Highlight for today episode :
After we got lovestruck Tae Hee, stalking Tae Hee, jealous
Tae Hee and now we got raging hormones Tae Hee. Tae Hee and his naughty wild
imagination is really really something (it’s like he just hit puberty) hahaha
^^ So cute to see Tae Hee’s raging hormon ^^ Living in the same house as Ja Eun
really does tormenting Tae Hee. They need to get married as soon as possible.
It’s going to be funny if Tae Hee and Ja Eun get married because Tae Hee will
probably stop fighting his fantasies. Tae Hee seems like he’s barely been able
able to keep himself in check so I wouldn’t necessarily blame the parents if
the parents thought they should be separated. Can I just say, I love where this drama
is going.
Tae Hee is so adorable with how possessive he is of Ja Eun. I get it, you're hook, line, and sinker when it comes to her. This type of relationship is sweet to watch on tv but maybe frustrating in real life hahaha... And the scene at the police station was hilarious ^^ I don't really have anything else to say about these two except keep bringing the cute ^^
------00000-----
Episode 40 dimulai dengan sesi curhat Hwang Tae Bum yang meminta ketiga saudaranya untuk datang menemuinya agar dia mencurahkan hati dan berkeluh kesah kepada mereka. Jadilah malam itu, Tae Hee, Tae Shik, Tae Phil dan Tae Bum minum soju bersama di sebuah restorant.
“Jadi kakak ipar meminta putus?” seru Tae Hee terkejut.
Karena Tae Bum dan Cha Soo Yeong tidak mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi di catatan sipil secara hukum, dan hanya resepsi semata jadi Tae Bum menggunakan istilah putus dan bukan bercerai. Mungkin dalam Islam cuma Ijab Kabul doang kale ya? Tapi masalahnya Tae Bum dan Soo Yeong juga gak pakai pendeta, cuma resepsi doang dengan mengundang keluarga dan teman dekat untuk menunjukkan kalau mereka menikah, namun sebenarnya mereka tidak terikat secara hukum dan aslinya cuma kumpul kebo berkedok nikah, karena gak ada surat nikahnya secara hukum.
“Apa kau tetap menemui Hye Ryeong tanpa sepengetahuan Soo Yeong?” tanya Tae Phil curiga pada adiknya.
“Siapa yang tetap bertemu dengannya?” sangkal Tae Bum kuat, tak terima dicurigai.
“Lalu apa yang membuat kakak ipar sampai memutuskan berpisah seperti itu? Bahkan saat dia datang ke rumah kita terakhir kali, dia masih membelamu di depan orangtuanya,” ujar Tae Hee bertanya sekaligus mengingatkan kakak keduanya, kalau Cha Soo Yeong selama ini selalu membelanya di depan semua orang.
“Dia bilang bahwa semuanya terlalu rumit dan menjijikkan. Dia tidak mau lagi menjadi orang ketiga dalam kisah cinta drama Makjang karena hal itu terlalu menyebalkan sekarang,” sahut Tae Bum frustasi seraya meminum sojunya dengan sekali teguk, tanda bahwa dia sangat frustasi.
“Minumlah pelan-pelan,” ujar Tae Shik.
“Kau juga harus pikirkan betapa marahnya dia sampai bisa mengatakan itu,” lanjut Tae Shik, tampak memihak Cha Soo Yeong.
“Bila kalian bicara tentang pihak yang marah yang di sini, akulah yang seharusnya lebih marah lagi. Apa dia sedang mempermainkan aku? Dan bahkan bilang ingin mengakhirinya sekarang? Bagaimana bisa dia mengatakan itu dengan begitu mudahnya? Lalu dia juga berkata, ‘Bekerjalah bila ingin bekerja’ (jadi presenter Start Together)’, di saat aku sudah menyerahkan surat pengunduran diriku dari program baru itu. Karirku sebagai presenter sudah berakhir. Bagaimana bisa dia mengatakannya semudah itu?” seru Tae Bum dengan emosi, seraya meneguk kembali sojunya dengan terburu-buru.
“Kalian tahu betapa berartinya pekerjaan itu untukku? Tapi aku rela melepaskannya. Aku melepaskannya karena aku merasa aku seperti akan memuntahkan darah bila terus melakukannya,” lanjut Tae Bum lagi dengan frustasi.
“Minumlah pelan-pelan,” ujar Tae Hee menasehati dengan sabar, seraya kembali menuangkan soju lagi ke dalam gelas Tae Bum.
“Kau seharusnya segera berhenti secepatnya ketika kakak ipar memintamu untuk melakukannya. Kakak ipar punya hak untuk marah,” seru Tae Phil tiba-tiba. Seolah menyiram bensin ke dalam api dan membuatnya semakin menyala. Tae Hee dan Tae Shik spontan menatapnya dengan bingung.
“Apa?” tanya Tae Bum terkejut saat melihat Tae Phil juga menyalahkannya.
“Kenapa kau harus melakukan pernikahan kontrak? Yang perlu kau lakukan hanyalah cukup tinggal bersama saja, lalu putus ketika kalian tidak bisa lagi tinggal bersama. Hanya orang-orang kaya saja yang biasanya melakukan pernikahan kontrak semacam itu,” ujar Tae Phil.
“Wanita mana yang sanggup hidup bersama pria yang selalu melihat masa lalu selama tinggal bersamanya? Juga karena kakak ipar sedang hamil, daripada pernikahan kontrak, bukankah lebih baik cukup hidup bersama selama setahun saja hingga bayi itu lahir? Dia pasti akan setuju karena tak punya pilihan lain,” lanjut Tae Phil, menghakimi Tae Bum panjang lebar.
“Kalau seperti ini, kau terlihat seperti sedang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kelemahan orang lain dan itu membuatmu tampak seperti orang yang licik dan keji,” sambung Tae Phil dengan nada mengejek.
“Maknae-yaa!” tegur Tae Bum yang menjadi lebih kesal dari sebelumnya.
“Bahkan walaupun kau tak punya motif lain di dalamnya, walaupun aku curiga kau tidak mungkin tidak memiliki motif lain sedikitpun, kakak ipar sebagai korban, adalah seseorang yang sejak awal harus menanggung aib, penghinaan dan situasi yang tidak adil. Jika aku adalah dia, aku juga akan sangat marah padamu dan akan memotong sayapmu selamanya,” ujar Tae Phil dengan berapi-api dan tampak kesal pada kakaknya.
(Note : “Memotong sayapmu” maksudnya adalah membuat Tae Bum dipecat dari IBC karena Cha Soo Yeong adalah atasannya dan punya hak untuk memecat bawahannya)
“Maknae-yaa!” tegur Hwang Tae Shik pada Tae Phil, mencoba mendinginkan kedua adiknya yang sudah seperti akan saling baku hantam sekarang.
“Ada apa denganmu?” tanya Tae Hee yang juga ikut bingung dengan sikap Tae Phil yang tidak biasa seraya kembali menuangkan soju untuk Tae Bum agar perhatian Tae Bum teralihkan.
“Maknae, apakah terjadi sesuatu padamu hari ini?” tanya Tae Bum mencoba bersabar.
Tapi alih-alih menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ketiga kakaknya, Tae Phil kembali mengomeli Tae Bum, “Apa maksudmu tidak bertemu? Kalian bekerja di tempat yang sama, tentu saja kalian akan bertemu kapan saja dan di mana saja. Dan kau juga pasti bisa mencari alasan agar bisa bertemu dengan Han Hye Ryeong,” ujar Tae Phil lagi.
Di EP 38, Tae Phil sudah mengatakan dengan terang-terangan kalau dia tidak menyukai Hye Ryeong sama sekali, dan sekarang Tae Phil benar-benar mengutakan ketidaksukaannya pada mantan pacar kakak keduanya itu. Tae Phil membenci Hye Ryeong karena telah meninggalkan Tae Bum setelah 10 tahun berpacaran demi menikahi seorang pria kaya, sekarang begitu bercerai dengan suaminya yang kaya, Hye Ryeong kembali datang mencari Tae Bum. Adik mana yang tidak kesal dan marah? Kesannya kayak wanita sialan itu hanya mempermainkan hati sang kakak. (Penonton aja gak suka, apalagi Tae Phil. Go Tae Phil , Go!)
“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku padamu? Siapa yang tetap bertemu dengan Hye Ryeong, apalagi mencari-cari alasan untuk bertemu dengannya? Dan juga, kenapa kau terus saja memanggilnya Han Hye Ryeong, Han Hye Ryeong? Dia lebih tua darimu!” seru Tae Bum marah.
“Karena sifatmu yang seperti inilah yang membuat Kakak ipar ingin putus darimu. Kau dan Han Hye Ryeong berada di gedung yang sama, menghirup udara yang sama, hanya itu saja sudah cukup menjadi masalah bagi kakak ipar. Tapi kau tetap mengatakan tidak tahu di mana letak kesalahanmu dan masih mencoba mengelak? Jadi akhirnya kakak ipar menjadi marah dan sengaja mencari masalah denganmu,” sahut Tae Phil lagi, masih keukeh menyalahkan Tae Bum dan mantan pacarnya.
“YYYAA! HWANG TAE PHIL!” seru Tae Bum kehilangan kata-kata.
Kemudian dia menoleh ke arah Tae Shik dan Tae Hee dan bertanya pada mereka, “Hyung, Tae Hee-yaa, kenapa dia tiba-tiba seperti ini?” tanya Tae Bum seraya mencoba menahan emosinya.
“Kau sempurna dalam segala hal, Kakak Kedua. Kecuali tentang satu hal, saat ada seseorang yang mengatakan kebenaran padamu, kau menjadi tidak terima dan marah. Itulah kelemahan orang-orang pintar. Egois,” omel Tae Phil tak peduli walau ditegur berkali-kali.
Tae Phil kemudian melirik Tae Hee dan ikut menyeretnya, “Kau juga sama. Kau kadang sangat keras kepala dan selalu merasa dirimu paling benar lalu kemudian kau berdalih bahwa itu adalah sebuah bentuk keyakinan dan perhatianmu pada semua orang,” omel Tae Phil pada Tae Hee yang sedari tadi hanya diam tanpa mau terlibat, namun akhirnya dia tetap terseret juga.
Tae Hee yang tidak merasa ikut terlibat spontan menatap Tae Phil dengan kaget, “Kenapa kau tiba-tiba menyeretku dalam masalah ini?” protes Tae Hee tak terima.
“Jadi kau seharusnya belajar mendengarkan pendapat orang lain. Hari ini kau harus kembali dan memohon maaf pada kakak ipar. Jika dilihat dari sudut pandangnya, kau harus minta maaf. Di dunia ini, di mana lagi kau akan menemukan wanita sebaik kakak ipar? Kenapa harus pura-pura jual mahal?” omel Tae Phil pada Tae Bum.
Tae Shik menepuk pundak Tae Phil saat Tae Phil menuangkan minuman untuk dirinya sendiri, “Maknae, apa kau yakin kau tak punya masalah?” tanya Tae Shik dengan khawatir.
“Sudah kubilang tak ada!” seru Tae Phil dengan kesal, membuat semua orang terkejut dengan reaksinya.
“Pernikahan kontrak, pernikahan kontrak.Apa itu pernikahan kontrak? Pria menyedihkan,” sindir Tae Phil dengan nada mengejek Tae Bum.
“Pria? Kau menyebutku seorang pria?” seru Tae Bum tak terima. (Dipanggil “pria” bukan “kakak” makanya Tae Bum emosi >_<)
“YYYYAA! YYYAA! Sudah. Sudah. Ayo kita minum. Ayo kita minum,” ujar Tae Shik seraya memberi tanda pada Tae Bum untuk tenang dan mengabaikan Tae Phil, kemudian mengajak ketiga adiknya bersulang.
Di Ojakgyo Farm, Nenek duduk seorang diri di dalam kamarnya seraya memandangi album foto yang berisi foto-foto putra keduanya (ayah kandung Tae Hee) saat Ja Eun datang dan membawakan roti kacang manis kesukaan Nenek.
“Nenek, apa Nenek belum tidur?” tanya Ja Eun dengan hangat seraya membuka pintu dan mengintip di depan pintu untuk memastikan .
Nenek segera menoleh ke arah Ja Eun dan menyuruhnya untuk masuk, “Ya. Masuklah. Apa yang kau bawa itu?” tanya Nenek menunjuk pada nampan yang dibawa Ja Eun. Ja Eun masuk dengan tersenyum seraya meletakkan nampan itu di depan Nenek.
“Ini roti kacang manis kesukaan Nenek,” sahut Ja Eun dengan manis.
“Benar-benar anak yang baik. Aku akan menikmatinya,” sahut Nenek dengan tersenyum berterima kasih, membuat Ja Eun tersenyum senang. Kemudian tatapan matanya beralih pada sebuah foto seorang pria.
“Siapa itu, Halmoni?” tanya Ja Eun penasaran.
“Ayah kandung Tae Hee. Putra keduaku. Aku memiliki putra lain selain Hwang Chang Sik,” jawab Nenek dengan senyum sedih mengenang.
“Ah, putra Halmoni yang meninggal itu?” tanya Ja Eun mengkonfirmasi.
“Benar. Dia tampan, bukan?” tanya Nenek lagi.
“Ya. Dia sangat tampan. Sangat mirip dengan Tae Hee Ahjussi,” sahut Ja Eun setuju, membuat Nenek gembira.
“Itu seperti kata pepatah ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’. Bukan hanya penampilan mereka saja, namun juga kecerdasannya, Tae Hee mewarisi kecerdasan sang ayah. Ayahnya juga sangat cerdas. Sangat disayangkan karena dia meninggal di usia muda. Namun aku yakin tak lama lagi, aku pasti bisa segera bertemu dengannya. Putraku sudah lama menunggu kedatangan ibunya,” ujar Nenek dengan tatapan sedih dan menyesal.
“Halmoni, kenapa Anda bicara seperti itu?” tanya Ja Eun dengan mata berkaca-kaca.
“Aku sudah tua. Bahkan jika besok aku tiba-tiba meninggal, itu sama sekali bukan hal yang mengejutkan. Bahkan jika aku tak bisa melihat masa depan, tidak ada lagi yang akan kusesali. Hidupku sekarang bagaikan sehelai bulu burung yang sangat tipis, yang bisa patah hanya dengan tertiup angin,” ujar Nenek pasrah.
“Jika ada satu hal yang membuatku tak rela, itu adalah cucuku, Tae Hee. Setelah dia menemukan wanita yang baik, maka aku bisa pergi dengan tenang. Bila aku diberi kesempatan, aku ingin hidup hingga saat itu. Tapi bila tidak, masih ada putraku dan istrinya yang akan mencarikannya untukku,” lanjut Nenek.
(Jangan khawatir, Nenek. Tae Hee sudah menemukan wanita yang baik yang sangat dia cintai. Dan wanita itu bahkan sudah duduk di sampingmu saat ini. Dia Baek Ja Eun, satu-satunya wanita yang bisa menyembuhkan luka di hati Tae Hee. Tolong berikan restumu untuk calon cucu menantumu yang cantik luar dalam ini ya. Trust me, Baek Ja Eun is beautiful inside and out. She will be the perfect match for your baby, Hwang Tae Hee ^^)
Mendengar kalimat Nenek, Ja Eun menangis sedih, seolah-olah Nenek akan mati besok pagi. Mendengar suara isakan tangis Ja Eun, Nenek spontan menoleh ke arahnya dan meledeknya sambil tertawa lucu.
“Halmoni, jangan bercanda seperti itu. Itu tidak lucu,” protes Ja Eun dengan air mata bercucuran.
(Yup, Ja Eun adalah bayi besar, bayi besar yang bisa melahirkan bayi untuk Tae Hee hahaha ^^)
Untuk mengalihkan pembicaraan agar Nenek tak lagi membicarakan tentang kematian, Ja Eun menawarkan diri untuk memijat pundak Nenek.
“Halmoni, bagaimana kalau aku memberikanmu sebuah pijatan?” tawar Ja Eun dengan bersemangat untuk mengalihkan topik seputar kematian.
“Apakah kau tahu bagaimana caranya memijat?” tanya Nenek dengan senyum meledek Ja Eun, karena masih menganggap Ja Eun seperti bayi.
“Tentu saja. Aku sering memijat ayahku sebelumnya. Aku adalah tukang pijat khusus Ayah,” sahut Ja Eun seraya menghapus air matanya. Nenek tersenyum dan membiarkan Ja Eun memijat pundaknya.
“Ayah selalu mengatakan kalau pijatanku sangat nyaman. Bagaimana? Apakah rasanya nyaman?” tanya Ja Eun dengan lembut, seperti cucu Perempuan yang memijat pundak neneknya yang sedang lelah.
(Tuh, kan? Kurang baik apa calon istri Tae Hee? Cari di mana lagi cucu menantu berbakti dan baik hati kayak Ja Eun? Kagak ada. Baek Ja Eun is the one and only. Tae Hee sangat beruntung karena bisa menemukan sebuah berlian berharga seperti Ja Eun ^^)
“Aaiggoo... Rasanya sangat nyaman. Bagaimana bisa kau melakukan pijatan yang nyaman seperti ini dengan kedua tangan mungilmu? Rasanya aku seperti kembali hidup,” puji Nenek dengan senang.
“Kalau begitu, bila Nenek menyukainya, aku akan sering memijat Nenek di masa depan,” ujar Ja Eun dengan lembut dan penuh kasih sayang. Karena Ja Eun tak punya Nenek, jadi dia menganggap Nenek Tae Hee adalah neneknya juga.
“Baiklah. Baiklah. Aku menyukainya,” sahut Nenek dengan senang.
Saat Ja Eun sedang sibuk memijat Nenek di dalam kamarnya, Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik tampak membicarakan Tae Hee yang tiba-tiba saja menanyakan tentang kecelakaan ayah kandungnya.
“Tae Hee bertanya tentang kecelakaan yang menimpa ayah kandungnya?” tanya Park Bok Ja dengan kaget. Kayak ‘gak ada angin, gak ada ujan’ ngapain tanya?
“Benar. Aku juga terkejut. Tae Hee tiba-tiba saja bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kecelakaan dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut Hwang Chang Sik.
“Jadi apa yang kau katakan padanya?” tanya Park Bok Ja ingin tahu.
“Aku mengatakan yang sebenarnya pada anak itu. Termasuk tentang penyesalanku karena kasus itu tidak ditangani dengan baik,” sahut Hwang Chang Sik.
“Kenapa kau katakan itu padanya? Dengan kepribadian Tae Hee, dia pasti akan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya,” ujar Park Bok Ja, entah kenapa dia tiba-tiba jadi khawatir.
“Bukankah itu bagus bila dia sendiri yang akan menangkap pelakunya? Siapa lagi yang bisa melakukannya lebih baik selain Tae Hee sendiri?” ujar Hwang Chang Sik, terdengar masuk akal.
“Kejadian itu sudah terjadi dua puluh enam tahun yang lalu, lalu dengan cara seperti apa dia akan menemukan pelakunya? Bila Ibu mendengar hal ini, Ibu pasti akan memiliki banyak harapan dan bila tidak terjadi sesuai harapannya, ujung-ujungnya ibu akan kembali kecewa seperti dulu. Lebih baik jangan katakan apa pun pada Ibu,” usul Park Bok Ja, terdengar masuk akal.
“Setelah aku mendengar ucapanmu, aku baru memikirkan hal itu. Sebelumnya aku hanya berpikir akan sangat bagus bila Tae Hee bisa menangkap pembunuh ayahnya dengan tangannya sendiri,” sahut Hwang Chang Sik, merasa ucapan sang istri masuk akal.
Keesokan paginya, Tae Hee yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa segelas minuman berpapasan dengan Ja Eun yang baru saja selesai mandi. Rambut Ja Eun masih tergerai basah dan dia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk saat tiba-tiba dia berpapasan dengan Tae Hee dan menyapanya dengan riang.
“Ahjussi, apakah tadi malam kau pergi ke suatu tempat?” tanya Ja Eun dengan riang disertai senyuman hangatnya. Tae Hee spontan menoleh dan terpesona seketika.
Bagi Tae Hee, senyuman Ja Eun bagaikan Mentari di musim dingin, sangat hangat dan menyejukkan hatinya. Ditambah dengan rambut panjang Ja Eun yang tergerai basah, bagaikan embun yang turun membasahi dedaunan di pagi hari. Tae Hee tampak terpesona saat melihat kekasihnya baru keluar dari kamar mandi dengan rambut yang tergerai basah dan senyuman ceria di wajahnya.
“Eoh (Ya),” sahut Tae Hee dengan tersenyum bodoh karena melihat Ja Eun yang tampak begitu mempesona di matanya dengan rambutnya yang basah. (Cute banget aktingnya Joo Won, sumpah ^^)
“Apa kau punya waktu siang nanti? Hari ini aku berencana datang ke kantormu dan membawakan makan siang untukmu. Apa kau tidak keberatan?” tanya Ja Eun, meminta ijin untuk datang ke kantor Tae Hee dan mengantarkan makan siang untuknya.
Tae Hee yang mendengarnya seketika tersenyum dengan wajah berbunga-bunga penuh cinta dan sekali lagi mengangguk tanpa kata seperti orang bodoh yang terkena serangan panah cinta.
Dia hanya mampu bergumam pelan, “Eoh (Ya),” seraya mengangguk tanda setuju.
(Otaknya Tae Hee aslinya travelling ke mana-mana, membayangkan yang nggak-nggak, makanya dia cuma senyum-senyum aja kayak orang bodoh karena berusaha menghalau pikirannya yang kotor agar gak berbuat macem-macem pada Ja Eun hahaha ^^ Ngeres mulu, pak? Baru juga liat rambutnya Ja Eun basah, kalau liat Ja Eun pakai bikini atau baju renang gimana tuh? Langsung mimisan atau mungkin pingsan kale ya Tae Hee? Wkwkwk ^^ Padahal di EP 5, dia pernah melihat Ja Eun baru keluar dari kamar mandi dengan rambut basah juga, plus celana hot pants ketat pula, tapi karena belum ada rasa, belum mengenal yang namanya cinta, Tae Hee justru menatap Ja Eun dengan tatapan permusuhan. Sekarang mentang-mentang uda bucin mampus, liat rambut ayangnya basah aja, uda langsung ngeres aja tuh otak. Tae Hee kayaknya uda kebelet pengen nikah hahaha ^^ Gak tahan cuma bisa ngehayal mulu, pengen langsung action tapi takut terjerat hukum hahaha ^^)
“Kalau begitu, sampai jumpa saat makan siang,” ujar Ja Eun masih dengan riang dan senyuman hangatnya yang membuat hati Tae Hee terkena serangan cinta. Ja Eun kemudian segera naik ke atas dengan masih mengusap-usap rambutnya yang panjang.
Tae Hee menatap ke arah punggung Ja Eun yang naik ke loteng dengan senyuman aneh di wajahnya. Sepertinya Tae Hee masih berusaha menenangkan hatinya yang gelisah dan jantungnya yang berdebar kencang karena melihat Ja Eun dengan rambut basahnya. Tae Hee menghela napas berat seraya memejamkan matanya seolah berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak tak karuan.
Tae Hee kemudian berjalan masuk ke kamarnya dengan wajah memerah seraya menggoyang-goyangnya sweaternya karena tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya sangat panas. Dia juga menegak airnya cepat-cepat dan mengipasi wajahnya sendiri untuk mendinginkan tubuh (atau lebih tepatnya hatinya) yang ‘panas’. Tae Hee suddenly feeling hot.
Di saat itulah Tae Phil si biang kerok, datang untuk meledeknya hahaha ^^.
“Yyaa! Kemarin malam aku...” Tae Phil ingin mengatakan sesuatu namun terhenti ketika Tae Hee menoleh ke arahnya dan dia menyadari wajah Tae Hee yang tampak aneh.
“Kenapa?” tanya Tae Hee dengan ekspresi kesal.
“Tidak,” sangkal Tae Hee.
“Tentu saja kau tidak mungkin merasa kepanasan dengan suhu udara nol derajat seperti ini,” ujar Tae Phil menganalisa.
“Ini masih terlalu pagi. Apa yang kau pikirkan pagi-pagi begini hingga wajahmu memerah seperti ini?” tebak Tae Phil akurat dengan senyuman usilnya. Emang vangkek nih Evil Maknae, sukanya nge-godain Tae Hee mulu hahaha ^^
“YYAAA! Jangan menuduh orang sembarangan! Memangnya apa yang kubayangkan?” seru Tae Hee, dengan nada penyangkalan yang kuat dan ekspresi kesal yang terlihat jelas. Penyangkalan Tae Hee yang kuat justru membuat Tae Phil semakin curiga.
(Inget rumusnya Tae Hee, semakin dia menyangkal kuat, tandanya adalah sebaliknya. Dia bilang “nggak” berarti adalah “ya” hahaha ^^)
“Kenapa kau kemari?” tanya Tae Hee mengalihkan pembicaraan.
Mendengar itu, Tae Phil baru ingat kalau dia punya tujuan kemari, tapi sialnya karena sibuk ngejahilin Tae Hee, dia lupa apa tujuannya datang ke kamar Tae Hee.
“Tunggu. Kenapa aku datang kemari? Aku tidak ingat. Tunggu aku mengingatnya. Aku akan datang mencarimu lagi,” ujar Tae Phil dengan wajah kebingungan. Kena karma karena usil wkwkwk ^^ Jadi lupa sama tujuannya sendiri, kan?
Tae Phil kemudian berbalik pergi, tapi sedetik kemudian dia kembali lagi dan meledek Tae Hee, “Aku mengerti. Tinggal di rumah yang sama dengannya benar-benar membuatmu tersiksa, benarkan?” ledek Tae Phil sambil tersenyum iblis.
Membuat Tae Hee berseru kesal, “YYYYAAAA!” namun Tae Phil hanya keluar kamar sambil tertawa, tak peduli pada Tae Hee yang cemberut kesal.
Di meja makan, Ja Eun dan keluarga Hwang sudah siap untuk sarapan. Hwang Tae Shik mengumumkan dengan bangga bahwa putranya, Guksu akan mulai masuk sekolah hari ini. Seluruh keluarga ikut senang, termasuk Tae Hee dan Ja Eun tentunya.
“Chukkae, Guksu-yyaa. Hadiah apa yang kau inginkan dari Paman Ketiga?” tanya Tae Hee dengan ramah dan tersenyum manis pada keponakannya.
“Hadiah apanya?” sahut Tae Shik dengan sungkan, namun kemudian dia menambahkan dengan bercanda, “Baju, perlengkapan sekolah, meja dan kursi belajar, tempat tidur adalah yang paling dia butuhkan sekarang,” lanjut Tae Shik yang membuat senyuman Ja Eun seketika memudar karena semua itu mahal harganya hahaha ^^ Tae Shik definisi dikasih hati minta kepala, uda bagus keluarga Hwang diijinin tinggal gratis di Ojakgyo Farm (rumahnya Ja Eun).
Park Bok Ja hanya tersenyum melihat kekagetan Ja Eun dan menimpali, “Guksu-yyaa, ayahmu sepertinya ingin kau belajar di sekolah agar kelak kau bisa membangun bisnis furniture,” canda Park Bok Ja yang disambut tawa semua orang.
Kemudian Tae Shik juga memamerkan hasil test ujian masuk Guksu yang semuanya mendapatkan nilai 100 sempurna.
Tae Phil yang melihat kesombongan Tae Shik menjadi gerah sendiri dan menyindirnya, “Hyung, kau bahkan masih menyimpannya? Kenapa tidak sekalian kau laminating lalu letakkan di figura dan pajang di dinding?” sindir Tae Phil yang kalau ngomong asal nyerocos tanpa dipikir.
Nenek juga menimpali dengan kalimat candaan, “Bagaimana pun aku melihatnya, Guksu itu bukanlah anak Tae Shik,” ujar Nenek bercanda, karena Tae Shik bodoh tapi anaknya pintar. Guksu menatap Nenek buyutnya dengan sedih sementara yang lain tertawa karena tahu itu hanya candaan. Akhirnya karena semua orang tertawa, Guksu pun ikut tertawa.
Lalu pembicaraan beralih ke Tae Bum. Hwang Chang Sik yang cemas dengan nasib pernikahan Tae Bum mengatakan akan menemui besan mereka untuk membicarakan mengenai masalah ini, dan Park Bok Ja akan menemani suaminya pergi bersama. Tae Shik, Tae Hee dan Tae Phil hanya saling memandang dengan cemas.
Setelah sarapan, alih-alih pergi ke kantornya sendiri, Tae Hee justru pergi ke kantor polisi wilayah Barat untuk mulai menyelidiki kasus kecelakaan ayah kandungnya. Tae Hee tampak bertanya kepada salah satu petugas polisi yang ada di sana.
“Kecelakaan lalu lintas yang terjadi dua puluh enam tahun yang lalu?” tanya petugas polisi itu.
“Tidak ada lagi catatan yang tertinggal karena itu sudah terjadi dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut petugas polisi itu.
Namun saat dia hampir menyerah, seorang petugas polisi lain tiba-tiba datang dan ikut nimbrung pembicaraan mereka.
“Insiden tabrak lari di Choon Dong Street pada bulan Oktober 1985?” ulang seorang petugas polisi yang lain pada Tae Hee.
Tae Hee segera menoleh ke arah petugas polisi yang tiba-tiba ikut nimbrung tersebut, “Benar. Apa Anda mengingatnya?” tanya Tae Hee penuh harap.
“Tentu saja. Aku adalah orang yang bertanggung jawab atas penyelidikan kasus itu,” sahut petugas polisi tersebut.
Tae Hee tampak terkejut namun juga senang mendengarnya, dia segera berlari ke arah meja petugas polisi tersebut untuk bertanya lebih rinci.
“Anda telah bekerja keras. Aku adalah Intelligent Criminal Investigation Hwang Tae Hee dari kantor polisi wilayah Timur,” ujar Tae Hee, memperkenalkan dirinya seraya menunjukkan kartu identitasnya.
“Aku ingin mengetahui beberapa hal terkait kecelakaan lalu lintas yang terjadi dua puluh enam tahun yang lalu. Apa mungkin Anda masih mengingatnya?” tanya Tae Hee dengan antusias.
“Aku hanya menangani kasus itu di saat-saat terakhir setelah petugas sebelumnya, yang awalnya menangani kasus itu mendadak dipindahtugaskan, jadi aku tidak ingat apa pun tentang hal itu. Petugas polisi yang menangani kasus itu sejak awal adalah Polisi Bong, tapi entah dia masih bisa mengingatnya atau tidak,” sahut petugas polisi tersebut.
“Apakah Anda tahu di mana Polisi Bong dipindahtugaskan sekarang?” tanya Tae Hee ingin tahu.
“Kudengar Polisi Bong sudah pensiun dini,” sahut petugas polisi itu.
“Apa mungkin Anda tahu nomor telponnya atau mungkin bagaimana cara menghubunginya?” tanya Tae Hee lagi, ingin mencari secercah harapan.
“Aku tidak tahu,” sahut petugas polisi tersebut.
“Atau mungkin Anda tahu orang yang mungkin mengenal dekat polisi Bong?” tanya Tae Hee lagi, namun petugas polisi itu masih menggelengkan kepalanya tidak tahu.
Akhirnya Tae Hee pun berjalan keluar dari kantor polisi tersebut dengan lesu karena gagal mencari informasi. Di luar kantor polisi tersebut, Seo Dong Min terlihat sedang menunggu Tae Hee.
“Kenapa kita hari ini tiba-tiba datang ke tempat ini?” tanya Seo Dong Min tak mengerti.
“Akan kuberitahu nanti. Sekarang kita sudah terlambat. Kita harus segera kembali secepatnya,” sahut Tae Hee yang tampak terburu-buru setelah melihat arlojinya. (Tae Hee be like : “Ayang pacar Baek Ja Eun mau dateng bawain makan siang buatku, bisa gawat kalau telat. Jangan banyak tanya! Buruan balik!”)
“Apakah kau sadar kalau kau memiliki banyak sekali rahasia akhir-akhir ini?” seru Seo Dong Min dengan memasang ekspresi curiga pada Tae Hee.
Di saat Tae Hee sibuk menyelidiki kasus kecelakaan lalu lintas ayah kandungnya, di pertanian, Ja Eun tampak sibuk membuatkan makan siang untuknya.
Untunglah Tae Hee dan Dong Min kembali ke kantor tepat pada waktunya jam makan siang tiba. Tae Hee tentu saja segera menyambut kekasihnya dengan senyuman bahagia dan kini sepasang kekasih itu tampak duduk berhadapan di sebuah meja makan, dengan Ja Eun yang menghidangkan semua makanan yang dibawanya ke atas meja.
Tae Hee menatap kagum dan terkejut semua makanan yang dibawa Ja Eun untuknya, dia tampak tak percaya Ja Eun membuatkan semua ini untuknya.
“Kau yang membuat semua ini?” tanya Tae Hee dengan terkejut.
“Benar. Karena Ahjumma pergi keluar hari ini jadi aku memasaknya sendiri. Tapi jujur saja, aku tak yakin dengan rasanya. Namun walaupun begitu, aku harap kau menghabiskannya karena aku menghabiskan tiga jam untuk memasaknya,” sahut Ja Eun dengan senyuman penuh harap.
Tae Hee tersenyum hangat mendengarnya, dia tersentuh karena ada seorang wanita, selain ibunya yang rela menghabiskan waktu tiga jam untuk membuatkan makanan untuknya.
Ja Eun mengambilkan sepasang sumpit untuk Tae Hee dan kemudian menyodorkannya dengan senyuman ceria, Tae Hee mengambil sumpit itu dengan senyuman ceria di wajahnya yang tampan.
Tak jauh dari mereka, ketiga rekan polisi Tae Hee termasuk Seo Dong Min, yang saat ini sedang makan ramen tampak menatap iri ke arah Tae Hee dan Ja Eun. Ekspresi mereka tampak jelas ingin mencoba masakan itu, namun Dong Min memberikan tanda agar tidak menatap secara jelas seperti itu karena itu sangatlah tidak sopan.
Jadi sudah jelas kalau kedatangan Ja Eun ke sana, sekaligus sebagai Deklarasi Cinta Hwang Tae Hee dan pengakuan terbuka kepada rekan-rekan polisinya kalau dia dan Baek Ja Eun memang menjalin hubungan khusus dan mereka berdua adalah sepasang kekasih. Tak perlu menyangkal lagi, pacaran terang-terangan aja.
“Aku akan menikmatinya dengan baik,” sahut Tae Hee dengan tatapan penuh cinta dan senyuman manisnya, seraya mulai mengambil sepotong makanan dan memakannya dengan lahap.
Namun ekspresinya seketika berubah saat mengetahui rasanya. Tae Hee menatap Ja Eun dengan penuh rasa bersalah sambil berusaha menelan makanan itu, karena melihat ekspresi Ja Eun yang menatapnya penuh harap.
“Bagaimana rasanya?” tanya Ja Eun dengan tatapan mata berharap-harap cemas.
Berdasarkan ekspresi Tae Hee sepertinya masakan Ja Eun sangat tidak enak, tapi karena Tae Hee tak ingin menyakiti hati dan harga diri kekasihnya, Tae Hee menelan semua makanan itu dan mengucapkan sebuah kebohongan manis untuk gadis yang dicintainya, “Rasanya sangat lezat,” ujar Tae Hee dengan senyum yang dipaksakan.
(Tae Hee be like : “Demi cintaku padamu, aku rela menderita asalkan kau bahagia. Aku tahu cinta itu butuh pengorbanan.” Mau satu dong cowok modelan Tae Hee, walau masakan pacarnya gak enak, tetap ditelan dan dipaksa makan demi menjaga hati dan harga diri kekasihnya tercinta. Cinta memang butuh pengorbanan kan, Tae Hee? Yang penting kan niatnya, Ja Eun sudah berniat tulus dan sepenuh hati memasak untukmu jadi walau rasanya gak enak, Tae Hee menghargai usaha dan ketulusannya ^^)
“Aku lega mendengarnya,” sahut Ja Eun dengan senyuman ceria dan wajah berbinar senang. Gak tahu aja Tae Hee sedang berjuang untuk menelannya. Bucin versi pak polisi emang sweet banget ^^
“Ini adalah green tea. Cobalah telurnya dan juga bulgogi-nya,” ujar Ja Eun dengan lembut, seperti istri yang melayani suami dengan penuh perhatian.
Ketiga rekan Tae Hee yang melihat keromantisan sepasang kekasih itu semakin terlihat kesal. Bukan apa-apa, mereka iri melihat Tae Hee yang memiliki pacar sebaik Ja Eun dan di mata mereka, Tae Hee seolah sengaja memamerkan kemesraan.
Saat Tae Hee akan mengambil bulgogi, dia tiba-tiba menghentikan gerakannya dan alih-alih makan, dia justru mengajukan pertanyaan pada kekasihnya, “Ada satu hal yang sejak lama selalu ingin kutanyakan padamu. Kenapa kau selalu memanggilku ‘Ahjussi, Ahjussi’ tapi kau memanggil Tae Phil dengan sebutan ‘Oppa, Oppa’? Aku dan Tae Phil, bahkan selisih umur kami tidak sampai satu tahun,” ujar Tae Hee dengan nada protes yang menggemaskan.
Tae Hee tidak terima jika dia dipanggil “Ahjussi” sementara Tae Phil dipanggil “Oppa”. Tae Hee mendadak merasa dirinya sangat tua dan dia merasa seperti sedang berpacaran dengan anak kecil padahal selisih umur mereka hanyalah enam tahun saja.
“Tapi kau sendirilah yang melarangku memanggilmu Oppa,” sahut Ja Eun membela diri.
“Naega? Eonje? (Aku? Kapan?)” tanya Tae Hee, balik bertanya dengan wajah tak bersalah.
(Aku rasa yang dimaksud Ja Eun adalah kedua kalinya dia datang menemui Tae Hee atas keinginannya sendiri, bukan bertemu di rumah tapi di kantor polisi. Di EP 7 akhir, saat Ja Eun memohon Tae Hee agar membantunya mencari surat kontraknya yang hilang di dalam rumah)
Mendengar jawaban Ja Eun, Tae Hee tampak kecewa mendengarnya karena ternyata dia sendiri yang menyuruhnya. Jadi dengan terpaksa Tae Hee menjawab, “Ya. Aku ingat sekarang,” ujarnya kecewa.
“Cepatlah makan,” ujar Ja Eun dengan senyuman ceria di wajahnya.
Saat Tae Hee akan makan lagi, dia kembali bertanya, “Ke mana Ibu pergi?” tanyanya Tae Hee, seperti sengaja mengulur waktu agar tidak makan.
“Oh ya, aku lupa. Kalau begitu, apa Nenek sendirian di rumah?” tanya Tae Hee, bertanya lagi untuk ke sekian kalinya.
Karena Tae Hee terus bicara, lama kelamaan Ja Eun yang memang pintar pun menjadi curiga. Introvert mendadak jadi cerewet mah harus dicurigai, pasti ada something wrong.
“Tidak. Ini enak kok,” sahut Tae Hee dengan senyuman manisnya seraya menyumpit lagi menu yang lain dan memakannya dengan lahap, membuat Ja Eun kembali tersenyum senang dan menuangkan lagi minum untuknya. Sementara Tae Hee menatap pacarnya dengan tersenyum penuh cinta.
“Cicipilah bulgogi-nya,” ujar Ja Eun dengan tersenyum gembira seraya menawarkan bulgogi-nya pada Tae Hee yang hanya mengangguk tanpa kata dan memakannya saja tanpa banyak komentar lagi.
Ja Eun tersenyum melihat Tae Hee makan dengan lahap. Ketiga rekannya, khususnya Seo Dong Min menatap sepasang kekasih itu dengan tatapan curiga dan iri melihat Tae Hee makan dengan lahap seolah-olah makanan itu benar-benar lezat.
Mereka menatap curiga dan menebak-nebak ada hubungan apa sebenarnya antara Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun? Benarkah mereka adalah sepasang kekasih? Apa itu sebabnya Baek Ja Eun datang membawakan makanan untuk Tae Hee? Apa rasa masakan Baek Ja Eun benar-benar lezat hingga Tae Hee makan dengan lahap seperti itu? Cara Tae Hee makan membuat ketiga rekannya menatap iri dan ingin sekali mencoba masakan itu.
(Dong Min-ah, kamu tahu gak sih kalau itulah yang dinamakan “The Power Of Love”? Tae Hee terpaksa makan karena kekuatan cinta. Coba yang ngasih makan Lee Seung Mi, udah gak enak, gak cinta pula, pasti langsung dilempar tuh makanan ke wajahnya Lee Seung Mi dengan kasar hahaha ^^)
Ja Eun kemudian melemparkan pandangannya ke arah Seo Dong Min dan yang lainnya, dan dia sepertinya baru menyadari kalau tak hanya ada mereka berdua di ruangan itu melainkan ketiga petugas polisi lainnya.
(Iya deh iya, kalau lagi pacaran, dunia serasa milik berdua, gak sadar kalau ada orang lain di ruangan itu yang menatap iri dan penuh curiga ke arah mereka berdua)
Seo Dong Min dan kedua rekan Tae Hee yang lain segera memalingkan wajah mereka ke berbagai arah dan berpura-pura makan karena malu telah tertangkap basah mengamati Tae Hee dan Ja Eun sedari tadi.
Namun pada akhirnya Dong Min pura-pura berlagak baru menyadari keberadaan Ja Eun di tempat itu, “Oh, Ja Eun-ssi, kapan kau datang? Lama tidak berjumpa,” ujar Seo Dong Min berbasa-basi sambil tersenyum untuk menyembunyikan kecanggungannya. (Padahal baru aja ketemu di Sauna di EP 38)
Tae Hee spontan menoleh ke arah mereka saat mendengar suara Dong Min menyapa pacarnya dengan ramah. Kedua polisi yang lain segera menunduk hormat sambil tersenyum sebagai tanda menyapa Ja Eun. (Maklum, pacarnya Pak Inspektur jadi harus dihormati juga. Posisi Tae Hee kan di atas mereka, pernah dibahas di EP 10)
“Kemarilah. Mari kita makan bersama-sama,” ajak Ja Eun dengan ramah.
Seo Dong Min dan yang lainnya tampak gembira mendengarnya, mereka saling menatap dengan tersenyum senang dan menjawab, “Ya,” seru mereka serentak namun kemudian membeku di tempat saat mereka melihat tatapan Tae Hee yang setajam pedang bermata dua.
Ja Eun tampak bingung melihat Seo Dong Min dan yang lainnya mendadak membeku di tempatnya, tanpa tahu kalau her possessive boyfriend sudah melemparkan tatapan membunuh ke arah mereka untuk menghalangi teman-temannya mendekat.
“Baiklah. Kalau begitu lain kali saja,” sahut Ja Eun dengan tersenyum ramah.
Tae Hee melanjutkan makannya dengan santai saat melihat teman-temannya sudah mengerti tanda darinya. Daripada menjadi nyamuk, Seo Dong Min dan yang lainnya memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan itu.
Setelah Dong Min dan yang lainnya pergi dan mereka hanya sendiri, Ja Eun tampak teringat dengan permintaan Kim Jae Ha. Dia ingin membantunya tapi tidak tahu bagaimana harus membuka pembicaraan pada Tae Hee.
Tae Hee yang menyadari perubahan ekspresi Ja Eun, segera bertanya dengan cemas, “Ada apa? Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?” tanya Tae Hee setelah melihat Ja Eun tiba-tiba terdiam melamun.
“Tidak. Tidak ada,” sahut Ja Eun menyangkal.
“Tapi dari ekspresi wajahmu, sepertinya ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku,” ujar Tae Hee, mulai memahami pacarnya.
“Ahjussi, bisakah kita bicara tentang Kim PD-nim?” tanya Ja Eun ragu-ragu.
Tae Hee menatap Ja Eun dalam diam, sebelum menjawab lirih, “Akan lebih baik jika kita tidak membicarakannya,” ujar Tae Hee pelan dan dalam.
“Kalau begitu, tidak ada apa-apa. Cepatlah makan,” ujar Ja Eun tampak kecewa namun tetap memaksa bibirnya untuk tersenyum. Dia tampak tak ingin memaksa Tae Hee untuk mendengarkannya.
Tae Hee menatap Ja Eun sekilas dan kemudian membalas senyumannya, dia kembali menyantap makanannya tanpa berkomentar apa-apa.
Di kantornya, Kim Jae Ha mendapat pesan dari Ja Eun yang mengatakan kalau dia tidak bisa membantu Kim Jae Ha untuk bicara tentang Ibu kandung Tae Hee.
“Kim PD-nim, maafkan aku. Aku tidak bisa membantumu membicarakan masalah tentang Ibumu pada Ahjussi. Itu akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Aku minta maaf,” bunyi pesan yang dikirimkan oleh Ja Eun. Kim Jae Ha tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mencari cara sendiri.
Setelah Ja Eun pulang, Tae Hee dan Dong Min kembali melakukan misi pengintaian untuk menangkap gerombolan gembong narkoba. Mereka berdua sedang menunggu di dalam mobil dengan tidak sabar.
“Jadi kalian berdua ada di sini?” tanya Kim Jae Ha dengan wajah tanpa dosa.
Tae Hee tampak kesal, dia lalu menatap Kim Jae Ha melalui spion di atas kepalanya dan bertanya dengan sinis, “Bagaimana kau tahu tentang tempat ini?”
Alih-alih menjawab, Kim Jae Ha justru mengeluarkan sebungkus roti dari saku mantelnya. Tae Hee spontan menoleh pada Dong Min yang tampak meliriknya dengan raut wajah bersalah.
“Apa kalian ingin makan kue ikan?” tawar Kim Jae Ha dengan tidak tahu malu.
“Kami sedang dalam misi pengintaian penting. Cepat keluar dari sini. Kau sudah mengganggu tugas resmi kepolisian,” ujar Tae Hee dengan dingin dan datar.
“Kalau begitu tangkaplah aku,” tantang Kim Jae Ha dengan santai.
“Apa kau mau kue ikan, Officer Seo?” tawar Kim Jae Ha pada Seo Dong Min, berpura-pura bodoh.
Tepat pada saat itu, penjahat yang mereka intai keluar dari tempat persembunyiannya.
“Hyung, mereka keluar!” ujar Seo Dong Min pada Tae Hee.
“Mari kita tunggu sampai mereka masuk ke dalam mobil,” ujar Tae Hee dengan waspada.
Namun sayangnya kedua penjahat itu menyadari kalau mereka sedang diintai oleh polisi dan mengatakan pada rekannya untuk lari, “YYYAAA! CEPAT LARI!” serunya, memberi tanda agar mereka segera berpencar.
Spontan, Tae Hee, Dong Min dan Kim Jae Ha segera keluar dari mobil untuk mengejar kedua penjahat itu.
“Seo Dong Min, kau ke arah sana!” seru Tae Hee, memberi tanda pada Seo Dong Min untuk berpencar dan membagi tugas. Sementara Kim Jae Ha tentu saja berlari mengikuti Tae Hee.
Sialnya, Tae Hee kehilangan jejak penjahat itu setelah sampai di sebuah wilayah parkir yang dipenuhi oleh truk-truk yang besar.
Tae Hee tampak mencari satu per satu bahkan memeriksa dari bawah roda truk tersebut, namun dia tidak menemukannya di mana pun.
Tae Hee yang tidak mengira hal ini akan terjadi tampak terkejut saat melihat Kim Jae Ha terluka karena melindunginya.
Tae Hee dan Ja Eun sekarang uda mulai terang-terangan dengan hubungan mereka. Tae Hee sepertinya sudah tidak malu-malu mengakui kalau dia dan Baek Ja Eun memang menjalin hubungan khusus alias pacaran. Terbukti di EP 38, dia sengaja mengajak rekan-rekan polisinya ke sauna untuk mengikuti Ja Eun dan Kim Jae Ha.
Sekarang di EP 40 pun, Tae Hee mengijinkan Ja Eun datang ke kantor polisi untuk mengantarkan makan siang untuknya. Ada seorang gadis muda datang dan mengantarkan makan siang untuk seorang pria, bila bukan pacar lalu apalagi namanya, kan? Apalagi Tae Hee tampak tersenyum gembira dan menyambut kedatangan Baek Ja Eun ke kantornya dengan hangat dan penuh cinta, serta memakan masakan Ja Eun dengan lahap, walaupun rasanya gak enak. Tanpa perlu ditanya lagi, aku yakin Seo Dong Min dan rekan-rekan Tae Hee yang lain pasti sudah bisa menebak kalau sekarang Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun memang adalah sepasang kekasih.
Ditambah lagi, Tae Hee langsung menatap tajam rekan-rekannya dengan tatapan membunuh agar mereka tidak ikut makan siang bersamanya. Tatapan mata yang seolah mengatakan, “Jangan ganggu waktuku berduaan dengan pacarku! Jika tidak ingin kuhajar, maka pergilah sekarang! Ganggu orang berduaan aja!”
Langsung deh Seo Dong Min dan yang lainnya kicep ditatap tajam kayak gitu sama Inspektur Hwang yang terkenal garang hahaha ^^
Orang bilang cinta itu buta, tapi ternyata cinta juga bisa membuat lidah jadi mati rasa hahaha ^^ Hwang Tae Hee sudah membuktikannya. Walau rasa masakan Ja Eun gak enak, Tae Hee tetap memakannya karena tidak ingin membuat kekasihnya kecewa. Tae Hee bahkan tidak mengijinkan teman-temannya ikut makan bersama mereka saat Ja Eun dengan ramah mengajak teman-temannya makan bersama.
Kurasa Tae Hee tidak ingin orang lain ikut merasakan masakan Ja Eun sebenarnya karena dua alasan :
1. Dia tidak ingin waktunya berduaan dengan Ja Eun diganggu oleh rekan-rekan polisinya.
Melihat sebelumnya, Tae Hee hampir selalu gagal mengajak Ja Eun berkencan, sekalinya bisa, tiba-tiba digangguin keluarga Hwang. Jadi sudah tentu moment ini sangat berharga bagi Tae Hee.
2. Itu adalah cara Tae Hee untuk mencintai Ja Eun yaitu dengan melindungi harga diri sang pacar, sekaligus menjaga hati Ja Eun agar tidak terluka dan sedih.
Jika orang lain mencoba masakan Ja Eun dan tahu kalau rasa masakan Ja Eun gak enak, takutnya orang itu akan memberikan kritikan pedas tentang betapa gak enaknya masakan itu dan itu akan membuat hati Ja Eun sedih dan terluka. Jadi cukup Tae Hee aja yang merasakan, dia akan berpura-pura masakannya lezat agar Ja Eun bahagia dan tidak merasa semua usahanya sia-sia.
Cowok kayak Tae Hee memang benar-benar langka, ya. Di Indonesia jarang ada cowok modelan Tae Hee, hanya ada satu dari sejuta kayaknya >_< Kebanyakan cowok jaman sekarang MOKONDO, pengennya para wanita yang berjuang untuk mereka, ikut cari uang, harus jago masak, harus rajin bersih-bersih rumah dan bersedia jadi babunya mertua dan ipar-iparnya. Duh, Red Flag semua kalau dari semua cerita yang di share di sosmed belakangan aku lihat >_< Pengen satu modelan Tae Hee tapi gak ada *sigh* He is too good to be true T_T Alongside with Duan Jia Xu, Haru, Ahn Min Hyuk, they are too good to be true *sigh*
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/685 + https://gswww.tistory.com/686 + https://gswww.tistory.com/687)
Video Credit : Meyamjw
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar