Selasa, 06 Agustus 2024

Sinopsis EP 43 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight for today episode :
Couple rings are so sweet. Tae Hee and Ja Eun wearing couple rings will be cute. I can’t wait when Tae Hee & Ja Eun wearing the couple rings together. I bet it will be wonderful coz the rings very suit to them completely. But the other side it’s very sad. Here come the angst *sigh* When the wedding bells is so near yet so far! 😦 Now the bad time for Tae Hee and Ja Eun begins >_< They will make “The Romeo and Juliet Story” to make our main lead suffers. Tae Hee and Ja Eun suffering trip will start again. Aaawww! I’m feeling so sad T_T They really go down the route of “I-am-falling-for-the-daughter-of-my-father’s-murderer”.


I know for the next episodes the dark times moments of Tae Hee & Ja Eun are waiting for us, but I still hope the writer gives us a memorable moment of them (such as a wonderful date, picking the rings, exchanging rings, or maybe a romantic kiss scene). I want to enjoy Tae Hee and Je Eun romance before it change become cry and angsts.

It seem that the writer are trying to tie loose end to this by tying both the back-door admission and the accident into one cause, seem the Chief is involve in both of this case. And given the relationship Tae Hee and Ja Eun are in now, I am sure Tae Hee will do his best to clear both his father’s accident and Ja Eun’s dad name since I believe at the beginning, Tae Hee promise Ja Eun that he’s going to investigate that back-door admisson to clear her father’s name for her.


I believe it’s just some temporary misunderstanding angst for our couple! I hope even if it is true, Tae Hee will stay strong and together with Ja Eun regardless. Sin of the father should not be visited upon the children.

It’s a HIT-AND-RUN Car Accident 26 years ago. We do not know for sure if it’s Ja Eun’s dad, Baek In Ho caused, he might be the scapegoat for the real culprit since the dad is missing or presumed dead in China! To me, Ja Eun’s dad seems like someone that is too nice, which is probably why he is always being taken advantage of by others.


But I will preparing a lot of box of tissues next episodes. It’s more heartbreaking episodes than when they were separated before, because at the time they weren’t even started then said goodbye. But now after they have a couple rings, promise to get married next year, they began to love and trust to each other, they have alot of memorable moments together, suddenly there is a big obstacle on their relationship.

And Our Tae Hee , soon or later he will found about who is the culprit of his father accident. Get your sense Tae Hee-yyaa, hang on there, please protect your girlfriend no matter what. You are a great detective, you must investigate first, because I believe Ja Eun’s dad only a witness not a culprit. It’s a same condition with backdoor admission case before. And our smart detective will found out the true.

I have a faith in Tae Hee, I believe him, he will stand firm no matter what, maybe he will shocked and scared to loosing Ja Eun, he will have a complicated feeling for the first, but his love to Ja Eun too great, he can’t loosing her for the second times.

------000000------

Episode 43:
Episode 43 dimulai dengan sedikit flashback saat Hwang Chang Sik berbicara dengan mantan petugas polisi Bong Man Hee yang menjelaskan tentang kasus yang dia tangani dua puluh enam tahun yang lalu.

“Aku akan mengatakan padamu kenapa kasus itu berakhir begitu saja seperti itu. Sebenarnya yang terjadi adalah aku kehilangan semua bukti yang berhubungan dengan kasus tersebut. Suatu hari ketika aku masuk kerja, aku menyadari bahwa semua bukti yang berhubungan dengan kasus itu menghilang begitu saja. Karena aku tidak punya bukti, jadi aku tidak bisa melanjutkan penyelidikan lagi. Ditambah lagi, seseorang dari jajaran atas tidak ingin penyelidikan ini dilanjutkan,” ujar Bong Man Hee, menjelaskan alasan yang membuat kasus tabrak lari ayah kandung Tae Hee ditutup begitu saja alias cased closed.


“Seseorang di jajaran atas tidak ingin penyelidikan ini dilanjutkan? Apa maksudmu dengan itu? Memangnya kenapa?” tanya Hwang Chang Sik ingin tahu.

“Aku juga tidak tahu tentang hal itu. Tapi aku menebak, hal ini karena salah satu tersangka memiliki hubungan dengan seseorang yang berkuasa di jajaran atas,” sahut Bong Man Hee. Hwang Chang Sik tampak semakin penasaran dengan hal ini.

“Bukti yang tertinggal itu adalah pecahan lampu sein (signal light). Dan ada lima buah mobil yang memiliki type lampu sein seperti itu. Di antara mereka, hanya ada satu orang yang tidak memiliki alibi saat peristiwa itu terjadi. Dan setelah aku bertanya pada beberapa bengkel mobil di sekitar Gong Ju street, aku menemukan fakta bahwa satu mobil yang kucurigai memang datang ke sana untuk diperbaiki, sehari setelah kecelakaan itu terjadi. Dan tepat setelah sehari aku menemukan fakta di bengkel itu, semua bukti yang kumiliki, termasuk pecahan lampu sein itu, tiba-tiba hilang begitu saja,” lanjut Bong Man Hee, menjelaskan semua keanehan yang dia alami saat menangani kasus itu.

“Bila tebakanku benar, 99% dialah pelakunya,” sambung Bong Man Hee.
“Siapa? Siapa pelakunya?” tanya Hwang Chang Sik dengan tak sabar.
“Putra CEO Jim Shin Food, Baek In Ho.” Ujar Bong Man Hee. Hwang Chang Sik tampak sangat terkejut mendengarnya.
“Siapa? Siapa yang baru saja kau maksud?” tanya Hwang Chang Sik tampak shock berat.
“Putra CEO Jim Shin Food, Baek In Ho.” Ulang Bong Man Hee, mengungkapkan kecurigaannya.

(26 tahun yang lalu, yang menjadi CEO Jim Shin Food masih kakeknya Baek Ja Eun ya, bukan ayahnya. Ja Eun bahkan belum lahir dan Baek In Ho belum menikah ketika insiden tabrak lari itu terjadi)

Di Ojakgyo Farm, Tae Hee mengumumkan bahwa dia sudah punya pacar kepada seluruh keluarganya (kecuali Hwang Chang Sik dan Hwang Tae Bum). Dan karena hal itu pula, baik Tae Hee dan Ja Eun tidak bisa tidur karena memikirkan bagaimana reaksi keluarga Hwang bila mereka mengetahui bahwa pacar Tae Hee adalah Ja Eun.

Setelah kembali ke kamar masing-masing, Tae Hee menelpon Ja Eun dan menanyakan pendapatnya. Tae Hee merasa tidak enak pada Ja Eun karena tiba-tiba mengumumkan hubungan mereka tanpa mengatakan kapan waktu mengumumkannya, jadi karena merasa bersalah, dia segera menelpon Ja Eun setelah mereka kembali ke kamar masing-masing.


“Ahjussi,” ujar Ja Eun seraya mengangkat teleponnya dengan penuh antusias.
“Kau tidak marah, kan?” tanya Tae Hee pada kekasihnya dengan lembut.
“Tidak. Akulah yang memintamu mengatakannya,” sahut Ja Eun dengan riang.


“Aku lega mendengarnya. Aku tahu kau akan mengatakan itu tapi aku tetap merasa khawatir kau akan marah,” sahut Tae Hee terdengar lega.

“Ahjussi, memikirkan kalau seluruh keluarga mengetahui hubungan kita, membuatku merasa gugup dan canggung,” ujar Ja Eun dengan malu-malu.


Tae Hee tersenyum dari seberang saluran, “Aku juga. Saat seluruh keluarga mengetahui hubungan kita, bagaimana reaksi mereka, aku juga tidak bisa menebaknya,” sahut Tae Hee dengan lembut.

“Ahjussi, ada sesuatu yang selalu ingin kulakukan kalau aku punya pacar...” ujar Ja Eun, menggantung kalimatnya, dia seperti tak yakin saat akan mengatakannya.

“Apa itu? Katakan padaku,” ujar Tae Hee dengan tersenyum manis, walaupun Ja Eun tak bisa melihat senyumannya.

“Tapi aku tak yakin kau akan menyukainya,” sahut Ja Eun dengan skeptis.

“Walau aku tidak tahu apa itu, tapi aku pasti akan melakukannya,” ujar Tae Hee dengan tulus dan serius. Ja Eun tersenyum senang mendengarnya.

(Tae Hee be like : “Apa sih yang nggak buat kamu?” ^^ I’d do anything for you. Duh, gak tahu mau disuruh apa sama ayang, tapi langsung di-iya’in aja sama pak polisi. Kalau bukan bucin dan bener-bener cinta, apa namanya tuh? Kalau disuruh nyemplung sumur, emang kamu mau, Tae Hee? Tanya dulu kale, mas bro. Jangan langsung di-iya’in ^^)


“Couple ring,” sahut Ja Eun dengan antusias.
“Kenapa kau berpikir aku tidak akan menyukainya?” Tae Hee balik bertanya pada kekasihnya.

“Karena aku pikir kau takkan suka melakukan hal-hal seperti itu,” sahut Ja Eun jujur. (Karena di mata Ja Eun, Tae Hee bukan cowok romantis)

“Tidak. Aku juga ingin melakukan itu,” sahut Tae Hee dengan lembut dan penuh cinta. (Maksudnya Tae Hee adalah memakai cincin pasangan ^^)


“Benarkah?” tanya Ja Eun dengan hati berbunga-bunga.

“Ja Eun-ah,” panggil Tae Hee lembut dari seberang saluran.

(Ini pertama kalinya Tae Hee memanggil nama Ja Eun tanpa menggunakan nama depannya. Sebelumnya, Tae Hee selalu memanggil Ja Eun dengan nama lengkapnya yaitu Baek Ja Eun, atau hanya sekedar “Kau”. One step closer for Tae Hee ^^ Setelah sesi curhat, lamaran, sekarang memanggil nama tanpa marganya.

“Ya,” sahut Ja Eun. (Ja Eun be like : “Call my name and I’ll be there” ^^)


“Sejujurnya, sebelum bertemu denganmu, hidupku sangat membosankan. Aku hanya melakukan apa yang sudah diatur untukku. Aku berpura-pura bahagia walaupun sebenarnya tidak begitu. Itu sebabnya aku tidak bisa mengekspresikan perasaanku dengan baik. Tapi begitu bertemu denganmu, hidupku jadi lebih berwarna. Ja Eun-ah, memanggil namamu tanpa nama depanmu seperti ini awalnya terdengar aneh dan canggung, tapi sekarang tidak lagi. Ja Eun-ah, terima kasih padamu, karena untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa beruntung telah dilahirkan ke dunia. Ayo kita buat couple ring bersama-sama,” ujar Tae Hee dengan penuh perasaan, mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam hatinya. Perasaannya pada Ja Eun yang selama ini tak tahu bagaimana cara mengekspresikannya.


“Ya,” sahut Ja Eun dengan tatapan haru, dia merasa tersentuh mendengar ucapan Tae Hee yang mengungkapkan perasaannya.


“Terima kasih karena kau telah hadir dalam hidupku," ujar Tae Hee dengan lembut dan penuh perasaan, seraya tersenyum penuh cinta. Dengan kata lain, “Terima kasih karena ingin menikah denganku.”


(Dulu Tae Hee jarang sekali mengucapkan terima kasih. Tapi setelah dia menyadari dia memiliki perasaan pada Ja Eun, Tae Hee sering sekali mengucapkan “terima kasih” dan “maaf” pada gadis itu. “Terima kasih” untuk menunjukkan betapa dia sangat berterima kasih karena Ja Eun telah hadir dalam hidupnya dan “Maaf” untuk menunjukkan betapa dia sangat tidak ingin menyakiti gadis itu walau sedikit saja, itu sebabnya dia selalu meminta maaf karena dia takut jika tanpa sadar dia menyakitinya, mengingat dia dulu sering menyakiti Ja Eun di awal pertemuan mereka sebelum ada rasa. Saking takutnya ditinggalkan oleh Ja Eun, Tae Hee sedikit-sedikit meminta maaf agar Ja Eun tak marah padanya)

Kembali pada Hwang Chang Sik dan Bong Man Hee, Hwang Chang Sik meminta tolong pada pria botak itu untuk merahasiakan hal ini pada Tae Hee.


“Bong Yeongsa-nim (polisi Bong), aku ingin minta tolong padamu. Jika putraku, Hwang Tae Hee datang menemuimu, tolong jangan katakan padanya apa yang kau katakan padaku sekarang. Kumohon, anggap saja aku memohon padamu,” pinta Hwang Chang Sik. Dan setelah mengatakan itu, dia berjalan keluar dari restaurant Bong Man Hee dengan banyak sekali beban dalam hatinya.

Keesokan harinya saat semua keluarga berkumpul untuk sarapan, Nenek tampak mendesak Tae Hee agar segera membawa pacarnya ke rumah dan memperkenalkannya pada semua orang.


“Ini sudah beberapa hari berlalu, kapan kau akan membawa pacarmu pulang?” tanya Nenek tak sabar. (Beberapa hari apanya, Nenek? Baru kemarin malem Tae Hee mengaku punya pacar. Nih Nenek uda pikun ckckck...)

“Sebentar lagi, Nenek. Kami masih belum lama pacaran,” sahut Tae Hee dengan tersenyum canggung.

“Benar, Nenek. Tae Hee dan gadis itu belum lama pacaran. Jika Tae Hee terburu-buru membawanya pulang ke rumah, gadis itu pasti akan merasa terbebani,” ujar Tae Shik, setuju dengan Tae Hee.

“Jika kau terlalu lama memasaknya, maka kuahnya akan mengering,” ujar Nenek, mengatakan sebuah peribahasa.

“Tae Hee pasti sudah melewati tahap itu, Ibu. Karena Tae Hee tidak mungkin mengumumkan kalau dia akan membawanya pulang jika hubungan mereka masih di tahap awal. Tae Hee pasti sudah sangat serius dengan hubungan mereka,” ujar Park Bok Ja seraya menatap Tae Hee sambil tersenyum menggoda putranya.

(Dengan kata lain, kalau hanya iseng pacaran dan gak ada nikah untuk menikah, Tae Hee gak mungkin mengumumkan kalau dia punya pacar dan akan memperkenalkannya pada semua orang, bukan? Kalau emang niatnya pacaran hanya untuk putus lalu cari lagi alias coba-coba, ya buat apa diumumkan? Kalau sudah diumumkan berarti hubungan Tae Hee dan pacarnya sangat serius dan mereka pasti sudah setuju untuk menikah. Karena kalau sudah diperkenalkan kepada keluarga, itu berarti sudah berniat melangkah ke jenjang berikutnya, jadi Nenek seharusnya tidak perlu cemas. Begitu maksud Park Bok Ja ^^)

“Gadis seperti apa dia?” tanya Nenek yang tampak sangat penasaran dengan pacar Tae Hee.


“Dia sangat cantik dan juga baik hati,” sahut Tae Hee dengan tersenyum malu-malu saat mendeskripsikan tentang pacarnya. Jawabannya membuat Nenek tersenyum geli karena ini pertama kalinya Tae Hee memuji seorang gadis, cantik.

Tae Phil yang mendengar Tae Hee memuji pacarnya dengan senyum malu-malu seperti itu menjadi gerah sendiri dan seketika muncul niat untuk mengusili kakaknya.


“Secantik apakah dia? Apakah secantik Ja Eun?” tanya Tae Phil menyindir Tae Hee, dia sepertinya sengaja memancing di air keruh. Pertanyaannya membuat Tae Hee segera menatapnya dengan tajam dan memberinya tanda untuk diam.

“Secantik Ja Eun? Bukankah terlalu susah mendapatkan gadis secantik Ja Eun?” ujar Park Bok Ja yang tak tahu bahwa pacar Tae Hee tak hanya secantik Ja Eun, melainkan justru Ja Eun sendiri.

“Gadis itu mungkin saja secantik Ja Eun, Ibu.” Ujar Tae Phil lagi, seperti sengaja mencari gara-gara. Resek emang evil maknae hahaha ^^


Tae Hee seketika melirik Tae Phil tajam dengan cemberut dan menyenggol lengannya, memberikan isyarat agar dia menutup mulutnya rapat-rapat.

Park Bok Ja kemudian berseru pada Ja Eun untuk membawa makanannya keluar.
“Sudah cukup. Matikan kompornya dan bawa kemari makanannya,” seru Park Bok Ja pada Ja Eun yang masih ada di dapur.

Ja Eun segera keluar dari dapur dengan membawa sepiring makanan setelah Park Bok Ja menyuruhnya untuk membawa makanan itu keluar.


“Ini adalah makanan favorit Nenek dan Paman, ikan dengan saus kedelai,” ujar Ja Eun dengan ceria, memperkenalkan menu pagi itu.

“Mengapa kita makan ini di pagi hari?” tanya Nenek, yang merasa hidangan mereka terlalu mewah untuk sarapan.

“Karena setiap orang sangat sulit berkumpul saat makan malam, Ibu. Maknae pun sekarang pergi bekerja. Jadi karena hanya saat sarapan semua orang berkumpul di rumah, jadi aku memutuskan untuk menyajikannya di pagi hari. Aku bahkan berpikir untuk membuat daging panggang sebagai menu sarapan lain kali,” sahut Park Bok Ja menjelaskan. Semua orang tertawa mendengarnya.

“Daging panggang terlalu berlebihan, Ahjumma. Tapi kalau seafood masih tidak apa-apa,” ujar Ja Eun.

“Aku tidak peduli mau itu ikan atau daging, aku sudah lapar. Ayo makan,” seru Nenek, yang sudah merasa lapar.

Nenek memuji rasa ikan itu sangat lezat dan dibumbui dengan sempurna, tapi Hwang Chang Sik tampak tak selera untuk makan. Park Bok Ja menyuruh suaminya untuk makan karena ini adalah makanan favoritnya dan biasanya dia akan segera terbangun dari tidurnya walau hanya mencium aromanya saja.


Hwang Chang Sik menyuruh istrinya untuk makan dan tak usah peduli padanya. Ja Eun pun membujuk agar Hwang Chang Sik untuk makan, tapi pria tua itu bahkan tak mau memandang wajah Ja Eun. (Mulai deh nih Hwang Chang Sik bikin ulah nyakitin Ja Eun >_<)

Ja Eun yang tak mendapatkan respon yang baik segera mengalihkan perhatiannya pada Guksu (daripada malu kan ya?)

“Guksu-yaa, apa kau suka makanannya?” tanya Ja Eun dengan ramah.
“Ya. Lezat sekali, Noona. Apa Noona yang memasaknya?” tanya Guksu dengan tersenyum manis pada Ja Eun.

“Ah, bukan aku,” sahut Ja Eun malu-malu yang seketika membuat semua orang tertawa, termasuk Tae Hee yang seolah meledek pacarnya yang tak bisa masak. Dia bahkan tertawa paling keras di antara yang lain. (Minta dipecat jadi pacar nih Tae Hee ckckck...)

Saat semua orang tampak tertawa dan bergembira, tiba-tiba saja Hwang Chang Sik berdiri dan meninggalkan meja makan. Park Bok Ja bertanya ke mana Hwang Chang Sik akan pergi, tapi pria itu berkata dia akan menelpon seseorang. Park Bok Ja memprotes suaminya kenapa tidak menelpon di dalam rumah saja, namun Hwang Chang Sik mengabaikan istrinya dan tetap pergi keluar rumah.

Tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, Tae Hee dan Ja Eun tetap menikmati sarapan mereka sambil saling melemparkan pandang dan tersenyum kepada satu sama lain.

Setelah sarapan selesai, Ja Eun membantu Park Bok Ja mencuci piring di dapur saat tiba-tiba Park Bok Ja merasa perutnya sangat sakit. Ja Eun yang tampak khawatir dan panik memaksa untuk membawanya ke Rumah Sakit, namun wanita itu sempat menolak, membuat Ja Eun memarahinya karena cemas.

“Ayo pergi ke Rumah Sakit, Ahjumma.” Seru Ja Eun seraya memegangi lengan Park Bok Ja dengan cemas.


“Tidak perlu pergi ke Rumah Sakit atau ke mana pun. Cukup bantu aku berbaring saja di kamar,” sahut Park Bok Ja, menolak pada awalnya.

“Tidak! Kita harus ke Rumah Sakit sekarang!” Seru Ja Eun memaksa.
“Aku bilang tidak perlu. Kenapa kau harus memaksaku mengulangi perkataanku?” Park Bok Ja tetap bersikeras menolak.


“Kenapa Anda harus seperti ini, Ahjumma? Anda sudah merasa sakit seperti ini sejak pagi. Wajah Ahjumma juga tampak pucat dan bahkan sekarang Anda tidak bisa menegakkan punggungmu. Jadi kenapa Anda bersikeras tidak mau ke Rumah Sakit? Kenapa Anda suka sekali menyiksa tubuh Anda sendiri? Aku tidak peduli. Pokoknya kita harus pergi ke Rumah Sakit. Aku akan segera memanggil taksi,”
seru Ja Eun final, tak bisa dibantah.

Dan akhirnya karena Ja Eun memaksa, Park Bok Ja akhirnya dirawat di Rumah Sakit. Mereka tampak masih berada di UGD saat Hwang Chang Sik datang ke sana dengan terburu-buru dan tampak khawatir.

“Apa yang terjadi?” tanya Hwang Chang Sik dengan cemas sekaligus marah pada Ja Eun.

“Ahjumma menderita Pielonefritis akut. Kata dokter sejenis infeksi bakteri pada parenkim ginjal yang dapat mengancam organ dan/atau nyawa dan sering kali menyebabkan jaringan parut pada ginjal. Tapi dokter sudah memberikan perawatan pada Ahjumma dan juga memberikannya obat. Sekarang demamnya sudah turun dan rasa sakitnya sudah berkurang,”
ujar Ja Eun, mengulangi penjelasan dari dokter.

“Ahjussi sangat takut, kan? Aku juga sangat takut. Ahjumma terus saja bersikeras tidak mau ke Rumah Sakit, kenapa Ahjumma tidak menjaga dirinya baik-baik?” lanjut Ja Eun lagi, namun sepertinya dia salah bicara dan terkesan menyalahkan Park Bok Ja yang tidak menjaga diri sehingga membuat Hwang Chang Sik menjadi semakin marah dan berbalik menyalahkan Ja Eun.

“Kenapa hal ini bisa terjadi?” tanya Hwang Chang Sik ingin tahu.
“Dokter bilang karena Ahjumma bekerja terlalu keras belakangan ini, untuk mengembangkan pakan bebek,” sahut Ja Eun.

“Lalu kenapa kau membuat Ahjumma bekerja begitu keras? Itu adalah sesuatu yang harus kau lakukan sendiri! Berapa usia Ahjumma sekarang? Apa Ahjumma adalah budakmu?” bentak Hwang Chang Sik, dia memarahi Ja Eun dengan suara yang sangat keras hingga membuat semua orang menoleh ke arah mereka dan menatap Ja Eun dengan pandangan menuduh seolah Ja Eun adalah penjahat di tempat itu.

(Waduh, Hwang Chang Sik mulai jahat kan sama Ja Eun >_< Orang kalau mau nikah, aja ada cobaannya ya? Anggap aja Tae Hee dan Ja Eun sedang menghadapi cobaan sebelum nikah. Tapi cobaannya bener-bener gak tanggung-tanggung dan membuat penonton nyesek sendiri T_T)

“Maafkan aku. Itu adalah pekerjaan yang harus kulakukan sendiri. Aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi,” sahut Ja Eun dengan lirih, merasa bersalah. Matanya berkaca-kaca, dia seperti ingin menangis karena dipermalukan di depan banyak orang.

“Pergilah. Aku yang akan di sini dan menjaganya,” usir Hwang Chang Sik dengan dingin.

“Kalau begitu aku akan pergi dulu, Ahjussi.” Ujar Ja Eun, masih terlihat takut setelah dibentak dengan suara keras.


Ja Eun kemudian memberikan dompet Park Bok Ja pada Hwang Chang Sik, “Ini. Kami harus membayar lebih dulu tapi aku tak punya cukup uang jadi aku mengambil 10 ribu won dari dompet Ahjumma. Ini resepnya,” lanjut Ja Eun seraya menyerahkan dompet itu pada Hwang Chang Sik dengan ragu-ragu.

Hwang Chang Sik bahkan tidak mau melihat dompet yang diserahkan Ja Eun padanya, jadi Ja Eun meninggalkan dompet Park Bok Ja di atas tempat tidur.

“Kalau begitu, aku pergi dulu, Paman.” Ujar Ja Eun dengan lirih, berpamitan pada Hwang Chang Sik seraya mengambil tasnya dan berjalan pergi setelah membungkuk dan memberikan hormat padanya.

Hwang Chang Sik yang merasa bersalah, segera menyusul Ja Eun ke luar, “Bagaimana kau akan pulang? Naiklah taksi. Udaranya sangat dingin,” ujar Hwang Chang Sik.

Kemudian dia mengeluarkan uang dari dalam saku celananya dan memberikannya pada Ja Eun, “Naiklah taksi. Kau sudah bekerja keras membawa Ahjumma kemari,” lanjut Hwang Chang Sik seraya menyerahkan beberapa lembar uang untuk Ja Eun, yang tentu saja ditolak oleh gadis itu.

“Tidak perlu, Ahjussi. Apa maksud Anda dengan bekerja keras? Lagipula aku juga punya uang. Aku bisa pergi ke ATM untuk menariknya,” tolak Ja Eun dengan sopan.

“Cepat ambil saja!” seru Hwang Chang Sik dengan nada sedikit tinggi.

(Hwang Chang Sik lagi-lagi membentak Ja Eun >_< Aslinya dia ingin melampiaskan “dendamnya” pada Ja Eun karena Ja Eun adalah putri Baek In Ho yang diduga telah membunuh adik kandunganya. Ja Eun tidak bersalah! Dosa orangtua tidak ada hubungannya dengan anak mereka! Ja Eun bahkan belum lahir dan Baek In Ho belum menikah saat insiden itu terjadi, kenapa jadi Ja Eun yang disalahkan lagi?)

Mendengar Hwang Chang Sik membentaknya lagi, Ja Eun tak punya pilihan lain selain menerima uang itu (daripada jadi tontonan orang lagi, kan?)

“Baiklah. Terima kasih. Sekali lagi aku minta maaf, Ahjussi. Aku tidak akan meminta Ahjumma membantuku lagi. Aku akan pulang cepat setelah bekerja,” ujar Ja Eun lalu segera pergi dari sana.

Setelah Ja Eun pergi, Hwang Chang Sik duduk di samping ranjang perawatan sang istri dan tak lama kemudian, Park Bok Ja mulai siuman.
“Apa kau ketiduran?” tanya Park Bok Ja saat melihat suaminya menundukkan kepalanya.

Hwang Chang Sik bertanya bagaimana keadaan Park Bok Ja dan wanita itu berkata bahwa sekarang dia baik-baik saja. Sebelumnya dia memang merasa seperti akan mati, namun sekarang dia merasa seperti hidup kembali. Park Bok Ja tampak mengamati sekelilingnya dan menyadari bahwa Ja Eun tak ada di sana.


“Di mana Ja Eun?” tanya Park Bok Ja saat tak melihat Ja Eun di tempat itu.

“Aku sudah menyuruhnya pulang. Lagipula dia juga harus bekerja,” sahut Hwang Chang Sik.

“Aku sudah mengatakan padamu agar tidak bekerja terlalu keras mengurusi pengembangan pakan itu. Kenapa kau tidak mendengarkan aku? Dokter bilang kau seperti ini karena kelelahan bekerja dan tidak menjaga dirimu sendiri,” omel Hwang Chang Sik, memarahi istrinya.


“Apa kau khawatir sesuatu yang buruk terjadi padaku? Jangan khawatir, aku terlalu muda untuk mati. Aku hanya sakit sebentar. Dan lagipula sekarang aku memiliki seorang anak perempuan (Ja Eun) yang akan menjagaku dan mengkhawatirkanku sekarang. Saat aku tidak mau ke Rumah Sakit, Ja Eun sangat marah dan memaksa membawaku kemari,” ujar Park Bok Ja dengan lembut dan tatapan sayang saat menceritakan tentang Ja Eun.

“Mungkin itu sebabnya, orang-orang lebih suka memiliki seorang anak perempuan, karena anak perempuan lebih hangat dan perhatian pada orangtua. Anak perempuan sangat berbeda dengan anak laki-laki yang umumnya sangat acuh dan tak peduli,” lanjut Park Bok Ja, masih dengan suara lembut dan tatapan sayang seorang Ibu, walaupun Ja Eun tak ada di sana namun saat bicara tentang Ja Eun, tatapannya bagaikan seorang Ibu yang menyayangi putri kandungnya.

Hwang Chang Sik hanya terdiam dan menatap istrinya dengan tatapan rumit, membuat Park Bok Ja kembali menyakinkannya, “Aku bilang baik-baik saja. Sekarang sudah tidak sakit lagi,” imbuh Park Bok Ja dengan tersenyum.

(Benar begitu, Ahjumma. Kau harus melindungi Ja Eun bagaimana pun juga. Tidak peduli apa pun yang terjadi, kau harus berdiri di pihaknya. Ingatlah bagaimana Ja Eun sudah memaafkan semua kesalahanmu walaupun kau sudah menyakitinya seperti itu. Jadi saatnya balas budi, okay? I have faith in you, Park Bok Ja ^^)

Di saat yang bersamaan, Tae Hee dan Seo Dong Min datang menemui Bong Man Hee di restoran miliknya. Tae Hee melihat seorang pria baya dengan kepala botak yang duduk membelakanginya dan spontan mendekatinya untuk bertanya.


“Apa kabar? Apakah Anda adalah polisi Bong Man Hee? Aku Hwang Tae Hee. Aku orang yang meninggalkan memo beberapa hari yang lalu,” ujar Tae Hee memperkenalkan dirinya pada Bong Man Hee.

“Aku Seo Dong Min,” ujar Seo Dong Min, juga ikut memperkenalkan dirinya.
“Apa yang membuat kalian berdua kemari?” tanya Bong Man Hee dengan datar.

“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada Anda tentang insiden tabrak lari di Choon Dong Street dua puluh enam tahun yang lalu,” ujar Tae Hee, menjelaskan maksud kedatangannya.

“Aku sudah tidak ingat lagi,” sahut Bong Man Hee berbohong.

“Aku dengar kalau Anda adalah polisi yang sejak awal menangani kasus ini,” ujar Tae Hee lagi, mencoba menggali informasi.

“Aku bahkan tidak ingat lagi apa yang terjadi hari kemarin, jadi bagaimana bisa aku mengingat apa yang terjadi dua puluh enam tahun yang lalu? Aku tidak ingat,” sahut Bong Man Hee dengan dingin.

“Tapi aku dengar kalau Anda adalah polisi hebat yang tidak suka bila ada kasus yang tidak terpecahkan dan menjadi detektif adalah panggilan hidupmu. Kumohon ingatlah sedikit saja,” ujar Tae Hee, dengan sedikit memohon.


“Aku juga dengar kalau di tengah perjalanan Anda menyelidiki kasus ini, tiba-tiba saja Anda dipindahtugaskan. Apa alasan yang sebenarnya? Apakah benar tidak ada bukti atau petunjuk lain yang tertinggal? Apa pun itu tidak masalah, kumohon beritahu aku apa pun yang kau ingat,” lanjut Tae Hee, kali ini tampak sedikit memaksa.

“Semua yang kau dengar itu tidak benar dan aku bukan orang seperti itu,” ujar Bong Man Hee dengan datar dan tidak terpengaruh ucapan Tae Hee.

“Pergilah sekarang karena restaurant akan segera buka,” lanjut Bong Man Hee, mengusir Tae Hee dan Dong Min dengan halus.

“Baiklah. Kami akan pergi untuk saat ini tapi kami akan kembali lagi lain kali,” ujar Tae Hee mengerti, sebelum akhirnya dia dan Dong Min berjalan pergi meninggalkan restaurant itu.


Saat Tae Hee dan Dong Min berjalan keluar dari dalam restaurant, Lee Khi Chul yang kebetulan juga baru datang ke restaurant itu segera bersembunyi di balik tembok saat melihat Hwang Tae Hee dan Seo Dong Min keluar dari dalam restaurant Bong Man Hee. Dia diam-diam menguping pembicaraan mereka.


“Sepertinya ini tidak akan mudah,” ujar Seo Dong Min skeptis.

“Ya, tampaknya seperti itu. Ayo pergi!” sahut Tae Hee, mengajak Seo Dong Min pergi meninggalkan tempat itu dan kembali lain kali.

(Tae Hee harus buru-buru pergi karena dia ada janji kencan dengan pacarnya. Babang polisi sekarang kencan mulu tiap siang, karena kalau malam takut Ja Eun akan dimarahi lagi oleh Park Bok Ja ^^)

Saat Tae Hee dan Dong Min melangkah pergi, Lee Khi Chul mengamati kepergian mereka dari kejauhan dengan wajah yang tampak cemas.

Di Good Film, Ja Eun tampak kesulitan saat akan melukis sketsa, untunglah Kim Jae Ha datang di saat yang tepat, jadi Ja Eun meminta pria itu untuk membantunya memperagakan beberapa pose agar dia bisa menggambarnya.


Kim Jae Ha menuruti permintaan Ja Eun dan memperagakan semua gerakan aneh yang diminta gadis itu hingga membuatnya tertawa terbahak-bahak. Awalnya Ja Eun memang benar-benar akan menggambar semua gerakan itu, namun makin lama dia sengaja mengerjai Kim Jae Ha.

“Kali ini kau sengaja mengerjaiku, bukan?” sindir Kim Jae Ha saat menyadari Ja Eun hanya mengerjainya.
“Terima kasih. Anda sangat membantu. Cukup untuk hari ini,” ujar Ja Eun dengan tersenyum geli.
“Kau sudah selesai?” tanya Kim Jae Ha mengkonfirmasi.
“Ya. Aku sudah selesai untuk hari ini. Aku harus pergi sekarang karena aku memiliki janji,” sahut Ja Eun.
“Janji apa? Dengan siapa?” tanya Kim Jae Ha dengan nada menginterogasi.
“Tae Hee Ahjussi,” sahut Ja Eun. Dia memiliki janji kencan (yang ke-8) dengan Tae Hee.

“Tidak bisa. Aku juga berencana untuk kencan denganmu hari ini. Kau ingat kau masih punya janji berkencan denganku sebanyak 19 kali, kan? Ayo kita pergi hari ini,” ujar Kim Jae Ha, tampak memaksa.

“Tapi aku bilang aku punya janji,” ujar Ja Eun, dengan kata lain menolaknya.
“Jadi kau ingin aku mengalah? Aku tidak mau!” ujar Kim Jae Ha, bersikeras tak mau mengalah.

Akhirnya karena tak bisa menolak salah satunya, Ja Eun memutuskan untuk mengadakan kencan bertiga di sebuah restaurant.

Ja Eun duduk di tengah-tengah antara Hwang Tae Hee dan Kim Jae Ha yang belum apa-apa sudah tampak aura permusuhan di antara mereka. Ja Eun hanya menatap mereka berdua dengan gelisah.


Ekspresi Tae Hee jelas-jelas menunjukkan kalau dia sangat kesal dan tidak senang karena acara kencannya dengan sang kekasih harus berantakan seperti ini. Dia ingin makan berduaan seperti di EP 42, tapi rencananya harus gagal karena Kim Jae Ha ikut serta.

“Kau seharusnya tidak mengajak pacarmu makan makanan murah seperti Soondae mix (sosis pedas yang terbuat dari usus babi) ini. Mayoritas orang tidak menyukainya,” sindir Kim Jae Ha pada Tae Hee, yang sekaligus mengatai betapa pelitnya Tae Hee saat berkencan dengan pacarnya.


(Maksud Kim Jae Ha adalah “Kau adalah seorang pria, jangan terlalu pelit pada pacarmu dengan mentraktirnya makanan murah seperti ini. Setidaknya kau harus mengajaknya makan di restaurant mewah untuk mengunjukkan cinta dan ketulusanmu. Jadi cowok gak modal amat.” Begitulah kira-kira ^^ Masih untung Tae Hee gak dikatain “Modal K*ntol” sama Kim Jae Ha. Resek juga nih Kim Jae Ha >_< Kim Jae Ha gak tahu aja kalau Tae Hee sudah “Dirampok” satu juta won lebih sama adik vangkek-nya, Hwang Tae Phil. Poor Tae Hee, gak ngapa-ngapain harus terlibat hutang ke bank >_<)


“Apa kau bilang?” ujar Tae Hee dengan tatapan kesal karena merasa tersindir.

“Apa yang kau katakan? Aku yang memintanya membelikan aku makanan ini. Aku sangat suka Soondae mix,” ujar Ja Eun, membela kekasihnya.

(Sepertinya Kim Jae Ha gak tahu kalau Tae Hee ini type cowok yang akan selalu menuruti apa kata pacarnya. Semua yang mereka makan dan ke mana pun mereka pergi, Ja Eun-lah yang mengambil keputusan. Tae Hee hanya ngikut aja keinginan gadisnya, dia hanya jadi sopir dan ATM berjalan. Seperti di EP 42 saat Ja Eun ingin makan bubur kacang manis di restaurant mewah, Tae Hee juga nurut walau dia gak suka manis. Jadi kali ini juga pasti sama, Ja Eun yang meminta Tae Hee membelikannya Soondae Mix. Jadi Tae Hee bukan pelit seperti kata Kim Jae Ha. Walau Tae Hee terlibat hutang gara-gara Hwang Tae Phil pun, tapi asalkan Ja Eun yang minta, aku rasa Tae Hee gak akan keberatan membelikannya walaupun harganya mahal sekalipun ^^)

“Tapi aku tidak menyukainya,” ujar Kim Jae Ha seraya menatap Ja Eun kesal.


“Kalau begitu kau bisa pergi sekarang. Tak ada seorangpun di sini yang akan sedih saat melihatmu pergi,” ujar Tae Hee dengan dingin dan kesal. Kesal karena Kim Jae Ha telah mengganggu kencannya dengan sang pacar.


(“Dasar nyamuk!” begitulah kira-kira yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Tae Hee ^^ Tapi Tae Hee benar. Kim Jae Ha-lah yang mengganggu orang lain pacaran. Ngapain juga dia ikut dateng kalau gak suka makanannya? Mau gangguin doang? Uda gangguin orang pacaran, eh malah minta nurutin maunya dia pula ckckck...)

“Jadi, apa kau menyukai makan organ dalam seperti ini?” tanya Kim Jae Ha pada Ja Eun yang seketika mengangguk mantap.

(Kalau orang Jawa Timur nyebutnya “jeroan”. Ada benernya sih, mayoritas orang gak suka jeroan, aku aja gak suka >_< Jeroan itu seperti : usus, paru, hati, babat, dll >_< Uda gak enak, bikin kolesterol pula *sigh*)

“Ya. Aku sangat menyukainya,” sahut Ja Eun tanpa ragu. 
(Namanya aja selera, Nona besar Baek Ja Eun mungkin bosan makan makanan mahal jadi dia pengen makan makanan murahan seperti ini sekarang. Mungkin Ja Eun bosen makan daging premium jadi pengen makan “jeroan” xixixi ^^)

Tae Hee lagi-lagi menatap kesal Kim Jae Ha, pria ini seperti sengaja menguji kesabaran dan berniat mengadu domba dia dan kekasihnya, namun sayang tidak berhasil, karena Ja Eun dengan terang-terangan membela Tae Hee. Strategi adu domba Kim Jae Ha tidak berhasil.


“Kalau begitu aku akan mencobanya,” sahut Kim Jae Ha dengan ekspresi masam.

(Niat hati berharap Ja Eun membelanya dan mengatakan makanan ini gak enak agar mereka bisa cari tempat lain sekaligus mempermalukan Hwang Tae Hee, eh ternyata gagal karena Ja Eun tentu saja pasti membela pacarnya. Lagipula ini aja Ja Eun yang request, kan? Tae Hee kan cuma nurutin apa kata ayangnya aja ^^)

“Ah, aku mampir ke kantor polisi dan bertemu dengan Officer Seo Dong Min, aku dengar darinya kalau kau sedang menyelidiki kasus kecelakaan lalu lintas dua puluh enam tahun yang lalu. Apa mungkin kau sedang menyelidiki kasus tabrak lari ayah kandungmu?” lanjut Kim Jae Ha pada Tae Hee yang hanya menatapnya malas tanpa kata.


“Jika itu benar, maka aku memiliki daftar kendaraan para tersangka. Ibu yang menyuruhku menyimpannya,” lanjut Kim Jae Ha lagi.

“Kalau begitu berikan padaku,” pinta Tae Hee tanpa basa-basi.
“Haruskah kuberikan padamu?” tanya Kim Jae Ha, seperti sengaja memancing amarah Tae Hee.
“Aku membutuhkannya,” sahut Tae Hee singkat.
 “Aku tidak mau memberikannya,” ujar Kim Jae Ha dengan sengaja.


“Bukankah itu adalah peninggalannya? Kalau begitu kau seharusnya memberikannya padaku,” sergah Tae Hee yang sudah mulai kehilangan kesabaran. Kali ini Kim Jae Ha yang diam saja tanpa menanggapi omongan Tae Hee.

Ja Eun yang melihat situasi mulai memanas antara kekasih dan bosnya, segera mencari cara untuk meredakan ketegangan. Dua pria ini setiap kali bertemu memang tak pernah akur.

“Itu...Sepertinya makanannya sudah matang,” ujar Ja Eun menengahi, sebelum terjadi baku hantam di restoran itu seperti yang terjadi di kebun binatang ataupun bioskop waktu itu.

Ja Eun kemudian mengambil celemek berwarna merah dan menyodorkannya pada Tae Hee, “Kau harus memakai ini,” ujar Ja Eun dengan manis disertai senyuman di wajahnya. Melihat kekasihnya bicara begitu manis, wajah kesal Tae Hee berubah menjadi senyuman.

“Tidak apa-apa,” tolak Tae Hee lembut.


“Kau harus memakainya. Jika saus merahnya terciprat ke bajumu, pasti tidak akan mudah dibersihkan,” ujar Ja Eun dengan manis dan penuh perhatian, membujuk dengan halus agar Tae Hee memakai celemek itu. 

Ja Eun mengusap-usap pundak Tae Hee dengan lembut seraya tersenyum padanya dan menyodorkan celemeknya. Kalau gadisnya sudah bicara dengan manis dan lembut seperti ini, mana mungkin Tae Hee bisa menolak?

“Baiklah,” sahut Tae Hee seraya mengambil celemek merah itu dan segera memakainya. (Tae Hee be like : “Your wish is my command!” hahaha ^^)

Kim Jae Ha hanya menatap kedekatan sepasang kekasih itu dengan wajah kesal dan tatapan iri di matanya.

Ja Eun mengambil satu lagi dan memberikannya pada Kim Jae Ha.
“Kim PD-nim, Anda juga harus memakainya,” ujar Ja Eun dengan sopan.
“Berikan padaku,” sahut Kim Jae Ha seraya mengambil dan memakainya.

Saat Ja Eun akan memakai celemek miliknya, dia teringat pada Park Bok Ja, “Ah ya, apa kau sudah menelpon Ahjumma?” tanya Ja Eun pada Tae Hee.

“Ya. Aku sudah menelponnya dalam perjalanan kemari. Ibu sudah keluar dari UGD dan dalam perjalanan pulang ke rumah,” sahut Tae Hee menjelaskan pada kekasihnya. Saat bicara pada Ja Eun, suara Tae Hee berubah menjadi lembut.

“Benarkah? Aku lega mendengarnya. Aku harus pulang lebih cepat hari ini,” sahut Ja Eun dengan ekspresi lega.


Kemudian Ja Eun kembali mengusap pundak Tae Hee dengan lembut dan membujuknya dengan halus, “Ahjussi, jika tidak ada hal yang penting hari ini, kau juga harus pulang ke rumah dengan cepat dan belilah sesuatu yang disukai Ahjumma,” ujar Ja Eun dengan lembut seraya tersenyum manis. Tae Hee tersenyum dan mengangguk dengan patuh.


Tak lama kemudian, Tae Hee tampak bertanya dengan bingung, “Apa yang Ibu sukai?” tanya Tae Hee dengan ekspresi bingung, dia menyadari kalau dia bahkan tidak mengetahui apa yang disukai oleh ibu angkatnya. 

Ucapan Tae Hee membuat Ja Eun tersentak kaget dan tampak kecewa mendengarnya. 
“Hhaah? Kau tidak tahu apa yang disukai oleh Ibumu? Benar-benar mengecewakan,” ujar Ja Eun dengan ekspresi kecewa.

Ucapan Ja Eun membuat Tae Hee gugup dan panik, tampak jelas kalau Tae Hee tidak ingin image-nya terlihat buruk di mata kekasihnya, jadi dia buru-buru meralat dan membela diri dengan kuat, “Bukan seperti itu. Itu karena Ibu memakan semuanya tanpa pilih-pilih,” ujar Tae Hee dengan panik.


“Ah, strawberry. Bukankah waktu itu Ibu sangat menikmati makan strawberry?” lanjut Tae Hee, membela diri sambil tersenyum manis.

Tampak berusaha meyakinkan kekasihnya kalau dia bukanlah anak yang tidak peduli pada ibunya, dia adalah anak yang baik, pacar yang baik dan calon suami yang baik pula. Tae Hee tak mau Ja Eun menilainya buruk hanya karena masalah ini.

“Kalau begitu, saat kau pulang ke rumah, pastikan kau membeli strawberry lebih dulu,” ujar Ja Eun dengan tersenyum mengerti.

“Baiklah, aku tahu,” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis pada kekasihnya.

Selama moment itu, Kim Jae Ha hanya bisa menatap iri dan kesal sepasang kekasih di hadapannya, seketika keberadaannya di sana seolah terabaikan. Kim Jae Ha bagaikan makhluk tak kasat mata saat bersama Tae Hee dan Ja Eun karena mereka berdua tampak tenggelam dalam pembicaraan satu sama lain.

(Ya siapa suruh juga gangguin orang pacaran? Uda tahu kalau bagi orang pacaran, dunia milik berdua, sedang yang lain ngontrak. Enak kan dikacangin? Hahaha ^^)


Ja Eun kemudian mengatakan sesuatu sambil berbisik pelan di telinga Tae Hee dan mereka berdua seketika tertawa gembira, hanya Kim Jae Ha yang keberadaannya seolah terabaikan. Sepasang kekasih itu tampak mengobrol dengan asyik berdua dalam jarak yang berdekatan, dan melupakan keberadaan Kim Jae Ha bersama mereka. Dunia milik berdua beneran, Kim Jae Ha hanya ngontrak hahaha ^^


Tidak tahan melihat Tae Hee dan Ja Eun saling memamerkan kemesraan, Kim Jae Ha membanting sumpitnya dengan keras ke meja makan, membuat Tae Hee dan Ja Eun spontan menatapnya. Baru inget kayaknya kalau ada Kim Jae Ha juga.


(Panas juga kan akhirnya melihat orang pacaran. Jadi nyamuk gak enak, kan? Padahal hanya ngobrol dan ketawa berdua sambil deket-deketan, tapi situ uda panas. Apalagi kalau liat mereka berdua ciuman hahaha ^^ Salah sendiri ganggu orang pacaran! ^^)

“Nikmati makanan kalian. Aku benar-benar tidak bisa memakannya!” ujar Kim Jae Ha dengan raut wajah kesal. Kemudian dia segera berdiri dan pergi meninggalkan restaurant itu.

Ja Eun yang merasa tidak enak segera memanggilnya, “Kim PD-nim!” namun Kim Jae Ha tetap berjalan pergi dari sana. Sementara Tae Hee tampak tidak peduli dan melanjutkan makannya.

Malam harinya, seperti yang dia katakan pada Tae Hee kalau dia akan pulang lebih cepat malam ini, Ja Eun kini sedang berada di dapur untuk membuatkan bubur untuk Park Bok Ja.


Di dalam kamarnya, Park Bok Ja sedang berdebat dengan sang suami tentang masalah pertanian.
“Apa yang kau katakan? Pindah?” tanya Park Bok Ja dengan bingung.

“Ya, kita pindah saja. Tidak peduli bagaimana pun aku memikirkannya, kita tidak mungkin mengumpulkan 50 juta won dalam waktu enam bulan. Tidak, sekarang tersisa lima bulan lagi. Lebih baik kita menyerah dan pindah dari sini,” ujar Hwang Chang Sik, berusaha membujuk istrinya.

Park Bok Ja hanya tersenyum dan bertanya pada sang suami, “Apa kau seperti itu karena mencemaskan aku?” tanya Park Bok Ja dengan tersenyum manis, tampak tersentuh.

“Aku tidak bercanda. Aku bilang ayo kita pindah,” ulang Hwang Chang Sik lagi. Dia tampak tidak sudi tetap tinggal di rumah orang yang diduga membunuh adik kandungnya.

“Kenapa? Karena aku?” ulang Park Bok Ja untuk yang kedua kalinya.

“Kenapa kau tidak mendengarkan aku? Aku sudah menjelaskannya panjang lebar. Aku tidak suka melihatmu melakukan sesuatu yang tidak berguna. Dan karena kau sakit gara-gara ini, membuatku mulai tidak menyukai Ja Eun,” ujar Hwang Chang Sik dengan marah.

(Nah, kan? Hwang Chang Sik mulai gak suka Ja Eun >_< Woi, om! Ja Eun tidak bersalah! Kenapa kau seenaknya melampiaskan kemarahanmu pada seorang anak yang tidak bersalah? Lagipula, bukti itu banyak yang hilang, kenapa gak suruh Tae Hee menyelidiki dulu masalah ini baru kemudian mengambil keputusan? Anakmu seorang polisi, apa gunanya itu? Jangan menuduh orang tanpa bukti! Itu namanya FITNAH! >_< Aku mulai membenci Hwang Chang Sik sekarang. Sejak awal, Ja Eun selalu saja disalahkan atas sesuatu yang tak pernah dia lakukan. Poor Ja Eunie T_T)

“Aku mengerti. Aku tahu perasaanmu. Aku tidak apa-apa, oke?” sahut Park Bok Ja, tetap tidak mempedulikan permintaan suaminya.

Tak lama kemudian, Ja Eun mengetuk pintu kamar mereka dan memberitahu jika dia sudah membuat bubur untuk Park Bok Ja.


“Ahjumma, aku membuatkan bubur untukmu. Apa aku harus membawanya ke dalam kamar atau Ahjumma ingin memakannya di luar saja?” tanya Ja Eun dengan sopan dan perhatian.
“Aku akan menikmatinya di luar saja,” sahut Park Bok Ja dengan sabar dan penuh terima kasih.

“Kalau begitu, cepatlah keluar dan makanlah sebelum buburnya menjadi dingin, Ahjumma. Semuanya sudah kusiapkan di meja makan,” sahut Ja Eun dengan tersenyum hangat.

“Apa Ahjussi juga ingin mencicipi buburnya?” tanya Ja Eun pada mereka berdua.
“Ahjussi tidak suka makan bubur. Kita saja yang makan,” ujar Park Bok Ja dengan lembut saat melihat suaminya diam tidak merespon.

“Baiklah,” sahut Ja Eun sebelum menutup pintu kamar Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik.

“Jangan khawatir, aku akan lebih berhati-hati lain kali,” ujar Park Bok Ja pada suaminya setelah Ja Eun pergi.
“Aku bilang kita pindah saja dari sini. Aku benar-benar serius,” ujar Hwang Chang Sik kesal.

“Aku tahu, aku tahu. Aku tahu bagaimana kau mengkhawatirkan aku jadi aku akan menjaga tubuhku baik-baik dan lebih berhati-hati. Jangan terlalu khawatir,” sahut Park Bok Ja sebelum pergi keluar kamar untuk mencicipi bubur buatan Ja Eun.

Di ruang makan, Park Bok Ja dan Nenek tampak mencicipi bubur buatan Ja Eun sementara Ja Eun tampak menanti dengan gelisah pendapat Nenek dan Park Bok Ja tentang bubur buatannya.

“Apa benar kau yang membuat bubur ini?” tanya Park Bok Ja dengan curiga.
“Kenapa, Ahjumma? Apa rasanya tidak enak?” tanya Ja Eun dengan ekspresi cemas.

Park Bok Ja tersenyum dan menjawab lembut, “Tidak. Rasanya sangat lezat. Sekarang aku tidak perlu lagi mengajarimu,” jawab Park Bok Ja sambil tersenyum puas.

“Bagaimana menurutmu, Ibu?” tanya Park Bok Ja, meminta pendapat Nenek.

“Kau sudah siap menikah sekarang. Kupikir kau hanyalah gadis manja yang hanya bisa menangis saja, sejak kapan kau mulai tumbuh dewasa?” sindir Nenek pada Ja Eun, namun nada suaranya penuh kasih sayang.

(Ja Eun sepertinya hanya jago membuat bubur. Alamat kalau nikah, Tae Hee bakal dimasakin bubur tiap hari hahaha ^^ Jadi bayi besar beneran si Tae Hee, tiap hari makan bubur ckckck...Yang lain gak bisa, cuma bisa buat bubur doang ^^ Nenek mengatakan Ja Eun hanya bisa menangis karena di EP 39, Nenek melihat Ja Eun menangis saat dia menceritakan tentang ayah kandung Tae Hee)


“Aku lega mendengarnya. Aku hanya mengikuti resep di internet tapi sama sekali tidak yakin dengan rasanya,” sahut Ja Eun dengan tersenyum lega.

“Kau melakukannya dengan sangat baik. Aku bertaruh kau bahkan pasti belum pernah makan bubur kacang bukan? Tapi kau membuatnya dengan sangat enak,” puji Nenek dengan tulus, membuat Ja Eun tertawa senang mendengar pujian itu.

“Kau sangat beruntung. Karena ada seorang gadis seperti Ja Eun yang tiba-tiba saja muncul dalam hidupmu dan bahkan sekarang dia sudah seperti putri kandungmu sendiri, membuat orang lain menjadi iri,” ujar Nenek pada Park Bok Ja, memujinya sekaligus terdapat sindiran halus dalam kalimatnya. Dia tampak iri pada Park Bok Ja.


“Benar, Ibu. Aku adalah Park Bok Ja yang beruntung,” sahut Park Bok Ja dengan tersenyum penuh syukur.

“Haruskah aku memasukkan keempat putraku ke dalam sebuah truk dan membuang mereka ke tempat sampah, agar kita bertiga bisa hidup bahagia seperti ini?” canda Park Bok Ja. Dia tampak bahagia karena memiliki seorang anak perempuan yang mengerti perasaannya dan memahami dirinya.

“Benar. Benar. Haruskah aku membuang putraku juga agar kita bertiga bisa hidup bahagia seperti ini? Bagaimana menurutmu?” Nenek ikut menimpali dan menanggapi candaan Park Bok Ja, membuat mereka bertiga tertawa gembira bersama.

“Benar, Ibu. Itu bagus sekali,” sahut Park Bok Ja dengan tertawa gembira.

“Aku juga. Aku setuju. Aku suka ide itu,” sahut Ja Eun tak mau kalah. Dan mereka bertiga pun tertawa gembira bersama. Nenek, Ibu dan calon menantu mereka tampak bahagia tanpa tahu bahwa badai akan segera datang menghadang >_<

“Kau harus banyak makan agar tenagamu cepat pulih,” ujar Nenek seraya menyodorkan buburnya pada menantunya.

Kemudian dia menoleh pada Ja Eun agar segera menyalakan TV-nya, “Cepat nyalakan TV-nya! Dramanya akan segera dimulai,” ujar Nenek pada Ja Eun.

Ja Eun dengan patuh mulai menyalakan TV-nya, sementara Nenek masih menasehati Park Bok Ja dengan lahap.

Saat itulah Ja Eun tanpa sengaja melihat siaran berita di televisi yang menunjukkan sebuah stasiun kereta bawah tanah yang penuh sesak dengan orang, namun ada satu orang di sana yang tak sengaja menarik perhatiannya. Baek In Ho.


Ja Eun tak sengaja melihat seorang pria setengah baya yang terlihat seperti Baek In Ho (sang ayah tercinta yang di EP 3 diceritakan menghilang di lautan) tampak berjalan di tengah kerumunan pengunjung stasiun kereta bawah tanah itu dan tanpa sengaja tertangkap oleh kamera.

“Appa (Ayah),” ujar Ja Eun dalam hati dengan ekspresi terkejut di wajahnya.


Nenek yang tak menyadari hal itu, meminta Ja Eun untuk segera mengganti channel yang menyiarkan acara drama karena Nenek tidak menyukai berita.

“Apa yang kau lakukan? Dramanya sudah dimulai,” ujar Nenek yang tak tahu apa-apa. Nenek merebut remote TV itu dari Ja Eun, namun Ja Eun merebutnya kembali dengan cepat.

“Ada apa dengan anak ini? Aku bilang dramanya sudah dimulai,” ujar Nenek, menjadi sedikit kesal.

Saat itulah Hwang Chang Sik berjalan keluar dari kamarnya dan melihat adegan perebutan remote antara Nenek dan Ja Eun.


Nenek kembali merebut remote itu, membuat Ja Eun berseru kesal, “Nenek, aku tidak ingin menonton drama. Aku ingin menonton berita sekarang!” seru Ja Eun yang tampak kalut, dia tidak sadar telah menaikkan nada suaranya setengah oktaf. Dia tampak merebut kembali remote itu dan mengembalikannya ke channel yang menayangkan berita.

“Apa yang kau lakukan sekarang? Kenapa kau begitu kasar pada Nenek? Bagaimana bisa kau merebut remote itu dari tangan Nenek?” seru Hwang Chang Sik, membentak Ja Eun dengan suara keras.

(Nah, kan? Akhirnya Hwang Chang Sik dapet alasan untuk memarahi Ja Eun dan melampiaskan kemarahan dan dendamnya ke Baek In Ho pada gadis malang itu >_<)


“Bukan seperti itu,” sahut Ja Eun dengan takut.

“Jika bukan seperti itu lalu seperti apa? Jelaskan! Jelaskan kenapa kau sangat tidak sopan? Katakan padaku!” bentak Hwang Chang Sik dengan emosi jiwa melanda.

“Hwang Chang Sik!” panggil Nenek pada putranya, sebenarnya Nenek tidak marah, dia hanya bingung kenapa Ja Eun merebut remote-nya, tapi bagi Nenek, ini hanya masalah kecil dan tidak perlu dibesar-besarkan apalagi sampai harus memarahi seorang anak.

“Katakan padaku! Cepat jelaskan!” seru Hwang Chang Sik sekali lagi, membuat Ja Eun hanya memandangnya shock dan ketakutan.

Blogger Opinion :
Aku tahu Hwang Chang Sik akan menentang hubungan mereka, terutama Nenek, dia akan menentang hubungan Tae Hee & Ja Eun sampai mati dan hanya Park Bok Ja yang akan merestui (secara diam-diam) Tae Hee & Ja Eun. Aku tahu dia mencintai mereka berdua seperti anaknya sendiri.

Akankah Tae Hee dan Ja Eun tetap setia satu sama lain? Kita akan melihat jawabannya setelah Tae Hee dan Ja Eun mengetahui masalah ini. Dan keluarga Hwang akan mengetahui tentang hubungan Tae Hee dan Ja Eun sebelum mereka mengetahui tentang kecelakaan itu, dan ini yang akan membuat keluarga Hwang pasti akan mencari cara untuk memisahkan sepasang kekasih yang saling mencintai itu. 

Kita semua tahu kalau Tae Hee jelas sangat sensitif jika menyangkut orangtuanya, jadi semoga saja dia tidak membiarkan dirinya terpengaruh dan berbalik membenci Ja Eun, sama seperti Hwang Chang Sik saat ini. Dan sepertinya Hwang Chang Sik akan lebih memilih mengatakan yang sebenarnya pada Tae Hee, jadi dengan begitu, Tae Hee-lah yang akan dengan sangat terpaksa meninggalkan Ja Eun atas perintah keluarganya. 

Sepertinya penulis skenario berencana ingin membuat kisah cinta seperti "Romeo and Juliet" di mana sepasang kekasih yang saling mencintai tidak bisa bersama karena terhalang dendam keluarga. 

Bagaimana reaksi Park Bok Ja yang sudah menganggap Ja Eun sebagai putrinya sendiri setelah mengetahui rahasia ini? Semoga saja Park Bok Ja tidak meninggalkan Ja Eun dalam keadaan apa pun. Akan sangat menyedihkan bagi Ja Eun bila dia tak hanya kehilangan cinta kekasihnya namun juga kehilangan kasih sayang seorang wanita yang sudah dia anggap sebagai seorang Ibu. Tapi aku sangat mempercayai Park Bok Ja dan aku berharap kejadian-kejadian mendatang ini benar-benar dapat membuktikan kasih sayangnya kepada Ja Eun.

Btw, menurutku sweet banget rasanya saat mengetahui kalau Tae Hee sebenarnya adalah seorang pria yang sangat romantis. Apalagi saat semua orang di sekitarnya berpikir kalau Tae Hee adalah pria dingin, pendiam, kasar, dan tidak romantis. Tapi jika diingat semua hal yang telah Tae Hee lalui sejak dia masih kecil, penonton bisa melihat bahwa Tae Hee menunjukkan semua sikapnya yang dingin, kasar, pendiam dan tak banyak bicara itu, hanya sebagai cara untuk melindungi dirinya secara emosional. 

Tae Hee bahkan kasar pada Ja Eun saat pertama kali mereka bertemu (EP 3 dan EP 4), namun setelah mereka saling mengenal, apalagi saat dia menyadari kalau dirinya jatuh cinta, Tae Hee tak pernah lagi bersikap kasar pada Ja Eun, dia bahkan selalu berusaha melindungi gadis itu dan bahkan menjadi "budak cintanya" hahaha ^^ Lihatlah bagaimana Inspektur Hwang Tae Hee yang garang bagaikan singa jantan, berubah menjadi anak anjing yang lucu dan menggemaskan saat bersama pacarnya. Sangat menyedihkan bahwa semua masalah ini muncul sekarang setelah Tae Hee akhirnya memperlihatkan sifatnya yang seperti marshmallow : lembut dan manis.

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/707)

Artikel terkait :

Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads