Senin, 24 Desember 2018

Sinopsis Lengkap : Legend Of The Condor Heroes 2017 (Ep 43)

Akhirnya tibalah kita di episode-episode terakhir menuju ending. Beberapa episode menuju ending ini akan diwarnai dengan adegan romantis namun menyentuh dan menguras hati saat melihat Guo Jing dan Huang Rong terpaksa berpisah karena sebuah kesalahpahaman. Guo Jing dan Huang Rong untuk pertama kalinya akan berpisah dalam jangka waktu yang lumayan lama akibat sebuah kesalahpahaman yang diciptakan Yang Kang dan Wan Yen Hong Lieh. Episode-episode yang bikin baper dan penuh drama akan segera dimulai.

Jadi, bagi yang merasa penasaran dengan kelanjutan kisah ini. Mari kita simak potongan adegan di bawah ini... Buat yang belum nonton, mungkin potongan adegan ini dapat memberikan sedikit gambaran.






Dan kisahpun berlanjut... 
Guo Jing yang tak sengaja bertemu dengan guru ketujuhnya, berlari dengan gembira ke loteng rumah makan untuk menemui kelima gurunya yang lain. Enam Pendekar Jiang Nan juga terlihat sangat gembira karena dapat bertemu kembali dengan sang murid tersayang, karena terakhir kali mereka bertemu adalah di Desa Nia.

Sementara itu, Huang Rong yang menunggu Guo Jing pergi membeli kue, minta kepada paman yang memainkan wayang untuk mengajarinya lagu tentang Sampek Engtay (Liang Sam Pho dan Chu Ying Tay).

Note : Kalau gak tahu siapa itu Sampek Engtay dan bagaimana kisahnya, cari di google aja. Kalau gak tahu, berarti main loe kurang jauh, cuma sebatas Yoko doang tahunya ckckck...

Kembali ke rumah makan, guru ketiga Guo Jing bertanya apa saja yang telah Guo Jing lalui sejak mereka berpisah di Desa Nia, hingga dia menjadi begitu kurus. Guo Jing awalnya hanya tersenyum malu tapi kemudian dia menjelaskan semua yang telah mereka lalui selama ini.
 

“Jing’er, kenapa hanya kau sendiri? Mana Rong’er?” tanya guru kedua, heran saat melihat muridnya hanya sendiri tanpa didampingi sang kekasih.

“Rong’er tiba-tiba ingin makan kue yang terkenal di Jia Xing, jadi aku pergi membelinya. Tak disangka aku bertemu guru ketujuh,” Jawab Guo Jing dengan senyum manisnya yang tampak gembira bisa bertemu kembali dengan gurunya. (How sweet boyfriend...)

“Jing’er, bagaimana dengan pertemuan Partai Pengemis di Yue Chou?” tanya guru kedua lagi dengan penasaran.

“Rong’er akhirnya menuruti perintah Guru Chi Khong dan sekarang tetap menjadi Ketua Kaypang.” Jawab Guo Jing menjelaskan.

 

“Tapi kami juga mengalami banyak masalah. Rong’er pun hampir kehilangan nyawa saat terkena pukulan Ketua Partai Tapak Besi Chiu Chian Ren.” Lanjut Guo Jing, wajahnya berubah sedih jika mengingat kembali kejadian itu. Semua guru Guo Jing, termasuk guru kesatunya juga tampak sangat terkejut dan prihatin.

Note : Sebenarnya mereka sudah menerima Rong’er sebagai kekasih Guo Jing sejak gadis itu menyembuhkan luka Guo Jing di Desa Nia, tapi sayang, lima dari mereka harus menjadi tumbal kejahatan Yang Kang, jadi hanya tersisa satu yang sempat membenci Huang Rong karena kesalahpahaman.

“Ada hal seperti ini?” tanya Guru kedua prihatin.

Guo Jing pun melanjutkan ceritanya dan menjelaskan semua yang dilaluinya bersama Huang Rong, termasuk saat Huang Rong terluka parah akibat pukulan Tapak Besi Chiu Chian Ren, sehingga membuatnya hampir kehilangan nyawa. Namun syukurlah mereka akhirnya bertemu dengan Biksu Yideng yang menyembuhkan luka sang kekasih.

“Beruntung kalian selamat. Kalian beruntung bertemu dengan Biksu Yideng. Rong’er juga sudah selamat.” Ujar guru kedua dengan lega.

Setelah menanyakan keadaan Guo Jing, keenam Pendekar Jiang Nan kemudian dengan gembira menceritakan masa kecil mereka kepada Guo Jing dan Guo Jing mendengarkan dengan penuh antusias. (Murid yang baik).


Guo Jing menanyakan ke mana para gurunya akan pergi setelah ini. Kemudian guru kedua menjawab, mereka akan pergi ke Pulau Persik untuk mendamaikan Huang Yao Shi dan Partai Chuan Chin, perihal tewasnya Tan Chu Thuan. Guo Jingpun menjawab bahwa bukan Huang Yao Shi yang membunuh Tan Chu Thuan melainkan Ou Yang Feng karena dia melihatnya sendiri di ruang rahasia. 

Guru kesatu Guo Jing bahkan mengajak Guo Jing ke Pulau Persik bersama tapi guru ketujuh mengingatkan Guo Jing bahwa bukankah Guo Jing sudah berjanji akan pulang ke Mongol untuk menikah dengan Hua Cheng? Mendengar ini, Guo Jing mendadak sedih. 

“Bukankah dia harus pergi ke Ling’An untuk menepati janji dengan Putri Hua Cheng?” ujar Guru ketujuh mengingatkan.  

 

“Atau mungkin sebaiknya dia ikut kita ke Pulau Persik?” tawar sang guru pengertian, segera mengubah kalimatnya saat melihat raut wajah sang murid tampak sedih.

“Takdir benar-benar mempermainkan orang. Kau dan Rong’er saling mencintai tapi tak bisa menikah.” Ujar Guru Kesatu turut menyesal. (Aslinya dia udah merestui juga nih, hanya saja karena kesalahpahaman....)


Akhirnya tibalah saatnya perpisahan, sebelum pergi naik perahu yang akan membawa mereka ke Pulau Persik (Untuk menjemput ajal), guru ketujuh Guo Jing sempat berpesan, “Jing’er, tidak peduli siapa yang akan kau nikahi, kami sebagai guru, berharap kau bisa hidup dengan tenang dan bahagia. Kau sebagai suami, harus bisa menjaga keluarga kecilmu baik-baik.” Ujar guru ketujuh, memberikan pesan terakhirnya dan doa terbaiknya untuk sang murid.

“Terima kasih, Guru ketujuh.” Jawab Guo Jing dengan hormat dan tulus.


Akhirnya setelah saling mengucapkan salam perpisahan satu sama lain dan berjanji akan bertemu kembali di Loteng Dewa Mabuk pada tanggal 15 Agustus, keenam Pendekar Jiang Nan mulai naik ke atas perahu dan melambaikan tangan ke arah murid tersayang mereka. Guo Jing balas melambaikan tangannya dengan tersenyum manis.


Note : Itu moment terakhirmu bersama gurumu, Jing Gege. Kenang baik-baik, ya...Adegannya sederhana tapi sangat menyentuh hati, bikin baper saat melihat kelima guru Guo Jing melambaikan tangan mereka, seperti ingin berpamitan T__T Modifikasi kecil super kreatif yang sangat menyentuh hati. Tapi setidaknya dalam versi ini, mereka masih sempat bertemu untuk yang terakhir kalinya, dikasih “LAST MOMENT”. Hanya sekedar untuk mengucapkan selamat tinggal dan pesan terakhir sebelum kematian memisahkan mereka hiks T__T Aktingnya William Yang dan keenam Pendekar Jiang Nan sangat bagus saat adegan ini...

 

Setelah kepergian keenam Pendekar Jiang Nan, Guo Jing dan Huang Rong kembali melanjutkan perjalanan dan mereka akhirnya sampai di sebuah penginapan di mana Bocah Tua Nakal sedang bertanding “diam” dengan Ling Chi Sang Ren.

Singkat cerita, akhirnya sepasang kekasih tersebut dapat bertemu kembali dengan guru mereka. Bukan hanya itu, Guo Jing dan Huang Rong pun memberitahu sang guru tentang bahasa aneh dalam Kitab “9 Bulan” agar Hong Chi Khong bisa berlatih.

Hong Chi Khong sangat senang dan mengajak kedua muridnya untuk makan, tapi sepasang kekasih kecil itu hanya terdiam membatu dan saling memandang dengan sedih.

Menyadari ada yang aneh, sang guru bertanya kepada kedua muridnya, “Kenapa? Apa terjadi sesuatu?” tanyanya penuh selidik.

“Jing Gege besok akan pergi.” Jawab Huang Rong dengan ekspresi sedih dan nada suara yang terdengar berat. Sementara Guo Jing hanya menatap sedih dan tak rela sang kekasih.

Hong Chi Khong menarik napas berat, turut bersedih dengan takdir kedua muridnya. 
“Kupikir setelah Bocah Tua Nakal menjelaskan semua pada ayahmu, maka takkan ada salah paham lagi terhadap Jing’er, dan kalian berdua bisa bersatu. Tapi, takdir mempermainkan orang.” Ujar Hong Chi Khong dengan menghela napas berat, seolah ikut merasakan kesedihan yang dialami kedua muridnya.

Dan akhirnya sampailah kita di adegan yang menguras emosi penonton (khususnya aku), alias nge-drama dulu. Tibalah saat bagi Guo Jing dan Huang Rong untuk mengucapkan selamat tinggal karena besok, tanggal 6 Agustus, Guo Jing harus menepati janjinya pulang ke Mongol dan menikah dengan Hua Cheng.

Tapi sebelum berpisah, Huang Rong ingin membuatkan banyak masakan enak untuk sang kekasih. 
“Jing Gege, apakah hari ini, tak peduli Rong’er ingin berbuat apa, kau mau temani Rong’er?” Huang Rong bertanya pada sang kekasih, yang tentu saja pasti dijawab “YA” oleh Guo Jing.

Huang Rong mengajak Guo Jing datang ke sebuah restoran dan mengusir semua tamu di sana (Dibooking ceritanya). Awalnya Guo Jing tampak tak enak pada semua orang yang diusir oleh Rong’er juga pada si pemilik restoran, tapi karena dia sudah berjanji akan menemani Rong’er berbuat apa pun, jadi dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengabulkan permintaan gadis itu.

“Hari ini, restoran ini aku pesan semua. Kalian semua keluar!” ujar Huang Rong, kembali menjadi anak nakal (mungkin Huang Rong hanya ingin mencari cara melampiaskan kesedihannya). Dia memukul meja terdekat dengan “Tongkat Pemukul Anjing” miliknya dan membuat semua orang lari ketakutan.

“Rong’er, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Guo Jing dengan bingung. 

“Jing Gege, bukankah kau sudah berjanji? Hari ini aku mau lakukan apa pun, kau akan menemaniku.” Ujar Huang Rong dengan tenang, tampak tak peduli. 

“Rong’er, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan?” tanya Guo Jing, tetap tak mengerti.

“Aku hanya ingin untuk yang terakhir kalinya memasak untuk Jing Gege. Kau tunggu aku. Aku akan segera menyelesaikannya.” Jawab Huang Rong lembut, membuat hati Guo Jing tak tega. Kemudian segera menuju ke arah dapur dan memasak banyak makanan enak.

Note : Huang Rong mengusir semua tamu dan bilang akan membooking restoran itu, tapi ujung-ujungnya dia makan berdua bersama Guo Jing di dalam kamar. Lah ngapain juga elu ngusir orang, Rong’er??? “Katanya buat pelampiasan kesedihan, kak? Kok nanya lagi???” hihihi ^_^

 

“Rong’er, kenapa kau masak begitu banyak untukku?” tanya Guo Jing bingung saat melihat begitu banyak masakan terhidang di hadapannya.


“Jing Gege, kelak aku tak ada lagi di sisimu, tak bisa lagi masak banyak makanan enak untukmu. Jadi kupikir, hari ini aku akan memasak banyak makanan enak untukmu. Ini adalah ayam pengemis dari Chang Jia Kou. Makanlah, Jing Gege.” Ujar Huang Rong seraya mengambilkan sepotong ayam pengemis untuk Guo Jing.

(Lalu diperlihatkan adegan saat mereka bertemu pertama kali, di mana saat itu, Huang Rong menyamar menjadi seorang pengemis laki-laki kotor dan Guo Jing datang menolongnya. Flashback gitu ceritanya...)


“Apa kau masih ingat saat pertama kali kita bertemu di Chang Jia Kou? Saat itu aku adalah pengemis kecil yang dikejar dan dipukuli. Tapi kau sama sekali tidak merendahkan aku, malah bersikap sangat baik padaku seperti seorang saudara. Saat itu aku berpikir, kenapa di dunia ini ada orang sebodoh ini? Perlahan-lahan aku mengerti, dia tidak bodoh melainkan sangat baik.” Ujar Huang Rong mengenang, raut kesedihan tampak di wajahnya.



Guo Jing pun memandang sang kekasih dengan tatapan kesedihan yang sama. (Duh, Huang Rongnya baik, jadi bikin Jing Gege makin gak tega ninggalin >__<)

 

“Rong’er, jangan katakan lagi.” Ujar Guo Jing lirih. 
Hatinya akan semakin sakit dan tak rela berpisah jika mendengar gadis itu terus membicarakan kenangan mereka, itu sebabnya Guo Jing meminta Huang Rong menghentikan kalimatnya.

“Yang ini, apa kau namanya apa, Kakak Jing? Ini namanya “18 Jurus Penakluk Naga”. Kita bertemu Chi Khong, karena Rong’er terus memasakkan makanan enak untuknya, barulah Chi Khong setuju mengajarimu “18 Jurus Penakluk Naga”. Setiap hari Rong’er memasak untuk Chi Khong, dengan begitu Chi Khong bersedia mengajarimu kungfu setiap hari. Jika diingat lagi, sebenarnya itu adalah saat-saat yang paling bahagia dalam hidupku.” Lanjut Huang Rong.

(Lalu sekali lagi adegan flashback terputar, memperlihatkan saat dia memasak untuk Hong Chi Khong agar pengemis tua itu bersedia mengajari Guo Jing)



“Rong’er, jangan katakan lagi.” Guo Jing yang tidak tahu harus berkata apa, hanya bisa meminta sang kekasih untuk berhenti bicara.

Semakin gadis itu membicarakan tentang semua kenangan indah mereka, semakin hatinya menjadi goyah dan tidak tega meninggalkannya.

“Jing Gege, biarkan aku selesai bicara.” Ujar Huang Rong tak mau menurut. (Rong'er masih ingin nge-flashback)



“Yang ini namanya “Pulau Awan Merah.” Di Pulau Awan Merah itu, kita menemui banyak masalah. Tapi apa kau tahu? Aku tidak mungkin melupakan saat-saat kita berdua berada di tepi laut. Saat itu aku menyisir rambutmu ketika angin laut meniup sepoi-sepoi rambutmu dan membuatnya berantakan. Saat itu aku berpikir, jika seandainya kita bisa selamanya tinggal di pulau itu, bukankah itu sangat bagus?” ujar Huang Rong dengan sedih seraya meraih segelas kecil arak dan meminumnya.

 

“Rong’er, jangan katakan lagi.” Untuk yang kesekian kalinya, Guo Jing meminta sang kekasih untuk tidak bicara lagi, tapi lagi-lagi Rong’er tak peduli.


“Jing Gege, aku masih belum selesai bicara. Biarkan aku menyelesaikannya.” Ujar Huang Rong seraya berdiri dan berjalan memutari meja untuk mengambilkan makanan yang ada di sisi lain meja.


Dia kembali mengambilkan berbagai jenis makanan seraya menyebutkan nama makanan tersebut dan meminta Guo Jing memakannya. Guo Jing pun mengambil salah satu makanan tersebut dan memakannya dengan meneteskan air mata.


“Jing Gege, kau harus makan yang banyak. Semua makanan di sini adalah kenangan indah kita. Jika kau tak makan banyak, kelak jika kau ingin makan, kau takkan bisa memakannya lagi.” Lanjut Huang Rong dengan air mata berlinang, membuat Guo Jing semakin sedih lalu berdiri dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan memeluknya erat.


“Rong’er, maaf. Kau begitu baik padaku, tapi aku malah menyia-nyiakanmu.” Ujar Guo Jing menyesal seraya memeluk Huang Rong erat.


“Jing Gege, aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya benci. Benci pada diriku sendiri karena tidak tahu bagaimana caranya menghadapi perpisahan denganmu. Sejak kecil, ayahku mengajari sastra dan puisi, juga kungfu dan ilmu pengetahuan lain, tapi Ayah tak pernah mengajariku bagaimana caranya berpisah dengan orang yang kita cintai.” Jawab Huang Rong pengertian. (Rong’er-nya baik banget, jadi gak tega, kan? >___<)


“Rong’er, aku telah membuatmu banyak menderita, jika saja aku bisa, aku ingin biar aku sendiri saja yang menanggung semua penderitaanmu.” Ujar Guo Jing lembut dengan hati berat. Dia juga tidak tahu bagaimana caranya berpisah dengan gadis yang dia cintai.


“Jing Gege, jika kau menderita, apa kau pikir aku akan bahagia? Dulu, ayahku mengajariku banyak sekali puisi tentang kegelisahan, kesedihan, kerisauan. Saat itu aku berpikir, mungkin itu karena ayahku sangat merindukan Ibu. Sekarang aku baru memahami maksudnya, di dunia ini, kegembiraan dan kebersamaan hanya sesaat saja. Kesedihan, kegelisahan, perpisahan, adalah hal yang paling banyak kita rasakan dalam hidup.” Ujar Huang Rong sedih.


“Rong’er, saat-saat yang kulalui bersamamu, walaupun hanya sesaat, tapi itu adalah saat-saat yang paling bahagia dalam hidupku.” Jawab Guo Jing dengan tulus.
“Jing Gege, aku juga.” Jawab Huang Rong dengan berlinang air mata. 



“Rong’er, kau tahu aku tak pintar bicara, tapi semua yang kukatakan itu adalah isi hatiku yang sesungguhnya. Kelak, kau tak ada di sisiku, aku akan selalu merindukanmu. Dulu aku tak tahu, apa artinya rindu hingga ke tulang rusuk, tapi mulai hari ini, aku sudah mengerti. Setiap saat yang kulalui bersamamu, semuanya akan selamanya terukir dalam hatiku. Hingga mati takkan pernah kulupakan.” Ujar Guo Jing lembut, mengutarakan isi hatinya seraya menggenggam kedua tangan Huang Rong erat.


“Jing Gege, mendengar kata-kata yang tulus dari dalam hatimu ini, Rong’er sudah sangat puas.” Jawab Huang Rong sedih, kemudian menyandarkan kepalanya di dada Guo Jing yang bidang seraya menangis sedih. Sementara Guo Jing memeluknya erat dan membelai rambutnya dengan perlahan.


To Be Continued...

Episode berikutnya adalah adegan pembantaian di Pulau Persik. Saat-saat di mana kesalahpahaman antara Guo Jing dan Huang Rong telah dimulai. Strategi adu domba Yang Kang dan Wan Yen Hong Lieh berhasil dengan sukses memisahkan sepasang kekasih, Guo Jing dan Huang Rong. Guo Jing yang mengira bahwa ayah Huang Rong telah membunuh kelima gurunya meminta putus dan mengakhiri hubungan mereka berdua. Guo Jing and Huang Rong Break Up scene will be on next episode...Episode yang bikin nyesek >___<

So, see you next episode...

Berikutnya : Episode 44 Part 1

Blogger Opinion : 
Satu lagi modifikasi kecil super kreatif yang dibuat oleh tim produksi khususnya sang penulis skenario yang mampu menyentuh hati penonton, yaitu adegan pertemuan terakhir Guo Jing dan kelima gurunya sebelum mereka dibunuh dengan keji oleh Yang Kang dan Ou Yang Feng di Pulau Persik.


Dalam novel, juga dalam versi-versi sebelumnya, tak pernah ada adegan pertemuan terakhir antara Guo Jing dan Tujuh Pendekar Jiang Nan jadi seolah-olah takdir itu sangatlah kejam karena membuat guru dan murid tersebut berpisah tanpa lebih dulu mengucapkan selamat tinggal atau setidaknya melihat mereka untuk yang terakhir kalinya.


Kasihan rasanya saat melihat Guo Jing sangat shock ketika harus menemukan mayat kelima gurunya tanpa sempat melihat mereka untuk terakhir kalinya dan mengucapkan salam perpisahan. Tapi untunglah di versi terbaru 2017 ini, penulis skenario LOCH 2017 seolah mampu membaca keinginan terpendam para fans.


Lalu modifikasi kecil super kreatif yang kedua dalam episode ini adalah saat Huang Rong memasakkan banyak sekali makanan enak untuk Guo Jing seraya mengenang kembali semua saat-saat indah yang pernah mereka lalui bersama.

Moment sederhana namun menyentuh seperti inilah yang membuat karakter Guo Jing semakin manis dan romantis, karakter Huang Rong yang super baik hati dan selalu mengalah juga membuat penonton berpihak padanya dan susah untuk tidak menyukainya.


Inilah yang membuat versi LOCH 2017 ini menjadi versi TERBAIK MENURUTKU dan juga menurut 95% fans Internasional. (Kalau Indonesia mah, sampe mati tahunya Cuma Yoko doang. Maklum, mainnya kurang jauh. Jadi gak penting untukku pendapat penonton Indonesia...)

Kenapa mayoritas fans internasional memilih LOCH 2017 sebagai VERSI LOCH TERBAIK? Karena versi ini banyak sekali menampilkan modifikasi kecil super kreatif yang membuat setiap kisah menjadi lebih menyentuh, manis, romantis dan dramatis tanpa harus mengubah INTI cerita secara keseluruhan. Cukup satu sentuhan kecil mampu menciptakan moment-moment khusus yang menyentuh hati.

Beberapa episode menuju ending ini akan diwarnai dengan adegan romantis namun menyentuh dan menguras emosi saat melihat Guo Jing dan Huang Rong terpaksa berpisah karena sebuah kesalahpahaman. Guo Jing dan Huang Rong untuk pertama kalinya akan berpisah dalam jangka waktu yang lumayan lama akibat sebuah kesalahpahaman yang diciptakan Yang Kang dan Wan Yen Hong Lieh.
 


Dalam novel diceritakan bahwa Guo Jing dan Huang Rong berpisah selama 1 tahun lamanya sebelum akhirnya Huang Rong kembali menemui Guo Jing di Mongolia dan membantunya memenangkan perang.

Kemudian perpisahan kedua saat Guo Jing mengira Huang Rong telah tewas karena masuk ke dalam pasir hisap saat melarikan diri dari kejaran Ou Yang Feng. Perpisahan kedua tersebut terjadi selama 6 bulan sebelum akhirnya mereka berdua kembali bertemu dalam pertandingan pedang di Gunung Hua.


Haahhh...adegan perpisahan ini yang sebenarnya aku gak suka. Apalagi Huang Rong versi Li Yi Tong terlalu baik hati dan selalu mengalah. Tidak peduli walau Guo Jing telah berkali-kali menyakitinya dan mencampakkannya, selalu pada akhirnya Huang Rong yang lebih dulu memaafkannya. Padahal aku pinginnya Guo Jing yang mengejar dan meminta maaf.

Eh, tapi di awal-awal episode Guo Jing sudah berkali-kali mengejar Huang Rong untuk meminta maaf, ya? Impas deh kalau gitu hehehe ^_^ Walaupun aku masih kurang puas, karena adegan Huang Rong ngambek di atas gunung dan meminta Guo Jing melompat dari atas gunung Hua sebagai bukti kesungguhan dan ketulusan cintanya DIHAPUSKAN di versi yang ini.

Di LOCH 1994, adegan tersebut disertakan. Gpp deh, toh udah digantikan oleh modifikasi kecil super kreatif yang lain yang juga membuat versi 2017 ini menjadi lebih romantis daripada versi yang sebelumnya.

Written by : Liliana Tan 
NOTE : DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS !!! 
Credit Pict : WEIBO ON LOGO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads