Jumat, 28 Maret 2014

You Are My Endless Love 3 – Ojakgyo Brothers Fanfiction / Uee and Joo Won Fanfiction



Author : LIANA WIJAYA

Starring :  
Joo Won as Hwang Tae Hee 
Uee’s After School as Hwang (Baek) Ja Eun 
Kim Hyun Joong as Dokter Yoon Ji Hoo 
Jung Suk Won as Kim Jae Ha (Hwang Tae Hee’s Step Brother)

Foreword : Hwang Tae Hee & Baek Ja Eun’s Mariage Life.... 

“You Are My Endless Love 3 – Ojakgyo Brothers Fanfiction / Uee and Joo Won Fanfiction”


“CHAPTER 3 : Please Dont Leave Me”

Suam Hospital..
       Hwang Tae Hee serasa hampir gila. Dia berjalan mondar-mandir dengan gelisah di depan pintu kamar Gawat darurat. Ja Eun ada disana, dokter dan para perawat itu sedang berusaha menyelamatkan bayi dalam kandungannya. Ini anak pertama mereka setelah hampir 2 tahun menikah, tentu Tae Hee sangat cemas dan tidak menginginkan sesuatu yang buruk menimpa istri dan anaknya.

     “Hyung, tidak bisakah kau berhenti mondar-mandir begitu ?? Kau membuatku pusing. Bukankah biasanya kau orang yang tenang ??”, tanya Tae Phil ikut gelisah melihat Tae Hee gelisah. Tae Hee menoleh dan menatap tajam adik bungsunya.

      “Jika kau ada diposisiku, apa kau bisa tenang ?? Aku tidak pernah bisa tenang jika itu menyangkut Ja Eun. Apa kau tau ini sudah yang kedua kalinya aku menggendongnya ke Rumah Sakit dalam keadaan pingsan ??”, tanya Tae Hee dengan emosi membara.

     “Aigoo.. Melihat sikapmu itu, sepertinya kau siap memukulku kapan saja jika aku berani bertanya sekali lagi. Baiklah !! Terserah kau saja. Teruslah mondar-mandir seperti itu. Aku tak peduli”, jawab Tae Phil mengalah.

     “Kenapa mereka lama sekali ?? Apa yang mereka lakukan di dalam sana ?? Tuhan, kumohon selamatkan istri dan anakku. Khususnya anakku, dia masih sangat kecil Tuhan. Kumohon padamu”, Tae Hee berdoa dalam setiap tarikan napasnya sambil berdiri di depan pintu kamar ICU dengan kepanikan mencengkeramnya. Tak lama kemudian, Tae Bum, Tae Shik, Ayah Tae Hee dan ayah Ja Eun tiba disana.

     “Bagaimana keadaan putriku ?? Kenapa dia bisa pendarahan ??”, tanya Baek In Ho cemas.
     “Aku tak tau ayah. Mereka masih berusaha menyelamatkan Ja Eun dan bayi dalam kandungannya”, jawab Tae Hee pasrah.

     “Tae Hee-ah, kau tenang saja. Semuanya pasti baik-baik saja. Cha Soo Young juga pernah seperti ini, tapi akhirnya dia dan bayi kami selamat”, hibur Tae Bum mengerti. Dia sangat mengerti perasaan Tae Hee karena dia dulu pernah mengalami hal yang sama saat tiba-tiba kandungan Soo Young mengalami kontraksi dan dia tiba-tiba pingsan.

     “Gomawo Hyung”, jawab Tae Hee lirih, sedikit tenang. Tapi sebelum melihat 2 orang yang paling penting dalam hidupnya benar-benar keluar dari kamar ICU, Tae Hee takkan pernah benar-benar tenang.

       “Ayah, Mana Ibu dan Nenek ??”, tanya Tae Hee, mengalihkan pandangannya ke Tuan Hwang.
     “Ibu dan Nenekmu sebenarnya ingin ikut kemari, tapi karena sudah malam, ayah melarang mereka ikut. Tapi besok pagi mereka akan datang menjenguk Ja Eun”, sahut Tuan Hwang.
      “Baguslah. Nenek sudah tua, memang sebaiknya dia menunggu di rumah”, jawab Tae Hee lirih.

      Tak lama kemudian, pintu ruang ICU terbuka dan seorang dokter muda yang tampan berjalan keluar dari dalam sana. Spontan Tae Hee dan semua orang yang menunggu disana berlari menghampirinya.

      “Bagaimana keadaan istri dan anakku, Dokter ??”, tanya Tae Hee cemas.
      Dokter muda itu menarik napas dulu sebelum akhirnya menjawab “Kondisi istri Anda sangat lemah, tapi untungnya Anda membawanya kemari pada saat yang tepat jadi bayinya masih bisa kami selamatkan. Tuan Hwang, apa istri Anda baru saja datang dari tempat yang jauh ??”, tebak si Dokter muda.

     “Benar. Kemarin siang kami baru saja kembali dari Amerika. Memangnya kenapa, Dokter ??”, jawab Tae Hee clueles.
      “Tuan Hwang, taukah Anda bahwa seorang wanita yang sedang hamil muda dilarang untuk melakukan perjalanan jauh ?? Perjalanan jauh sangat identik dengan kelelahan, dan wanita yang sedang hamil muda tidak boleh terlalu lelah karena itu akan membahayakan kandungannya”, ujar si Dokter Muda itu.

      “Maaf, Dokter !! Aku sama sekali tak tau tentang itu. Ini adalah anak pertama kami, jadi kami sangat ingin pulang ke Korea secepatnya”, jawab Tae Hee menyesal.

     “Sudahlah. Yang penting istri dan anak Anda sekarang baik-baik saja. Tapi perlu diingat kalau kandungan istri Anda sangat lemah, lelah sedikit saja bisa mengakibatkan keguguran. Jadi lebih baik selama masa kehamilan, dia cukup istirahat dirumah, tidak boleh bekerja, tidak boleh melakukan apapun yang menguras tenaganya. Dia harus istirahat total hingga tiba saatnya melahirkan. Ahh, satu lagi, dia juga tak boleh stress, marah atau perasaan tidak bahagia lain yang bisa mempengaruhi kehamilannya, dia harus selalu bahagia dan nutrisinya harus selalu terpenuhi”, jelas si Dokter Muda itu.

     Hwang Tae Hee hanya mengangguk mendengarkan. “Baik Dokter, aku mengerti”, jawabnya pelan.
      “Baik. Kalau begitu kami akan segera memindahkan istri Anda ke ruang perawatan sekarang. Anda sekeluarga bisa menjenguknya disana”, ujar Dokter itu lalu kembali ke ruang ICU untuk mempersiapkan proses pemindahan pasien.

       Tae Hee menarik napas lega setelah mendengarkan penjelasan Dokter itu.
       “Syukurlah Nak..”, seru kedua ayah pada Tae Hee.
     “Astaga. Tidak kusangka wanita hamil itu sangat merepotkan. Hyung, kau harus menjaga istrimu baik-baik mulai sekarang”, ujar Tae Phil, sok memberi nasihat.

       “YAAA !! Hwang Tae Phil, merepotkan apanya ?? Jangan bicara seperti itu”, ujar Tae Bum menasehati.
      “Tae Hee-ah, jangan dengarkan dia !! yang penting adalah istri dan anakmu sudah selamat sekarang. Kau harus tau bahwa menjadi suami itu bukan tugas yang mudah, Ja Eun akan lebih bergantung padamu mulai sekarang. Kau harus lebih baik merawatnya, okay ?? Walau pada awalnya semua terasa berat, tapi saat anak kalian lahir ke dunia, kau akan merasakan kebahagiaan yang tak terkira”, Tae Bum kembali memberi semangat adiknya.

        Tae Hee tersenyum pada kakaknya, dia sangat bersyukur semua keluarganya selalu ada disana mendukungnya.
        “Ne Hyung, gomawo..Akan selalu ku ingat itu”, jawab Tae Hee berterima kasih.

       Tak lama kemudian, pintu ICU kembali terbuka dan tampaklah beberapa perawat keluar seraya mendorong sebuah ranjang yang diatasnya terbaring Ja Eun yang masih pingsan. Spontan Tae Hee menghampiri Ja Eun yang terbaring lemah diranjang dan mengikutinya dari belakang hingga mereka sampai di sebuah kamar.

Tae Hee menunggui Ja Eun semalaman, dia terus menggenggam erat tangan istrinya dan berharap bahwa dia akan sadar secepatnya, tapi hingga Tae Hee merasa lelah dan mengantuk, Ja Eun belum juga sadar.

The Next Morning...
     “Oppa...Oppa..Tae Hee Oppa”, Tae Hee terbangun karena panggilan lembut suara yang dirindukannya, walau matanya masih berat, dia tetap membuka matanya dan akhirnya dia melihat bidadari cantiknya menyapanya dengan senyuman.

      Tae Hee mengangkat kepalanya sedikit dan memandang gadis cantik di hadapannya tanpa berkedip, entah sejak kapan, Ja Eun menjadi lebih cantik dimatanya. Lebih cantik dari sebelumnya.

     “Oppa..ayo bangun. Aku lapar. Ahhh,, tidak.. Yang benar seharusnya, Kami lapar. Dan kau, membuat tanganku mati rasa”, ujarnya lembut dan dengan cemberut, membuatnya semakin terlihat cute di mata Tae Hee.

     Tae Hee akhirnya terbangun, dia menatap mata Ja Eun dalam lalu dalam sekejap menarik gadis itu kedalam pelukannya dan memeluknya dengan erat.
     “Akhirnya kau sadar juga..Kau tau aku takut sekali. Aku takut sekali kau takkan pernah bangun lagi. Melihatmu terkapar di lantai dengan bersimbah darah membuatku takut setengah mati. Ja Eun-ah, berjanjilah kau takkan pergi lebih dulu. Aku tak bisa hidup tanpamu. So, please dont leave me !! Berjanjilah !!”, bisik Tae Hee ditelinga Ja Eun seraya memeluknya semakin erat.

      “Oppa, kau menekan perutku”, Ja Eun memprotes manja saat merasakan pelukan Tae Hee menekan perutnya. Spontan Tae Hee melepaskan pelukannya dan memandang ke perut Ja Eun dengan ekspresi bersalah.

      “Ah..maaf anakku. Ayah tak sengaja. Kau baik-baik saja kan ??”, tanya Tae Hee seraya mengelus perut Ja Eun yang mulai membuncit, membuat Ja Eun tersentuh.
     “Aku baik-baik saja, Ayah.. Ayah tak perlu cemas, itu karena Ayah menjagaku dengan baik”, jawab Ja Eun mewakili bayinya. Tae Hee tersenyum lalu kembali memeluk Ja Eun.

   “Gomawo Ja Eun-ah. Kau membuat hidupku semakin berarti. Kau bukan hanya berhasil mengisi lubang kosong dalam hatiku, tapi kau juga membuatku bersyukur pernah dilahirkan kedunia ini. Dan sekarang, kau memberiku hadiah yang sangat berharga. Terima kasih, telah memberiku anak ini. SARANGHAE, BAEK JA EUN !!”, ujar Tae Hee lembut sambil memeluk Ja Eun, Ja Eun membalas pelukannya, untuk sesaat, mereka berpelukan sangat erat.

   “Aku juga. Terima kasih karena kau tak pernah menyerah hingga akhir. Nado Saranghae, Tae Hee Ahjussi”, jawab Ja Eun, sengaja menggoda Tae Hee dengan memanggilnya “Ahjussi”.

    “YAAAA !!! I told you that..”, belum sempat Tae Hee memprotes, Ja Eun sudah membungkam mulutnya dengan ciuman. Jika dulu, selalu Tae Hee yang lebih dulu menciumnya, tapi kali ini, Ja Eun yang lebih dulu bertindak. Tae Hee yang awalnya kaget perlahan menutup matanya dan membalas ciuman istrinya dengan bahagia. Setelah beberapa saat ciuman keduanya terlepas dan Ja Eun kembali membenamkan kepalanya di dada Tae Hee dengan manja.


      “Aku hanya ingin mengekspresikan cintaku. Tidak apa-apa kan ??”, ujarnya lirih. Tae Hee tersenyum dan membelai lembut rambut Ja Eun.
     “Ja Eun-ah, Dokter bilang kandunganmu sangat lemah. Demi kau dan bayi kita, dokter melarangmu untuk bekerja. Dokter bilang kau harus istrirahat total di rumah hingga saat melahirkan tiba. Aku tau pekerjaanmu sangat penting bagimu, tapi..”, lagi-lagi kalimat Tae Hee terhenti.

     “Aku tidak keberatan. Kalau Dokter mengatakan itu demi kebaikanku dan bayi kita, aku tak masalah jika harus berhenti bekerja. Sejak awal aku memang ingin menikah denganmu lalu membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. Sebuah keluarga yang tak pernah kumiliki sebelumnya. Bukankah sebelumnya aku juga sudah berniat untuk melepaskan impianku dan memilih menikah denganmu ?? Tapi kau membiarkanku meraih mimpiku dan bahkan bersedia menemaniku ke Amerika, bagiku itu sudah cukup. Aku menginginkan anak ini, aku tak mau jika harus kehilangan anak ini hanya demi mimpiku semata. Oppa, kau akan mendukungku kan ?? Aku mungkin membutuhkanmu lebih dari sebelumnya, kau akan selalu ada untukku kan ??”, jawab Ja Eun tulus.


     Tae Hee tersenyum lega. Dia berpikir awalnya Ja Eun akan menolak dan akan ngotot mempertahankan pekerjaannya, tapi ternyata dia salah. Bagi Ja Eun, keluarga adalah segalanya. Ja Eun yang tumbuh tanpa seorang Ibu, tentu tidak ingin hal yang sama terjadi pada anaknya kelak.

     “Gomawo Ja Eun-ah..Aku tak tau apa yang sudah ku lakukan di masa lalu sehingga aku bisa mendapatkan istri sepertimu”, jawab Tae Hee jujur, jawaban yang membuat Ja Eun menjadi malu.

      “Apa kita akan tinggal di peternakan Ojak untuk sementara ??”, tanya Ja Eun lagi.
    Tae Hee mengangguk mantap. “Kau sedang hamil dan aku tak punya pengalaman mengurus istri yang sedang hamil, aku masih butuh banyak belajar, tapi jika kita tinggal di rumahku, akan ada banyak orang yang akan membantuku menjagamu. Kau tak keberatan kan ??”, tanya Tae Hee lagi. Ja Eun menggeleng cepat.

     “Aniyo..Aku senang tinggal disana. Jadi aku takkan kesepian saat kau pergi bekerja. Ada nenek dan Ibu yang akan menjagaku jadi kau bisa bekerja dengan tenang”, jawab Ja Eun menenangkan.

    “Tapi Oppa, bukankah sebaiknya kita berhenti berpelukan ?? Aku takut ada yang melihat kita, lagipula kami lapar”, ujar Ja Eun malu-malu, menyadari sedari tadi mereka masih tetap berpelukan. Tae Hee pun perlahan melepaskan pelukannya dan tersenyum malu-malu.

      “Apa aku mengganggu kalian ??”, tanya seorang pria muda dari balik pintu. Spontan sepasang suami istri muda itu menatap kearah suara yang bertanya pada mereka. Tae Hee mengenali pemilik suara itu sebagai Dokter muda yang menyelamatkan Ja Eun kemarin malam, tapi Ja Eun tidak. Ja Eun hanya diam sambil mengamati Dokter muda itu. Otaknya berpikir, dia merasa pernah melihat pria itu sebelumnya tapi tidak ingat dimana.

      Setelah lama berpikir akhirnya dia ingat jika saat kuliah dulu, kedua teman baiknya pernah mengajaknya mendatangi Universitas Shinhwa untuk melihat seperti apa Universitas yang terkenal elite di Korea Selatan sana.

Flashback..
    “Ja Eun-ah, ayahmu kan sangat kaya, kenapa kau tak kuliah di Shinhwa saja ?? Kudengar Shinhwa adalah Universitas Elite tempat orang-orang kaya berkumpul”, tanya Ah Ra, teman baiknya.

     “Buat apa hanya elite saja ?? Kudengar kuliah disini sama sekali tak ada bagusnya, selain banyak pria tampan dan fasilitasnya yang lengkap, yang lain sama saja”, jawab Ja Eun saat itu.

     “Justru karena terlalu elite itulah, banyak yang menganggap, asalkan punya uang, walau kalian bodoh pun, kalian tetap bisa diterima. Apa bagusnya sekolah seperti itu ?? Hampir 90% mahasiswa di Shinhwa diterima dari jalan belakang alias menyuap, bukan dari bakat dan kemampuan. Apa kalian tidak ingat tentang kasus bullying dari SMU Shinhwa yang dilakukan oleh F4 ?? Walau ayahku mampu mengkuliahkan aku disinipun, aku takkan mau”, lanjut Ja Eun lagi.

       “Ah ya, kau benar, Ja Eun-ah.. Aku ingat soal kasus bullying yang dilakukan F4. Tapi kudengar mereka sangat kaya dan tampan..”, jawab Ah Ra lagi.
       “Juga sangat berkuasa”, lanjut temannya yang lain.

        Ja Eun hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua sahabatnya.
     “Apa hebatnya kaya, tampan dan berkuasa jika mereka berempat  lebih mirip dengan bangsa bar-bar yang tak punya etika”, jawab Ja Eun sambil lalu.

      “Tapi kudengar Yoon Ji Hoo berbeda”, Ah Ra membela diri.
      “Apa kau pernah bertemu dia ??”, tanya Ja Eun lagi. Dan Ah Ra menggeleng pelan.
   “Tuh kan ?? darimana kau tau ?? Sudahlah..Ayo kita pergi. Sudah cukup kita mengamati hari ini”, jawab Ja Eun lalu segera pergi dari sana.

      “Tapi aku masih ingin melihat-lihat, Ja Eun-ah”, ujar Ah Ra.
      “Benar. Aku juga”, jawab yang 1 lagi.
      “Baiklah !! Kalau begitu aku pergi dulu. Aku masih ada tugas kampus yang harus ku selesaikan. Sampai nanti”, jawab Ja Eun lalu berpisah dari kedua temannya. Saat itulah dia bertemu dengan Yoon Ji Hoo untuk pertama kalinya.

     Saat itu Ja Eun sedang asyik menelpon ayahnya dan dia tak menyadari jika kedua pencopet sedang mengincarnya. Ja Eun yang saat itu masih seorang Nona Besar yang punya segalanya, tentu wajar jika dia memakai barang-barang mahal kelas atas. Tak menyadari sedang di incar, saat akan masuk ke dalam mobilnya, kedua penjahat itu mendadak mendekatinya dan menodongkan pisau kearahnya.

     “Serahkan hartamu !! Uang, handpone, perhiasan, kunci mobil dan semua yang kau miliki itu”, ancam salah satunya. Ja Eun spontan menjerit ketakutan dan berteriak minta tolong.

      “DIAM !! dasar gadis jalang !!”, ujar salah satunya dengan garang lalu mengarahkan pisaunya dan tak sengaja melukai wajah Ja Eun yang saat itu sedang meronta.

    “LEPASKAN DIA !! Beraninya kalian membuat masalah di wilayah Shinhwa”, seru seorang pria berpakaian serba putih itu, lalu tanpa banyak bicara segera menghajar kedua penjahat itu hingga babak belur.

     “Kau tak apa-apa, Nona ??”, tanya pria muda itu saat menghampiri Ja Eun dan mengeluarkan saputangannya. Dengan lembut dia mengusap luka di wajah Ja Eun dan membersihkan darahnya.

     “Wajahmu terluka, sebaiknya kita ke RS !!”, ujar pria tampan itu, sopan dan lembut. Ja Eun hanya mengangguk pelan dan menurutinya saat pria itu mengambil kunci mobilnya dan menawarinya untuk menyetir. Pria itu membawanya ke RS Suam dan segera luka di wajah Ja Eun diobati.

       “Terima kasih. Bagaimana aku harus berterima kasih padamu ??”, tanya Ja Eun tulus. “Tidak usah. Itu sudah sewajarnya”, jawabnya merendah.
      “Setidaknya aku boleh tau namamu kan ??”, bujuk Ja Eun lagi. Dia benar-benar ingin tau siapa nama penyelamatnya.
         “YOON JI HOO !!!”, jawabnya pelan.

End Of Flashback...

      “YOON JI HOO.. Kita bertemu lagi”, ujar Ja Eun ceria setelah ingat siapa pria itu. Spontan Tae Hee memandangnya dengan cemburu.
       “Kau kenal Dokter Yoon ??”, Tae Hee bertanya dengan penasaran.
       “Dokter Yoon ??”, Ja Eun balik bertanya dengan bingung.

     Tae Hee mengangguk pelan. “Dia yang menyelamatkanmu semalam”, jawabnya pelan, entah kenapa dia mendadak cemburu pada Dokter muda itu.
      “Oh..Kau yang menyelamatkanku ?? Terima kasih banyak.. Ini yang kedua kalinya kau menyelamatkan nyawaku. Aku tak tau bagaimana harus membalas budimu”, jawab Ja Eun riang, tanpa tau suaminya mulai cemburu.

        “Apa kita pernah bertemu ??”, Yoon Ji Hoo bertanya seolah tak ingat apapun.
     “Kau tak ingat aku ?? Aku gadis yang kau tolong 6 tahun yang lalu saat kedua penjahat itu hampir mencelakaiku di depan Universitas Shinhwa. Saputangan. Kau membasuh luka di wajahku dengan saputangan”, jawab Ja Eun bersemangat.

      Yoon Ji Hoo seolah berpikir tapi sedetik kemudian dia tersenyum ramah dan berkata “Saputangan.. Kau gadis saputangan ?? Ah ya aku ingat. Baek Ja Eun kan ?? Aku benar-benar lupa. Maaf”, jawabnya akhirnya. Ja Eun mengangguk senang.

     “Benar. Itu aku. Senang bertemu lagi denganmu. Terima kasih sudah menolongku”, jawab Ja Eun lagi, tetap dengan senyuman yang manis dan ramah.

      “Tidak masalah. Itu sudah tugasku sebagai seorang Dokter. Omong-omong, selamat atas pernikahanmu dan selamat juga atas kehamilanmu. Seperti yang sudah ku katakan pada suamimu kalau kandunganmu sangat lemah, kau tak boleh terlalu lelah. Jadi mungkin lebih baik bagimu jika selama masa kehamilan ini kau istirahat total di rumah”, Yoon Ji Hoo mengulangi semua hal yang tadi sudah dikatakan Tae Hee.

     “Nde..Arraseo. Aku akan menuruti semua saran Anda, Pak Dokter”, jawab Ja Eun sambil tertawa, Ji Hoo pun ikut tertawa melihatnya. Hanya Tae Hee yang tidak tertawa dan hanya memandang pria itu dengan perasaan cemburu luar biasa. Jika saja dia bukan orang yang sudah menyelamatkan istrinya, mungkin Tae Hee sudah menghajarnya sekarang.

     “Sepertinya kalian akrab sekali”, sindir Tae Hee sinis. Spontan Ji Hoo dan Ja Eun melihatnya bingung. Ji Hoo langsung mengerti bahwa Tae Hee sedang cemburu, tapi Ja Eun yang clueles justru menjawab dengan polosnya.

    “Tentu. Dia pernah menyelamatkan aku 6 tahun yang lalu, jika saja dia tidak menyelamatkan aku, mungkin kau tidak akan bertemu aku saat ini. Dan kemarin pun dia menyelamatkan aku sekali lagi. Aku berhutang padanya. Kenapa kau sinis seperti itu ??”, tanya Ja Eun, tak mengerti kalau suaminya sedang cemburu.

      “Ja Eun-ssi, seperti suamimu salah paham”, ujar Ji Hoo mengerti.
      “Apa ??”, Ja Eun masih bingung.
     “Maaf..Kurasa sebaiknya aku pergi saja. Kalian selesaikanlah berdua”, ujar Ji Hoo mengerti dan segera bergegas pergi.
     “Tapi kami tak ada masalah. Dokter Yoon, kau tak perlu pergi”, jawab Ja Eun tetap tak mengerti. Tapi Ji Hoo hanya mengangguk sopan pada Tae Hee dan Ja Eun lalu berlalu pergi.

      “Oppa, jangan bilang kau cemburu lagi ??”, tanya Ja Eun kesal.
      Tae Hee terdiam. “Aku tak cemburu”, sangkal Tae Hee.
    “Lalu apa itu tadi ?? Kau membuat Dokter Yoon tak enak hati dan pergi”, Ja Eun mendadak kesal, dia terus saja cemberut.

      “Aku bilang aku tak cemburu”, Tae Hee tetap menyangkal.
      “Kau cemburu”, Ja Eun tetap bersikeras.
      “Tidak”, sangkal Tae Hee.
      “Ya”, jawab Ja Eun.
      “Tidak”, Tae Hee menyangkal lagi.
      “Ya”, Ja Eun juga bersikeras.

      “baiklah, Aku cemburu”, ujar Tae Hee akhirnya, mengaku.
      “Aku cemburu melihatmu tertawa padanya. Aku cemburu melihatmu bersikap begitu manis padanya. Aku cemburu melihat kau begitu bersemangat saat bicara padanya. Kau milikku !! Aku tak suka melihatmu dekat dengan pria lain selain aku. Itu membuatku hampir gila, Hwang Ja Eun !!”, ujar Tae Hee frustasi.

      “Itu tak masuk akal !! Aku istrimu. Aku mengandung anakmu. Apa itu masih belum cukup ?? Apa yang harus ku lakukan agar kau percaya bahwa aku hanya mencintaimu ??”, tanya Ja Eun kesal. Dia hampir saja menangis karena Tae Hee selalu saja cemburu pada siapapun yang dekat dengannya.

     Melihat Ja Eun hampir menangis, Tae Hee spontan memeluknya erat dan meminta maaf. “Maafkan aku, Ja Eun-ah. Ini bukan salahmu. Ini salahku karena terlalu mencintaimu. Kau tau bahwa aku tak pernah jatuh cinta sebelumnya, kaulah wanita pertama yang ku cintai dan satu-satunya bagiku dan aku sangat takut kehilanganmu, itu sebabnya aku selalu cemburu pada setiap pria yang dekat denganmu”, bisiknya lembut.

    “Tapi kita sudah menikah. Aku mengandung anakmu sekarang. Tak ada alasan bagimu untuk cemburu pada siapapun lagi sekarang. Apalagi pada Dokter Yoon yang sudah menyelamatkan nyawaku 2 kali. Ini sangat konyol !!”, ujar Ja Eun sambil menyeka airmatanya.

    “MAAF.. takkan ku ulangi. Aku janji takkan cemburu lagi. Tapi kau juga harus berjanji, kau hanya akan mencintaiku selamanya, seumur hidupmu”, ujar Tae Hee lagi sambil melepaskan pelukannya tapi masih memegang pundak Ja Eun lembut.

     “I LOVE YOU, till death do us apart”, jawab Ja Eun tulus. Tae Hee menatap kejujuran dan ketulusan dari mata Ja Eun dan dia tersenyum lega. Perlahan tapi pasti, dia menundukkan wajahnya lalu mencium Ja Eun lembut. Ja Eun menutup matanya dan membalas ciuman itu, sepasang suami istri itu masih asyik berciuman saat tiba-tiba tamu lain datang dan memergoki mereka.


     “Aiggooo Tae Hee-ah, lakukan itu di rumah saja”, ujar Ibu Hwang bercanda saat dia, Nenek, Hwang Tae Phil dan Ayah Baek memergoki kedua sejoli itu berciuman dengan mesra. Spontan mereka memisahkan diri karena malu.

    “Appa, Eomoni, Halmoni, Maknae Oppa, kalian sudah datang”, Ja Eun menyapa tamunya dengan ramah.

    “Bagaimana keadaanmu Ja Eun-ah ?? Syukurlah bayi kalian selamat. Apa kau tau betapa cemasnya kami semalam ??”, ujar Ibu Hwang seraya membelai rambut Ja Eun dengan sayang dan duduk di sampingnya. Tae Hee yang awalnya duduk disamping Ja Eun spontan berdiri agar Nenek bisa duduk disana.

      “Halmoni, duduklah disini”, ujarnya pada Nenek seraya membantu Neneknya duduk.
      “Tae Hee-ah, Ja Eun-ah, apa kedatangan kami telah mengganggu kemesraan kalian ??”, Nenek masih menggoda mereka.
     “Aniyo, Halmoni”, jawab Tae Hee malu sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.

       “Bok Ja-ya, sepertinya kita datang disaat yang salah”, lanjut Nenek sambil senyum-senyum melihat Cucu dan cucu menantu kesayangannya salah tingkah.
       “Eomoni, jangan menggoda mereka lagi”, ujar Ibu Hwang mengerti. 

       “Nde, Halmoni.. Jangan menggoda mereka lagi”, ujar Tae Phil. 
     “Tapi Hyung, bibirmu terlihat bengkak. Ja Eun juga. Wah, kalian melakukannya terlalu bersemangat”, lanjut Tae Phil, ikut-ikutan menggoda kakaknya. Tae Hee langsung meliriknya dengan tatapan maut, sementara Tae Phil hanya tersenyum simpul.

      “Putriku, Ayah bawakan untukmu susu untuk Ibu hamil. Waktu ibumu hamil dulu, ayah selalu menyuruhnya untuk meminum ini. Ini enak dan bernutrisi tinggi. Baik untukmu dan juga kesehatan janinmu”, ujar Ayah Baek pada putri semata wayangnya.

        Ja Eun meraih kaleng susu itu dan menatap ayahnya haru.
    “Ne, gomawo Appa..Kemarin, aku pasti membuat kalian semua cemas kan ?? Maafkan aku”, ujar Ja Eun menyesal.

     “Kau ini bicara apa ?? Yang penting sekarang kau baik-baik saja kan ??”, ujar Ayah Baek sambil memeluk putrinya sayang. Ja Eun bersandar pada ayahnya, sejenak dia menyadari jika dia sangat merindukan ayahnya. Ayah Baek tidak hanya berarti seorang ayah bagi Ja Eun, tapi juga ibu, saudara, kakek, nenek dan seluruh keluarga bagi Ja Eun, karena sejak kecil Ja Eun hanya tinggal berdua dengan ayahnya.

      “Appa, aku berjanji takkan membuat kalian cemas lagi”, ujar Ja Eun manja.
   “iya, iya, ayah mengerti. Bagaimana keadaan cucu ayah didalam sana ?? Dia sehat-sehat kan ??”, tanya Ayah Baek sambil menunjuk perut Ja Eun yang membuncit.
      “Nde, kami baik-baik saja, kakek”, jawab Ja Eun, kembali riang.
      “Putriku, apa kau sudah makan ??”, tanya Ayah Baek lagi. Ja Eun menggeleng pelan.

     “Kami belum makan, dan kami sangat lapar”, jawab Ja Eun menggunakan kata “kami” untuk menunjuk pada dirinya sendiri dan bayinya.
       “Aiggoo, Tae Hee-ah, kau ini suami tak berguna, Bagaimana bisa kau biarkan istri dan anakmu kelaparan ??”, Nenek memarahi Tae Hee.
      “Ne, Hyung..Apa kau pikir ciuman saja bisa membuat kenyang ??”, goda Tae Phil lagi dengan sengaja.
       “YAAA !! HWANG TAE PHIL.. KAU..”, Tae Hee menatapnya garang, tapi sekali lagi, Tae Phil hanya tertawa.

    “Sudah..Sudah..Ja Eun-ah, Eomoni membawakan bubur abalone kesukaanmu. Makanlah !! Bubur abalone sangat penuh dengan nutrisi dan baik untuk kesehatan”, ujar Ibu Hwang lalu segera membuka isi tasnya dan menyiapkan makanan untuk menantu kesayangannya. Ja Eun memandang makanan di hadapannya dengan wajah berseri-seri. Rasanya sudah lama sekali dia tidak memakan bubur abalone ini.

       “Ayo makan..”, ujar Ibu menyodorkan sendoknya.
    “Tae Hee-ah, kau juga makan”, perintah ibu pelan, seraya mengeluarkan bekal makanan yang lain untuk dimakan Tae Hee. Tae Hee mengambil makanan yang telah disiapkan oleh Ibu dan memakannya dengan lahap di sebuah ruang tamu kecil yang ada dikamar itu.

    “Makan yang banyak, Ja Eun-ah”, ujar Ibu Hwang lagi. Ja Eun mengangguk lalu segera 
memakan bubur abalone kesukaannya dengan wajah ceria.
      “Aiggoo,, Nenek tidak sabar menanti kelahiran anak pertama kalian. Tae Hee-ah, Ja Eun-ah, kalian berikan Nenek cucu perempuan ya ?? Sudah terlalu banyak pria di keluarga Hwang, Nenek bosan selalu melihat pria. Nenek ingin cucu perempuan yang lucu nantinya”, ujar Nenek memohon.

     “Halmoni, memangnya kami restoran, bisa disesuaikan dengan pesanan ??”, jawab Ja Eun dengan polosnya, spontan membuat semua orang disana tertawa terbahak-bahak. Tawa menggema dari dalam kamar Hwang (Baek) Ja Eun, tanpa mereka sadari, seseorang mengamati mereka dari luar kamar dengan ekspresi sedih.

    Yoon Ji Hoo berdiri membatu didepan pintu kamar Ja Eun, awalnya dia kembali karena ingin mengambil stetoskopnya yang tertinggal dikamar Ja Eun, tapi langkahnya terhenti saat melihat betapa bahagianya keluarga itu.

      “Keluarga yang bahagia. Officer Hwang, kau beruntung sekali memiliki seorang istri yang cantik dan baik serta keluarga yang harmonis. Keluarga yang tak pernah kumiliki selama ini. Kau tau ?? Aku sangat iri padamu. Andai saja aku ada diposisimu...”, batinnya sedih lalu segera bergegas pergi.

Ojakgyo Farm, 5th Month Pregnancy..
      Sudah sebulan berlalu Ja Eun keluar dari Rumah Sakit. Dia dan Tae Hee memutuskan untuk kembali ke peternakan Ojak selama masa kehamilan Ja Eun. Hari ini kebetulan Ibu Hwang, Nenek dan Tae Phil sedang pergi keluar untuk berbelanja kebutuhan pokok selama sebulan. Mengetahui Ja Eun sendirian dirumah, Tae Hee memutuskan untuk pulang dari kantor Kejaksaan lebih cepat dari biasanya.


        Hari sudah siang dan Ja Eun merasa sangat haus, Tae Hee sedang asyik membaca dokumen tentang kasus terbaru yang ditanganinya, saat tiba-tiba Ja Eun berjalan keluar dari kamar.


“Kau mau kemana ??”, tanya Tae Hee pada Ja Eun saat melihatnya berjalan keluar. 
“Mengambil air. Apa kau juga akan ikut ??”, tanya Ja Eun dengan polosnya. Tae Hee menggeleng cepat dan salah tingkah. 
“Aniyo..Cepat kembali ya”, jawab Tae Hee sambil tersenyum. Ja Eun mengangguk lalu beranjak pergi.

Perut Ja Eun semakin membesar, perutnya pasti akan menabrak sesuatu jika dia berjalan tidak hati-hati, dia merasa kakinya mulai bengkak dan badannya sangat berat. Dia berdiri ditengah-tengah dapur, awalnya dia hanya haus, tapi sekarang dia juga merasa lapar dan ingin mencoba memasak sesuatu.

“Dimana Ibu meletakkan pancinya ?”, Ja Eun membuka setiap lemari yang ada di dapur, mencoba mencari mencari panci itu tapi tidak bisa menemukannya. 
“Dimana pancinya ?”, Ja Eun terlihat mulai kesal. Tanpa sengaja Dia menendang pintu lemari yang ada di bagian paling bawah, pintu lemari itu terbuka dan dia melihat pancinya ada disana.

“Oh, ada disana”, Ja Eun berseru senang. Dia membungkuk mencoba mengambilnya tapi tidak bisa karena terhalang oleh perutnya. 
“Sial, disaat seperti ini aku paling benci membungkuk”, gerutu Ja Eun.

Duduk dilantai, dia mengambil panci itu. Tapi ada 1 masalah, berhubung tubuhnya mulai berat, Ja Eun merasa sangat lelah dan tidak punya tenaga untuk berdiri.

Sekarang dia tidak punya kekuatan untuk menarik tubuhnya berdiri., dia takut jika dia memaksakan diri dia akan melukai bayinya, dan lagipula Ja Eun tidak ingin berdiri karena merasa sangat lelah. Menyerah, Ja Eun tetap duduk di lantai sambil menyilangkan kakinya.

Tidak ada siapapun dirumah untuk membantunya berdiri. Kedua ayah masih bekerja, Hwang Tae Phil sedang menemani ibu dan Nenek berbelanja kehidupan hidup sehari-hari dan juga perlengkapan bayi, lagi..

Kemudian Ja Eun teringat, “Bukankah Tae Hee Oppa ada dirumah ? Kenapa aku bisa lupa ??”, pikirnya.

Sambil menarik napas dalam-dalam, Ja Eun berteriak sekeras mungkin agar terdengar hingga ke seluruh rumah.

“HWANG TAE HEE !!!!”. Terdengar suara pintu di banting dan langkah kaki cepat kearah dapur terdengar jelas, membuat Ja Eun merasa geli. Tae Hee muncul di hadapannya tanpa atasan.

“Ada apa ? Apa yang terjadi ? Kenapa kau ada di lantai ? apa kau jatuh ? Apa ada yang sakit ? Bagaimana dengan anak kita ? Apa dia baik-baik saja ?”,  Tae Hee berlutut di samping Ja Eun seraya menggenggam tangannya dan memberikannya banyak pertanyaan, terlihat jelas bahwa dia sangat khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan anaknya.

Tae Hee membantu Ja Eun berdiri, setelah Ja Eun berdiri baru dia menjelaskan yang sebenarnya.
"Aku baik-baik saja. Tadi aku hanya tidak bisa berdiri karena terlalu lelah”, jawab Ja Eun, menyesal karena membuat suaminya cemas.

Tae Hee menarik napas lega. “Kupikir sesuatu yang buruk terjadi padamu dan anak kita”, ujar Tae Hee lega. 
“Tapi apa yang kau lakukan dibawah sana ?”, Tanya Tae Hee penasaran.

“Aku mengambil panci untuk membuat makanan tapi ibu meletakkannya di bawah sana”, sahut Ja Eun cemberut sambil menunjuk lemari paling bawah.

Tae Hee hanya tersenyum melihat Ja Eun cemberut lalu dia menyadari Ja Eun sedang memandangi tubuhnya. 
“ YAAA !!! Hwang Ja Eun, apa kau sedang memandangi tubuhku ?”, goda Tae Hee seraya melingkarkan lengannya di pinggang Ja Eun.
“Kenapa kau tak pakai baju ??”, tanya Ja Eun malu-malu.
         “Kenapa ?? Bukankah kau sudah sering melihatku tak pakai baju ??”, goda Tae Hee sambil terus mendekatkan tubuhnya ke arah Ja Eun.

        Wajah Ja Eun bersemu merah karena malu dan dia melingkarkan lengannya di leher Tae Hee. 
        “Siapa bilang ?”, sangkalnya seraya mencium bibir Ja Eun. Ciuman yang awalnya hanya ciuman ringan berubah menjadi ciuman penuh gairah seiring waktu, tapi tiba-tiba saja Ja Eun mengerang pelan.    

         “Aaahhh, Tae Hee Oppa.. kau menekan perutku”, Ja Eun mendorong Tae Hee menjauh dengan pelan, lalu membelai perutnya. 
“ Tidak apa-apa, sayang. Ayahmu memang sedikit nakal “, Tae Hee bicara pada anak dalam perutnya. Tae Hee melihat ke perut Ja Eun sambil tersenyum pasrah..

“ Aaahhh, sayang sekali kita tidak bisa melakukan apapun saat kau seperti ini”, keluhnya seraya ikut membelai perut Ja Eun dengan sebelah tangannya.

“Sayang, cepat lahir ya, agar ayah dan ibumu bisa segera membuatkan adik untukmu”, ujar Tae Hee pada anaknya. 
Ja Eun memukul tangannya ringan. 
“ YAAAA !!! HWANG TAE HEE !! Yang satu ini masih belum lahir, kau mau minta yang lain lagi “, ujar Ja Eun kesal.

Tae Hee tertawa melihat Ja Eun cemberut dan protes. 
“Baiklah. Aku akan naik ke atas untuk memakai baju, setelah itu kita akan pergi makan keluar. Aku sedang ganti baju dan ingin mengajakmu makan di luar saat tiba-tiba saja kau berteriak. Mengagetkan orang saja”, ujar Tae Hee lalu melepaskan pelukannya dan berniat beranjak pergi.

“Kenapa tidak bilang sejak tadi kalau kau mau mengajakku pergi makan di luar ?? Tau begini aku tak perlu susah payah berjongkok seperti tadi”, Ja Eun mengomel lagi. Tapi Tae Hee hanya tersenyum mendengar omelan istrinya.

“Mana aku tau kalau kau mau membuat makanan ?? Bukankah tadi kau bilang hanya akan mengambil minum ??”, jawab Tae Hee mengingatkan. Ja Eun hanya mengangguk sambil lalu.

“Jadi, apa kita akan tetap akan pergi makan di luar atau kau lebih suka memasak sendiri ??”, tanya Tae Hee memastikan. 
“Kita makan di luar saja bagaimana ?? Kau tidak keberatan kan ?? Aku ingin makan di restoran tempat dulu kita pernah berkencan”, rayu Ja Eun seraya mengamit lengan Tae Hee. Tae Hee hanya memandang istrinya tanpa berkedip.

“Hwang Ja Eun, apa aku sudah pernah mengatakan padamu kalau semakin lama kau semakin cantik ??”, tanya Tae Hee seraya menatapnya lekat, membuat Ja Eun salah tingkah.

“Aniyo..Kau hanya memujiku cantik saat kita akan putus hari itu dan di hari pernikahan kita. Kau bohong padaku, bukankah kau pernah bilang kau akan lebih mengekspresikan perasaanmu ??”, ujar Ja Eun kesal.

Tae Hee kembali tersenyum. “Kalau begitu, mulai sekarang, setiap saat aku bangun tidur dan malam sebelum tidur, aku akan mengatakan “kau cantik sekali dan aku mencintaimu”, begitukah yang kau mau ??”, goda Tae Hee lagi, mulai mendekat lagi, perlahan Tae Hee menarik wajah Ja Eun dan menciumnya lembut, sekali lagi. Mereka kembali berciuman selama beberapa menit, tapi kemudian Ja Eun kembali mendorongnya lembut.

Ja Eun mengangguk senang. “Oppa. Aku suka ide itu.Tapi kami lapar, bisakah kita makan dulu ??”, tanyanya manja. Tae Hee mengangguk lagi. 
“Tunggu aku disini. Aku akan ganti baju sebentar lalu kita makan diluar”, ujarnya lalu bergegas pergi.

Setelah Tae Hee masuk ke kamar, Ja Eun berdiri memandangi foto keluarga yang ada di ruang tamu dan tersenyum bahagia. 

“Tidak lama lagi, di dalam foto keluarga itu akan ada dirimu sayang. Ibu tidak sabar ingin segera menggendongmu..”, gumam Ja Eun seraya membelai perutnya sendiri dan bicara pada bayinya.

“Ayah juga tak sabar”, ujar Tae Hee yang tiba-tiba muncul dan memeluknya dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundak Ja Eun, membuat Ja Eun terperanjat.


“YAAA !! HWANG TAE HEE !! Jangan mengendap-endap di belakangku. Kau mengagetkan aku“, Ja Eun berteriak kesal. 
Tapi Tae Hee hanya tertawa. “Mianhe, Ja Eun-ah..”, ujarnya lirih. 
“Jadi, kita makan sekarang ??”, tanyanya lembut seraya menggandeng tangan Ja Eun dan menggenggamnya erat.

“Ne, tentu saja.. Kami sangat lapar. Tapi apa aku boleh minum kopi ??”, tanya Ja Eun merayu. Tae Hee menoleh dan tampak berpikir. 
“Akan kupertimbangkan”, jawabnya lalu menggandeng tangan Ja Eun dan berjalan keluar rumah setelah memakaikan mantel dan memastikan bahwa istri dan anaknya tidak kedinginan.

“Oppa, belikan aku Ice Caramel Macchiato.. ya..ya..”, Ja Eun tetap merayu. 
“Akan kupertimbangkan setelah kau beri aku 1 ciuman”, goda Tae Hee. 
“Dasar mesum”, jawab Ja Eun lalu melepaskan kaitan tangannya di tangan Tae Hee dan berlalu pergi dengan kesal. 
“YAAAA !! HWANG JA EUN !! Tunggu dulu..”, seru Tae Hee seraya berlari mengejar istrinya yang cemberut.

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads