Akhirnya, adegan di ruang rahasia telah
selesai. Kali ini, kita beralih pada pertemuan kembali Guo Jing dengan sang
Tunangan. Yup, si Putri Mongol Hua Cheng muncul kembali di episode ini. Ini
adalah adegan yang menguras emosi penonton (khususnya aku) dan bikin geregetan
saat Guo Jing memutuskan untuk menepati janjinya menikahi Hua Cheng daripada
memilih untuk memperjuangkan cintanya pada Huang Rong. Walaupun pemeran Huang
Rong yaitu Li Yi Tong kalah cantik jika dibandingkan dengan pemeran Putri
Mongol – Hua Cheng, namun tetap saja karakter Hua Cheng terlihat menyebalkan,
tidak peduli walaupun pemerannya sangat imut dan cantik, tetap saja membuat
penonton merasa sebal.
Oh ya, bagiku ukuran sebuah film yang
bagus adalah jika kita sudah melihat film tersebut berkali-kali dan tahu
endingnya seperti apa, namun sebagai penonton kita masih merasa kesal dan sedih
sendiri atas apa yang dialami sang tokoh utama alias mengocok emosi penonton,
itu berarti bahwa Film tersebut memang film yang bagus dan layak dijadikan
rekomendasi. Seperti dalam kasusnya “Legend Of The Condor Heroes
2017” ini.
Gak semua versi LOTCH dapat mengocok
emosiku loh, versi 2008 Hu Ge dan Ariel Lin sama sekali tidak mengocok emosi
penonton karena sejak awal aku gak suka Ariel Lin yang tembem dan gendut, hal
yang sama juga terjadi pada LOTCH 1983 yang walaupun Hua Cheng-nya jauh lebih
menyebalkan karena selalu mengancam ingin bunuh diri, namun karena aku gak suka
karakternya Huang Rong versi Barbara Yung yang jahat dan sadis, jadinya gak
mengocok emosi sama sekali.
Tapi karena LOTCH 2017 ini karakter
Huang Rong-nya sangat manis dan baik hati, jadinya walaupun Li Yi Tong masih
kalah cantik dibandingkan sang Putri Mongol, namun mampu membuatku selaku
penonton berpihak padanya. Kasian gitu rasanya waktu Guo Jing memilih menikahi
Hua Cheng T___ Poor Rong’er 0__0 Itu sebabnya aku memberi judul rekap kali ini “Stupid Mistake”, karena Guo Jing telah
membuat KESALAHAN BODOH dengan memilih menepati janjinya menikahi Hua Cheng,
keputusan yang kelak akan dia sesali, namun untungnya pengkhianatan Mongol
membuat Guo Jing tak perlu menepati janjinya.
Saat Guo Jing dan Huang Rong akan
berpamitan pada keenam guru Guo Jing dan Huang Yao Shi karena ingin merebut
kembali Tongkat Pemukul Anjing dari tangan Yang Kang, tiba-tiba saja muncul
sepasang rajawali putih milik Guo Jing, yang seolah-olah memberitahu Guo Jing
bahwa para utusan Mongol ada di sekitar sana.
“Gawat! Hua Cheng dalam masalah.” Ujar
Guo Jing yang mengerti sinyal tanda bahaya itu.
Huang Rong terdiam mendengarnya, dia
seolah mendapat firasat bahwa sesuatu yang buruk pasti akan terjadi pada
hubungan mereka.
Dan benar saja, Chiu Chian Ren (PALSU)
menangkap Hua Cheng, Tuo Li dan Jebe di tengah hutan. Untunglah Guo Jing dan
yang lainnya datang ke sana untuk membebaskan mereka. Hua Cheng yang gembira
melihat Guo Jing datang menyelamatkannya, spontan memeluk Guo Jing erat. Dan
kali ini, Guo Jing pun membalas pelukan Hua Cheng (mungkin karena lega melihat
gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik kandung baik-baik saja)
Huang Rong yang melihat Guo Jing
memeluk Hua Cheng hanya menatap diam dan memendam sakit hati dan rasa
cemburunya dalam hati, karena sang ayah ada di sana. Huang Rong takut ayahnya
akan semakin marah dan kembali membenci Guo Jing. Huang Rong mencoba mengerti
bahwa Guo Jing hanya memeluk Hua Cheng seperti kakak memeluk adiknya.
Demi mengalihkan rasa cemburunya, Huang
Rong melampiaskan kekesalannya pada Chiu Chian Ren. Dia menghajar Chiu Chian
Ren dan menamparnya berkali-kali tanpa Chiu Chian Ren mampu membalas.
Chiu
Chian Ren yang kalah akhirnya mengarang kebohongan kalau Huang Rong sudah
terkena luka dalam saat menamparnya tadi. Dia sengaja tidak mau memukul Huang
Rong karena tidak tega melihat wajah cantik dan kulit gadis itu yang seputih
salju menjadi babak belur.
Tapi saat Guo Jing berkata, “Kalau
begitu lawan aku saja!”, Chiu Chian Ren langsung berpura-pura kebelet pipis
untuk menghindari bertarung dengan Guo Jing. Guru Kedua Guo Jing pun iseng
memberikan beberapa helai daun (entah untuk apa) sekaligus mencuri beberapa
barang milik Chiu Chian Ren, termasuk pisau palsu yang bisa ditusukkan ke perut
tanpa terluka juga plat Ketua Tapak Besi yang dicuri Chiu Chian Ren (PALSU)
dari Chiu Chian Ren (Asli) agar penyamarannya tidak ketahuan.
Singkat cerita, Chiu Chian Ren (PALSU)
kabur karena ketakutan. Dan tibalah saatnya kita nge-drama dulu. Ini adalah
adegan PALING MENYEBALKAN BAGIKU karena ini adalah saat-saat di mana Guo Jing
dengan berat hati dan terpaksa memilih menepati janjinya untuk menikah dengan
Hua Cheng. Karena Guo Jing berpikir bahwa pria sejati HARUS menepati janji yang
sudah dia ucapkan, apalagi melihat Tuo Li sempat berniat memutuskan tali
persaudaraan mereka. Guo Jing yang memang sangat jujur dan memegang teguh
prinsip, akhirnya berkata akan tetap menikahi Hua Cheng walaupun dalam hatinya
HANYA ADA RONG’ER.
Note : Mungkin perasaannya Guo Jing
sama kayak lagunya Gareth Gates – Stupid Mistake. “Anyone can hurt someone
they love, my heart will break, cause I made the STUPID MISTAKE. She means nothing to me...Nothing to me. I swear every words is true...Don't wanna lose you.” Itu
sebabnya judul artikelnya “STUPID MISTAKE”, ya... Aslinya kalau nonton rerun,
adegan ini bakal ku SKIP, tapi berhubung lagi bikin rekap potongan adegan,
jadinya terpaksa ditonton walaupun aslinya sebel banget sama Hua Cheng dan
kasihan sama Rong’er hiks T__T
“An Ta, apa kau sudah menemukan
pembunuh ayahmu? Kapan kau akan pulang ke Mongol? Khan Agung menunggumu pulang
untuk menikah dengan adikku.” Ujar Tuo Li tanpa tahu apa-apa.
Mendengar ini, Guo Jing menjadi merasa
bersalah. Apalagi Huang Yao Shi juga mulai menginterogasi sang calon menantu
tentang hubungannya dengan Hua Cheng dan memintanya memilih dengan tegas.
“Guo Jing, apakah ini gadis yang pernah
dijodohkan denganmu?” tanya Huang Yao Shi dengan galak.
“Benar.” Jawab Guo Jing jujur.
“Bukankah kau bilang di hatimu hanya
ada Rong’er?” tanya Huang Yao Shi lagi.
Mendengar ini, Tuo Li tampak tak
terima. “An Ta.“
“Baik, aku sementara ini percaya
cintamu pada Rong’er. Kau sekarang beritahu mereka, kau takkan kembali ke
Mongol dan menjadi Menantu Pisau Emas. Tidak akan bertemu dengan Nona ini
lagi.” Ujar Huang Yao Shi tegas, meminta Guo Jing memilih.
“Hua Cheng dan aku tumbuh besar bersama
di Mongol. Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Jika tak ijinkan aku
bertemu dengannya, aku pasti akan merindukannya.” Jawab Guo Jing dengan jujur.
Note : Guo Jing jelas-jelas berkata bahwa dia
HANYA MENGANGGAP HUA CHENG SEBAGAI ADIK, dan Hua Cheng juga mendengar sendiri
dari mulut Guo Jing bahwa Guo Jing HANYA menganggapnya adik, tapi Hua Cheng
masih tetap tidak mau mengerti dan memaksakan pernikahan. Ini yang membuat
karakter Hua Cheng menjadi menyebalkan T__T
“Kau ingin bertemu siapa, aku tidak
peduli. Aku percaya, kau takkan pernah mencintainya.” Jawab Huang Rong dengan
pengertian. (Rong’er gadis yang pengertian, ini yang membuat penonton berpihak
padanya)
“Begini saja, hari ini aku ada di sini.
Kakaknya juga ada di sini. Keenam gurumu juga ada di sini. Kau dengan jelas
beritahu mereka, yang ingin kau nikahi adalah putriku bukan gadis mongol ini.
Biarkan dia cepat membatalkan pernikahan.” Seru Huang Yao Shi, meminta Guo Jing
memilih dan membuktikan cintanya pada Rong’er.
“Guo Jing, apa kau benar ada perasaan
cinta pada Nona ini?” tanya Tuo Li pada Guo Jing, yang dijawab dengan anggukan
mantap oleh Guo Jing sendiri.
“Hari itu Khan Agung sudah mengangkatmu
menjadi Menantu Pisau Emas di Mongol, apa kau sudah lupa?” Tuo LI juga mendesak
Guo Jing untuk memilih adiknya.
“Aku tidak lupa.” Jawab Guo Jing.
“Kalau begitu kau pulanglah bersamaku
ke Mongol.” Ujar Tuo Li tak mau tahu perasaan Guo Jing.
“Kalian jangan memaksanya lagi. Dalam
hati Guo Jing tak pernah ada aku. Biar saja aku kembali ke Mongol sendiri, di
Mongol masih ada jutaan pria hebat yang mau menikahiku.” Jawab Hua Cheng,
sengaja membuat Guo Jing semakin merasa bersalah.
“Guo Jing, jika kau tidak menginginkan
adikku, kami juga takkan memohon padamu. Dulu kau pernah menyelamatkanku dan
Ayah, budi dendam ini sangat jelas. Aku pasti akan merawat ibumu baik-baik.
Jika kau ingin menjemputnya pergi, aku akan meminta orang untuk mengantarnya
baik-baik. Tidak akan ada niat sama sekali untuk menghalangi. Pria sejati harus
menepati janji, kau tenang saja. Tapi hubungan persaudaraan kita, berakhir di
sini.” Ujar Tuo Li panjang kali lebar sama dengan tinggi, seraya meraih sebuah
anak panah dan mematahkannya, sebagai tanda putusnya hubungan persaudaraan
mereka.
“Mulai hari ini, aku bukan saudaramu
lagi. Hua Cheng, Guru, kita pergi.” Tambahnya lagi, membuat Guo Jing merasa
bersalah.
“Guo Jing, kau sungguh mengecewakanku.”
Tambah Guru Jebe.
“Jing’er, masalah lain, kami bisa bantu
kau membuat keputusan. Tapi untuk yang satu ini, Guru hanya bisa berkata bahwa
sebagai manusia, kita tidak boleh melupakan hubungan persaudaraan. Pria sejati
harus menepati janji yang sudah dia ucapkan.” Tambah Guru Kesatu Guo Jing.
Guo Jing pun akhirnya memutuskan untuk
menepati janji menikahi Hua Cheng HANYA KARENA MEMANDANG TUO LI semata,
mengingat hubungan persaudaraan mereka, BUKAN KARENA dia benar-benar ingin
menikah dengan HUA CHENG.
“Aku sudah pikirkan baik-baik. Tuo Li
An Ta, Guru Jebe, Ketua Huang, keenam Guru, aku akan menepati janjiku menikah
dengan Hua Cheng.” Ujar Guo Jing memutuskan. Dia membuat kesalahan bodoh yang
pastinya akan dia sesali nantinya.
“Guo Jing, apa benar yang kau katakan?”
tanya Hua Cheng dengan gembira.
(Nih cewek bego amat. Udah tahu tunangannya gak
cinta, masih maksa).
Guo Jing hanya menjawab dengan anggukan lemah. Hua Cheng
menggenggam tangan Guo Jing, tapi Guo Jing dengan cepat melepaskan genggaman
tangan Hua Cheng di tangannya.
“Pernikahanku dengan Hua Cheng, aku
sendiri yang menyetujuinya. Benar apa yang dikatakan Tuo Li An Ta, pria sejati
harus menepati janji. Jika aku sudah setuju, maka aku harus melakukannya. Hari
ini walau Rong’er membenciku, Ketua Huang ingin membunuhku, aku akan tetap
menepati janjiku.” Ujarnya tegas walau dalam hatinya terluka.
“Masalah ini sangat mudah. Biar kubunuh
saja gadis mongol ini, maka takkan ada masalah lagi.” Ujar Huang Yao Shi
memutuskan. Dia tidak rela melihat putrinya bersedih.
“Ayah.” Huang Rong segera menghalangi
sebelum sang ayah bertindak.
“Jika kau membunuhnya, Jing Gege pasti
akan membenciku seumur hidup. Walau aku tak bisa bersamanya, aku juga tak ingin
dia membenciku.” Ujar Huang Rong menghalangi.
“Jing Gege, apa kau sudah pikirkan
baik-baik?” tanya Rong’er seraya menatap mata Guo Jing penuh rasa luka.
“Rong’er, maaf.” Guo Jing ingin
mengatakan yang lebih banyak lagi tapi Huang Rong memotong kalimatnya.
“Aku mengerti. Kalian berdua memang
pasangan serasi. Kalian bagaikan sepasang rajawali putih di gurun. Sementara
aku, hanyalah seekor walet kecil.” Ujar Huang Rong sedih, menahan air matanya
agar tidak menetes.
“Aku tidak bisa melanggar janjiku.
Rong’er, cintaku padamu, kau tahu dengan jelas.” Ujar Guo Jing tegas.
“Lalu kenapa kau masih ingin
menikahinya?” tanya Huang Rong dengan sedih.
“Aku memang bodoh. Banyak hal yang
tidak kumengerti, tapi yang kutahu, jika sudah berjanji maka kita harus
menepatinya.” Jawab Guo Jing, tak bisa menarik keputusannya.
Note : Duh, nih Hua Cheng uda
jelas-jelas mendengar ungkapan hati Guo Jing yang mengatakan pada Rong’er bahwa
cintanya pada Rong’er sudah sangat jelas, tapi tetep aja keukeuh memaksa Guo
Jing untuk menikahinya. Mungkin bagi Hua Cheng, yang terpenting adalah
memisahkan Guo Jing dan Huang Rong dulu. Yang lain, pikirkan belakangan...
“An Ta, jika kau sudah pikirkan
baik-baik, maka pulanglah bersamaku.” Ujar Tuo Li.
“Aku sekarang masih tak bisa pulang.
Aku masih belum menemukan Wan Yen Hong Lieh dan membalas dendam ayahku.” Jawab
Guo Jing menolak.
“Guo Jing, kau mau pergi mencarinya,
biarkan aku ikut bersamamu.” pinta Hua Cheng yang tentu saja ditolak oleh Guo
Jing.
“Aku masih belum tahu dia di mana. Tapi
aku sudah berjanji pada Guru Hong untuk pergi ke Yue Chou dan menghadiri
pertemuan Partai Pengemis. Satu bulan kemudian, aku baru akan kembali.” Jawab
Guo Jing, menolak halus.
Note : padahal saat Rong’er meminta
ikut bersamanya, Guo Jing tanpa berpikir panjang spontan menjawab, “Baik.
Selamanya kita tidak akan berpisah.” Jelas banget itu hanya alasan agar Hua
Cheng tak ikut pergi bersamanya.
“Baik. Guo Jing, kalau begitu aku akan
menunggumu di Ling An. Hari ini tanggal 6 Juli, sebulan kemudian tanggal 6
Agustus, kita berjanji bertemu di Ling An. Lalu kau kembali ke Mongol
bersamaku, bagaimana?” Hua Cheng memberikan usul. Guo Jing pun mau tak mau
menyetujuinya.
“An Ta, kalau begitu kami pamit dulu.
Sampai jumpa di Ling An.” Ujar Tuo Li sebelum pamit pergi bersama Hua Cheng dan guru Jebe.
Note : Pergi sana! Duh,
nyebelin banget nih Putri satu. Emang cantik sih, tapi nyebelin. Untung aja
endingnya Guo Jing balik ma Huang Rong. Jangan jadi kayak Thio Bu Kie ya, Guo
Jing. Pengkhianat Bangsa. Lebih memilih Putri Mongol daripada rakyatnya yang
terjajah. Iya juga sih, Bu Kie kan gak kenal rakyat, tapi Thio Beng kan dia
kenal. Apalah artinya rakyat? Sama kek Yang Guo (Yo Ko), EGOIS BODO AMAT
>__< )
Setelah orang-orang Mongol itu pergi
dari sana, Huang Yao Shi pun mengajak putrinya pergi juga.
“Rong’er, kita pulang. Kelak, jangan
bertemu lagi dengan bocah ini.” ujar Huang Yao Shi pada putrinya, mengajaknya
pulang dan melarangnya bertemu lagi dengan Guo Jing.
“Ayah, aku masih harus pergi ke Yue
Chou. Aku sudah berjanji pada Guru.” Jawab Huang Rong, menolak pulang.
“Sampai saat ini, kau masih ingin
bersamanya ke Yue Chou?” tanya Huang Yao Shi tak percaya.
“Aku
sudah pikirkan dengan jelas. Dia mau menikahi orang lain, aku juga akan
menikahi orang lain. Yang terpenting adalah di dalam hatinya hanya ada aku
seorang, dan di hatiku juga hanya ada dia seorang.” Jawab Huang Rong.
Guo
Jing spontan menatapnya tak rela saat mendengar Huang Rong berkata bahwa Huang
Rong juga akan menikahi pria lain.
Note : Maksud
loe apa sih, Jing Gege? Masak loe nikahin Hua Cheng tapi Rong’er suruh jomblo
terus gak boleh nikah ma orang lain juga? Gak adil dong ya. Bagus juga cara
mikirnya Rong’er, ”Loe boleh nikah, gue juga boleh dong, ya? Kita satu sama".)
“Dia
tak punya perasaan, untuk apa kau masih memikirkannya?” tanya Huang Yao Shi,
tak percaya.
“Tapi
aku ingin bersama Kakak Jing lebih sehari lagi. Mendapatkan kebahagiaan lebih
sehari lagi, menciptakan kenangan indah lebih sehari lagi.” Jawab Rong’er keras
kepala.
Huang
Yao Shi hanya bisa pasrah melihat putrinya yang keras kepala. Keenam guru Guo
Jing pun tampak kasihan pada Huang Rong karena melihat mereka berdua saling
mencintai namun tak bisa bersama.
Di
tengah perjalanan, sepasang “kekasih” tersebut, berteduh di bawah sebuah rumah
kosong untuk menghindari hujan.
“Rong’er,
maafkan aku. Kau bencilah aku saja.” Ujar Guo Jing merasa bersalah.
“Rong’er
tidak benci Kakak Jing. Jika tahu begini, lebih baik kita tak perlu kembali
kemari dan tetap tinggal di pulau terpencil itu. Dengan begini, kita tak perlu
seperti ini.” jawab Huang Rong pengertian.
Note
: Huang Rongnya baik banget dan pengertian. Walau Li Yi Tong kalah cantik
dibandingkan dengan si Putri Mongol tapi melihat karakternya yang selalu
mengalah dan begitu pengertian, membuat penonton merasa iba dan takkan bisa
membenci karakternya. Malah berbalik jadi kasihan. Padahal dulu sebelum
menonton DVDnya, aku sempat berpihak pada Hua Cheng karena pemerannya sangat
cantik dan berharap Guo Jing ma Hua Cheng aja. Tapi setelah nonton DVDnya, aku
kembali pada selera awal, kalau sudah benar banget Guo Jing balik ma Huang Rong
karena Hua Cheng menyebalkan. Tak peduli secantik apa pun pemeran Putri Mongol,
tapi Rong’er tetap kasihan. Li Yi Tong sukses mendapatkan simpati publik, di
Forum International pun, banyak netijen yang benci pada karakter si Putri
Mongol.
“Tuhan,
kenapa Kau permainkan aku seperti ini? Sesuatu yang ingin kulakukan, tapi aku
tak bisa melakukannya. Sedang sesuatu yang tidak ingin aku lakukan, aku
terpaksa harus melakukannya. Kenapa?” Guo Jing hanya bisa menyalahkan Tuhan
karena mempermainkannya seperti ini.
“Kalau
begitu, kenapa saat itu kau menyetujui pernikahan itu?” tanya Huang Rong
penasaran.
“Saat
Khan Agung mengatur pernikahan itu, Aku masih tak tahu apa itu cinta. Aku baru
mengetahuinya saat aku bertemu denganmu, Rong’er. Saat itulah aku baru mengerti
apa itu mencintai seseorang.” Ujar Guo Jing seraya menggenggam kedua tangan
Huang Rong. Sebuah pengakuan yang membuat Huang Rong tersentuh dan tersenyum
bahagia. Setidaknya dia tahu bahwa cinta Guo Jing hanya untuknya.
“Salahkan
saja Tuhan. Salahkan Dia yang tidak membuat Rong’er bertemu Kakak Jing lebih
awal.” Jawab Huang Rong, mencoba menghibur dirinya.
“Dulu,
aku sering mendengar orang-orang berkata, kehilangan cinta rasanya hati bagai
ditusuk pedang. Tapi aku sama sekali tak mengerti bagaimana rasanya. Hingga
hari ini, aku akhirnya mengerti. Hanya memikirkan akan berpisah dengan Rong’er,
hatiku bagaikan ditusuk ribuan pedang.” Ujar Guo Jing, menjelaskan isi hatinya
dan apa yang dia rasakan saat ini.
Mendengar
pengakuan cinta Guo Jing, Huang Rong tiba-tiba saja berlari ke tengah hujan.
Guo Jing spontan berlari mengejarnya dan memayunginya dengan topi petani yang
lebar dan terbuat dari kayu. (maklum belum beli payung ^_^)
“Rong’er,
kau ini sedang apa?” tanya Guo Jing tak mengerti saat melihat “kekasih”nya
berlari ke tengah hujan.
“Hujan
sederas ini, tak ada gunanya berlindung. Walaupun kita berteduh di sana, tetap
saja akan basah.” Jawab Huang Rong tak peduli. Dia mengibaratkan hubungan
mereka sama seperti hujan deras ini. Mau menghindar pun tak ada gunanya. Mereka
tetap harus menjalaninya.
“Jing
Gege, jika ini adalah takdir kita, tak ada seorangpun yang bisa mengubahnya.
Hari-hari bersamamu, terlewati sehari maka akan berkurang sehari. Kita harus
menghargai setiap detik yang kita miliki setiap hari. Kita harus lewati
hari-hari terakhir yang kita miliki dengan penuh kegembiraan. Bersama sehari,
bergembira sehari.” Lanjut Huang Rong dengan ceria seraya melemparkan topi
petani yang digunakan Guo Jing untuk memayunginya.
“Baik.
Bersama sehari, bergembira sehari.” Ujar Guo Jing setuju. Kemudian dia
menggendong sang kekasih dan membawanya berputar-putar di tengah hujan seraya
tertawa lepas.
Mereka sudah memutuskan untuk membuat kenangan indah setiap hari
yang penuh dengan kegembiraan, sebelum akhirnya kelak mereka berpisah.
Sepasang
kekasih ini kemudian tiba di sebuah penginapan, yang lagi-lagi mereka tidur
satu kamar. (Ehem, Guo Jing uda pernah merasakan gairah pria ingin memiliki
Rong’er, tapi masih berani tidur satu kamar, ya? Gimana kalau tiba-tiba
mendadak “pengen” lagi? Hebat banget pengendalian dirinya Guo Jing. Salut
hihihi ^_^ Btw, Guo Jing ganti baju ke kostum favoritku. Ganti baju lagi?
Huang Rong aja masih belum ganti. Oh ya, di antara semua kostumnya Guo Jing,
aku paling suka yang ini. William Yang makin cakep memakai kostum yang ini.)
“Rong’er,
maaf. Lukisan yang kau berikan padaku, jadi basah.” Ujar Guo Jing menyesal.
“Coba
kulihat.” Ujar Huang Rong meminta lukisannya.
Dan saat mencoba mengeringkannya
itulah, dia menemukan tulisan di dalamnya yang intinya menunjukkan lokasi di
mana Kitab Perang Wu Mu kemungkinan besar disembunyikan.
Huang
Rong yang cerdas akhirnya mengetahui kemungkinan Kitab Perang Wu Mu
disembunyikan di Gunung Lima Jari setelah melihat gambar dalam lukisan yang
berbentuk seperti Lima Jari.
Guo
Jing dan Huang Rong akhirnya sampai di Yue Chou. Mereka berjalan dengan santai
seraya bergandengan tangan dan menuntun si Kuda Merah. Ke mana-mana selalu
berdua dan bergandengan tangan, siapa pun yang lihat pasti sudah bisa menebak
kalau mereka pacaran. Kalau gak pacaran, mana mungkin gandengan tangan ke
mana-mana? Gesture dan sikapnya gak bisa bo’ong, ya.
Kemudian
mereka sampai di sebuah rumah makan. Guo Jing bertanya tentang arti dari sebuah
puisi dan meminta pendapat Rong’er. Seperti biasa, Huang Rong yang tak mau
berpikir rumit, hanya berkata dengan sedih.
“Aku
tak terlalu memikirkan tentang kehidupan ini. Aku hanya tahu, kalau Jing Gege
tak ada di sisiku, aku pasti tidak akan pernah bahagia.” Sebuah jawaban yang
membuat Guo Jing merasa bersalah.
Kemudian,
mereka tak sengaja bertemu dengan Tetua Lu Yu Jiao yang merupakan pemimpin
kelompok baju kotor. Mereka sempat berbincang-bincang dengan akrab sebelum
secara tak sengaja, Huang Rong menyinggung Tetua Lu dan membuatnya pergi dengan
marah. (Tapi gak beneran marah kok. Tetua Lu bisa melihat bahwa Huang Rong
hanya seorang gadis kecil yang bicara sembarangan).
Yang
Kang dan 3 Tetua dari kelompok baju bersih pun juga datang ke rumah makan yang
sama (Macem sinetron, muncul semua di satu tempat ckckck...)
Huang
Rong berkata, “Apa enaknya memakai baju kotor dan bau? Memakai baju bersih
bukankah lebih nyaman?” tanya Huang Rong dengan nakalnya.
“Kau
ini Nona Muda dari keluarga Kaya, kau tentu akan meremehkan pengemis.” Seru Lu
Yu Jiao lalu pergi dengan marah.
“Kakak
Lu, Rong’er tidak bermaksud seperti itu.” Guo Jing berusaha membela kekasihnya.
“Sepertinya
aku sudah salah bicara dan membuat Tetua Lu marah. Kau pasti akan memarahi
Rong’er, kan?” tanya Rong’er dengan wajah tanpa dosa, membuat Guo Jing tidak tega
dan hanya menggelengkan kepalanya pasrah melihat kekasihnya yang nakal dan suka
bicara sembarangan.
Guo
Jing dan Huang Rong juga sempat bergurau dan saling menggelitik, tertawa dengan
gembira sebelum akhirnya datang tetua Pheng dari kelompok baju bersih yang
menghipnotis mereka sehingga membuat sepasang kekasih tersebut jatuh pingsan.
Setelah
sadar, mereka sudah dikurung di sebuah tempat yang mirip gudang dengan kedua
tangan dan kaki terikat. Tak hanya itu, Yang Kang pun tiba-tiba saja muncul di
sana.
Note : nih manusia pengkhianat bangsa ngapain muncul lagi? Benci banget
sama Yang Kang sebesar rasa benciku sama Anaknya yaitu Yang Guo (Yo Ko), si
“pahlawan” EGOIS yang NGUMPET DALAM KUBURAN >__<
Episode
berikutnya yaitu pertemuan partai Pengemis, di mana Yang Kang mengaku sebagai
Ketua Baru Kaypang dan berniat memindahkan base camp Kaypang dari Utara ke
Selatan. Apakah Huang Rong akan diam saja melihat Tongkatnya direbut dan
jabatannya diakui seenak jidat? Kita lihat di episode berikutnya...
So,
see you next episode...
Berikutnya : Episode 36
Blogger
Opinion :
Btw,
pemeran Putri Mongol Hua Cheng yaitu Dai Wen Wen memang adalah pemeran Putri
Mongol TERCANTIK dari semua adaptasi yang ada. Dulu saat serial ini belum resmi
ditayangkan dan hanya melihat melalui foto-foto Behind The Scene-nya, aku
sempat berpikir kalau Putri Mongol begini cantik dan imut, kok rasanya lebih
ingin Guo Jing memilih Putri Mongol, ya.
Tapi
setelah menonton serial ini secara langsung, akhirnya aku kembali pada
keputusan bahwa tidak peduli secantik apa pun pemeran Putri Mongol, karakternya
tetap menyebalkan.
Rasanya
sangat benci saat melihat adegan Guo Jing memilih menepati janjinya untuk
menikahi Hua Cheng daripada memperjuangkan cintanya pada Huang Rong. Dan Hua
Cheng sendiri, jelas-jelas dia tahu bahwa calon suaminya mencintai gadis lain,
kenapa dia seolah tidak peduli? Apa Hua Cheng sudah tak punya harga diri lagi?
Hua Cheng also makes THE STUPID MISTAKE !!!
Kedua
orang ini sama-sama melakukan KESALAHAN BODOH dalam hidup mereka. Guo Jing
jelas-jelas hatinya hanya mencintai Huang Rong tapi dia malah berjanji akan
menikahi wanita lain. Sementara Hua Cheng, jelas-jelas tahu bahwa dalam hati
pria yang akan dia nikahi HANYA ADA GADIS LAIN, tak ada tempat lagi untuknya,
kenapa harus memaksakan diri? Kenapa harus memaksa untuk menjalani pernikahan
TANPA CINTA? Apa Hua Cheng sebegitu bodohnya?
Atau
Hua Cheng berpikir asalkan dia bersama
Guo Jing setiap hari maka Guo Jing akan belajar mencintainya? Bukankah Hua
Cheng sudah bersama Guo Jing sejak kecil tapi tetap saja Guo Jing tidak bisa
mencintainya??? Kalau memang mereka berdua berjodoh, seharusnya Guo Jing sudah
jatuh cinta pada Hua Cheng sejak kecil, kan?
Jika
aku adalah Hua Cheng, aku pasti akan tersiksa lahir dan batin jika aku menikahi
seorang pria yang di dalam hatinya ada wanita lain. Bisa dibayangkan bagaimana
sakitnya seorang istri bila setiap malam dia tidur dengan seorang pria,
memeluknya namun dalam mimpinya, sang suami selalu memimpikan wanita lain dan
menggumamkan nama wanita lain dalam tidurnya. Merindukannya siang dan malam.
Apa Hua Cheng begitu bodoh hingga bersedia hidup dalam kebohongan pernikahan? Apa hatinya tidak akan merasa tersayat jika dia mendengar Guo Jing menggumamkan nama Huang Rong setiap malam dan merindukannya? Kenapa harus memaksakan sebuah pernikahan di mana tidak ada cinta di dalamnya? Bukankah itu hanya akan menyakiti diri si wanita sendiri? Tapi cinta memang buta, mungkin Hua Cheng berpikir asalkan dia memiliki tubuh Guo Jing di sisinya, dia tidak peduli pada hatinya.
REALLY A STUPID MISTAKE !!!!
Untung
saja Khan mendesak mati Ibu Guo Jing, jadi karena merasa bersalah, Hua Cheng
sendiri yang membatalkan pernikahan mereka dan membebaskan Guo Jing. Karena
jika tidak, Guo Jing selamanya pasti akan terperangkap dalam pernikahan tanpa
cinta.
Written
by : Liliana Tan
NOTE
: DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS
!!!
Credit
Pict : WEIBO ON LOGO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar