Akhirnya tibalah kita di
episode-episode terakhir menuju ending. Beberapa episode menuju ending ini akan
diwarnai dengan adegan romantis namun menyentuh dan menguras hati saat melihat
Guo Jing dan Huang Rong terpaksa berpisah karena sebuah kesalahpahaman. Guo
Jing dan Huang Rong untuk pertama kalinya akan berpisah dalam jangka waktu yang
lumayan lama akibat sebuah kesalahpahaman yang diciptakan Yang Kang dan Wan Yen
Hong Lieh. Episode-episode yang bikin baper dan penuh drama akan segera
dimulai.
Jadi, bagi yang merasa penasaran dengan
kelanjutan kisah ini. Mari kita simak potongan adegan di bawah ini... Buat yang
belum nonton, mungkin potongan adegan ini dapat memberikan sedikit gambaran.
Dan kisahpun berlanjut...
Guo Jing yang tak sengaja bertemu
dengan guru ketujuhnya, berlari dengan gembira ke loteng rumah makan untuk
menemui kelima gurunya yang lain. Enam Pendekar Jiang Nan juga terlihat sangat
gembira karena dapat bertemu kembali dengan sang murid tersayang, karena
terakhir kali mereka bertemu adalah di Desa Nia.
Sementara itu, Huang Rong yang menunggu
Guo Jing pergi membeli kue, minta kepada paman yang memainkan wayang untuk
mengajarinya lagu tentang Sampek Engtay (Liang Sam Pho dan Chu Ying Tay).
Note : Kalau gak tahu siapa itu Sampek
Engtay dan bagaimana kisahnya, cari di google aja. Kalau gak tahu, berarti main
loe kurang jauh, cuma sebatas Yoko doang tahunya ckckck...
Kembali ke rumah makan, guru ketiga Guo
Jing bertanya apa saja yang telah Guo Jing lalui sejak mereka berpisah di Desa
Nia, hingga dia menjadi begitu kurus. Guo Jing awalnya hanya tersenyum malu
tapi kemudian dia menjelaskan semua yang telah mereka lalui selama ini.
“Jing’er, kenapa hanya kau sendiri? Mana Rong’er?” tanya guru kedua, heran saat melihat muridnya hanya sendiri tanpa didampingi sang kekasih.
“Rong’er tiba-tiba ingin makan kue yang
terkenal di Jia Xing, jadi aku pergi membelinya. Tak disangka aku bertemu guru
ketujuh,” Jawab Guo Jing dengan senyum manisnya yang tampak gembira bisa
bertemu kembali dengan gurunya. (How sweet boyfriend...)
“Jing’er, bagaimana dengan pertemuan
Partai Pengemis di Yue Chou?” tanya guru kedua lagi dengan penasaran.
“Rong’er akhirnya menuruti perintah
Guru Chi Khong dan sekarang tetap menjadi Ketua Kaypang.” Jawab Guo Jing
menjelaskan.
“Tapi kami juga mengalami banyak
masalah. Rong’er pun hampir kehilangan nyawa saat terkena pukulan Ketua Partai
Tapak Besi Chiu Chian Ren.” Lanjut Guo Jing, wajahnya berubah sedih jika
mengingat kembali kejadian itu. Semua guru Guo Jing, termasuk guru kesatunya
juga tampak sangat terkejut dan prihatin.
Note : Sebenarnya mereka sudah menerima
Rong’er sebagai kekasih Guo Jing sejak gadis itu menyembuhkan luka Guo Jing di
Desa Nia, tapi sayang, lima dari mereka harus menjadi tumbal kejahatan Yang
Kang, jadi hanya tersisa satu yang sempat membenci Huang Rong karena
kesalahpahaman.
“Ada hal seperti ini?” tanya Guru kedua
prihatin.
Guo Jing pun melanjutkan ceritanya dan
menjelaskan semua yang dilaluinya bersama Huang Rong, termasuk saat Huang Rong
terluka parah akibat pukulan Tapak Besi Chiu Chian Ren, sehingga membuatnya
hampir kehilangan nyawa. Namun syukurlah mereka akhirnya bertemu dengan Biksu
Yideng yang menyembuhkan luka sang kekasih.
“Beruntung kalian selamat. Kalian beruntung
bertemu dengan Biksu Yideng. Rong’er juga sudah selamat.” Ujar guru kedua
dengan lega.
Setelah menanyakan keadaan Guo Jing,
keenam Pendekar Jiang Nan kemudian dengan gembira menceritakan masa kecil mereka
kepada Guo Jing dan Guo Jing mendengarkan dengan penuh antusias. (Murid yang
baik).
Guo Jing menanyakan ke mana para
gurunya akan pergi setelah ini. Kemudian guru kedua menjawab, mereka akan pergi
ke Pulau Persik untuk mendamaikan Huang Yao Shi dan Partai Chuan Chin, perihal
tewasnya Tan Chu Thuan. Guo Jingpun menjawab bahwa bukan Huang Yao Shi yang
membunuh Tan Chu Thuan melainkan Ou Yang Feng karena dia melihatnya sendiri di
ruang rahasia.
Guru kesatu Guo Jing bahkan mengajak
Guo Jing ke Pulau Persik bersama tapi guru ketujuh mengingatkan Guo Jing bahwa
bukankah Guo Jing sudah berjanji akan pulang ke Mongol untuk menikah dengan Hua
Cheng? Mendengar ini, Guo Jing mendadak sedih.
“Bukankah dia harus pergi ke Ling’An
untuk menepati janji dengan Putri Hua Cheng?” ujar Guru ketujuh mengingatkan.
“Atau mungkin sebaiknya dia ikut kita
ke Pulau Persik?” tawar sang guru pengertian, segera mengubah kalimatnya saat melihat raut wajah sang murid tampak sedih.
“Takdir benar-benar mempermainkan
orang. Kau dan Rong’er saling mencintai tapi tak bisa menikah.” Ujar Guru
Kesatu turut menyesal. (Aslinya dia udah merestui juga nih, hanya saja karena
kesalahpahaman....)
Akhirnya tibalah saatnya perpisahan, sebelum
pergi naik perahu yang akan membawa mereka ke Pulau Persik (Untuk menjemput
ajal), guru ketujuh Guo Jing sempat berpesan, “Jing’er, tidak peduli siapa yang
akan kau nikahi, kami sebagai guru, berharap kau bisa hidup dengan tenang dan
bahagia. Kau sebagai suami, harus bisa menjaga keluarga kecilmu baik-baik.”
Ujar guru ketujuh, memberikan pesan terakhirnya dan doa terbaiknya untuk sang
murid.
“Terima kasih, Guru ketujuh.” Jawab Guo
Jing dengan hormat dan tulus.
Akhirnya setelah saling mengucapkan
salam perpisahan satu sama lain dan berjanji akan bertemu kembali di Loteng
Dewa Mabuk pada tanggal 15 Agustus, keenam Pendekar Jiang Nan mulai naik ke
atas perahu dan melambaikan tangan ke arah murid tersayang mereka. Guo Jing
balas melambaikan tangannya dengan tersenyum manis.
Note : Itu moment terakhirmu bersama gurumu, Jing
Gege. Kenang baik-baik, ya...Adegannya sederhana tapi sangat menyentuh hati,
bikin baper saat melihat kelima guru Guo Jing melambaikan tangan mereka,
seperti ingin berpamitan T__T Modifikasi kecil super kreatif yang sangat
menyentuh hati. Tapi setidaknya dalam versi ini, mereka masih sempat bertemu
untuk yang terakhir kalinya, dikasih “LAST
MOMENT”. Hanya sekedar untuk mengucapkan selamat tinggal dan pesan terakhir
sebelum kematian memisahkan mereka hiks T__T Aktingnya William Yang dan keenam
Pendekar Jiang Nan sangat bagus saat adegan ini...
Setelah kepergian keenam Pendekar Jiang
Nan, Guo Jing dan Huang Rong kembali melanjutkan perjalanan dan mereka akhirnya
sampai di sebuah penginapan di mana Bocah Tua Nakal sedang bertanding “diam” dengan Ling Chi Sang Ren.
Singkat cerita, akhirnya sepasang
kekasih tersebut dapat bertemu kembali dengan guru mereka. Bukan hanya itu, Guo
Jing dan Huang Rong pun memberitahu sang guru tentang bahasa aneh dalam Kitab “9 Bulan” agar Hong Chi Khong bisa
berlatih.
Hong Chi Khong sangat senang dan
mengajak kedua muridnya untuk makan, tapi sepasang kekasih kecil itu hanya
terdiam membatu dan saling memandang dengan sedih.
Menyadari ada yang aneh, sang guru
bertanya kepada kedua muridnya, “Kenapa? Apa terjadi sesuatu?” tanyanya penuh
selidik.
“Jing Gege besok akan pergi.” Jawab
Huang Rong dengan ekspresi sedih dan nada suara yang terdengar berat. Sementara
Guo Jing hanya menatap sedih dan tak rela sang kekasih.
Hong Chi Khong menarik napas berat,
turut bersedih dengan takdir kedua muridnya.
“Kupikir setelah Bocah Tua Nakal
menjelaskan semua pada ayahmu, maka takkan ada salah paham lagi terhadap
Jing’er, dan kalian berdua bisa bersatu. Tapi, takdir mempermainkan orang.”
Ujar Hong Chi Khong dengan menghela napas berat, seolah ikut merasakan
kesedihan yang dialami kedua muridnya.
Dan akhirnya sampailah kita di adegan
yang menguras emosi penonton (khususnya aku), alias nge-drama dulu. Tibalah
saat bagi Guo Jing dan Huang Rong untuk mengucapkan selamat tinggal karena
besok, tanggal 6 Agustus, Guo Jing harus menepati janjinya pulang ke Mongol dan
menikah dengan Hua Cheng.
Tapi sebelum berpisah, Huang Rong ingin
membuatkan banyak masakan enak untuk sang kekasih.
“Jing Gege, apakah hari ini, tak peduli
Rong’er ingin berbuat apa, kau mau temani Rong’er?” Huang Rong bertanya pada
sang kekasih, yang tentu saja pasti dijawab “YA” oleh Guo Jing.
Huang Rong mengajak Guo Jing datang ke
sebuah restoran dan mengusir semua tamu di sana (Dibooking ceritanya). Awalnya
Guo Jing tampak tak enak pada semua orang yang diusir oleh Rong’er juga pada si
pemilik restoran, tapi karena dia sudah berjanji akan menemani Rong’er berbuat
apa pun, jadi dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengabulkan permintaan
gadis itu.
“Hari ini, restoran ini aku pesan semua.
Kalian semua keluar!” ujar Huang Rong, kembali menjadi anak nakal (mungkin
Huang Rong hanya ingin mencari cara melampiaskan kesedihannya). Dia memukul
meja terdekat dengan “Tongkat Pemukul
Anjing” miliknya dan membuat semua orang lari ketakutan.
“Rong’er, apa yang sedang kau lakukan?”
tanya Guo Jing dengan bingung.
“Jing Gege, bukankah kau sudah
berjanji? Hari ini aku mau lakukan apa pun, kau akan menemaniku.” Ujar Huang
Rong dengan tenang, tampak tak peduli.
“Rong’er, sebenarnya apa yang ingin kau
lakukan?” tanya Guo Jing, tetap tak mengerti.
“Aku hanya ingin untuk yang terakhir
kalinya memasak untuk Jing Gege. Kau tunggu aku. Aku akan segera
menyelesaikannya.” Jawab Huang Rong lembut, membuat hati Guo Jing tak tega.
Kemudian segera menuju ke arah dapur dan memasak banyak makanan enak.
Note : Huang Rong mengusir semua tamu
dan bilang akan membooking restoran itu, tapi ujung-ujungnya dia makan berdua
bersama Guo Jing di dalam kamar. Lah ngapain juga elu ngusir orang, Rong’er???
“Katanya buat pelampiasan kesedihan, kak? Kok nanya lagi???” hihihi ^_^
“Rong’er, kenapa kau masak begitu
banyak untukku?” tanya Guo Jing bingung saat melihat begitu banyak masakan
terhidang di hadapannya.
“Jing Gege, kelak aku tak ada lagi di
sisimu, tak bisa lagi masak banyak makanan enak untukmu. Jadi kupikir, hari ini
aku akan memasak banyak makanan enak untukmu. Ini adalah ayam pengemis dari
Chang Jia Kou. Makanlah, Jing Gege.” Ujar Huang Rong seraya mengambilkan
sepotong ayam pengemis untuk Guo Jing.
(Lalu diperlihatkan adegan saat mereka
bertemu pertama kali, di mana saat itu, Huang Rong menyamar menjadi seorang
pengemis laki-laki kotor dan Guo Jing datang menolongnya. Flashback gitu
ceritanya...)
“Apa kau masih ingat saat pertama kali
kita bertemu di Chang Jia Kou? Saat itu aku adalah pengemis kecil yang dikejar
dan dipukuli. Tapi kau sama sekali tidak merendahkan aku, malah bersikap sangat
baik padaku seperti seorang saudara. Saat itu aku berpikir, kenapa di dunia ini
ada orang sebodoh ini? Perlahan-lahan aku mengerti, dia tidak bodoh melainkan
sangat baik.” Ujar Huang Rong mengenang, raut kesedihan tampak di wajahnya.
Guo Jing pun memandang sang kekasih
dengan tatapan kesedihan yang sama. (Duh, Huang Rongnya baik, jadi bikin Jing
Gege makin gak tega ninggalin >__<)
“Rong’er, jangan katakan lagi.” Ujar
Guo Jing lirih.
Hatinya akan semakin sakit dan tak rela
berpisah jika mendengar gadis itu terus membicarakan kenangan mereka, itu
sebabnya Guo Jing meminta Huang Rong menghentikan kalimatnya.
“Yang ini, apa kau namanya apa, Kakak
Jing? Ini namanya “18 Jurus Penakluk
Naga”. Kita bertemu Chi Khong, karena Rong’er terus memasakkan makanan enak
untuknya, barulah Chi Khong setuju mengajarimu “18 Jurus Penakluk Naga”. Setiap hari Rong’er memasak untuk Chi
Khong, dengan begitu Chi Khong bersedia mengajarimu kungfu setiap hari. Jika
diingat lagi, sebenarnya itu adalah saat-saat yang paling bahagia dalam
hidupku.” Lanjut Huang Rong.
(Lalu sekali lagi adegan flashback
terputar, memperlihatkan saat dia memasak untuk Hong Chi Khong agar pengemis
tua itu bersedia mengajari Guo Jing)
“Rong’er, jangan katakan lagi.” Guo
Jing yang tidak tahu harus berkata apa, hanya bisa meminta sang kekasih untuk
berhenti bicara.
Semakin gadis itu membicarakan tentang
semua kenangan indah mereka, semakin hatinya menjadi goyah dan tidak tega
meninggalkannya.
“Jing Gege, biarkan aku selesai
bicara.” Ujar Huang Rong tak mau menurut. (Rong'er masih ingin nge-flashback)
“Yang ini namanya “Pulau Awan Merah.” Di Pulau Awan Merah itu, kita menemui banyak
masalah. Tapi apa kau tahu? Aku tidak mungkin melupakan saat-saat kita berdua
berada di tepi laut. Saat itu aku menyisir rambutmu ketika angin laut meniup
sepoi-sepoi rambutmu dan membuatnya berantakan. Saat itu aku berpikir, jika
seandainya kita bisa selamanya tinggal di pulau itu, bukankah itu sangat
bagus?” ujar Huang Rong dengan sedih seraya meraih segelas kecil arak dan
meminumnya.
“Rong’er, jangan katakan lagi.” Untuk
yang kesekian kalinya, Guo Jing meminta sang kekasih untuk tidak bicara lagi,
tapi lagi-lagi Rong’er tak peduli.
“Jing Gege, aku masih belum selesai
bicara. Biarkan aku menyelesaikannya.” Ujar Huang Rong seraya berdiri dan
berjalan memutari meja untuk mengambilkan makanan yang ada di sisi lain meja.
Dia kembali mengambilkan berbagai jenis
makanan seraya menyebutkan nama makanan tersebut dan meminta Guo Jing
memakannya. Guo Jing pun mengambil salah satu makanan tersebut dan memakannya
dengan meneteskan air mata.
“Jing Gege, kau harus makan yang
banyak. Semua makanan di sini adalah kenangan indah kita. Jika kau tak makan
banyak, kelak jika kau ingin makan, kau takkan bisa memakannya lagi.” Lanjut
Huang Rong dengan air mata berlinang, membuat Guo Jing semakin sedih lalu
berdiri dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan memeluknya erat.
“Rong’er, maaf. Kau begitu baik padaku,
tapi aku malah menyia-nyiakanmu.” Ujar Guo Jing menyesal seraya memeluk Huang
Rong erat.
“Jing Gege, aku tidak menyalahkanmu.
Aku hanya benci. Benci pada diriku sendiri karena tidak tahu bagaimana caranya
menghadapi perpisahan denganmu. Sejak kecil, ayahku mengajari sastra dan puisi,
juga kungfu dan ilmu pengetahuan lain, tapi Ayah tak pernah mengajariku
bagaimana caranya berpisah dengan orang yang kita cintai.” Jawab Huang Rong
pengertian. (Rong’er-nya baik banget, jadi gak tega, kan? >___<)
“Rong’er, aku telah membuatmu banyak
menderita, jika saja aku bisa, aku ingin biar aku sendiri saja yang menanggung
semua penderitaanmu.” Ujar Guo Jing lembut dengan hati berat. Dia juga tidak
tahu bagaimana caranya berpisah dengan gadis yang dia cintai.
“Jing Gege, jika kau menderita, apa kau
pikir aku akan bahagia? Dulu, ayahku mengajariku banyak sekali puisi tentang
kegelisahan, kesedihan, kerisauan. Saat itu aku berpikir, mungkin itu karena
ayahku sangat merindukan Ibu. Sekarang aku baru memahami maksudnya, di dunia
ini, kegembiraan dan kebersamaan hanya sesaat saja. Kesedihan, kegelisahan,
perpisahan, adalah hal yang paling banyak kita rasakan dalam hidup.” Ujar Huang
Rong sedih.
“Rong’er, saat-saat yang kulalui
bersamamu, walaupun hanya sesaat, tapi itu adalah saat-saat yang paling
bahagia dalam hidupku.” Jawab Guo Jing dengan tulus.
“Jing Gege, aku juga.” Jawab Huang Rong
dengan berlinang air mata.
“Rong’er, kau tahu aku tak pintar
bicara, tapi semua yang kukatakan itu adalah isi hatiku yang sesungguhnya.
Kelak, kau tak ada di sisiku, aku akan selalu merindukanmu. Dulu aku tak tahu,
apa artinya rindu hingga ke tulang rusuk, tapi mulai hari ini, aku sudah
mengerti. Setiap saat yang kulalui bersamamu, semuanya akan selamanya terukir
dalam hatiku. Hingga mati takkan pernah kulupakan.” Ujar Guo Jing lembut,
mengutarakan isi hatinya seraya menggenggam kedua tangan Huang Rong erat.
“Jing Gege, mendengar kata-kata yang
tulus dari dalam hatimu ini, Rong’er sudah sangat puas.” Jawab Huang Rong
sedih, kemudian menyandarkan kepalanya di dada Guo Jing yang bidang seraya
menangis sedih. Sementara Guo Jing memeluknya erat dan membelai rambutnya
dengan perlahan.
To Be Continued...
Episode berikutnya adalah adegan
pembantaian di Pulau Persik. Saat-saat di mana kesalahpahaman antara Guo Jing
dan Huang Rong telah dimulai. Strategi adu domba Yang Kang dan Wan Yen Hong
Lieh berhasil dengan sukses memisahkan sepasang kekasih, Guo Jing dan Huang
Rong. Guo Jing yang mengira bahwa ayah Huang Rong telah membunuh kelima gurunya
meminta putus dan mengakhiri hubungan mereka berdua. Guo Jing and Huang Rong
Break Up scene will be on next episode...Episode yang bikin nyesek >___<
So, see you next episode...
Berikutnya : Episode 44 Part 1
Blogger Opinion :
Satu lagi modifikasi kecil super
kreatif yang dibuat oleh tim produksi khususnya sang penulis skenario yang
mampu menyentuh hati penonton, yaitu adegan pertemuan terakhir Guo Jing dan
kelima gurunya sebelum mereka dibunuh dengan keji oleh Yang Kang dan Ou Yang
Feng di Pulau Persik.
Dalam novel, juga dalam versi-versi
sebelumnya, tak pernah ada adegan pertemuan terakhir antara Guo Jing dan Tujuh
Pendekar Jiang Nan jadi seolah-olah takdir itu sangatlah kejam karena membuat
guru dan murid tersebut berpisah tanpa lebih dulu mengucapkan selamat tinggal
atau setidaknya melihat mereka untuk yang terakhir kalinya.
Kasihan rasanya saat melihat Guo Jing
sangat shock ketika harus menemukan mayat kelima gurunya tanpa sempat melihat
mereka untuk terakhir kalinya dan mengucapkan salam perpisahan. Tapi untunglah
di versi terbaru 2017 ini, penulis skenario LOCH 2017 seolah mampu membaca
keinginan terpendam para fans.
Lalu modifikasi kecil super kreatif
yang kedua dalam episode ini adalah saat Huang Rong memasakkan banyak sekali
makanan enak untuk Guo Jing seraya mengenang kembali semua saat-saat indah yang
pernah mereka lalui bersama.
Moment sederhana namun menyentuh
seperti inilah yang membuat karakter Guo Jing semakin manis dan romantis,
karakter Huang Rong yang super baik hati dan selalu mengalah juga membuat
penonton berpihak padanya dan susah untuk tidak menyukainya.
Inilah yang membuat versi LOCH 2017 ini
menjadi versi TERBAIK MENURUTKU dan juga menurut 95% fans Internasional.
(Kalau Indonesia mah, sampe mati tahunya Cuma Yoko doang. Maklum, mainnya
kurang jauh. Jadi gak penting untukku pendapat penonton Indonesia...)
Kenapa mayoritas fans internasional
memilih LOCH 2017 sebagai VERSI LOCH TERBAIK? Karena versi ini banyak sekali
menampilkan modifikasi kecil super kreatif yang membuat setiap kisah menjadi
lebih menyentuh, manis, romantis dan dramatis tanpa harus mengubah INTI cerita
secara keseluruhan. Cukup satu sentuhan kecil mampu menciptakan moment-moment
khusus yang menyentuh hati.
Beberapa episode menuju ending ini akan
diwarnai dengan adegan romantis namun menyentuh dan menguras emosi saat melihat
Guo Jing dan Huang Rong terpaksa berpisah karena sebuah kesalahpahaman. Guo
Jing dan Huang Rong untuk pertama kalinya akan berpisah dalam jangka waktu yang
lumayan lama akibat sebuah kesalahpahaman yang diciptakan Yang Kang dan Wan Yen
Hong Lieh.
Dalam novel diceritakan bahwa Guo Jing
dan Huang Rong berpisah selama 1 tahun lamanya sebelum akhirnya Huang Rong
kembali menemui Guo Jing di Mongolia dan membantunya memenangkan perang.
Kemudian perpisahan kedua saat Guo Jing
mengira Huang Rong telah tewas karena masuk ke dalam pasir hisap saat melarikan
diri dari kejaran Ou Yang Feng. Perpisahan kedua tersebut terjadi selama 6
bulan sebelum akhirnya mereka berdua kembali bertemu dalam pertandingan pedang
di Gunung Hua.
Haahhh...adegan perpisahan ini yang
sebenarnya aku gak suka. Apalagi Huang Rong versi Li Yi Tong terlalu baik hati
dan selalu mengalah. Tidak peduli walau Guo Jing telah berkali-kali
menyakitinya dan mencampakkannya, selalu pada akhirnya Huang Rong yang lebih
dulu memaafkannya. Padahal aku pinginnya Guo Jing yang mengejar dan meminta
maaf.
Eh, tapi di awal-awal episode Guo Jing
sudah berkali-kali mengejar Huang Rong untuk meminta maaf, ya? Impas deh kalau
gitu hehehe ^_^ Walaupun aku masih kurang puas, karena adegan Huang Rong
ngambek di atas gunung dan meminta Guo Jing melompat dari atas gunung Hua
sebagai bukti kesungguhan dan ketulusan cintanya DIHAPUSKAN di versi yang ini.
Di LOCH 1994, adegan tersebut
disertakan. Gpp deh, toh udah digantikan oleh modifikasi kecil super kreatif yang lain yang juga membuat
versi 2017 ini menjadi lebih romantis daripada versi yang sebelumnya.
Written
by : Liliana Tan
NOTE
: DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS
!!!
Credit
Pict : WEIBO ON LOGO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar