Sabtu, 24 November 2018

Sinopsis Lengkap : Legend Of The Condor Heroes 2017 (Ep 22)

Masih dengan tema yang sama yaitu “Melamar Ke Pulau Persik”. Guo Jing dan Huang Rong akhirnya bertemu kembali, tapi betapa hancurnya hati Guo Jing saat mendengar bahwa Huang Rong ingin mengusirnya pergi dan tak ingin mereka bertemu lagi. Guo Jing pun akhirnya mengungkapkan niatnya untuk melamar sang kekasih hati dan menjadikannya istri. Lalu bagaimanakah jawaban Huang Rong? Akankah Huang Yao Shi menerima lamaran Guo Jing mengingat dia tidak pernah menyukai Guo Jing sejak pertama kali bertemu dengannya di Wisma Awan? Oh ya, di episode 22 ini, Guo Jing akhirnya mulai mempelajari ilmu “9 Bulan” yang diajarkan oleh Bocah Tua Nakal dan Pengemis Utara - Hong Chi Khong juga akhirnya datang untuk memenuhi permintaan sang murid. 






Dan kisahpun berlanjut... 
Takut ayahnya akan segera sadar, Huang Rong menyuruh Guo Jing agar pergi secepat mungkin dan jangan kembali lagi ke Pulau Persik setelah dia mengantar pemuda itu keluar.

“Jing Gege, setelah mengantarmu pergi. Kau jangan kembali lagi kemari. Kita berdua sebaiknya mulai sekarang tak usah bertemu lagi.” Lanjut Huang Rong, memperjelas kata-katanya bahwa setelah Guo Jing pergi dari Pulau Persik, gadis itu ingin memutuskan hubungan di antara mereka.


Mendengar Huang Rong ingin mengantarnya pergi dan tak mau bertemu dengannya lagi, ekspresi Guo Jing langsung berubah sedih dan tak percaya, hatinya merasa bagaikan disayat.

Mereka baru saja bertemu kembali, bagaimana mungkin gadis itu sudah mengusirnya pergi? Apalagi berdasarkan apa yang dikatakan Huang Rong padanya, begitu Guo Jing pergi, maka takkan ada kesempatan bagi mereka untuk bertemu lagi.


Mengetahui maksud di balik kalimat itu, Guo Jing menolak tegas. Dia menggeleng dengan keras. 
“Tidak! Aku tak mau pergi!” jawab Guo Jing keras kepala. 
“Jangan bodoh! Cepat pergi!” usir Huang Rong sekali lagi.

Guo Jing meraih kedua tangan gadis itu dan menggenggamnya erat seraya berkata tegas dan penuh tekad, “Tidak bisa! Rong’er, aku sudah memutuskan, aku ingin melamarmu.” Ujarnya mantap dan penuh keyakinan, membuat Huang Rong hanya mampu menatapnya tak percaya.


Guo Jing dan Huang Rong akhirnya bertemu lagi dan Guo Jing pun telah memutuskan bahwa gadis yang ingin dia nikahi, ingin dia jadikan istri adalah Huang Rong, BUKAN Sang Putri Mongol – Hua Cheng. 

“Apa kau tidak ingin menjadi Menantu Pisau Emas?” tanya Huang Rong dengan ekspresi tak percaya. 

“Tidak! Aku tak pernah berpikir ingin menjadi Menantu Pisau Emas. Semua ini Khan Agung yang mengaturnya, Ibu dan keenam guruku menyetujuinya. Aku tak tahu harus bagaimana.” Jawab Guo Jing dengan jujur.

“Tapi bagaimana dengan Putri Mongol itu? Bagaimana kau akan mengatakan hal ini padanya?” tanya Huang Rong memastikan.

 

“Rong’er, Hua Cheng dan aku tumbuh besar bersama. Aku menganggap Hua Cheng seperti adik kandungku. Aku tak mau melihatnya sedih tapi aku juga tak mau menikah dengannya. Ini isi hatiku yang sebenarnya.” Jawab Guo Jing dengan jujur, seraya menggenggam erat kedua tangan Huang Rong.

“Aku bodoh. Aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Kadang saat aku bicara, aku bisa membuat orang salah paham. Rong’er, aku tak tahu aku harus bagaimana mengatakannya.” Lanjut Guo Jing, dia takut kekasihnya tidak mengerti maksudnya.

“Kau sudah mengatakannya dengan jelas. Rong’er sudah mengerti.” Jawab Huang Rong dengan penuh pengertian. 
“Benarkah?” Guo Jing tampak sangat lega karena sang kekasih ternyata mengerti isi hatinya.


“Kakak Jing ingin bersama Rong’er. Rong’er juga ingin bersama Kakak Jing. Tidak peduli apa pun yang terjadi, kita tak boleh berpisah lagi. Kakak Jing, kau akan terus menggenggam tanganku hingga akhir dan tak melepaskan aku, kan?” ujar Huang Rong, meminta kepastian.

“Walaupun semua orang menentang hubungan kita, aku tetap ingin bersamamu.” Jawab Guo Jing dengan tegas dan mantap. Hatinya sudah memilih Rong’er jadi dia akan memperjuangkan cintanya hingga akhir.


“Kalau begitu, mari kita bersama meninggalkan Pulau Persik.” Ajak Huang Rong memutuskan. 
“Bagaimana dengan ayahmu?” tanya Guo Jing dengan khawatir. 
“Setelah ayahku tak marah lagi, kita baru kembali meminta maaf.” Ujar Huang Rong mengusulkan. 
“Baik. Ayo kita pergi!” jawab Guo Jing setuju.

Namun saat mereka berdua ingin pergi, terdengar lagi suara Chou Pho Tong meminta tolong. Guo Jing yang baik hati ingin menolong Chou Pho Tong dan Huang Rong pun tak bisa apa-apa terhadap sifat baik Guo Jing yang ini. Jadi diapun hanya bisa mengikuti, walaupun sang ayah bisa sadar kapan saja dan menghalangi kepergian mereka. Dan akhirnya Guo Jing dan Huang Rong pun tak jadi pergi.


Mengetahui bahwa Bocah Tua Nakal terkena racun ular, Guo Jing yang kebal terhadap racun jenis apa pun (setelah tak sengaja meminum darah ular saat berada di Istana Chou), tanpa pikir panjang menghisap racun ular tersebut dari kaki si Bocah Tua Nakal. Tepat pada saat itulah, Huang Yao Shi tiba di sana dan mengagetkan semua orang, khususnya Huang Rong.

“Ayah!” seru Huang Rong, terkejut saat melihat sang ayah muncul di sana. 
“Ayah pikir kau sudah mengerti niat baik Ayah, tidak disangka demi bocah ini kau memberikan obat tidur ke dalam makanan ayah.” Huang Yao Shi memarahi putri kesayangannya dengan keras. 


“Ayah, maafkan aku. Aku mohon jangan lukai Kakak Jing.” Pinta Huang Rong dengan ekspresi menyesal. 
“Bocah ini jelas-jelas sudah memiliki tunangan. Rong’er, apa yang kau lakukan?” ujar Huang Yao Shi marah.

“Kakak Jing sudah putuskan, dia tak mau menjadi Menantu Raja Mongol.” Jawab Huang Rong, membela sang kekasih. 
“Tidak mau?” ulang Huang Yao Shi tak percaya seraya menatap Guo Jing dengan tajam.


“Ketua Huang, gadis yang kucintai adalah Rong’er. Seumur hidup ini, aku hanya ingin bersamanya. Tentang pertunanganku dengan Hua Cheng, aku akan meminta Khan Agung membatalkannya.” Ujar Guo Jing, mengatakan perasaannya pada Rong’er, berharap ayah Rong’er mau mengerti.


Tapi Huang Yao Shi justru semakin marah mendengarnya, dia mengangkat sebelah tangannya, menerbangkan Guo Jing dengan tenaga dalamnya dan berniat melemparnya dengan keras ke tanah hingga meremukkan tulang-tulang pemuda lugu itu, kalau saja Huang Rong tidak menghentikannya.

“Walau kau tak ingin menjadi Menantu Raja Mongol, kau tetap jangan berharap bisa menikahi putriku!” seru Huang Yao Shi dengan galak. 

“Ayah, kau ini berlebihan! Jika ayah bunuh Kakak Jing, putrimu ini juga tak mau hidup lagi.” Ancam Huang Rong dengan mengarahkan sebilah belati ke lehernya sendiri. 

“Rong’er!” teriak Guo Jing panik saat melihat sang kekasih berniat bunuh diri. Namun untunglah Huang Yao Shi menjatuhkan belati itu dari leher putrinya dengan sebelah tangannya yang lain.

“Bocah brengsek, hari ini adalah hari kematianmu.” Seru Huang Yao Shi seraya menerbangkan tubuh Guo Jing semakin tinggi, berniat membantingnya dengan keras ke tanah.


Untunglah Bocah Tua Nakal tersadar dan menghentikan niatnya. Bocah Tua Nakal mencoba memprovokasi Huang Yao Shi dengan mengatakan bahwa senior menindas Junior yang bukan lawannya adalah perbuatan memalukan, apalagi jika si junior sudah terkena racun ular yang mematikan. 

Walaupun sedikit kagum pada sifat ksatria Guo Jing, namun Huang Yao Shi bergeming dan berkata tegas, “Aku tak peduli pada pandangan orang lain. Asalkan si bodoh ini tidak menggoda putriku lagi, yang lain tak masalah.” Jawabnya cuek dan keras kepala.

“Ayah, aku mohon padamu lepaskan dia. Aku takkan bersamanya lagi. Rong’er takkan bertemu Kakak Jing lagi.” Huang Rong memohon pada ayahnya sambil menangis.

Guo Jing spontan terkejut mendengarnya, tak menyangka Huang Rong memilih untuk meninggalkannya demi agar sang ayah tidak membunuhnya. 

Dia memandang sang kekasih dengan ekspresi tak percaya. Bagi Guo Jing, berpisah dengan Huang Rong, tak ada bedanya dengan mati.


“Rong’er, kau ini bicara sembarangan apa? Bukankah kita sudah berjanji akan selalu bersama selamanya? Hari ini, walaupun aku harus mati di sini, aku tetap ingin bersamamu.” jawab Guo Jing dengan tegas dan mantap dan penuh tekad, tak takut pada apa pun.



“Baik. Kita mati bersama.” Ujar Huang Rong tak takut.

“Sesat Tua Huang, apa kau benar-benar akan membunuh putri kesayanganmu?” tantang Bocah Tua Nakal. 
“Urusan keluargaku, kau tak perlu ikut campur!” jawab Huang Yao Shi dengan galak.


Merasa berterima kasih karena Guo Jing telah menghisap racun ular di kakinya, Bocah Tua Nakal akhirnya dengan memberikan sebuah pertukaran. Asalkan Huang Yao Shi tidak membunuh Guo Jing, Chou Pho Tong berjanji akan memberikan Kitab 9 Bulan Jilid Pertama padanya. Tapi dia baru akan memberikannya setelah mereka meninggalkan Pulau Persik dengan selamat.

Mendengar tawaran dari Bocah Tua Nakal, akhirnya dengan sangat terpaksa, Huang Yao Shi melepaskan Guo Jing. Tepat setelah Huang Yao Shi melepaskan Guo Jing, seorang pelayan bisu memberitahu pada Huang Yao Shi pada Ou Yang Feng, si Racun Barat datang bersama keponakannya, Ou Yang Khe dan sekarang sedang menunggu di dermaga.

Chou Pho Tong akhirnya mengerti kenapa di Pulau Persik yang biasanya tak pernah ada hewan buas seperti ular berbisa, tiba-tiba saja dia digigit ular. Ternyata itu adalah ular yang dibawa oleh Ou Yang Feng yang mungkin tak sengaja terlepas saat mereka menginjak Pulau Persik.

Huang Yao Shi merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan kedatangan Ou Yang Feng ke Pulau Persik, tapi demi tata krama dan kesopanan, sebagai Tuan Rumah, mau tidak mau dia harus menyambut tamu yang berkunjung ke rumahnya. Akhirnya dia menyeret Huang Rong ikut serta walaupun Huang Rong masih ingin tinggal untuk merawat luka Guo Jing.

“Ou Yang Feng datang ke Pulau Persik pasti terjadi sesuatu. Kau ikut pergi denganku!” ujar Huang Yao Shi dengan waspada.

“Tidak mau! Kakak Jing terluka, aku ingin tinggal untuk merawatnya.” Jawab Huang Rong menolak, tapi tentu saja, dia tidak berdaya untuk menolak saat sang ayah telah menyeretnya pergi.

"Rong'er." bisik Guo Jing dengan lemah karena dia sedang terluka. Guo Jing hanya mampu menatap sedih sang kekasih yang dibawa pergi oleh ayah kandungnya, karena dia tidak berdaya untuk menghentikan kepergian mereka.


Note : Kita SKIP adegan Ou Yang Feng dan Ou Yang Khe, intinya mereka datang untuk melamar Huang Rong.

Kembali ke gua, Guo Jing tampak lebih baik setelah diberi tenaga dalam oleh si Bocah Tua Nakal. Begitu dia sudah baikan dan mampu bicara (tadi kan ceritanya sempat pingsan, gitu), Guo Jing segera membormbardir Bocah Tua Nakal dengan berbagai pertanyaan.

“Senior, kenapa Racun Barat datang ke Pulau Persik? Rong’er di mana?” tanya Guo Jing penasaran, spontan teringat sang kekasih.

“Aku tidak tahu kenapa si Racun Tua datang ke Pulau Persik. Tapi Rong’er-mu sudah dibawa pergi oleh ayahnya. Kurasa untuk sementara ini, kau tidak akan bisa melihatnya.” Jawab Bocah Tua Nakal.

“Semoga Ketua Huang, tidak marah pada Rong’er karena aku.“ ujar Guo Jing cemas, membuat Bocah Tua Nakal menjadi kesal.

“Kau jangan Rong’er sana, Rong’er sini. Rong’er-mu baik-baik saja. Yang masalah itu aku.” Seru Bocah Tua Nakal. Kemudian dia menjelaskan, karena Guo Jing telah menyelamatkannya, dia secara otomatis berhutang budi pada Guo Jing. Dan dia tidak tahu bagaimana cara membalas hutang budi tersebut. 

Jika andaikan Guo Jing mati, anggap saja dia berhutang nyawa. Itu mungkin lebih mudah, karena Bocah Tua Nakal tak perlu takut Guo Jing akan menagih hutang budi tersebut. Tapi karena Guo Jing masih hidup, maka seumur hidupnya dia akan selalu merasa berhutang.

Guo Jing awalnya bengong tak mengerti, namun akhirnya dia mengerti dan berkata dengan panik, “Aku menolong Senior dengan tulus, bukan untuk mengharapkan balas budi.”


Tapi Bocah Tua Nakal tetap tak enak hati, hingga akhirnya dia menemukan suatu solusi. Solusinya itu adalah dengan mengangkat sumpah menjadi saudara dengan Guo Jing. Dengan begitu, milik Guo Jing adalah miliknya, begitu juga sebaliknya. 

Jadi dengan kata lain, sebagai seorang adik, Guo Jing memang sudah seharusnya menolong kakaknya sendiri dan Bocah Tua Nakal tak perlu lagi merasa berhutang budi.

Guo Jing tentu menolak pada awalnya. Tapi Bocah Tua Nakal menyeretnya dan memaksanya untuk berlutut serta memegang kepalanya dan memaksanya untuk menunduk. 


“Senior, aku...” Guo Jing berusaha mengatakan keberatannya karena teringat masalah senioritas dan perbedaan usia yang begitu jauh. Tapi dia tidak tahu bagaimana mengutarakan penolakannya. 

“Kenapa? Kau tak mau?” ujar Chou Pho Tong dengan nada mengintimidasi, membuat Guo Jing tak enak lagi (alias sungkan). 

“Bukan itu maksudku.” Jawab Guo Jing panik, takut menyinggung perasaan Chou Pho Tong. 
“Kalau begitu apa maksudmu?” desak Bocah Tua Nakal. 
“Itu (Ciu...)...” Guo Jing lagi-lagi bingung bagaimana harus mengatakannya. 
“Itu apa? (Ciu Sem mo?)” Bocah Tua Nakal terlihat tak sabar. 
“Itu (Ciu...)...” lagi, Guo Jing masih tampak bingung. 
“Paman Ciu-ku sudah mati.” Jawab Chou Pho Tong, lalu segera menarik kepala Guo Jing dan memaksanya menyembah.

Note : Paham gak maksudnya? Dalam bahasa mandarin, Kata “itu” adalah “Ciu”. Dan kebetulan nama marga Paman Chou Pho Tong juga adalah “Chiu”, jadi diplesetin jadi “Paman Ciu-ku sudah mati”, karena Guo Jing menyebutkan kata “Ciu” berulang-ulang dan kebetulan pengucapannya juga sama. Paham, kan? Kalau gak paham, ya udah. Lupakan aja. Gak penting juga kok. Pokoknya yang pasti, Guo Jing dan Chou Pho Tong sudah bersumpah menjadi saudara. Btw, akting lugu dan polosnya William Yang Xuwen dapet banget di sini. Good job, William ^_^

Kemudian adegan beralih kepada Huang Yao Shi yang mengijinkan Ou Yang Khe untuk pergi melihat-lihat Pulau Persik. Setelah Ou Yang Khe memohon diri dan pergi berjalan-jalan, Ou Yang Feng memberikan sebuah obat penawar racun yang diklaimnya sebagai penawar racun terhebat di dunia.

Siapa pun yang meminumnya, dia akan kebal terhadap berbagai jenis racun, termasuk racun ular paling berbisa miliknya. Obat penawar racun tersebut diberikan sebagai mas kawin untuk melamar Huang Rong.



Huang Yao Shi memberikan obat itu pada putrinya yang tentu saja ditolak tegas oleh Huang Rong. Huang Yao Shi mencoba membujuk putrinya dengan mengatakan bahwa dia dan Ou Yang Khe adalah pasangan serasi karena mereka berada di level yang sama. 


Tapi Huang Rong tak peduli, dalam hatinya dia hanya mencintai Guo Jing seorang. Tak bisa menang berdebat melawan sang ayah, Huang Rong memilih pergi dengan cemberut. Namun hatinya menjadi gelisah.

Adegan kembali lagi ke dalam gua. Bocah Tua Nakal yang sangat gembira karena mendapatkan seorang adik yang sangat baik seperti Guo Jing tertawa dengan aneh, membuat Guo Jing menjadi bingung.

“Kakak, apa yang membuatmu tertawa?” tanya Guo Jing dengan sedikit ketakutan. 
“Tanpa perlu membayar hutang budi, sudah bisa mendapatkan seorang adik yang baik sepertimu. Ini sangat menyenangkan. Ayo kita bertarung!” jawab Bocah Tua Nakal dengan gembira lalu mengajak Guo Jing bertarung dengannya, yang tentu saja Guo Jing tak mau.

Bocah Tua Nakal terus memaksa Guo Jing bertarung dengannya, mau tangan kosong atau memakai senjata tak masalah. Kemudian dia bertanya apa Guo Jing punya senjata dan Guo Jing menjawab jujur bahwa dia punya sebilah belati (yang bertuliskan nama Yang Kang) yang merupakan warisan ayahnya. 

Chou Pho Tong memaksa ingin melihat belati tersebut hingga akhirnya dia melihat kulit pembungkus yang digunakan untuk membungkus belati tersebut ternyata adalah kitab Sembilan Bulan Jilid Pertama yang pernah dicuri oleh Mei Chao Feng.

Kulit tersebut adalah kulit dada Chen Xuan Feng (suami Mei Chao Feng) yang tak sengaja dibunuh oleh Guo Jing kecil saat dia masih berada di Mongol. Lalu singkat cerita, Chou Pho Tong pun lagi-lagi “memaksa” Guo Jing untuk mempelajari kitab tersebut dengan alasan bahwa saat mengangkat saudara harus saling memberi hadiah. Guo Jing telah menyelamatkan nyawanya, jadi sebagai gantinya, dia akan mengajari Guo Jing sebuah kungfu baru.

Chou Pho Tong melakukan ini karena dia sudah bersumpah pada kakak seperguruannya, Wang Chong Yang bahwa dia takkan pernah berlatih ilmu 9 Bulan. Tapi karena dia penasaran, akhirnya dia ingin Guo Jing yang belajar agar nanti dia bisa melihat sehebat apakah ilmu tersebut hingga banyak diperebutkan oleh para pendekar di dunia persilatan.

Tahu bahwa Guo Jing membenci kitab 9 Bulan dan takkan mau belajar, Chou Pho Tong pun mengarang cerita bahwa kungfu baru yang dia ajarkan ini bernama “Pukulan Pho Tong (Pho Tong Shen Jing)”. Walaupun awalnya Guo Jing merasa namanya sedikit aneh, tapi karena dia adalah pemuda yang polos dan lugu yang tidak pernah memiliki prasangka buruk pada orang lain, jadi akhirnya Guo Jing menurut dan belajar.

Di tempat lain, Huang Rong yang sedang memikirkan cara untuk mengelak dari perjodohan yang dipaksakan ini, didatangi oleh si blangsak (YANG GAK) tampan, Ou Yang Khe.

( Note : di mataku, Ou Yang Khe BUKAN si blangsak Tampan, ya. Wajah keriput gitu tampan dari mananya? Kalau dilihat dari sedotan, di malam hujan berbadai yang gelap gulita mungkin bisa saja sih hihihi ^_^ Jadi bagi yang menganggapnya si blangsak “tampan”, itu terserah saja, itu berarti selera kita berbeda atau ada yang salah dengan mata anda. Si Ou Yang Khe gak ada secuilnya William Yang gini loh...Tapi yasudahlah. People have taste. Let's respect other opinions ^_^ )


Huang Rong memanfaatkan kesempatan ini untuk melampiaskan kekesalannya akibat masalah perjodohan, sekaligus sebagai alasan untuk pergi mencari Guo Jing di dalam Hutan Persik. 

Ou Yang Khe awalnya sempat curiga, namun saat Huang Rong berpura-pura marah, akhirnya si playboy (GAK) tampan ini jatuh juga dalam perangkap. 

Huang Rong membuatnya memakan buah beracun yang membuatnya gatal-gatal. Lebih sial lagi, Ou Yang Khe pun terlilit ranting pohon persik dan membuatnya tak bisa kabur.


Huang Rong memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari Guo Jing di dalam gua. Guo Jing yang baru selesai berlatih kungfu “9 Bulan” tampak sangat gembira karena sang kekasih datang menemuinya. 

“Jing Gege...Jing Gege...” panggil Huang Rong dengan lantang. 
“Rong’er.” Ujar Guo Jing dengan ekspresi gembira saat mendengar suara kekasih kecilnya.


Guo Jing segera berlari menyambut sang kekasih seraya tersenyum gembira dan memeluk gadis itu erat begitu Huang Rong masuk ke dalam gua. Huang Rong segera berlari ke dalam pelukan Guo Jing dan balas memeluk kekasih tercintanya dengan erat penuh kerinduan.


“Rong’er, ayahmu tidak menyulitkanmu, kan?” tanya Guo Jing cemas seraya membelai rambut panjang Rong’er. 
“Ayahku ingin aku menikah dengan Racun Kecil.” Jawab Huang Rong dengan cemberut. 


“Hah? Ayahmu menyuruhmu menikah dengan Ou Yang Khe?” ulang Guo Jing dengan ekspresi sedih. Dia mendadak menjadi murung.


“Putri Sesat Timur adalah Sesat Kecil. Keponakan Racun Barat adalah Racun Kecil. Sesat Kecil menikah dengan Racun Kecil benar-benar pasangan serasi.” Jawab Bocah Tua Nakal dengan tertawa terbahak-bahak, membuat Guo Jing semakin sedih.

“Bocah Tua Nakal, kalau kau sembarangan bicara lagi, aku akan menyuruh Ou Yang Feng melepaskan ular untuk menggigitmu.” Ujar Huang Rong dengan galak, membuat Bocah Tua Nakal menjadi takut.


“Jing Gege, apa pun yang terjadi, aku pasti tidak akan menikah dengan Racun Kecil. Sudah kuputuskan, kita pergi bersama meninggalkan Pulau Persik.” Jawab Huang Rong penuh tekad, membuat Guo Jing kembali bersemangat.

“Baik. Sekarang juga aku akan membawamu pergi.” Jawab Guo Jing bertekad. Dia tidak rela melihat gadis yang dicintainya menikah dengan pria lain.

“Tidak bisa. Tadi kita sudah bersumpah menjadi saudara. Jika kau pergi, aku akan mati di depanmu. Jika aku mati, kau juga harus ikut aku mati. Jika tidak, Langit akan menghukummu.” Ujar Bocah Tua Nakal melarang. 

“Kakak, sekarang ada Rong’er keadaannya berbeda. Aku benar-benar tidak bisa tinggal di sini dan menemanimu bermain.” Jawab Guo Jing menolak. Dia tidak akan demi Chou Pho Tong mengabaikan sang kekasih dan melihatnya menikah dengan pria lain. Orang yang baru kenal vs pacar, jangankan Guo Jing, kalian aja juga pasti lebih milih pacar, kan? ^_^

“Baik. Kalau begitu kau bantu aku kalahkan Sesat Huang dulu. Kita memakai “Tangan Kiri Melawan Tangan Kanan” sama dengan 4  orang melawan satu orang. Sesat Huang pasti kalah.” Usul Bocah Tua Nakal.

Tapi Guo Jing memberikan jawaban CERDAS. 
“Kakak, sebenarnya tidak perlu 4 orang, juga tidak perlu aku. Kau sendiri menggunakan “Tangan Kiri Melawan Tangan Kanan” bukankah sudah merupakan 2 Chou Pho Tong? Dengan menggabungkan 2 Chou Pho Tong, kemungkinanmu untuk mengalahkan Ketua Huang jauh lebih besar.” Jawab Guo Jing, memberikan jawaban polos namun sangat cerdas.

Note : See? Lihat, kan? Guo Jing itu TIDAK BODOH! Nih bukti lain kalau Guo Jing itu TIDAK BODOH. Chou Pho Tong aja gak kepikiran kan kalau menggunakan ilmu “Tangan Kiri Melawan Tangan Kanan”, secara gak langsung itu merupakan 2 Chou Pho Tong. Tapi Guo Jing kepikiran loh. Aslinya kan dia memang TIDAK BODOH, HANYA Sedikit LAMBAN berpikir (alias lola dikit kadang-kadang).

Chou Pho Tong tampak senang dengan usul Guo Jing dan saat dia berputar-putar dengan gembira itulah, Huang Rong segera menyeret sang kekasih pergi meninggalkan gua. Tapi akhirnya Chou Pho Tong segera menyusul mereka.

Saat akan melarikan diri, Guo Jing dan Huang Rong mendengar suara Pengemis Utara, Hong Chi Khong yang telah datang ke Pulau Persik untuk memenuhi permintaan Guo Jing. Di saat yang bersamaan, Huang Yao Shi juga telah tiba di sana.


Tapi ekspresinya langsung berubah kesal saat melihat Guo Jing juga ada di sana. Guo Jing pun yang awalnya tersenyum gembira melihat kedatangan sang guru, mendadak menjadi tegang karena kemunculan sang calon mertua yang memandangnya dengan sinis dengan pandangan mata meremehkan.


Huang Rong yang melihat sang ayah datang, segera berlari menghampirinya dan mencoba merayunya. 
“Ayah, lihat siapa yang datang.” Ujar Huang Rong dengan manja. 
“Rong’er, kenapa kau memanggil Saudara Chi sebagai guru?” tanya sang ayah bingung saat melihat Hong Chi Khong ada di sana. 


“Saudara Yao, begini...Ada masalah yang aku belum rundingkan denganmu tapi sudah kuputuskan sendiri. Aku minta maaf lebih dulu.” Ujar Pengemis Utara merendah. 

“Sudahlah. Tidak perlu sungkan, Saudara Chi.” Huang Yao Shi menjadi sungkan saat melihat seorang Pendekar seperti Pengemis Utara meminta maaf hanya karena hal kecil.


“Kau bagaimana bisa memiliki putri seperti ini? Sangat cantik, sangat pintar juga sangat jago memasak banyak makanan yang enak. Kau tahu tidak? Semua masakan yang enak dihidangkan di depan mataku, mana mungkin aku bisa tahan? Aku saja sampai lupa margaku. Dia ingin jadi muridku, jadi aku terima saja.” Ujar Hong Chi Khong, memuji Huang Rong di depan sang ayah. Huang Yao Shi tentu sangat bangga mendengar putri kesayangannya dipuji oleh seorang Pendekar Hebat.

“Putriku bisa menjadi murid Saudara Chi, itu adalah sebuah keberuntungan.” Sahut Huang Yao Shi merendah seraya tersenyum bangga pada putrinya.


“Tidak begitu juga. Saudara Yao, kungfumu sangat tinggi. Tentu saja kungfuku juga tidak buruk, tapi belum giliranku. Dia putrimu, kau ayahnya. Tapi dia bersikeras memanggilku guru dan banyak masak makanan yang enak untukku, jadi aku ajari saja sedikit ilmu kungfu pengemis, benar kan?.” Pengemis Utara lagi-lagi merendah seraya menoleh pada Guo Jing yang menjawabnya dengan tersenyum ceria.

“Ayah, guru juga menerima kakak Jing menjadi murid dan mengajarinya 18 Jurus Penakluk Naga.” Ujar Huang Rong menjelaskan, dengan harapan sang ayah bersedia memandang Pengemis Utara dan mengampuni nyawa Guo Jing. Dan syukurlah hal tersebut berhasil.


“Kau ini sangat beruntung, bisa memiliki Saudara Chi sebagai gurumu.” Ujar Huang Yao Shi dengan penuh sindiran halus. Mendadak Chou Pho Tong muncul dan membuat keonaran. 

Huang Yao Shi ingin mengejar tapi Hong Chi Khong menghalanginya dengan alasan sebagai Tuan Rumah yang baik, Huang Yao Shi harus menjamunya yang sudah jauh-jauh datang kemari. Demi memandang Pengemis Utara, Huang Yao Shi pun melepaskan Bocah Tua Nakal. 

“Guru, bagaimana kau bisa datang kemari? Rong’er sangat merindukan Guru.” Rayu Huang Rong pada Hong Chi Khong.


“Merindukanku? Yang aku lihat kau hanya merindukan Kakak Jing-mu.” Jawab Hong Chi Khong seraya melirik Guo Jing dan seketika Huang Rong tersenyum malu-malu. Sementara Huang Yao Shi yang mendengar kalimat itu, kembali memandang Guo Jing dengan ekspresi tidak suka.

“Aku kemari demi Kakak Jing-mu.” Bisik Pengemis Utara pada sang murid perempuan.

“Saudara Yao, lihat muridku ini. Beraninya dia membuatmu marah. Kau ini siapa? Kau ini Pendekar Besar, terpelajar, kungfumu sangat tinggi. Kau lihatlah dia yang kecil ini, jangan begitu perhitungan padanya.” Ujar Hong Chi Khong, memuji Huang Yao Shi dan berpura-pura memarahi muridnya.

“Baiklah. Karena aku memandang Saudara Chi, jadi aku biarkan dia tinggal beberapa hari di Pulau Persik.” Jawab Huang Yao Shi, melepaskan Guo Jing demi sang guru. 

“Terima kasih, Ketua Huang.” Ujar Guo Jing gembira. 
“Tidak perlu.” Jawab Huang Yao Shi sinis.

 

Kemudian terdengar lagi suara Ou Yang Khe meminta tolong. Huang Yao Shi tahu ini pasti ulah putrinya, tapi karena ada Hong Chi Khong di sana, diapun membiarkannya. 
“Kau antar Saudara Chi, nanti ayah menyusul.” Ujar Huang Yao Shi lalu segera pergi menolong Ou Yang Khe.


Setelah Huang Yao Shi pergi, Huang Rong mulai bercerita pada sang guru mengenai rencana perjodohannya dengan Ou Yang Khe (curhat gitu). 

“Guru, Ayahku ingin aku menikah dengan Racun Kecil.” Ujar Huang Rong dengan cemberut. 
“Ayahmu ingin kau menikah dengan Racun Kecil?” ulang Hong Chi Khong seolah meyakinkan pendengarannya.

“Rong’er harus bagaimana?” Huang Rong meminta sang guru untuk membantunya. 
“Menikah saja dengan Racun Kecil.” Jawab Pengemis Utara dengan entengnya, sengaja mengetest muridnya. 

 

“Guru, tolong jangan bercanda dengan Rong’er.” Ujar Huang Rong, memprotes keras. 
“Guru tidak bercanda.” Jawab Hong Chi Khong dengan ekspresi serius.


“Guru, tidak bisa!” kali ini Guo Jing yang menyuarakan protesnya. 
“Kenapa tidak bisa?” Hong Chi Khong kembali menguji. 


“Karena...Karena guru tahu kalau aku menyukai Rong’er.” Ujar Guo Jing dengan ekspresi sedih seraya menatap Rong’er. Huang Rong tersenyum gembira begitu mendengar lagi Guo Jing mengungkapkan perasaannya. 

 

Guo Jing adalah orang yang jujur. Kalau dia suka, dia akan bilang suka. Sebaliknya, kalau dia tidak suka, dia pasti akan bilang tidak suka.

Hong Chi Khong tersenyum senang mendengar sang murid mengakui perasaannya dengan jujur. Dia menatap muridnya pengertian, “Kau ini tidak bodoh. Tenang saja. Asalkan ada aku Pengemis Tua, aku tidak akan ijinkan Huang Yao Shi menikahkan mereka.” Hong Chi Khong memberikan jaminan. 

“Terima kasih, Guru.” Ujar Guo Jing dan Huang Rong serentak dengan tersenyum lega.


Lalu bagaimana dengan nasib Ou Yang Khe? Lihat aja sendiri deh. Penulis malas menulis adegan gak penting yang gak ada Guo Jing-nya hehehe ^_^ Karena salah satu alasan aku menyukai versi adaptasi terbaru ini adalah pemeran Guo Jing-nya yang ganteng dan imut *lirik William Yang*, jadi kalau gak ada hubungannya dengan Guo Jing, skip aja langsung.

Episode berikutnya adalah Pertandingan 3 babak Memilih Menantu. Walaupun sudah tahu kalau Guo Jing yang akan menang, tapi kisah ini tetap menarik untuk diikuti apalagi bila ada modifikasi kecil yang super kreatif yang membuat serial ini menjadi lebih romantis dan manis, khususnya untuk karakter Guo Jing.

So, see you next episode...

Berikutnya : Episode 23

Written by : Liliana Tan 
NOTE : DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS !!! 
Credit Pict : WEIBO ON LOGO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads