Highlight For today episode :
Love, love the scene with Tae Hee & Ja Eun, it’s so romantic and simply warmed my heart. Tae Hee & Ja Eun date on the beach and another backhug scene and the sweetest one, sunset back-hug scene with Tae Hee jacket on Ja Eun. Those darn back-hug always gets the best of me ^^ I just love Tae Hee’s expressions when he rested his face on Ja Eun’s shoulder, I love how he stares at her. The look of love ❤ He sees her everyday, but it’s like it isn’t enough. Sometimes it feels like he is making up for a lifetime of not staring at someone like this. How can you act this in love unless a part of yourself believes you do. Either Joo Won is the best actor around or he is feeling some of Tae Hee’s emotions for real. I think for Tae Hee, Ja Eun is not just a girlfriend or a woman he loves, it’s much deeper than that.
Love, love the scene with Tae Hee & Ja Eun, it’s so romantic and simply warmed my heart. Tae Hee & Ja Eun date on the beach and another backhug scene and the sweetest one, sunset back-hug scene with Tae Hee jacket on Ja Eun. Those darn back-hug always gets the best of me ^^ I just love Tae Hee’s expressions when he rested his face on Ja Eun’s shoulder, I love how he stares at her. The look of love ❤ He sees her everyday, but it’s like it isn’t enough. Sometimes it feels like he is making up for a lifetime of not staring at someone like this. How can you act this in love unless a part of yourself believes you do. Either Joo Won is the best actor around or he is feeling some of Tae Hee’s emotions for real. I think for Tae Hee, Ja Eun is not just a girlfriend or a woman he loves, it’s much deeper than that.
I believe
for him, she’s the real person who can heal his childhood wounds and her love
can replace his mom’s love which he missed since 26 years now. I know there
were Grandma and Ajhumma, but with them feelings were more about respect and
family love but with Ja Eun, things are different.
Tae Hee missed Ja Eun. And when Tae Hee said to Ja Eun ”I
miss you“, he looks so cute. He said he missed her, out of the blue. So Tae Hee
^^ Totally Tae Hee! The way he said “I miss you” through telephone, made my
heart beats so fast. Why don’t he just seen Ja Eun with her wet hair through
video phone? Maybe he would’t made a phone too long and just run away home to
saw her in person hahaha ^^ *based on his “raging hormones” expression on EP
40*
“Minggirlah! Dia harus disiram air agar segera sadar!” seru Nenek dengan emosi di ubun-ubun.
“Tapi tetap saja, Nenek tidak boleh menyiramkan air pada Ahjumma. Karena aku tahu bagaimana menyakitkannya itu. Itu sangat tidak menyenangkan, Nenek. Tolong jangan lakukan itu,” seru Ja Eun, bersikeras menghalangi.
(Duh, Ja Eun calon menantu yang baik, dia tidak mau membalas dendam pada Park Bok Ja walaupun dulunya dia pernah disiram pake selang oleh Park Bok Ja – EP 12)
Ja Eun kemudian merebut teko air itu dan meletakkannya di atas meja makan. Tapi Park Bok Ja yang mabuk terus mengoceh dan menantang ibu mertuanya, “Siramlah! Siram aku! Ayo siram!” tantang Park Bok Ja yang sepertinya sudah benar-benar mabuk.
“Ya, Tuhan.” Nenek sudah pasrah dan kehabisan kata menghadapi menantunya yang mabuk di siang bolong.
“Ahjumma, hentikan ini.” Seru Ja Eun dengan memohon.
“Kenapa kau menghentikan aku? Lepaskan aku!” seru Park Bok Ja pada Ja Eun, karena Ja Eun menghadang di antara mereka.
“Ahjumma, sebenarnya berapa banyak alkohol yang Anda minum? Dan juga kenapa Anda minum alkohol di siang bolong seperti ini seorang diri?” ujar Ja Eun tak habis pikir.
“Kau masih menganggapku seorang pencuri, kan? Benar, kan?” Park Bok Ja mendadak melampiaskan kekesalannya pada Ja Eun juga.
“Aku pencuri! Aku memang pencuri! Aku pencuri!” seru Park Bok Ja seraya melangkah maju ke arah Ja Eun dan seolah ingin Ja Eun menangkapnya. Setelah mengatakan itu, Park Bok Ja terjatuh pingsan dalam pelukan Ja Eun.
Akhirnya Nenek dan Ja Eun bekerja sama untuk membawa Park Bok Ja kembali ke kamarnya. Nenek segera menarik keluar Kasur tidur lipat milik Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik dari dalam lemari dan meletakkannya di lantai seraya mengomel, “Aiiggooo...”
“Aku sudah hidup terlalu lama. Terlalu lama,” omelnya lagi seraya berjalan meninggalkan kamar Park Bok Ja. Tinggallah Ja Eun sendiri yang perlahan membaringkan Park Bok Ja di sana dan dengan penuh perhatian menyelimutinya.
Ja Eun duduk di samping Park Bok Ja dan melihat tempelan-tempelan kertas di dinding yang bertuliskan tentang rencana mendapatkan uang 50 juta won agar mereka bisa mendapatkan kembali pertanian ini. Ja Eun juga melihat meja rias Park Bok Ja yang tidak ada apa pun di sana, selain beberapa botol kecil kosmetik yang sudah hampir habis. Ja Eun tampak sedih melihatnya.
Sementara itu di Rumah Sakit, Tae Hee tampak duduk seorang
diri di ruang tunggu Rumah Sakit, dia teringat saat Kim Jae Ha menyelamatkannya
beberapa waktu yang lalu dan itu membuatnya merasa bersalah.
Tae Hee berjalan mondar-mandir dengan gelisah di koridor Rumah Sakit hingga seorang perawat memanggilnya, “Wali pasien Kim Jae Ha,” seru seorang perawat, membuat Tae Hee menoleh ke arah perawat itu.
Tae Hee pun diantar menemui dokter yang merawat Kim Jae Ha dan melihat hasil CT Scan Kim Jae Ha yang menunjukkan semuanya baik-baik saja.
“Hasil CT Scan menunjukkan tidak ada yang salah. Tak ada pendarahan internal maupun tulang yang patah. Aku juga sudah melakukan pemeriksaan untuk syarafnya dan semuanya tampak baik,” ujar seorang dokter laki-laki yang tadi menangani Kim Jae Ha.
Tae Hee tampak lega mendengarnya, dia mengangguk mengerti
lalu masuk ke dalam kamar pasien Kim Jae Ha untuk melihat keadaannya. Kim Jae
Ha tampak masih belum sadar saat dia masuk ke dalam kamar itu.
Tae Hee mengatur alat pemanas ruangan dan mengarahkannya ke
arah Kim Jae Ha kemudian duduk di ranjang pasien yang ada di samping ranjang
Kim Jae Ha.
Kim Jae Ha tiba-tiba saja terbangun dan menyadari Tae Hee
ada di sana. Dia melihat ke arah Tae Hee dengan pandangan bertanya-tanya.
“Ini di Rumah Sakit,” sahut Tae Hee menjelaskan.
“Hwang Gyeonghwi-nim, senang melihatmu baik-baik saja,” ujar Kim Jae Ha.
“Kau mendapatkan 14 jahitan namun hasil CT Scan menunjukkan tak ada masalah. Tak ada pendarahan internal ataupun patah tulang. Tapi walau begitu, kau harus tinggal sehari di Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Tae Hee menjelaskan kondisi Kim Jae Ha tanpa diminta.
“Tapi kau baik-baik saja, kan?” tanya Kim Jae Ha dengan cemas.
“Kenapa kau harus ikut campur dalam misi kepolisian? Siapa yang menyuruhmu untuk ikut campur? Karenamu, aku menghabiskan waktu seminggu pengintaian dengan sia-sia dan gagal menangkap bajingan itu,” omel Tae Hee kesal.
(Tae Hee gak salah sih ya? Sejak pertama muncul, Kim Jae Ha selalu saja mengganggu Tae Hee dan misi pengintaiannya. Aneh aja kalau warga sipil bisa ikut dalam misi kepolisian. Jadi kalau dia terluka, jelas itu bukan salah Tae Hee atau pihak kepolisian. Siapa suruh uda disuruh pergi tapi malah sok jadi pahlawan kesiangan? Penjahatnya jadi lepas kan gara-gara Kim Jae Ha ikut campur >_< Sia-sia Tae Hee dan Dong Min mengintai selama seminggu T_T)
“Tetap saja, kau tidak seharusnya memarahi seorang pasien,” ujar Kim Jae Ha, memprotes. (Lah loe emang salah, Bambang!)
“Berikan aku nomor telepon anggota keluargamu. Aku akan menghubungi mereka,” ujar Tae Hee.
“Aku tak punya keluarga,” sahut Kim Jae Ha.
“Aku bisa sendirian di sini. Pergilah! Aku juga butuh istirahat untuk memulihkan diri,” sahut Kim Jae Ha, tak mau memberikan nomor telepon siapapun.
“Jangan tidur dulu! Berikan padaku ponselmu! YYAAA! Kim Jae
Ha-ssi!” seru Tae Hee kesal. Tapi Kim Jae Ha tetap memejamkan matanya dan
tidur.
Tae Hee pun pergi meninggalkan kamar itu dengan marah. Setelah Tae Hee pergi, Kim Jae Ha perlahan membuka matanya dan menarik napas pasrah.
Namun saat di koridor Rumah Sakit, Tae Hee menghentikan
langkahnya. Dia tampak tak tega dan dengan sangat terpaksa kembali ke sana.
“Kenapa? Apa kau sedang dalam misi pengintaian lagi?” tanya Ja Eun seraya mengusap-usap rambutnya yang basah, ekspresinya tampak kecewa.
“Eoh (Ya),” sahut Tae Hee singkat dan pelan.
“Sayang sekali. Padahal aku punya banyak hal yang ingin kuceritakan padamu,” ujar Ja Eun tampak kecewa.
“Apa itu? Katakan saja. Aku sedang tidak sibuk sekarang,” sahut Tae Hee di ponselnya.
Namun alih-alih menjawab pertanyaan Tae Hee, Ja Eun balik bertanya pada Tae Hee, “Ahjussi, apa terjadi sesuatu yang buruk padamu? Apa kau sedang marah? Suaramu terdengar berat,” ujar Ja Eun dengan khawatir.
“Tidak ada apa-apa. Oh ya, apa kau membawanya kemari?” tanya Tae Hee lagi.
Dong Min menyerahkan sebuah amplop coklat dan memberikannya pada Tae Hee, “Ya. Aku telah memeriksanya. Tanggal penerimaannya sama persis dengan tanggal kepergian Im Jae Sung ke luar negeri,” ujar Seo Dong Min.
Tae Hee duduk di ranjang pasien yang tepat berada di sebelah Kim Jae Ha, saat Tae Hee berniat untuk sekedar membaringkan tubuhnya sejenak, Kim Jae Ha membuka matanya dan terbangun.
Kim Jae Ha melirik ranjang di sebelahnya dan menyadari ada Tae Hee di sana.
“Aku hanyalah anak angkat. Sebelum mereka pergi ke Amerika,
mereka mengadopsiku dan membawaku bersama mereka ke Amerika,” ujar Kim Jae Ha,
menjelaskan statusnya yang sebenarnya yang juga merupakan anak adopsi.
“Kenapa tiba-tiba saja mereka mengadopsi seorang anak laki-laki yang sepantaran denganmu? Awalnya aku bahkan tidak mengetahui tentang keberadaanmu. Suatu hari, aku melihat ibu pulang membawa sepasang sepatu. Secara alami, aku berpikir ibu membeli sepatu itu untukku. Tapi setelah beberapa hari berlalu, ibu tidak juga memberikannya padaku. Jadi karena aku ingin tahu, aku membuka lemari pakaian ibu dan akhirnya menemukan rahasia yang selama ini dia sembunyikan,” lanjut Kim Jae Ha.
“Di dalam lemari itu, terdapat sepasang sepatu yang dia beli setiap tahun. Saat itulah aku tahu kalau ibu angkatku memiliki seorang anak laki-laki dan ternyata sepatu-sepatu itu adalah hadiah ulang tahun untuknya. Sejak hari itu hingga saat ibu meninggal, aku tak pernah lagi membuka lemari itu. Itu adalah harga diriku yang terakhir,” sambung Kim Jae Ha, menceritakan kisah hidupnya sebagai seorang anak adopsi.
“Pada saat-saat terakhir sebelum dia menghembuskan napas terakhirnya, ibu selalu mencarimu. ‘Tae Hee-yaa...Tae Hee-yaa’, namamu lah yang ibu panggil terakhir kali sebelum dia menutup matanya. Saat itulah aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan memastikan untuk memberikan semua peninggalannya padamu. Terima kasih sudah mendengarkan aku hingga akhir. Ini benar-benar adalah permintaan terakhirku. Kumohon datanglah dan ambillah peninggalan ibu untukmu,” ujar Kim Jae Ha dengan nada penuh permohonan.
Tae Hee tidak mengatakan apa pun, dia tetap melangkah keluar dari kamar perawatan itu. Tae Hee tampak berdiri sejenak di depan kamar perawatan tersebut sebelum memutuskan pergi dari sana. Dari ekspresi Tae Hee, dia terlihat seperti sedang berusaha menahan air matanya.
Merasa butuh seseorang untuk dijadikan sandaran, Tae Hee menelpon sang kekasih untuk datang menemuinya segera. Ja Eun pun dengan senang hati segera datang menemuinya setelah Tae Hee memintanya datang untuk menemuinya di suatu tempat.
(Tentu saja, siapa lagi yang bakal dicari Tae Hee kalau sedang sedih jika bukan Baek Ja Eun? Ingat kan di EP 31 saat Tae Hee mendengar kabar bahwa ibu kandungnya sudah meninggal? Tanpa sadar langkah kakinya berjalan mencari Baek Ja Eun, walaupun saat itu Ja Eun masih marah dan tidak mau bicara padanya, Tae Hee tetap datang mencarinya, berharap Ja Eun akan mendengar keluh kesahnya, kesedihannya, dan memeluknya hangat untuk menghibur hatinya yang terluka. Saat itu, Ja Eun menolak dan mengusirnya, tapi kali ini, Ja Eun ada di sisinya dan akan menghiburnya dengan pelukan hangat. So lucky to have a girlfriend like Ja Eun, right? ^^)
Ja Eun tersenyum gembira saat melihat pria yang dirindukannya berdiri beberapa meter di hadapannya. Dia segera berlari menghampiri Tae Hee dan menyapanya riang.
“Ahjussi,” panggil Ja Eun dengan riang. ("Obatnya" Tae Hee uda dateng. Ayang Baek Ja Eun yang bisa menghibur hati Tae Hee yang sedang terluka, kini sudah datang dengan senyuman ceria di wajahnya ^^)
Tae Hee segera menoleh saat mendengar kekasihnya memanggil namanya dengan riang.
“Apakah misi pengintaianmu sudah selesai?” tanya Ja Eun dengan senyuman hangat yang tak pernah luntur dari wajahnya.
Tae Hee tidak mengatakan apa pun, dia hanya menatap Ja Eun penuh cinta dan kerinduan, juga ekspresi yang tampak seperti “Aku sedih, aku butuh sandaran, bisakah kau menyembuhkan hatiku yang terluka? Baby, now I need you by my side.”
Melihat ekspresi Tae Hee yang menatapnya dengan rumit, antara cinta, kangen dan sedih, Ja Eun bisa menebak pasti telah terjadi sesuatu pada kekasihnya.
“Ahjussi, apa terjadi sesuatu padamu?” tanya Ja Eun tampak khawatir.
Alih-alih menjawab pertanyaan gadisnya, Tae Hee justru mengajaknya pergi berkencan, “Apa kau mau melihat laut?” ajak Tae Hee, mengajaknya kencan untuk yang kelima kalinya.
Dan tentu saja, Ja Eun dengan senang hati menerima ajakan Tae Hee tersebut. Dan di sinilah mereka sekarang, duduk di sebuah kursi kecil di pinggir pantai seraya memasak ramen berdua. Kencan yang sederhana namun romantis.
(Lokasi kencan Tae Hee dan Ja Eun ini adalah Daepohang Port
Light, lokasi syuting yang sama untuk adegan kencan Ahn Min Hyuk dan Do Bong
Soon di “Strong Woman Do Bong Soon”. Aku ada videonya di channel youtube-ku
“Lily Travelling” ^^)
“Oh, airnya sudah mendidih. Masukkan mie-nya,” seru Ja Eun dengan gembira.
Tae Hee mengangguk dan hampir saja mematahkan mie-nya menjadi dua saat Ja Eun menghentikannya, “Jangan dipatahkan! Masukkan semuanya secara utuh,” ujar Ja Eun melarang.
“Tapi akan lebih mudah memasaknya jika kita mematahkannya menjadi dua,” protes Tae Hee.
“Jangan lakukan itu! Kau harus memasukkan semuanya secara utuh ke dalam panci agar mie-nya tidak lembek. Apakah kau tahu berapa banyak mie yang kumakan saat aku tidur di halaman?” ujar Ja Eun, membanggakan dirinya saat masih tidur di halaman rumah Tae Hee.
Tae Hee tersenyum dan menuruti apa kata kekasihnya, dia memasukkan mie-nya secara utuh tanpa mematahkannya. (Tae Hee be like : “Turuti aja deh apa kata ayang, ini bukan hal yang penting untuk didebat.”)
“Telurnya juga, kau harus menambahkan telurnya saat mie-nya sudah matang. Karena jika kau memasukkan telurnya di awal, telurnya akan meluber dan rasa supnya akan berubah,” lanjut Ja Eun lagi. Sementara Tae Hee hanya senyum-senyum aja mendengar pacarnya yang cerewet.
Saat Tae Hee akan memasukkan bumbunya, Ja Eun sekali lagi menghentikannya, “Oh!” seru Ja Eun, membuat Tae Hee menatapnya bingung. (Tae Hee be like : “Apalagi sih, sayang? Salah mulu perasaan dari tadi caraku masak?”)
“Taburkan secara merata,” ulang Tae Hee menurut dan menaburkannya secara merata sesuai perintah kekasihnya.
Setelah semuanya sudah selesai dimasukkan sesuai perintah “Yang Mulia Ratu” Baek Ja Eun, Tae Hee menutup pancinya dengan tersenyum manis pada kekasihnya. Dia menatap ke arah gadisnya yang tampak tersenyum penuh antusias menunggu ramennya matang.
“Apa kau sangat menyukainya?” tanya Tae Hee dengan tersenyum ceria dan menatap Ja Eun dengan penuh cinta. (Maksudnya Tae Hee adalah “menyukai berkencan di tepi pantai sambil makan ramen” ^^)
“Aku sangat menyukainya," sahut Ja Eun dengan tersenyum manis.
Ja Eun kemudian menyadari kalau ramen mereka sudah matang, “Oh, ramennya sudah matang,” seru Ja Eun gembira.
Tae Hee segera meraih tutupnya dan jarinya tak sengaja terkena tutup panci yang panas jadi dia menggosok-gosokkan jarinya ke telinga untuk meredakan panasnya.
“Jariku kena panas,” Tae Hee mengeluh seperti anak kecil pada Ja Eun, hingga membuat Ja Eun tertawa.
Mereka kemudian mulai mengaduk ramen itu dan Tae Hee mulai memasukkan telurnya. Tak lama kemudian, mereka mulai memakan ramennya dengan gembira.
Setelah makan, sepasang kekasih itu berjalan-jalan di tepi Pantai. Saat asyik berjalan santai, Ja Eun dengan iseng menyenggol tubuh Tae Hee.
Tae Hee menatap kekasihnya dengan nakal kemudian membalasnya
dengan menyenggol tubuh Ja Eun dengan lebih keras hingga membuat Ja Eun hampir
terjatuh. Saat Ja Eun ingin membalas Tae Hee, Tae Hee bergerak dengan cepat
menghindarinya. (Woi mas bro, jangan kenceng-kenceng nyenggolnya, tar kalau Ja
Eun kecebur ke laut, kamunya nangis nyari’in ckckck...)
Tae Hee tertawa lepas dan terlihat senang saat melihat Ja Eun gagal menyenggolnya, dia seperti anak kecil yang tertawa senang karena berhasil memenangkan permainan. (Childish dan inner child-nya kumat nih Tae Hee kalau ama Ja Eun ^^)
Tapi Ja Eun tidak marah dan hanya menatap Tae Hee sedikit kesal, namun walau begitu, sedetik kemudian dia mengamit lengan Tae Hee seraya menggenggam tangannya dengan mesra saat mereka berjalan menyusuri pantai.
(kalau di EP 39, Tae Hee yang lebih dulu malu-malu kucing menggenggam tangan Ja Eun, sekarang gantian Ja Eun yang lebih dulu menggenggam tangan Tae Hee saat mereja berjalan menyusuri Pantai. Tae Hee dan Ja Eun selalu membalas perlakuan pasangan mereka. Sebelumnya, Tae Hee yang lebih dulu menggenggam tangan Ja Eun, sekarang Ja Eun yang menggenggam tangan Tae Hee lebih dulu).
Tae Hee spontan melirik ke arah tangannya yang digenggam oleh Ja Eun dan tersenyum bahagia karena mereka tak lagi malu-malu kucing sekarang dan hubungan mereka berjalan sangat alami termasuk mengenai sentuhan fisik, mereka akhirnya bisa berpacaran dengan normal seperti layaknya pasangan kekasih lainnya di luar sana.
(Normal maksudnya gak lagi malu-malu kucing, ya ^^ Udah alami gitu. Pegangan tangan, pelukan, bahkan ciuman, sudah terjadi dengan alami seolah itu sudah sangat wajar terjadi di antara sepasang kekasih, semuanya terjadi secara alami berdasarkan insting dan perasaan ^^ Ini yang membuat Tae Hee merasa bahagia ^^)
Sepasang kekasih itu saling menatap penuh cinta sambil bergandengan tangan dengan mesra, mereka berdua sama-sama tersenyum bahagia. Mereka berjalan ke arah Menara pengawas seraya menatap matahari yang terbenam dengan indahnya.
Tae Hee melepaskan genggaman tangan Ja Eun, kemudian memegang lengannya sejenak sebelum akhirnya berdiri di sisi Ja Eun yang lain.
Saat itulah Ja Eun tiba-tiba saja terbatuk kecil dan Tae Hee
mengerti, itu karena Ja Eun merasa sangat kedinginan, jadi akhirnya Tae Hee
memutuskan untuk berdiri di belakang Ja Eun. Dia melebarkan mantelnya dan
meletakkannya di pundak Ja Eun kemudian memeluknya dari belakang dari romantis.
(Seperti yang kubilang, kalau pasangan Tae Hee dan Ja Eun
ini selalu membalas perlakuan pasangannya dengan cara yang sama. Jika di EP 38,
Ja Eun yang memeluk Tae Hee dari belakang, sekarang di EP 40, Tae Hee
mengembalikan pelukan itu dan memeluk Ja Eun dari belakang ^^ jadi istilahnya
kayak Reverse Scene, gantian orang yang melakukannya. Pelukan dan genggaman
tangan sudah dibalikin, sekarang tinggal ciuman. Ciuman pertama mereka, Tae Hee
yang mencium Ja Eun lebih dulu. Kini tinggal Ja Eun mengembalikan ciuman itu
pada Tae Hee agar hasilnya seimbang xixixi ^^ Aku menunggu adegan Ja Eun
mencium bibir Tae Hee lebih dulu ^^)
Tae Hee membungkus tubuh Ja Eun dengan mantelnya, barulah
kemudian memeluknya dari belakang untuk menyalurkan kehangatan. Ja Eun tampak
terkejut untuk sesaat, namun kemudian dia tersenyum gembira dan membiarkan Tae
Hee melakukan apa pun yang dia suka.
Blogger Opinion :
Senang rasanya melihat Tae Hee berusaha “meraih” Ja Eun lebih dulu dengan memanggilnya untuk menenangkan hatinya yang sedih dan gelisah. Walau dia tidak mengatakan apa-apa (setidaknya untuk saat ini), namun dengan memanggil Ja Eun dan memintanya menemaninya di saat-saat sulit seperti ini, sudah merupakan kemajuan pesat bagi Tae Hee, menunjukkan bahwa di dalam hati Tae Hee, Ja Eun menempati posisi yang sangat penting.
Di saat dia membutuhkan seseorang untuk dijadikan sandaran,
nama Ja Eun yang pertama kali melintas dalam pikirannya, hingga dia menelpon Ja
Eun tanpa ragu-ragu dan memintanya untuk datang. Tae Hee tahu, hanya Ja Eun
yang bisa menenangkan hatinya yang gelisah. Hanya Ja Eun yang bisa menyembuhkan
luka dalam hatinya.
Seperti saat di EP 31, di mana Tae Hee tanpa sadar datang mencari Ja Eun ketika dia mendengar berita bahwa ibu kandungnya sudah meninggal, saat inipun, dia kembali mencari Ja Eun saat mendengar kabar bahwa Ibu kandungnya tak pernah melupakannya. Apakah ini yang Tae Hee sebut sebagai “suka”? Tidak. Aku meragukannya. Ja Eun selalu ada dalam hati dan pikiran Tae Hee setiap saat, saat dia sedih ataupun senang, nama Ja Eun selalu melintas dalam pikirannya.
Dan tatapan mata Tae Hee bukanlah tatapan mata seorang pria yang menyukai seorang gadis tapi lebih dalam dari itu. He loves her, but he doesn’t even realize it. Tae Hee mencintai Ja Eun, perasaan sukanya sudah berubah menjadi cinta, namun seperti biasa, Tae Hee masih belum menyadarinya.
Ingat kan kalau Tae Hee ini “lack of feeling” alias “tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik”? Awalnya Tae Hee bahkan tidak menyadari kalau dia menyukai Ja Eun, tidak, sebelum Tae Bum menyadarkannya berkali-kali (EP 25). Jadi sekarang pun sepertinya sama, Tae Hee sudah jatuh sangat dalam, dia jatuh cinta pada Ja Eun, dia mencintainya terlalu dalam, namun sepertinya Tae Hee belum menyadari hal itu.
Tae Hee sepertinya membutuhkan satu pemicu lagi agar dia menyadari kalau yang dia rasakan pada Baek Ja Eun bukanlah sekedar rasa suka atau crush semata, melainkan Fall In Love dan ini sudah sejak lama dia rasakan, mungkin sejak dia menyatakan perasaannya untuk yang ketiga kalinya, “Baek Ja Eun, aku masih menyukaimu”, sebenarnya dia sudah jatuh cinta pada gadis itu, namun Tae Hee tidak menyadarinya dan masih menganggapnya sebagai rasa suka. Mari kita tunggu episode di mana Tae Hee akhirnya menyadari bahwa dia sebenarnya sudah jatuh cinta pada Ja Eun dan mencintainya dengan sangat dalam.
Apakah di episode berikutnya Tae Hee akan menceritakan soal ibu kandungnya pada Ja Eun dengan mulutnya sendiri? Jika Tae Hee menceritakannya dengan mulutnya sendiri, itu menunjukkan bahwa dia sudah mempercayai Ja Eun dalam hatinya dan tidak keberatan berbagi semua penderitaan dan kesedihannya pada gadis itu tanpa malu-malu lagi. Hubungan mereka akan maju selangkah lagi, bukan hanya masalah sentuhan fisik, namun juga masalah emosional, khususnya masalah emosional Tae Hee yang memiliki trauma ditinggalkan sejak kecil.
Can I just say that Tae Hee – Ja Eun’s dating style are so
comfortable? I'm thrilled that they're dating like normal couples : taking
walks, holding hands, talking about their life, asking each other about their
day, making ramen together, etc. You know, real stuff that couples actually do
in real life. it's refreshing. I’ve seen so many new side of Tae Hee,
especially his romantic side. So sweet, not too much. Thank to Ja Eun, because
she has been making Tae Hee come out of his isolated way of life, more and more
these days. Aaaawww writer, you are so good at it. I have to admit that ^^ Hope
more on Ja Eun and Tae Hee scene.
-------0000-----
Episode 41:
Episode 41 dimulai dengan adegan Park Bok Ja yang sedang mabuk bertengkar dengan Nenek Shim yang tampak marah dan kesal. Siang itu setelah pergi menemui besannya (orangtua Cha Soo Yeong), Park Bok Ja pulang dengan kekesalan dalam hatinya karena sang besan wanita (ibu mertua Tae Bum) mengatainya tidak becus dalam mendidik anak karena Hwang Tae Bum tidak hanya telah menghamili Cha Soo Yeong di luar nikah, namun juga masih diam-diam bertemu dengan mantan pacarnya di depan mata sang istri, di tempat kerja mereka.
Tak hanya itu, yang lebih membuat marah lagi adalah karena pernikahan mereka ternyata hanyalah pernikahan kontrak semata dan tak pernah didaftarkan secara hukum. Ibu Cha Soo Yeong menganggap bahwa Hwang Tae Bum telah menginjak-injak harga diri dan perasaan putrinya sedemikian rupa dan wanita itu melampiaskan semua kekecewaan, kekesalan dan kemarahannya pada si menantu kepada Park Bok Ja, selaku ibu kandung Hwang Tae Bum.
Park Bok Ja yang kecewa dan marah pada perilaku putranya, serta marah pada besannya karena telah menghinanya akhirnya melampiaskannya dengan minum alkohol dan mabuk di siang hari.
(Anak kandungnya Park Bok Ja emang gak ada yang bener, yang bener cuma Hwang Tae Hee, tapi kan Tae Hee bukan anak kandungnya, cuma keponakan. Punya anak cowok 3 orang, gak guna semua ckckck… Aku jadi Park Bok Ja uda mati ngenes kale, ya? Bikin masalah mulu sampai orangtuanya kena getah dihina-hina orang karena kelakuan anaknya *sigh*)
Saat sedang mabuk itulah, Nenek datang ke dapur dengan
mengomel. Yah, Nenek pun sepertinya mengalami hari yang buruk setelah mendengar
bahwa teman Tae Hee saat kecil yang bernama Chung Chul akan
menikah dan bahkan akan segera menjadi ayah.
(Dengan kata lain, sama seperti Hwang Tae Bum, calon istrinya dihamilin duluan, baru kemudian dinikahin. Ya semoga aja pernikahannya bukan pernikahan kontrak juga kayak Hwang Tae Bum ckckck...)
“Apa hebatnya menikah hingga dia harus menyombongkan diri seperti itu? Mereka bahkan tidak malu walaupun calon istrinya hamil lebih dulu,” omel Nenek kesal seraya berjalan masuk ke dalam dapur.
-------0000-----
Episode 41:
Episode 41 dimulai dengan adegan Park Bok Ja yang sedang mabuk bertengkar dengan Nenek Shim yang tampak marah dan kesal. Siang itu setelah pergi menemui besannya (orangtua Cha Soo Yeong), Park Bok Ja pulang dengan kekesalan dalam hatinya karena sang besan wanita (ibu mertua Tae Bum) mengatainya tidak becus dalam mendidik anak karena Hwang Tae Bum tidak hanya telah menghamili Cha Soo Yeong di luar nikah, namun juga masih diam-diam bertemu dengan mantan pacarnya di depan mata sang istri, di tempat kerja mereka.
Tak hanya itu, yang lebih membuat marah lagi adalah karena pernikahan mereka ternyata hanyalah pernikahan kontrak semata dan tak pernah didaftarkan secara hukum. Ibu Cha Soo Yeong menganggap bahwa Hwang Tae Bum telah menginjak-injak harga diri dan perasaan putrinya sedemikian rupa dan wanita itu melampiaskan semua kekecewaan, kekesalan dan kemarahannya pada si menantu kepada Park Bok Ja, selaku ibu kandung Hwang Tae Bum.
Park Bok Ja yang kecewa dan marah pada perilaku putranya, serta marah pada besannya karena telah menghinanya akhirnya melampiaskannya dengan minum alkohol dan mabuk di siang hari.
(Anak kandungnya Park Bok Ja emang gak ada yang bener, yang bener cuma Hwang Tae Hee, tapi kan Tae Hee bukan anak kandungnya, cuma keponakan. Punya anak cowok 3 orang, gak guna semua ckckck… Aku jadi Park Bok Ja uda mati ngenes kale, ya? Bikin masalah mulu sampai orangtuanya kena getah dihina-hina orang karena kelakuan anaknya *sigh*)
(Dengan kata lain, sama seperti Hwang Tae Bum, calon istrinya dihamilin duluan, baru kemudian dinikahin. Ya semoga aja pernikahannya bukan pernikahan kontrak juga kayak Hwang Tae Bum ckckck...)
“Apa hebatnya menikah hingga dia harus menyombongkan diri seperti itu? Mereka bahkan tidak malu walaupun calon istrinya hamil lebih dulu,” omel Nenek kesal seraya berjalan masuk ke dalam dapur.
(Ehem, Nenek,
bukankah Hwang Tae Bum juga sama, menikah karena hamil? Tuh Park Bok Ja sampai
stress karena dihina-hina sama besannya akibat kelakukan sang anak >_<)
“Ibu, Anda sudah pulang?” tanya Park Bok Ja yang masih setengah sadar.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa minum alkohol di siang bolong begini?” omel Nenek, semakin marah melihat menantunya bukannya memasak makan siang tapi malah minum alkohol di siang bolong begini.
“Ya, Ibu. Karena kami baru saja pulang dari rumah besan dan terjadi hal yang menyebalkan yang membuatku sangat marah,” ujar Park Bok Ja mengeluh.
“Singkirkan alkohol itu sekarang! Jangan buat aku bertambah marah!” omel Nenek kesal.
“Kenapa Ibu marah?” tanya Park Bok Ja ingin tahu.
“Chung Chul akan menikah!” seru Nenek kesal.
“Benarkah Chung Chul akan menikah, Ibu?” tanya Park Bok Ja tampak gembira.
“Benar. Teman Tae Hee saat masih kecil akan segera menikah. Sebagai seorang Ibu, apa yang kau lakukan? Bila putramu sudah menginjak usia 30 tahun tapi kau tak pernah sekalipun melihatnya berkencan dengan seorang wanita, bukankah kau seharusnya bekerja lebih keras untuk mengatur kencan buta untuknya dan membantunya mencari pasangan? Bagaimana bisa kau bersikap masa bodoh dan berakting seolah-olah ‘aku tidak tahu apa pun soal ini’? Apa karena Tae Hee bukan putra kandungmu jadi kau seperti itu?” omel Nenek panjang lebar karena kesal melihat cucu kesayangannya belum punya pacar dan belum pernah sekalipun berkencan dengan seorang wanita.
(Belum tahu aja si Nenek kalau cucu kesayangannya uda pernah ciuman 2 kali, plus ngebayangin yang nggak-nggak hanya karena liat rambut ayangnya basah, jangan lupa hot kissing scene dalem mobil hahaha ^^)
Tapi alih-alih sedih karena diomelin oleh ibu mertuanya, Park Bok Ja justru meledek sang mertua, “Ibu, apa itu di wajahmu?” ujar Park Bok Ja santai seraya menunjuk pipi Nenek.
“Apa? Di mana?” tanya Nenek dengan sedikit panik. (DIkirain ada apa gitu?)
“Di sini,” sahut Park Bok Ja seraya menyentuh pipi Nenek dengan ujung jarinya.
“Ah, maafkan aku, Ibu. Ternyata itu hanya keriput di wajahmu. Sejak kapan Ibu jadi setua ini? Keriputmu sudah memenuhi seluruh wajahmu,” ujar Park Bok Ja dengan senyum meledek sang mertua.
Ucapan Park Bok Ja membuat ibu mertuanya makin meradang, dia menghempaskan tangan sang menantu dan memarahinya sekali lagi, “Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?” seru Nenek marah.
Ja Eun yang mendengar keributan dari atas loteng segera turun untuk memeriksa keadaan dan dia melihat Park Bok Ja dan Nenek saling berdebat tak mau kalah.
“Cepat singkirkan alkohol itu dari hadapanku!” Seru Nenek dengan emosi jiwa melanda.
“Ibu, kau tidak seharusnya memperlakukan aku seperti itu. Karena aku miskin, juga tidak punya keluarga yang melindungiku jadi kau selalu merendahkan aku seperti ini,” Park Bok Ja balik mengomeli mertuanya.
Karena sebelumnya dia sudah direndahkan oleh besannya (orangtua Cha Soo Yeong) yang kaya raya, jadi Park Bok Ja akhirnya meluapkan emosinya kepada Nenek yang kebetulan begitu datang langsung memarahinya. Kedua wanita tua ini sebenarnya sama-sama sedang punya masalah dan sedang kesal pada orang lain jadi saling melampiaskan. Ja Eun yang terperangkap di tengah-tengah, bingung harus bagaimana dan hanya menatap dalam diam.
“Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan sekarang?” omel Nenek tak mengerti.
“Ibu, Anda sudah pulang?” tanya Park Bok Ja yang masih setengah sadar.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa minum alkohol di siang bolong begini?” omel Nenek, semakin marah melihat menantunya bukannya memasak makan siang tapi malah minum alkohol di siang bolong begini.
“Ya, Ibu. Karena kami baru saja pulang dari rumah besan dan terjadi hal yang menyebalkan yang membuatku sangat marah,” ujar Park Bok Ja mengeluh.
“Singkirkan alkohol itu sekarang! Jangan buat aku bertambah marah!” omel Nenek kesal.
“Kenapa Ibu marah?” tanya Park Bok Ja ingin tahu.
“Chung Chul akan menikah!” seru Nenek kesal.
“Benarkah Chung Chul akan menikah, Ibu?” tanya Park Bok Ja tampak gembira.
“Benar. Teman Tae Hee saat masih kecil akan segera menikah. Sebagai seorang Ibu, apa yang kau lakukan? Bila putramu sudah menginjak usia 30 tahun tapi kau tak pernah sekalipun melihatnya berkencan dengan seorang wanita, bukankah kau seharusnya bekerja lebih keras untuk mengatur kencan buta untuknya dan membantunya mencari pasangan? Bagaimana bisa kau bersikap masa bodoh dan berakting seolah-olah ‘aku tidak tahu apa pun soal ini’? Apa karena Tae Hee bukan putra kandungmu jadi kau seperti itu?” omel Nenek panjang lebar karena kesal melihat cucu kesayangannya belum punya pacar dan belum pernah sekalipun berkencan dengan seorang wanita.
(Belum tahu aja si Nenek kalau cucu kesayangannya uda pernah ciuman 2 kali, plus ngebayangin yang nggak-nggak hanya karena liat rambut ayangnya basah, jangan lupa hot kissing scene dalem mobil hahaha ^^)
Tapi alih-alih sedih karena diomelin oleh ibu mertuanya, Park Bok Ja justru meledek sang mertua, “Ibu, apa itu di wajahmu?” ujar Park Bok Ja santai seraya menunjuk pipi Nenek.
“Apa? Di mana?” tanya Nenek dengan sedikit panik. (DIkirain ada apa gitu?)
“Di sini,” sahut Park Bok Ja seraya menyentuh pipi Nenek dengan ujung jarinya.
“Ah, maafkan aku, Ibu. Ternyata itu hanya keriput di wajahmu. Sejak kapan Ibu jadi setua ini? Keriputmu sudah memenuhi seluruh wajahmu,” ujar Park Bok Ja dengan senyum meledek sang mertua.
Ucapan Park Bok Ja membuat ibu mertuanya makin meradang, dia menghempaskan tangan sang menantu dan memarahinya sekali lagi, “Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?” seru Nenek marah.
Ja Eun yang mendengar keributan dari atas loteng segera turun untuk memeriksa keadaan dan dia melihat Park Bok Ja dan Nenek saling berdebat tak mau kalah.
“Cepat singkirkan alkohol itu dari hadapanku!” Seru Nenek dengan emosi jiwa melanda.
“Ibu, kau tidak seharusnya memperlakukan aku seperti itu. Karena aku miskin, juga tidak punya keluarga yang melindungiku jadi kau selalu merendahkan aku seperti ini,” Park Bok Ja balik mengomeli mertuanya.
Karena sebelumnya dia sudah direndahkan oleh besannya (orangtua Cha Soo Yeong) yang kaya raya, jadi Park Bok Ja akhirnya meluapkan emosinya kepada Nenek yang kebetulan begitu datang langsung memarahinya. Kedua wanita tua ini sebenarnya sama-sama sedang punya masalah dan sedang kesal pada orang lain jadi saling melampiaskan. Ja Eun yang terperangkap di tengah-tengah, bingung harus bagaimana dan hanya menatap dalam diam.
“Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan sekarang?” omel Nenek tak mengerti.
Nenek bilang agar menyingkirkan alkohol itu, eh tapi Park
Bok Ja malah ngomong ngelantur yang gak ada hubungannya. (Maklum, Park Bok Ja lagi
mabuk soalnya ckckck...)
“Apa Ibu pernah membuat Dong Soo (Dong Soo artinya adik ipar, ibu kandung Tae Hee) bekerja di rumah? Ibu selalu memandangku rendah dan membuatku bekerja sepanjang waktu. Kau selalu memanggilku ‘menantu pertama’ lalu kemudian menyuruhku mengerjakan ini dan itu,” omel Park Bok Ja lagi, melontarkan keluhannya yang selalu dijadikan babu oleh mertuanya.
“Sidik jariku bahkan tak bisa terbaca lagi karena aku selalu bekerja keras selama 40 tahun dan bekerja seperti sapi,” lanjut Park Bok Ja lagi.
(Beneran loh, terlalu sering kena air, sidik jari kita bisa hilang. Sidik jariku aja hilang dan gak terbaca karena sejak mulai SMA, aku setiap hari selalu membantu Mamaku mencuci piring dan mencuci baju karena gak punya mesin cuci. Waktu membuat perpanjangan KTP dan pake rekam sidik jari, petugas kelurahan sampai bete sendiri karena sidik jariku gak kebaca mesinnya. Waktu bikin rekening bank juga sama, sidik jari gak terlacak mesinnya bank, juga waktu bikin surat keterangan kelakukan baik di kepolisian, lagi-lagi sidik jariku gak kebaca sampai polisinya bingung hahaha ^^ Kebanyakan kena air selama 20 tahun lebih, jadi lama-lama tanganku jadi halus dan gak punya lagi sidik jari. Park Bok Ja masuk akal sih ngomong gitu, faktanya memang kalau kena air terus selama puluhan tahun, sidik jari manusia akan menipis atau atau bahkan menghilang >_<)
Mendengar Park Bok Ja mengeluh padanya, Nenek hanya menggumam pasrah, “Ya Tuhan.”
“Ahjumma, hentikan! Apa yang Anda lakukan?” ujar Ja Eun, mencoba membujuk Park Bok Ja.
Tapi Park Bok Ja tetap melanjutkan keluh kesahnya, “Lihatlah! Aku adalah sapi. Apa aku manusia? Lihatlah mataku yang berkedip seperti ini. Lihat!” seru Park Bok Ja, mengabaikan ucapan Ja Eun dan masih menatap Nenek seraya mengedip-ngedipkan matanya dengan gerak lambat, menirukan gerakan mata sapi. Ja Eun menutup mulutnya dengan tangan dan mencoba menahan tawanya.
Nenek hanya menarik napas pasrah seraya berpegangan pada dinding dapur, sementara Park Bok Ja masih mengomel lagi.
“Jika saja ayahku tidak meninggal muda lalu kemudian disusul oleh ibuku dan aku memiliki keluarga yang lengkap dan berkecukupan, aku pasti mampu memberikanmu banyak sekali mahar. Apa Ibu pikir aku sengaja datang ke keluarga ini hanya dengan membawa sebuah sendok? Selama 40 tahun, Ibu terus saja mengungkit hal itu dan tidak melupakannya sedikit pun,” keluh Park Bok Ja.
(Ah, jadi kalau di Korea, justru pihak perempuan lah yang memberi mahar ke pihak laki-laki kalau mereka mau menikah? Kok rugi banget ya jadi perempuan Korea? Pihak perempuan uda kehilangan keperawanannya untuk suami, uda ninggalin keluarganya dan jadi babu di rumah mertua kayak Park Bok Ja, eh masih dimintain mahar pula sama keluarga calon suaminya? Enakan tradisi China deh, setidaknya pihak cowok yang ngasih mahar ke pihak cewek kalau mau melamar. Untung aku keturunan China xixixi ^^ Ja Eun maharnya rumah Ojakgyo Farm aja deh ya tar. Lagian aku yakin Park Bok Ja sebagai calon mertua Ja Eun, gak bakal minta mahar ke Ja Eun, karena dia tahu kalau Ja Eun sama sepertinya, gak punya orangtua. Ditambah lagi, Tae Hee gak bakal minta mahar juga, Ja Eun uda mau nikah sama dia aja, dia uda bersyukur. Ingat, level kebucinan Tae Hee ada di atas Ja Eun. She fell first but he fell harder ^^)
“Sejak kapan aku hanya datang membawa sebuah sendok, aku juga datang dengan membawa sepasang sumpit!” lanjut Park Bok Ja memprotes, membuat Ja Eun tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
“Ya, Tuhan. Apa kau masih belum sadar juga?” sentak Nenek semakin meradang.
“Aku tidak mau memasak lagi mulai sekarang. Aku akan hidup dengan melakukan apa pun yang kuinginkan mulai sekarang. Bahkan walau aku tidak bisa hidup nyaman di rumah besar dengan pakaian yang mahal, setidaknya aku tak mau lagi melakukan apa pun mulai sekarang! Aku tidak akan memasak atau melakukan apa yang Ibu suruh. Aku juga tak mau merawat anak-anak. Aku tidak mau melakukannya lagi. Aku lelah. Aku membencinya!” seru Park Bok Ja.
(Park Bok Ja adalah perwakilan dari ibu-ibu rumah tangga dan para istri yang dijadikan babunya mertua kayaknya nih. Apa ada di antara kalian para pembaca yang senasib dengan Park Bok Ja? Inilah alasannya aku gak mau nikah, ogah dijadikan babunya mertua hahaha ^^ Tapi karakternya Ojakgyo Brothers ini bener-bener realistis loh. Faktanya sampai sekarang, apalagi di Indonesia yang menganut sistem patriarki, istri selalu dijadikan babunya mertua dan suami, plus kadang babunya ipar juga *sigh*)
Nenek yang merasa geram kemudian mengambil teko dan berniat menyiramkannya ke kepala Park Bok Ja agar sang menantu segera sadar, namun Ja Eun menghalanginya.
“Jangan, Nenek. Nenek tidak boleh melakukan itu,” ujar Ja Eun menghalangi.
“Apa Ibu pernah membuat Dong Soo (Dong Soo artinya adik ipar, ibu kandung Tae Hee) bekerja di rumah? Ibu selalu memandangku rendah dan membuatku bekerja sepanjang waktu. Kau selalu memanggilku ‘menantu pertama’ lalu kemudian menyuruhku mengerjakan ini dan itu,” omel Park Bok Ja lagi, melontarkan keluhannya yang selalu dijadikan babu oleh mertuanya.
“Sidik jariku bahkan tak bisa terbaca lagi karena aku selalu bekerja keras selama 40 tahun dan bekerja seperti sapi,” lanjut Park Bok Ja lagi.
(Beneran loh, terlalu sering kena air, sidik jari kita bisa hilang. Sidik jariku aja hilang dan gak terbaca karena sejak mulai SMA, aku setiap hari selalu membantu Mamaku mencuci piring dan mencuci baju karena gak punya mesin cuci. Waktu membuat perpanjangan KTP dan pake rekam sidik jari, petugas kelurahan sampai bete sendiri karena sidik jariku gak kebaca mesinnya. Waktu bikin rekening bank juga sama, sidik jari gak terlacak mesinnya bank, juga waktu bikin surat keterangan kelakukan baik di kepolisian, lagi-lagi sidik jariku gak kebaca sampai polisinya bingung hahaha ^^ Kebanyakan kena air selama 20 tahun lebih, jadi lama-lama tanganku jadi halus dan gak punya lagi sidik jari. Park Bok Ja masuk akal sih ngomong gitu, faktanya memang kalau kena air terus selama puluhan tahun, sidik jari manusia akan menipis atau atau bahkan menghilang >_<)
Mendengar Park Bok Ja mengeluh padanya, Nenek hanya menggumam pasrah, “Ya Tuhan.”
“Ahjumma, hentikan! Apa yang Anda lakukan?” ujar Ja Eun, mencoba membujuk Park Bok Ja.
Tapi Park Bok Ja tetap melanjutkan keluh kesahnya, “Lihatlah! Aku adalah sapi. Apa aku manusia? Lihatlah mataku yang berkedip seperti ini. Lihat!” seru Park Bok Ja, mengabaikan ucapan Ja Eun dan masih menatap Nenek seraya mengedip-ngedipkan matanya dengan gerak lambat, menirukan gerakan mata sapi. Ja Eun menutup mulutnya dengan tangan dan mencoba menahan tawanya.
Nenek hanya menarik napas pasrah seraya berpegangan pada dinding dapur, sementara Park Bok Ja masih mengomel lagi.
“Jika saja ayahku tidak meninggal muda lalu kemudian disusul oleh ibuku dan aku memiliki keluarga yang lengkap dan berkecukupan, aku pasti mampu memberikanmu banyak sekali mahar. Apa Ibu pikir aku sengaja datang ke keluarga ini hanya dengan membawa sebuah sendok? Selama 40 tahun, Ibu terus saja mengungkit hal itu dan tidak melupakannya sedikit pun,” keluh Park Bok Ja.
(Ah, jadi kalau di Korea, justru pihak perempuan lah yang memberi mahar ke pihak laki-laki kalau mereka mau menikah? Kok rugi banget ya jadi perempuan Korea? Pihak perempuan uda kehilangan keperawanannya untuk suami, uda ninggalin keluarganya dan jadi babu di rumah mertua kayak Park Bok Ja, eh masih dimintain mahar pula sama keluarga calon suaminya? Enakan tradisi China deh, setidaknya pihak cowok yang ngasih mahar ke pihak cewek kalau mau melamar. Untung aku keturunan China xixixi ^^ Ja Eun maharnya rumah Ojakgyo Farm aja deh ya tar. Lagian aku yakin Park Bok Ja sebagai calon mertua Ja Eun, gak bakal minta mahar ke Ja Eun, karena dia tahu kalau Ja Eun sama sepertinya, gak punya orangtua. Ditambah lagi, Tae Hee gak bakal minta mahar juga, Ja Eun uda mau nikah sama dia aja, dia uda bersyukur. Ingat, level kebucinan Tae Hee ada di atas Ja Eun. She fell first but he fell harder ^^)
“Sejak kapan aku hanya datang membawa sebuah sendok, aku juga datang dengan membawa sepasang sumpit!” lanjut Park Bok Ja memprotes, membuat Ja Eun tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
“Ya, Tuhan. Apa kau masih belum sadar juga?” sentak Nenek semakin meradang.
“Aku tidak mau memasak lagi mulai sekarang. Aku akan hidup dengan melakukan apa pun yang kuinginkan mulai sekarang. Bahkan walau aku tidak bisa hidup nyaman di rumah besar dengan pakaian yang mahal, setidaknya aku tak mau lagi melakukan apa pun mulai sekarang! Aku tidak akan memasak atau melakukan apa yang Ibu suruh. Aku juga tak mau merawat anak-anak. Aku tidak mau melakukannya lagi. Aku lelah. Aku membencinya!” seru Park Bok Ja.
(Park Bok Ja adalah perwakilan dari ibu-ibu rumah tangga dan para istri yang dijadikan babunya mertua kayaknya nih. Apa ada di antara kalian para pembaca yang senasib dengan Park Bok Ja? Inilah alasannya aku gak mau nikah, ogah dijadikan babunya mertua hahaha ^^ Tapi karakternya Ojakgyo Brothers ini bener-bener realistis loh. Faktanya sampai sekarang, apalagi di Indonesia yang menganut sistem patriarki, istri selalu dijadikan babunya mertua dan suami, plus kadang babunya ipar juga *sigh*)
Nenek yang merasa geram kemudian mengambil teko dan berniat menyiramkannya ke kepala Park Bok Ja agar sang menantu segera sadar, namun Ja Eun menghalanginya.
“Jangan, Nenek. Nenek tidak boleh melakukan itu,” ujar Ja Eun menghalangi.
“Minggirlah! Dia harus disiram air agar segera sadar!” seru Nenek dengan emosi di ubun-ubun.
“Tapi tetap saja, Nenek tidak boleh menyiramkan air pada Ahjumma. Karena aku tahu bagaimana menyakitkannya itu. Itu sangat tidak menyenangkan, Nenek. Tolong jangan lakukan itu,” seru Ja Eun, bersikeras menghalangi.
(Duh, Ja Eun calon menantu yang baik, dia tidak mau membalas dendam pada Park Bok Ja walaupun dulunya dia pernah disiram pake selang oleh Park Bok Ja – EP 12)
Ja Eun kemudian merebut teko air itu dan meletakkannya di atas meja makan. Tapi Park Bok Ja yang mabuk terus mengoceh dan menantang ibu mertuanya, “Siramlah! Siram aku! Ayo siram!” tantang Park Bok Ja yang sepertinya sudah benar-benar mabuk.
“Ya, Tuhan.” Nenek sudah pasrah dan kehabisan kata menghadapi menantunya yang mabuk di siang bolong.
“Ahjumma, hentikan ini.” Seru Ja Eun dengan memohon.
“Kenapa kau menghentikan aku? Lepaskan aku!” seru Park Bok Ja pada Ja Eun, karena Ja Eun menghadang di antara mereka.
“Ahjumma, sebenarnya berapa banyak alkohol yang Anda minum? Dan juga kenapa Anda minum alkohol di siang bolong seperti ini seorang diri?” ujar Ja Eun tak habis pikir.
“Kau masih menganggapku seorang pencuri, kan? Benar, kan?” Park Bok Ja mendadak melampiaskan kekesalannya pada Ja Eun juga.
“Aku pencuri! Aku memang pencuri! Aku pencuri!” seru Park Bok Ja seraya melangkah maju ke arah Ja Eun dan seolah ingin Ja Eun menangkapnya. Setelah mengatakan itu, Park Bok Ja terjatuh pingsan dalam pelukan Ja Eun.
Akhirnya Nenek dan Ja Eun bekerja sama untuk membawa Park Bok Ja kembali ke kamarnya. Nenek segera menarik keluar Kasur tidur lipat milik Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik dari dalam lemari dan meletakkannya di lantai seraya mengomel, “Aiiggooo...”
“Aku sudah hidup terlalu lama. Terlalu lama,” omelnya lagi seraya berjalan meninggalkan kamar Park Bok Ja. Tinggallah Ja Eun sendiri yang perlahan membaringkan Park Bok Ja di sana dan dengan penuh perhatian menyelimutinya.
Ja Eun duduk di samping Park Bok Ja dan melihat tempelan-tempelan kertas di dinding yang bertuliskan tentang rencana mendapatkan uang 50 juta won agar mereka bisa mendapatkan kembali pertanian ini. Ja Eun juga melihat meja rias Park Bok Ja yang tidak ada apa pun di sana, selain beberapa botol kecil kosmetik yang sudah hampir habis. Ja Eun tampak sedih melihatnya.
Tae Hee berjalan mondar-mandir dengan gelisah di koridor Rumah Sakit hingga seorang perawat memanggilnya, “Wali pasien Kim Jae Ha,” seru seorang perawat, membuat Tae Hee menoleh ke arah perawat itu.
Tae Hee pun diantar menemui dokter yang merawat Kim Jae Ha dan melihat hasil CT Scan Kim Jae Ha yang menunjukkan semuanya baik-baik saja.
“Hasil CT Scan menunjukkan tidak ada yang salah. Tak ada pendarahan internal maupun tulang yang patah. Aku juga sudah melakukan pemeriksaan untuk syarafnya dan semuanya tampak baik,” ujar seorang dokter laki-laki yang tadi menangani Kim Jae Ha.
“Ini di Rumah Sakit,” sahut Tae Hee menjelaskan.
“Hwang Gyeonghwi-nim, senang melihatmu baik-baik saja,” ujar Kim Jae Ha.
“Kau mendapatkan 14 jahitan namun hasil CT Scan menunjukkan tak ada masalah. Tak ada pendarahan internal ataupun patah tulang. Tapi walau begitu, kau harus tinggal sehari di Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Tae Hee menjelaskan kondisi Kim Jae Ha tanpa diminta.
“Tapi kau baik-baik saja, kan?” tanya Kim Jae Ha dengan cemas.
“Kenapa kau harus ikut campur dalam misi kepolisian? Siapa yang menyuruhmu untuk ikut campur? Karenamu, aku menghabiskan waktu seminggu pengintaian dengan sia-sia dan gagal menangkap bajingan itu,” omel Tae Hee kesal.
(Tae Hee gak salah sih ya? Sejak pertama muncul, Kim Jae Ha selalu saja mengganggu Tae Hee dan misi pengintaiannya. Aneh aja kalau warga sipil bisa ikut dalam misi kepolisian. Jadi kalau dia terluka, jelas itu bukan salah Tae Hee atau pihak kepolisian. Siapa suruh uda disuruh pergi tapi malah sok jadi pahlawan kesiangan? Penjahatnya jadi lepas kan gara-gara Kim Jae Ha ikut campur >_< Sia-sia Tae Hee dan Dong Min mengintai selama seminggu T_T)
“Tetap saja, kau tidak seharusnya memarahi seorang pasien,” ujar Kim Jae Ha, memprotes. (Lah loe emang salah, Bambang!)
“Berikan aku nomor telepon anggota keluargamu. Aku akan menghubungi mereka,” ujar Tae Hee.
“Aku tak punya keluarga,” sahut Kim Jae Ha.
“Jangan bercanda! Berikan aku nomor kontak seseorang. Kau
harus tinggal di sini semalam untuk pemeriksaan lebih lanjut jadi harus ada
seseorang yang menjagamu,” ujar Tae Hee dengan tidak sabar.
“Aku sungguh-sungguh tak punya keluarga,” ujar Kim Jae Ha dengan memelas.
“Apa itu masuk akal? Apalagi dengan begitu banyaknya orang di kantormu. Di mana ponselmu? Aku sibuk,” ujar Tae Hee kesal.
“Aku sungguh-sungguh tak punya keluarga,” ujar Kim Jae Ha dengan memelas.
“Apa itu masuk akal? Apalagi dengan begitu banyaknya orang di kantormu. Di mana ponselmu? Aku sibuk,” ujar Tae Hee kesal.
“Aku bisa sendirian di sini. Pergilah! Aku juga butuh istirahat untuk memulihkan diri,” sahut Kim Jae Ha, tak mau memberikan nomor telepon siapapun.
Tae Hee pun pergi meninggalkan kamar itu dengan marah. Setelah Tae Hee pergi, Kim Jae Ha perlahan membuka matanya dan menarik napas pasrah.
Saat Tae Hee kembali ke kamar perawatan Kim Jae Ha, kali ini, Kim Jae Ha
benar-benar tertidur lelap. Tae Hee baru akan duduk di ranjang pasien yang satu lagi, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi, Ja
Eun tampak mengirim pesan padanya.
“Hari ini, jam berapa kau akan pulang?” bunyi pesan Ja Eun di ponsel Tae Hee.
“Hari ini, jam berapa kau akan pulang?” bunyi pesan Ja Eun di ponsel Tae Hee.
Tae Hee tampak ingin mengetikkan sesuatu namun kemudian
berubah pikiran dan memutuskan untuk menelpon sang kekasih. Tae Hee menoleh ke arah Kim Jae Ha dan menyadari bahwa dia tidak boleh membuat keributan di kamar pasien.
Akhirnya Tae Hee berjalan ke arah tangga agar bisa menelpon pacarnya, Ja Eun, yang saat itu baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya yang basah.
“Ini aku. Sepertinya aku tidak bisa pulang malam ini,” ujar
Tae Hee dengan suara berat.
Akhirnya Tae Hee berjalan ke arah tangga agar bisa menelpon pacarnya, Ja Eun, yang saat itu baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya yang basah.
“Kenapa? Apa kau sedang dalam misi pengintaian lagi?” tanya Ja Eun seraya mengusap-usap rambutnya yang basah, ekspresinya tampak kecewa.
“Eoh (Ya),” sahut Tae Hee singkat dan pelan.
“Sayang sekali. Padahal aku punya banyak hal yang ingin kuceritakan padamu,” ujar Ja Eun tampak kecewa.
“Apa itu? Katakan saja. Aku sedang tidak sibuk sekarang,” sahut Tae Hee di ponselnya.
Namun alih-alih menjawab pertanyaan Tae Hee, Ja Eun balik bertanya pada Tae Hee, “Ahjussi, apa terjadi sesuatu yang buruk padamu? Apa kau sedang marah? Suaramu terdengar berat,” ujar Ja Eun dengan khawatir.
(Emang
dasar belahan jiwa ya, gak ngeliat wajahnya, dengar suaranya aja uda tahu kalau
Tae Hee sedang ada masalah)
“Begitukah? Ehem ehem...” Tae Hee segera berdehem pelan dan mencoba berakting ceria agar kekasihnya tidak khawatir.
“Tidak. Tidak ada apa-apa. Apakah begini lebih baik?” tanya Tae Hee lagi, mengubah suaranya agar terdengar lebih ceria.
“Sekarang tidak lagi,” sahut Ja Eun dengan ceria.
Lalu dia kembali melanjutkan, “Ahjussi, hari ini Ahjumma...” Ja Eun tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Tae Hee memotong kalimatnya.
“AKU MERINDUKANMU (Bogoshipda),” potong Tae Hee tiba-tiba, dengan lirih dan penuh kerinduan dalam suaranya. Tae Hee mengucapkan kalimat itu dengan penuh perasaan seolah-olah mereka sudah lama tidak berjumpa.
Padahal faktanya, mereka sudah bertemu siang tadi saat Ja Eun datang mengantarkan makan siang untuk Tae Hee namun Tae Hee sudah merindukan Ja Eun lagi saat malam harinya.
(Babang polisi lagi kangen sama pacarnya. Bucin level akut nih babang polisi ^^ Biasanya malam ketemu saat makan malam atau diam-diam ketemu di gudang, tapi karena malam ini dia harus menjaga Kim Jae Ha, jadinya gak bisa ketemu dan berakhir Tae Hee kangen berat sama si ayang ^^)
Ja Eun tampak kaget dan tersipu saat mendengarnya, karena ini pertama kalinya Ja Eun mendengar bahwa Tae Hee merindukannya. Mengatakannya secara terang-terangan dari mulutnya sendiri. (Berasa romantis gitu, kan?)
“Aku juga,” sahut Ja Eun malu-malu. Tae Hee tersenyum bahagia mendengarnya. Ja Eun juga merindukannya, entah kenapa itu membuat suasana hatinya membaik.
“Kalau begitu mari kita bertemu. Aku akan mengubahnya menjadi panggilan video,” ujar Tae Hee antusias dengan tersenyum rindu pada kekasihnya.
“Begitukah? Ehem ehem...” Tae Hee segera berdehem pelan dan mencoba berakting ceria agar kekasihnya tidak khawatir.
“Tidak. Tidak ada apa-apa. Apakah begini lebih baik?” tanya Tae Hee lagi, mengubah suaranya agar terdengar lebih ceria.
“Sekarang tidak lagi,” sahut Ja Eun dengan ceria.
Lalu dia kembali melanjutkan, “Ahjussi, hari ini Ahjumma...” Ja Eun tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Tae Hee memotong kalimatnya.
“AKU MERINDUKANMU (Bogoshipda),” potong Tae Hee tiba-tiba, dengan lirih dan penuh kerinduan dalam suaranya. Tae Hee mengucapkan kalimat itu dengan penuh perasaan seolah-olah mereka sudah lama tidak berjumpa.
Padahal faktanya, mereka sudah bertemu siang tadi saat Ja Eun datang mengantarkan makan siang untuk Tae Hee namun Tae Hee sudah merindukan Ja Eun lagi saat malam harinya.
(Babang polisi lagi kangen sama pacarnya. Bucin level akut nih babang polisi ^^ Biasanya malam ketemu saat makan malam atau diam-diam ketemu di gudang, tapi karena malam ini dia harus menjaga Kim Jae Ha, jadinya gak bisa ketemu dan berakhir Tae Hee kangen berat sama si ayang ^^)
Ja Eun tampak kaget dan tersipu saat mendengarnya, karena ini pertama kalinya Ja Eun mendengar bahwa Tae Hee merindukannya. Mengatakannya secara terang-terangan dari mulutnya sendiri. (Berasa romantis gitu, kan?)
“Aku juga,” sahut Ja Eun malu-malu. Tae Hee tersenyum bahagia mendengarnya. Ja Eun juga merindukannya, entah kenapa itu membuat suasana hatinya membaik.
“Kalau begitu mari kita bertemu. Aku akan mengubahnya menjadi panggilan video,” ujar Tae Hee antusias dengan tersenyum rindu pada kekasihnya.
Tapi Ja Eun berkata, “Tidak, Ahjussi. Jangan sekarang.
Sepuluh menit lagi. Ah, tidak. Tiga puluh menit lagi. Telepon aku tiga puluh
menit lagi, ya.” Seru Ja Eun melarang. Lalu segera mematikan sambungan telepon
itu dan mengeringkan rambutnya dengan terburu-buru.
Setelah mengeringkan rambutnya, Ja Eun juga mengenakan make up tipis kemudian mengganti pakaian atasnya agar terlihat lebih presentable di depan Tae Hee.
Setelah mengeringkan rambutnya, Ja Eun juga mengenakan make up tipis kemudian mengganti pakaian atasnya agar terlihat lebih presentable di depan Tae Hee.
(Ya ampun, ribet amat dah. Cuma video call aja dandan dulu.
Padahal yakin deh, Tae Hee lebih nafsu, eh lebih seneng maksudnya, liat Ja Eun
dengan rambut basah dan tanpa make up seperti pagi tadi. Ngapain dandan segala
sih, Ja Eun-ah? Toh Tae Hee uda pernah melihat wajahmu tanpa make up dan wajah
sehabis mandimu, kan? Lupa yang tadi pagi ta? Tae Hee sampai mupeng ngelihat
kamu dengan pose rambut basah. Tapi kalau Tae Hee ngeliat lagi Ja Eun dengan rambutnya yang basah, malam-malam pula, bisa-bisa Tae Hee mikir yang nggak-nggak dan langsung tancap
gas pulang deh, habis pulang langsung disosor hahaha ^^ Nggak usah deh mending.
Kelemahan Tae Hee adalah Ja Eun rambut basah dan bibir pake lipbalm, langsung
ngebayangin yang nggak-nggak dianya *jitak Tae Hee dan otaknya yang ngeres*)
Tepat tiga puluh menit kemudian, Tae Hee kembali menelpon Ja Eun, namun kali melalui video call. Ja Eun segera mengangkat panggilan itu dengan tersenyum riang seraya melambaikan tangannya dengan senyuman ceria.
“Ahjussi,” sapa Ja Eun dengan senyuman di wajahnya. Tae Hee segera tertawa manis dan menatap sang kekasih yang muncul di layar ponselnya dengan penuh cinta dan kerinduan.
(Lesung pipinya Joo Won muncul lagi, membuatnya semakin kelihatan cute abiz. Tae Hee senyum mulu sejak resmi pacaran sama Ja Eun. Emang obatnya Tae Hee adalah Ja Eun, dia benar-benar seperti terlahir kembali menjadi pribadi yang baru dan lebih bahagia karena Baek Ja Eun ^^ Thanks to Ja Eun yang telah membawa Tae Hee keluar dari dalam cangkangnya ^^ Tae Hee kalau senyum keliatan ganteng dan cute abiz ^^ )
“Ahjussi, apa kau tahu? Ahjumma minum alkohol hari ini, tak hanya minum alkohol, namun juga minum alkohol di siang hari bolong seorang diri,” lapor Ja Eun pada Tae Hee dengan penuh semangat. Sementara Tae Hee hanya mendengarkan dalam diam seraya menatap penuh cinta pada sang kekasih yang bercerita padanya dengan penuh semangat.
“Ibu melakukan itu?” tanya Tae Hee, dia pun tampak kaget saat mendengar Park Bok Ja minum di siang hari bolong seorang diri.
Sayangnya, adegan mereka terputus begitu saja. Padahal ngarep dengar Tae Hee dan Ja Eun mengobrol lebih lama dan membicarakan hari-hari mereka, khususnya Tae Hee yang sebenarnya memiliki masalah (dengan Kim Jae Ha).
Pagi harinya di kantor polisi, Pimpinan Divisi Penyelidikan Kriminal, Lee Khi Chul bertanya pada Tim Leader Eum tentang kesibukan Hwang Tae Hee.
“Oh ya, apa yang dilakukan Inspektur Hwang akhir-akhir ini?” tanya Lee Khi Chul pada Tim Leader Eum.
Tepat tiga puluh menit kemudian, Tae Hee kembali menelpon Ja Eun, namun kali melalui video call. Ja Eun segera mengangkat panggilan itu dengan tersenyum riang seraya melambaikan tangannya dengan senyuman ceria.
“Ahjussi,” sapa Ja Eun dengan senyuman di wajahnya. Tae Hee segera tertawa manis dan menatap sang kekasih yang muncul di layar ponselnya dengan penuh cinta dan kerinduan.
(Lesung pipinya Joo Won muncul lagi, membuatnya semakin kelihatan cute abiz. Tae Hee senyum mulu sejak resmi pacaran sama Ja Eun. Emang obatnya Tae Hee adalah Ja Eun, dia benar-benar seperti terlahir kembali menjadi pribadi yang baru dan lebih bahagia karena Baek Ja Eun ^^ Thanks to Ja Eun yang telah membawa Tae Hee keluar dari dalam cangkangnya ^^ Tae Hee kalau senyum keliatan ganteng dan cute abiz ^^ )
“Ahjussi, apa kau tahu? Ahjumma minum alkohol hari ini, tak hanya minum alkohol, namun juga minum alkohol di siang hari bolong seorang diri,” lapor Ja Eun pada Tae Hee dengan penuh semangat. Sementara Tae Hee hanya mendengarkan dalam diam seraya menatap penuh cinta pada sang kekasih yang bercerita padanya dengan penuh semangat.
“Ibu melakukan itu?” tanya Tae Hee, dia pun tampak kaget saat mendengar Park Bok Ja minum di siang hari bolong seorang diri.
Sayangnya, adegan mereka terputus begitu saja. Padahal ngarep dengar Tae Hee dan Ja Eun mengobrol lebih lama dan membicarakan hari-hari mereka, khususnya Tae Hee yang sebenarnya memiliki masalah (dengan Kim Jae Ha).
Pagi harinya di kantor polisi, Pimpinan Divisi Penyelidikan Kriminal, Lee Khi Chul bertanya pada Tim Leader Eum tentang kesibukan Hwang Tae Hee.
“Oh ya, apa yang dilakukan Inspektur Hwang akhir-akhir ini?” tanya Lee Khi Chul pada Tim Leader Eum.
(Wah, nih manusia muncul lagi ya
setelah sekian episode? Terakhir kan di episode 20 saat dia mencuri buku besar
Jung Il Doo yang mana di dalam buku besar transaksi narkoba itu tertulis
namanya sebagai salah satu pihak yang mendapatkan suap. Saat itu Tae Hee marah
besar karena kehilangan bukti pentingnya dan Ja Eun yang menenangkan kemarahan
Tae Hee – EP 20. Kalau nih manusia muncul, berarti akan muncul masalah besar
lagi yang berhubungan dengan Baek In Ho. Benci banget sama polisi korup satu
ini >_<)
“Sejak bulan lalu, dia sibuk menyelidiki tentang kasus penyelundupan Narkoba. Dia berambisi agar bisa menangkap bandar besar narkoba tersebut,” sahut Tim Leader Eum.
“Jadi, dia benar-benar berhenti menyelidiki tentang kasus penyuapan rektor Universitas, kan?” tanya Lee Khi Chul mengkonfirmasi.
“Ya. Tapi aku tidak tahu dari mana kabar ini berhembus, tapi kudengar dia sekarang juga ingin menyelidiki hal lain. Kalau tidak salah tentang kecelakaan lalu lintas dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut Tim Leader Eum.
“Kecelakaan lalu lintas dua puluh enam tahun yang lalu?” ulang Lee Khi Chul dengan ekspresi aneh di wajahnya.
“Ya. Aku dengar itu adalah insiden tabrak lari yang terjadi di Choon Dong Street dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut Tim Leader Eum lagi. Wajah Lee Khi Chul seketika berubah menjadi ketakutan saat mendengarnya.
“Kau boleh pergi sekarang,” ujarnya pada Tim Leader Eum, menyuruhnya pergi saat itu juga.
Setelah Tim Leader Eum pergi meninggalkan ruangan itu, Lee Khi Chul tampak gelisah, “Kenapa Inspektur Hwang tahu tentang kasus ini?” ujar Lee Khi Chul pada dirinya sendiri.
Dia lalu menggumamkan nama Tae Hee seolah berusaha menganalisis, “Hwang Tae Hee. Hwang Chang Woon,” kemudian mulai memeriksa berkas-berkas yang berisi CV Hwang Tae Hee dan melihat nama Hwang Chang Sik tertulis sebagai ayah Hwang Tae Hee.
Lee Khi Chul akhirnya menelpon seseorang dan menyuruh orang tersebut untuk menyelidiki silsilah keluarga Hwang Tae Hee, “Cari tahu apa ada seseorang yang bernama Hwang Chang Woon dalam keluarga Hwang Tae Hee dan apa hubungan Hwang Chang Woon dengan Hwang Chang Sik, ayah Hwang Tae Hee!” ujar Lee Khi Chul pada seseorang di seberang saluran.
Di Rumah Sakit, Tae Hee tampak sedang duduk seraya
memejamkan matanya di salah satu kursi tunggu yang ada di depan kamar perawatan
Kim Jae Ha. Sepertinya Tae Hee memilih untuk tidur sambil duduk di depan kamar
perawatan tersebut.
Saat itulah Seo Dong Min datang ke sana dan menyapa Tae Hee, “Hyung, apakah Kim PD-nim baik-baik saja?” tanya Dong Min dengan khawatir.
Tae Hee segera berdiri saat melihat temannya datang dan menyandarkan dirinya pada dinding di belakangnya.
“Kemarin dia terbangun sebentar dan kemudian tertidur lagi,” sahut Tae Hee menjelaskan.
“Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi padanya. Aku sudah memberitahu Tim Leader jadi kau tak perlu khawatir,” ujar Seo Dong Min. Dengan kata lain memberitahu Tae Hee kalau dia gak ke kantor gpp karena Tim Leader sudah diberitahui oleh Dong Min kalau Tae Hee akan menjaga Kim Jae Ha di rumah sakit selama sehari ini.
(Padahal mah nggak, setelah ini juga Tae Hee pergi kencan sama ayang Baek Ja Eun ke pantai hahaha ^^ Bilangnya ijin gak ke kantor karena jagain pasien, tapi aslinya kencan sama pacar ckckck…)
“Apa mungkin ada seseorang yang menelponku ke kantor saat aku tidak ada? Seseorang dari kantor polisi wilayah barat?” tanya Tae Hee ingin tahu.
“Tidak ada. Memangnya kenapa?” tanya Dong Min dengan nada kepo.
“Sejak bulan lalu, dia sibuk menyelidiki tentang kasus penyelundupan Narkoba. Dia berambisi agar bisa menangkap bandar besar narkoba tersebut,” sahut Tim Leader Eum.
“Jadi, dia benar-benar berhenti menyelidiki tentang kasus penyuapan rektor Universitas, kan?” tanya Lee Khi Chul mengkonfirmasi.
“Ya. Tapi aku tidak tahu dari mana kabar ini berhembus, tapi kudengar dia sekarang juga ingin menyelidiki hal lain. Kalau tidak salah tentang kecelakaan lalu lintas dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut Tim Leader Eum.
“Kecelakaan lalu lintas dua puluh enam tahun yang lalu?” ulang Lee Khi Chul dengan ekspresi aneh di wajahnya.
“Ya. Aku dengar itu adalah insiden tabrak lari yang terjadi di Choon Dong Street dua puluh enam tahun yang lalu,” sahut Tim Leader Eum lagi. Wajah Lee Khi Chul seketika berubah menjadi ketakutan saat mendengarnya.
“Kau boleh pergi sekarang,” ujarnya pada Tim Leader Eum, menyuruhnya pergi saat itu juga.
Setelah Tim Leader Eum pergi meninggalkan ruangan itu, Lee Khi Chul tampak gelisah, “Kenapa Inspektur Hwang tahu tentang kasus ini?” ujar Lee Khi Chul pada dirinya sendiri.
Dia lalu menggumamkan nama Tae Hee seolah berusaha menganalisis, “Hwang Tae Hee. Hwang Chang Woon,” kemudian mulai memeriksa berkas-berkas yang berisi CV Hwang Tae Hee dan melihat nama Hwang Chang Sik tertulis sebagai ayah Hwang Tae Hee.
Lee Khi Chul akhirnya menelpon seseorang dan menyuruh orang tersebut untuk menyelidiki silsilah keluarga Hwang Tae Hee, “Cari tahu apa ada seseorang yang bernama Hwang Chang Woon dalam keluarga Hwang Tae Hee dan apa hubungan Hwang Chang Woon dengan Hwang Chang Sik, ayah Hwang Tae Hee!” ujar Lee Khi Chul pada seseorang di seberang saluran.
Saat itulah Seo Dong Min datang ke sana dan menyapa Tae Hee, “Hyung, apakah Kim PD-nim baik-baik saja?” tanya Dong Min dengan khawatir.
Tae Hee segera berdiri saat melihat temannya datang dan menyandarkan dirinya pada dinding di belakangnya.
“Kemarin dia terbangun sebentar dan kemudian tertidur lagi,” sahut Tae Hee menjelaskan.
“Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi padanya. Aku sudah memberitahu Tim Leader jadi kau tak perlu khawatir,” ujar Seo Dong Min. Dengan kata lain memberitahu Tae Hee kalau dia gak ke kantor gpp karena Tim Leader sudah diberitahui oleh Dong Min kalau Tae Hee akan menjaga Kim Jae Ha di rumah sakit selama sehari ini.
(Padahal mah nggak, setelah ini juga Tae Hee pergi kencan sama ayang Baek Ja Eun ke pantai hahaha ^^ Bilangnya ijin gak ke kantor karena jagain pasien, tapi aslinya kencan sama pacar ckckck…)
“Apa mungkin ada seseorang yang menelponku ke kantor saat aku tidak ada? Seseorang dari kantor polisi wilayah barat?” tanya Tae Hee ingin tahu.
“Tidak ada. Memangnya kenapa?” tanya Dong Min dengan nada kepo.
“Tidak ada apa-apa. Oh ya, apa kau membawanya kemari?” tanya Tae Hee lagi.
Dong Min menyerahkan sebuah amplop coklat dan memberikannya pada Tae Hee, “Ya. Aku telah memeriksanya. Tanggal penerimaannya sama persis dengan tanggal kepergian Im Jae Sung ke luar negeri,” ujar Seo Dong Min.
Dengan
kata lain, penjahat yang diincar Tae Hee, bandar narkoba itu, gara-gara Kim Jae Ha ikut campur, tuh
penjahat gak hanya gagal ditangkap tapi juga berhasil kabur ke luar negeri.
Thanks to Kim Jae Ha >_<)
Setelah mengantarkan dokumen itu, Seo Dong Min pergi dan kembali ke kantor polisi, sementara Tae Hee kembali masuk ke kamar perawatan Kim Jae Ha untuk melihat keadaannya.
Setelah mengantarkan dokumen itu, Seo Dong Min pergi dan kembali ke kantor polisi, sementara Tae Hee kembali masuk ke kamar perawatan Kim Jae Ha untuk melihat keadaannya.
Tae Hee duduk di ranjang pasien yang tepat berada di sebelah Kim Jae Ha, saat Tae Hee berniat untuk sekedar membaringkan tubuhnya sejenak, Kim Jae Ha membuka matanya dan terbangun.
Kim Jae Ha melirik ranjang di sebelahnya dan menyadari ada Tae Hee di sana.
“Kau tidak pergi?” tanya Kim Jae Ha, spontan membuat Tae Hee
menoleh ke arahnya.
Tae Hee mengangkat tubuhnya dan duduk di atas ranjang pasien tersebut dan bertanya, “Apa kau baik-baik saja?”
Namun alih-alih menjawab pertanyaan Tae Hee, Kim Jae Ha justru berkata, “Datang dan ambillah barang peninggalan Ibu. Aku mohon padamu,” ujar Kim Jae Ha tanpa menatap Tae Hee.
Tae Hee yang tidak mau mendengar apa pun seputar ibu kandungnya, segera bangkit berdiri dan berniat untuk pergi dari sana, namun kalimat Kim Jae Ha menghentikannya.
“Ini adalah terakhir kalinya aku memohon padamu,” lanjut Kim Jae Ha lagi.
Tae Hee mengangkat tubuhnya dan duduk di atas ranjang pasien tersebut dan bertanya, “Apa kau baik-baik saja?”
Namun alih-alih menjawab pertanyaan Tae Hee, Kim Jae Ha justru berkata, “Datang dan ambillah barang peninggalan Ibu. Aku mohon padamu,” ujar Kim Jae Ha tanpa menatap Tae Hee.
Tae Hee yang tidak mau mendengar apa pun seputar ibu kandungnya, segera bangkit berdiri dan berniat untuk pergi dari sana, namun kalimat Kim Jae Ha menghentikannya.
“Ini adalah terakhir kalinya aku memohon padamu,” lanjut Kim Jae Ha lagi.
“Aku juga tidak ingin memaksamu. Tapi setidaknya dengarkan
aku sebentar sebelum kau pergi,” ujar Kim Jae Ha dengan penuh permohonan.
Tae Hee akhirnya memutar tubuhnya dan menatap Kim Jae Ha dengan kesal, namun dengan gesture memutar tubuhnya seperti itu, dia seolah memberikan Kim Jae Ha kesempatan untuk bicara.
“Terima kasih. Dari sudut pandangmu, ini mungkin terdengar kejam. Karena aku seperti sedang memaksamu untuk memaafkan tapi bagiku, dia adalah seorang ibu yang sudah menyelamatkan hidupku. Aku ingin kau tahu kalau ibu sangat merindukanmu dan hatinya terluka karena memikirkanmu sepanjang sisa hidupnya. Jika suatu saat kau ingin melihatnya walau hanya sekali saja...” ujar Kim Jae Ha, namun Tae Hee memotong kalimatnya dengan dingin dan datar.
“Itu tidak akan pernah terjadi. Jadi hentikan semua ini dan tidurlah,” potong Tae Hee dengan dingin dan datar. Dan yah, memang hingga akhir episode, tidak ada adegan yang memperlihatkan Tae Hee mengunjungi makam sang Ibu.
Tae Hee berbalik dan hampir saja pergi saat Kim Jae Ha mengatakan sesuatu yang menghentikan langkahnya sekali lagi.
Tae Hee akhirnya memutar tubuhnya dan menatap Kim Jae Ha dengan kesal, namun dengan gesture memutar tubuhnya seperti itu, dia seolah memberikan Kim Jae Ha kesempatan untuk bicara.
“Terima kasih. Dari sudut pandangmu, ini mungkin terdengar kejam. Karena aku seperti sedang memaksamu untuk memaafkan tapi bagiku, dia adalah seorang ibu yang sudah menyelamatkan hidupku. Aku ingin kau tahu kalau ibu sangat merindukanmu dan hatinya terluka karena memikirkanmu sepanjang sisa hidupnya. Jika suatu saat kau ingin melihatnya walau hanya sekali saja...” ujar Kim Jae Ha, namun Tae Hee memotong kalimatnya dengan dingin dan datar.
“Itu tidak akan pernah terjadi. Jadi hentikan semua ini dan tidurlah,” potong Tae Hee dengan dingin dan datar. Dan yah, memang hingga akhir episode, tidak ada adegan yang memperlihatkan Tae Hee mengunjungi makam sang Ibu.
Tae Hee berbalik dan hampir saja pergi saat Kim Jae Ha mengatakan sesuatu yang menghentikan langkahnya sekali lagi.
“Kenapa tiba-tiba saja mereka mengadopsi seorang anak laki-laki yang sepantaran denganmu? Awalnya aku bahkan tidak mengetahui tentang keberadaanmu. Suatu hari, aku melihat ibu pulang membawa sepasang sepatu. Secara alami, aku berpikir ibu membeli sepatu itu untukku. Tapi setelah beberapa hari berlalu, ibu tidak juga memberikannya padaku. Jadi karena aku ingin tahu, aku membuka lemari pakaian ibu dan akhirnya menemukan rahasia yang selama ini dia sembunyikan,” lanjut Kim Jae Ha.
“Di dalam lemari itu, terdapat sepasang sepatu yang dia beli setiap tahun. Saat itulah aku tahu kalau ibu angkatku memiliki seorang anak laki-laki dan ternyata sepatu-sepatu itu adalah hadiah ulang tahun untuknya. Sejak hari itu hingga saat ibu meninggal, aku tak pernah lagi membuka lemari itu. Itu adalah harga diriku yang terakhir,” sambung Kim Jae Ha, menceritakan kisah hidupnya sebagai seorang anak adopsi.
“Pada saat-saat terakhir sebelum dia menghembuskan napas terakhirnya, ibu selalu mencarimu. ‘Tae Hee-yaa...Tae Hee-yaa’, namamu lah yang ibu panggil terakhir kali sebelum dia menutup matanya. Saat itulah aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan memastikan untuk memberikan semua peninggalannya padamu. Terima kasih sudah mendengarkan aku hingga akhir. Ini benar-benar adalah permintaan terakhirku. Kumohon datanglah dan ambillah peninggalan ibu untukmu,” ujar Kim Jae Ha dengan nada penuh permohonan.
Tae Hee tidak mengatakan apa pun, dia tetap melangkah keluar dari kamar perawatan itu. Tae Hee tampak berdiri sejenak di depan kamar perawatan tersebut sebelum memutuskan pergi dari sana. Dari ekspresi Tae Hee, dia terlihat seperti sedang berusaha menahan air matanya.
Merasa butuh seseorang untuk dijadikan sandaran, Tae Hee menelpon sang kekasih untuk datang menemuinya segera. Ja Eun pun dengan senang hati segera datang menemuinya setelah Tae Hee memintanya datang untuk menemuinya di suatu tempat.
(Tentu saja, siapa lagi yang bakal dicari Tae Hee kalau sedang sedih jika bukan Baek Ja Eun? Ingat kan di EP 31 saat Tae Hee mendengar kabar bahwa ibu kandungnya sudah meninggal? Tanpa sadar langkah kakinya berjalan mencari Baek Ja Eun, walaupun saat itu Ja Eun masih marah dan tidak mau bicara padanya, Tae Hee tetap datang mencarinya, berharap Ja Eun akan mendengar keluh kesahnya, kesedihannya, dan memeluknya hangat untuk menghibur hatinya yang terluka. Saat itu, Ja Eun menolak dan mengusirnya, tapi kali ini, Ja Eun ada di sisinya dan akan menghiburnya dengan pelukan hangat. So lucky to have a girlfriend like Ja Eun, right? ^^)
Ja Eun tersenyum gembira saat melihat pria yang dirindukannya berdiri beberapa meter di hadapannya. Dia segera berlari menghampiri Tae Hee dan menyapanya riang.
“Ahjussi,” panggil Ja Eun dengan riang. ("Obatnya" Tae Hee uda dateng. Ayang Baek Ja Eun yang bisa menghibur hati Tae Hee yang sedang terluka, kini sudah datang dengan senyuman ceria di wajahnya ^^)
Tae Hee segera menoleh saat mendengar kekasihnya memanggil namanya dengan riang.
“Apakah misi pengintaianmu sudah selesai?” tanya Ja Eun dengan senyuman hangat yang tak pernah luntur dari wajahnya.
Tae Hee tidak mengatakan apa pun, dia hanya menatap Ja Eun penuh cinta dan kerinduan, juga ekspresi yang tampak seperti “Aku sedih, aku butuh sandaran, bisakah kau menyembuhkan hatiku yang terluka? Baby, now I need you by my side.”
Melihat ekspresi Tae Hee yang menatapnya dengan rumit, antara cinta, kangen dan sedih, Ja Eun bisa menebak pasti telah terjadi sesuatu pada kekasihnya.
“Ahjussi, apa terjadi sesuatu padamu?” tanya Ja Eun tampak khawatir.
Alih-alih menjawab pertanyaan gadisnya, Tae Hee justru mengajaknya pergi berkencan, “Apa kau mau melihat laut?” ajak Tae Hee, mengajaknya kencan untuk yang kelima kalinya.
Dan tentu saja, Ja Eun dengan senang hati menerima ajakan Tae Hee tersebut. Dan di sinilah mereka sekarang, duduk di sebuah kursi kecil di pinggir pantai seraya memasak ramen berdua. Kencan yang sederhana namun romantis.
“Oh, airnya sudah mendidih. Masukkan mie-nya,” seru Ja Eun dengan gembira.
Tae Hee mengangguk dan hampir saja mematahkan mie-nya menjadi dua saat Ja Eun menghentikannya, “Jangan dipatahkan! Masukkan semuanya secara utuh,” ujar Ja Eun melarang.
“Tapi akan lebih mudah memasaknya jika kita mematahkannya menjadi dua,” protes Tae Hee.
“Jangan lakukan itu! Kau harus memasukkan semuanya secara utuh ke dalam panci agar mie-nya tidak lembek. Apakah kau tahu berapa banyak mie yang kumakan saat aku tidur di halaman?” ujar Ja Eun, membanggakan dirinya saat masih tidur di halaman rumah Tae Hee.
Tae Hee tersenyum dan menuruti apa kata kekasihnya, dia memasukkan mie-nya secara utuh tanpa mematahkannya. (Tae Hee be like : “Turuti aja deh apa kata ayang, ini bukan hal yang penting untuk didebat.”)
“Telurnya juga, kau harus menambahkan telurnya saat mie-nya sudah matang. Karena jika kau memasukkan telurnya di awal, telurnya akan meluber dan rasa supnya akan berubah,” lanjut Ja Eun lagi. Sementara Tae Hee hanya senyum-senyum aja mendengar pacarnya yang cerewet.
Saat Tae Hee akan memasukkan bumbunya, Ja Eun sekali lagi menghentikannya, “Oh!” seru Ja Eun, membuat Tae Hee menatapnya bingung. (Tae Hee be like : “Apalagi sih, sayang? Salah mulu perasaan dari tadi caraku masak?”)
“Taburkan secara merata,” ujar Ja Eun memberi instruksi.
“Taburkan secara merata,” ulang Tae Hee menurut dan menaburkannya secara merata sesuai perintah kekasihnya.
Setelah semuanya sudah selesai dimasukkan sesuai perintah “Yang Mulia Ratu” Baek Ja Eun, Tae Hee menutup pancinya dengan tersenyum manis pada kekasihnya. Dia menatap ke arah gadisnya yang tampak tersenyum penuh antusias menunggu ramennya matang.
“Apa kau sangat menyukainya?” tanya Tae Hee dengan tersenyum ceria dan menatap Ja Eun dengan penuh cinta. (Maksudnya Tae Hee adalah “menyukai berkencan di tepi pantai sambil makan ramen” ^^)
“Aku sangat menyukainya," sahut Ja Eun dengan tersenyum manis.
(Tentu saja Ja Eun suka, karena ini membuatnya teringat kembali saat dia tinggal di dalam tenda, serasa mengenang masa lalu namun dengan kenangan baru yang lebih indah, karena kali ini ada Tae Hee yang makan ramen bersamanya ^^)
"Apakah kau selalu membawa
barang-barang seperti ini di dalam mobilmu?” tanya Ja Eun ingin tahu.
Tae Hee mengangguk, “Hhhmm…Hanya untuk berjaga-jaga bila tiba-tiba saja aku pergi ke suatu tempat seorang diri,” sahut Tae Hee, senyuman itu masih menghiasi wajah tampannya.
“Hanya seorang diri? Itu pasti sangat sepi. Mulai sekarang, pastikan kau akan pergi bersamaku,” ujar Ja Eun dengan ekspresi cemas, tak suka melihat Tae Hee kesepian lagi.
Tae Hee mengangguk, “Hhhmm…Hanya untuk berjaga-jaga bila tiba-tiba saja aku pergi ke suatu tempat seorang diri,” sahut Tae Hee, senyuman itu masih menghiasi wajah tampannya.
“Hanya seorang diri? Itu pasti sangat sepi. Mulai sekarang, pastikan kau akan pergi bersamaku,” ujar Ja Eun dengan ekspresi cemas, tak suka melihat Tae Hee kesepian lagi.
Ja Eun kemudian menyadari kalau ramen mereka sudah matang, “Oh, ramennya sudah matang,” seru Ja Eun gembira.
Tae Hee segera meraih tutupnya dan jarinya tak sengaja terkena tutup panci yang panas jadi dia menggosok-gosokkan jarinya ke telinga untuk meredakan panasnya.
“Jariku kena panas,” Tae Hee mengeluh seperti anak kecil pada Ja Eun, hingga membuat Ja Eun tertawa.
Mereka kemudian mulai mengaduk ramen itu dan Tae Hee mulai memasukkan telurnya. Tak lama kemudian, mereka mulai memakan ramennya dengan gembira.
Sepanjang waktu itu, Tae Hee selalu menatap Ja Eun dengan penuh cinta
dan senyuman di wajahnya.
“Hhmmm...Rasanya lezat,” ujar Tae Hee sambil tersenyum gembira.
“Hhmmm...Rasanya lezat,” ujar Tae Hee sambil tersenyum gembira.
Setelah makan, sepasang kekasih itu berjalan-jalan di tepi Pantai. Saat asyik berjalan santai, Ja Eun dengan iseng menyenggol tubuh Tae Hee.
Tae Hee tertawa lepas dan terlihat senang saat melihat Ja Eun gagal menyenggolnya, dia seperti anak kecil yang tertawa senang karena berhasil memenangkan permainan. (Childish dan inner child-nya kumat nih Tae Hee kalau ama Ja Eun ^^)
Tapi Ja Eun tidak marah dan hanya menatap Tae Hee sedikit kesal, namun walau begitu, sedetik kemudian dia mengamit lengan Tae Hee seraya menggenggam tangannya dengan mesra saat mereka berjalan menyusuri pantai.
(kalau di EP 39, Tae Hee yang lebih dulu malu-malu kucing menggenggam tangan Ja Eun, sekarang gantian Ja Eun yang lebih dulu menggenggam tangan Tae Hee saat mereja berjalan menyusuri Pantai. Tae Hee dan Ja Eun selalu membalas perlakuan pasangan mereka. Sebelumnya, Tae Hee yang lebih dulu menggenggam tangan Ja Eun, sekarang Ja Eun yang menggenggam tangan Tae Hee lebih dulu).
Tae Hee spontan melirik ke arah tangannya yang digenggam oleh Ja Eun dan tersenyum bahagia karena mereka tak lagi malu-malu kucing sekarang dan hubungan mereka berjalan sangat alami termasuk mengenai sentuhan fisik, mereka akhirnya bisa berpacaran dengan normal seperti layaknya pasangan kekasih lainnya di luar sana.
(Normal maksudnya gak lagi malu-malu kucing, ya ^^ Udah alami gitu. Pegangan tangan, pelukan, bahkan ciuman, sudah terjadi dengan alami seolah itu sudah sangat wajar terjadi di antara sepasang kekasih, semuanya terjadi secara alami berdasarkan insting dan perasaan ^^ Ini yang membuat Tae Hee merasa bahagia ^^)
Sepasang kekasih itu saling menatap penuh cinta sambil bergandengan tangan dengan mesra, mereka berdua sama-sama tersenyum bahagia. Mereka berjalan ke arah Menara pengawas seraya menatap matahari yang terbenam dengan indahnya.
Tae Hee melepaskan genggaman tangan Ja Eun, kemudian memegang lengannya sejenak sebelum akhirnya berdiri di sisi Ja Eun yang lain.
Saat Ja Eun melemparkan pandangannya ke arah laut, Tae Hee justru menatap penuh cinta ke arah sang kekasih. Bagi Tae Hee, wajah gadis yang dicintainya jauh lebih indah daripada siluet matahari terbenam.
Melihat Ja Eun tidak menolak pelukannya, Tae Hee tersenyum bahagia
kemudian membungkukkan tubuhnya seraya menyandarkan kepalanya di bahu gadis
itu. Tatapan mata Tae Hee menunjukkan ekspresi kerinduan dan cinta yang mandalam.
Tae Hee memeluk Ja Eun mesra dari belakang hingga matahari
terbenam dan menghilang di balik cakrawala. (Kencan di pantai benar-benar
sangat romantis. Uda hemat, romantis pula ^^)
Cut Scenes :
1. Tae Hee mengajak Ja Eun berkencan di tepi pantai :
2. Tae Hee dan Ja Eun berkencan di tepi pantai :
3. Tae Hee's sweet backhug scene :
Senang rasanya melihat Tae Hee berusaha “meraih” Ja Eun lebih dulu dengan memanggilnya untuk menenangkan hatinya yang sedih dan gelisah. Walau dia tidak mengatakan apa-apa (setidaknya untuk saat ini), namun dengan memanggil Ja Eun dan memintanya menemaninya di saat-saat sulit seperti ini, sudah merupakan kemajuan pesat bagi Tae Hee, menunjukkan bahwa di dalam hati Tae Hee, Ja Eun menempati posisi yang sangat penting.
Seperti saat di EP 31, di mana Tae Hee tanpa sadar datang mencari Ja Eun ketika dia mendengar berita bahwa ibu kandungnya sudah meninggal, saat inipun, dia kembali mencari Ja Eun saat mendengar kabar bahwa Ibu kandungnya tak pernah melupakannya. Apakah ini yang Tae Hee sebut sebagai “suka”? Tidak. Aku meragukannya. Ja Eun selalu ada dalam hati dan pikiran Tae Hee setiap saat, saat dia sedih ataupun senang, nama Ja Eun selalu melintas dalam pikirannya.
Dan tatapan mata Tae Hee bukanlah tatapan mata seorang pria yang menyukai seorang gadis tapi lebih dalam dari itu. He loves her, but he doesn’t even realize it. Tae Hee mencintai Ja Eun, perasaan sukanya sudah berubah menjadi cinta, namun seperti biasa, Tae Hee masih belum menyadarinya.
Ingat kan kalau Tae Hee ini “lack of feeling” alias “tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik”? Awalnya Tae Hee bahkan tidak menyadari kalau dia menyukai Ja Eun, tidak, sebelum Tae Bum menyadarkannya berkali-kali (EP 25). Jadi sekarang pun sepertinya sama, Tae Hee sudah jatuh sangat dalam, dia jatuh cinta pada Ja Eun, dia mencintainya terlalu dalam, namun sepertinya Tae Hee belum menyadari hal itu.
Tae Hee sepertinya membutuhkan satu pemicu lagi agar dia menyadari kalau yang dia rasakan pada Baek Ja Eun bukanlah sekedar rasa suka atau crush semata, melainkan Fall In Love dan ini sudah sejak lama dia rasakan, mungkin sejak dia menyatakan perasaannya untuk yang ketiga kalinya, “Baek Ja Eun, aku masih menyukaimu”, sebenarnya dia sudah jatuh cinta pada gadis itu, namun Tae Hee tidak menyadarinya dan masih menganggapnya sebagai rasa suka. Mari kita tunggu episode di mana Tae Hee akhirnya menyadari bahwa dia sebenarnya sudah jatuh cinta pada Ja Eun dan mencintainya dengan sangat dalam.
Apakah di episode berikutnya Tae Hee akan menceritakan soal ibu kandungnya pada Ja Eun dengan mulutnya sendiri? Jika Tae Hee menceritakannya dengan mulutnya sendiri, itu menunjukkan bahwa dia sudah mempercayai Ja Eun dalam hatinya dan tidak keberatan berbagi semua penderitaan dan kesedihannya pada gadis itu tanpa malu-malu lagi. Hubungan mereka akan maju selangkah lagi, bukan hanya masalah sentuhan fisik, namun juga masalah emosional, khususnya masalah emosional Tae Hee yang memiliki trauma ditinggalkan sejak kecil.
Karena cinta bukan hanya sebatas sentuhan fisik tapi lebih
ke hubungan emosional dan ikatan batin antar pasangan. Karena kalau hanya sebatas
sentuhan fisik semata, itu namanya nafsu dan ujung-ujungnya pasti si suami
selingkuh kalau menemukan wanita lain yang lebih muda, lebih cantik dan lebih
seksi daripada istrinya. Tapi kalau cinta sejati, bukan berdasarkan fisik namun
lebih ke hubungan batin dan emosional antar pasangan, sama seperti Tae Hee dan
Ja Eun. Mesra-mesraannya jarang namun lebih ke deep talk, bicara dari hati ke hati,
curhat masalah yang dia alami ke pasangan, cari solusi bareng, itulah gaya pacaran
Tae Hee dan Ja Eun yang sangat-sangat dewasa. Jadi mari kita lihat dan tunggu
di episode berikutnya, apakah Tae Hee akan menceritakan tentang ibu kandungnya pada
Ja Eun dengan mulutnya sendiri? ^^
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/697 + https://gswww.tistory.com/698
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/697 + https://gswww.tistory.com/698
Video Credit : Meyahmjw
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS!
Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah
murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa
menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian
mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya,
aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan
setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia
Per-Youtube-an!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar