Kamis, 27 Desember 2018

Sinopsis Lengkap : Legend Of The Condor Heroes 2017 (Ep 44 Part 1)


Kini sampailah kita di episode-episode terakhir menuju ending yang diwarnai oleh kisah sedih di hari minggu, uuppss, maksudnya diwarnai adegan yang bikin nyesek dan baper antara Guo Jing dan Huang Rong. Dan episode kali ini adalah episode yang penuh dengan roller coaster. Awalnya sepasang kekasih tersebut terlihat sangat sedih karena berpikir akan berpisah, kemudian sebuah kebohongan yang dikarang Yang Kang membuat sepasang kekasih itu berpikir bahwa Hua Cheng sudah bersedia mundur dan melepaskan Guo Jing jadi mereka bisa bersama. Tapi ternyata kebahagiaan mereka hanya sesaat karena sebuah kesalahpahaman kembali memisahkan mereka. See? Episodenya seperti Roller Coaster, kan? Setelah dibuat sedih, bahagia lalu kembali sedih. Campur aduk dalam satu episode. Sang Penulis Skenario pinter banget mengocok emosi penonton.

Tapi memang, beberapa episode menuju ending ini akan diwarnai oleh banyak sekali drama romantis dan menyayat hati antara Guo Jing dan Huang Rong. Tak lama lagi, penonton akan disajikan adegan menguras emosi dan air mata. Guo Jing dan Huang Rong untuk pertama kalinya akan berpisah dalam jangka waktu yang lumayan lama akibat sebuah kesalahpahaman yang diciptakan Yang Kang dan Wan Yen Hong Lieh. Dalam novel diceritakan bahwa Guo Jing dan Huang Rong berpisah selama 1 tahun lamanya sebelum akhirnya Huang Rong kembali menemui Guo Jing di Mongolia dan membantunya memenangkan setiap perang. Tapi itu nanti, tak lama setelah ini. Intinya, episode-episode menuju ending ini yang gak aku suka, karena banyak adegan sedihnya yang membuatku merasa kasihan pada Huang Rong.

Oke deh, bagi yang merasa penasaran dengan kelanjutan kisah ini. Mari kita simak potongan adegan di bawah ini... Buat yang belum nonton, mungkin potongan adegan ini dapat memberikan sedikit gambaran.






Dan kisahpun berlanjut... 
Guo Jing dan Huang Rong masih melanjutkan moment-moment perpisahan mereka yang menguras emosi penonton (khususnya aku). Kali ini, sepasang kekasih yang akan berpisah itu berada di tepi sebuah danau untuk menunggu fajar menyingsing, menunggu saat-saat di mana Guo Jing menurut rencana akan pulang ke Mongol dan menikah dengan Hua Cheng.

Karena terlalu sedih, tak ada satupun dari mereka yang bisa memejamkan mata dan tertidur, mereka sama-sama menganggap bahwa waktu mereka yang hanya tinggal sedikit ini terlalu berharga untuk dilewatkan dengan tidur di penginapan. Itu sebabnya mereka memutuskan untuk menghabiskan saat-saat terakhir kebersamaan mereka dengan berada di tepi danau.


Guo Jing tampak berlutut di depan sebuah api unggun dengan melamun, wajahnya menunjukkan kesedihan yang dalam karena akan berpisah dengan gadis yang dicintainya dalam beberapa jam lagi. Sementara itu, Huang Rong bermain wayang golek seraya menyanyikan sebuah lagu. Lagu itu adalah lagu yang mengisahkan tentang kisah cinta Sampek Engtay alias Liang Shan Pho dan Chu Ying Tay, yang saling mencintai namun tidak bisa bersatu hingga akhirnya maut memisahkan mereka. (Note : Gak tahu kisahnya Sampek Engtay, cari di google aja ya ^_^)

Guo Jing yang mendengar suara lembut nyanyian sang kekasih, ditambah dengan lirik dan nada yang sedih, spontan berdiri dan menghampiri gadis itu yang masih meneteskan air mata kesedihan.

“Jing Gege, apa kau ingat hari itu, aku membohongimu dengan menyuruhmu membeli kue? Sebenarnya saat itu aku meminta seorang seniman wayang untuk mengajariku lagu ini. Enak tidak lagunya?” tanya Huang Rong dengan senyum terpaksa di bibirnya.


“Rong’er...” lagi-lagi Guo Jing tak mampu bicara dan hanya bisa memanggil nama sang kekasih dengan mata berkaca-kaca.

“Hari ini aku khusus nyanyikan lagu itu untuk Jing Gege. Begitu fajar menyingsing, kau harus pergi mencari Putri Hua Cheng. Kita berdua, selamanya tidak akan bisa bertemu lagi. Rong’er nyanyikan lagu ini, dengan harapan agar lirik lagu ini bisa masuk ke dalam hatimu. Agar kau selamanya tidak akan melupakan aku.” Ujar Huang Rong lirih dengan air mata berderai.


Guo Jing yang awalnya hanya menatap sang kekasih tanpa kata dengan air mata yang juga mengalir pelan dari kedua sudut matanya, spontan menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan memeluknya erat sambil menangis.



Note : Aktingnya William bagus banget di sini. Sejak awal emang udah bagus sih aktingnya ^_^ Tapi gaya memeluknya William seolah kayak diprekes gitu ceweknya. Dipeluk erat gitu, seperti tak mau melepaskan. Memeluk dengan penuh perasaan...


Paginya, sepasang kekasih tersebut tampak akan berpisah dan Huang Rong terlihat memberikan bungkusan milik Guo Jing saat tiba-tiba seorang pria berkuda datang membawakan sebuah pesan untuk Guo Jing yang dimasukkan ke dalam kantong yang bertuliskan nama “Guo Jing”.


Note : Masih ingat di episode pernikahan Yang Kang dan Mu Nian Chi saat Chiu Chian Ren (PALSU) ingin membawa kabur harta Chiu Chian Ren (ASLI) tapi tak sengaja bertemu dengan si kepala benjol 3 Hou Tong Hai dan bertabrakan dengannya hingga harta yang dicurinya jatuh ke lantai? Saat itu Hou Tong Hai tak sengaja melihat kantong yang bertuliskan nama “Guo Jing” yang sebelumnya dicuri oleh Chiu Chiu Ren (PALSU) dari tangan Tuo Li saat Chiu Chian Ren (PALSU) menangkap para utusan Mongol di Hutan, tak jauh dari Desa Nia. Kantong bertuliskan nama “Guo Jing” itulah yang sekarang dijadikan alat untuk menghalangi kepulangan Guo Jing ke Mongolia, dengan tujuan agar mereka bisa merebut kitab Perang Wu Mu. Melihat kantong itu yang seharusnya ada di tangah Tuo Li karena merupakan simbol persaudaraan mereka, tentu membuat Guo Jing percaya bahwa Hua Cheng benar-benar telah melepaskannya, padahal mah aslinya nggak mungkin.


“Numpang tanya, apakah kau Pendekar Guo Jing?” tanya seorang pria tak dikenal pada Guo Jing. 
“Benar.” Jawab Guo Jing.

“Akhirnya aku menemukanmu. Ada orang yang memintaku untuk menyampaikan surat untukmu.” Ujar pria tak dikenal tersebut seraya mengeluarkan sebuah kantong yang bertuliskan nama “Guo Jing”.


Setelah menyampaikan kantong berisi surat tersebut, pria tak dikenal itu segera pergi dari sana, meninggalkan Guo Jing yang membuka kantong tersebut dengan penasaran. 

Setelah membuka kantong tersebut dan membaca isi suratnya (yang tentu saja ditulis dalam bahasa mongol), Guo Jing spontan berseru gembira.


“Rong’er, Rong’er, perjanjian tanggal 6 dibatalkan.” Ujarnya gembira. 
“Kau bilang apa?” tanya Huang Rong tak mengerti. 
“Aku bilang...” Guo Jing tampak bingung bagaimana harus menjelaskannya.


“Kau lihatlah sendiri. Kau lihatlah! Cepat lihat!” ujar Guo Jing seraya menunjukkan suratnya, tapi tentu saja Rong’er tak mengerti apa isinya. 

“Rong’er tidak bisa membacanya.” Jawab Huang Rong bingung.

“Tuo Li memberi pesan melalui surat, Hua Cheng sudah mengerti. Perjanjian pernikahanku dengannya dibatalkan. Kita bisa bersama.” Jawab Guo Jing dengan tersenyum gembira.

Mendengar berita baik ini, tentu saja Huang Rong juga ikut gembira. Sama sekali tidak terpikirkan bahwa ini hanya jebakan Yang Kang untuk menghalangi Guo Jing pulang ke Mongolia.

Huang Rong menatap sang kekasih dengan tidak percaya, karena ini seperti mimpi baginya. 
“Jing Gege, apakah ini benar?” tanyanya mengkonfirmasi.


“Tentu saja benar. Kantong ini adalah kenang-kenangan dariku untuk Tuo Li saat kami mengangkat saudara. Tidak akan salah.” Jawab Guo Jing dengan yakin.

Note : Iya kantongnya benar, tapi yang tidak Guo Jing tahu adalah kantong itu sebelumnya telah dicuri oleh Chiu Chian Ren (PALSU) dan kemudian jatuh ke tangan Yang Kang. Tapi gpp, diberi kebahagiaan sesaat sebelum kemudian dipisahkan lagi sama penulis skenarionya. Karena ini termasuk adegan yang masuk dalam Modifikasi Kecil Super Kreatif. Dalam novel, tak ada adegan ini. Hanya tiba-tiba Guo Jing dan Huang Rong pulang ke Pulau Persik dan menemukan kelima guru Guo Jing terbunuh di sana. Udah, gitu aja. Alasan kenapa keenam guru Guo Jing datang ke sana dan kenapa Guo Jing dan Huang Rong kembali ke sana, juga terlihat ngambang. Tiba-tiba ngumpul di sana semua macem sinetron.

“Rong’er...” panggil Guo Jing dengan bahagia. 
“Jing Gege...” sahut Huang Rong juga dengan senyum bahagia di wajahnya.


“Kita bisa bersama. Kita bisa bersama.” Guo Jing berseru bahagia seraya spontan mengangkat tubuh Huang Rong dan menggendongnya berputar-putar.


“Kita bisa bersama.” Serunya berulang-ulang seraya menggendong Huang Rong berputar-putar. Mereka berdua tertawa dengan bahagia, karena mengira pada akhirnya mereka bisa bersama selamanya.


Di saat sepasang kekasih tersebut saling berpelukan dengan bahagia, sementara itu di Ling’An, Hua Cheng dan Tuo Li menunggu Guo Jing dengan gelisah karena pintu gerbang Ling’An akan segera ditutup. Tuo Li meminta Hua Cheng untuk menyerah dan tidak menunggu Guo Jing karena Guo Jing takkan pernah datang.

Note : Duh, nih cewek satu ya. Guo Jing kan gak cinta sama elu. Gak punya harga diri banget deh. Jangan jadi pengemis cinta gitu dong, kayak gak punya harga diri aja. Situ kan cantik, imut, masih muda, putri pula, pasti yang ngantri pengen nikahin kan banyak, untuk apa masih mengemis cinta pada Guo Jing yang jelas-jelas takkan bisa mencintaimu?? Apa kau pikir Guo Jing adalah Wei Xiao Bao yang tak puas hanya dengan 1 wanita sampai-sampai putri dan pelayannya dinikahin sekaligus? Istrinya sampai 7 pula. Duh, kok ngenes rasanya cinta dibagi 7, dibagi 2 aja rasanya pengen ngebiri, lah ini Wei Xiao Bao malah tujuh istri ckckck...Makanya karakter Favoritku selamanya HANYA GUO JING !!!!

Di Pulau Persik, tampak Huang Yao Shi sedang mengajari Sha Gu menulis, yang tentu saja karena merasa bosan, Sha Gu tak mau menulis. Lalu kemudian datang seorang pelayan bisu yang menyampaikan pesan bahwa Tujuh Pendekar Jiang Nan datang ke Pulau Persik. Huang Yao Shi yang tidak mau menerima tamu menyuruh pelayannya untuk mengusir mereka. Tapi karena mereka sudah terlanjur datang, Sha Gu akhirnya diminta untuk menjamu Tujuh Pendekar Jiang Nan.


Saat Huang Yao Shi sedang sendiri di dalam kamar, datang seorang pelayan bisu yang menyampaikan pesan bahwa Guo Jing saat ini telah kembali ke Mongol dan meninggalkan Huang Rong seorang diri. 

Huang Yao Shi yang tidak ingin melihat sang putri kesayangan bersedih karena ditinggal oleh sang kekasih hati, tanpa pikir panjang segera pergi meninggalkan Pulau Persik untuk mencari keberadaan Putri kesayangannya dan berniat mengajaknya pulang ke Pulau Persik untuk menyembuhkan luka hatinya.


Dan saat Huang Yao Shi pergi meninggalkan pulau itulah, Yang Kang dan Ou Yang Feng akhirnya membantai kelima guru Guo Jing dan sengaja menyisakan satu si buta Khe Chen Erl sebagai saksi hidup untuk mengadu domba Guo Jing dan Huang Rong. (Strategi “Devide Et Impera” telah dimainkan.


Di saat sang ayah berpikir bahwa Putri kesayangannya sedang bersedih seorang diri di Jia Xing dan ingin menyusulnya, sang putri tercinta justru bergandengan tangan dengan gembira bersama kekasih hatinya yang tak jadi pulang ke Mongol.

“Jing Gege, jika ayahku tahu kau tak jadi pulang ke Mongol, ayah pasti gembira.” Ujar Huang Rong dengan tersenyum gembira. 


“Kebetulan para guruku juga ada di Pulau Persik, sekalian saja aku minta para guruku untuk membuat keputusan untukku.” Ujar Guo Jing dengan tersenyum gembira memandang sang kekasih.

“Ambil keputusan apa untukmu?” tanya Huang Rong, sengaja memancing Guo Jing walaupun dia sudah tahu jawabannya.

Guo Jing pun menjawab dengan malu-malu, “Tentu saja soal pernikahan kita.” Jawab Guo Jing dengan tersenyum canggung dan malu-malu yang membuatnya semakin terlihat tampan.


Belum sehari Hua Cheng “membatalkan” pernikahan mereka, Guo Jing sudah berencana menikahi gadis lain, dan dia mengatakannya dengan wajah berseri-seri penuh kebahagiaan. Sama sekali tidak peduli pada perasaan Hua Cheng yang mungkin sedang bersedih karena batal menikah dengannya. Karena bagi Guo Jing, cintanya hanya untuk Rong’er jadi dia tidak peduli pada perasaan gadis lain. Huang Rong is Guo Jing’s selfisnness. Huang Rong adalah keegoisan Guo Jing. Pria yang baik pun bisa menjadi egois karena cinta.

“Guruku di Pulau Persik, pasti sudah menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara Tujuh Pendeta Chuan Chin dan ayahmu. Pertarungan di Loteng Dewa Mabuk, jika ayahmu bersedia membantu, kita tidak perlu takut lagi pada Ou Yang Feng.” Ujar Guo Jing masih dengan wajah berseri-seri.

“Benar. Benar sekali.” Jawab Huang Rong mengiyakan. Percaya pasti ayahnya akan membantu sang calon menantu.

Saat itulah mereka melihat pengemis tua, Hong Chi Khong tampak berlari di antara kerumunan orang. Dia terlihat seperti sedang mencari sesuatu atau seseorang. Guo Jing dan Huang Rong yang tak sengaja melihat guru mereka, spontan memanggil sang guru.

“Guru.” Panggil Guo Jing dan Huang Rong bersama. 

“Jing’er, kenapa kau masih di sini? Apakah kau tidak pulang ke Mongol dengan Putri Hua Cheng?” tanya Hong Chi Khong bingung, karena yang dia tahu, Guo Jing harusnya sudah kembali ke Mongol.

“Tuo Li An Ta mengirim pesan padaku, Putri Hua Cheng sudah memikirkannya dengan jelas dan membatalkan pernikahan kami.” Jawab Guo Jing dengan gembira seraya menatap mesra kekasihnya, yang tentu saja berita tersebut disambut dengan gembira oleh sang guru.


“Sungguh bagus sekali. Untuk apa memperistri Putri Mongol? Rong’er bukankah jauh lebih baik?” Ujar Hong Chi Khong gembira.

“Kalian ini mau ke mana?” tanya Hong Chi Khong kemudian. 
“Kami ingin ke Pulau Persik mencari Ketua Huang.” Jawab Guo Jing. 

“Guru, tadi kami lihat, guru seperti sedang mencari seseorang. Guru sedang mencari siapa?” tanya Huang Rong penasaran.

“Guru sedang mencari Pendekar Khe. Oh ya, Jing’er, apa kau sudah bertemu dengan guru besarmu?”Hong Chi Khong justru balik bertanya pada sang murid. 

“Guru besarku bukankah ada di Pulau Persik?” jawab Guo Jing bingung.

“Dia sudah pulang. Aku bertemu dengannya di pelabuhan. Tapi...” ujar Hong Chi Khong, tampak ragu saat akan mengatakannya. 
“Tapi apa?” desak Guo Jing khawatir.

“Saat aku bertemu dengannya, rambutnya berantakan dan penampilannya suram. Mulutnya terus berkata tidak jelas seperti “tidak berhati nurani”. Dan dia juga bilang ingin bunuh Rong’er.” Jawab Hong Chi Khong, membuat kedua muridnya tampak khawatir.

“Aku baru mau tanyakan dengan jelas padanya, tapi Pendekar Khe sudah pergi.” Lanjut Hong Chi Khong.

“Kenapa bisa seperti ini? Guru besarku baik-baik saja, kenapa bisa berkata seperti itu?” Guo Jing tampak tak mengerti.

“Sesat Tua Huang dan Pendekar Khe sama-sama punya sifat yang aneh. Siapa yang tahu kedua orang ini ada masalah apa?” jawab Hong Chi Khong.

“Lalu bagaimana?” Guo Jing tampak panik. 
“Jangan panik. Jangan panik.” Ujar Hong Chi Khong menenangkan.

“Begini saja, kalian lakukan saja sesuai rencana kalian. Pergi cari Sesat Huang ke Pulau Persik. Aku akan cari Pendekar Khe, untuk bertanya dengan jelas ada masalah apa sebenarnya. Jika di antara dia dan Sesat Huang ada kesalahpahaman, jelaskan saja, bukankah sudah beres?” jawab Hong Chi Khong dengan bijaksana.

“Tapi jika bukan salah paham, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah. Aku harus mencari orang.” Lanjut Hong Chi Khong sebelum melanjutkan pencariannya.


Guo Jing dan Huang Rong akhirnya kembali ke Pulau Persik bersama. Dalam perjalanan, Huang Rong sudah mulai merasakan sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak tahu apakah itu. Dalam hati, dia hanya merasa sangat tidak tenang dan merasa galau.

Sampai di Pulau, Guo Jing tampak menggandeng tangan Huang Rong dengan gembira. Tapi Huang Rong menarik tangan Guo Jing dan memintanya menghentikan langkahnya sebentar. Huang Rong bertanya apakah Guo Jing menyukainya?


Huang Rong merasa sesuatu yang buruk akan terjadi pada hubungan mereka dan entah kenapa, dia merasa cinta Guo Jing padanya tidak cukup kuat untuk menerjang apa pun itu yang menghadang di depan mereka. Huang Rong merasa dia harus memastikan sekali lagi perasaan Guo Jing padanya.


“Jing Gege, kau menyukai Rong’er, tidak?” tanya Huang Rong lirih. 

“Suka. Tentu saja suka. Saat kau bersedih, aku juga merasakan kesedihanmu. Saat kau gembira, aku juga merasa gembira untukmu. Aku bahkan tidak tega mengatakan satu katapun yang membuat hatimu sakit. Bagaimana mungkin aku tidak menyukaimu?” Jawab Guo Jing cepat dan mantap, tanpa perlu berpikir lagi.


“Jika keenam gurumu, ibumu dan semua temanmu tidak menyukai Rong’er, bagaimana denganmu?” tanya Huang Rong gelisah.

“Kalau begitu akan kukatakan pada mereka, Rong’er adalah wanita terbaik di dunia ini.” jawab Guo Jing mantap dengan tersenyum ceria. 


“Bagaimana jika mereka tidak percaya?’ tanya Huang Rong, sedikit mendesak. 
“Rong’er, meskipun semua orang di dunia ini menentang dan ingin menyakitimu, aku akan tetap di sampingmu untuk melindungimu.” Jawab Guo Jing tulus dan mantap.

“Apakah kau bersedia demi aku, meninggalkan mereka semua?” tanya Huang Rong, ingin meminta jaminan.

Tapi Guo Jing hanya menundukkan kepalanya terdiam. Melihat Guo Jing terdiam ragu, Huang Rong akhirnya mengalah.

“Baik. Aku tidak akan memaksamu meninggalkan semua orang. Tapi aku ingin kau berjanji padaku, selamanya kau tidak akan meninggalkan aku.” Pinta Huang Rong lirih.

Untuk yang satu ini, Guo Jing bersedia berjanji tanpa ragu. Dia segera meraih kedua tangan Rong’er dan menggenggamnya erat.

“Tentu saja. Selama ini kita sudah menghadapi banyak cobaan. Hua Cheng juga akhirnya mau mengerti. Kenapa kita harus berpisah?” ujar Guo Jing dengan yakin.


“Jika guru besarmu ingin kau meninggalkan aku, dan jika kau tidak meninggalkan aku, dia tidak mau mengakuimu sebagai muridnya, apa yang akan kau lakukan?” tanya Huang Rong lagi, masih merasa gelisah.

“Bagaimana mungkin? Guru besarku pasti hanya salah paham. Nanti aku bisa jelaskan padanya. Bukankah tadi kita sudah membahasnya?” jawab Guo Jing tulus.

“Jika, aku bilang jika, bagaimana jika itu benar-benar terjadi?” Huang Rong masih tetap merasa tidak tenang. 

“Rong’er, sebenarnya apa yang kau khawatirkan?” tanya Guo Jing tak mengerti.

“Aku juga tidak tahu. Aku hanya merasa hatiku sangat risau. Aku tidak takut gurumu memenggal kepalaku, aku hanya takut kau akan mendengarkan ucapan gurumu lalu berpisah denganku. Bagiku, itu jauh lebih menyakitkan daripada memenggal kepalaku.” Jawab Huang Rong gelisah.


“Rong’er, apa kau masih ingat saat kita berada di Wisma Awan? Keenam guruku menentang keputusanku untuk bersamamu. Guru besarku bahkan memukulku karena ini. Tapi saat mereka melihatmu demi membelaku, sampai harus menentang ayahmu, sebenarnya dalam hati, mereka sangat tersentuh.” Jawab Guo Jing, ingin mengatakan agar Huang Rong tak perlu khawatir.

“Mereka tersentuh atau tidak, aku tidak tahu. Tapi Guru besarmu selalu memakiku “Iblis Kecil”. Marah-marah tidak jelas.” Jawab Huang Rong sedih.

“Rong’er, semua guruku memang kelihatan galak dan aneh, tapi sebenarnya mereka adalah orang yang sangat baik hati. Guru keduaku sangat humoris dan suka bermain, dia pasti akan menyukaimu. Guru ketigaku sangat mahir berkuda, kau nanti bisa adu balap kuda dengannya. Dia pasti akan menyukaimu. Dan juga guru ketujuhku, dia sangat lembut, Dialah yang paling menyayangiku. Oh ya, masakannya juga enak. Kalian bisa lomba masak dan lihat masakan siapa yang paling enak.” Jawab Guo Jing, berusaha meyakinkan kekasihnya jika semua gurunya pasti akan menyukai gadis pilihan hatinya.

“Tapi...” Huang Rong masih terlihat cemas walaupun Guo Jing sudah menjelaskannya panjang lebar. 

Melihat kekasihnya masih khawatir, Guo Jing segera meraih kedua tangan Huang Rong dan menggenggamnya erat seraya mengucapkan sebuah janji (yang diingkari).



“Rong’er, kau tenanglah. Aku Guo Jing, seumur hidupku, di kehidupan berikutnya, dan kehidupan berikutnya lagi, selamanya tidak akan berpisah denganmu.” Ujar Guo Jing dengan tegas dan mantap, berjanji sepenuh hati untuk tidak meninggalkan gadis itu.


“Jing Gege, kita kaitkan jari.” Ujar Huang Rong dengan tersenyum manis seraya mengulurkan jari kelingkingnya. Guo Jing segera mengulurkan jari kelingkingnya dan mengkaitkannya dengan sang kekasih kemudian mengulangi sumpahnya.

 


“Kita seumur hidup, di kehidupan berikutnya, dan di kehidupan berikutnya lagi, tidak akan pernah berpisah.” Ujar Guo Jing dan Huang Rong bersama-sama.

Setelah mengucapkan janji akan selalu bersama, sepasang kekasih itu berlari dengan bahagia ke arah hutan persik seraya bergandengan tangan. 



Karena terlalu bahagia, Huang Rong pun menari-nari dengan gembira untuk Guo Jing yang hanya menatapnya dengan terpesona.


Note : Adegan Huang Rong menari ini BUKAN MODIFIKASI ya karena dalam novel juga ada adegan Huang Rong menari untuk sang kekasih yang menatapnya terpesona tanpa berkedip.


Setelah menari di atas pepohonan hutan persik, Huang Rong segera menarik tangan sang kekasih dengan gembira. 

“Jing Gege, ayo kita pergi.” Ujarnya ceria.

 

 

Tapi keceriaan dan kegembiraan mereka langsung musnah dalam sekejap saat mereka menemukan kuda guru ketiga Guo Jing mati di tengah hutan persik. Melihat kuda guru ketiganya mati, mendadak Guo Jing menjadi panik dan mencari guru ketiganya, hingga akhirnya mereka sampai di depan makam rahasia Ibu Huang Rong yang entah kenapa bisa terbuka. Huang Rong pun tampak terkejut saat melihat batu nisan sang ibu telah hancur.


Guo Jing tanpa pikir panjang segera masuk ke dalam dan menemukan guru keenam, guru kedua, guru ketiga dan guru ketujuh Guo Jing tewas mengenaskan di dalam makam rahasia tersebut. Guo Jing semakin yakin bahwa yang membunuh guru-gurunya adalah Ketua Huang karena guru ketiganya menuliskan sebuah huruf yang belum selesai, yang seolah menunjukkan huruf “Dong” yang adalah “Timur” (padahal sebenarnya “Barat”)

Guo Jing yang kalap segera berlari ke segala penjuru pulau persik untuk mencari Huang Yao Shi dan berniat membunuhnya. Huang Rong berlari mengikuti di belakangnya. Guo Jing tak sengaja menemukan bercak darah di baju milik Huang Yao Shi tepat pada saat Huang Rong tiba di sana.


“Ini adalah baju milik ayahmu. Di baju ini ada bekas darah guruku. Setelah membunuh beberapa guruku, ayahmu pasti mengganti bajunya dan pergi begitu saja. Ini adalah buktinya!” ujar Guo Jing dengan penuh kemarahan seraya menunjukkan baju berbekas darah itu pada Huang Rong yang tampak menggelengkan kepalanya tak percaya.


“Tidak mungkin! Aku tak percaya!” sangkal Huang Rong dengan ekspresi shock.  

“Sesat Huang, kenapa kau bunuh guruku? Kenapa? Keluarlah!” Guo Jing berteriak marah menyuruh Huang Yao Shi keluar.


“Jing Gege, kau jangan seperti ini.” ujar Huang Rong sedikit takut. Dia tak pernah melihat Guo Jing semarah dan sekalap ini.

Mendengar suara sang kekasih, Guo Jing segera menghampiri gadis itu dan memegang kedua lengannya kuat, memberikan pertanyaan yang lembut tapi dengan ekspresi menusuk. 

“Ayahmu di mana? Katakan padaku! Ayahmu, si Sesat Tua itu ada di mana?” tanya Guo Jing, menatap sang kekasih dengan ekspresi tak terbaca.


“Aku tak tahu ayahku pergi ke mana. Di pulau ini tak ada seorangpun, bahkan pelayan bisu pun menghilang.” Jawab Huang Rong jujur. (ya iyalah, Huang Rong kan bersama Guo Jing ke mana-mana. Mana mungkin dia tahu ayahnya di mana???)

“Sesat Tua Huang, aku pasti akan menemukanmu. Setelah menemukanmu, aku pasti akan membunuhmu.” Ujar Guo Jing dengan penuh kemarahan seraya merobek baju milik Huang Yao Shi, membuat Huang Rong terkejut dengan perubahan sikap Guo Jing seperti ini.


“Sekarang semuanya belum jelas. Belum tentu ayahku pembunuhnya.” Huang Rong membela sang ayah.

“Kalau begitu siapa? Siapa? Siapa yang cukup kejam membunuh guruku seperti itu? Siapa yang bisa keluar masuk Pulau Persik dengan bebas? Siapa juga yang bisa masuk ke dalam makam rahasia ibumu dan membunuh sesukanya di sana?” bentak Guo Jing dengan kasar.

Ini pertama kalinya Guo Jing membentak Huang Rong dengan nada tinggi dan suara keras sejak mereka berkenalan dan ini jelas melukai hati gadis itu. Untunglah Huang Rong yang ini sangat penyabar dan menerima segala kemarahan Guo Jing dengan hati dingin dan bukan dengan emosi yang sama.

“Aku tidak tahu. Tapi cinta ayahku pada ibu sangat dalam. Ayah tidak mungkin membunuh di dalam makam ibu.” Jawab Huang Rong lirih.


“Tapi...Tapi guru ketigaku menuliskan kata “Timur” di sana. Bagaimana kau menjelaskannya?” sekali lagi Guo Jing membentak Huang Rong.

Note : Duh, nih William ya, jangan kasar-kasar dong, say. Kasihan Rong’er-nya. Melihat Guo Jing yang begitu galak dan seolah menyia-nyiakan Rong’er, jadi ingin membuat Guo Jing menderita sedikit dengan cara membuat Huang Rong tak mudah memaafkannya. Aku sebenarnya ingin melihat Guo Jing lebih berusaha untuk mendapatkan Rong’er kembali sebagai ganti sikapnya yang galak dan kasar pada Rong’er di Pulau Persik.

Kalau aku jadi Rong’er, aku mau Guo Jing yang datang mencariku, bukan Rong’er yang datang mencari Guo Jing ke Mongol. Enak aja! Tapi dalam novelnya pun, Huang Rongnya dengan mudah memaafkan dan memaklumi sikap Guo Jing yang bodoh ini *Sigh* Berharap untuk adegan Guo Jing dan Huang Rong baikan lagi dibuat lebih dramatis, tapi apa daya, episode ke belakang ini aja banyak yang dipotong, entah karena apa. Padahal aslinya 56 tapi dipotong jadi 52 episode dan banyak adegan di episode terakhir yang hilang hiks T__T

Back To Story... 
“Mungkin saja itu bukan kata “Timur” tapi...” belum sempat Huang Rong selesai bicara, Guo Jing sudah kembali membentaknya dengan kasar. 

“Bukan kata “Timur” lalu apa?” bentak Guo Jing dengan kasar.

“Jika...Aku bilang jika.. Jika seandainya memang benar ayahku yang...” Huang Rong mencoba berandai-andai, tapi sekali lagi Guo Jing memotong kalimatnya dengan kasar.

“Tidak ada kata “Jika”. Sesat Tua Huang, aku pasti akan membunuhmu untuk membalas dendam kematian guruku.” Bentak Guo Jing marah.
 

“Bagaimana dengan aku? Apa rencanamu padaku?” tanya Huang Rong lirih dengan mata berkaca-kaca, membuat Guo Jing sadar bahwa masih ada Rong’er yang tidak bersalah, terperangkap di tengah masalah ini.


Guo Jing spontan menatap sang kekasih dengan ekspresi tak terbaca dan menggeleng-gelengkan kepalanya seolah menyangkal. Mungkin Guo Jing ingin menyangkal kenyataan bahwa gadis yang dicintainya adalah putri dari pembunuh guru-gurunya.


“Aku tidak tahu. Aku tidak tahu.” Jawab Guo Jing seraya berlari meninggalkan Huang Rong begitu saja.

Guo Jing seolah melupakan janji yang baru saja dia ucapkan bahwa apa pun yang terjadi, “Dia, Guo Jing, tidak akan pernah berpisah dengan Rong’er”. But now what? He leave her alone... “Broken Vow” nih ceritanya, alias “Janji Yang Diingkari”.

To Be Continued Part 2. Bersambung karena terlalu panjang...

Berikutnya : Episode 44 Part 2

Written by : Liliana Tan 
NOTE : DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS !!! 
Credit Pict : WEIBO ON LOGO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads