Akhirnya tibalah kita di moment-moment
menguras emosi dan bikin baper. Di Episode 45 ini, Guo Jing yang masuk dalam
jebakan keji Yang Kang akhirnya meminta putus alias mengakhiri hubungannya
dengan sang kekasih tercinta, Huang Rong. Sebelum mengakhiri hubungan mereka,
Guo Jing telah lebih dulu dipaksa bersumpah oleh guru besarnya, Khe Chen Erl
agar tak lagi berhubungan dengan Huang Rong. Jika suatu hari nanti Guo Jing
kembali tergoda oleh Huang Rong dan melupakan dendam kematian kelima gurunya
maka guru kesatunya akan mati di hadapannya, setelah matipun akan masuk neraka
dan selamanya tidak akan reinkarnasi. Guo Jing yang baik hati dan merasa
berhutang budi pada kelima gurunya tentu tidak tega menyumpahi gurunya sekejam
itu, apalagi Khe Chen Erl mengancam akan bunuh diri saat itu juga, jadi dengan
berat hati, walaupun Guo Jing merasa hatinya hancur berkeping-keping, Guo
Jingpun bersumpah untuk tidak akan menemui Huang Rong lagi dan akan mengakhiri
hubungannya dengan Huang Rong selamanya.
Akting menangis William Yang saat
adegan ini sangat sempurna. Tatapan matanya saat mengucapkan sumpah tersebut
menunjukkan kesan dia sangat mencintai Rong’er dan tak sanggup berpisah
dengannya, tapi karena sang guru mengancam, diapun tak punya pilihan selain
menuruti perintah gurunya. Guo Jing menangis hingga tubuhnya gemetar hebat
karena tak sanggup menahan kesedihan dalam hatinya. Tak ada isak tangis, tapi
sekali lagi, akting menangis tanpa suara William Yang mampu membuat penonton
ikut menangis sedih saat menyaksikan betapa menderita dan putus asanya Guo Jing
ketika dipaksa putus dengan gadis yang dia cintai. Semakin ke belakang, akting
William Yang semakin bagus. Tidak terkesan berlebihan dan terlihat tulus.
Tidak salah jika pihak rumah produksi
menjatuhkan pilihan mereka kepada William Yang, si ganteng bertubuh tinggi
ini benar-benar menunjukkan kemampuan akting yang tidak mengecewakan. Great acting,
William ^_^ Saat kau marah dan kasar pada Rong’er, penonton merasa kesal
padamu. Tapi saat melihatmu menangis sedih seperti ini, penonton jadi kasihan
padamu. Benar-benar dibuat campur aduk dan baper oleh akting William Yang. Oke
deh, bagi yang penasaran, silakan menyimak beberapa potongan adegan di bawah
ini. Kalau nonton langsung dijamin akan baper, apalagi saat Guo Jing meminta
putus dan Huang Rong memeluknya dari belakang sambil menangis. Mari kita simak
potongan adegan di bawah ini...
Dan kisahpun berlanjut...
Di episode sebelumnya diceritakan bahwa
Guo Jing telah tiba 2 hari lebih cepat di “Loteng Dewa Mabuk” dan bertemu dengan
Pendeta Chiu Chu Chi (Khu Chi Khe). Guo Jingpun menceritakan tentang peristiwa
tragis yang menimpa kelima gurunya sambil menangis sedih.
Kemudian Pendeta Chiu Chu Chi (Khu Chi
Khe) bertanya siapa yang sudah membunuh kelima guru Guo Jing, dan tepat pada
saat Guo Jing akan mengatakannya, mereka mendengar suara Huang Yao Shi yang
datang dengan dikepung oleh Para Pendeta Chuan Chin.
“Huang Yao Shi. Dia yang membunuh
kelima guruku.” Ujar Guo Jing penuh dendam membara, membuat Pendeta Chiu shock
mendengarnya.
Sementara itu, kelima Pendeta Chuan
Chin ditambah dengan Yin Chi Phing menyerang Huang Yao Shi bersama-sama. (Huang
Yao Shi dikeroyok nih ceritanya).
Tapi tidak peduli walaupun mereka enam
lawan satu namun tetap tidak bisa menandingi Huang Yao Shi, apalagi bermimpi
mengalahkannya. Akhirnya Pendeta Chiu Chu Chi yang tadi hanya menonton dari
atas “Loteng Dewa Mabuk” segera melompat turun untuk membantu saudara
seperguruannya.
Guo Jing awalnya ingin turun membantu
para Pendeta Chuan Chin namun dihalangi oleh sang guru, Hong Chi Khong.
“Kau mau ke mana?” tanya Hong Chi Khong
pada sang murid.
“Guru, kenapa Anda di sini?” tanya Guo
Jing kaget saat melihat sang guru.
“Aku berhasil menemukan jejak Guru
besarmu jadi mengikutinya hingga kemari. Tapi sampai sekarang belum sempat
bicara dengannya. Kenapa secepat ini kau kembali dari Pulau Persik?” tanya Hong
Chi Khong penasaran.
“Guru, aku akan bicara pada Guru nanti.
Sekarang aku mau cari Huang Yao Shi untuk balas dendam.” Ujar Guo Jing, masih
berniat turun untuk bertarung dengan Huang Yao Shi.
“Balas dendam apa? Kau ini lihat apa?
Katakan ada apa sebenarnya!” desak sang guru tampak kaget, lalu menoleh ke arah
yang sama dengan yang dilihat oleh muridnya.
“Bukankah itu Ayah Mertuamu? Kenapa
mereka bisa bertarung? Kau cepat pergi jelaskan! Bantu ayah mertuamu
menjelaskan.” Ujar Hong Chi Khong, tampak terkejut melihat apa yang terjadi di
bawah sana, namun Guo Jing hanya terdiam saat Hong Chi Khong menyebut Huang Yao
Shi sebagai Ayah Mertua Guo Jing.
Hong Chi Khong pun seolah baru
menyadari bahwa di bawah sana ada Huang Yao Shi yang sibuk bertarung dengan
enam Pendeta Chuan Chin plus Yin Chi Phing, yang mengeroyoknya menggunakan
Formasi “7 Bintang Biduk”. Tapi tetap saja, walau menggunakan “Formasi Bintang
Biduk”, ketujuh Pendeta tersebut tetap tidak sanggup mengalahkan Huang Yao Shi.
Guo Jing yang berniat turun untuk membantu mereka, dilarang oleh sang guru.
“Guru, aku akan bantu mereka.” Ujar Guo
Jing.
“Tidak perlu. Tidak perlu. Huang Yao
Shi tidak berniat melukai. Jika berniat melukai, si monyet kurus (Yin Chi
Phing) itu pasti sudah mati. Semua pendeta ini bukanlah lawan Ayah Mertuamu.”
ujar Hong Chi Khong santai. Lagi-lagi dia menyebut Huang Yao Shi sebagai Ayah
Mertua Guo Jing.
"Dia bukan Ayah Mertuaku.” Jawab Guo
Jing dingin.
(Bener bukan Ayah Mertuamu? Yakin nih gak nyesel? Yakin gak mau
anaknya? *colek Guo Jing*)
“Dasar bodoh! Kalau bukan Ayah
Mertuamu, lantas siapa? Kalian berdua ini kenapa?” ujar Hong Chi Khong tak
mengerti.
Di lain sisi, pertarungan di bawah sana
masih berlanjut. Kali ini guru kesatu Guo Jing yang mencoba keberuntungan untuk
melawan Huang Yao Shi. Yang tentu saja hasilnya sudah terlihat jelas bahwa guru
kesatu Guo Jing juga bukan lawan Huang Yao Shi.
“Sebenarnya ada apa?” tanya Hong Chi
Khong pada Guo Jing. Namun awalnya Guo Jing tidak menjawab sehingga membuat
sang guru kesal.
“Kau bicaralah! Dasar anak bodoh!”
lanjut sang guru kesal dan tak sabar saat sang murid hanya terdiam membisu.
“Dia membunuh kelima guruku.” Jawab Guo
Jing akhirnya.
“Kau katakan sekali lagi.” Ujar Hong
Chi Khong, tampak tak percaya.
“Huang Yao Shi membunuh kelima guruku.”
Ulang Guo Jing sekali lagi.
“Apa kau serius?” tanya Hong Chi Khong
tak percaya.
“Murid sendiri yang menguburkan mayat
mereka.” Jawab Guo Jing dengan sedih.
“Kau melihatnya sendiri (Huang Yao Shi
membunuh kelima Pendekar Jiang Nan)?” tanya Hong Chi Khong dan Guo Jingpun
menggeleng cepat. (William geleng kepala aja kelihatan imut banget ya hihihi
^_^)
“Itu baru benar. Tidak mungkin!” ujar
Hong Chi Khong, mengerti bahwa Huang Yao Shi tak mungkin sembarangan membunuh
orang.
“Tapi pasti dialah yang membunuhnya.”
Guo Jing tetap bersikeras.
“Apanya yang pasti? Huang Yao Shi bukan
type orang seperti itu. Dia tidak mungkin melakukannya!” jawab Hong Chi Khong
yang sudah sangat mengenal teman satu angkatannya. Mereka berdua sudah saling
mengenal selama puluhan tahun, tentu sudah tahu sifat masing-masing.
Namun walau sudah mendengar penjelasan
sang guru, Guo Jing tetap tidak percaya. Apalagi saat melihat guru kesatunya
kalah, Guo Jingpun akhirnya spontan turun menolong sang guru dan bertarung
melawan calon mertuanya.
Huang Yao Shi tampak terkejut saat
melihat Guo Jing berdiri melawannya.
“Tak kusangka kau juga bisa memecahkan
Formasi Bintang Biduk ini.” ujar Huang Yao Shi, entah kagum, entah menyindir.
“Para senior semua, aku Guo Jing, ingin
bersama kalian membunuh si Sesat Tua ini. Guru, murid tak bisa bedakan baik dan
jahat, sudah menyia-nyiakan ajaranmu. Sesat Tua, kau sudah membunuh kelima
guruku, hari ini aku akan menghabisimu.” ujar Guo Jing dengan kemarahan dalam
suaranya.
“Baik, Jing’er. Kelima gurumu di Surga
pasti merasa tenang.” Ujar Khe Chen Erl mengompori muridnya.
( Nih buta sial,
nyebelin banget sejak awal. Udah sejak awal benci sama Huang Rong tanpa alasan,
sekarang pake acara kompor pula *huft* uda buta mata, buta hatinya pula
ckckck...)
“Bocah brengsek, bukankah seharusnya
kau sudah kembali ke Mongolia? Kenapa Rong’er tidak bersama denganmu?” tanya
Huang Yao Shi dengan dingin karena sejak awal dia tidak menyukai Guo Jing.
“Kau jangan menyebut nama Rong’er. Hari
ini, walau Rong’er ada di sini, aku tetap akan membunuhmu.” Seru Guo Jing,
masih dengan kemarahan dalam suaranya.
“Aku tanya sekali lagi. Apakah Rong’er
pergi karena dibuat kesal oleh Putri Mongol itu?” tanya Huang Yao Shi, masih
bertanya di mana putri kesayangannya.
“Sesat Tua, kau jangan alihkan
pembicaraan. Kau dan aku punya dendam kesumat.” Seru Guo Jing lalu segera
menyerang sang calon mertua.
Untunglah saat Guo Jing hampir memukul kepala
Huang Yao Shi dengan “18 Jurus Penakluk
Naga” miliknya, Pendeta Ma Yu menghentikannya dengan beralasan bahwa mereka
semua mengeroyok satu orang adalah tindakan yang memalukan. ( Sejak awal Ma Yu
memang yang paling baik )
Pendeta Ma Yu pun mengakui kalau
sebenarnya “Formasi 7 Bintang Biduk” sudah berhasil dipecahkan oleh Huang Yao
Shi, hanya saja karena ada bantuan dari Guo Jing, maka kedudukan mereka bisa
seimbang. Jika tidak dibantu Guo Jing, tujuh Pendeta tersebut sudah pasti
kalah.
Itu sebabnya Ma Yu dengan sikapnya yang
ksatria mengaku kalah. Hanya saja dendam kematian saudara seperguruan mereka
tidak bisa dilupakan begitu saja. (Strategi adu domba yang menjadikan Huang Yao
Shi kambing hitam berhasil lagi)
Kemudian Chiu Chu Ji (Khu Chi Khe)
berkata bahwa Huang Yao Shi tidak hanya hutang 1 nyawa melainkan 2 nyawa, yaitu
nyawa Tan Chu Thuan dan Chou Pho Tong. Yang ini tentu saja membuat Guo Jing
menjadi bingung.
Guo Jing yang memang pada dasarnya
jujur, mengatakan yang sebenarnya bahwa Chou Pho Tong belum mati dan Tan Chu
Thuan dibunuh oleh Ou Yang Feng, bukan Huang Yao Shi. Dan Chou Pho Tong ada
bersama guruku Hong Chi Khong dan beberapa hari yang lalu, mereka masih
bertemu.
Awalnya mereka tidak percaya, tapi
perkataan Guo Jing diperkuat oleh pengakuan Hong Chi Khong yang mengatakan
bahwa Chou Pho Tong hanya tahu main saja, sekarang sudah tidak tahu pergi main
ke mana. Tapi beberapa hari yang lalu, mereka masih bersama. Berhubung Hong Chi
Khong sudah berkata seperti itu, dan mengingat Hong Chi Khong adalah tetua
dunia persilatan yang sangat dihormati jadi semua orang percaya padanya.
Pendeta Ma Yu pun akhirnya mengaku
bersalah dan meminta maaf atas nama Partai Chuan Chin. Masalah Huang Yao Shi
dengan Partai Chuan Chin sudah selesai, namun masalah Guo Jing dengan Huang Yao
Shi belum selesai.
“Baik. Dendam Partai Chuan Chin sudah
selesai. Tapi dendam kelima guruku belum selesai. Sesat Huang, apa yang ingin
kau katakan?” seru Guo Jing marah.
“Bocah brengsek, dendam kelima gurumu
ada hubungan apa denganku?” tanya Huang Yao Shi bingung.
“Kau bunuh kelima guruku, sekarang kau
masih mau menyangkal?” seru Guo Jing marah.
“Kau bilang apa? Mereka kujamu dengan
baik di rumahku, bagaimana bisa mati?” ujar Huang Yao Shi marah.
“Aku sendiri yang menguburkan kelima
guruku. Apa kau menuduh aku memfitnahmu?” ujar Guo Jing, bersiap menyerang
Huang Yao Shi.
Huang Yao Shi tertawa sinis lalu
menyindir, “Kalau memfitnahku memangnya kenapa? Benar. Mereka semua aku yang
bunuh, kau bisa berbuat apa padaku?” tantang Huang Yao Shi sinis.
Huang Yao Shi
memang sifatnya aneh, walau dia tidak bersalah namun dia malas untuk
menjelaskan. Karena dia tahu, dijelaskan juga mereka takkan percaya. (Kasian
juga nih Huang Yao Shi jadi kambing hitam mulu)
Pada saat itulah, Huang Rong mendadak
muncul di sana dan bersikeras ayahnya tak bersalah.
“Bukan Ayah yang membunuh mereka.” Ujar
Huang Rong dengan panik dan berlari ke arah sang ayah.
Guo Jing spontan menurunkan tangannya
yang tadinya ingin menyerang saat melihat sang kekasih tiba-tiba muncul di
sana. Ekspresi wajahnya tampak terkejut bercampur sedih dan merasa bersalah
(mungkin karena sudah meninggalkan Huang Rong sendirian di Pulau Persik )
“Rong’er.” Panggil sang ayah.
“Ayah. Bukan Ayah yang bunuh, jangan
Ayah akui.” Ujar Huang Rong, percaya pada ayahnya.
”7 Pendekar Jiang Nan adalah musuh
besar kakak Mei-mu. Mereka merasa diri mereka pendekar, pergi ke Pulau Persik
untuk ikut campur masalah orang, jadi aku bunuh mereka.” Ujar Huang Yao Shi tak
peduli. (Maksudnya dia itu walaupun bilang gak salah, mereka juga tak bakal
percaya jadi percuma aja ngejelasin)
“Ayah, aku tahu ayah tidak membunuh
mereka.” Ujar Huang Rong, bersikeras ayahnya tidak bersalah.
Saat Guo Jing ingin menyerang sekali
lagi, guru besarnya terjatuh pingsan, membuat Guo Jing terpaksa menunda urusan
balas dendamnya dan menolong gurunya lebih dulu.
Dan ini saatnya nge-drama. Ini adalah
saat di mana Guo Jing dipaksa bersumpah oleh guru kesatunya. Jika Guo Jing
masih bersama Huang Rong dan melupakan dendam kematian gurunya maka guru
kesatunya akan mati di hadapannya, setelah matipun akan masuk neraka lalu
selamanya tidak bisa reinkarnasi. Guo Jing yang baik hati dan merasa berhutang
budi pun, akhirnya dengan terpaksa mengucapkan sumpah yang kejam itu.
Awalnya Guo Jing tak sanggup
mengatakannya, karena itu berarti bila dia bersama Rong’er maka sama artinya
guru pertamanya akan mati mengenaskan. Dengan kata lain, guru pertamanya
memaksa Guo Jing meninggalkan Huang Rong dengan memakai nyawanya sebagai ancaman.
“Aku tidak akan bersama Rong’er lagi,
bukankah itu sudah cukup?” ujar Guo Jing dengan berlinang air mata.
“Aku menyuruh Jing’er bersumpah supaya
dia tidak tergoda Iblis Kecil itu lagi lalu melupakan dendam kematian kelima
gurunya.” Ujar Khe Chen Erl tak punya hati.
Khe Chen Erl tahu bahwa cinta muridnya
pada Huang Rong sangat dalam, jika tidak menggunakan nyawanya untuk mengancam
sang murid, pasti cepat atau lambat hati Guo Jing akan melemah dan kembali
bersama Rong’er. Jadi Khe Chen Erl sengaja memaksa Guo Jing untuk bersumpah
dengan berpura-pura akan mati di hadapannya saat itu juga, membuat Guo Jing tak
punya pilihan selain menurutinya.
“Kau bersumpah atau tidak? Jika tidak,
hari ini aku akan mati di hadapanmu.” Ancam Khe Chen Erl seraya mengarahkan
kedua tangannya di atas kepalanya sendiri.
“Akan kukatakan.” Seru Guo Jing
akhirnya dengan air mata berlinang.
Dan akhirnya Guo Jing mengatakan sumpah
yang sudah pasti akan dilanggarnya tak lama lagi. Karena pada akhirnya dia
kembali mencari Rong’er dan berlutut meminta maaf pada sang kekasih.
( Harusnya
Khe Chen Erl pake mantra “Sumpah Tak Terlanggar” aja ya, minta Severus Snape
ngajarin hahaha ^_^ Emang Harry Potter, ini LOCH neng wkwkwk ^_^)
“Aku Guo Jing, bila suatu hari aku tergoda
oleh Huang Rong dan melupakan dendam kematian guruku, maka guru pertamaku akan
mati dengan mengenaskan, setelah mati akan disiksa di neraka dan selamanya
tidak akan pernah reinkarnasi.” Guo Jing mengucapkan sumpahnya dengan berlinang
air mata. Di luar ruangan, Huang Rong yang sengaja menguping juga meneteskan
air mata.
Walau tidak ada suara isak tangis dan
hanya menangis tanpa suara, namun tatapan mata Guo Jing menampakkan kesedihan,
putus asa dan patah hati yang mendalam. Patah hati karena dipaksa untuk
meninggalkan gadis yang dia cintai. Tubuhnya tampak gemetar karena menahan
kesedihan dalam hatinya.
Note : Akting “Broken Heart”-nya William Yang sangat bagus di sini. Dan yang
lebih kerennya lagi, walau nangispun dia tetap terlihat tampan. Wah, orang
ganteng mah bebas ya hahaha ^_^
Malamnya, Pengemis Utara Hong Chi Khong
mengajak si Sesat Timur Huang Yao Shi untuk mengobrol sambil minum-minum.
“Saudara Chi, kenapa kau mengajakku ke
sini?” tanya Huang Yao Shi ingin tahu.
“Sudah bertarung seharian, mari minum
teh dan tarik napas.” Jawab Hong Chi Khong dengan penuh persahabatan.
Tujuan sebenarnya Hong Chi Khong adalah
ingin mendamaikan Huang Yao Shi dan calon menantunya.
“Saudara Chi ingin katakan apa langsung
katakan saja!” ujar Huang Yao Shi curiga.
“Karena kau ingin aku katakan maka akan
kukatakan. Dari ilmu kungfu, aku dan kau setara, benarkan? Aku bicara seperti
ini, kau tak mungkin menyangkal. Tapi jika mengenai kebesaran hati, kau tak
sebanding denganku.” Ujar Hong Chi Khong.
“Apa maksud ucapanmu ini?” tanya Huang
Yao Shi tak mengerti.
“Lihat aku! Hidup bebas, tak ada yang
perlu dirisaukan. Datang dan pergi sesuka hati. Tidak seperti kau. Kau punya
seorang putri yang terlalu pintar dan tak mau menurut, sangat merepotkan.” Ujar
Hong Chi Khong seraya duduk di kursinya.
Huang Yao Shi menarik napas berat, dia
tahu ucapan sahabat lamanya itu benar.
“Benar sekali. Rong’er setiap ada
masalah selalu mencari gurunya, bukan ayahnya. Ayah tak sebanding dengan guru. Saudara
Chi, apa sekarang kau bisa memberitahuku di mana Rong’er?” tanya Huang Yao Shi
saat dia tidak menemukan putrinya di manapun.
“Bisa ke mana lagi? Tentu saja cari
Jing’er.” Jawab Hong Chi Khong santai.
“Apa? Cari bocah brengsek itu lagi?”
ujar Huang Yao Shi tampak tak suka.
“Kau ini jangan selalu memanggilnya
bocah brengsek. Semua orang tahu kau tak suka pada aturan. Sekarang menantumu
sendiri tidak memandangmu, hatimu merasa kesal, kan? Itu namanya karma. Kau
pantas merasakannya.” Jawab Hong Chi Khong terang-terangan.
“Masuk akal juga.” Sahut Huang Yao Shi
setuju.
“Tentu saja. Mengenai hal ini, aku ingin
bicara sedikit tentang muridku padamu. Jing’er ini tidak bodoh, tapi hanya
sedikit lamban. Namun walau begitu, dia punya sifat yang jujur dan berbudi
luhur. Dia bisa jadi suami yang baik dan bisa diandalkan seumur hidup. Rong’er
punya penilaian bagus.” Ujar Hong Chi Khong, memuji muridnya.
Huang Yao Shi hanya menatapnya tajam
tanpa kata, membuat Hong Chi Khong segera menambahkan, “Baik. Baik. Semua orang
memiliki garis kebahagiaannya sendiri. Sekarang yang harus kau cemaskan bukan
masalah Rong’er dan Jing’er.” Lanjut Pengemis Utara, kemudian dia mulai
mengatakan analisanya mengenai kejadian yang menimpa kelima Pendekar Jiang Nan
dengan menjadikan Huang Yao Shi sebagai tersangka.
Hong Chi Khong menyadari bahwa
sebenarnya ada seseorang yang merencanakan semua ini, namun dia masih tidak
tahu siapa dan apa tujuannya.
Kemudian, kita kembali pada moment romantis namun dramatis antara Guo Jing dan Huang Rong. THE BREAK UP SCENE. Adegan Putus di atas jembatan.
Kemudian, kita kembali pada moment romantis namun dramatis antara Guo Jing dan Huang Rong. THE BREAK UP SCENE. Adegan Putus di atas jembatan.
Guo Jing dan Huang Rong kembali bertemu
di atas jembatan, namun Guo Jing yang sudah terlanjur bersumpah terpaksa
bersikap dingin pada kekasihnya, walaupun hatinya sendiri sangat terluka.
“Jing Gege...” panggil Huang Rong
lembut setelah keheningan yang mencekam.
“Kupikir sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi.” Ujar Guo Jing dingin, sedingin udara malam itu.
“Guru besarmu...kenapa harus memaksamu mengucapkan sumpah yang keji itu?” tanya Huang Rong.
“Jadi kau sudah mendengarnya?” Guo Jing
balik bertanya, masih dengan nada yang dingin dan tak mau memandang gadis itu.
“Guru besarmu berbuat salah, kau juga
tidak seharusnya ikut berbuat salah. Masalah ini masih belum jelas, aku yakin
pasti ada seseorang yang ingin memfitnah ayahku.” Ujar Huang Rong membela ayahnya.
“Siapa? Sebenarnya siapa?” tanya Guo
Jing dengan nada tinggi, membentak Rong’er sekali lagi.
“Belum terpikirkan olehku.” Jawab Huang
Rong lirih.
“Hari ini di Loteng Dewa Mabuk, ayahmu
sudah mengakuinya.” Ujar Guo Jing, menurunkan nada suaranya ½ oktaf.
“Ayahku memang seperti itu. Tak peduli
walau dia difitnah orang, dia tetap tak mau menjelaskan.” Ujar Huang Rong seraya
berjalan mendekat namun Guo Jing berjalan menjauhinya.
“Kau jangan mendekat!” ujarnya dingin.
“Kupikir, kelak kita sebaiknya jangan bertemu
lagi.” Lanjutnya, meminta putus. Guo Jing ingin mengakhiri hubungan mereka.
“Masalah ini masih belum jelas, kenapa
kau sudah membuat keputusan seperti ini? Semua hal yang telah kita lalui
bersama, apa kau sudah melupakannya?” tanya Huang Rong tak rela.
“Aku tidak lupa. Aku ingat semuanya.”
Jawab Guo Jing dengan berat hati, lalu berniat berjalan pergi.
Namun Huang Rong berusaha menahan
kepergiannya dengan memeluknya erat dari belakang dan memanggil namanya sambil
menangis.
“Jing Gege...” ujar Huang Rong dengan
air mata berlinang seraya memeluk Guo Jing dari belakang, menghalangi kepergian
sang kekasih.
Guo Jing terlihat berusaha ingin
melepaskan pelukan gadis itu di pinggangnya tapi Huang Rong menolak melepaskan
pelukannya. Hati Guo Jing mulai tidak tega, rasa cinta itu masih ada dalam
hatinya, tak semudah itu dihapuskan.
Akhirnya Guo Jing membiarkan gadis itu
memeluknya untuk sesaat, barulah kemudian dia perlahan-lahan melepaskan pelukan
gadis itu dan memutar tubuhnya berhadapan.
Guo Jing menggenggam kedua tangan Huang
Rong dengan tatapan mata tak berdaya, yang sekaligus menyiratkan cinta dan luka
dalam waktu yang bersamaan.
Dari tatapan mata Guo Jing jelas terlihat dia juga
tak mau berpisah dengan gadis itu, tapi kematian kelima gurunya seolah menjadi
dinding pemisah yang menghalangi mereka berdua.
Saat sepasang kekasih tersebut saling
menatap dalam diam penuh kerinduan, Khe Chen Erl tiba di sana dan membuyarkan
semua kemesraan itu. (Duh, nih buta satu ganggu kemesraan orang aja deh...)
“Gadis Iblis rasakan ini!” serunya
seraya melemparkan tongkatnya ke arah Huang Rong, namun Guo Jing dengan sigap
menangkap tongkat itu sebelum mengenai gadis yang dicintainya.
“Guru Besar.” Ujar Guo Jing lirih
seraya mengulurkan tongkat itu dengan hormat.
“Guo Jing, yang kucemaskan ternyata
benar-benar terjadi. Kau sekali lagi terperangkap pesona Gadis Iblis itu.
Kenapa kau begitu tidak berguna?” ujar Guru besar dengan marah. Sementara Guo
Jing hanya tertunduk dalam diam.
“Kau jangan terus memanggilku Iblis
Kecil. Apa buktinya ayahku yang melakukan pembunuhan itu?” ujar Huang Rong tak
terima.
“Bukti? Akulah buktinya? Kalau bukan
karena adik keempat menyelamatkanku. Aku tidak mungkin berdiri di hadapanmu
saat ini dan mengatakan semua ini.” jawab Khe Chen Erl penuh kebencian.
“Itu tidak mungkin benar.” Huang Rong
tetap membantah.
“Sayangnya muridku terpesona pada
kecantikanmu. Dalam hatinya, kau jauh lebih penting daripada nyawa kelima
gurunya.” Lanjut Khe Chen Erl membuat Guo Jing merasa bersalah.
“Tidak, Guru Besar! Aku tidak seperti
itu.” ujar Guo Jing seraya menggelengkan kepalanya.
“Jangan panggil aku Guru. Aku Khe Chen
Erl tak bisa mengajarimu, tak pantas jadi gurumu. Pendekar Guo, jika kau tidak
tega, minggirlah! Biar aku saja yang membunuh Gadis Iblis ini.” ujar Khe Chen
Erl seraya mengarahkan tongkatnya pada Huang Rong.
Spontan gadis itu membela
dirinya dan tak sengaja mematahkan tongkat si buta itu dengan Tongkat Pemukul
Anjing yang dipegangnya.
Guo Jing yang melihat sang guru
terdorong dan hampir terjatuh justru malah menyalahkan dan membentak kekasihnya.
( Masih kekasih, ya. Kan Huang Rong
belum bilang “iya” hehehe ^_^ Tapi btw, anyway, bussway, nih Khe Chen Erl lawan
gadis kecil 16 tahun aja kalah, ya? Ckckck... Apa karena sekarang Huang Rong
sudah belajar ilmu “36 Jurus Tongkat
Pemukul Anjing” sama sedikit “9
Bulan” jadi lebih hebat dari Khe Chen Erl??? )
“Kenapa kau melukai guruku?” sentak Guo
Jing kasar, membuat Huang Rong shock mendengarnya.
“Kau suruh gadis iblis mengalah padaku?
Apa di matamu, gurumu begitu tak berguna?” sergah Khe Chen Erl sinis. (Gak tahu
terima kasih nih buta, uda ditolongin juga ckkck...)
“Kenapa kau masih melindungi orang yang
bahkan tidak menghargaimu?” ujar Huang Rong pada Guo Jing dengan hati sakit
karena dibentak dengan kasar.
“Pergi kau! Aku tak mau melihatmu
lagi!” ujar Guo Jing dengan dingin.
“Jing Gege...” panggil Huang Rong
lirih.
“PERGI!” bentak Guo Jing dengan kasar,
mengusir Huang Rong pergi.
Dan akhirnya gadis itupun pergi dengan
berlinang air mata. Sementara Guo Jing hanya menatap kepergiannya dengan penuh
penyesalan.
Paginya, semua pendekar di depan Loteng
Dewa Mabuk, siap untuk bertarung. Para Pendeta Chuan Chin memutuskan untuk
membantu Guo Jing membalas dendam. Namun Guo Jing berkata bahwa dia tidak ingin
melibatkan siapa pun dalam masalahnya. Dia bersikeras bahwa dia sendirilah yang
akan membunuh Huang Yao Shi.
Namun Huang Rong yang tahu bahwa kungfu
ayahnya masih di atas Guo Jing dan tidak ingin melihat pria yang dicintainya
mati di tangan ayahnya sendiri, akhirnya berpura-pura berkata bahwa dia ingin
mewakili sang ayah.
Dalam pikiran Huang Rong, lebih baik dia saja yang mati di
tangan Guo Jing daripada harus melihat Guo Jing mati di tangan ayahnya. Intinya
dia tidak ingin melihat ayah dan pacarnya saling membunuh hanya karena sebuah
kesalahpahaman.
“Kau ingin bunuh ayahku, bunuh aku
dulu!” tantang Huang Rong dengan berani, membuat Guo Jing jelas terkejut.
Mana
mungkin dia tega membunuh gadis yang dicintainya dengan tangannya sendiri?
Apalagi gadis itu tak ada hubungannya dengan kematian kelima gurunya.
“Kau minggirlah!” bentak Guo Jing yang
tak menyangka akan melihat kekasihnya memblokir jalannya.
“Rong’er, kau minggirlah. Biar ayah
baik-baik memberikan pelajaran pada bocah brengsek itu.” ujar Huang Yao Shi
dengan lembut.
“Ayah, bukankah Ayah selalu ingin aku
meninggalkan bocah brengsek itu? Hari ini, Rong’er ingin minta Ayah berjanji
satu hal. Rong’er selamanya tidak akan bertemu dengannya lagi. Nanti tidak
peduli apa pun yang terjadi, Rong’er harap ayah tidak ikut campur. Aku dan dia
ingin sepenuhnya mengakhiri hubungan kami. Berjanjilah pada Rong’er.” Pinta
Huang Rong pada ayahnya.
“Gadis Iblis, kau ingin mainkan trik
kotor apalagi?” sergah Khe Chen Erl dengan kasar, membuat Huang Yao Shi marah
dan tidak terima mendengar ada yang mengatai putri kesayangannya Iblis Kecil.
“Dasar Si Buta Brengsek, aku habisi kau
lebih dulu.” Ujar Huang Yao Shi tidak terima.
“Ayah.” Ujar Huang Rong menghalangi.
Dan demi memandang sang putri tercinta, Huang Yao Shi akhirnya mengalah.
“Marga Khe, kau ingin memakiku apalagi?
Katakan saja sekarang.” Tantang Huang Rong santai.
“Memakimu hanya akan mengotori
mulutku.” Jawab Khe Chen Erl dengan menyebalkan.
“Baik. Hari ini kau ingat ucapanmu
baik-baik. Suatu hari nanti, kau pasti akan menyesali semua yang kau katakan
padaku.” Ujar Huang Rong berusaha tegar.
Dia kemudian kembali berdiri di hadapan
Guo Jing, menantang Guo Jing untuk membunuhnya.
“Kau ingin mewakili gurumu, aku juga
ingin mewakili ayahku. Hari ini, kita selesaikan semuanya. Guo Jing, kau tunggu
apalagi? Bunuh aku!” tantang Huang Rong dengan berani seraya berdiri di depan
Guo Jing.
Sementara Guo Jing hanya menatapnya tak
tega, namun tak mampu berkata-kata.
“Jing’er, apakah kau sudah lupa apa
yang guru katakan padamu semalam? Apakah kau lupa sumpah yang sudah kau
ucapkan? Apakah kau lupa apa yang menimpa kelima gurumu di Pulau Persik? Mereka
semua sedang melihatmu dari Surga. Apa kau ingin mereka mati tidak tenang? Jing’er,
cepat bunuh gadis itu! Bunuh dia!” seru Khe Chen Erl memprovokasi sang murid.
Guo Jing yang awalnya tak tega, mulai
mengangkat kedua tangannya dan bersiap untuk menyerang gadis yang dicintainya.
Namun tatapan matanya menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah sanggup
melukai gadis yang dicintainya apalagi membunuhnya. Akhirnya Guo Jing menarik kembali kekuatannya
dan membuatnya dirinya sendiri terluka dalam.
“Jing Gege, kenapa kau menariknya?
Kenapa kau melukai dirimu sendiri?” ujar Huang Rong khawatir.
“Rong’er, pukulan ini adalah balas
budiku, Guo Jing atas kebaikan hatimu karena telah membantuku menyembuhkan
lukaku di ruang rahasia di penginapan Chi Shan selama 7 hari 7 malam. Setelah
ini, kau dan aku putus hubungan. Kita berdua tak punya hubungan apa pun lagi
mulai sekarang.” Ujar Guo Jing lirih dan berat, sementara Huang Rong hanya
meneteskan air mata mendengarnya. Guo Jing akhirnya kembali meminta putus untuk
yang kedua kalinya, walaupun sebenarnya hatinya tak rela.
Setelah mengatakan itu, Guo Jing segera
terjatuh ke tanah. Khe Chen Erl memegang lengan muridnya agar Guo Jing tidak
terjatuh. Guo Jing akhirnya berlutut pada sang guru dan meminta maaf dari lubuk
hatinya yang paling dalam.
“Guru, aku bersalah padamu. Aku
bersalah pada kelima guru. Guru, aku tak sanggup.” Ujarnya sambil menangis
pilu, memohon pengampunan gurunya karena dia tidak sanggup membunuh gadis yang
dicintainya.
Saat itulah, Ou Yang Feng dan
orang-orangnya mendadak muncul di sana dan memanfaatkan kesempatan.
“Saudara Yao tidak perlu khawatir. Aku
akan membantumu menghabisi bocah brengsek ini.” ujar Ou Yang Feng seraya
menatap penuh kebencian pada Guo Jing. Kemudian si Racun Barat mengajak Huang
Yao Shi bekerja sama untuk mengalahkan Partai Chuan Chin yang untungnya dia
menolak.
Namun walau begitu, Ou Yang Feng
berkata bahwa dia sendiripun bisa menghadapi mereka semua. Tapi saat mereka
akan bertarung, Pengemis Tua melompat turun dari atas Loteng Dewa Mabuk dan
berusaha menghentikan pertarungan.
“Tunggu sebentar! Pengemis Tua ini
ingin mengatakan sesuatu.” Ujar Hong Chi Khong tiba-tiba turun dan ikut campur.
To be continued...
Perasaan episode 44 dan 45 kok panjang
banget, ya? Padahal durasinya sama. Itu karena momentnya Guo Jing dan Huang
Rong sangat banyak. Jadi kesannya seperti panjang ulasannya. Anggap saja
ini sebagai ganti karena begitu Guo Jing pulang Ke Mongol, banyak adegan yang
menurutku gak penting akan langsung di skip, jadi membuat artikelnya akan jadi
lebih pendek.
See you next episode...
Berikutnya : Episode 46-47
Written
by : Liliana Tan
NOTE
: DILARANG MENG-COPY PASTE TANPA IJIN DARI PENULIS !!! REPOST WITH FULL CREDITS
!!!
Credit
Pict : WEIBO ON LOGO