Highlight for today episode :
About Tae Hee and Ja Eun, of course, now officially dating, I’m glad these two are progressing along so well. It took them so long to figure their feelings for each and then they had to get through multiple struggles and growth, so it’s satisfying to see them enjoying each others company. But I think more importantly, in this episode they starting to form a real emotional connection, beyond just the giddy feelings of liking each other. The first step to real “Sarang”. If they are only in the “I Like You” level and they are already this deep, how much deeper can their relationship go when they move on into the “I Love You” level?
The drama does a great job of showing the light side of their relationship and then reminds us of how these two are so perfect for each other by showing us them emotionally connecting like the back-hug scene. I love the back hug so much. That back hug has got to be the most intimate scene ever, much better than their kissing scene.
And I love the way when Tae Hee hug Ja Eun, so manly and caring. That shot of Tae Hee with his hand on Ja Eun’s head is the best. I don’t think Tae Hee has ever looked better than he did there. It shows how they care for each other and their growing connection but it’s so subtle and it doesn’t pound you on the head with it. Tae Hee was baffled by Ja Eun but felt the need to comfort her, all the while she wanted to be a source of support for him but ultimately felt unable to do more. I could never get tired of this scene.
It doesn’t mean that he’s not committed as much as Ja Eun is, it’s just something that he has never done, and when you put a face on for so long it becomes practically engraved in your personality and you have to struggle against yourself to break the pattern. But Ja Eun is important to Tae Hee and I believe that’s going to be enough for him to make the effort.
---------000000000------
Episode 38:
Setelah lama tidak pulang, Hwang Tae Bum akhirnya pulang ke rumahnya dan makan malam bersama keluarganya. Park Bok Ja bertanya kenapa tiba-tiba Tae Bum datang ke rumah, karena biasanya dia sangat sibuk dengan pekerjaan dan pernikahannya hingga tak punya waktu pulang ke rumah.
Tae Bum yang sebenarnya punya masalah dengan pernikahannya, sebenarnya datang ke sana karena ingin berkeluh kesah dengan saudara-saudaranya, namun dia menggunakan kepindahan kembali Ja Eun ke rumah sebagai alasan untuk menghindari interogasi dari para tetua Hwang. Intinya Tae Bum datang karena ingin curhat pada Tae Hee dan Tae Phil.
Tae Bum menggunakan Ja Eun sebagai alibi agar orangtua dan neneknya tidak curiga kalau dia punya masalah dengan pernikahannya. Dan dia datang ke sana karena ingin curhat dengan kedua adiknya.
“Aku akan marah padamu kalau Paman kedua tidak datang menyambutku, tapi aku dengar kalau Paman akan dipercaya membawakan sebuah program acara baru, jadi aku putuskan untuk memaafkanmu. Aku dengar Paman akan menjadi penyiar berita di program baru itu. Aku tak sabar menantikannya,” sahut Ja Eun dengan ceria. Dengan kata lain, “Oke, oke. Dimaafin deh karena lagi sibuk mempersiapkan acara baru.”
Nenek juga menyahut dengan bangga kalau dia sangat menantikan acara baru itu juga, dia tidak sabar ingin melihat Tae Bum muncul di TV setiap hari.
Tae Bum yang sudah menolak tawaran itu karena penulis acara itu adalah mantan pacarnya, Hye Ryeong, hanya tertawa canggung dan mengatakan kalau dia sepertinya dia tidak jadi membintangi program baru itu namun tidak menjelaskan alasannya secara rinci. Dia hanya mengatakan kalau sebenarnya dia hanyalah pilihan kedua, jadi lebih tampak seperti cadangan. Tak hanya Ja Eun dan nenek yang tampak kecewa, namun juga seluruh keluarga.
“Kapan keputusannya diambil?” tanya Tae Hee ikut kecewa.
“Hari ini,” sahut Tae Bum dengan senyum terpaksa.
“Jangan khawatir, Paman Kedua. Pasti akan ada kesempatan lain untukmu di masa depan. Paman kedua sudah menjadi pahlawan di internet sekarang karena sudah menyelamatkan anak kecil waktu itu,” hibur Ja Eun dengan tersenyum ceria.
Tae Bum setuju dengan ucapan Ja Eun dan berkata, “Benar. Pasti akan ada kesempatan lain. Terima kasih,” sahutnya dengan senyuman berterima kasih pada Ja Eun atas dukungan semangatnya.
Tae Bum meminta Nenek untuk makan karena makanannya sudah mulai dingin dan memberikan tanda pada Tae Hee agar membantunya bicara agar Nenek dan Ibu tak lagi kecewa seperti itu.
“Benar, Halmoni. Tak perlu khawatir. Apa kalian lupa siapa kakak kedua?” ujar Tae Hee ikut menghibur.
Walau dengan raut kecewa, Nenek tetap menyuruh semua orang untuk makan. Tae Bum kemudian mengalihkan pembicaraan dan mengubah topik ke arah Tae Phil yang tampak terlihat berbeda malam ini.
“Maknae, kau terlihat tampan dengan setelan jas baru itu,” puji Tae Bum seraya melirik Tae Phil.
“Ahh, ini. Tae Hee Hyung yang membelikannya untukku,” jawab Tae Phil dengan senyuman nakalnya seraya merangkul pundak Tae Hee sekilas dan menepuknya, seolah memberi tanda, “kartu kreditmu berguna juga.” Tae Hee menatap Tae Phil kesal sementara Ja Eun tampak heran mendengarnya.
“Pemberian Tae Hee?” ulang Park Bok Ja heran. Tak hanya Ja Eun yang terlihat heran, semua orang memandang ke arah Tae Hee dengan penuh tanya seolah bertanya, “Tumbenan kalian akur? Sampai Tae Hee ngebeli’in jas mahal segala?”
“Ya. Meskipun agak terlambat, untuk mengucapkan selamat pada Tae Phil karena telah mendapatkan pekerjaan baru, maka aku membelikannya pakaian,” sahut Tae Hee menutupi kalau dia meminjamkan kartu kreditnya sebagai uang tutup mulut dan bagaimana Tae Phil sebenarnya telah “merampoknya” hahaha ^^ Poor Tae Hee >_<
“Oh my, Tae Hee kami sangat murah hati,” puji Nenek dengan bangga.
“Tae Hee-ssi, kau benar-benar kakak yang baik,” puji Mi Shook yang juga diundang untuk makan malam bersama mereka malam ini.
“Itulah yang kukatakan. Tae Hee kami bukan hanya kakak yang baik, namun juga pria yang baik,” puji Nenek pada cucu kesayangannya dengan bangga. Ja Eun tersenyum pada dirinya sendiri mendengar hal itu. Sebagai pacar, dia ikut merasa bangga pada Tae Hee.
“Tapi aku tidak tahu kenapa dia tidak pernah pacaran dengan gadis mana pun. Ibu Ha Na, jika kau mengenal seorang gadis baik yang lajang di sekitarmu, tolong perkenalkan padanya,” lanjut Nenek, yang berpikir kalau Tae Hee masih jomblo tralala.
Ucapan itu jelas membuat Ja Eun yang berstatus sebagai pacar sah Tae Hee tampak kecewa mendengarnya.
“Omo? Benarkah kau tidak punya pacar? Kupikir kau sudah punya seorang pacar,” sahut Mi Shook dengan tidak percaya.
“Dia tidak punya. Jadi jika ada seorang gadis lajang yang baik yang melintas dalam pikiranmu, kau harus memperkenalkannya pada Tae Hee,” sahut Nenek, mewakili Tae Hee yang hanya membisu sedari tadi.
“Aku akan marah padamu kalau Paman kedua tidak datang menyambutku, tapi aku dengar kalau Paman akan dipercaya membawakan sebuah program acara baru, jadi aku putuskan untuk memaafkanmu. Aku dengar Paman akan menjadi penyiar berita di program baru itu. Aku tak sabar menantikannya,” sahut Ja Eun dengan ceria. Dengan kata lain, “Oke, oke. Dimaafin deh karena lagi sibuk mempersiapkan acara baru.”
Nenek juga menyahut dengan bangga kalau dia sangat menantikan acara baru itu juga, dia tidak sabar ingin melihat Tae Bum muncul di TV setiap hari.
Tae Bum yang sudah menolak tawaran itu karena penulis acara itu adalah mantan pacarnya, Hye Ryeong, hanya tertawa canggung dan mengatakan kalau dia sepertinya dia tidak jadi membintangi program baru itu namun tidak menjelaskan alasannya secara rinci. Dia hanya mengatakan kalau sebenarnya dia hanyalah pilihan kedua, jadi lebih tampak seperti cadangan. Tak hanya Ja Eun dan nenek yang tampak kecewa, namun juga seluruh keluarga.
“Kapan keputusannya diambil?” tanya Tae Hee ikut kecewa.
“Hari ini,” sahut Tae Bum dengan senyum terpaksa.
“Jangan khawatir, Paman Kedua. Pasti akan ada kesempatan lain untukmu di masa depan. Paman kedua sudah menjadi pahlawan di internet sekarang karena sudah menyelamatkan anak kecil waktu itu,” hibur Ja Eun dengan tersenyum ceria.
Tae Bum setuju dengan ucapan Ja Eun dan berkata, “Benar. Pasti akan ada kesempatan lain. Terima kasih,” sahutnya dengan senyuman berterima kasih pada Ja Eun atas dukungan semangatnya.
Tae Bum meminta Nenek untuk makan karena makanannya sudah mulai dingin dan memberikan tanda pada Tae Hee agar membantunya bicara agar Nenek dan Ibu tak lagi kecewa seperti itu.
“Benar, Halmoni. Tak perlu khawatir. Apa kalian lupa siapa kakak kedua?” ujar Tae Hee ikut menghibur.
Walau dengan raut kecewa, Nenek tetap menyuruh semua orang untuk makan. Tae Bum kemudian mengalihkan pembicaraan dan mengubah topik ke arah Tae Phil yang tampak terlihat berbeda malam ini.
“Maknae, kau terlihat tampan dengan setelan jas baru itu,” puji Tae Bum seraya melirik Tae Phil.
“Ahh, ini. Tae Hee Hyung yang membelikannya untukku,” jawab Tae Phil dengan senyuman nakalnya seraya merangkul pundak Tae Hee sekilas dan menepuknya, seolah memberi tanda, “kartu kreditmu berguna juga.” Tae Hee menatap Tae Phil kesal sementara Ja Eun tampak heran mendengarnya.
“Pemberian Tae Hee?” ulang Park Bok Ja heran. Tak hanya Ja Eun yang terlihat heran, semua orang memandang ke arah Tae Hee dengan penuh tanya seolah bertanya, “Tumbenan kalian akur? Sampai Tae Hee ngebeli’in jas mahal segala?”
“Ya. Meskipun agak terlambat, untuk mengucapkan selamat pada Tae Phil karena telah mendapatkan pekerjaan baru, maka aku membelikannya pakaian,” sahut Tae Hee menutupi kalau dia meminjamkan kartu kreditnya sebagai uang tutup mulut dan bagaimana Tae Phil sebenarnya telah “merampoknya” hahaha ^^ Poor Tae Hee >_<
“Oh my, Tae Hee kami sangat murah hati,” puji Nenek dengan bangga.
“Tae Hee-ssi, kau benar-benar kakak yang baik,” puji Mi Shook yang juga diundang untuk makan malam bersama mereka malam ini.
“Itulah yang kukatakan. Tae Hee kami bukan hanya kakak yang baik, namun juga pria yang baik,” puji Nenek pada cucu kesayangannya dengan bangga. Ja Eun tersenyum pada dirinya sendiri mendengar hal itu. Sebagai pacar, dia ikut merasa bangga pada Tae Hee.
“Tapi aku tidak tahu kenapa dia tidak pernah pacaran dengan gadis mana pun. Ibu Ha Na, jika kau mengenal seorang gadis baik yang lajang di sekitarmu, tolong perkenalkan padanya,” lanjut Nenek, yang berpikir kalau Tae Hee masih jomblo tralala.
Ucapan itu jelas membuat Ja Eun yang berstatus sebagai pacar sah Tae Hee tampak kecewa mendengarnya.
“Omo? Benarkah kau tidak punya pacar? Kupikir kau sudah punya seorang pacar,” sahut Mi Shook dengan tidak percaya.
“Dia tidak punya. Jadi jika ada seorang gadis lajang yang baik yang melintas dalam pikiranmu, kau harus memperkenalkannya pada Tae Hee,” sahut Nenek, mewakili Tae Hee yang hanya membisu sedari tadi.
Melihat Tae Hee hanya terdiam membisu, membuat Ja Eun mengerucutkan bibirnya cemberut, kesal karena Tae Hee seolah mengiyakan tawaran untuk dicarikan pacar.
“Kau benar-benar tidak punya pacar? Kalau begitu, aku akan membantu mencarikannya untukmu,” ujar Mi Shook, mengkonfirmasi sekali lagi.
Tae Hee hanya menyuap makanannya dengan tersenyum palsu yang terlihat sangat dipaksakan dan tidak mengatakan apa-apa, tidak menolak namun juga tidak mengiyakan.
“Kau benar-benar tidak punya pacar? Kalau begitu, aku akan membantu mencarikannya untukmu,” ujar Mi Shook, mengkonfirmasi sekali lagi.
Tae Hee hanya menyuap makanannya dengan tersenyum palsu yang terlihat sangat dipaksakan dan tidak mengatakan apa-apa, tidak menolak namun juga tidak mengiyakan.
Ja Eun yang melihat keterdiaman Tae Hee semakin menjadi kesal, “Omo...Omo… Dia bahkan tidak menolaknya!” batin Ja Eun dengan kesal.
“Aku tahu. Aku pasti akan segera mencarikannya untukmu,” lanjut Mi Shook lagi karena melihat Tae Hee yang tampak tidak menolak usulan itu. Sedang Tae Hee lagi hanya memberikan senyum palsu yang penun keterpaksaan.
Ja Eun menghembuskan napas kesal dan memaki Tae Hee dalam pikirannya, “Omo...Omo...Omo...Sampai akhir dia tidak menyangkal hal itu.”
Kesal mendengar Tae Hee akan dicarikan pacar, untuk mengalihkan pembicaraan soal pacar Tae Hee, Ja Eun mencoba mengangkat topik lain.
“Ha Na-yaa, Guksu-yya, kalian sudah mencicipi daging bebeknya kan? Bagaimana rasanya? Apakah enak?” tanya Ja Eun pada kedua anak kecil yang duduk di sampingnya.
Kedua anak itu hanya berani memandangnya tanpa berani berkomentar, hingga mau tidak mau Ja Eun kembali bertanya, “Tidak apa-apa. Jujur saja, apa rasanya tidak enak?” tanya Ja Eun dengan raut sedih. Sekali lagi, kedua anak itu hanya menatapnya tanpa berani berkomentar.
“Kau harusnya bertanya seperti ini, Hwang Guksu, Oh Ha Na, apakah kalian ingin makan daging bebek lagi?” ujar Tae Bum, mengubah kalimat pertanyaannya, yang spontan mendapatkan respon cepat, “Tidak!” dari kedua anak itu.
Semua orang tertawa lucu mendengar jawaban jujur dari kedua anak itu, Tae Hee yang tertawa paling kencang di sana. Hanya Ja Eun dan Park Bok Ja yang tampak kecewa mendengarnya. Tae Bum juga ikut tertawa, namun sedetik kemudian, wajahnya kembali terlihat sedih dan Tae Hee menyadari hal itu.
Setelah makan malam, ketiga bersaudara Hwang : Hwang Tae Bum, Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Phil tampak duduk-duduk di beranda rumah, tempat yang berada di antara halaman kamar Hwang Tae Sik dan Kim Mi Shook di lantai bawah.
Tae Bum membuka percakapan dengan mengatakan kalau udara di sini sangat bagus, walaupun cuaca semakin dingin namun udara di sini lebih bagus daripada di Seoul. (Ya jelaslah, bro. Ibarat membandingkan Surabaya vs Malang/Pasuruan/Pandaan >_<)
Tae Phil bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan program baru tersebut, teasernya bahkan sudah keluar tapi kenapa Tae Bum malah ditarik mundur? Tak ingin menjawab, Tae Bum mengubah pembicaraan tentang Tae Shik, bertanya kenapa dia sampai malam belum pulang padahal dia ingin bertemu dengan Tae Shik dulu sebelum pergi dan bagaimana hubungan ayah mereka dan Tae Shik sekarang, apakah masih kaku seperti sebelumnya atau sudah mencair?
Tae Hee menjawab, “Mereka masih sama seperti sebelumnya. Tapi setidaknya tidak bertambah buruk. Hyung, telah terjadi sesuatu padamu, bukan?” tanya Tae Hee dengan khawatir.
Tae Bum lagi-lagi mengubah topik pembicaraan dan tidak mau menjawab pertanyaan Tae Hee, “Ayah dan Ibu terlihat sehat. Aku lega melihatnya,” ujar Tae Bum mengalihkan pembicaraan untuk yang kesekian kalinya.
“Kenapa kau selalu mengubah topik pembicaraan? Sesuatu benar-benar telah terjadi padamu, bukan?” seru Tae Phil, ikut mendesak.
“Ayo kita minum lagi,” ajak Tae Bum bersulang.
“Ya. Dan dia juga telah bercerai. Bukan hanya itu, sebenarnya dia juga adalah penulis yang dipilih untuk merancang program baru Start Together itu,” jawab Tae Bum, secara tidak langsung menjelaskan alasan kenapa dia akhirnya dengan terpaksa memilih mundur dari program baru tersebut.
“Apa itu sebabnya kau mundur dari program baru itu?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi.
“Ya,” jawab Tae Bum singkat, wajahnya tampak tak rela karena dia terpaksa harus mundur dari program impiannya.
“Tapi tetap saja, apakah harus bertindak sejauh ini dengan menyuruhmu mundur? Pekerjaan adalah pekerjaan,” seru Tae Phil, ikut merasa kecewa.
“Su Yeong-ssi yang menyuruhku,” sahut Tae Bum dengan ekspresi kecewa.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Tae Hee khawatir saat melihat Tae Bum minum cukup banyak.
“Tentu saja aku tidak baik-baik saja. Aku merasa sangat sedih,” sahut Tae Bum dengan jujur kali ini.
“Hye Ryeong Noona, kenapa dia datang ke IBC dari semua Perusahaan yang ada? Bahkan hingga akhir, aku masih tetap tidak menyukainya,” seru Tae Phil kesal.
“Tapi tetap saja, aku harus melakukan hal yang benar, kan? Seperti yang selama ini kulakukan. Semua Keputusan tidak lagi ada di tanganku sekarang. Sebelum menikah, aku adalah putra kedua ayahku dan sekarang aku adalah suami Su Yeong,” ujar Tae Bum walaupun dengan raut wajah kecewa.
“Seperti yang pernah kau bilang, Su Yeong adalah wanita yang baik. Dan dia sama sekali tidak pantas mendapatkan perlakuan ini dariku,” lanjut Tae Bum seraya menoleh pada Tae Hee.
“Jadi jangan khawatir. Walaupun sekarang aku membuang kesempatan emas yang baru saja datang setelah lama aku bergabung dengan Perusahaan, ini bukanlah apa-apa. Tiga tahun lalu, saat aku mengirim pergi seorang wanita, aku bahkan membuang seluruh hidupku agar aku bisa kembali menjalani hidup dengan baik,” sambung Tae Bum lagi, menyemangati dirinya sendiri.
Sementara Tae Hee yang memang tidak tahu cara menghibur orang yang sedih hanya bisa menuangkan minuman ke dalam cangkir kakaknya. Seolah dengan mabuk, semua masalah bisa disingkirkan.
Saat Hwang Tae Hee dan kedua saudaranya sedang mengobrol di teras rumah, Ja Eun di kamarnya tampak cemberut kesal saat kembali teringat dengan ucapan Mi Sook dan bagaimana Tae Hee bereaksi.
“Kau benar-benar tidak punya pacar? Kalau begitu, aku akan membantu mencarikannya untukmu,” Ja Eun teringat dengan ucapan Mi Shook saat itu dan bagaimana Tae Hee yang hanya terdiam membisu dan tidak menolak sama sekali.
Ja Eun mengomel kesal pada dirinya sendiri, “Kenapa dia tidak menolak? Bukankah dengan hanya duduk diam di sana dan tidak mengatakan apa pun, sama artinya dengan dia menyetujuinya? Apa itu berarti dia bersedia diperkenalkan dengan seorang gadis?” omel Ja Eun kesal.
(Ja Eun be like : “Apa artinya aku bagimu? Bukankah kau bilang kau menyukaiku?” Wah, ini seperti saat Ja Eun menggantung hati Tae Hee setelah Tae Hee menyatakan cintanya untuk yang pertama kalinya. Apakah mungkin Tae Hee sedang ‘membalas dendam’? hahaha ^^ Galau juga kan Ja Eun, rasanya digantung?)
Ja Eun lalu memeriksa ponselnya yang tentu saja tidak ada pesan ataupun telepon dari Tae Hee karena Tae Hee sedang sibuk mengobrol dengan kedua saudaranya di teras rumah.
“Dan dia bahkan tidak mengirimkan satu pesan pun untukku sepanjang hari,” omel Ja Eun lagi, seraya meletakkan ponselnya dengan kasar ke atas meja.
Pagi harinya, saat Ja Eun datang ke gudang, Tae Hee ternyata sudah ada di sana dan tampak sedang sibuk memindahkan dua buah karung berukuran besar ke atas troli. Ja Eun yang melihat Tae Hee ada di sana, berjalan masuk masih dengan raut wajah yang ditekuk kesal, tampak masih kesal karena masalah kemarin malam.
(Ja Eun be like : “Ngapain dateng ke sini? Masih inget kalau punya pacar, mas bro? Kirain uda mulai nyari pacar muda. Loe serius gak sih sebenarnya sama gue?” ya begitulah kira-kira arti raut wajah Ja Eun saat bertemu Tae Hee pagi itu >_< Gantian, yang wajahnya ditekuk sekarang Ja Eun xixixi ^^)
“Apa kau tidur dengan nyenyak? Sebelum berangkat kerja, aku ingin membantumu memindahkan serbuk gergaji,” ujar Tae Hee dengan lembut saat melihat Ja Eun sudah ada di sana.
“Hari ini aku tidak akan menaburkan serbuk gergaji,” sahut Ja Eun dengan dingin dan datar, masih dengan wajah cemberut yang terlihat jelas.
“Ah, kau tidak akan menaburkan serbuk gergaji? Kalau begitu, haruskah aku membantumu memindahkan pakannya?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi, namun dia tampak kecewa saat ternyata usahanya sia-sia. Dia tampak masih ingin melakukan sesuatu untuk pacarnya.
“Tidak perlu. Bukankah kau takut pada bebek sehingga tidak berani masuk ke dalam? Aku akan melakukannya sendiri,” sahut Ja Eun dingin dan datar, masih dengan raut kekesalan yang sama.
Tae Hee terdiam mengamati pacarnya, dia merasa aneh karena Ja Eun tampak dingin padanya, dan tak ada senyuman di wajahnya. Biasanya Ja Eun selalu ceria dan hangat, juga penuh senyuman saat bicara padanya.
“Apa mungkin kau marah padaku?” tanya Tae Hee dengan hati-hati, sepertinya dia takut melakukan kesalahan tanpa dia sadari.
(Uda tahu masih nanyak, mas bro? Kamu sadar salah gak? Uda punya pacar tapi diem-diem bae waktu mau dikenalin sama cewek lain, pacar mana yang gak kesel? Ati-ati Tae Hee-ya, gak butuh waktu lama, bentar lagi kamu bakal dibikin nyesel sama Ja Eun, ngejar-ngejar lagi dah habis gini. Makanya jangan macem-macem, apalagi kalau level kebucinanmu jauh di atas Ja Eun >_<)
Tae Hee segera memindahkan kembali karung berisi serbuk gergaji itu dan mengembalikannya ke tempatnya semula, kemudian mendorong troli berisi pakan bebek ke arah kandang, dengan dipimpin Ja Eun yang jalan lebih dulu di depannya.
Ja Eun membuka pintu kandang dan tampak kembali riang saat melihat bebek-bebek itu berlarian ke sana kemari. Tae Hee mendorong troli itu masuk ke dalam kandang lalu kemudian buru-buru keluar dengan panik saat bebek-bebek itu berlari mendekati kakinya.
Melihat Tae Hee yang tampak ketakutan pada bebek, membuat Ja Eun tertawa lucu. Seketika rasa kesalnya karena masalah kemarin malam terlupakan. Ja Eun kemudian berdiri di samping Tae Hee seraya masih menertawakan ketakutan Tae Hee terhadap bebek.
Tae Hee yang awalnya berdiri membelakangi kandang, melirik Ja Eun yang sekarang berdiri di sampingnya sambil tertawa lebar. Tae Hee yang awalnya tampak takut dan panik, seketika tersenyum manis saat melihat tawa di wajah pacarnya.
Tae Hee sepertinya sangat menyukai senyum dan tawa Ja Eun yang ceria. Dia tampak mengamati wajah cantik sang pacar saat tertawa, sebelum kemudian memutar tubuhnya ke arah Ja Eun dan mengajaknya berkencan dengan malu-malu.
“Apa kau mau makan siang bersama? Aku akan datang menjemputmu dan menunggumu di luar kantor,” ajak Tae Hee dengan tersenyum malu-malu, mengajak pacarnya makan siang bersama.
Ja Eun mengangguk gembira, namun kemudian dia meralatnya, “Aku menyukainya. Ah, tapi aku tidak bisa kalau makan siang. Aku sudah punya janji,” sahut Ja Eun dengan ekspresi menyesal.
Tae Hee yang awalnya tersenyum girang karena Ja Eun menerima ajakannya, seketika menjadi cemberut saat Ja Eun menolaknya dalam detik berikutnya. (Hahaha…dibales kan sama Ja Eun? ^^)
“Aku punya pekerjaan. Aku hanya bebas saat makan malam,” lanjut Ja Eun, kemudian melemparkan senyuman terbaiknya agar Tae Hee tak marah.
“Tolong belikan aku makan malam,” sambung Ja Eun seraya memegang lengan jaket Tae Hee dan menggoyang-goyangkan lengannya dan merayu dengan manis.
“Apa kau punya janji dengan Kim Jae Ha?” tebak Tae Hee tepat sasaran, dengan wajah terlihat kesal.
“Ya,” sahut Ja Eun dengan ekspresi menyesal.
Ja Eun masih menggoyang-goyangkan lengan Tae Hee agar bersedia mengubah waktu kencan mereka. Ja Eun tak ingin Tae Hee marah namun juga tidak bisa mengubah jadwal pertemuannya dengan Kim Jae Ha.
Tae Hee tampak tak terpengaruh oleh rayuan manis Ja Eun, wajahnya masih terlihat kesal, tampak jelas dia tak mau mengalah pada Kim Jae Ha.
Ja Eun menurunkan pegangannya di lengan Tae Hee dan menjawab dengan ragu, “Di sauna. Kim PD-nim suka mengadakan meeting di tempat yang berbeda untuk mencari inspirasi,” sahut Ja Eun dengan tak nyaman. Dia tahu seperti apa level kecemburuan Tae Hee.
Mendengar kata sauna, Tae Hee menghela napas frustasi, sebelum kemudian menimpali, “Baiklah. Tapi sauna yang mana?” tanya Tae Hee dengan penasaran.
Ja Eun terdiam lagi, tampak ragu untuk menjawab, jadi dia hanya menatap Tae Hee dengan ekspresi sulit.
“Aku tidak akan pergi. Aku hanya ingin tahu,” ujar Tae Hee, saat menyadari Ja Eun tampak ragu untuk menjawab.
(Halah, lagakmu Tae Hee. Kita semua penonton tahu level kecemburuanmu dan kebiasaanmu stalking. Apalagi sekarang Ja Eun uda jadi pacarmu, kamu pasti jadi lebih posesif dari sebelumnya, kan? Dapetnya susah jadi kamu pasti tidak akan pernah mau Ja Eun-mu direbut orang, kan? ^^)
“Kau tidak akan pergi. Jadi kenapa kau harus tahu hal itu?” tanya Ja Eun, mengembalikan kalimat Tae Hee.
“Aku masih sangat penasaran. Katakan di mana itu!” ujar Tae Hee, menuntut jawaban sekali lagi. Saat Ja Eun tak mau menjawab, dia melanjutkan lagi ucapannya dengan nada yang sangat penuh penyangkalan.
“Aku bilang aku takkan pergi ke sana! Apa kau pikir aku tak punya harga diri?” seru Tae Hee dengan penyangkalan kuat dan ekspresi wajah yang lucu.
(Tae Hee in full denial, tahu kan artinya apa? Itu artinya kalau dia bilang “nggak” maka yang terjadi adalah “sebaliknya”. Contohnya banyak. Saat di EP 25, Tae Bum bertanya apakah Tae Hee menyukai Ja Eun, dan Tae Hee menyangkal kuat. Lalu di EP 35, saat Tae Phil bertanya apakah Ja Eun yang mengatakan “Ye, kayo”, lagi-lagi Tae Hee menyangkal kuat dan berkata bukan Ja Eun. Nyatanya apa? Kebalikannya, kan? Tae Hee mah gitu, full denial = fakta yang sebenarnya ^^ Tapi lucu loh melihat Tae Hee yang menyangkal dengan nada defensive kayak gitu, seolah-olah dia sudah menahan diri untuk tidak akan pergi mengikuti Ja Eun, namun akhirnya dia tetap kalah pada perasaan cintanya dan kecemburuannya sendiri. Aku yakin setengah bagian dari dirinya pasti ingin menendang dirinya sendiri yang begitu lemah bila menyangkut Ja Eun hahaha ^^)
Dan ya, pria dewasa (yang bermental bocah bila menyangkut masalah hati) yang mengaku punya harga diri namun akhirnya fakta membuktikan sebaliknya, karena dia benar-benar tidak punya harga diri dan pergi ke sauna itu dengan membawa semua rekan-rekan polisinya.
(Dasar Tae Hee ckckck... Cowok kalau uda bucin mampus, harga diri dan reputasinya uda dibuang ke palung Mariana hahaha ^^ Yang penting ayangnya harus selalu dipantau biar gak selingkuh sama cowok lain, kalau perlu distalking ke mana-mana ckckck... Bucin versi babang polisi, distalking ke mana-mana ^^)
Di sauna, Ja Eun yang sedang berjalan bersama Kim Jae Ha dan ingin mencari lokasi yang tenang untuk meeting mereka tampak menghela napas lelah saat melihat pacarnya, sang babang polisi tercinta, Hwang Tae Hee tampak duduk di salah satu sudut sauna bersama ketiga rekan polisinya untuk membahas masalah penangkapan seorang kriminal.
“Hyung, kenapa kita harus mengadakan meeting di sauna? Setiap kali kita memulai meeting, aku sudah mulai ‘terbakar’. Untuk apa lagi ke sauna?” protes Seo Dong Min kesal. Karena kalau membahas soal penjahat pasti ujung-ujungnya panas dan emosi jiwa melanda, kan? Buat apa cari ‘panas’ lagi di sauna? Gitu maksudnya. Harusnya malah cooling down, lah ini malah nyari ‘panas’ hahaha ^^
Kim Jae Ha yang berdiri di samping Ja Eun tampak memiringkan tubuhnya dan melihat lebih teliti siapa yang ditatap Ja Eun dengan lekat. Hingga akhirnya dia sadar bahwa lagi-lagi Hwang Tae Hee ada di sana bersama ketiga rekan polisinya. Ja Eun memutar bolanya malas karena ternyata prediksinya benar, Tae Hee akan mengikutinya lagi seperti sebelumnya.
“Apa kau tidak mendengarkan aku? Terutama Im Jae Sung, sebelumnya dia pernah ditangkap karena ketahuan menyelundupkan ratusan jam tangan mewah palsu di dalam sebuah truk. Itu sebabnya kita harus mengawasi Im Jae Sung dan bukan Park Dong Gun! Apa kalian tahu?” ujar Tae Hee, tak peduli protes yang dilontarkan oleh Seo Dong Min.
Kim Jae Ha yang melihat mereka dari jauh, akhirnya mengajak Ja Eun pindah ke tempat lain karena di sana sudah ada Tae Hee dan timnya.
“Ayo kita pergi dan mengadakan meeting di sana,” ajak Kim Jae Ha pada Ja Eun seraya menuding tempat lain di belakang mereka.
Ja Eun mengangguk patuh dan menatap Tae Hee kesal sebelum mengikuti Kim Jae Ha pindah ke tempat lain. Sementara Tae Hee menoleh ke arah Ja Eun untuk melihat ke mana pacarnya pergi.
Sebelum memulai meeting, Kim Jae Ha mengajak Ja Eun membeli minuman lebih dulu.
“Ja Eun-ssi, kau ingin minum apa?” tanya Kim Jae Ha.
“Aku minum air mineral saja,” sahut Ja Eun dengan ramah.
“Satu botol air mineral dan satu gelas cuka anggur,” seru Kim Jae Ha pada si penjual.
“Kim PD-nim, Anda bisa minum cuka anggur?” tanya Ja Eun dengan sedikit terkejut.
“Ya, kadang-kadang aku meminumnya,” sahut Kim Jae Ha. Dan Ja Eun hanya membentuk huruf O dan terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya kagum, walaupun tanpa suara.
“Terima kasih,” sahut Kim Jae Ha setelah si penjual memberikan pesanan mereka. Ja Eun mengambil botol air mineralnya sementara Kim Jae Ha langsung meneguk habis air cuka anggur dalam sekali tegukan.
“Wah, Anda benar-benar bisa minum sesuatu yang asam,” puji Ja Eun dengan kagum.
Tepat setelah Ja Eun memuji Kim Jae Ha dengan kagum, Tae Hee langsung muncul dan berdiri di samping Ja Eun seraya memesan minuman yang sama dengan Kim Jae Ha.
“Tolong berikan aku satu gelas cuka anggur,” pinta Tae Hee pada si penjual. Mendengar suara Tae Hee, Ja Eun segera menoleh ke arah samping dan melihat Tae Hee sudah berdiri di sampingnya, Ja Eun sekali lagi menarik napas pasrah.
(The cute jealous Tae Hee is begin ^^ Babang polisi ini kayaknya type cowok yang posesif dan cemburuan banget kalau uda jatuh cinta. Ja Eun harus panjang sabar punya pacar posesif dan over jealous seperti Tae Hee ini *puk puk Ja Eun biar sabar* Sabar ya, Ja Eun. Tae Hee gak pernah pacaran sebelumnya, jadi maklum aja kalau agak childish xixixi ^^)
Tae Hee segera meminum air cuka miliknya dengan cepat, seolah ingin pamer di depan Ja Eun, “Ini loh, aku juga bisa kalau Cuma minum air cuka asam doang. Ngapain sih muji-muji Kim Jae Ha segala? Ini mah gampang! Mana pujian untukku, say?”
Namun bukan pujian yang Tae Hee dapatkan, melainkan tatapan heran dari Ja Eun dan Seo Dong Min.
“Hyung!’ ujar Seo Dong Min dengan ekspresi jijik di wajahnya. Dua rekan Tae Hee pun ikut datang dan melihat apa yang sedang terjadi di sana.
Kim Jae Ha yang melihat kedatangan Tae Hee, kembali memesan satu gelas lagi seolah sengaja ingin menantang Tae Hee untuk minum air cuka tersebut dan menunjukkan siapa yang paling hebat di sini.
“Satu gelas air cuka anggur lagi,” pinta Kim Jae Ha, membuat Ja Eun shock. Dengan Kim Jae Ha berkata seperti itu, sudah pasti Tae Hee akan menganggap itu sebagai tantangan dan dua pria dewasa (namun bermental bocah) itu akan kembali bersaing dengan konyol seperti sebelumnya.
“Satu gelas lagi,” pinta Tae Hee tak mau kalah. Nah, kan?
(Kalau dipikir lagi, Kim Jae Ha ini selalu tampak sengaja ingin memprovokasi Tae Hee dan sialnya Tae Hee dengan mudahnya ikut terpancing. Di EP 36, Kim Jae Ha juga sengaja berniat memeluk Ja Eun seolah sengaja ingin memancing kecemburuan Tae Hee, lalu dia juga sengaja mengangkat telepon Ja Eun dan mengatakan kalau mereka akan menonton bioskop, yang membuat Tae Hee kebakaran jenggot. Sekarang juga sama, Kim Jae Ha juga memprovokasi persaingan minum di antara mereka. Tapi salah Tae Hee juga sih ya? Kalau menyangkut Ja Eun, Tae Hee yang biasanya selalu berpikir panjang, seketika menjadi sumbu pendek dan dengan mudahnya terpancing begitu saja ckckck…)
Dan seperti sudah diduga oleh Ja Eun, Tae Hee pun meminta segelas lagi air cuka anggur untuk menyaingi Kim Jae Ha. Setelah meminum bergelas-gelas air cuka anggur tersebut, Dong Min membuat wajah hampir muntah ketika menghitung jumlah gelas yang dihabiskan Tae Hee. Tae Hee pun tampak ingin muntah saat itu namun tentu saja, dia mencoba terlihat kuat demi harga dirinya sendiri.
Satu persatu, semua pengunjung mulai mengerubuti mereka dan membuat Ja Eun menjadi malu melihat kekonyolan pacar dan juga bosnya. Pertandingan minum konyol itu baru berakhir setelah Ja Eun yang kesal berjalan pergi dari sana.
“Aisshhh jinja!” seru Ja Eun kesal seraya mengambil barang-barangnya dan meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Dan benar saja, setelah Ja Eun pergi, mereka berdua pun segera menghentikan persaingan bodoh itu karena tak ada alasan lagi bagi mereka untuk bersaing saat ini. Mereka saling menatap dengan kesal sebelum pergi mengikuti Ja Eun.
Sekarang semua orang sedang berada di kamar uap (steamy room), di mana Tae Hee, Ja Eun dan Kim Jae Ha duduk di satu kursi panjang yang sama dan di hadapan mereka ada Seo Dong Min dan kedua rekan polisi Hwang Tae Hee. (Wajah Joo Won yang kepanasan terlihat sangat hot dan menggoda hahaha ^^)
Tak lama kemudian, dua rekan polisi Tae Hee meminta ijin pergi lebih dulu dari sana karena sudah tidak sanggup lagi menahan panas.
“Aku akan keluar lebih dulu,” ujar Polisi Jang.
“A-aku juga,” sahut polisi Kim yang segera keluar mengikuti temannya.
Tae Hee hanya menatap kedua rekannya dengan kesal. Saat Seo Dong Min ingin pergi menyusul yang lainnya, Tae Hee menatapnya tajam dan menyuruhnya untuk tetap di sana.
Tak lama setelah Dong Min pergi, Ja Eun pun mengatakan hal yang sama, “Ahh, ini terlalu panas. Kita harus keluar,” ujar Ja Eun yang disambut lega oleh Tae Hee dan Kim Jae Ha yang juga ikut berdiri.
Mereka bertiga tampak berdiri serentak dari duduknya, sebelum akhirnya Ja Eun menepuk tangannya dengan riang dengan senyuman usilnya dan mengatakan sesuatu yang membuat kedua pria itu kembali duduk.
“Ah, benar. Kalian berdua, tetaplah di sini dan bersaing untuk melihat siapa yang sanggup bertahan paling lama,” ujar Ja Eun, terdengar provokatif. Karena Tae Hee dan Kim Jae Ha suka bersaing konyol, kenapa tidak sekalian saja menghukum kedua pria konyol itu dengan bersaing di sini? Mungkin seperti itulah yang dipikirkan oleh Ja Eun.
Mendengar ucapan Ja Eun, baik Tae Hee maupun Kim Jae Ha segera duduk kembali dengan kecewa. Entah kenapa mereka tidak ada yang berniat menentang ide Ja Eun yang konyol ini. Mungkin karena mereka berdua sama-sama punya harga diri yang tinggi jadi tidak ada yang ingin mengaku kalah dan terlihat lemah di hadapan yang lain.
“Kim PD-nim, semangat!” seru Ja Eun dengan riang ke arah Kim Jae Ha seraya mengepalkan kedua tangannya.
“Ahjussi, kau harus menang!” ujar Ja Eun dengan tersenyum manis pada Tae Hee dan memberinya dukungan. Tae Hee bahkan tidak bisa tersenyum di saat seperti ini dan hanya menatap Ja Eun dengan wajah memelas.
“Ah, panas sekali,” lanjut Ja Eun seraya berjalan meninggalkan ruangan itu untuk sesaat dan meninggalkan Tae Hee dan Kim Jae Ha di sana untuk melihat siapa yang lebih kuat.
Setelah Ja Eun pergi, mereka hanya saling menatap dengan penuh permusuhan kepada satu sama lain. Tae Hee yang tidak tahan (bukan karena panas tapi karena Kim Jae Ha) hampir saja memilih pergi namun ucapan Kim Jae Ha menghentikan langkahnya.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu,” ujar Kim Jae Ha tiba-tiba, tak ada angin, tak ada hujan. Membuat Tae Hee kembali duduk dengan terpaksa.
“Aku sebenarnya tidak ingin bicara lebih dulu jadi aku selalu menunggumu. Aku selalu bertanya-tanya, ‘kapan dia akan datang?’ atau ‘Akankah dia datang besok?’ tapi pada akhirnya akulah yang harus mengatakan ini lebih dulu,” lanjut Kim Jae Ha dengan ekspresi kecewa, namun tatapan Tae Hee justru terlihat marah.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu karena aku tidak mau menyimpannya lagi atas namamu. Datang dan ambillah!” sambung Kim Jae Ha lagi, berharap Tae Hee datang mengambilnya.
Tae Hee terdiam sejenak sebelum menjawab dengan dingin, “Beoryeo (Buang saja)!” ujar Tae Hee dingin dan datar.
“Mwo (Apa)?” tanya Kim Jae Ha, berharap dia salah mendengar.
“Aku bilang buang saja!” sahut Tae Hee dengan dingin dan datar seraya menoleh pada Kim Jae Ha.
Tae Hee kemudian berniat berjalan pergi saat Kim Jae Ha kembali menghentikannya, “Dashi hanbeon malhaebwa (Katakan sekali lagi)!” ujar Kim Jae Ha dengan emosi.
“Beoryeo (Buang saja)!” sahut Tae Hee dengan santai dan tanpa emosi, seolah semua itu tak berarti untuknya.
Kim Jae Ha yang marah spontan menarik kerah Tae Hee, saat itulah Ja Eun masuk dan melihat Kim Jae Ha mencengkeram kerah Tae Hee. Kedua pria itu tampak siap baku hantam sekali lagi. Dan detik berikutnya, Kim Jae Ha benar-benar memukul Tae Hee.
“Kim PD-nim!” Seru Ja Eun saat melihat Kim Jae Ha memukul Tae Hee. Mendengar teriakan Ja Eun, Kim Jae Ha menoleh ke arahnya, dan Tae Hee memanfaatkan kesempatan itu untuk balik memukul Kim Jae Ha.
“Ahjussi!” seru Ja Eun seraya berusaha memisahkan kedua pria itu saat Kim Jae Ha tampak ingin membalas. Ja Eun berdiri di tengah-tengah, sekali lagi mencoba memisahkan kedua pria dewasa yang sejak awal tak pernah akur tersebut.
“Apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun dengan raut tak percaya.
“Berikan hak ciptamu padanya dan berhentilah bekerja,” ujar Tae Hee menegaskan. (Tae Hee-yaa, tapi kamu sendiri kan yang menyuruh Ja Eun menerima tawaran Kim Jae Ha saat di EP 28?)
“Apa kau serius dengan apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun mengkonfirmasi.
“Ya. Aku sangat benci melihatmu selalu bertemu dengan Kim Jae Ha. Berapa harga hak cipta karyamu?” tanya Tae Hee dengan entengnya, seolah meremehkan pekerjaan Ja Eun.
“Ahjussi, sekarang kau membuatku benar-benar kecewa padamu. Pekerjaanku sangat penting bagiku, sama seperti pekerjaanmu yang juga sangat penting bagimu. Aku sama sekali tidak menyangka kau memandang rendah pekerjaanku,” ujar Ja Eun dengan raut wajah kecewa. Ucapannya seketika membuat Tae Hee merasa sangat bersalah.
“Minggirlah! Aku bilang aku tidak mau bicara denganmu lagi, Ahjussi!” seru Ja Eun dengan marah seraya menghempaskan tangan Tae Hee yang menarik pergelangan tangannya.
Ja Eun tampak shock saat mendengar penjelasan dari mulut Tae Hee, dia tak lagi marah, namun justru terlihat bingung saat ini.
Setelah pertengkaran kecilnya bersama Tae Hee, walaupun tidak rela, Tae Hee tetap mengantarkan Ja Eun kembali ke kantornya. Setibanya di kantor, Ja Eun segera menemui Kim Jae Ha di ruangannya.
Kim Jae Ha mengira Ja Eun menemuinya untuk menyelesaikan meeting mereka yang tertunda. Dia segera menyuruh Ja Eun duduk dan mulai membahas tentang proyek animasi mereka, tapi di tengah pembicaraan itu, Ja Eun memotong ucapan Kim Jae Ha.
“Maaf. Tapi Kim PD-nim, apakah CEO Good Film yang waktu itu datang kemari adalah ayah Anda?” tanya Ja Eun dengan tak enak hati.
“Ya, dia adalah ayahku,” sahut Kim Jae Ha mengakui.
“Kalau begitu ibumu adalah wanita yang melahirkan Inspektur Hwang? Apa itu benar?” tanya Ja Eun dengan ragu-ragu, takut menyinggung hal yang sangat pribadi.
“Tapi karena Inspektur Hwang sudah memberitahumu mengenai masalah itu, apakah dia juga memberitahumu kalau ibu kandungnya sudah meninggal dunia? Saat aku memintanya untuk mengambil kembali peninggalan Ibu, dia juga menyuruhku untuk membuangnya. Apa dia juga memberitahumu soal itu?” lanjut Kim Jae Ha.
Ucapannya membuat Ja Eun sangat shock. Selama ini, Ja Eun hanya tahu kalau ibu kandung Tae Hee telah kembali ke Korea dan dia bahkan meminta Tae Hee untuk menemui Ibu kandungnya walau hanya sekali saja. Namun dia sama sekali tidak tahu kalau ternyata ibu kandung Tae Hee sudah meninggal karena tidak ada seorangpun yang memberitahunya tentang hal itu.
Ja Eun berdiri di luar ruang kerja Kim Jae Ha masih dalam keadaan yang shock dan sulit percaya. Ja Eun merasa bersalah karena marah pada Tae Hee sebelumnya. Perlahan, Ja Eun mulai mengingat potongan kenangannya bersama Tae Hee di masa lalu.
Tae Hee tampak tak menyadari kedatangan Ja Eun dan tetap mendribble bolanya sambil melamun seraya mengingat ucapan Kim Jae Ha beberapa saat yang lalu.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu karena aku tidak mau menyimpannya lagi atas namamu. Datang dan ambillah!” kenang Tae Hee pada ucapan Kim Jae Ha saat di ruang uap sauna.
Tae Hee yang kesal kemudian melampar bola basket itu ke lantai kemudian menendangnya dengan keras untuk melampiaskan kemarahan dan kegundahan hatinya. Sementara Ja Eun hanya menatapnya dengan sedih dan cemas di depan pintu aula olahraga tersebut. Tae Hee tampak memijat kepalanya yang pusing sambil tetap berdiri membelakangi Ja Eun.
Tak tahu bagaimana harus menghibur Tae Hee yang sedang gundah, Ja Eun memutuskan untuk berlari menghampiri sang pacar dan memeluknya dari belakang. Tae Hee tampak terkejut saat tiba-tiba saja ada seseorang yang memeluknya dari belakang dan melingkarkan kedua lengannya di pinggangnya.
Tae Hee menatap sepasang lengan yang sekarang sedang memeluk pinggangnya dan menoleh sejenak untuk memastikan siapa orang yang berani memeluknya (kalau bukan pacarnya, sudah pasti akan dipatahkan tuh tangan. Kale aja Lee Seung Mi, kan? Males banget dipeluk-peluk cewek lain selain ayang pacar, Baek Ja Eun ^^)
Ja Eun tidak menjawab pertanyaan Tae Hee, sebaliknya dia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Tae Hee sebagai jawaban atas pertanyaan itu.
Tae Hee memegang lengan Ja Eun dan bertanya dengan bingung, “Apa terjadi sesuatu?” tanya Tae Hee dengan bingung.
Karena beberapa saat yang lalu mereka baru saja bertengkar, tapi kenapa sekarang tiba-tiba Ja Eun datang menemuinya ke kantor polisi dan memeluknya seperti ini? Tae Hee bingung melihat mood Ja Eun yang berubah dalam hitungan menit, setelah marah-marah kemudian bersikap mesra, apalagi setelah ini? Bagi Tae Hee, wanita, khususnya Baek Ja Eun adalah makhluk yang paling sulit dimengerti.
Ja Eun lagi-lagi menggeleng kuat, tidak mengijinkan Tae Hee berbalik. Tae Hee akhirnya hanya diam dan menunggu apa yang akan dilakukan Ja Eun setelah ini.
“Ahjussi,” panggil Ja Eun dengan lembut.
“Hhmmm...” sahut Tae Hee singkat.
“Sebuah rahasia akan menjadi rahasia karena tidak ada seorang pun yang bersedia untuk mendengarkannya dengan tulus, sehingga hal itu menjadi rahasia. Itu sebabnya aku tidak ingin menyimpan rahasia darimu. Aku ingin memberitahumu semuanya. Aku boleh melakukan itu, kan?” tanya Ja Eun dengan lembut.
“Ya,” sahut Tae Hee seraya menganggukkan kepalanya dengan mantap.
“Kalau begitu aku akan menceritakan semuanya padamu,” ujar Ja Eun sekali lagi.
“Ya. Ceritakan semuanya padaku,” sahut Tae Hee dengan lembut.
“Ahjussi, aku sangat menyukaimu. Jadi kadang-kadang aku merasa takut tapi aku tidak bisa menghentikannya. Aku benar-benar sangat menyukaimu,” ujar Ja Eun dengan lembut dan penuh perasaan. Pengakuan cintanya yang kedua.
Ja Eun tampak ingin memberikan kepercayaan diri pada Tae Hee karena dia tahu kalau Tae Hee melakukan semua kekonyolan itu karena Tae Hee merasa insecure dan takut ditinggalkan sekali lagi. Itu sebabnya Ja Eun mengatakan perasaannya pada Tae Hee sekali lagi agar Tae Hee merasa lebih percaya diri dan tidak insecure lagi.
(Ini adalah cara Ja Eun untuk membujuk Tae Hee agar membuka hatinya pada Ja Eun. Sama seperti di EP 21, Ja Eun bercerita lebih dulu tentang ibu tirinya, baru setelah itu dia menuntut Tae Hee untuk menceritakan apa yang membuat Tae Hee begitu marah jadi mereka bisa mencari solusi bersama ^^ Ja Eun ingin menggunakan cara yang sama kali ini. Namun bedanya, kali ini, Ja Eun tak ingin memaksa Tae Hee untuk bercerita sekarang. Namun pesannya sangat jelas : "Jangan ada rahasia di antara kita. Katakan semua yang ada dalam hatimu, aku akan menjadi pendengar setia dan kalau bisa, kita akan mencari solusi bersama" ^^)
Setelah keheningan sesaat, Tae Hee akhirnya memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Ja Eun seraya menggenggam kedua tangannya dengan mesra. Tae Hee menatap lembut ke dalam mata Ja Eun, seolah mencoba menebak isi hati gadis itu.
“Aku tanya sekali lagi. Apakah terjadi sesuatu?” tanya Tae Hee yang lagi-lagi mendapatkan gelengan dari Ja Eun.
Tae Hee mengelus rambut panjang Ja Eun dengan penuh perasaan seolah Ja Eun adalah seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Ja Eun membalas pelukan Tae Hee dengan hangat dan menempelkan kepalanya di pundak Tae Hee dengan mesra seraya memeluk punggungnya dengan erat.
Oh ya, ini adalah pelukan pertama Tae Hee dan Ja Eun sebagai sepasang kekasih. Dan Tae Hee memeluknya dengan cara yang begitu manly dan terlihat begitu protektif. Akhirnya sepasang kekasih ini tak lagi malu-malu kucing walau harus bermesraan seperti ini. Ya gitu dong. Sampai kapan mau malu-malu kucing terus, kan? Ciuman aja udah 2 kali, masa pelukan aja masih malu-malu?
Blogger Opinion :
Babang polisi ini kayaknya type cowok yang posesif dan cemburuan banget kalau uda jatuh cinta. Sejak dia menyadari kalau dia menyukai Baek Ja Eun, Tae Hee selalu mencoba mendekati gadis itu dengan selalu mengikutinya ke mana-mana.
“Kenapa kau selalu mengubah topik pembicaraan? Sesuatu benar-benar telah terjadi padamu, bukan?” seru Tae Phil, ikut mendesak.
“Ayo kita minum lagi,” ajak Tae Bum bersulang.
“Kenapa kau tidak mengajak kakak ipar hari ini? Apa terjadi sesuatu pada kakak ipar?” tebak Tae Hee, kali ini tebakannya akurat.
Tae Bum lalu menceritakan hal yang mengganggu pikirannya selama ini, “Hye Ryeong datang ke IBC,” ujar Tae Bum lirih.
“Apa maksudnya itu adalah Hye Ryeong Noona telah kembali?” tanya Tae Phil memperjelas kalimat Tae Bum. Sementara Tae Hee hanya melemparkan ekspresi kaget.
“Ya. Dan dia juga telah bercerai. Bukan hanya itu, sebenarnya dia juga adalah penulis yang dipilih untuk merancang program baru Start Together itu,” jawab Tae Bum, secara tidak langsung menjelaskan alasan kenapa dia akhirnya dengan terpaksa memilih mundur dari program baru tersebut.
“Apa itu sebabnya kau mundur dari program baru itu?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi.
“Ya,” jawab Tae Bum singkat, wajahnya tampak tak rela karena dia terpaksa harus mundur dari program impiannya.
“Tapi tetap saja, apakah harus bertindak sejauh ini dengan menyuruhmu mundur? Pekerjaan adalah pekerjaan,” seru Tae Phil, ikut merasa kecewa.
“Su Yeong-ssi yang menyuruhku,” sahut Tae Bum dengan ekspresi kecewa.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Tae Hee khawatir saat melihat Tae Bum minum cukup banyak.
“Tentu saja aku tidak baik-baik saja. Aku merasa sangat sedih,” sahut Tae Bum dengan jujur kali ini.
“Hye Ryeong Noona, kenapa dia datang ke IBC dari semua Perusahaan yang ada? Bahkan hingga akhir, aku masih tetap tidak menyukainya,” seru Tae Phil kesal.
“Tapi tetap saja, aku harus melakukan hal yang benar, kan? Seperti yang selama ini kulakukan. Semua Keputusan tidak lagi ada di tanganku sekarang. Sebelum menikah, aku adalah putra kedua ayahku dan sekarang aku adalah suami Su Yeong,” ujar Tae Bum walaupun dengan raut wajah kecewa.
“Seperti yang pernah kau bilang, Su Yeong adalah wanita yang baik. Dan dia sama sekali tidak pantas mendapatkan perlakuan ini dariku,” lanjut Tae Bum seraya menoleh pada Tae Hee.
“Jadi jangan khawatir. Walaupun sekarang aku membuang kesempatan emas yang baru saja datang setelah lama aku bergabung dengan Perusahaan, ini bukanlah apa-apa. Tiga tahun lalu, saat aku mengirim pergi seorang wanita, aku bahkan membuang seluruh hidupku agar aku bisa kembali menjalani hidup dengan baik,” sambung Tae Bum lagi, menyemangati dirinya sendiri.
Sementara Tae Hee yang memang tidak tahu cara menghibur orang yang sedih hanya bisa menuangkan minuman ke dalam cangkir kakaknya. Seolah dengan mabuk, semua masalah bisa disingkirkan.
Saat Hwang Tae Hee dan kedua saudaranya sedang mengobrol di teras rumah, Ja Eun di kamarnya tampak cemberut kesal saat kembali teringat dengan ucapan Mi Sook dan bagaimana Tae Hee bereaksi.
“Kau benar-benar tidak punya pacar? Kalau begitu, aku akan membantu mencarikannya untukmu,” Ja Eun teringat dengan ucapan Mi Shook saat itu dan bagaimana Tae Hee yang hanya terdiam membisu dan tidak menolak sama sekali.
Ja Eun mengomel kesal pada dirinya sendiri, “Kenapa dia tidak menolak? Bukankah dengan hanya duduk diam di sana dan tidak mengatakan apa pun, sama artinya dengan dia menyetujuinya? Apa itu berarti dia bersedia diperkenalkan dengan seorang gadis?” omel Ja Eun kesal.
(Ja Eun be like : “Apa artinya aku bagimu? Bukankah kau bilang kau menyukaiku?” Wah, ini seperti saat Ja Eun menggantung hati Tae Hee setelah Tae Hee menyatakan cintanya untuk yang pertama kalinya. Apakah mungkin Tae Hee sedang ‘membalas dendam’? hahaha ^^ Galau juga kan Ja Eun, rasanya digantung?)
Ja Eun lalu memeriksa ponselnya yang tentu saja tidak ada pesan ataupun telepon dari Tae Hee karena Tae Hee sedang sibuk mengobrol dengan kedua saudaranya di teras rumah.
“Dan dia bahkan tidak mengirimkan satu pesan pun untukku sepanjang hari,” omel Ja Eun lagi, seraya meletakkan ponselnya dengan kasar ke atas meja.
(Ja Eun be like : “Ngapain dateng ke sini? Masih inget kalau punya pacar, mas bro? Kirain uda mulai nyari pacar muda. Loe serius gak sih sebenarnya sama gue?” ya begitulah kira-kira arti raut wajah Ja Eun saat bertemu Tae Hee pagi itu >_< Gantian, yang wajahnya ditekuk sekarang Ja Eun xixixi ^^)
“Apa kau tidur dengan nyenyak? Sebelum berangkat kerja, aku ingin membantumu memindahkan serbuk gergaji,” ujar Tae Hee dengan lembut saat melihat Ja Eun sudah ada di sana.
“Hari ini aku tidak akan menaburkan serbuk gergaji,” sahut Ja Eun dengan dingin dan datar, masih dengan wajah cemberut yang terlihat jelas.
“Ah, kau tidak akan menaburkan serbuk gergaji? Kalau begitu, haruskah aku membantumu memindahkan pakannya?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi, namun dia tampak kecewa saat ternyata usahanya sia-sia. Dia tampak masih ingin melakukan sesuatu untuk pacarnya.
“Tidak perlu. Bukankah kau takut pada bebek sehingga tidak berani masuk ke dalam? Aku akan melakukannya sendiri,” sahut Ja Eun dingin dan datar, masih dengan raut kekesalan yang sama.
Tae Hee terdiam mengamati pacarnya, dia merasa aneh karena Ja Eun tampak dingin padanya, dan tak ada senyuman di wajahnya. Biasanya Ja Eun selalu ceria dan hangat, juga penuh senyuman saat bicara padanya.
“Apa mungkin kau marah padaku?” tanya Tae Hee dengan hati-hati, sepertinya dia takut melakukan kesalahan tanpa dia sadari.
(Uda tahu masih nanyak, mas bro? Kamu sadar salah gak? Uda punya pacar tapi diem-diem bae waktu mau dikenalin sama cewek lain, pacar mana yang gak kesel? Ati-ati Tae Hee-ya, gak butuh waktu lama, bentar lagi kamu bakal dibikin nyesel sama Ja Eun, ngejar-ngejar lagi dah habis gini. Makanya jangan macem-macem, apalagi kalau level kebucinanmu jauh di atas Ja Eun >_<)
“Tidak. Kenapa aku harus marah?” sangkal Ja Eun. Ja Eun inginnya Tae Hee sendiri yang tahu salahnya di mana, tapi karena Tae Hee cowok gak peka, jadi ya repot dah. Ja Eun be like : "Karena wanita ingin dimengerti."
“Kalau kau tidak marah, lupakan saja. Aku akan membantumu memindahkan pakannya. Ayo!” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis dan memperlihatkan lesung pipinya.
Tae Hee pikir Ja Eun beneran gak marah, padahal aslinya, Ja Eun ingin dimengerti olehnya, ingin Tae Hee memahami sendiri alasan kenapa Ja Eun sangat bad mood pagi ini. Tapi melihat pacarnya gak peka, Ja Eun hanya bisa menarik napas pasrah.
“Kalau kau tidak marah, lupakan saja. Aku akan membantumu memindahkan pakannya. Ayo!” sahut Tae Hee dengan tersenyum manis dan memperlihatkan lesung pipinya.
Tae Hee pikir Ja Eun beneran gak marah, padahal aslinya, Ja Eun ingin dimengerti olehnya, ingin Tae Hee memahami sendiri alasan kenapa Ja Eun sangat bad mood pagi ini. Tapi melihat pacarnya gak peka, Ja Eun hanya bisa menarik napas pasrah.
Tae Hee segera memindahkan kembali karung berisi serbuk gergaji itu dan mengembalikannya ke tempatnya semula, kemudian mendorong troli berisi pakan bebek ke arah kandang, dengan dipimpin Ja Eun yang jalan lebih dulu di depannya.
Ja Eun membuka pintu kandang dan tampak kembali riang saat melihat bebek-bebek itu berlarian ke sana kemari. Tae Hee mendorong troli itu masuk ke dalam kandang lalu kemudian buru-buru keluar dengan panik saat bebek-bebek itu berlari mendekati kakinya.
Melihat Tae Hee yang tampak ketakutan pada bebek, membuat Ja Eun tertawa lucu. Seketika rasa kesalnya karena masalah kemarin malam terlupakan. Ja Eun kemudian berdiri di samping Tae Hee seraya masih menertawakan ketakutan Tae Hee terhadap bebek.
Tae Hee yang awalnya berdiri membelakangi kandang, melirik Ja Eun yang sekarang berdiri di sampingnya sambil tertawa lebar. Tae Hee yang awalnya tampak takut dan panik, seketika tersenyum manis saat melihat tawa di wajah pacarnya.
Tae Hee sepertinya sangat menyukai senyum dan tawa Ja Eun yang ceria. Dia tampak mengamati wajah cantik sang pacar saat tertawa, sebelum kemudian memutar tubuhnya ke arah Ja Eun dan mengajaknya berkencan dengan malu-malu.
“Apa kau mau makan siang bersama? Aku akan datang menjemputmu dan menunggumu di luar kantor,” ajak Tae Hee dengan tersenyum malu-malu, mengajak pacarnya makan siang bersama.
Ja Eun mengangguk gembira, namun kemudian dia meralatnya, “Aku menyukainya. Ah, tapi aku tidak bisa kalau makan siang. Aku sudah punya janji,” sahut Ja Eun dengan ekspresi menyesal.
“Aku punya pekerjaan. Aku hanya bebas saat makan malam,” lanjut Ja Eun, kemudian melemparkan senyuman terbaiknya agar Tae Hee tak marah.
“Apa kau punya janji dengan Kim Jae Ha?” tebak Tae Hee tepat sasaran, dengan wajah terlihat kesal.
“Ya,” sahut Ja Eun dengan ekspresi menyesal.
Tae Hee menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya yang frustasi, resah, gelisah dan cemburu brutal. Dan bibirnya Tae Hee pun monyong lagi 5 senti wkwkwk ^^ The cute jealous Tae Hee ^^ Ekspresi cemburunya kayak anak kecil. Mendung lagi wajahnya Tae Hee ckckck..
“Kami harus bekerja. Ini tentang pekerjaan. Kau tahu kalau aku sudah menerima deposit kontraknya. Tolong belikan aku makan malam,” rayu Ja Eun dengan manis sekali lagi, mencoba membujuk Tae Hee agar tidak marah dan menjelaskannya agar pacarnya tidak salah paham.
Tae Hee tampak tak terpengaruh oleh rayuan manis Ja Eun, wajahnya masih terlihat kesal, tampak jelas dia tak mau mengalah pada Kim Jae Ha.
“Di mana kau akan bertemu dengannya?” tanya Tae Hee seraya menoleh pada Ja Eun, meminta informasi lengkap.
Ja Eun terdiam tidak menjawab. Ja Eun seolah bisa menebak, kalau Tae Hee, dia pasti akan datang lagi untuk mengacau seperti yang terjadi di kebun binatang dan bioskop waktu itu. Ja Eun tahu kalau pacarnya ini memiliki level kecemburuan yang di atas rata-rata, itu sebabnya dia tetap terdiam tidak menjawab.
Ja Eun terdiam tidak menjawab. Ja Eun seolah bisa menebak, kalau Tae Hee, dia pasti akan datang lagi untuk mengacau seperti yang terjadi di kebun binatang dan bioskop waktu itu. Ja Eun tahu kalau pacarnya ini memiliki level kecemburuan yang di atas rata-rata, itu sebabnya dia tetap terdiam tidak menjawab.
“Di mana kau akan bertemu dengannya? Kenapa kau tidak bisa mengatakannya?” cecar Tae Hee sekali lagi, menuntut jawaban dan kejujuran. Dia bertanya dengan nada menginterogasi seolah sedang menginterogasi tersangka.
Ja Eun menurunkan pegangannya di lengan Tae Hee dan menjawab dengan ragu, “Di sauna. Kim PD-nim suka mengadakan meeting di tempat yang berbeda untuk mencari inspirasi,” sahut Ja Eun dengan tak nyaman. Dia tahu seperti apa level kecemburuan Tae Hee.
Mendengar kata sauna, Tae Hee menghela napas frustasi, sebelum kemudian menimpali, “Baiklah. Tapi sauna yang mana?” tanya Tae Hee dengan penasaran.
Ja Eun terdiam lagi, tampak ragu untuk menjawab, jadi dia hanya menatap Tae Hee dengan ekspresi sulit.
(Halah, lagakmu Tae Hee. Kita semua penonton tahu level kecemburuanmu dan kebiasaanmu stalking. Apalagi sekarang Ja Eun uda jadi pacarmu, kamu pasti jadi lebih posesif dari sebelumnya, kan? Dapetnya susah jadi kamu pasti tidak akan pernah mau Ja Eun-mu direbut orang, kan? ^^)
“Kau tidak akan pergi. Jadi kenapa kau harus tahu hal itu?” tanya Ja Eun, mengembalikan kalimat Tae Hee.
“Aku masih sangat penasaran. Katakan di mana itu!” ujar Tae Hee, menuntut jawaban sekali lagi. Saat Ja Eun tak mau menjawab, dia melanjutkan lagi ucapannya dengan nada yang sangat penuh penyangkalan.
(Tae Hee in full denial, tahu kan artinya apa? Itu artinya kalau dia bilang “nggak” maka yang terjadi adalah “sebaliknya”. Contohnya banyak. Saat di EP 25, Tae Bum bertanya apakah Tae Hee menyukai Ja Eun, dan Tae Hee menyangkal kuat. Lalu di EP 35, saat Tae Phil bertanya apakah Ja Eun yang mengatakan “Ye, kayo”, lagi-lagi Tae Hee menyangkal kuat dan berkata bukan Ja Eun. Nyatanya apa? Kebalikannya, kan? Tae Hee mah gitu, full denial = fakta yang sebenarnya ^^ Tapi lucu loh melihat Tae Hee yang menyangkal dengan nada defensive kayak gitu, seolah-olah dia sudah menahan diri untuk tidak akan pergi mengikuti Ja Eun, namun akhirnya dia tetap kalah pada perasaan cintanya dan kecemburuannya sendiri. Aku yakin setengah bagian dari dirinya pasti ingin menendang dirinya sendiri yang begitu lemah bila menyangkut Ja Eun hahaha ^^)
Dan ya, pria dewasa (yang bermental bocah bila menyangkut masalah hati) yang mengaku punya harga diri namun akhirnya fakta membuktikan sebaliknya, karena dia benar-benar tidak punya harga diri dan pergi ke sauna itu dengan membawa semua rekan-rekan polisinya.
(Dasar Tae Hee ckckck... Cowok kalau uda bucin mampus, harga diri dan reputasinya uda dibuang ke palung Mariana hahaha ^^ Yang penting ayangnya harus selalu dipantau biar gak selingkuh sama cowok lain, kalau perlu distalking ke mana-mana ckckck... Bucin versi babang polisi, distalking ke mana-mana ^^)
Kim Jae Ha yang berdiri di samping Ja Eun tampak memiringkan tubuhnya dan melihat lebih teliti siapa yang ditatap Ja Eun dengan lekat. Hingga akhirnya dia sadar bahwa lagi-lagi Hwang Tae Hee ada di sana bersama ketiga rekan polisinya. Ja Eun memutar bolanya malas karena ternyata prediksinya benar, Tae Hee akan mengikutinya lagi seperti sebelumnya.
Kim Jae Ha yang melihat mereka dari jauh, akhirnya mengajak Ja Eun pindah ke tempat lain karena di sana sudah ada Tae Hee dan timnya.
Ja Eun mengangguk patuh dan menatap Tae Hee kesal sebelum mengikuti Kim Jae Ha pindah ke tempat lain. Sementara Tae Hee menoleh ke arah Ja Eun untuk melihat ke mana pacarnya pergi.
Sebelum memulai meeting, Kim Jae Ha mengajak Ja Eun membeli minuman lebih dulu.
“Ja Eun-ssi, kau ingin minum apa?” tanya Kim Jae Ha.
“Aku minum air mineral saja,” sahut Ja Eun dengan ramah.
“Satu botol air mineral dan satu gelas cuka anggur,” seru Kim Jae Ha pada si penjual.
“Kim PD-nim, Anda bisa minum cuka anggur?” tanya Ja Eun dengan sedikit terkejut.
“Ya, kadang-kadang aku meminumnya,” sahut Kim Jae Ha. Dan Ja Eun hanya membentuk huruf O dan terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya kagum, walaupun tanpa suara.
“Terima kasih,” sahut Kim Jae Ha setelah si penjual memberikan pesanan mereka. Ja Eun mengambil botol air mineralnya sementara Kim Jae Ha langsung meneguk habis air cuka anggur dalam sekali tegukan.
“Wah, Anda benar-benar bisa minum sesuatu yang asam,” puji Ja Eun dengan kagum.
Tepat setelah Ja Eun memuji Kim Jae Ha dengan kagum, Tae Hee langsung muncul dan berdiri di samping Ja Eun seraya memesan minuman yang sama dengan Kim Jae Ha.
“Tolong berikan aku satu gelas cuka anggur,” pinta Tae Hee pada si penjual. Mendengar suara Tae Hee, Ja Eun segera menoleh ke arah samping dan melihat Tae Hee sudah berdiri di sampingnya, Ja Eun sekali lagi menarik napas pasrah.
(The cute jealous Tae Hee is begin ^^ Babang polisi ini kayaknya type cowok yang posesif dan cemburuan banget kalau uda jatuh cinta. Ja Eun harus panjang sabar punya pacar posesif dan over jealous seperti Tae Hee ini *puk puk Ja Eun biar sabar* Sabar ya, Ja Eun. Tae Hee gak pernah pacaran sebelumnya, jadi maklum aja kalau agak childish xixixi ^^)
Tae Hee segera meminum air cuka miliknya dengan cepat, seolah ingin pamer di depan Ja Eun, “Ini loh, aku juga bisa kalau Cuma minum air cuka asam doang. Ngapain sih muji-muji Kim Jae Ha segala? Ini mah gampang! Mana pujian untukku, say?”
Namun bukan pujian yang Tae Hee dapatkan, melainkan tatapan heran dari Ja Eun dan Seo Dong Min.
“Hyung!’ ujar Seo Dong Min dengan ekspresi jijik di wajahnya. Dua rekan Tae Hee pun ikut datang dan melihat apa yang sedang terjadi di sana.
Kim Jae Ha yang melihat kedatangan Tae Hee, kembali memesan satu gelas lagi seolah sengaja ingin menantang Tae Hee untuk minum air cuka tersebut dan menunjukkan siapa yang paling hebat di sini.
“Satu gelas air cuka anggur lagi,” pinta Kim Jae Ha, membuat Ja Eun shock. Dengan Kim Jae Ha berkata seperti itu, sudah pasti Tae Hee akan menganggap itu sebagai tantangan dan dua pria dewasa (namun bermental bocah) itu akan kembali bersaing dengan konyol seperti sebelumnya.
“Satu gelas lagi,” pinta Tae Hee tak mau kalah. Nah, kan?
(Kalau dipikir lagi, Kim Jae Ha ini selalu tampak sengaja ingin memprovokasi Tae Hee dan sialnya Tae Hee dengan mudahnya ikut terpancing. Di EP 36, Kim Jae Ha juga sengaja berniat memeluk Ja Eun seolah sengaja ingin memancing kecemburuan Tae Hee, lalu dia juga sengaja mengangkat telepon Ja Eun dan mengatakan kalau mereka akan menonton bioskop, yang membuat Tae Hee kebakaran jenggot. Sekarang juga sama, Kim Jae Ha juga memprovokasi persaingan minum di antara mereka. Tapi salah Tae Hee juga sih ya? Kalau menyangkut Ja Eun, Tae Hee yang biasanya selalu berpikir panjang, seketika menjadi sumbu pendek dan dengan mudahnya terpancing begitu saja ckckck…)
Dan seperti sudah diduga oleh Ja Eun, Tae Hee pun meminta segelas lagi air cuka anggur untuk menyaingi Kim Jae Ha. Setelah meminum bergelas-gelas air cuka anggur tersebut, Dong Min membuat wajah hampir muntah ketika menghitung jumlah gelas yang dihabiskan Tae Hee. Tae Hee pun tampak ingin muntah saat itu namun tentu saja, dia mencoba terlihat kuat demi harga dirinya sendiri.
Satu persatu, semua pengunjung mulai mengerubuti mereka dan membuat Ja Eun menjadi malu melihat kekonyolan pacar dan juga bosnya. Pertandingan minum konyol itu baru berakhir setelah Ja Eun yang kesal berjalan pergi dari sana.
“Aisshhh jinja!” seru Ja Eun kesal seraya mengambil barang-barangnya dan meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Dan benar saja, setelah Ja Eun pergi, mereka berdua pun segera menghentikan persaingan bodoh itu karena tak ada alasan lagi bagi mereka untuk bersaing saat ini. Mereka saling menatap dengan kesal sebelum pergi mengikuti Ja Eun.
“Aku akan keluar lebih dulu,” ujar Polisi Jang.
“A-aku juga,” sahut polisi Kim yang segera keluar mengikuti temannya.
Tae Hee hanya menatap kedua rekannya dengan kesal. Saat Seo Dong Min ingin pergi menyusul yang lainnya, Tae Hee menatapnya tajam dan menyuruhnya untuk tetap di sana.
Dong Min menurut untuk sesaat, namun kemudian segera berkata, “Aku harus membuat panggilan telepon. Ada keperluan mendesak. Aku akan pergi lebih dulu,” ujar Seo Dong Min yang sudah tidak sanggup lagi menahan panas. Bodoh amatlah ya walau tar diomelin Tae Hee habis-habisan, yang penting dia gak pingsan karena kepanasan, gitu kale pikirannya si Seo Dong Min hahaha ^^
Tak lama setelah Dong Min pergi, Ja Eun pun mengatakan hal yang sama, “Ahh, ini terlalu panas. Kita harus keluar,” ujar Ja Eun yang disambut lega oleh Tae Hee dan Kim Jae Ha yang juga ikut berdiri.
Mereka bertiga tampak berdiri serentak dari duduknya, sebelum akhirnya Ja Eun menepuk tangannya dengan riang dengan senyuman usilnya dan mengatakan sesuatu yang membuat kedua pria itu kembali duduk.
“Ah, benar. Kalian berdua, tetaplah di sini dan bersaing untuk melihat siapa yang sanggup bertahan paling lama,” ujar Ja Eun, terdengar provokatif. Karena Tae Hee dan Kim Jae Ha suka bersaing konyol, kenapa tidak sekalian saja menghukum kedua pria konyol itu dengan bersaing di sini? Mungkin seperti itulah yang dipikirkan oleh Ja Eun.
Mendengar ucapan Ja Eun, baik Tae Hee maupun Kim Jae Ha segera duduk kembali dengan kecewa. Entah kenapa mereka tidak ada yang berniat menentang ide Ja Eun yang konyol ini. Mungkin karena mereka berdua sama-sama punya harga diri yang tinggi jadi tidak ada yang ingin mengaku kalah dan terlihat lemah di hadapan yang lain.
“Kim PD-nim, semangat!” seru Ja Eun dengan riang ke arah Kim Jae Ha seraya mengepalkan kedua tangannya.
“Ahjussi, kau harus menang!” ujar Ja Eun dengan tersenyum manis pada Tae Hee dan memberinya dukungan. Tae Hee bahkan tidak bisa tersenyum di saat seperti ini dan hanya menatap Ja Eun dengan wajah memelas.
“Ah, panas sekali,” lanjut Ja Eun seraya berjalan meninggalkan ruangan itu untuk sesaat dan meninggalkan Tae Hee dan Kim Jae Ha di sana untuk melihat siapa yang lebih kuat.
Setelah Ja Eun pergi, mereka hanya saling menatap dengan penuh permusuhan kepada satu sama lain. Tae Hee yang tidak tahan (bukan karena panas tapi karena Kim Jae Ha) hampir saja memilih pergi namun ucapan Kim Jae Ha menghentikan langkahnya.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu,” ujar Kim Jae Ha tiba-tiba, tak ada angin, tak ada hujan. Membuat Tae Hee kembali duduk dengan terpaksa.
“Aku sebenarnya tidak ingin bicara lebih dulu jadi aku selalu menunggumu. Aku selalu bertanya-tanya, ‘kapan dia akan datang?’ atau ‘Akankah dia datang besok?’ tapi pada akhirnya akulah yang harus mengatakan ini lebih dulu,” lanjut Kim Jae Ha dengan ekspresi kecewa, namun tatapan Tae Hee justru terlihat marah.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu karena aku tidak mau menyimpannya lagi atas namamu. Datang dan ambillah!” sambung Kim Jae Ha lagi, berharap Tae Hee datang mengambilnya.
Tae Hee terdiam sejenak sebelum menjawab dengan dingin, “Beoryeo (Buang saja)!” ujar Tae Hee dingin dan datar.
“Mwo (Apa)?” tanya Kim Jae Ha, berharap dia salah mendengar.
“Aku bilang buang saja!” sahut Tae Hee dengan dingin dan datar seraya menoleh pada Kim Jae Ha.
Tae Hee kemudian berniat berjalan pergi saat Kim Jae Ha kembali menghentikannya, “Dashi hanbeon malhaebwa (Katakan sekali lagi)!” ujar Kim Jae Ha dengan emosi.
“Beoryeo (Buang saja)!” sahut Tae Hee dengan santai dan tanpa emosi, seolah semua itu tak berarti untuknya.
Kim Jae Ha yang marah spontan menarik kerah Tae Hee, saat itulah Ja Eun masuk dan melihat Kim Jae Ha mencengkeram kerah Tae Hee. Kedua pria itu tampak siap baku hantam sekali lagi. Dan detik berikutnya, Kim Jae Ha benar-benar memukul Tae Hee.
“Ahjussi!” seru Ja Eun seraya berusaha memisahkan kedua pria itu saat Kim Jae Ha tampak ingin membalas. Ja Eun berdiri di tengah-tengah, sekali lagi mencoba memisahkan kedua pria dewasa yang sejak awal tak pernah akur tersebut.
(Kalau menurutku Tae Hee juga berhak marah dan berhak membuang apa pun itu peninggalan ibunya. Dalam sudut pandang Tae Hee, ibu kandungnya sudah membuangnya begitu saja sejak dia masih berusia 6 tahun. Lalu kenapa sekarang dia harus menerima peninggalan ibu yang sudah membuangnya? Jika ibu kandungnya saja bisa membuang anak kandungnya, lalu kenapa anak kandung itu tidak boleh membuang barang peninggalan sang ibu?
Kalaupun Nenek melarang sang ibu untuk menemui Tae Hee, namun dengan kekuasaan dan uang yang dimiliki oleh ibu kandung Tae Hee ditambah dengan statusnya sebagai ibu kandung, seharusnya wanita itu bisa menuntut hak asuh Tae Hee ke pengadilan, bukan? Lalu kenapa tidak dia lakukan? Wanita itu menikahi pria yang sangat kaya raya, CEO perusahaan, jadi untuk merebut hak asuh atas Tae Hee di pengadilan bukanlah hal sulit untuknya. Kenapa tidak dia lakukan? Kenapa justru mengangkat seorang anak laki-laki dari panti asuhan untuk menggantikan posisi Tae Hee? Sebagai seorang ibu kandung, wanita itu tidak punya usaha sama sekali untuk memperjuangkan Tae Hee kecil.
Gara-gara sang ibu kandung yang gak mau usaha memperjuangkan putranya dan sang Nenek yang egois memisahkan seorang anak dengan ibu kandungnya, Tae Hee akhirnya memiliki luka batin dan trauma yang sangat besar, luka batin yang dia bawa hingga dia dewasa karena trauma ditinggalkan oleh sang Ibu. Secara mental, Tae Hee ini insecure, itu sebabnya dia jadi posesif dan over jealous pada Ja Eun, karena dia punya trauma ditinggalkan oleh wanita yang dia sayangi (ibu kandungnya), jadi wajar kalau Tae Hee juga takut Ja Eun akan meninggalkannya sama seperti sang ibu. Jadi jika dalam sudut pandang Tae Hee, dia sama sekali tidak bersalah.
Kim Jae Ha yang seharusnya sadar diri. Atas dasar apa dia memaksa Tae Hee untuk menerima pemberian itu? Setelah sang ibu mencampakkan dan membuang Tae Hee begitu saja sejak masih kecil, sangat wajar jika Tae Hee tidak ingin tahu apa pun atau menerima apa pun yang berhubungan dengan ibu kandungnya. Namanya aja dikasih, kan? Jadi pihak penerima bisa melakukan apa saja dengan barang yang diberikan pada mereka. Mau disimpan kek, mau dibuang kek, terserah Tae Hee-lah, kan itu sudah diberikan padanya. Kim Jae Ha justru sangat egois kalau memaksakan kehendaknya >_<)
Setelah perkelahian antara Hwang Tae Hee dan Kim Jae Ha di ruang uap beberapa waktu yang lalu, Ja Eun tampak berjalan dengan marah sementara Tae Hee terlihat berlari mengejarnya. Ini adalah pertengkaran pertama Tae Hee dan Ja Eun sebagai sepasang kekasih.
(Sangat manusiawi, kan? Pasangan kekasih yang saling mencintai pun pasti pernah bertengkar sesekali dan gak hanya sayang-sayangan. Beda pendapat itu bisa terjadi pada siapa saja, termasuk Tae Hee dan Ja Eun)
Tae Hee berlari lebih cepat lagi dan mencoba menghentikan Ja Eun dengan memegang pergelangan tangannya, “Aku minta kau menjawabku, jadi kenapa kau tidak menjawabnya?” seru Tae Hee menuntut penjelasan. Entah menjawab soal apa.
“Minggir! Aku sangat marah sekarang jadi aku tidak mau bicara denganmu, Ahjussi!” sahut Ja Eun dengan dingin.
“Kenapa kau marah? Siapa orang yang seharusnya marah sekarang? Kau terus saja bertemu dengan Kim Jae Ha, itu sebabnya aku selalu melakukan hal-hal konyol seperti ini. Aku sudah mengatakan padamu jangan bertemu dengan Kim Jae Ha!” ujar Tae Hee tak mau kalah, kecemburuannya masih menguasai.
“Apa ini masuk akal? Bagiku ini adalah pekerjaan. Jadi bagaimana bisa kau minta aku untuk tidak bekerja?” protes Ja Eun tak terima.
(Ja Eun adalah independent woman, feminist, mandiri, jadi dia tidak mungkin meminta Tae Hee menafkahinya dan menanggung biaya hidupnya karena dia tahu kalau mereka belum menikah, itu sebabnya dia harus bekerja. Kalau gak kerja, Ja Eun dapat duit dari mana buat beli pembalut wanita setiap bulan, lalu bedak, lipbalm, parfum, sabun cuci muka, shampoo dan segala keperluan wanita yang lain? Iya kale minta Tae Hee? Gak bakal maulah Ja Eun minta Tae Hee karena tahu kalau mereka masih statusnya pacar, kan? Bukan suami istri. Di episode awal, Ja Eun sudah menjual semua barang-barang mewahnya, bukan?)
“Yang perlu kau lakukan adalah memberikan hak ciptanya,” sahut Tae Hee dengan entengnya.
Kalaupun Nenek melarang sang ibu untuk menemui Tae Hee, namun dengan kekuasaan dan uang yang dimiliki oleh ibu kandung Tae Hee ditambah dengan statusnya sebagai ibu kandung, seharusnya wanita itu bisa menuntut hak asuh Tae Hee ke pengadilan, bukan? Lalu kenapa tidak dia lakukan? Wanita itu menikahi pria yang sangat kaya raya, CEO perusahaan, jadi untuk merebut hak asuh atas Tae Hee di pengadilan bukanlah hal sulit untuknya. Kenapa tidak dia lakukan? Kenapa justru mengangkat seorang anak laki-laki dari panti asuhan untuk menggantikan posisi Tae Hee? Sebagai seorang ibu kandung, wanita itu tidak punya usaha sama sekali untuk memperjuangkan Tae Hee kecil.
Gara-gara sang ibu kandung yang gak mau usaha memperjuangkan putranya dan sang Nenek yang egois memisahkan seorang anak dengan ibu kandungnya, Tae Hee akhirnya memiliki luka batin dan trauma yang sangat besar, luka batin yang dia bawa hingga dia dewasa karena trauma ditinggalkan oleh sang Ibu. Secara mental, Tae Hee ini insecure, itu sebabnya dia jadi posesif dan over jealous pada Ja Eun, karena dia punya trauma ditinggalkan oleh wanita yang dia sayangi (ibu kandungnya), jadi wajar kalau Tae Hee juga takut Ja Eun akan meninggalkannya sama seperti sang ibu. Jadi jika dalam sudut pandang Tae Hee, dia sama sekali tidak bersalah.
Kim Jae Ha yang seharusnya sadar diri. Atas dasar apa dia memaksa Tae Hee untuk menerima pemberian itu? Setelah sang ibu mencampakkan dan membuang Tae Hee begitu saja sejak masih kecil, sangat wajar jika Tae Hee tidak ingin tahu apa pun atau menerima apa pun yang berhubungan dengan ibu kandungnya. Namanya aja dikasih, kan? Jadi pihak penerima bisa melakukan apa saja dengan barang yang diberikan pada mereka. Mau disimpan kek, mau dibuang kek, terserah Tae Hee-lah, kan itu sudah diberikan padanya. Kim Jae Ha justru sangat egois kalau memaksakan kehendaknya >_<)
(Sangat manusiawi, kan? Pasangan kekasih yang saling mencintai pun pasti pernah bertengkar sesekali dan gak hanya sayang-sayangan. Beda pendapat itu bisa terjadi pada siapa saja, termasuk Tae Hee dan Ja Eun)
Tae Hee berlari lebih cepat lagi dan mencoba menghentikan Ja Eun dengan memegang pergelangan tangannya, “Aku minta kau menjawabku, jadi kenapa kau tidak menjawabnya?” seru Tae Hee menuntut penjelasan. Entah menjawab soal apa.
“Minggir! Aku sangat marah sekarang jadi aku tidak mau bicara denganmu, Ahjussi!” sahut Ja Eun dengan dingin.
“Kenapa kau marah? Siapa orang yang seharusnya marah sekarang? Kau terus saja bertemu dengan Kim Jae Ha, itu sebabnya aku selalu melakukan hal-hal konyol seperti ini. Aku sudah mengatakan padamu jangan bertemu dengan Kim Jae Ha!” ujar Tae Hee tak mau kalah, kecemburuannya masih menguasai.
“Apa ini masuk akal? Bagiku ini adalah pekerjaan. Jadi bagaimana bisa kau minta aku untuk tidak bekerja?” protes Ja Eun tak terima.
(Ja Eun adalah independent woman, feminist, mandiri, jadi dia tidak mungkin meminta Tae Hee menafkahinya dan menanggung biaya hidupnya karena dia tahu kalau mereka belum menikah, itu sebabnya dia harus bekerja. Kalau gak kerja, Ja Eun dapat duit dari mana buat beli pembalut wanita setiap bulan, lalu bedak, lipbalm, parfum, sabun cuci muka, shampoo dan segala keperluan wanita yang lain? Iya kale minta Tae Hee? Gak bakal maulah Ja Eun minta Tae Hee karena tahu kalau mereka masih statusnya pacar, kan? Bukan suami istri. Di episode awal, Ja Eun sudah menjual semua barang-barang mewahnya, bukan?)
“Yang perlu kau lakukan adalah memberikan hak ciptanya,” sahut Tae Hee dengan entengnya.
“Apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun dengan raut tak percaya.
“Berikan hak ciptamu padanya dan berhentilah bekerja,” ujar Tae Hee menegaskan. (Tae Hee-yaa, tapi kamu sendiri kan yang menyuruh Ja Eun menerima tawaran Kim Jae Ha saat di EP 28?)
“Apa kau serius dengan apa yang kau katakan?” tanya Ja Eun mengkonfirmasi.
“Ya. Aku sangat benci melihatmu selalu bertemu dengan Kim Jae Ha. Berapa harga hak cipta karyamu?” tanya Tae Hee dengan entengnya, seolah meremehkan pekerjaan Ja Eun.
“Ahjussi, sekarang kau membuatku benar-benar kecewa padamu. Pekerjaanku sangat penting bagiku, sama seperti pekerjaanmu yang juga sangat penting bagimu. Aku sama sekali tidak menyangka kau memandang rendah pekerjaanku,” ujar Ja Eun dengan raut wajah kecewa. Ucapannya seketika membuat Tae Hee merasa sangat bersalah.
“Bukan seperti itu maksudku. Aku sama sekali tidak bermaksud memandang rendah pekerjaanmu...” ujar Tae Hee merasa bersalah. Dia sadar dia telah salah bicara.
“Jangan katakan apa pun lagi! Jika kau meneruskannya, aku mungkin akan mulai membencimu sekarang,” potong Ja Eun dengan dingin dan kecewa. Ja Eun kemudian berjalan pergi sekali lagi seraya menyenggol pundak Tae Hee cukup keras.
“Jangan katakan apa pun lagi! Jika kau meneruskannya, aku mungkin akan mulai membencimu sekarang,” potong Ja Eun dengan dingin dan kecewa. Ja Eun kemudian berjalan pergi sekali lagi seraya menyenggol pundak Tae Hee cukup keras.
Tae Hee memejamkan matanya sejenak seraya menarik napas berat, dia seolah sedang berusaha menenangkan dirinya agar bisa bicara dengan kepala dingin. Bukan ini yang dia harapkan, dibenci oleh Ja Eun bukanlah sesuatu yang dia harapkan apalagi yang dia inginkan saat ini. Betapa sulit bagi mereka untuk bersama, mana mungkin Tae Hee rela melepaskan Ja Eun sekali lagi?
Itu sebabnya Tae Hee mengejar Ja Eun sekali lagi dan menjelaskan masalah yang sebenarnya agar sang pacar bisa mengerti.
Tae Hee sekali lagi mengejar Ja Eun dan menarik pergelangan tangan gadis itu agar berhenti dan mendengarkan penjelasannya.
Itu sebabnya Tae Hee mengejar Ja Eun sekali lagi dan menjelaskan masalah yang sebenarnya agar sang pacar bisa mengerti.
Tae Hee sekali lagi mengejar Ja Eun dan menarik pergelangan tangan gadis itu agar berhenti dan mendengarkan penjelasannya.
“Minggirlah! Aku bilang aku tidak mau bicara denganmu lagi, Ahjussi!” seru Ja Eun dengan marah seraya menghempaskan tangan Tae Hee yang menarik pergelangan tangannya.
“Orang yang melahirkan aku, dia menikah lagi dengan ayah Kim Jae Ha. CEO Perusahaan perfilman itu adalah ayah Kim Jae Ha. Apa kau sudah mengerti?” ujar Tae Hee dengan pelan. Dia akhirnya mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa dia tidak suka melihat Ja Eun bertemu dengan Kim Jae Ha.
Ja Eun tampak shock saat mendengar penjelasan dari mulut Tae Hee, dia tak lagi marah, namun justru terlihat bingung saat ini.
Setelah pertengkaran kecilnya bersama Tae Hee, walaupun tidak rela, Tae Hee tetap mengantarkan Ja Eun kembali ke kantornya. Setibanya di kantor, Ja Eun segera menemui Kim Jae Ha di ruangannya.
Kim Jae Ha mengira Ja Eun menemuinya untuk menyelesaikan meeting mereka yang tertunda. Dia segera menyuruh Ja Eun duduk dan mulai membahas tentang proyek animasi mereka, tapi di tengah pembicaraan itu, Ja Eun memotong ucapan Kim Jae Ha.
“Maaf. Tapi Kim PD-nim, apakah CEO Good Film yang waktu itu datang kemari adalah ayah Anda?” tanya Ja Eun dengan tak enak hati.
“Ya, dia adalah ayahku,” sahut Kim Jae Ha mengakui.
“Kalau begitu ibumu adalah wanita yang melahirkan Inspektur Hwang? Apa itu benar?” tanya Ja Eun dengan ragu-ragu, takut menyinggung hal yang sangat pribadi.
“Ya, itu benar. Apa kau sudah mendengarnya dari Inspektur Hwang?” ujar Kim Jae Ha mengkonfirmasi lalu balik bertanya.
“Ya. Tapi kenapa kau tidak mengatakan padaku mengenai kebenarannya? Kau tahu kalau aku menyukai Inspektur Hwang,” ujar Ja Eun tampak kecewa.
“Jadi, apa seharusnya aku mengatakannya padamu?” Kim Jae Ha balik bertanya.
“Ya. Tapi kenapa kau tidak mengatakan padaku mengenai kebenarannya? Kau tahu kalau aku menyukai Inspektur Hwang,” ujar Ja Eun tampak kecewa.
“Jadi, apa seharusnya aku mengatakannya padamu?” Kim Jae Ha balik bertanya.
“Tapi karena Inspektur Hwang sudah memberitahumu mengenai masalah itu, apakah dia juga memberitahumu kalau ibu kandungnya sudah meninggal dunia? Saat aku memintanya untuk mengambil kembali peninggalan Ibu, dia juga menyuruhku untuk membuangnya. Apa dia juga memberitahumu soal itu?” lanjut Kim Jae Ha.
Ucapannya membuat Ja Eun sangat shock. Selama ini, Ja Eun hanya tahu kalau ibu kandung Tae Hee telah kembali ke Korea dan dia bahkan meminta Tae Hee untuk menemui Ibu kandungnya walau hanya sekali saja. Namun dia sama sekali tidak tahu kalau ternyata ibu kandung Tae Hee sudah meninggal karena tidak ada seorangpun yang memberitahunya tentang hal itu.
Mulai saat Tae Hee berkata kalau wanita di dalam foto itu adalah ibu kandungnya. Lalu kemudian saat Tae Hee datang mencarinya malam-malam dan duduk dengan lesu di depan penginapannya, kemudian saat dia mendatangi Tae Hee di ruang latihan menembak dan menyuruh Tae Hee untuk menemui ibu kandungnya namun ucapannya justru membuat Tae Hee marah. Sekarang Ja Eun mengerti kenapa Tae Hee bersikap demikian.
Ja Eun merasa dirinya sangat jahat karena bisa-bisanya dia mengabaikan Tae Hee dan bahkan mengusirnya pergi di saat Tae Hee sangat membutuhkan dukungan moral darinya saat itu.
Tak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menghibur Tae Hee yang terluka, Ja Eun akhirnya memutuskan untuk menemui Tae Hee di kantor polisi dan melihat keadaannya.
Tae Hee ternyata sedang berada di aula olahraga seorang diri untuk menenangkan pikirannya. Dia tampak melempar bola ke dalam gawang dengan tepat sasaran kemudian mendribble bola basket tersebut dengan hati yang kacau. Saat itulah Ja Eun datang ke tempat itu dan mengamatinya dari arah pintu.
“Datang dan ambillah peninggalan Ibu karena aku tidak mau menyimpannya lagi atas namamu. Datang dan ambillah!” kenang Tae Hee pada ucapan Kim Jae Ha saat di ruang uap sauna.
Tae Hee yang kesal kemudian melampar bola basket itu ke lantai kemudian menendangnya dengan keras untuk melampiaskan kemarahan dan kegundahan hatinya. Sementara Ja Eun hanya menatapnya dengan sedih dan cemas di depan pintu aula olahraga tersebut. Tae Hee tampak memijat kepalanya yang pusing sambil tetap berdiri membelakangi Ja Eun.
Tae Hee menatap sepasang lengan yang sekarang sedang memeluk pinggangnya dan menoleh sejenak untuk memastikan siapa orang yang berani memeluknya (kalau bukan pacarnya, sudah pasti akan dipatahkan tuh tangan. Kale aja Lee Seung Mi, kan? Males banget dipeluk-peluk cewek lain selain ayang pacar, Baek Ja Eun ^^)
Tae Hee memegang lengan Ja Eun dan bertanya dengan bingung, “Apa terjadi sesuatu?” tanya Tae Hee dengan bingung.
Karena beberapa saat yang lalu mereka baru saja bertengkar, tapi kenapa sekarang tiba-tiba Ja Eun datang menemuinya ke kantor polisi dan memeluknya seperti ini? Tae Hee bingung melihat mood Ja Eun yang berubah dalam hitungan menit, setelah marah-marah kemudian bersikap mesra, apalagi setelah ini? Bagi Tae Hee, wanita, khususnya Baek Ja Eun adalah makhluk yang paling sulit dimengerti.
Ja Eun tidak menjawab pertanyaan Tae Hee dan lagi-lagi hanya menggeleng singkat, membuat Tae Hee semakin bingung.
“Kalau begitu, biarkan aku berbalik dan melihatmu,” ujar Tae Hee sekali lagi, seraya mencoba melepaskan pelukan Ja Eun agar bisa berbalik menghadapnya. Tae Hee tampak cemas melihat Ja Eun yang tiba-tiba menjadi aneh. Dia khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada kekasihnya.
Ja Eun lagi-lagi menggeleng kuat, tidak mengijinkan Tae Hee berbalik. Tae Hee akhirnya hanya diam dan menunggu apa yang akan dilakukan Ja Eun setelah ini.
“Ahjussi,” panggil Ja Eun dengan lembut.
“Hhmmm...” sahut Tae Hee singkat.
“Sebuah rahasia akan menjadi rahasia karena tidak ada seorang pun yang bersedia untuk mendengarkannya dengan tulus, sehingga hal itu menjadi rahasia. Itu sebabnya aku tidak ingin menyimpan rahasia darimu. Aku ingin memberitahumu semuanya. Aku boleh melakukan itu, kan?” tanya Ja Eun dengan lembut.
“Ya,” sahut Tae Hee seraya menganggukkan kepalanya dengan mantap.
“Kalau begitu aku akan menceritakan semuanya padamu,” ujar Ja Eun sekali lagi.
“Ya. Ceritakan semuanya padaku,” sahut Tae Hee dengan lembut.
“Ahjussi, aku sangat menyukaimu. Jadi kadang-kadang aku merasa takut tapi aku tidak bisa menghentikannya. Aku benar-benar sangat menyukaimu,” ujar Ja Eun dengan lembut dan penuh perasaan. Pengakuan cintanya yang kedua.
Ja Eun tampak ingin memberikan kepercayaan diri pada Tae Hee karena dia tahu kalau Tae Hee melakukan semua kekonyolan itu karena Tae Hee merasa insecure dan takut ditinggalkan sekali lagi. Itu sebabnya Ja Eun mengatakan perasaannya pada Tae Hee sekali lagi agar Tae Hee merasa lebih percaya diri dan tidak insecure lagi.
Pesannya secara tersirat adalah “I’ll be there for you, wherever you go, whatever you do. No matter what happens, I will never leave you. No matter what happens, you can count on my love. Nothing and no one can tear us apart, you always be here inside of my heart.”
(Ini adalah cara Ja Eun untuk membujuk Tae Hee agar membuka hatinya pada Ja Eun. Sama seperti di EP 21, Ja Eun bercerita lebih dulu tentang ibu tirinya, baru setelah itu dia menuntut Tae Hee untuk menceritakan apa yang membuat Tae Hee begitu marah jadi mereka bisa mencari solusi bersama ^^ Ja Eun ingin menggunakan cara yang sama kali ini. Namun bedanya, kali ini, Ja Eun tak ingin memaksa Tae Hee untuk bercerita sekarang. Namun pesannya sangat jelas : "Jangan ada rahasia di antara kita. Katakan semua yang ada dalam hatimu, aku akan menjadi pendengar setia dan kalau bisa, kita akan mencari solusi bersama" ^^)
Setelah keheningan sesaat, Tae Hee akhirnya memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Ja Eun seraya menggenggam kedua tangannya dengan mesra. Tae Hee menatap lembut ke dalam mata Ja Eun, seolah mencoba menebak isi hati gadis itu.
“Baiklah kalau begitu,” ujar Tae Hee dengan tersenyum manis seraya menarik Ja Eun ke dalam pelukannya dengan lembut.
Tae Hee mengelus rambut panjang Ja Eun dengan penuh perasaan seolah Ja Eun adalah seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Ja Eun membalas pelukan Tae Hee dengan hangat dan menempelkan kepalanya di pundak Tae Hee dengan mesra seraya memeluk punggungnya dengan erat.
Sepasang kekasih itu resmi mengakhiri pertengkaran mereka siang tadi dengan sebuah pelukan mesra dan sesi curhat dari Ja Eun yang menyatakan perasaannya dengan manis. Apa kau bahagia mendengar pengakuan Ja Eun, hingga akhirnya kau memeluknya untuk mengekspresikan kebahagiaanmu? Kenapa gak sekalian dicium lagi? xixixi ^^ Habis bertengkar, mesra-mesraan. Baguslah ya, tengkarnya gak usah lama-lama, langsung baikan dalam waktu beberapa menit.
Cut Scenes :
1. Hwang Tae Hee berinisiatif membantu Ja Eun dan menunggunya di gudang.
2. Hwang Tae Hee yang cemburu, mengikuti pacarnya ke Sauna. Again with the jealous Tae Hee ^^
3. Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun First Hugging Scene :
Babang polisi ini kayaknya type cowok yang posesif dan cemburuan banget kalau uda jatuh cinta. Sejak dia menyadari kalau dia menyukai Baek Ja Eun, Tae Hee selalu mencoba mendekati gadis itu dengan selalu mengikutinya ke mana-mana.
Ada keuntungan dan kerugiannya sih ya. Keuntungannya adalah karena Tae Hee polisi, jadi dengan mengikuti Ja Eun ke mana-mana, Ja Eun bisa terhindar dari bahaya. Penjahat gak berani macem-macem dah. Karena berani nyenggol ayangnya dikit aja langsung dihajar Tae Hee dan diseret ke kantor polisi. Aman gitu, jadi ngerasa punya bodyguard pribadi yang bisa melindungi Ja Eun dari marabahaya, lah wong Ja Eun selalu diikuti oleh polisi ^^
Tapi kerugiannya, Ja Eun jadi gak bisa bebas ngapa-ngapain karena merasa selalu diawasin, tidak dipercayai oleh pacarnya sendiri dan lagi, terlalu posesif dan terlalu cemburu buta juga lama-lama gak baik, toxic jadinya kalau terus seperti ini. Ya untuk awal hubungan sih gpp, anggap aja Tae Hee yang gak pernah pacaran sebelumnya masih gak tahu gimana menjalin sebuah hubungan yang sehat dan dewasa.
Tae Hee hanya berusaha mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dia tahu dan yang menurutnya baik untuknya. Tapi aku yakin seiring berkembangnya hubungan mereka, Ja Eun bisa membuat Tae Hee mengubah pola pikirnya dan membuat Tae Hee mengerti kalau orang menjalin hubungan itu yang paling penting selain cinta, adalah kepercayaan.
Dengan mengikuti Ja Eun ke mana-mana, bukankah secara gak langsung Tae Hee gak percaya perasaan Ja Eun untuknya, gak percaya kalau Ja Eun benar-benar menyukainya dan gak akan pernah selingkuh darinya? Ja Eun harus bisa menunjukkan itu jadi Tae Hee bisa menjadi lebih dewasa secara mental (kalau soal pacaran). Namun syukurlah, gak perlu waktu lama, kita sudah bisa melihat Tae Hee yang mulai dewasa dalam berhubungan. Di adegan terakhir, kita bisa melihat Tae Hee yang tampak lebih dewasa.
Aku seneng sih melihat the cute jealous Tae Hee, lucu aja ngeliat polisi garang jadi bucin dan cemburu brutal setiap kali ceweknya jalan sama cowok lain (yang notabene bosnya), Tae Hee yang lagi cemburu dan bertingkah konyol juga terlihat cute dan menggemaskan banget, dan aku lebih suka melihat cowoknya yang cemburu daripada ceweknya yang cemburu. Tapi kalau lama-lama kayak gini kan, takutnya Ja Eun jadi capek sendiri melihat kekonyolan Tae Hee dan level cemburunya yang kadang di luar batas.
Namun untunglah Ja Eun bisa mengatasi itu dan mengatakan kalau dia sangat menyukai Tae Hee. Aku yakin setelah mendengar pengakuan Ja Eun, Tae Hee bisa mengurangi perasaan insecure dalam dirinya dan sedikit percaya diri, percaya kalau Ja Eun tidak akan pernah meninggalkannya seperti yang dilakukan oleh ibu kandungnya, dan sedikit demi sedikit, Tae Hee bisa membuka dirinya pada Ja Eun.
It’s nice to see Tae Hee’s growth and I’m pretty sure, with the help of Ja Eun, he will open up, understand, and accept the tragic circumstances of his life and move on. Sifat Tae Hee yang introvert dan sangat tertutup mengenai perasaannya, selain didasari karena dia telah ditinggalkan oleh ibu kandungnya sejak kecil, bisa jadi itu juga karena tuntutan gender yang berkembang di masyarakat, yang seolah menuntut seorang pria itu harus kuat, tak boleh cengeng, tak boleh lemah, harus tetap kuat walau hati dan mentalnya hancur berantakan, mereka harus tetap terlihat kuat di depan orang lain dan tak boleh ada seorangpun yang tahu kalau mereka sangat menderita di dalam.
Jadi itulah sebabnya Tae Hee menjadi pendiam dan selalu memendam sendiri perasaannya selama 20 tahun ini, dia membangun sebuah tembok yang sangat tinggi yang tidak bisa dilewati oleh siapa pun, tidak juga oleh nenek dan ibunya. Dinding yang sangat tinggi dan tidak ada seorangpun yang dia ijinkan untuk masuk ke dalam hatinya. Tidak, hanya Ja Eun seorang.
It’s nice to see Tae Hee’s growth and I’m pretty sure, with the help of Ja Eun, he will open up, understand, and accept the tragic circumstances of his life and move on. Sifat Tae Hee yang introvert dan sangat tertutup mengenai perasaannya, selain didasari karena dia telah ditinggalkan oleh ibu kandungnya sejak kecil, bisa jadi itu juga karena tuntutan gender yang berkembang di masyarakat, yang seolah menuntut seorang pria itu harus kuat, tak boleh cengeng, tak boleh lemah, harus tetap kuat walau hati dan mentalnya hancur berantakan, mereka harus tetap terlihat kuat di depan orang lain dan tak boleh ada seorangpun yang tahu kalau mereka sangat menderita di dalam.
Jadi itulah sebabnya Tae Hee menjadi pendiam dan selalu memendam sendiri perasaannya selama 20 tahun ini, dia membangun sebuah tembok yang sangat tinggi yang tidak bisa dilewati oleh siapa pun, tidak juga oleh nenek dan ibunya. Dinding yang sangat tinggi dan tidak ada seorangpun yang dia ijinkan untuk masuk ke dalam hatinya. Tidak, hanya Ja Eun seorang.
Ja Eun dengan sifatnya yang ceria, ramah, hangat, baik hati, kuat, berani dan begitu terbuka pada orang lain mampu menyentuh hati Tae Hee dan meruntuhkan dinding yang selama ini dia bangun di sekitar hatinya. Tanpa dia sadari, Ja Eun telah masuk ke dalam hatinya dan bertahta di sana dengan sangat kuat.
Ja Eun dan Tae Hee sebenarnya memiliki kesamaan. Mereka sama-sama yatim piatu. Namun walau begitu, secara mental Ja Eun sebenarnya lebih kuat dan dewasa dari Tae Hee. Walaupun Ja Eun tumbuh tanpa kasih sayang ibu kandungnya, Ja Eun tetap tumbuh menjadi gadis yang ceria, ramah, hangat, kuat, berani dan berpikiran terbuka.
Ja Eun dan Tae Hee sebenarnya memiliki kesamaan. Mereka sama-sama yatim piatu. Namun walau begitu, secara mental Ja Eun sebenarnya lebih kuat dan dewasa dari Tae Hee. Walaupun Ja Eun tumbuh tanpa kasih sayang ibu kandungnya, Ja Eun tetap tumbuh menjadi gadis yang ceria, ramah, hangat, kuat, berani dan berpikiran terbuka.
Sifatnya yang sangat kontras dengan Tae Hee membuat Tae Hee merasa nyaman, Tae Hee seolah menemukan sesuatu yang hilang darinya dalam diri Ja Eun. Ja Eun seolah mampu menutup lubang dalam hati Tae Hee, mengisi kekosongan yang selama ini tidak mampu diisi oleh siapa pun. Ja Eun adalah katalisator Tae Hee, cahaya dalam hidupnya, tujuan hidupnya dan nahkodanya dalam melangkah.
Bisa dilihat dari cara Tae Hee mengikuti Ja Eun ke mana-mana, selain karena didorong oleh rasa cemburunya, itu juga karena Tae Hee merasa kalau Ja Eun adalah poros hidupnya, tujuan hidupnya dan nahkodanya dalam melangkah, jadi ke mana pun Ja Eun pergi, dia juga akan pergi ke sana. Lihat kan bagaimana Tae Hee selalu mengikuti Ja Eun bagaikan anak anjing yang kesepian dan takut kehilangan induknya? Namun tentu saja, Tae Hee bukan mother complex, dia tidak menganggap Ja Eun sebagai pengganti ibunya namun kehangatan yang diberikan Ja Eun, sama seperti kehangatan yang diberikan oleh sang ibu.
Itulah yang membuka kunci pertama di hati Tae Hee : kelembutan, kehangatan, dan keceriaan Ja Eun serta keberanian gadis itu dalam menjalani hidup. Karena Ja Eun-lah, orang pertama yang mengajari Tae Hee bagaimana melihat semua masalah dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya melihat dari sisi negatifnya namun juga sisi positif dari semua masalah itu (EP 21). Tae Hee yang awalnya hanya melihat ke satu arah saja, sejak itu mulai membuka hatinya dan melihat berbagai masalah dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya dari sisi negatifnya saja namun juga sisi positifnya.
Ja Eun selalu berpikir positif, Ja Eun selalu berpikir “Selalu ada hikmah dibalik musibah." Seperti lirik lagu, "Aku percaya tiada yang sia-sia, semua kan ada hikmahnya” dan itulah yang membuat Tae Hee semakin jatuh cinta. Ja Eun membuat Tae Hee belajar melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Wanita seperti Ja Eun memang layak diperjuangkan dan Tae Hee memang pantas memperjuangkannya.
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/671 + https://gswww.tistory.com/672 + https://gswww.tistory.com/673 + https://gswww.tistory.com/674 + https://gswww.tistory.com/675)
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
Itulah yang membuka kunci pertama di hati Tae Hee : kelembutan, kehangatan, dan keceriaan Ja Eun serta keberanian gadis itu dalam menjalani hidup. Karena Ja Eun-lah, orang pertama yang mengajari Tae Hee bagaimana melihat semua masalah dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya melihat dari sisi negatifnya namun juga sisi positif dari semua masalah itu (EP 21). Tae Hee yang awalnya hanya melihat ke satu arah saja, sejak itu mulai membuka hatinya dan melihat berbagai masalah dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya dari sisi negatifnya saja namun juga sisi positifnya.
Ja Eun selalu berpikir positif, Ja Eun selalu berpikir “Selalu ada hikmah dibalik musibah." Seperti lirik lagu, "Aku percaya tiada yang sia-sia, semua kan ada hikmahnya” dan itulah yang membuat Tae Hee semakin jatuh cinta. Ja Eun membuat Tae Hee belajar melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Wanita seperti Ja Eun memang layak diperjuangkan dan Tae Hee memang pantas memperjuangkannya.
Bersambung...
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/671 + https://gswww.tistory.com/672 + https://gswww.tistory.com/673 + https://gswww.tistory.com/674 + https://gswww.tistory.com/675)
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar