Author : LIANA WIJAYA
Starring :
Joo Won as Hwang Tae Hee
Uee’s After School as Hwang (Baek) Ja Eun
Kim Hyun Joong as Dokter Yoon Ji Hoo
Jung Suk Won as Kim Jae Ha (Hwang Tae Hee’s Step
Brother)
Foreword : Hwang Tae Hee
& Baek Ja Eun’s Mariage Life....
“You Are My Endless Love 3 – Ojakgyo Brothers
Fanfiction / Uee and Joo Won Fanfiction”
“CHAPTER
3 : Please Dont Leave Me”
Suam Hospital..
Hwang Tae Hee serasa hampir
gila. Dia berjalan mondar-mandir dengan gelisah di depan pintu kamar Gawat
darurat. Ja Eun ada disana, dokter dan para perawat itu sedang berusaha
menyelamatkan bayi dalam kandungannya. Ini anak pertama mereka setelah hampir 2
tahun menikah, tentu Tae Hee sangat cemas dan tidak menginginkan sesuatu yang buruk
menimpa istri dan anaknya.
“Hyung, tidak bisakah kau
berhenti mondar-mandir begitu ?? Kau membuatku pusing. Bukankah biasanya kau
orang yang tenang ??”, tanya Tae Phil ikut gelisah melihat Tae Hee gelisah. Tae
Hee menoleh dan menatap tajam adik bungsunya.
“Jika kau ada diposisiku,
apa kau bisa tenang ?? Aku tidak pernah bisa tenang jika itu menyangkut Ja Eun.
Apa kau tau ini sudah yang kedua kalinya aku menggendongnya ke Rumah Sakit
dalam keadaan pingsan ??”, tanya Tae Hee dengan emosi membara.
“Aigoo.. Melihat sikapmu
itu, sepertinya kau siap memukulku kapan saja jika aku berani bertanya sekali
lagi. Baiklah !! Terserah kau saja. Teruslah mondar-mandir seperti itu. Aku tak
peduli”, jawab Tae Phil mengalah.
“Kenapa mereka lama sekali
?? Apa yang mereka lakukan di dalam sana ?? Tuhan, kumohon selamatkan istri dan
anakku. Khususnya anakku, dia masih sangat kecil Tuhan. Kumohon padamu”, Tae
Hee berdoa dalam setiap tarikan napasnya sambil berdiri di depan pintu kamar
ICU dengan kepanikan mencengkeramnya. Tak lama kemudian, Tae Bum, Tae Shik,
Ayah Tae Hee dan ayah Ja Eun tiba disana.
“Bagaimana keadaan putriku
?? Kenapa dia bisa pendarahan ??”, tanya Baek In Ho cemas.
“Aku tak tau ayah. Mereka
masih berusaha menyelamatkan Ja Eun dan bayi dalam kandungannya”, jawab Tae Hee
pasrah.
“Tae Hee-ah, kau tenang
saja. Semuanya pasti baik-baik saja. Cha Soo Young juga pernah seperti ini,
tapi akhirnya dia dan bayi kami selamat”, hibur Tae Bum mengerti. Dia sangat
mengerti perasaan Tae Hee karena dia dulu pernah mengalami hal yang sama saat
tiba-tiba kandungan Soo Young mengalami kontraksi dan dia tiba-tiba pingsan.
“Gomawo Hyung”, jawab Tae
Hee lirih, sedikit tenang. Tapi sebelum melihat 2 orang yang paling penting
dalam hidupnya benar-benar keluar dari kamar ICU, Tae Hee takkan pernah
benar-benar tenang.
“Ayah, Mana Ibu dan Nenek
??”, tanya Tae Hee, mengalihkan pandangannya ke Tuan Hwang.
“Ibu dan Nenekmu sebenarnya
ingin ikut kemari, tapi karena sudah malam, ayah melarang mereka ikut. Tapi
besok pagi mereka akan datang menjenguk Ja Eun”, sahut Tuan Hwang.
“Baguslah. Nenek sudah tua,
memang sebaiknya dia menunggu di rumah”, jawab Tae Hee lirih.
Tak lama kemudian, pintu ruang
ICU terbuka dan seorang dokter muda yang tampan berjalan keluar dari dalam
sana. Spontan Tae Hee dan semua orang yang menunggu disana berlari
menghampirinya.
“Bagaimana keadaan istri dan
anakku, Dokter ??”, tanya Tae Hee cemas.
Dokter muda itu menarik
napas dulu sebelum akhirnya menjawab “Kondisi istri Anda sangat lemah, tapi
untungnya Anda membawanya kemari pada saat yang tepat jadi bayinya masih bisa
kami selamatkan. Tuan Hwang, apa istri Anda baru saja datang dari tempat yang
jauh ??”, tebak si Dokter muda.
“Benar. Kemarin siang kami
baru saja kembali dari Amerika. Memangnya kenapa, Dokter ??”, jawab Tae Hee
clueles.
“Tuan Hwang, taukah Anda
bahwa seorang wanita yang sedang hamil muda dilarang untuk melakukan perjalanan
jauh ?? Perjalanan jauh sangat identik dengan kelelahan, dan wanita yang sedang
hamil muda tidak boleh terlalu lelah karena itu akan membahayakan kandungannya”,
ujar si Dokter Muda itu.
“Maaf, Dokter !! Aku sama
sekali tak tau tentang itu. Ini adalah anak pertama kami, jadi kami sangat
ingin pulang ke Korea secepatnya”, jawab Tae Hee menyesal.
“Sudahlah. Yang penting
istri dan anak Anda sekarang baik-baik saja. Tapi perlu diingat kalau kandungan
istri Anda sangat lemah, lelah sedikit saja bisa mengakibatkan keguguran. Jadi
lebih baik selama masa kehamilan, dia cukup istirahat dirumah, tidak boleh
bekerja, tidak boleh melakukan apapun yang menguras tenaganya. Dia harus
istirahat total hingga tiba saatnya melahirkan. Ahh, satu lagi, dia juga tak
boleh stress, marah atau perasaan tidak bahagia lain yang bisa mempengaruhi
kehamilannya, dia harus selalu bahagia dan nutrisinya harus selalu terpenuhi”,
jelas si Dokter Muda itu.
Hwang Tae Hee hanya
mengangguk mendengarkan. “Baik Dokter, aku mengerti”, jawabnya pelan.
“Baik. Kalau begitu kami
akan segera memindahkan istri Anda ke ruang perawatan sekarang. Anda sekeluarga
bisa menjenguknya disana”, ujar Dokter itu lalu kembali ke ruang ICU untuk
mempersiapkan proses pemindahan pasien.
Tae Hee menarik napas lega
setelah mendengarkan penjelasan Dokter itu.
“Syukurlah Nak..”, seru
kedua ayah pada Tae Hee.
“Astaga. Tidak kusangka
wanita hamil itu sangat merepotkan. Hyung, kau harus menjaga istrimu baik-baik
mulai sekarang”, ujar Tae Phil, sok memberi nasihat.
“YAAA !! Hwang Tae Phil, merepotkan
apanya ?? Jangan bicara seperti itu”, ujar Tae Bum menasehati.
“Tae Hee-ah, jangan
dengarkan dia !! yang penting adalah istri dan anakmu sudah selamat sekarang.
Kau harus tau bahwa menjadi suami itu bukan tugas yang mudah, Ja Eun akan lebih
bergantung padamu mulai sekarang. Kau harus lebih baik merawatnya, okay ??
Walau pada awalnya semua terasa berat, tapi saat anak kalian lahir ke dunia,
kau akan merasakan kebahagiaan yang tak terkira”, Tae Bum kembali memberi
semangat adiknya.
Tae Hee tersenyum pada
kakaknya, dia sangat bersyukur semua keluarganya selalu ada disana
mendukungnya.
“Ne Hyung, gomawo..Akan
selalu ku ingat itu”, jawab Tae Hee berterima kasih.
Tak lama kemudian, pintu ICU kembali terbuka dan
tampaklah beberapa perawat keluar seraya mendorong sebuah ranjang yang
diatasnya terbaring Ja Eun yang masih pingsan. Spontan Tae Hee menghampiri Ja
Eun yang terbaring lemah diranjang dan mengikutinya dari belakang hingga mereka
sampai di sebuah kamar.
Tae Hee menunggui Ja Eun
semalaman, dia terus menggenggam erat tangan istrinya dan berharap bahwa dia
akan sadar secepatnya, tapi hingga Tae Hee merasa lelah dan mengantuk, Ja Eun
belum juga sadar.
The Next Morning...
“Oppa...Oppa..Tae Hee Oppa”,
Tae Hee terbangun karena panggilan lembut suara yang dirindukannya, walau
matanya masih berat, dia tetap membuka matanya dan akhirnya dia melihat
bidadari cantiknya menyapanya dengan senyuman.
Tae Hee mengangkat kepalanya
sedikit dan memandang gadis cantik di hadapannya tanpa berkedip, entah sejak kapan,
Ja Eun menjadi lebih cantik dimatanya. Lebih cantik dari sebelumnya.
“Oppa..ayo bangun. Aku
lapar. Ahhh,, tidak.. Yang benar seharusnya, Kami lapar. Dan kau, membuat
tanganku mati rasa”, ujarnya lembut dan dengan cemberut, membuatnya semakin
terlihat cute di mata Tae Hee.
Tae Hee akhirnya terbangun,
dia menatap mata Ja Eun dalam lalu dalam sekejap menarik gadis itu kedalam
pelukannya dan memeluknya dengan erat.
“Akhirnya kau sadar
juga..Kau tau aku takut sekali. Aku takut sekali kau takkan pernah bangun lagi.
Melihatmu terkapar di lantai dengan bersimbah darah membuatku takut setengah
mati. Ja Eun-ah, berjanjilah kau takkan pergi lebih dulu. Aku tak bisa hidup
tanpamu. So, please dont leave me !! Berjanjilah !!”, bisik Tae Hee ditelinga
Ja Eun seraya memeluknya semakin erat.
“Oppa, kau menekan perutku”,
Ja Eun memprotes manja saat merasakan pelukan Tae Hee menekan perutnya. Spontan
Tae Hee melepaskan pelukannya dan memandang ke perut Ja Eun dengan ekspresi
bersalah.
“Ah..maaf anakku. Ayah tak sengaja.
Kau baik-baik saja kan ??”, tanya Tae Hee seraya mengelus perut Ja Eun yang
mulai membuncit, membuat Ja Eun tersentuh.
“Aku baik-baik saja, Ayah.. Ayah
tak perlu cemas, itu karena Ayah menjagaku dengan baik”, jawab Ja Eun mewakili
bayinya. Tae Hee tersenyum lalu kembali memeluk Ja Eun.
“Gomawo Ja Eun-ah. Kau
membuat hidupku semakin berarti. Kau bukan hanya berhasil mengisi lubang kosong
dalam hatiku, tapi kau juga membuatku bersyukur pernah dilahirkan kedunia ini.
Dan sekarang, kau memberiku hadiah yang sangat berharga. Terima kasih, telah
memberiku anak ini. SARANGHAE, BAEK JA EUN !!”, ujar Tae Hee lembut sambil
memeluk Ja Eun, Ja Eun membalas pelukannya, untuk sesaat, mereka berpelukan
sangat erat.
“Aku juga. Terima kasih
karena kau tak pernah menyerah hingga akhir. Nado Saranghae, Tae Hee Ahjussi”,
jawab Ja Eun, sengaja menggoda Tae Hee dengan memanggilnya “Ahjussi”.
“YAAAA !!! I told you
that..”, belum sempat Tae Hee memprotes, Ja Eun sudah membungkam mulutnya
dengan ciuman. Jika dulu, selalu Tae Hee yang lebih dulu menciumnya, tapi kali
ini, Ja Eun yang lebih dulu bertindak. Tae Hee yang awalnya kaget perlahan
menutup matanya dan membalas ciuman istrinya dengan bahagia. Setelah beberapa
saat ciuman keduanya terlepas dan Ja Eun kembali membenamkan kepalanya di dada
Tae Hee dengan manja.
“Aku hanya ingin
mengekspresikan cintaku. Tidak apa-apa kan ??”, ujarnya lirih. Tae Hee
tersenyum dan membelai lembut rambut Ja Eun.
“Ja Eun-ah, Dokter bilang
kandunganmu sangat lemah. Demi kau dan bayi kita, dokter melarangmu untuk
bekerja. Dokter bilang kau harus istrirahat total di rumah hingga saat
melahirkan tiba. Aku tau pekerjaanmu sangat penting bagimu, tapi..”, lagi-lagi
kalimat Tae Hee terhenti.
“Aku tidak keberatan. Kalau
Dokter mengatakan itu demi kebaikanku dan bayi kita, aku tak masalah jika harus
berhenti bekerja. Sejak awal aku memang ingin menikah denganmu lalu membangun
sebuah keluarga kecil yang bahagia. Sebuah keluarga yang tak pernah kumiliki
sebelumnya. Bukankah sebelumnya aku juga sudah berniat untuk melepaskan
impianku dan memilih menikah denganmu ?? Tapi kau membiarkanku meraih mimpiku
dan bahkan bersedia menemaniku ke Amerika, bagiku itu sudah cukup. Aku
menginginkan anak ini, aku tak mau jika harus kehilangan anak ini hanya demi mimpiku
semata. Oppa, kau akan mendukungku kan ?? Aku mungkin membutuhkanmu lebih dari
sebelumnya, kau akan selalu ada untukku kan ??”, jawab Ja Eun tulus.
Tae Hee tersenyum lega. Dia
berpikir awalnya Ja Eun akan menolak dan akan ngotot mempertahankan pekerjaannya,
tapi ternyata dia salah. Bagi Ja Eun, keluarga adalah segalanya. Ja Eun yang
tumbuh tanpa seorang Ibu, tentu tidak ingin hal yang sama terjadi pada anaknya
kelak.
“Gomawo Ja Eun-ah..Aku tak
tau apa yang sudah ku lakukan di masa lalu sehingga aku bisa mendapatkan istri
sepertimu”, jawab Tae Hee jujur, jawaban yang membuat Ja Eun menjadi malu.
“Apa kita akan tinggal di
peternakan Ojak untuk sementara ??”, tanya Ja Eun lagi.
Tae Hee mengangguk mantap.
“Kau sedang hamil dan aku tak punya pengalaman mengurus istri yang sedang
hamil, aku masih butuh banyak belajar, tapi jika kita tinggal di rumahku, akan
ada banyak orang yang akan membantuku menjagamu. Kau tak keberatan kan ??”,
tanya Tae Hee lagi. Ja Eun menggeleng cepat.
“Aniyo..Aku senang tinggal
disana. Jadi aku takkan kesepian saat kau pergi bekerja. Ada nenek dan Ibu yang
akan menjagaku jadi kau bisa bekerja dengan tenang”, jawab Ja Eun menenangkan.
“Tapi Oppa, bukankah
sebaiknya kita berhenti berpelukan ?? Aku takut ada yang melihat kita, lagipula
kami lapar”, ujar Ja Eun malu-malu, menyadari sedari tadi mereka masih tetap
berpelukan. Tae Hee pun perlahan melepaskan pelukannya dan tersenyum malu-malu.
“Apa aku mengganggu kalian
??”, tanya seorang pria muda dari balik pintu. Spontan sepasang suami istri
muda itu menatap kearah suara yang bertanya pada mereka. Tae Hee mengenali
pemilik suara itu sebagai Dokter muda yang menyelamatkan Ja Eun kemarin malam,
tapi Ja Eun tidak. Ja Eun hanya diam sambil mengamati Dokter muda itu. Otaknya
berpikir, dia merasa pernah melihat pria itu sebelumnya tapi tidak ingat
dimana.
Setelah lama berpikir
akhirnya dia ingat jika saat kuliah dulu, kedua teman baiknya pernah
mengajaknya mendatangi Universitas Shinhwa untuk melihat seperti apa
Universitas yang terkenal elite di Korea Selatan sana.
Flashback..
“Ja Eun-ah, ayahmu kan
sangat kaya, kenapa kau tak kuliah di Shinhwa saja ?? Kudengar Shinhwa adalah
Universitas Elite tempat orang-orang kaya berkumpul”, tanya Ah Ra, teman
baiknya.
“Buat apa hanya elite saja
?? Kudengar kuliah disini sama sekali tak ada bagusnya, selain banyak pria
tampan dan fasilitasnya yang lengkap, yang lain sama saja”, jawab Ja Eun saat
itu.
“Justru karena terlalu elite
itulah, banyak yang menganggap, asalkan punya uang, walau kalian bodoh pun,
kalian tetap bisa diterima. Apa bagusnya sekolah seperti itu ?? Hampir 90%
mahasiswa di Shinhwa diterima dari jalan belakang alias menyuap, bukan dari
bakat dan kemampuan. Apa kalian tidak ingat tentang kasus bullying dari SMU
Shinhwa yang dilakukan oleh F4 ?? Walau ayahku mampu mengkuliahkan aku
disinipun, aku takkan mau”, lanjut Ja Eun lagi.
“Ah ya, kau benar, Ja
Eun-ah.. Aku ingat soal kasus bullying yang dilakukan F4. Tapi kudengar mereka
sangat kaya dan tampan..”, jawab Ah Ra lagi.
“Juga sangat berkuasa”,
lanjut temannya yang lain.
Ja Eun hanya geleng-geleng
kepala melihat tingkah kedua sahabatnya.
“Apa hebatnya kaya, tampan
dan berkuasa jika mereka berempat lebih
mirip dengan bangsa bar-bar yang tak punya etika”, jawab Ja Eun sambil lalu.
“Tapi kudengar Yoon Ji Hoo
berbeda”, Ah Ra membela diri.
“Apa kau pernah bertemu dia
??”, tanya Ja Eun lagi. Dan Ah Ra menggeleng pelan.
“Tuh kan ?? darimana kau tau
?? Sudahlah..Ayo kita pergi. Sudah cukup kita mengamati hari ini”, jawab Ja Eun
lalu segera pergi dari sana.
“Tapi aku masih ingin
melihat-lihat, Ja Eun-ah”, ujar Ah Ra.
“Benar. Aku juga”, jawab
yang 1 lagi.
“Baiklah !! Kalau begitu aku
pergi dulu. Aku masih ada tugas kampus yang harus ku selesaikan. Sampai nanti”,
jawab Ja Eun lalu berpisah dari kedua temannya. Saat itulah dia bertemu dengan
Yoon Ji Hoo untuk pertama kalinya.
Saat itu Ja Eun sedang asyik
menelpon ayahnya dan dia tak menyadari jika kedua pencopet sedang mengincarnya.
Ja Eun yang saat itu masih seorang Nona Besar yang punya segalanya, tentu wajar
jika dia memakai barang-barang mahal kelas atas. Tak menyadari sedang di incar,
saat akan masuk ke dalam mobilnya, kedua penjahat itu mendadak mendekatinya dan
menodongkan pisau kearahnya.
“Serahkan hartamu !! Uang,
handpone, perhiasan, kunci mobil dan semua yang kau miliki itu”, ancam salah
satunya. Ja Eun spontan menjerit ketakutan dan berteriak minta tolong.
“DIAM !! dasar gadis jalang
!!”, ujar salah satunya dengan garang lalu mengarahkan pisaunya dan tak sengaja
melukai wajah Ja Eun yang saat itu sedang meronta.
“LEPASKAN DIA !! Beraninya
kalian membuat masalah di wilayah Shinhwa”, seru seorang pria berpakaian serba
putih itu, lalu tanpa banyak bicara segera menghajar kedua penjahat itu hingga
babak belur.
“Kau tak apa-apa, Nona ??”,
tanya pria muda itu saat menghampiri Ja Eun dan mengeluarkan saputangannya.
Dengan lembut dia mengusap luka di wajah Ja Eun dan membersihkan darahnya.
“Wajahmu terluka, sebaiknya
kita ke RS !!”, ujar pria tampan itu, sopan dan lembut. Ja Eun hanya mengangguk
pelan dan menurutinya saat pria itu mengambil kunci mobilnya dan menawarinya
untuk menyetir. Pria itu membawanya ke RS Suam dan segera luka di wajah Ja Eun
diobati.
“Terima kasih. Bagaimana aku
harus berterima kasih padamu ??”, tanya Ja Eun tulus. “Tidak usah. Itu sudah
sewajarnya”, jawabnya merendah.
“Setidaknya aku boleh tau
namamu kan ??”, bujuk Ja Eun lagi. Dia benar-benar ingin tau siapa nama
penyelamatnya.
“YOON JI HOO !!!”, jawabnya
pelan.
End Of Flashback...
“YOON JI HOO.. Kita bertemu
lagi”, ujar Ja Eun ceria setelah ingat siapa pria itu. Spontan Tae Hee
memandangnya dengan cemburu.
“Kau kenal Dokter Yoon ??”,
Tae Hee bertanya dengan penasaran.
“Dokter Yoon ??”, Ja Eun
balik bertanya dengan bingung.
Tae Hee mengangguk pelan.
“Dia yang menyelamatkanmu semalam”, jawabnya pelan, entah kenapa dia mendadak
cemburu pada Dokter muda itu.
“Oh..Kau yang
menyelamatkanku ?? Terima kasih banyak.. Ini yang kedua kalinya kau
menyelamatkan nyawaku. Aku tak tau bagaimana harus membalas budimu”, jawab Ja
Eun riang, tanpa tau suaminya mulai cemburu.
“Apa kita pernah bertemu ??”,
Yoon Ji Hoo bertanya seolah tak ingat apapun.
“Kau tak ingat aku ?? Aku
gadis yang kau tolong 6 tahun yang lalu saat kedua penjahat itu hampir mencelakaiku
di depan Universitas Shinhwa. Saputangan. Kau membasuh luka di wajahku dengan
saputangan”, jawab Ja Eun bersemangat.
Yoon Ji Hoo seolah berpikir
tapi sedetik kemudian dia tersenyum ramah dan berkata “Saputangan.. Kau gadis
saputangan ?? Ah ya aku ingat. Baek Ja Eun kan ?? Aku benar-benar lupa. Maaf”,
jawabnya akhirnya. Ja Eun mengangguk senang.
“Benar. Itu aku. Senang
bertemu lagi denganmu. Terima kasih sudah menolongku”, jawab Ja Eun lagi, tetap
dengan senyuman yang manis dan ramah.
“Tidak masalah. Itu sudah
tugasku sebagai seorang Dokter. Omong-omong, selamat atas pernikahanmu dan
selamat juga atas kehamilanmu. Seperti yang sudah ku katakan pada suamimu kalau
kandunganmu sangat lemah, kau tak boleh terlalu lelah. Jadi mungkin lebih baik
bagimu jika selama masa kehamilan ini kau istirahat total di rumah”, Yoon Ji
Hoo mengulangi semua hal yang tadi sudah dikatakan Tae Hee.
“Nde..Arraseo. Aku akan
menuruti semua saran Anda, Pak Dokter”, jawab Ja Eun sambil tertawa, Ji Hoo pun
ikut tertawa melihatnya. Hanya Tae Hee yang tidak tertawa dan hanya memandang
pria itu dengan perasaan cemburu luar biasa. Jika saja dia bukan orang yang
sudah menyelamatkan istrinya, mungkin Tae Hee sudah menghajarnya sekarang.
“Sepertinya kalian akrab
sekali”, sindir Tae Hee sinis. Spontan Ji Hoo dan Ja Eun melihatnya bingung. Ji
Hoo langsung mengerti bahwa Tae Hee sedang cemburu, tapi Ja Eun yang clueles
justru menjawab dengan polosnya.
“Tentu. Dia pernah
menyelamatkan aku 6 tahun yang lalu, jika saja dia tidak menyelamatkan aku,
mungkin kau tidak akan bertemu aku saat ini. Dan kemarin pun dia menyelamatkan
aku sekali lagi. Aku berhutang padanya. Kenapa kau sinis seperti itu ??”, tanya
Ja Eun, tak mengerti kalau suaminya sedang cemburu.
“Ja Eun-ssi, seperti suamimu
salah paham”, ujar Ji Hoo mengerti.
“Apa ??”, Ja Eun masih
bingung.
“Maaf..Kurasa sebaiknya aku
pergi saja. Kalian selesaikanlah berdua”, ujar Ji Hoo mengerti dan segera
bergegas pergi.
“Tapi kami tak ada masalah.
Dokter Yoon, kau tak perlu pergi”, jawab Ja Eun tetap tak mengerti. Tapi Ji Hoo
hanya mengangguk sopan pada Tae Hee dan Ja Eun lalu berlalu pergi.
“Oppa, jangan bilang kau
cemburu lagi ??”, tanya Ja Eun kesal.
Tae Hee terdiam. “Aku tak
cemburu”, sangkal Tae Hee.
“Lalu apa itu tadi ?? Kau
membuat Dokter Yoon tak enak hati dan pergi”, Ja Eun mendadak kesal, dia terus
saja cemberut.
“Aku bilang aku tak
cemburu”, Tae Hee tetap menyangkal.
“Kau cemburu”, Ja Eun tetap
bersikeras.
“Tidak”, sangkal Tae Hee.
“Ya”, jawab Ja Eun.
“Tidak”, Tae Hee menyangkal
lagi.
“Ya”, Ja Eun juga
bersikeras.
“baiklah, Aku cemburu”, ujar
Tae Hee akhirnya, mengaku.
“Aku cemburu melihatmu
tertawa padanya. Aku cemburu melihatmu bersikap begitu manis padanya. Aku
cemburu melihat kau begitu bersemangat saat bicara padanya. Kau milikku !! Aku
tak suka melihatmu dekat dengan pria lain selain aku. Itu membuatku hampir gila,
Hwang Ja Eun !!”, ujar Tae Hee frustasi.
“Itu tak masuk akal !! Aku
istrimu. Aku mengandung anakmu. Apa itu masih belum cukup ?? Apa yang harus ku
lakukan agar kau percaya bahwa aku hanya mencintaimu ??”, tanya Ja Eun kesal.
Dia hampir saja menangis karena Tae Hee selalu saja cemburu pada siapapun yang
dekat dengannya.
Melihat Ja Eun hampir
menangis, Tae Hee spontan memeluknya erat dan meminta maaf. “Maafkan aku, Ja
Eun-ah. Ini bukan salahmu. Ini salahku karena terlalu mencintaimu. Kau tau
bahwa aku tak pernah jatuh cinta sebelumnya, kaulah wanita pertama yang ku
cintai dan satu-satunya bagiku dan aku sangat takut kehilanganmu, itu sebabnya
aku selalu cemburu pada setiap pria yang dekat denganmu”, bisiknya lembut.
“Tapi kita sudah menikah.
Aku mengandung anakmu sekarang. Tak ada alasan bagimu untuk cemburu pada
siapapun lagi sekarang. Apalagi pada Dokter Yoon yang sudah menyelamatkan
nyawaku 2 kali. Ini sangat konyol !!”, ujar Ja Eun sambil menyeka airmatanya.
“MAAF.. takkan ku ulangi.
Aku janji takkan cemburu lagi. Tapi kau juga harus berjanji, kau hanya akan
mencintaiku selamanya, seumur hidupmu”, ujar Tae Hee lagi sambil melepaskan
pelukannya tapi masih memegang pundak Ja Eun lembut.
“I LOVE YOU, till death do
us apart”, jawab Ja Eun tulus. Tae Hee menatap kejujuran dan ketulusan dari
mata Ja Eun dan dia tersenyum lega. Perlahan tapi pasti, dia menundukkan
wajahnya lalu mencium Ja Eun lembut. Ja Eun menutup matanya dan membalas ciuman
itu, sepasang suami istri itu masih asyik berciuman saat tiba-tiba tamu lain
datang dan memergoki mereka.
“Aiggooo Tae Hee-ah, lakukan
itu di rumah saja”, ujar Ibu Hwang bercanda saat dia, Nenek, Hwang Tae Phil dan
Ayah Baek memergoki kedua sejoli itu berciuman dengan mesra. Spontan mereka
memisahkan diri karena malu.
“Appa, Eomoni, Halmoni,
Maknae Oppa, kalian sudah datang”, Ja Eun menyapa tamunya dengan ramah.
“Bagaimana keadaanmu Ja
Eun-ah ?? Syukurlah bayi kalian selamat. Apa kau tau betapa cemasnya kami
semalam ??”, ujar Ibu Hwang seraya membelai rambut Ja Eun dengan sayang dan
duduk di sampingnya. Tae Hee yang awalnya duduk disamping Ja Eun spontan
berdiri agar Nenek bisa duduk disana.
“Halmoni, duduklah disini”,
ujarnya pada Nenek seraya membantu Neneknya duduk.
“Tae Hee-ah, Ja Eun-ah, apa
kedatangan kami telah mengganggu kemesraan kalian ??”, Nenek masih menggoda
mereka.
“Aniyo, Halmoni”, jawab Tae
Hee malu sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
“Bok Ja-ya, sepertinya kita
datang disaat yang salah”, lanjut Nenek sambil senyum-senyum melihat Cucu dan
cucu menantu kesayangannya salah tingkah.
“Eomoni, jangan menggoda
mereka lagi”, ujar Ibu Hwang mengerti.
“Nde, Halmoni.. Jangan
menggoda mereka lagi”, ujar Tae Phil.
“Tapi Hyung, bibirmu
terlihat bengkak. Ja Eun juga. Wah, kalian melakukannya terlalu bersemangat”,
lanjut Tae Phil, ikut-ikutan menggoda kakaknya. Tae Hee langsung meliriknya
dengan tatapan maut, sementara Tae Phil hanya tersenyum simpul.
“Putriku, Ayah bawakan
untukmu susu untuk Ibu hamil. Waktu ibumu hamil dulu, ayah selalu menyuruhnya
untuk meminum ini. Ini enak dan bernutrisi tinggi. Baik untukmu dan juga
kesehatan janinmu”, ujar Ayah Baek pada putri semata wayangnya.
Ja Eun meraih kaleng susu
itu dan menatap ayahnya haru.
“Ne, gomawo Appa..Kemarin,
aku pasti membuat kalian semua cemas kan ?? Maafkan aku”, ujar Ja Eun menyesal.
“Kau ini bicara apa ?? Yang
penting sekarang kau baik-baik saja kan ??”, ujar Ayah Baek sambil memeluk
putrinya sayang. Ja Eun bersandar pada ayahnya, sejenak dia menyadari jika dia
sangat merindukan ayahnya. Ayah Baek tidak hanya berarti seorang ayah bagi Ja
Eun, tapi juga ibu, saudara, kakek, nenek dan seluruh keluarga bagi Ja Eun,
karena sejak kecil Ja Eun hanya tinggal berdua dengan ayahnya.
“Appa, aku berjanji takkan
membuat kalian cemas lagi”, ujar Ja Eun manja.
“iya, iya, ayah mengerti.
Bagaimana keadaan cucu ayah didalam sana ?? Dia sehat-sehat kan ??”, tanya Ayah
Baek sambil menunjuk perut Ja Eun yang membuncit.
“Nde, kami baik-baik saja,
kakek”, jawab Ja Eun, kembali riang.
“Putriku, apa kau sudah
makan ??”, tanya Ayah Baek lagi. Ja Eun menggeleng pelan.
“Kami belum makan, dan kami
sangat lapar”, jawab Ja Eun menggunakan kata “kami” untuk menunjuk pada dirinya
sendiri dan bayinya.
“Aiggoo, Tae Hee-ah, kau ini
suami tak berguna, Bagaimana bisa kau biarkan istri dan anakmu kelaparan ??”,
Nenek memarahi Tae Hee.
“Ne, Hyung..Apa kau pikir
ciuman saja bisa membuat kenyang ??”, goda Tae Phil lagi dengan sengaja.
“YAAA !! HWANG TAE PHIL..
KAU..”, Tae Hee menatapnya garang, tapi sekali lagi, Tae Phil hanya tertawa.
“Sudah..Sudah..Ja Eun-ah,
Eomoni membawakan bubur abalone kesukaanmu. Makanlah !! Bubur abalone sangat
penuh dengan nutrisi dan baik untuk kesehatan”, ujar Ibu Hwang lalu segera
membuka isi tasnya dan menyiapkan makanan untuk menantu kesayangannya. Ja Eun
memandang makanan di hadapannya dengan wajah berseri-seri. Rasanya sudah lama
sekali dia tidak memakan bubur abalone ini.
“Ayo makan..”, ujar Ibu
menyodorkan sendoknya.
“Tae Hee-ah, kau juga
makan”, perintah ibu pelan, seraya mengeluarkan bekal makanan yang lain untuk
dimakan Tae Hee. Tae Hee mengambil makanan yang telah disiapkan oleh Ibu dan
memakannya dengan lahap di sebuah ruang tamu kecil yang ada dikamar itu.
“Makan yang banyak, Ja
Eun-ah”, ujar Ibu Hwang lagi. Ja Eun mengangguk lalu segera
memakan bubur
abalone kesukaannya dengan wajah ceria.
“Aiggoo,, Nenek tidak sabar
menanti kelahiran anak pertama kalian. Tae Hee-ah, Ja Eun-ah, kalian berikan
Nenek cucu perempuan ya ?? Sudah terlalu banyak pria di keluarga Hwang, Nenek
bosan selalu melihat pria. Nenek ingin cucu perempuan yang lucu nantinya”, ujar
Nenek memohon.
“Halmoni, memangnya kami
restoran, bisa disesuaikan dengan pesanan ??”, jawab Ja Eun dengan polosnya,
spontan membuat semua orang disana tertawa terbahak-bahak. Tawa menggema dari
dalam kamar Hwang (Baek) Ja Eun, tanpa mereka sadari, seseorang mengamati
mereka dari luar kamar dengan ekspresi sedih.
Yoon Ji Hoo berdiri membatu
didepan pintu kamar Ja Eun, awalnya dia kembali karena ingin mengambil
stetoskopnya yang tertinggal dikamar Ja Eun, tapi langkahnya terhenti saat
melihat betapa bahagianya keluarga itu.
“Keluarga yang bahagia.
Officer Hwang, kau beruntung sekali memiliki seorang istri yang cantik dan baik
serta keluarga yang harmonis. Keluarga yang tak pernah kumiliki selama ini. Kau
tau ?? Aku sangat iri padamu. Andai saja aku ada diposisimu...”, batinnya sedih
lalu segera bergegas pergi.
Ojakgyo Farm, 5th Month Pregnancy..
Sudah sebulan berlalu Ja Eun
keluar dari Rumah Sakit. Dia dan Tae Hee memutuskan untuk kembali ke peternakan
Ojak selama masa kehamilan Ja Eun. Hari ini kebetulan Ibu Hwang, Nenek dan Tae
Phil sedang pergi keluar untuk berbelanja kebutuhan pokok selama sebulan.
Mengetahui Ja Eun sendirian dirumah, Tae Hee memutuskan untuk pulang dari
kantor Kejaksaan lebih cepat dari biasanya.
Hari sudah siang dan Ja Eun merasa sangat haus, Tae
Hee sedang asyik membaca dokumen tentang kasus terbaru yang ditanganinya, saat
tiba-tiba Ja Eun berjalan keluar dari kamar.
“Kau mau kemana ??”, tanya Tae Hee pada Ja Eun saat
melihatnya berjalan keluar.
“Mengambil air. Apa kau juga akan ikut ??”, tanya Ja
Eun dengan polosnya. Tae Hee menggeleng cepat dan salah tingkah.
“Aniyo..Cepat kembali ya”, jawab Tae Hee sambil
tersenyum. Ja Eun mengangguk lalu beranjak pergi.
Perut
Ja Eun semakin membesar, perutnya pasti akan menabrak sesuatu jika dia berjalan
tidak hati-hati, dia merasa kakinya mulai bengkak dan badannya sangat berat.
Dia berdiri ditengah-tengah dapur, awalnya dia hanya haus, tapi sekarang dia juga
merasa lapar dan ingin mencoba memasak sesuatu.
“Dimana
Ibu meletakkan pancinya ?”, Ja Eun membuka setiap lemari yang ada di dapur,
mencoba mencari mencari panci itu tapi tidak bisa menemukannya.
“Dimana
pancinya ?”, Ja Eun terlihat mulai kesal. Tanpa sengaja Dia menendang pintu
lemari yang ada di bagian paling bawah, pintu lemari itu terbuka dan dia
melihat pancinya ada disana.
“Oh,
ada disana”, Ja Eun berseru senang. Dia membungkuk mencoba mengambilnya tapi
tidak bisa karena terhalang oleh perutnya.
“Sial,
disaat seperti ini aku paling benci membungkuk”, gerutu Ja Eun.
Duduk
dilantai, dia mengambil panci itu. Tapi ada 1 masalah, berhubung tubuhnya mulai
berat, Ja Eun merasa sangat lelah dan tidak punya tenaga untuk berdiri.
Sekarang
dia tidak punya kekuatan untuk menarik tubuhnya berdiri., dia takut jika dia
memaksakan diri dia akan melukai bayinya, dan lagipula Ja Eun tidak ingin
berdiri karena merasa sangat lelah. Menyerah, Ja Eun tetap duduk di lantai
sambil menyilangkan kakinya.
Tidak
ada siapapun dirumah untuk membantunya berdiri. Kedua ayah masih bekerja, Hwang
Tae Phil sedang menemani ibu dan Nenek berbelanja kehidupan hidup sehari-hari
dan juga perlengkapan bayi, lagi..
Kemudian
Ja Eun teringat, “Bukankah Tae Hee Oppa ada dirumah ? Kenapa aku bisa lupa ??”,
pikirnya.
Sambil menarik
napas dalam-dalam, Ja Eun berteriak sekeras mungkin agar terdengar hingga ke
seluruh rumah.
“HWANG
TAE HEE !!!!”. Terdengar suara pintu di banting dan langkah kaki cepat kearah
dapur terdengar jelas, membuat Ja Eun merasa geli. Tae Hee muncul di hadapannya
tanpa atasan.
“Ada
apa ? Apa yang terjadi ? Kenapa kau ada di lantai ? apa kau jatuh ? Apa ada
yang sakit ? Bagaimana dengan anak kita ? Apa dia baik-baik saja ?”, Tae
Hee berlutut di samping Ja Eun seraya menggenggam tangannya dan memberikannya
banyak pertanyaan, terlihat jelas bahwa dia sangat khawatir sesuatu yang buruk
terjadi pada istri dan anaknya.
Tae Hee
membantu Ja Eun berdiri, setelah Ja Eun berdiri baru dia menjelaskan yang
sebenarnya.
"Aku
baik-baik saja. Tadi aku hanya tidak bisa berdiri karena terlalu lelah”, jawab
Ja Eun, menyesal karena membuat suaminya cemas.
Tae Hee
menarik napas lega. “Kupikir sesuatu yang buruk terjadi padamu dan anak kita”, ujar Tae
Hee lega.
“Tapi
apa yang kau lakukan dibawah sana ?”, Tanya Tae Hee penasaran.
“Aku
mengambil panci untuk membuat makanan tapi ibu meletakkannya di bawah sana”,
sahut Ja Eun cemberut sambil menunjuk lemari paling bawah.
Tae Hee
hanya tersenyum melihat Ja Eun cemberut lalu dia menyadari Ja Eun sedang
memandangi tubuhnya.
“ YAAA
!!! Hwang Ja Eun, apa kau sedang memandangi tubuhku ?”, goda Tae Hee seraya
melingkarkan lengannya di pinggang Ja Eun.
“Kenapa kau tak pakai baju ??”, tanya
Ja Eun malu-malu.
“Kenapa ?? Bukankah kau sudah sering
melihatku tak pakai baju ??”, goda Tae Hee sambil terus mendekatkan tubuhnya ke
arah Ja Eun.
Wajah
Ja Eun bersemu merah karena malu dan dia melingkarkan lengannya di leher Tae
Hee.
“Siapa
bilang ?”, sangkalnya seraya mencium bibir Ja Eun. Ciuman yang awalnya hanya
ciuman ringan berubah menjadi ciuman penuh gairah seiring waktu, tapi tiba-tiba
saja Ja Eun mengerang pelan. “Aaahhh, Tae Hee Oppa.. kau menekan perutku”, Ja Eun mendorong Tae Hee menjauh dengan pelan, lalu membelai perutnya.
“ Tidak
apa-apa, sayang. Ayahmu memang sedikit nakal “, Tae Hee bicara pada anak dalam
perutnya. Tae Hee melihat ke perut Ja Eun sambil tersenyum pasrah..
“
Aaahhh, sayang sekali kita tidak bisa melakukan apapun saat kau seperti ini”,
keluhnya seraya ikut membelai perut Ja Eun dengan sebelah tangannya.
“Sayang,
cepat lahir ya, agar ayah dan ibumu bisa segera membuatkan adik untukmu”, ujar
Tae Hee pada anaknya.
Ja Eun
memukul tangannya ringan.
“ YAAAA
!!! HWANG TAE HEE !! Yang satu ini masih belum lahir, kau mau minta yang lain
lagi “, ujar Ja Eun kesal.
Tae Hee
tertawa melihat Ja Eun cemberut dan protes.
“Baiklah.
Aku akan naik ke atas untuk memakai baju, setelah itu kita akan pergi makan
keluar. Aku sedang ganti baju dan ingin mengajakmu makan di luar saat tiba-tiba
saja kau berteriak. Mengagetkan orang saja”, ujar Tae Hee lalu melepaskan
pelukannya dan berniat beranjak pergi.
“Kenapa
tidak bilang sejak tadi kalau kau mau mengajakku pergi makan di luar ?? Tau
begini aku tak perlu susah payah berjongkok seperti tadi”, Ja Eun mengomel
lagi. Tapi Tae Hee hanya tersenyum mendengar omelan istrinya.
“Mana
aku tau kalau kau mau membuat makanan ?? Bukankah tadi kau bilang hanya akan
mengambil minum ??”, jawab Tae Hee mengingatkan. Ja Eun hanya mengangguk sambil
lalu.
“Jadi,
apa kita akan tetap akan pergi makan di luar atau kau lebih suka memasak
sendiri ??”, tanya Tae Hee memastikan.
“Kita
makan di luar saja bagaimana ?? Kau tidak keberatan kan ?? Aku ingin makan di
restoran tempat dulu kita pernah berkencan”, rayu Ja Eun seraya mengamit lengan
Tae Hee. Tae Hee hanya memandang istrinya tanpa berkedip.
“Hwang
Ja Eun, apa aku sudah pernah mengatakan padamu kalau semakin lama kau semakin
cantik ??”, tanya Tae Hee seraya menatapnya lekat, membuat Ja Eun salah
tingkah.
“Aniyo..Kau
hanya memujiku cantik saat kita akan putus hari itu dan di hari pernikahan
kita. Kau bohong padaku, bukankah kau pernah bilang kau akan lebih
mengekspresikan perasaanmu ??”, ujar Ja Eun kesal.
Tae Hee
kembali tersenyum. “Kalau begitu, mulai sekarang, setiap saat aku bangun tidur
dan malam sebelum tidur, aku akan mengatakan “kau cantik sekali dan aku
mencintaimu”, begitukah yang kau mau ??”, goda Tae Hee lagi, mulai mendekat
lagi, perlahan Tae Hee menarik wajah Ja Eun dan menciumnya lembut, sekali lagi.
Mereka kembali berciuman selama beberapa menit, tapi kemudian Ja Eun kembali
mendorongnya lembut.
Ja Eun
mengangguk senang. “Oppa. Aku suka ide itu.Tapi kami lapar, bisakah kita makan
dulu ??”, tanyanya manja. Tae Hee mengangguk lagi.
“Tunggu
aku disini. Aku akan ganti baju sebentar lalu kita makan diluar”, ujarnya lalu
bergegas pergi.
Setelah
Tae Hee masuk ke kamar, Ja Eun berdiri memandangi foto keluarga yang ada di
ruang tamu dan tersenyum bahagia.
“Tidak
lama lagi, di dalam foto keluarga itu akan ada dirimu sayang. Ibu tidak sabar
ingin segera menggendongmu..”, gumam Ja Eun seraya membelai perutnya sendiri
dan bicara pada bayinya.
“Ayah
juga tak sabar”, ujar Tae Hee yang tiba-tiba muncul dan memeluknya dari
belakang dan menyandarkan kepalanya di pundak Ja Eun, membuat Ja Eun
terperanjat.
“YAAA
!! HWANG TAE HEE !! Jangan mengendap-endap di belakangku. Kau mengagetkan aku“,
Ja Eun berteriak kesal.
Tapi
Tae Hee hanya tertawa. “Mianhe, Ja Eun-ah..”, ujarnya lirih.
“Jadi,
kita makan sekarang ??”, tanyanya lembut seraya menggandeng tangan Ja Eun dan
menggenggamnya erat.
“Ne,
tentu saja.. Kami sangat lapar. Tapi apa aku boleh minum kopi ??”, tanya Ja Eun
merayu. Tae Hee menoleh dan tampak berpikir.
“Akan
kupertimbangkan”, jawabnya lalu menggandeng tangan Ja Eun dan berjalan keluar
rumah setelah memakaikan mantel dan memastikan bahwa istri dan anaknya tidak
kedinginan.
“Oppa,
belikan aku Ice Caramel Macchiato.. ya..ya..”, Ja Eun tetap merayu.
“Akan
kupertimbangkan setelah kau beri aku 1 ciuman”, goda Tae Hee.
“Dasar
mesum”, jawab Ja Eun lalu melepaskan kaitan tangannya di tangan Tae Hee dan
berlalu pergi dengan kesal.
“YAAAA
!! HWANG JA EUN !! Tunggu dulu..”, seru Tae Hee seraya berlari mengejar
istrinya yang cemberut.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar