jalan ceritanya, tapi setiap kali liat Joo Won nangis, duh, ikutan nyesek mode on. Ngerasa sakitnya >_< Saking bagusnya aktingnya si Joo Won, penuh penghayatan banget waktu adegan nangis. Masih bingung kenapa dengan kemampuan akting se-“ciamik” ini, dia tetap kalah pamor sama Lee Min Ho, Cha Eun Woo dan Kim Soo Hyun? Kim Soo Hyun masih gpp sih, tapi Lee Min Ho dan Cha Eun Woo bener-bener gak bisa akting! Penonton cuma liat wajah tampan doang, sebel sih kalau liat Kanebo kering mengalahkan yang aktor yang beneran berbakat seperti Joo Won ini >_< Padahal Joo Won pun cakep loh kalau diliat-liat, lesung pipinya manis banget. Salah Agensi karena kurang jago promosi kale ya? >_<)
Setelah berunding di dalam kamar, akhirnya Park Bok Ja keluar dari dalam kamarnya dan mempersiapkan sarapan seperti biasa dengan dibantu oleh Ja Eun.
Satu persatu anggota keluarga Hwang telah tiba di meja makan, Nenek menjadi yang terakhir bergabung dengan mereka.
“Ya. Apa kalian semua tidur dengan nyenyak?” Nenek balas bertanya kepada semua orang di meja makan.
“Pagi ini adalah pagi yang cerah,” lanjut Nenek seraya duduk di tempatnya.
Ja Eun kemudian datang dan membawakan sarapan untuk mereka semua seraya memperkenalkan menu hari ini.
“Menu pagi ini adalah miso sup yang menyegarkan,” ujar Ja Eun dengan ceria seraya membuka tutup pancinya.
Ja Eun baru saja akan duduk saat tiba-tiba saja Nenek menghentikannya, “Tunggu! Tunggu! Duduklah memakai bantal yang ini,” ujar Nenek seraya memberikan bantal miliknya pada Ja Eun.
“Tidak, Nenek. Nenek saja yang duduk di situ,” tolak Ja Eun dengan tak enak hati.
“Cepat duduklah di sana. Seorang gadis harus memastikan tubuhnya tetap hangat. Kau tak boleh sampai sakit. Cepatlah!” ujar Nenek dengan penuh perhatian.
Karena tak enak menolak perhatian Nenek, Ja Eun akhirnya menerima niat baik itu dan mengambil bantalnya serta duduk di atas bantal itu.
“Baiklah,” sahut Ja Eun menurut dengan patuh.
“Juga, setelah sarapan nanti, pergilah bersamaku untuk membeli pakaian dalam musim dingin,” ujar Nenek lagi, masih tetap memberikan perhatian kepada calon cucu menantu kesayangannya. Nenek memperlakukan Ja Eun lebih baik dari sebelumnya karena Ja Eun adalah pacar Tae Hee. (Gak kebayang kalau Neneknya tahu, Ja Eun akan berbalik dibenci hiks >_<)
“Wah, sekarang Nenek sudah mulai menjaga calon cucu menantu kesayangannya,” ujar Hwang Tae Phil, meledek Neneknya. Tae Hee, Tae Shik dan Guksu tertawa mendengarnya.
“Tidak perlu, Nenek. Aku sudah memakainya,” ujar Ja Eun menolak halus seraya menarik lengan sweaternya ke atas dan menunjukkan pakaian dalam musim dingin yang dia pakai di bawah sweaternya.
“Lihatlah ini. Ahjumma sudah membelikannya untukku dan aku sudah memakainya,” lanjut Ja Eun lagi.
Nenek tersenyum gembira saat melihat Park Bok Ja sudah lebih dulu memperhatikan Ja Eun, “Bagus sekali. Kau melakukannya dengan baik,” puji Nenek pada Park Bok Ja dengan gembira.
Tae Hee tersenyum melihat Nenek dan ibunya menerima pacarnya dengan hangat dan memperlakukannya dengan baik. Tae Phil pun tertawa melihat Neneknya yang memberikan perhatian pada Ja Eun. Sangat terlihat jelas kalau Nenek sangat menyukai Ja Eun sebagai pacar Tae Hee dan sekaligus calon istrinya.
“Dan lagi, dibandingkan dengan warna lain, warna merah adalah yang terbaik. Pastikan kau akan selalu memakainya saat keluar rumah selama musim dingin ini, mengerti?” lanjut Nenek dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
“Baik,” sahut Ja Eun dengan tersenyum ceria.
Nenek mengangguk-angguk puas sebelum kemudian memerintahkan semuanya untuk makan, “Tidak ada yang tertinggal, bukan? Ayo kita mulai sarapannya,” seru Nenek dengan suasana hati yang gembira.
“Kami akan menikmati makanannya,” seru semua orang di meja makan.
“Nenek, ada satu hal lagi yang akan membuat Nenek senang. Guksu, cepat keluarkan!” ujar Tae Shik pada putranya.
Guksu kemudian mengeluarkan buku gambar dari bawah meja dan memperlihatkannya pada semua orang.
“Aku menggambar ini,” ujar Guksu dengan pelan seraya menunjukkan buku gambarnya pada semua orang.
Dalam sketsa itu, Guksu menggambar sepasang pria dan wanita dalam balutan busana pengantin. Jelas sekali bahwa Guksu sedang menggambar Tae Hee dan Ja Eun dengan busana pengantin.
Tae Hee tersenyum lebar saat melihat gambar itu, gambar dirinya dan Ja Eun yang mengenakan busana pengantin. Tae Hee tampak tak sabar ingin segera menjadikan gambar itu kenyataan.
“Guksu kita benar-benar pintar, dia sudah menggambar mereka selangkah lebih maju,” puji Tae Phil.
“Anak ini sama sepertiku. Kami sama-sama tidak sabar lagi,” ujar Tae Shik sambil tersenyum bangga.
“Dia memang sangat pintar. Sangat pintar,” puji Nenek dengan gembira dan semua orang kecuali Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja tertawa gembira.
“Karena topik ini sudah diangkat, bagaimana jika kita mulai mempersiapkan pernikahan? Bagaimana jika kalian menikah di musim semi saja? Bukankah Musim Semi adalah saat yang tepat? Musim semi atau musim gugur bukankah sama saja?” tanya Nenek seraya menatap Tae Hee penuh harap.
“Halmoni, begini...” Belum sempat Tae Hee menyelesaikan kalimatnya, Hwang Chang Sik lebih dulu memotongnya.
“Ibu, anak-anak masih sangat muda,” ujar Hwang Chang Sik.
“Benar, Ibu. Mereka bahkan belum lama pacaran dan Ja Eun masih berusia 25 tahun,” sahut Park Bok Ja menimpali, setuju dengan Hwang Chang Sik.
“Apa usia 25 tahun masih terlalu muda? Aku sudah punya dua orang anak saat usiaku 25 tahun,” protes Nenek.
“Ibu, sekarang jaman sudah berubah. Saat ini, usia 25 tahun masih dianggap anak-anak, Ibu.” Ujar Park Bok Ja.
“Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Aku sangat terburu-buru, bahkan kalau bisa, aku ingin mereka menikah satu jam dari sekarang. Kau akan tahu bagaimana rasanya saat kau berada di usia yang sama denganku, kita tidak bisa memprediksi apa yang terjadi di hari esok sama sekali. Aku bahkan tidak mengharapkan Tae Hee secepatnya memberiku cicit, tapi setidaknya aku ingin melihatnya menikah. Hanya menikah,” protes Nenek kesal.
“Nenek, jika Nenek terus mendesak Ja Eun seperti ini, takutnya Ja Eun akan kabur,” ujar Tae Phil, membuat Nenek menjadi bimbang dan panik.
“Benarkah? Apa kau akan kabur?” tanya Nenek pada Ja Eun dengan panik. Tae Hee pun menatap Ja Eun dengan gelisah.
Ja Eun menggelengkan kepalanya dan tersenyum malu-malu. Seketika Tae Hee yang tadinya tampak gelisah, ikut tersenyum malu-malu melihat reaksi kekasihnya.
“Lihatlah! Dia bilang dia takkan kabur. Ja Eun juga ingin menikah secepatnya,” ujar Nenek penuh semangat.
“Bukan seperti itu, Nenek. Aku hanya berpikir Musim Semi terlalu cepat. Musim Gugur tetap lebih baik,” sahut Ja Eun malu-malu.
“Ja Eun-ah, bahkan Musim Gugur pun itu terlalu cepat. Apa kau benar-benar ingin menikah secepatnya?” tanya Tae Phil namun dengan nada menggoda Ja Eun.
Ja Eun ingin menyangkal hal itu namun saat melihat wajah Tae Hee, dia dengan malu-malu menjawab, “Ya.” Semua orang tertawa mendengarnya kecuali Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja yang tampak galau.
Setelah sarapan, Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik kembali ke kamar mereka untuk berdiskusi.
“Benar, Ibu. Mereka bahkan belum lama pacaran dan Ja Eun masih berusia 25 tahun,” sahut Park Bok Ja menimpali, setuju dengan Hwang Chang Sik.
“Apa usia 25 tahun masih terlalu muda? Aku sudah punya dua orang anak saat usiaku 25 tahun,” protes Nenek.
“Ibu, sekarang jaman sudah berubah. Saat ini, usia 25 tahun masih dianggap anak-anak, Ibu.” Ujar Park Bok Ja.
“Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Aku sangat terburu-buru, bahkan kalau bisa, aku ingin mereka menikah satu jam dari sekarang. Kau akan tahu bagaimana rasanya saat kau berada di usia yang sama denganku, kita tidak bisa memprediksi apa yang terjadi di hari esok sama sekali. Aku bahkan tidak mengharapkan Tae Hee secepatnya memberiku cicit, tapi setidaknya aku ingin melihatnya menikah. Hanya menikah,” protes Nenek kesal.
“Nenek, jika Nenek terus mendesak Ja Eun seperti ini, takutnya Ja Eun akan kabur,” ujar Tae Phil, membuat Nenek menjadi bimbang dan panik.
“Benarkah? Apa kau akan kabur?” tanya Nenek pada Ja Eun dengan panik. Tae Hee pun menatap Ja Eun dengan gelisah.
Ja Eun menggelengkan kepalanya dan tersenyum malu-malu. Seketika Tae Hee yang tadinya tampak gelisah, ikut tersenyum malu-malu melihat reaksi kekasihnya.
“Lihatlah! Dia bilang dia takkan kabur. Ja Eun juga ingin menikah secepatnya,” ujar Nenek penuh semangat.
“Bukan seperti itu, Nenek. Aku hanya berpikir Musim Semi terlalu cepat. Musim Gugur tetap lebih baik,” sahut Ja Eun malu-malu.
“Ja Eun-ah, bahkan Musim Gugur pun itu terlalu cepat. Apa kau benar-benar ingin menikah secepatnya?” tanya Tae Phil namun dengan nada menggoda Ja Eun.
Ja Eun ingin menyangkal hal itu namun saat melihat wajah Tae Hee, dia dengan malu-malu menjawab, “Ya.” Semua orang tertawa mendengarnya kecuali Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja yang tampak galau.
Setelah sarapan, Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik kembali ke kamar mereka untuk berdiskusi.
“Tentang anak-anak. Setidaknya untuk kebaikan Ibu, kita harus secepatnya memisahkan mereka,” ujar Hwang Chang Sik pada istrinya.
“Apa yang harus kita katakan pada mereka?” tanya Park Bok Ja bingung.
“Katakan pada Ja Eun yang sebenarnya, itu akan lebih mudah. Bila Ja Eun mengetahui kebenarannya, dia pasti akan meninggalkan Tae Hee,” sahut Hwang Chang Sik dengan dingin.
“Tidak. Kita tidak boleh mengatakan yang sebenarnya! Bagaimana bisa kita mengatakan ini padanya?” ujar Park Bok Ja melarang keras. Park Bok Ja masih memikirkan Ja Eun yang pasti akan terkena mental breakdown kalau mengetahui yang sebenarnya.
Hwang Chang Sik hanya terdiam namun segera berdiri dan memakai jaketnya.
“Aku harus menghadiri pertemuan dengan Kepala Desa lebih dulu. Bahkan walaupun kita akan pindah, kita masih harus ikut serta dalam pertemuan ini. Kita bicarakan lagi ini nanti,” ujar Hwang Chang Sik.
“Kau tidak boleh mengatakan yang sebenarnya!” larang Park Bok Ja sekali lagi.
“Aku harus pergi dulu sekarang,” sahut Hwang Chang Sik lalu berjalan keluar dari kamarnya.
Di saat yang bersamaan, Ja Eun tampak mengetuk pintu kamar Tae Hee. Karena tidak ada jawaban dari dalam kamar, dia pun nekat membuka pintunya untuk melihat di mana Tae Hee berada. Ini adalah pertama kalinya Ja Eun masuk ke kamar Tae Hee.
Penasaran, Ja Eun masuk ke kamar Tae Hee dan menemukan ponsel Tae Hee tergeletak di atas meja belajarnya.
Kemudian Ja Eun duduk di
atas ranjang Tae Hee dan mengelus-elus bantal Tae Hee seolah-olah dia sedang
mengelus-elus Tae Hee. Ja Eun melakukan dengan tersenyum-senyum sendiri.
Saat itulah Tae Hee masuk ke dalam kamarnya dan melihat pacarnya ada di sana, di dalam kamarnya dan duduk di atas ranjangnya seraya mengelus-elus bantalnya.
Merasa ada seseorang di depan pintu, Ja Eun mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar. Gadis itu tampak gugup dan salah tingkah saat menyadari Tae Hee sudah ada di sana, dia segera bangkit berdiri dan berakting seolah tak terjadi apa-apa.
Saat itulah Tae Hee masuk ke dalam kamarnya dan melihat pacarnya ada di sana, di dalam kamarnya dan duduk di atas ranjangnya seraya mengelus-elus bantalnya.
Merasa ada seseorang di depan pintu, Ja Eun mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar. Gadis itu tampak gugup dan salah tingkah saat menyadari Tae Hee sudah ada di sana, dia segera bangkit berdiri dan berakting seolah tak terjadi apa-apa.
Tae Hee menutup pintu kamarnya dan berjalan lebih mendekat
ke arah Ja Eun.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Tae Hee dengan wajah polosnya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Tae Hee dengan wajah polosnya.
“Itu karena…itu karena kau tidak di sini,” sahut Ja Eun dengan gugup, memberikan jawaban ambigu.
“Itu sebabnya aku tanya, apa yang kau lakukan di sini saat pemilik kamar tidak ada di dalam?” tanya Tae Hee, memperjelas pertanyaannya.
“Ini mengenai tas untuk Ahjumma. Sebaiknya kita memberikannya sebelum kita berangkat kerja. Aku menelponmu, tapi kau tidak mengangkat teleponmu, itu sebabnya aku datang,” sahut Ja Eun, menjelaskan dengan suara yang gugup.
Tae Hee melirik ponselnya di atas meja dan mengangguk mengerti sambil tersenyum geli melihat kekasihnya yang tampak gugup dan panik.
“Baik. Kalau begitu aku akan mengambilnya di mobil dan kembali secepatnya,” ujar Tae Hee.
“Kalau begitu aku akan membawa Ahjumma ke kamar dan menunggumu di sana,” sahut Ja Eun setuju.
Ja Eun baru saja akan pergi dari kamar itu, namun Tae Hee menahan lengannya dan menarik tubuh Ja Eun agar berdiri di hadapannya.
(Ini seperti adegan EP 34 akhir saat pengakuan cinta Hwang Tae Hee yang ketiga. Tae Hee juga menahan lengan Ja Eun saat Ja Eun akan pergi kemudian menariknya agar berdiri di hadapannya dan mereka bisa bicara face to face ^^ Tapi kali ini, Tae Hee tak ingin sekedar bicara *wink*)
Ja Eun menatap Tae Hee dengan bingung untuk sesaat, namun
saat melihat Tae Hee yang semakin mendekat seraya menundukkan wajahnya agar
setara dengan wajahnya seraya memegang kedua lengannya, Ja Eun sadar Tae Hee
ingin menciumnya.
Secara insting, Ja Eun seketika memejamkan kedua matanya walaupun ekspresi wajahnya terlihat gugup. Tae Hee berhenti sesaat dan tersenyum geli saat melihat kegugupan Ja Eun yang terlihat sangat menggemaskan di matanya.
Melihat tak ada apa pun yang terjadi, Ja Eun kembali membuka matanya dengan gugup dan menatap Tae Hee penuh tanya. (Ja Eun be like : “Nih Ahjussi mau ngapain sih? Bikin deg-deg’an aja. Kalau mau kiss, ya kiss aja buruan. Aku uda merem loh tadi.” Begitulah ungkapan hati Ja Eun yang tergambar dari tatapan matanya ^^)
Tae Hee tersenyum penuh cinta saat menatap Ja Eun yang tampak sangat gugup. Dia sekali lagi menundukkan wajahnya dan mendekatkan bibirnya ke bibir Ja Eun.
Bibir mereka hampir saja bersentuhan saat tiba-tiba
saja kemesraan sepasang kekasih itu harus terganggu karena Nenek yang tiba-tiba
saja menerobos masuk ke dalam kamar Tae Hee tanpa permisi.
“Tae Hee-yaa...” seru Nenek, spontan membuat Tae Hee melepaskan pegangannya di lengan Ja Eun. Kedua sejoli itu segera memisahkan diri dan berakting seolah tak terjadi apa-apa.
Nenek yang menyadari kalau Ja Eun ada di sana, dan sepasang kekasih itu berada dalam jarak yang berdekatan serta dengan gesture yang mencurigakan, Nenek dapat mengerti dengan segera kalau Tae Hee dan Ja Eun mungkin saja sedang bermesraan di dalam kamar beberapa saat sebelum dia masuk ke dalam sana.
“Aduh, jika kalian ingin melakukan sesuatu seperti itu, harusnya kalian mengunci pintunya,” ujar Nenek, menggoda sepasang kekasih yang semakin salah tingkah itu.
“Nenek, bukan seperti itu,” sangkal Tae Hee dengan tersenyum malu-malu. Ja Eun pun tersenyum mendengar ledekan Nenek.
Tae Hee dan Ja Eun saling pandang dengan ekspresi malu-malu karena tertangkap basah oleh Nenek seperti itu, namun kemudian mereka mulai tertawa lucu.
Tae Hee menggunakan kesempatan ini untuk bertanya pada Ja Eun, “Haruskah kita benar-benar mempercepat pernikahan kita?” tanya Tae Hee malu-malu namun matanya berbinar penuh harap. Sepertinya Tae Hee tak sabar ingin segera memiliki Ja Eun agar dia bisa bebas melakukan apa pun yang dia inginkan di rumah tanpa perlu khawatir seperti ini.
Mendengar Tae Hee “melamarnya” sekali lagi, Ja Eun hanya tersenyum malu-malu dan mengangguk pelan.
Park Bok Ja sedang berdiri sambil melamun di depan rak cuci piring saat tiba-tiba Ja Eun datang dan bertanya kenapa Park Bok Ja yang mencuci piringnya karena hari ini seharusnya adalah giliran Hwang Chang Sik yang mencuci piring. Ja Eun akhirnya menawarkan diri untuk mencuci semua piring-piring tersebut, namun Park Bok Ja menolaknya.
Ja Eun menunggu Park Bok Ja selesai mencuci piring kemudian membujuknya untuk ikut dengannya ke dalam kamar.
Di dalam kamar Park Bok Ja, Tae Hee tampak sudah berdiri menunggu mereka. Saat melihat Ja Eun, Tae Hee segera memberi tanda pada kekasihnya untuk berdiri di sampingnya. Ja Eun menurut dan berdiri di samping Tae Hee. Barulah kemudian Tae Hee memberikan sebuah paper bag besar berisi tas untuk hadiah ulang tahun Park Bok Ja.
“Eomma, ini untukmu,” ujar Tae Hee malu-malu seraya menyodorkan paper bag itu pada ibu angkatnya.
“Apa itu?” tanya Park Bok Ja.
“Hadiah ulang tahun untuk Ibu. Kami ingin memberikannya lebih awal. Karena jika kami memberikannya di hadapan semua orang di hari Ulang Tahun Ibu, Nenek pasti akan melihatnya dan merasa sedih. Jadi aku memberikannya lebih awal. Ini adalah hadiahku dan Ja Eun,” ujar Tae Hee dengan tersenyum manis.
“Tidak. Aku hanya membantu memilihkannya. Ahjussi yang membeli tasnya,” bantah Ja Eun tidak enak, karena dia hanya membantu memilihkan modelnya sedangkan Tae Hee yang membelinya.
“Kenapa kau harus membeli ini? Kau bahkan tidak punya banyak uang,” ujar Park Bok Ja dengan ekspresi kacau, antara sedih, marah, kasihan dan entah apa lagi.
Park Bok Ja akhirnya menerimanya dan melihat isinya, tapi kemudian dia marah karena mengetahui harganya sangat mahal.
“Kenapa kau membeli hadiah yang begitu mahal? Bagaimana bisa kau membeli hadiah semahal ini?” omel Park Bok Ja, merasa sayang jika uang putranya dihamburkan hanya untuk membeli sebuah tas.
“Ahjussi bilang dia ingin membelikan Ahjumma hadiah yang Istimewa jadi aku menyarankan padanya untuk membeli sebuah tas,” ujar Ja Eun, dengan nada merayu.
“Ini terlalu mahal. Aku tidak bisa menerimanya. Aku merasa terbebani,” tolak Park Bok Ja, seraya memberikannya kembali pada Tae Hee.
“Apa Eomma tidak menyukainya?” tanya Tae Hee dengan ekspresi sedih di wajahnya. Melihat ekspresi Tae Hee seperti itu, membuat Park Bok Ja tidak tega.
“Bukan karena aku tidak menyukainya. Hanya saja ini terlalu mahal,” ujar Park Bok Ja.
“Kalau begitu terimalah,” bujuk Tae Hee dengan lembut, membujuk Ibunya, seraya menyodorkan kembali paper bag itu pada Park Bok Ja.
“Ya. Tolong terimalah, Ahjumma. Ahjumma benar-benar pantas mendapatkan tas ini. Dan juga, di dalam tas ini, ada juga hadiah kecil dariku,” ujar Ja Eun, ikut membujuk Park Bok Ja agar menerima hadiah dari mereka.
“Kenapa kau harus melakukan sesuatu yang tidak ku...” Park Bok Ja kelepasan dan mulai memarahi Ja Eun, namun ketika melihat wajah Ja Eun yang berubah jadi kaget dan shock, Park Bok Ja mengubah nada suaranya dan berusaha bicara normal, “Yang tidak kusuruh untuk melakukannya,” lanjut Park Bok Ja dengan lebih lembut.
“Itu bukan sesuatu yang mahal karena aku tak punya banyak uang. Aku hanya mampu membeli satu set lotion perawatan kulit,” sahut Ja Eun dengan rendah hati.
“Baiklah. Terima kasih. Sungguh aku sangat berterima kasih,” ujar Park Bok Ja lirih. Dia akhirnya mengambil tas itu dan hampir saja menangis karena terharu melihat perhatian Tae Hee dan Ja Eun padanya.
Tae Hee tersenyum lega mendengarnya, “Apa Ibu menyukainya?” tanya Tae Hee dengan senyuman manis menunjukkan lesung pipinya.
“Ya, Ibu menyukainya. Tas ini sangat cantik. Ibu sangat menyukainya,” sahut Park Bok Ja dengan hati yang berat.
Tae Hee dan Ja Eun saling melempar pandang dan tersenyum gembira satu sama lain. Park Bok Ja melihat ke arah sepasang kekasih tersebut yang tampak sangat gembira karena hadiah mereka diterima olehnya, dia menoleh ke arah lain untuk menahan air matanya.
Park Bok Ja merasa kasihan dengan nasib
anak-anak itu yang tersenyum gembira tanpa mengetahui bahwa dia dan Hwang Chang
Sik berniat memisahkan mereka.
Setelah sarapan, Ja Eun berangkat ke kantornya. Ja Eun sedang sibuk menggambar animasi bebeknya saat Kim Jae Ha masuk dan melihat sebuah kartu ucapan kecil tergeletak di atas meja. Dia membaca tulisan yang ditulis di atas kartu ucapan itu “Ayah Baek In Ho, Putri Baek Ja Eun.”
Setelah sarapan, Ja Eun berangkat ke kantornya. Ja Eun sedang sibuk menggambar animasi bebeknya saat Kim Jae Ha masuk dan melihat sebuah kartu ucapan kecil tergeletak di atas meja. Dia membaca tulisan yang ditulis di atas kartu ucapan itu “Ayah Baek In Ho, Putri Baek Ja Eun.”
Ja Eun yang mendengar itu, spontan menoleh dan berkata, “Oh,
kartunya terjatuh di sana,” ujar Ja Eun.
“Ayahmu pasti orang yang sangat perhatian karena menuliskan kartu ucapan ulang tahun seperti ini untuk putrinya,” ujar Kim Jae Ha dengan nada iri. Yah, itu karena ayah angkat Kim Jae Ha gak sayang Kim Jae Ha makanya dia iri sama Ja Eun.
“Ayahmu pasti orang yang sangat perhatian karena menuliskan kartu ucapan ulang tahun seperti ini untuk putrinya,” ujar Kim Jae Ha dengan nada iri. Yah, itu karena ayah angkat Kim Jae Ha gak sayang Kim Jae Ha makanya dia iri sama Ja Eun.
“Ya, setiap aku berulang tahun, Ayahku tak pernah lupa untuk
mengirimkan kartu ucapan ulang tahun dan sebuah surat. Dan ayah selalu
memasukkan kartunya ke dalam amplop dan menuliskan ‘Dari Ayahmu : Baek In Ho,
untuk Putriku : Baek Ja Eun’. Ayahku sangat perhatian, kan?” ujar Ja Eun dengan
tersenyum bangga dan gembira.
Walaupun bukan hadiah barang, namun kartu ucapan selamat ulang tahun dengan tulisan tangan sang ayah, bagi Ja Eun itu sudah merupakan hadiah yang sangat berharga.
“Benar. Oh ya, apa kau sudah sarapan? Bagaimana kalau kita makan bersama?” ajak Kim Jae Ha pada Ja Eun.
Walaupun bukan hadiah barang, namun kartu ucapan selamat ulang tahun dengan tulisan tangan sang ayah, bagi Ja Eun itu sudah merupakan hadiah yang sangat berharga.
“Benar. Oh ya, apa kau sudah sarapan? Bagaimana kalau kita makan bersama?” ajak Kim Jae Ha pada Ja Eun.
“Oh, aku sudah sarapan. Apa kau belum sarapan?” tanya Ja Eun dengan tak enak hati.
(Ya harusnya Kim Jae Ha uda bisa menebak sih, Ja Eun gak mungkin berangkat kerja dalam keadaan perut kosong selama tinggal bersama keluarga Hwang, dia pasti ikut sarapan juga bersama mereka. Apa itu perlu ditanyakan?)
“Oh, kau sudah sarapan? Aku belum sempat sarapan,” sahut Kim Jae Ha dengan ekspresi kecewa.
“Kalau begitu pergilah sarapan dan cepatlah kembali karena Sutradara Yang baru saja menelpon dan mengatakan akan datang terlambat, dia baru akan tiba di sini 30 menit lagi,” sahut Ja Eun dengan entengnya.
Kim Jae Ha berharap Ja Eun akan menemaninya makan, namun Ja Eun justru dengan santai menyuruhnya untuk makan sendirian. (Sorry ya Kim Jae Ha, Ja Eun uda punya pacar dan kamu bukan Hwang Tae Hee xixixi ^^)
“Itu sangat merepotkan. Teruslah menggambar. Aku akan menunggu Sutradara Yang di sini saja,” sahut Kim Jae Ha seraya berjalan ke arah meja tempat gelas dan air mineral diletakkan.
Dia mengeluarkan sebungkus obat dan akan meminumnya saat Ja
Eun tiba-tiba bertanya, “Obat untuk apa itu?” tanya Ja Eun penasaran.
“Aku sedikit flu,” sahut Kim Jae Ha.
“Aku sedikit flu,” sahut Kim Jae Ha.
“Tapi kau bilang kalau kau belum sarapan, kan? Jadi bagaimana bisa kau minum obat dalam keadaan perut kosong?” ujar Ja Eun dengan khawatir.
“Tidak apa-apa,” sahut Kim Jae Ha dengan entengnya.
“Tidak. Kau tidak boleh minum obat dalam keadaan perut kosong. Lihat! Bukan hanya satu pil tapi banyak sekali. Tunggu sebentar!” seru Ja Eun melarang seraya beranjak berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah mini kitchen untuk membuatkan sesuatu untuk Kim Jae Ha.
Ternyata Ja Eun membuatkan Kim Jae Ha susu pisang dengan menggunakan blender untuk menghaluskan pisangnya. Saat Ja Eun sibuk membuatkan jus susu pisang tersebut, Kim Jae Ha berdiri menatap Ja Eun dengan pandangan yang sulit diartikan dan senyuman di bibirnya.
(Please jangan jatuh cinta ya, dianggep adik atau sahabat aja gpp, oke? Don’t fall in love with her! She is Tae Hee’s future wife, you will gonna be hurt!)
Setelah selesai, Ja Eun membawakannya pada Kim Jae Ha, “Sudah siap. Ini adalah Banana Milk shake buatan rumahan. Minumlah ini dulu sebelum minum obat,” ujar Ja Eun dengan ceria dan penuh perhatian.
“Kenapa? Apa kau tak suka Banana Milk Shake?” tanya Ja Eun dengan ragu saat melihat Kim Jae Ha tampak terdiam menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Jangan mempermainkan aku (Don’t play with me),” ujar Kim
Jae Ha, tampak tersentuh dengan perhatian Ja Eun padanya.
(Quit playing games with my heart maksudnya. Kayak Tae Hee dulu, merasa
hatinya dipermainkan. “Kalau uda punya pacar, jangan terlalu perhatian pada
pria lain, kalau aku jatuh cinta padamu gimana?” gitu maksud Kim Jae Ha.
Makanya dia bilang, “Jangan mempermainkan aku” ^^ Kim Jae Ha baper, dia merasa Ja Eun sedang menggodanya padahal mah nggak. Maklum, dia kan gak pernah ada yang tulus memperhatikannya selama ini. Ibu angkatnya hanya menjadikannya sebagai pengganti Tae Hee, sementara ayah angkatnya gak sayang. Hanya Ja Eun yang tulus padanya. Kasihan juga sih sebenarnya >_<)
Ja Eun yang tampak bingung dan tak mengerti hanya mampu mengedip-ngedipkan matanya bingung, “Apa?” ujarnya bingung.
Ja Eun yang tampak bingung dan tak mengerti hanya mampu mengedip-ngedipkan matanya bingung, “Apa?” ujarnya bingung.
“Lihat! Kau bahkan tak mampu mengatasinya,” ujar Kim Jae Ha, memberikan jawaban yang terkesan sangat ambigu.
Dia kemudian mengambil segelas Banana Milk Shake tersebut dan meminumnya. Tak lama kemudian, dia mendapat telepon dari Tae Hee. Momennya pas. Telepon dari Tae Hee sekaligus sebagai pengingat untuk Kim Jae Ha agar jangan menggoda pacarnya atau jangan sampai tergoda oleh pacarnya.
“Ya, Hwang Gyeonghwi-nim,” sahut Kim Jae Ha di ponselnya.
“Kim Jae Ha-ssi, saat kau datang ke restaurant Polisi Bong nanti, jangan lupa bawa sekalian daftar kendaran para tersangka tersebut,” ujar Tae Hee mengingatkan.
“Aduh, bagaimana ini? Aku tidak pulang ke rumah kemarin malam, jadi aku belum sempat mengambilnya,” ujar Kim Jae Ha dengan entengnya.
Mendengar jawaban mengesalkan itu, Tae Hee segera memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak karena merasa kesal, “Apa dia sedang bercanda denganku?” gerutu Tae Hee di mobilnya dengan kesal.
Di sampingnya, Seo Dong Min pun tampak sedang bicara di telepon dengan seseorang. Setelah teleponnya berakhir, dia segera melaporkan hasil pembicaraannya kepada Tae Hee.
“Hong Man Sik-ssi sudah kembali ke Korea,” ujar Seo Dong Min, Tae Hee seketika mengalihkan pandangannya ke arah Dong Min begitu mendengar apa yang dia katakan.
“Benarkah? Hubungi dia dan segera buat janji untuk bertemu
dengannya,” ujar Tae Hee, memberikan instruksi pada rekannya.
“Kau akan menemuinya lagi? Untuk apa menemuinya lagi jika dia selalu menolak membuka mulutnya?” ujar Seo Dong Min dengan kesal.
“Tapi kita tetap harus menemuinya. Dia adalah satu-satunya saksi kunci yang bisa membebaskan Ja Eun dari semua tuduhan diterima masuk melalui jalan belakang dengan menyuap Rektor Universitas. Jika tebakan kita benar, karena dia adalah orang kepercayaan Presdir Baek In Ho, maka dia pasti mengetahui semuanya. Kita hanya berharap dia bisa mengubah pikirannya,” ujar Tae Hee, menolak untuk menyerah.
(Sekarang Tae Hee menyebut Ja Eun dengan "Ja Eunie" BUKAN "Baek Ja Eun" lagi. Tanda bahwa mereka memiliki hubungan khusus ^^)
Tae Hee tampak sangat ingin menepati janjinya pada Ja Eun untuk membuktikan pada seluruh Korea bahwa Baek Ja Eun bukanlah mahasiswa yang diterima melalui jalan belakang dengan menyuap Rektor Universitas dan ayah gadis itu, Baek In Ho, bukanlah orang seperti itu.
Jika dulu Tae Hee ingin melakukan itu karena hati nuraninya sebagai polisi yang merasa bersalah telah membuat seorang gadis yang tidak bersalah dibully di media sosial, kini dia melakukannya karena cinta. Tae Hee ingin membersihkan nama calon istrinya, selain karena dia sudah berjanji dan tanggung jawabnya sebagai polisi, juga karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang kekasih yang baik, yang tidak ingin melihat gadis yang dicintainya terluka. So sweet Tae Hee ^^
Menjelang siang, Hwang Tae Hee, Seo Dong Min dan Kim Jae Ha kembali berada di restaurant Bong Man Hee dalam misi untuk mendapatkan informasi mengenai siapa terduga pelaku insiden tabrak lari yang menewaskan ayah kandung Tae Hee.
Saat itu suasana restaurant tampak ramai dan dipenuhi oleh para pengunjung wanita setengah baya (alias Ahjumma) yang datang ke sana untuk menikmati makan siang.
Tae Hee tampak sangat ingin menepati janjinya pada Ja Eun untuk membuktikan pada seluruh Korea bahwa Baek Ja Eun bukanlah mahasiswa yang diterima melalui jalan belakang dengan menyuap Rektor Universitas dan ayah gadis itu, Baek In Ho, bukanlah orang seperti itu.
Jika dulu Tae Hee ingin melakukan itu karena hati nuraninya sebagai polisi yang merasa bersalah telah membuat seorang gadis yang tidak bersalah dibully di media sosial, kini dia melakukannya karena cinta. Tae Hee ingin membersihkan nama calon istrinya, selain karena dia sudah berjanji dan tanggung jawabnya sebagai polisi, juga karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang kekasih yang baik, yang tidak ingin melihat gadis yang dicintainya terluka. So sweet Tae Hee ^^
Menjelang siang, Hwang Tae Hee, Seo Dong Min dan Kim Jae Ha kembali berada di restaurant Bong Man Hee dalam misi untuk mendapatkan informasi mengenai siapa terduga pelaku insiden tabrak lari yang menewaskan ayah kandung Tae Hee.
Saat itu suasana restaurant tampak ramai dan dipenuhi oleh para pengunjung wanita setengah baya (alias Ahjumma) yang datang ke sana untuk menikmati makan siang.
“Kami datang kemari karena rekomendasi dari Wakil Direktur
Kim. Tolong berikan kami daging tambahan,” ujar salah seorang wanita setengah
baya dengan tak tahu malu.
“Baiklah. Akan kuambilkan,” sahut Bong Man Hee dengan gembira.
“Kalian ingin pesan yang lain juga? Bagaimana jika sup di setiap meja?” tawar Kim Jae Ha pada para Ahjumma itu.
Lalu seorang wanita setengah baya lain meminta 2 botol sprite pada Tae Hee, “Permisi. Kami di sini ingin minta 2 botol sprite,” request wanita itu pada Tae Hee yang bertugas memberikan minuman.
“Baik. Dua botol sprite segera,” sahut Tae Hee dengan tersenyum ramah.
“Pria muda itu sama tampannya dengan Wakil Direktur Kim. Sangat tampan,” puji Ahjumma yang memesan sprite, memuji Tae Hee.
“Baiklah. Akan kuambilkan,” sahut Bong Man Hee dengan gembira.
“Kalian ingin pesan yang lain juga? Bagaimana jika sup di setiap meja?” tawar Kim Jae Ha pada para Ahjumma itu.
Lalu seorang wanita setengah baya lain meminta 2 botol sprite pada Tae Hee, “Permisi. Kami di sini ingin minta 2 botol sprite,” request wanita itu pada Tae Hee yang bertugas memberikan minuman.
“Baik. Dua botol sprite segera,” sahut Tae Hee dengan tersenyum ramah.
“Pria muda itu sama tampannya dengan Wakil Direktur Kim. Sangat tampan,” puji Ahjumma yang memesan sprite, memuji Tae Hee.
“Tidak. Dia tidak setampan Wakil Direktur Kim,” sahut wanita lainnya.
(Padahal lebih ganteng Tae Hee ke mana-mana daripada Kim Jae Ha. Tapi bodo amat sih bagi Tae Hee, yang penting dia uda punya
pacar sementara Kim Jae Ha masih jomblo hahaha ^^ Tae Hee mah hanya peduli apa
kata ayang Ja Eun, bukan apa kata orang lain apalagi Ahjumma-Ahjumma genit
seusia ibu angkatnya ^^)
“Tapi dia tetap tampan di mataku,” ujar Ahjumma yang memesan sprite itu pada Tae Hee yang baru saja datang membawakan pesanan mereka.
“Terima kasih, anak muda.” lanjut wanita setengah baya itu seraya menepuk pantat Tae Hee. Karena wajah Tae Hee sangat tampan, wanita setengah baya yang melihatnya menjadi gemas dan memukul pantat Tae Hee, membuatnya mengernyit kesal.
“Tapi dia tetap tampan di mataku,” ujar Ahjumma yang memesan sprite itu pada Tae Hee yang baru saja datang membawakan pesanan mereka.
“Terima kasih, anak muda.” lanjut wanita setengah baya itu seraya menepuk pantat Tae Hee. Karena wajah Tae Hee sangat tampan, wanita setengah baya yang melihatnya menjadi gemas dan memukul pantat Tae Hee, membuatnya mengernyit kesal.
(Wah, pelecehan nih Ahjumma satu. Beraninya dia menepuk
pantat seorang Polisi? Bisa dipidana nih harusnya, kalau aja Tae Hee gak butuh
informasi dari Bong Man Hee ckckck... Tapi aku mau dong nepuk pantat Joo Won juga hahaha ^^)
Namun Tae Hee tidak bisa memarahi pelanggan genit itu saat ini karena takut akan membuat mereka pergi, lalu jika restaurant kembali sepi, Bong Man Hee akan badmood seperti sebelumnya dan menolak memberinya informasi. Jadi Tae Hee hanya mampu tersenyum kaku walau dia “dilecehkan” seperti ini.
(Yang sabar ya, pak polisi. Kayaknya ini karma deh, karena dulu kamu pernah mukul pantatnya Ja Eun saat di EP 10, sekarang Tae Hee dibales, pantatnya dipukul sama Ahjumma-Ahjumma genit seusia ibunya hahaha ^^ Coba kalau yang mukul ayang Baek Ja Eun, bukan marah tapi malah nafsu yang ada. Bisa-bisa langsung diperawanin di gudang tuh sama Tae Hee, untung bukan Ja Eun ya hahaha ^^)
Kim Jae Ha yang melihat tindakan asusila tersebut segera datang dan menegur pelanggan wanita setengah baya itu, “Kenapa kalian memegang pantat orang seperti itu? Itu tidak sopan!” tegur Kim Jae Ha.
Saat Kim Jae Ha memarahi pelanggan yang tidak sopan itu dan Tae Hee mencoba menyembunyikan kekesalannya sebaik mungkin, Seo Dong Min justru tersenyum geli melihat Tae Hee “dilecehkan”. Namun Seo Dong Min segera terkena karma karena menertawai kesialan Tae Hee saat salah satu Ahjumma mengatainya “Tidak tampan”.
Namun Tae Hee tidak bisa memarahi pelanggan genit itu saat ini karena takut akan membuat mereka pergi, lalu jika restaurant kembali sepi, Bong Man Hee akan badmood seperti sebelumnya dan menolak memberinya informasi. Jadi Tae Hee hanya mampu tersenyum kaku walau dia “dilecehkan” seperti ini.
(Yang sabar ya, pak polisi. Kayaknya ini karma deh, karena dulu kamu pernah mukul pantatnya Ja Eun saat di EP 10, sekarang Tae Hee dibales, pantatnya dipukul sama Ahjumma-Ahjumma genit seusia ibunya hahaha ^^ Coba kalau yang mukul ayang Baek Ja Eun, bukan marah tapi malah nafsu yang ada. Bisa-bisa langsung diperawanin di gudang tuh sama Tae Hee, untung bukan Ja Eun ya hahaha ^^)
Kim Jae Ha yang melihat tindakan asusila tersebut segera datang dan menegur pelanggan wanita setengah baya itu, “Kenapa kalian memegang pantat orang seperti itu? Itu tidak sopan!” tegur Kim Jae Ha.
Saat Kim Jae Ha memarahi pelanggan yang tidak sopan itu dan Tae Hee mencoba menyembunyikan kekesalannya sebaik mungkin, Seo Dong Min justru tersenyum geli melihat Tae Hee “dilecehkan”. Namun Seo Dong Min segera terkena karma karena menertawai kesialan Tae Hee saat salah satu Ahjumma mengatainya “Tidak tampan”.
“Yang satu ini tidak tampan. Dia seperti So Bang Chan, So
Bang Chan,” ejek Ahjumma itu. Kalimat itu membuat Dong Min seketika menjadi
kesal.
(Menurut Google, “So Bang Chan” adalah nama dance male group (kayak boyband gitu deh) yang eksis di tahun 1990-an dan terdiri dari dua pria berwajah tampan dan satu pria berwajah biasa (kalau gak mau dibilang jelek), jadi intinya KPOP Boyband yang terdiri dari 2 member pria tampan dan 1 member pria dengan wajah rata-rata ^^)
Tae Hee yang melihat Dong Min kesal seketika tersenyum senang kemudian berjalan pergi setelah menepuk perut buncit Dong Min. (Tae Hee be like : “Makanya jangan ngetawain aku, kena karma kan sekarang, dikatain jelek sama Ahjumma genit” hahaha ^^)
(Menurut Google, “So Bang Chan” adalah nama dance male group (kayak boyband gitu deh) yang eksis di tahun 1990-an dan terdiri dari dua pria berwajah tampan dan satu pria berwajah biasa (kalau gak mau dibilang jelek), jadi intinya KPOP Boyband yang terdiri dari 2 member pria tampan dan 1 member pria dengan wajah rata-rata ^^)
Tae Hee yang melihat Dong Min kesal seketika tersenyum senang kemudian berjalan pergi setelah menepuk perut buncit Dong Min. (Tae Hee be like : “Makanya jangan ngetawain aku, kena karma kan sekarang, dikatain jelek sama Ahjumma genit” hahaha ^^)
Tak lama kemudian, Tae Hee mendapat telepon dari rekan
polisinya yang lain, “Ya, Kim Yeongsa (Polisi Kim). Bicaralah! Dia muncul? Baiklah, aku akan segera menuju Stasiun Seoul sekarang,” sahut Tae Hee
di ponselnya.
“Dong Min-ah,” panggil Tae Hee pada Dong Min yang masih
cemberut karena dikatain jelek oleh Ahjumma genit.
“Apa Im Jae Sung sudah muncul?” tanya Dong Min menebak.
(Ingat Im Jae Sung, kan? Dia bandar narkoba yang diincer Tae Hee tapi kabur
gara-gara Kim Jae Ha ikut campur di EP 40).
“Ya,” sahut Tae Hee seraya melepas ikatan celemeknya.
“Ya,” sahut Tae Hee seraya melepas ikatan celemeknya.
“Kim Jae Ha-ssi, kami harus pergi lebih dulu. Tolong urus
sisanya. Cobalah untuk mendapatkan sesuatu hari ini,” ujar Tae Hee, sekaligus
berpamitan.
“Aku tahu. Serahkan padaku,” ujar Kim Jae Ha.
Tae Hee mengangguk kemudian meninggalkan restaurant itu bersama Seo Dong Min.
Setelah Tae Hee dan semua pengunjung sudah pergi, Kim Jae Ha mencoba menggali informasi lebih banyak lagi mengenai insiden tersebut.
“Bos, apa kau tidak punya sesuatu untuk dikatakan padaku hari ini? Ini sudah seminggu berlalu,” ujar Kim Jae Ha mulai memancing dengan halus.
(Jadi ceritanya Tae Hee dan Kim Jae Ha sudah seminggu membantu di restaurant Bong Man Hee yang ini juga berarti sudah seminggu Tae Hee dan Ja Eun berpacaran secara terbuka di depan seluruh keluarga Hwang. Karena hari dimulainya Tae Hee dan Kim Jae Ha membantu di restaurant Bong Man Hee adalah hari yang sama di mana malam harinya, Tae Hee mengumumkan di hadapan seluruh keluarganya kalau dia dan Ja Eun adalah sepasang kekasih alias pacaran ^^)
Bong Man Hee mengabaikan Kim Jae Ha dan masih menyibukkan
diri dengan membereskan piring-piring dan gelas kotor di atas meja.
“Anda sungguh keterluan. Bukankah Anda tahu tentang yang namanya ‘memberi dan menerima’? Jika seseorang sudah membantumu, kau seharusnya memberikan sesuatu pada orang tersebut sebagai imbalannya. Kalau begitu, besok aku takkan datang lagi kemari. Apa kau sungguh ingin aku tidak datang kemari lagi? Kau tidak akan menyesal? Bong Yeongsa-nim (polisi Bong)?” ujar Kim Jae Ha dengan nada sedikit mengintimidasi.
Kim Jae Ha merasa di atas angin karena semua pelanggan yang membuat restaurant Bong Man Hee ramai itu adalah para kenalan, klien serta keluarga bawahannya yang dia suruh datang dan makan di tempat ini.
“Itu bukan karena aku tidak ingin mengatakannya, tapi itu karena aku tak bisa. Ayah Inspektur Hwang sendiri yang memintaku untuk tidak mengatakan apa pun pada putranya,” ujar Bong Man Hee akhirnya, mengaku kalau dia diminta untuk tutup mulut oleh Hwang Chang Sik.
“Apa? Ayah Inspektur Hwang yang memintamu tutup mulut? Tapi kenapa?” tanya Kim Jae Ha tak mengerti.
“Anda sungguh keterluan. Bukankah Anda tahu tentang yang namanya ‘memberi dan menerima’? Jika seseorang sudah membantumu, kau seharusnya memberikan sesuatu pada orang tersebut sebagai imbalannya. Kalau begitu, besok aku takkan datang lagi kemari. Apa kau sungguh ingin aku tidak datang kemari lagi? Kau tidak akan menyesal? Bong Yeongsa-nim (polisi Bong)?” ujar Kim Jae Ha dengan nada sedikit mengintimidasi.
Kim Jae Ha merasa di atas angin karena semua pelanggan yang membuat restaurant Bong Man Hee ramai itu adalah para kenalan, klien serta keluarga bawahannya yang dia suruh datang dan makan di tempat ini.
“Itu bukan karena aku tidak ingin mengatakannya, tapi itu karena aku tak bisa. Ayah Inspektur Hwang sendiri yang memintaku untuk tidak mengatakan apa pun pada putranya,” ujar Bong Man Hee akhirnya, mengaku kalau dia diminta untuk tutup mulut oleh Hwang Chang Sik.
“Apa? Ayah Inspektur Hwang yang memintamu tutup mulut? Tapi kenapa?” tanya Kim Jae Ha tak mengerti.
“Aku juga tidak tahu alasannya jadi jangan salahkan aku,” sahut Bong Man Hee.
Kim Jae Ha yang merasa aneh, segera kembali ke kantornya dengan tergesa-gesa. Dia tampak mengeluarkan sebuah amplop besar berwarna coklat dari dalam laci dan menarik beberapa lembar kertas yang berisi banyak sekali tulisan-tulisan di atasnya, sepertinya itu adalah daftar kendaraan para tersangka yang disimpan oleh ibu angkatnya saat masih hidup. (Ternyata daftar nama itu ada di kantornya, bukan di rumah seperti yang dia katakan pada Tae Hee tadi pagi)
Kim Jae Ha membaca daftar nama tersangka yang tertulis di kertas itu satu persatu dan mendapati nama “Baek In Ho” tercatat di sana. Seketika dia teringat ucapan Ja Eun tadi pagi tentang kartu ucapan selamat ulang tahun yang ditulis oleh ayahnya.
“Setiap aku berulang tahun, Ayahku tak pernah lupa untuk
mengirimkan kartu ucapan ulang tahun dan sebuah surat. Dan ayah selalu
memasukkan kartunya ke dalam amplop dan menuliskan ‘Dari Ayahmu : Baek In Ho,
untuk Putriku : Baek Ja Eun’. Ayahku sangat perhatian, kan?” kenang Kim Jae Ha
pada ucapan Ja Eun pagi tadi.
Kim Jae Ha tampak terkejut dan menjatuhkan daftar nama tersebut di atas mejanya. Sekarang dia mengerti alasan kenapa Hwang Chang Sik meminta Bong Man Hee untuk menutup mulutnya dan tidak mengatakan apa pun pada Hwang Tae Hee.
Kim Jae Ha tampak terkejut dan menjatuhkan daftar nama tersebut di atas mejanya. Sekarang dia mengerti alasan kenapa Hwang Chang Sik meminta Bong Man Hee untuk menutup mulutnya dan tidak mengatakan apa pun pada Hwang Tae Hee.
Di Ojakgyo Farm, Park Bok Ja tampak duduk bengong seraya
mengingat semua kenangannya bersama Ja Eun di masa lalu. Bagaikan penggalan
film yang dipercepat, Park Bok Ja mengingat semua hal yang pernah dia lalui
bersama gadis itu.
Sejak pertama kali gadis itu muncul, lalu saat Park Bok Ja
mencuri kontraknya dan mengusirnya dengan kejam. Kemudian saat Ja Eun kembali
datang ke pertanian dan tinggal di dalam tenda di halaman rumah.
Lalu saat Park
Bok Ja memukuli Ja Eun bertubi-tubi hanya karena Ja Eun mengambil beberapa
potong kue karena kelaparan, kemudian dengan kejamnya Park Bok Ja menendang pot
ramen Ja Eun dan membuat mie-nya tumpah ke tanah.
Tak lupa saat Park Bok Ja dengan kejamnya menyemprot Ja Eun
dengan selang air dan membuat gadis malang itu basah kuyup kedinginan. juga
saat mereka berlari bersama menghindari kejaran tetangga wanita paruh baya yang
dia curi bahan pakannya secara diam-diam. Demi Park Bok Ja, Ja Eun rela dipukuli dan dijambak oleh wanita gendut itu.
Lalu saat Ja Eun meminta maaf padanya karena telah
menuduhnya mencuri surat kontrak dan percaya sepenuhnya pada Park Bok Ja, namun
berakhir dikhianati oleh wanita setengah baya itu saat Ja Eun melihat dengan
mata kepalanya sendiri ketika surat kontrak itu jatuh dari tas Park Bok Ja.
Kalimat Ja Eun saat meminta maaf, terngiang-ngiang di
kepalanya, “Saat aku kehilangan surat kontrakku, aku salah telah menuduhmu
telah mencuri surat itu. Aku benar-benar minta maaf. Sejak awal saat kontrakku
hilang dan aku diusir keluar, aku merasa ingin mati saat itu. Karena aku sangat
terluka dan sedih, jadi aku membencimu. Tapi sekarang aku mengerti, Ahjumma
bukan orang seperti itu. Aku minta maaf. Tolong maafkan aku,” kenangnya pada
ucapan Ja Eun yang tulus namun menyayat hatinya.
Yang paling berbekas selain permintaan maaf Ja Eun adalah
saat Ja Eun bertanya padanya, “Ahjumma, bisakah aku menjadi putrimu? Karena
Ahjumma tidak memiliki putri dan aku tidak memiliki Ibu.”
Lalu saat Ja Eun mengomelinya karena tidak mau ke Rumah Sakit saat sedang sakit seperti itu, Park Bok Ja seketika melirik paper bag yang berisi hadiah tas untuknya dan membuka isinya. Di dalam tas itu, terdapat kotak kecil berisi produk perawatan kulit (Skin care) yang dihadiahkan Ja Eun untuknya dan juga selembar surat.
Lalu saat Ja Eun mengomelinya karena tidak mau ke Rumah Sakit saat sedang sakit seperti itu, Park Bok Ja seketika melirik paper bag yang berisi hadiah tas untuknya dan membuka isinya. Di dalam tas itu, terdapat kotak kecil berisi produk perawatan kulit (Skin care) yang dihadiahkan Ja Eun untuknya dan juga selembar surat.
Park Bok Ja membuka
surat itu kemudian membacanya, “Ahjumma, pastikan Ahjumma menggunakan produk
perawatan kulit itu dengan baik. Mulai sekarang, aku akan bertanggung jawab
pada produk perawatan kulitmu seumur hidup,” tulis Ja Eun di surat itu.
Park Bok Ja spontan menatap produk perawatan kulit miliknya yang sudah habis dan sebenarnya itu hanyalah produk sample yang dibagikan secara gratis di jalan-jalan.
Dia kemudian melanjutkan membaca surat itu lagi, “Ahjumma, sekarang Anda mengerti bukan kenapa aku tidak mau menjadi putrimu saat terakhir kali kau bertanya padaku apakah aku mau menjadi putrimu? Walaupun saat itu aku menolak permintaanmu, namun sebenarnya aku sangat bahagia hingga rasanya aku ingin menangis saat mendengarmu mengatakan ingin aku menjadi putrimu,” tulis Ja Eun di surat ini, membuat hati Park Bok Ja semakin trenyuh.
Park Bok Ja spontan menatap produk perawatan kulit miliknya yang sudah habis dan sebenarnya itu hanyalah produk sample yang dibagikan secara gratis di jalan-jalan.
Dia kemudian melanjutkan membaca surat itu lagi, “Ahjumma, sekarang Anda mengerti bukan kenapa aku tidak mau menjadi putrimu saat terakhir kali kau bertanya padaku apakah aku mau menjadi putrimu? Walaupun saat itu aku menolak permintaanmu, namun sebenarnya aku sangat bahagia hingga rasanya aku ingin menangis saat mendengarmu mengatakan ingin aku menjadi putrimu,” tulis Ja Eun di surat ini, membuat hati Park Bok Ja semakin trenyuh.
“Ahjumma, apa Anda tahu alasan terbesarku kembali kemari
adalah karenamu? Karena aku merindukan sentuhan hangatmu di perutku saat aku
sedang sakit dan pingsan dan juga masakan yang Anda masak untukku saat aku
sakit, aku merindukan semua itu. Juga, walaupun aku tidak mengatakannya padamu,
tapi Anda tahu kan Ahjumma, kalau aku sudah memaafkan Anda sepenuhnya? Ahjumma,
aku sangat menyayangimu dan menghormatimu seperti ibu kandungku sendiri. Jadi jangan
sakit lagi ya. Dari : Ja Eun,” itulah bunyi surat Ja Eun yang berisi curahan
hatinya.
Park Bok Ja meneteskan air mata saat membaca surat Ja Eun
untuknya, dia merasa sedih dan sakit untuk Ja Eun, juga merasa kasihan pada
gadis malang itu.
“Apa yang harus kulakukan? Gadis malang ini. Aku sangat
kasihan padanya. Ini terlalu menyakitkan. Apa yang harus kulakukan untuk
melindunginya?” seru Park Bok Ja seraya memeluk surat Ja Eun dengan air mata
berlinang. Dia benar-benar tidak sampai hati menghancurkan kebahagiaan Ja Eun dan
membuat gadis itu semakin terluka dengan memisahkan Ja Eun dan Tae Hee.
Setelah berpikir lama, Park Bok Ja akhirnya menelpon suaminya, dia bertanya di mana suaminya berada saat ini dan memutuskan untuk menemuinya sekarang juga.
Setelah berpikir lama, Park Bok Ja akhirnya menelpon suaminya, dia bertanya di mana suaminya berada saat ini dan memutuskan untuk menemuinya sekarang juga.
Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik akhirnya bertemu di sebuah
cafe. Park Bok Ja bertanya apakah pertemuan itu berakhir dengan baik dan Hwang
Chang Sik menjawab bahwa semuanya berjalan dengan baik dan meminta istrinya
untuk segera bicara.
“Tentang masalah pertanian, aku akan menjelaskannya pada Ja Eun dan mengatakan bahwa semua ini terlalu menguras tenaga dan aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku akan mengatakan padanya untuk berhenti mengembangkan pakan bebek. Aku yakin Ja Eun pasti mengerti. Jadi ayo kita pindah dari sana,” ujar Park Bok Ja, mengawali kalimatnya.
“Tentang masalah pertanian, aku akan menjelaskannya pada Ja Eun dan mengatakan bahwa semua ini terlalu menguras tenaga dan aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku akan mengatakan padanya untuk berhenti mengembangkan pakan bebek. Aku yakin Ja Eun pasti mengerti. Jadi ayo kita pindah dari sana,” ujar Park Bok Ja, mengawali kalimatnya.
“Bukankah kita sudah membicarakan ini tadi pagi?” tanya
Hwang Chang Sik tak mengerti.
“Ya, aku tahu. Tapi mengenai masalah anak-anak, mari kita menyembunyikan masalah ini dari mereka,” pinta Park Bok Ja.
(Maksudnya adalah jangan sampai Tae Hee atau Ja Eun tahu mengenai terduga pelaku insiden tabrak lari yang menewaskan ayah kandung Tae Hee tersebut)
“Apa maksudmu dengan menyembunyikannya?” tanya Hwang Chang Sik, tampak tak setuju dengan permintaan istrinya.
“Presdir Baek In Ho sudah mati. Ja Eun tidak melakukan kesalahan apa pun. Cukup hanya kita saja yang tahu apa yang sudah dia lakukan dan kita harus menutupinya,” ujar Park Bok Ja, menegaskan permintaannya.
“Apa maksudnya itu? Apa maksudmu kau ingin membiarkan mereka terus pacaran?” tanya Hwang Chang Sik.
“Ya.” Sahut Park Bok Ja dengan mantap.
“Apa? Apa kau sedang dalam pikiran yang waras sekarang?” tanya Hwang Chang Sik, mulai emosi.
“Ya. Aku sangat waras. Pikirkan tentang luka batin yang akan dirasakan oleh anak-anak. Tentang luka batin yang akan Ja Eun rasakan saat dia mengetahui hal ini. Apakah kau pikir gadis malang itu bisa tetap hidup dengan tenang dan baik-baik saja setelah mendengar semua itu?” tanya Park Bok Ja, meminta suaminya untuk memikirkan masalah ini dari sisi yang berbeda, dari sisi Ja Eun.
“Jadi kau ingin kita membiarkan saja Tae Hee menikah dengan putri dari orang yang sudah membunuh ayah kandungnya?” tanya Hwang Chang Sik sekali lagi.
“Ini tidak seperti mereka akan menikah besok atau lusa. Anak muda jaman sekarang bisa pacaran dan putus kapan saja,” elak Park Bok Ja, mencari alasan.
(Ahjumma, masalahnya Tae Hee uda cinta mati sama Ja Eun, gak mungkinlah dia putus sama Ja Eun tanpa alasan yang kuat. Ngejarnya aja mati-matian, begitu dapet, ya mana mungkin main putus gitu aja? Tae Hee gak bakal mau! Lagipula kalau Tae Hee gak serius dan niatnya pacaran untuk putus, dia gak mungkin membawa Ja Eun pulang dan memperkenalkannya sebagai pacarnya secara terang-terangan, kan? Jangan lupa, ini yang pertama kalinya Tae Hee membawa pulang seorang gadis dan mengakuinya sebagai pacarnya dengan mulutnya sendiri. Jadi sudah pasti, Tae Hee ingin menikah, bukan sekedar pacaran semata >_<)
“YYAAA! PARK BOK JA!” seru Hwang Chang Sik gusar.
“Aku akan bertanggung jawab untuk masalah ini. Aku akan memastikan mereka tidak akan membahas masalah pernikahan lagi, setidaknya selama 3 atau 4 tahun ke depan. Cukup biarkan saja mereka pacaran dan aku akan bertanggung jawab untuk mencegah mereka menikah,” seru Park Bok Ja dengan tegas.
“Apa kau pikir ini masuk akal? Mereka adalah sepasang anak muda yang sedang jatuh cinta. Jika perasaan mereka semakin besar, bagaimana bila mereka berakhir seperti Tae Bum?” tanya Hwang Chang Sik dengan emosi.
(Hanya karena kedua putra kandung Hwang Chang Sik yaitu Hwang Tae Shik dan Hwang Tae Bum menghamili seorang gadis di luar nikah hingga menghasilkan seorang anak, jadi Hwang Chang Sik menganggap Tae Hee sama seperti kedua putra kandungnya, sama-sama mokondo, sama-sama pria brengsek. Hwang Chang Sik lupa kalau mereka tidak sedarah, mereka berbeda! Tae Hee is NOT LIKE THEM! Tae Hee is DIFFERENT! He is a nice guy and he loves Ja Eun so much. Saking cintanya sampai Tae Hee gak mungkin menodai Ja Eun sebelum resmi menikahinya. Kalian pikir untuk apa Tae Hee ingin secepatnya menikah? Tentu saja agar dia bisa segera menjadikan Ja Eun miliknya secara sah karena dia tahu saat pacaran, mereka memiliki batas yang tak boleh dan tak seharusnya dilewati. Harusnya Hwang Chang Sik tahu itu! Tapi karena dia trauma melihat kedua putra kandungnya memiliki anak di luar nikah, jadinya dia menganggap putranya yang lain (lebih tepatnya keponakannya) juga sama seperti kedua putranya >_<)
“Tae Hee bukan orang seperti itu!” bela Park Bok Ja.
“Lalu apa kau pikir Tae Bum adalah orang seperti itu? Apa kau waras? Apa mungkin kau kehilangan kewarasanmu di suatu tempat? Ada hal yang bisa ditutupi dan ada yang tidak. Dan apa kau pikir hal ini bisa ditutupi selamanya?” tanya Hwang Chang Sik dengan nada tinggi, memarahi istrinya.
“Apa kau lupa kalau Ja Eun sudah memaafkan kesalahanku? Setelah aku mencuri kontraknya, aku mengusirnya keluar dengan kejam, akulah yang telah dengan kejam mendorongnya ke dasar jurang waktu itu. Anak itu sudah mengalami begitu banyak penderitaan, dia juga difitnah masuk melalui jalan belakang dengan menyuap rektor Universitas dan dihujat massa. Tapi setelah dia kembali ke pertanian dan mendirikan tenda di halaman, apa kau masih ingat bagaimana buruknya aku memperlakukannya?” seru Park Bok Ja, ekspresi wajahnya terlihat sedih dan putus asa.
“Lalu apa kau pikir Tae Bum adalah orang seperti itu? Apa kau waras? Apa mungkin kau kehilangan kewarasanmu di suatu tempat? Ada hal yang bisa ditutupi dan ada yang tidak. Dan apa kau pikir hal ini bisa ditutupi selamanya?” tanya Hwang Chang Sik dengan nada tinggi, memarahi istrinya.
“Apa kau lupa kalau Ja Eun sudah memaafkan kesalahanku? Setelah aku mencuri kontraknya, aku mengusirnya keluar dengan kejam, akulah yang telah dengan kejam mendorongnya ke dasar jurang waktu itu. Anak itu sudah mengalami begitu banyak penderitaan, dia juga difitnah masuk melalui jalan belakang dengan menyuap rektor Universitas dan dihujat massa. Tapi setelah dia kembali ke pertanian dan mendirikan tenda di halaman, apa kau masih ingat bagaimana buruknya aku memperlakukannya?” seru Park Bok Ja, ekspresi wajahnya terlihat sedih dan putus asa.
Dia benar-benar merasa bersalah pada Ja Eun dan merasa
berhutang pada gadis malang itu seumur hidupnya.
“Jadi kau ingin membiarkan Tae Hee tetap berpacaran dengan putri dari seseorang yang telah membunuh ayah kandungnya dan bahkan membiarkan mereka menikah, jika mereka ingin menikah?” ulang Hwang Chang Sik sekali lagi.
“Ja Eun bilang dia kembali ke pertanian karena aku. Karena seseorang yang telah mencuri surat kontraknya. Dia bilang dia merindukan sentuhan hangatku saat dia sakit, dan kembali kemari karena dia menganggapku seperti seorang Ibu baginya. Dia merindukan sentuhan hangatku dan ingin merasakan masakanku setiap hari, itulah sebabnya dia kembali. Apa kau bisa bayangkan betapa kesepiannya anak itu selama ini? Betapa kesepian dan putus asanya dia hingga memutuskan untuk memaafkan orang yang telah jahat padanya sepertiku ini?” ujar Park Bok Ja dengan mata berkaca-kaca.
“Jadi kau ingin membiarkan Tae Hee tetap berpacaran dengan putri dari seseorang yang telah membunuh ayah kandungnya dan bahkan membiarkan mereka menikah, jika mereka ingin menikah?” ulang Hwang Chang Sik sekali lagi.
“Ja Eun bilang dia kembali ke pertanian karena aku. Karena seseorang yang telah mencuri surat kontraknya. Dia bilang dia merindukan sentuhan hangatku saat dia sakit, dan kembali kemari karena dia menganggapku seperti seorang Ibu baginya. Dia merindukan sentuhan hangatku dan ingin merasakan masakanku setiap hari, itulah sebabnya dia kembali. Apa kau bisa bayangkan betapa kesepiannya anak itu selama ini? Betapa kesepian dan putus asanya dia hingga memutuskan untuk memaafkan orang yang telah jahat padanya sepertiku ini?” ujar Park Bok Ja dengan mata berkaca-kaca.
Park Bok Ja telah memutuskan bahwa dia akan berdiri di pihak
Ja Eun, apa pun yang terjadi nantinya. Park Bok Ja sudah menyayangi Ja Eun
seperti putri kandungnya sendiri. Dan jika saja tidak ada masalah ini, Park Bok
Ja adalah orang yang paling bahagia saat mengetahui bahwa Ja Eun akan menjadi
menantunya.
“Sayang...Istriku,” bujuk Hwang Chang Sik, mencoba membujuk dengan halus.
“Gadis malang itu telah kehilangan ibunya tak lama setelah dia lahir, dia bahkan belum dua tahun saat ibu kandungnya meninggalkan dunia ini. Dia tumbuh besar tanpa merasakan kasih sayang seorang Ibu dan hanya hidup di bawah perlindungan ayahnya. Tapi ayahnya pun telah pergi meninggalkannya begitu saja, pergi meninggalkan dunia ini selamanya,” ujar Park Bok Ja, dia mencoba menahan air matanya saat dia menceritakan betapa malangnya hidup Ja Eun.
“Di dunia ini, dia hanya seorang yatim piatu, dia seorang diri dan tak memiliki siapa pun untuk memeluk hatinya yang terluka. Aku mohon padamu, jangan mendorong Ja Eun ke dasar jurang sekali lagi. Bagaimana bisa anak itu menanggungnya kali ini? Bila itu terjadi pada dirimu sendiri, mampukah kau menanggung semua beban itu? Bila itu terjadi padamu, setelah kau melalui semua itu, mampukah kau menjalani hidup di dunia ini dengan hati dan mental yang baik-baik saja?” lanjut Park Bok Ja, mencoba membuat suaminya berpikir dari sisi yang berbeda, dari sisi Ja Eun yang tak tahu apa-apa.
Park Bok Ja hanya tahu kalau Ja Eun tidak bersalah. Dia tidak seharusnya ikut dihukum atas apa yang tidak pernah dia lakukan. Itu tidak adil untuknya! Untuk gadis malang yang tidak memiliki siapa-siapa di sisinya. Jika sekarang Ja Eun kehilangan Tae Hee juga, mampukah dia bertahan? Itulah yang dipikirkan Park Bok Ja.
“Lalu bagaimana dengan Ibu? Bisakah kau tetap hidup sambil menatap wajah Ibu seolah tak terjadi apa-apa?” tanya Hwang Chang Sik. Hwang Chang Sik hanya penuh dengan dendam dan menolak melihat dari sudut pandang yang berbeda. Dia tetap merasa, merekalah yang paling menderita.
“Aku akan memperlakukan Ibu dengan baik,” sahut Park Bok Ja, masih bertekad melindungi Ja Eun apa pun yang terjadi.
“Sayang...Istriku,” bujuk Hwang Chang Sik, mencoba membujuk dengan halus.
“Gadis malang itu telah kehilangan ibunya tak lama setelah dia lahir, dia bahkan belum dua tahun saat ibu kandungnya meninggalkan dunia ini. Dia tumbuh besar tanpa merasakan kasih sayang seorang Ibu dan hanya hidup di bawah perlindungan ayahnya. Tapi ayahnya pun telah pergi meninggalkannya begitu saja, pergi meninggalkan dunia ini selamanya,” ujar Park Bok Ja, dia mencoba menahan air matanya saat dia menceritakan betapa malangnya hidup Ja Eun.
“Di dunia ini, dia hanya seorang yatim piatu, dia seorang diri dan tak memiliki siapa pun untuk memeluk hatinya yang terluka. Aku mohon padamu, jangan mendorong Ja Eun ke dasar jurang sekali lagi. Bagaimana bisa anak itu menanggungnya kali ini? Bila itu terjadi pada dirimu sendiri, mampukah kau menanggung semua beban itu? Bila itu terjadi padamu, setelah kau melalui semua itu, mampukah kau menjalani hidup di dunia ini dengan hati dan mental yang baik-baik saja?” lanjut Park Bok Ja, mencoba membuat suaminya berpikir dari sisi yang berbeda, dari sisi Ja Eun yang tak tahu apa-apa.
Park Bok Ja hanya tahu kalau Ja Eun tidak bersalah. Dia tidak seharusnya ikut dihukum atas apa yang tidak pernah dia lakukan. Itu tidak adil untuknya! Untuk gadis malang yang tidak memiliki siapa-siapa di sisinya. Jika sekarang Ja Eun kehilangan Tae Hee juga, mampukah dia bertahan? Itulah yang dipikirkan Park Bok Ja.
“Lalu bagaimana dengan Ibu? Bisakah kau tetap hidup sambil menatap wajah Ibu seolah tak terjadi apa-apa?” tanya Hwang Chang Sik. Hwang Chang Sik hanya penuh dengan dendam dan menolak melihat dari sudut pandang yang berbeda. Dia tetap merasa, merekalah yang paling menderita.
“Aku akan memperlakukan Ibu dengan baik,” sahut Park Bok Ja, masih bertekad melindungi Ja Eun apa pun yang terjadi.
“Park Bok Ja, apakah kau sudah gila?” seru Hwang Chang Sik, yang juga tak mau mengerti istrinya.
“Ya. Aku sudah gila. Aku memang sudah gila. Sekarang, aku bukanlah istrimu! Aku bukan menantu Ibu! Aku juga bukan Ibu Tae Hee! Aku hanya Ibu Ja Eun! Itulah diriku sekarang! Itulah yang akan aku lakukan. Aku hanya ingin menjadi Ibu Ja Eun sekarang! Aku ingin melindungi putriku!” seru Park Bok Ja dengan tegas.
(Ahjumma, terima kasih karena tidak meninggalkan Ja Eun dan berdiri di pihaknya. Mau Ibu mertua kayak Park Bok Ja dong. Sampai ikutan nangis waktu nonton adegan ini T_T Park Bok Ja menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap Ja Eun, betapa dia menyayangi Ja Eun seperti anak perempuannya sendiri >_<)
“Kau pernah bilang kalau aku menyelamatkanmu berkali-kali. Jadi selamatkan aku kali ini. Lakukan ini untukku! Sekali saja! Jika kau ingin menyelamatkan istrimu, jika kau tidak ingin kehilangan istrimu selamanya, kau harus menutupi masalah ini. Jika tidak, aku tidak akan hidup denganmu lagi. Aku akan menceraikanmu dan pergi bersama Ja Eun!” ancam Park Bok Ja dengan nekat, dia memutuskan untuk berdiri di pihak Ja Eun sampai akhir dan melindunginya dengan segala kekuatannya, bahkan mengancam akan menceraikan suaminya dan meninggalkan keluarga yang dia cintai.
“APA?” Hwang Chang Sik sangat terkejut saat mendengar istrinya mengancam cerai dan pergi meninggalkannya bersama Ja Eun jika dia tidak mau menutupi masalah ini.
“Ya. Sekarang aku akan mempertaruhkan hidupku dan posisiku sebagai istrimu. Ayah Tae Shik, tolong tutupi masalah ini dari semua orang,” pinta Park Bok Ja dengan tegas dan mantap. Sementara Hwang Chang Sik hanya menatapnya tak percaya.
Cut Scenes :
1. Hwang's brothers merayakan "kedatangan" Ja Eun di keluarga mereka dengan minum-minum di bar :
I am so proud of the mom! I finally feel like I completely trust her, and like Ja Eun can fully rely on her with no fear of ever being let down. In the early episodes the dad was the person who was most on Ja Eun’s side, but this is a role reversal that I couldn’t be happier about.
I love that although Ahjumma waivered for a moment, her loyalty and love for Ja Eun has never changed. She’s now standing up for her children, both Tae Hee and Ja Eun. She told Hwang Chang Sik, Ja Eun is her daughter and she doesn’t want to break them up. I love Mom. She obviously said to the dad that she is saying those things not as his wife, not as the daughter in law of Grandma, but as Ja Eun’s mom.
Ja Eun finally has a mother. The proof is here – this is the face of a mother in torment for the pain her child is about to suffer. She instinctively did what any mom would do in this situation: she put Ja Eun first before Tae Hee even. We all know how much she dotes on Tae Hee just as much as her other sons, but tonight she only had one thought and that was to protect Ja Eun at all costs. Everything about that letter Ja Eun wrote to the Ahjumma was perfect.
I love the mom... I love her care about Ja Eun... I loved how she said she was Ja Eun’s mom. She talked about what Ja Eun did for her and what Ja Eun's life was like without a mom, etc, etc. Her whole speech was so moving. Ahjumma is Jjang! That totally made me forgive her for all the things she had done to Ja Eun earlier too, at least Ja Eun has someone that will be on her side, and Kim Jae Ha too, since he now knows also, it was a really good episode. I salute mom for standing up for Ja Eun and thankful that she is now a daughter to her. Her speech at the end is just pure awesomeness🙂
I love Ahjumma’s last speech and i’m taken by how she react to the incident because at first I thought she’d be so against the two and Ja Eun and will be mean to her. It’s nice to see her controlling how she behaves to Ja Eun (because the Hwang Chang Sik couldn't) and thought about how Ja Eun will be if the incident is revealed and not just thinking only about Tae Hee. Role reversal between Ahjumma and Ahjussi. It’s nice that when there’s such bad situation, at least one of them are on Ja Eun’s side.
The mom was so cool, when she was pleading with the Dad. Even the grandma just keeps getting better and better, eventhough I know she will hating Ja Eun when she knows the "truth", but for now, she is really nice to Ja Eun.
1. Hwang's brothers merayakan "kedatangan" Ja Eun di keluarga mereka dengan minum-minum di bar :
2. Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun tertangkap basah saat sedang berciuman :
Blogger Opinion :I am so proud of the mom! I finally feel like I completely trust her, and like Ja Eun can fully rely on her with no fear of ever being let down. In the early episodes the dad was the person who was most on Ja Eun’s side, but this is a role reversal that I couldn’t be happier about.
I love that although Ahjumma waivered for a moment, her loyalty and love for Ja Eun has never changed. She’s now standing up for her children, both Tae Hee and Ja Eun. She told Hwang Chang Sik, Ja Eun is her daughter and she doesn’t want to break them up. I love Mom. She obviously said to the dad that she is saying those things not as his wife, not as the daughter in law of Grandma, but as Ja Eun’s mom.
Ja Eun finally has a mother. The proof is here – this is the face of a mother in torment for the pain her child is about to suffer. She instinctively did what any mom would do in this situation: she put Ja Eun first before Tae Hee even. We all know how much she dotes on Tae Hee just as much as her other sons, but tonight she only had one thought and that was to protect Ja Eun at all costs. Everything about that letter Ja Eun wrote to the Ahjumma was perfect.
I love the mom... I love her care about Ja Eun... I loved how she said she was Ja Eun’s mom. She talked about what Ja Eun did for her and what Ja Eun's life was like without a mom, etc, etc. Her whole speech was so moving. Ahjumma is Jjang! That totally made me forgive her for all the things she had done to Ja Eun earlier too, at least Ja Eun has someone that will be on her side, and Kim Jae Ha too, since he now knows also, it was a really good episode. I salute mom for standing up for Ja Eun and thankful that she is now a daughter to her. Her speech at the end is just pure awesomeness🙂
I love Ahjumma’s last speech and i’m taken by how she react to the incident because at first I thought she’d be so against the two and Ja Eun and will be mean to her. It’s nice to see her controlling how she behaves to Ja Eun (because the Hwang Chang Sik couldn't) and thought about how Ja Eun will be if the incident is revealed and not just thinking only about Tae Hee. Role reversal between Ahjumma and Ahjussi. It’s nice that when there’s such bad situation, at least one of them are on Ja Eun’s side.
The mom was so cool, when she was pleading with the Dad. Even the grandma just keeps getting better and better, eventhough I know she will hating Ja Eun when she knows the "truth", but for now, she is really nice to Ja Eun.
I mean seriously I think it’s too harsh to have Tae Hee and Ja Eun break-up because of what her father did, it’s not like she was there or that it
was her fault or something, I really think that people should stop with trying
to punish the kids for what the parents did, it’s not like has a kid you can
choose your parents or something.
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/711 + https://gswww.tistory.com/712 + https://gswww.tistory.com/713)
Video Credit : Meyahmjw
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/711 + https://gswww.tistory.com/712 + https://gswww.tistory.com/713)
Video Credit : Meyahmjw
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS!
Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah
murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa
menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian
mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya,
aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan
setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia
Per-Youtube-an!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar