Sabtu, 10 Agustus 2013

Yoon Ji Hoo After Story - A Moment To Remember 17 / SS501 Fanfiction

Author : LIANA HUI

Starring :
Kim Hyun Joong as Yoon Ji Hoo
Jung So Min as Hong Mo Nae
Kim Hyun Joong As Himself ( HJL Played Double Casting )
Kim Yoon Ji as Herself ( Yoon Ji Hoo Fiance )
Heo Young Saeng as Himself
Kim Kyu Jong as Himself ( Kim Hyun Joong’s Brother )
Park Jung Min as Himself
Kim Hyung Jun as Himself ( Kim Hyun Joong’s Brother )
Kim Joon as Song Woo Bin
Lee Min Ho as Gu Jun Pyo
Kim Bum as So Yi Jung


"Yoon Ji Hoo After Story - A Moment To Remember 17"





“ CHAPTER 17 : TODAY IS THE DAY !!! “
        

THE WEDDING DAY, YOON JI HOO POV :
      Aku menutup mulutku saat menguap. Mataku benar-benar terasa berat. Aku mengantuk sekali mengingat aku baru tidur pukul 5 pagi.. Well, terima kasih kepada kegilaanku semalam. Para tamu mulai berdatangan dan mengucapkan selamat, termasuk Kim Hyun Joong, istrinya juga SS501’s boys yang lain.
         
      “ Congrat, hyung !! Jaga Mo Nae kami baik-baik, We trust you !!”, ujar Kim Kyu Jong seraya memberikan selamat.
       “ Thanks Kyu..”, jawabku sambil tersenyum.

    “ Mo Nae adalah adik tersayang kami. Sekali kau membuatnya menangis, kau akan berhadapan dengan kami “, ancam Park Jung Min sambil bercanda.
     “ YAAA !! Tidak perlu mengancamnya seperti itu “, ujar Yi Jung memprotes dan aku tertawa geli melihat mereka.

     “ Guys,, Kuharap dengan pernikahan kami, kedua kubu bisa berdamai. Park Jung Min, aku minta maaf atas apa yang dilakukan temanku dan jangan khawatir, aku pasti menjaga Mo Nae baik-baik. Dan kau, Yi Jung.. Bukankah semalam kau berkata, kau tau bahwa kaulah yang salah. Kenapa tidak sekali saja ucapkan Maaf ?? Dengan begitu, kita bisa hidup dengan damai mulai sekarang. Setelah pernikahan ini, aku juga akan jadi bagian dari mereka. Ayolah, Yi Jung. Demi aku..”, pintaku pada mereka.

     “ Fine.. Aku tidak ingin kau jadi tidak enak pada mereka karena aku “, ujar Yi Jung akhirnya.
      “ Park Jung Min, I’m SORRY !! aku mengaku salah. Kuharap dendam kita selesai sampai disini “, ujar Yi Jung seraya mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman. Walaupun enggan, Jung Min akhirnya menerima uluran tangan itu.

    “ Fine.. Lupakan dendam masa lalu. Kita mulai dari awal “, ujar Jung Min, mulai bersikap ramah.
    “ Ji Hoo Hyung, harusnya kita buat surat perjanjian hitam diatas putih agar tidak terjadi masalah lagi di kemudian lagi “, usul Maknae yang disambut jitakan dikepala oleh Hyungnya, Kim Hyun Joong.

      “ Aishhhh, jinja.. Itu terlalu berlebihan, Junnie-ah..”, ujar Hyun Joong tertawa geli.
    “ by the way, Congrat Ji Hoo.. jaga Mo Nae baik-baik !! Jangan pernah tinggalkan dia..”, ujar Hyun Joong menyalamiku.
      “ OF COURSE !!!”, jawabku sambil memeluknya ringan.

    “ Aku harus mengucapkan terima kasih padamu, karena kau, aku menemukan cinta sejatiku, seseorang yang memang di takdirkan untukku. Kalau tidak bertemu denganmu, aku tidak mungkin bertemu dengan gadis itu..Jeongmal Gomawo !!”, tambahnya lagi seraya melirik Yoon Ji yang kini terlihat semakin cantik dengan perutnya yang semakin membesar.

     “ Aku senang kalian bahagia. Tolong jaga Yoon Ji baik-baik. Dia sudah ku anggap seperti adikku sendiri “, jawabku sambil tersenyum manis.

    “ Oppa, Chukkae.. Kau tau ?? Untuk sesaat, aku berharap akulah pengantin wanitanya. Tapi setelah melihat suamiku yang tampan ini, aku berubah pikiran.. Aku bersyukur karena aku menikah dengannya. Dialah yang selalu menghapus airmataku, yang selalu ada disisiku dan selalu menjagaku. Aku sangat beruntung kan ??”, ujar Yoon Ji sambil bergelayut manja dilengan Hyun Joong.

     “ Chukkae untukmu juga, Yoon Ji-ah.. Aku senang kau bahagia “, jawabku  tulus sambil memeluknya ringan.
     “ Hyung, Chukkae sekali lagi “, ujar Maknae dan Young Saeng.

     “ Aku senang karena kali ini aku bukan 1 1nya saksi. Kuharap pernikahan kali ini tidak ada yang menentangnya lagi dan akan bertahan selamanya “, ujar Young Saeng tulus.
      “ gomawo Saengie..”, jawabku tulus.

    “ Ji Hoo-ah.. Acaranya akan dimulai “, seru Woo Bin seraya menunjuk kearah pintu Gereja yang mulai ramai oleh pengiring wanita. Semua tamu akhirnya mulai duduk dengan manis dikursi masing-masing dan acarapun perlahan dimulai.

      Aku menoleh kearah pintu gereja yang perlahan terbuka dan disanalah aku melihat Dewi yang paling cantik yang seolah baru turun dari khayangan. Dia berjalan kearahku dengan senyumnya yang terlihat gugup, mataku spontan beralih kearah perutnya yang mulai membuncit, tempat dimana anak kami tumbuh, 4 bulan..Malaikat Kecil kami baru berusia 4 bulan saat Ayah dan Ibunya menikah lagi. Aku tersenyum membayangkan bagaimana jadinya anak kami nanti. Jika dia laki-laki, dia pasti tampan sepertiku.. Well, bagaimanapun juga aku adalah Pangeran Berkuda Putih-nya F4 kan ?? Dan jika dia perempuan, dia pasti cantik seperti Ibunya. Aku tenggelam dalam lamunanku hingga tanpa sadar dia sudah berdiri di hadapanku.

      “ EEhhmmm.. Apa yang kau lamunkan Tuan Yoon ?? Kenapa kau tersenyum aneh seperti itu ??”, bisiknya lirih padaku. Spontan aku tersadar dan menjadi salah tingkah.
      “ Tidak ada !!! Aku hanya terpesona oleh kecantikanmu “, jawabku merayu.
     “ Sejak kapan Yoon Ji Hoo dari F4 jadi pintar merayu ??”, balasnya sambil tersenyum malu.
     “ Mungkin sejak aku bertemu denganmu, Andromeda-ku !!!”, jawabku lagi lalu meraih tangannya dari tangan Ayahnya dan membawanya ke Altar.

Akhirnya, sumpah pernikahan pun di ucapkan. Ini yang kedua kalinya kami menikah, dan kuharap kali ini, tidak ada lagi yang bisa memisahkan kami, KECUALI MAUT tentunya.

“ Yoon Ji Hoo, Apa kau bersedia menerima Hong Mo Nae sebagai istrimu dan menjaganya serta mencintainya seumur hidupmu, Tidak peduli sakit atau sehat, Tidak peduli tua atau muda, Tidak peduli miskin atau kaya, Tidak peduli senang atau susah, akan selalu bersama hingga MAUT MEMISAHKAN KALIAN ?? “, Tanya Pendeta itu seraya menatap Ji Hoo.
“ AKU BERSEDIA “, jawabku mantap sambil tersenyum dan menatap Mo Nae.

“ Hong Mo Nae, Apa kau bersedia menerima Yoon Ji Hoo sebagai suamimu dan menjaganya serta mencintainya seumur hidupmu, Tidak peduli sakit atau sehat, Tidak peduli tua atau muda, Tidak peduli miskin atau kaya, Tidak peduli senang atau susah, akan selalu bersama hingga MAUT MEMISAHKAN KALIAN ?? “, Tanya Pendeta itu seraya menatap Mo Nae.

“ YA.. AKU BERSEDIA “, jawab Mo Nae dengan mantap dan wajah merona merah karena malu dan bahagia.

“ Kalian boleh bertukar cincin “, Seru Pendeta itu, lalu Tae Ra Noona maju untuk menyerahkan cincinnya pada kami.
          Setelah cincin itu terpasang, akhirnya saat yang paling aku tunggu pun tiba.
          “ Tuan Yoon Ji Hoo, Anda boleh mencium Pengantin Wanita “, seru Pendeta itu. Aku tersenyum nakal kearah Mo Nae sebelum mencium bibirnya lembut.

    “ Mulai sekarang, tidak ada apapun lagi yang bisa memisahkan kita, Sayang !!! Kau milikku selamanya !!!”, bisikku lirih sambil perlahan mencium lembut bibirnya.

      1 menit, 2 menit, 5 menit.. 10 menit. Aku memberi waktu pada diriku sendiri 10 menit untuk menciumnya. Kami punya waktu seumur hidup untuk melakukan ini tapi saat ini adalah saat yang special bagi kami berdua karena Ini adalah Pernikahan kami.
                   
“ I LOVE YOU, YOON MO NAE !!!! And Our baby too !!!”, ujarku lirih saat bibir kami terpisah dan ku tatap matanya dengan lekat.
Dia menatapku haru dan menjawab lirih “ I LOVE YOU TOO, YOON JI HOO !!!”
TODAY IS THE DAY.. TODAY MY LIFE BEGIN…

   Setelah menyelesaikan serangkaian Acara Pemberkatan di Gereja, kami berdua merayakan pesta yang sudah dipersiapkan kedua keluarga dengan meriah. Ini adalah Pernikahan yang mewah dan indah yang pantas untuk seorang Hong Mo Nae, Putri Konglomerat Korea Dengan Cucu Mantan Presiden Korea. Inilah yang memang seharusnya ku berikan padanya sejak dulu. Aku tidak tau berapa banyak pastinya tamu di pesta ini, kurasa Kakek dan Ayah Mertuaku sudah mengundang hampir separuh rakyat Korea kemari. Aku dan Mo Nae tidak henti-hentinya tersenyum pada mereka hingga merasa sangat lelah.

     “ Aaarrgghhh.. Ji Hoo. Sakit sekali !!”, erang Mo Nae sambil mencengkeram lenganku kuat dan memegangi perutnya.
      “ Kau tidak apa-apa, Wifey ??”, tanyaku cemas.
    “ Kurasa aku hanya terlalu lelah. Bisakah kita pulang sekarang ??”, pintanya dengan wajahnya yang mulai memucat. Aku mengangguk mantap.
   “ Baiklah !!! Kita pamitan dulu pada mereka “, ujarku seraya perlahan memeluk pinggangnya dan mendatangi pihak keluarga, memohon pamit pada mereka.

      Untunglah mereka mengerti dan mengizinkan kami pulang lebih dulu.
     “ Maafkan aku telah mengacaukan pestanya. Pesta Pernikahan kita sangat meriah, aku sangat menyukainya. Ini adalah pesta pernikahan yang selalu ku impikan. Terima Kasih, Ji Hoo !!!”, ujarnya saat kami sudah tiba di rumahku.

      “ Aku senang kau menyukainya, Sayang “, jawabku seraya membaringkannya di tempat tidur setelah aku membantunya mengganti Gaun Pengantinnya dengan piyama yang lebih nyaman.
     “ kau tidak keberatan bila kita menunda dulu malam pertama kita kan ??”, tanyanya tiba-tiba, dengan wajah memerah.
    “ Tidak !!! Kesehatanmu dan bayi kita yang paling utama sekarang. Aku tidak akan memaksa”, jawabku pengertian.
    “Terima kasih Ji Hoo.. kau memang suami yang baik dan pengertian”, serunya lega seraya mencium bibirku lembut.

          “ jadi hanya ciuman sebagai ganti ??’, godaku nakal.
          “ Apa boleh buat aku sedang hamil dan sakit “, ujarnya cemberut.
          “ Aku tau.. Aku hanya bercanda”, jawabku lagi.
          “ Tapi, apa hamil sangat menyakitkan ??”, tanyaku penasaran.

      Dia mengangguk pelan. “Memang menyakitkan, tapi rasanya sangat bahagia. Merasakan ada sebuah kehidupan kecil yang tumbuh di perutku, rasanya bagaikan keajaiban. Aku tidak sabar menunggunya lahir ke dunia “, jawabnya sambil tersenyum dan membelai perutnya.
      “ Aku juga tidak sabar, tapi sekarang aku ingin kau tidur dan istirahat, Nyonya Yoon !!! Aku tidak mau bayiku jadi sakit karena Ibunya keras kepala “, godaku lagi sambil mendorongnya ke kasur.
     
     “ Aku tau.. Selamat malam, Suamiku !!!”, ujarnya manja lalu menutup matanya perlahan dan tertidur.

5 bulan kemudian…
      5 bulan.. Aku tidak tau bagaimana istri dan anakku bisa bertahan melewati 5 bulan ini. Saat kami menikah, usia kandungannya sudah menginjak 4 bulan dan sekarang 5 bulan sudah berlalu sejak pernikahan kami, ini berarti Sekarang usia kandungan Mo Nae sudah menginjak 9 bulan. Inilah saatnya.. Saat yang paling menegangkan bagi kami semua.
         
      Setiap malam aku selalu terbangun dan melihat apa dia baik-baik saja.
    “ Kenapa kau tidak tidur, hubby ??”, bisiknya lirih dengan matanya yang setengah mengantuk.
       Aku menggeleng pelan dan perlahan menariknya ke dalam pelukanku.
     “ Tidak apa-apa !! Aku hanya sulit memejamkan mataku. Kau tidurlah lagi “, ujarku lembut padanya.

      Aku tau masa-masa kehamilan ini adalah masa-masa tersulit dalam hidupnya, tapi dia tidak pernah mengeluh sedikitpun, aku sangat bangga padanya. Aku selalu takut membayangkan apa yang akan terjadi setelah dia melahirkan, aku seorang dokter jadi aku tau resikonya. Jika kondisinya tidak memungkinkan aku pasti harus memilih antara ibu atau bayinya. Aku tidak ingin kehilangan keduanya, itu sebabnya aku berharap waktu berhenti berputar.

“ Lihat !!! Bayinya bergerak !!”, ujarnya tiba-tiba, membuyarkan lamunanku. Spontan dia menarik tanganku dan meletakkan di perutnya yang membuncit. Dan benar saja, aku merasakan gerakan kecil dalam perutnya. Aku begitu terharu, ini yang pertama kalinya dalam 9 bulan aku merasakan kehadiran bayiku dalam perut istriku.

“ Aku tidak sabar ingin dia lahir ke dunia.. Ji Hoo, jika seandainya kau harus memilih antara aku atau bayi kita, aku ingin kau memilih bayi kita.. Berjanjilah padaku !!”, pintanya memohon.

      “MO NAE-ah.. Don’t say like that !!! Its gonna be alright !!! lihatlah !!! Kau bisa melewati 9 bulan ini dengan baik-baik saja kan ??”, ujarku menghiburnya.
“ Kita berdua konsekuensinya. Tapi bayi ini tidak bersalah.. Berjanjilah padaku kau akan menyelamatkannya “, pintanya lagi.

“ Mo Nae-ah…”, ujarku sedih.
“ I LOVE YOU, JI HOO !!! Kau suami dan ayah yang baik, aku tau kau tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada bayimu, benarkan ??”, bujuknya lagi. Aku mengangguk pelan dengan hati sakit.

“ Jangan bicarakan itu lagi !!! Sekarang tidurlah !!”, ujarku seraya mendorongnya ke tempat tidur. Tapi bukannya menurutiku, dia malah terbangun dan berdiri dari tempat tidur.
“ Kau mau kemana, Honey ??”, tanyaku cemas.
“ Aku ingin mengambil minum “, sahutnya lirih sambil tersenyum.
“ Biar ku ambilkan untukmu “, jawabku beranjak berdiri.

“ Tidak perlu !!! Kau sudah seharian bekerja, jadi pasti sangat lelah. Tidurlah !! Aku akan segera kembali “, jawabnya sambil menyuruhku tidur. Mo Nae yang keras kepala memang tidak bisa dilarang. Aku hanya menarik napas dan kembali membaringkan tubuhku di tempat tidur sambil menunggunya kembali.

Tapi selang beberapa saat kemudian, aku mendengar teriakan keras dari arah dapur.
“ JI HOO… HELP ME !!!!”, teriak Mo Nae. Aku bisa mendengar ketakutan dan kesakitan dari suaranya. Spontan aku berlari kearahnya. Kulihat dia bersandar di meja makan dengan tubuh bergelimang darah.
“ Kurasa dia akan lahir malam ini. Sakit sekali !!! AARRGGHHHH…”, erangnya keras sambil menangis.
“ Tahan Mo Nae !! Kita akan segera ke RS !!”, ujarku seraya menggendongnya dengan susah payah.

“ KAKEK !!!! TOLONG KAMI !!!”, teriakku pada Kakekku dan sedetik kemudian kakekku muncul dengan terkejut.
“ Apa sekarang saatnya ??”, Tanya kakekku panic. Aku mengangguk pelan.
“ Kakek, tolong panggil sopir dan siapkan mobil “, pintaku pada kakek.
“ Baik !!! Kakek mengerti Ji Hoo..”, ujar kakek lalu berjalan pergi. Sementara istriku mencengkeram pundakku dengan erat.

“ ITS HURT !!! JI HOO…”, isaknya menangis.
“ I KNOW !!! JUST HOLD ON, MO NAE !!!”, bisikku klembut seraya perlahan membawanya kedalam mobil yang sudah disiapkan oleh sopirku.
Didalam mobil, Mo Nae terus merintih dan menangis. Hatiku sangat sakit melihatnya menderita seperti ini.
“ Maafkan aku membuatmu seperti ini. Jika saja aku bisa mengendalikan diriku dan tidak mengahamilimu, ini semua tidak akan terjadi “, ujarku menyesal.

“ TIDAK !!! Jangan bicara seperti itu !! Anak ini adalah anugerah, tidak ada yang perlu disesalkan. Aku bahagia bisa mengandung anakmu. Putra Yoon Ji Hoo..”, ujar Mo Nae dengan senyum terpaksa menahan sakit.

“ Putraku ?? Darimana kau tau, wifey ?? USG tidak bisa mendeteksi jenis kelaminnya “, tanyaku bingung.
“ Instingku sebagai seorang Ibu yang mengatakannya. Beri dia nama Seung Jo jika dia benar laki-laki “, pintanya lagi.

“ Aarrrggghhh !!! Sakitnya menyerang lagi. JI HOO…”, Mo Nae kembali merintih.
“ Aku disini, Sayang !!! Semua akan baik-baik saja “, bujukku mnghiburnya.
Beberapa menit kemudian kami tiba di Suam Hospital, para dokter sudah siap menyambut Mo Nae disana.
“Promise me, Ji Hoo.. Promise me that you will save my baby.. Our Baby”,ujar Mo Nae terbata-bata.
“Dont say like that !! You both will be alright !!!”, ujarku menenangkan.

Setelah mereka membawa Mo Nae masuk ke ruang operasi, Dokter Hwang mendekatiku dan membisikkan sesuatu ditelingaku.
“Aku tau ini sulit untukmu. Tapi jika seandainya kau harus memilih, mana yang akan kau pilih ?? Siapa yang harus kami selamatkan ?? Ibu atau bayinya ?”, tanya Dokter Hwang padaku.
“Aku..”,jawabku bingung. “Tidak bisakah kalian selamatkan keduanya?”, tanyaku penuh harap. “Kami akan berusaha Dokter Yoon”, jawabnya lalu menghilang di ruang operasi.

1 jam, 2 jam hingga 3 jam terlewati dan mereka masih belum selesai, ketakutan mulai mencengkeramku. Jun Pyo, Yi Jeong dan Woo Bin bergantian menenangkanku, tapi hatiku tetap tidak tenang. Tae Ra Noona juga kedua mertuaku juga sibuk mondar-mandir didepan ruang operasi dengan cemas.

Hingga akhirnya setelah beberapa jam yang melelahkan akhirnya terdengar suara tangis bayi dari dalam ruangan.

Kami semua menoleh dengan spontan. “Sudah lahir. Bayinya sudah lahir. Selamat Ji Hoo !!!”, ujar Woo Bin senang seraya menepuk pundakku. Tapi aku masih terlalu terkejut untuk merespon. Aku baru tersadar saat salah seorang perawat membawa keluar sesosok makhluk mungil yang lucu berselimut putih padaku.

“Selamat Dokter Yoon. It’s a boy !!!”, seru perawat itu. Aku dengan kagum menatap putraku.
“Welcome to the world, Seung Jo !! My baby boy “, ujarku kagum seraya menggendongnya dalam pelukanku. Aku masih tidak percaya makhluk mungil yang lucu ini adalah putraku, putraku dan Mo Nae.

“Dia tampan sekali Ji Hoo.. Sama sepertimu kawan”, puji Jun Pyo kagum. 
“Tapi tentu saja putraku lebih tampan”, ujar Ji Hoo membanggakan putranya.
“Kurasa nanti kita berempat bisa membuat F4 Junior. Bagaimana ??”, canda Yi Jeong dan aku hanya tersenyum mendengarnya.

“Selamat Nak... Tapi bagaimana dengan Mo Nae ??”, tanya Ayah mertuaku.
Sesaat aku tersadar. “Benar. Bagaimana dengan Mo Nae ??”, tanyaku panik pada perawatnya.
Dia terdiam sesaat. Lalu kemudian menundukkan kepalanya dengan ekspresi menyesal.
“Maafkan kami, Dokter Yoon !! Kami sudah berusaha “, jawabnya lirih.

“TIDAK !!! TIDAK MUNGKIN !!! Jangan katakan bahwa...”, aku bahkan tidak sanggup meneruskan kata-kataku. Seketika aku merasa seluruh tubuhku lemas.
Aku menangis pelan seraya ku dekap putraku dalam pelukan.

“Nyonya Yoon adalah wanita yang kuat. Dia meminta kami menyelamatkan bayinya. Kami sudah berusaha menyelamatkan keduanya, tapi hidup adalah pilihan. Maafkan kami”, jawabnya lagi.
“Kau bohong !! Kau pasti bohong kan ??”, ujarku tidak percaya.

“MAAFKAN KAMI, DOKTER YOON !!! Kami benar-benar sudah berusaha. Tapi Tuhanlah yang menentukan”, jawab Dokter Hwang yang mendadak muncul dari ruang operasi dan berdiri disampingku.

NB : Kurasa bukan Tuhan yang menentukan kali ini tapi AUTHOR hehehe ^^ *ketawa licik*

“Kami harus membawa bayinya ke ruang perawatan. Tubuh Nyonya Yoon akan segera kami pindahkan”, jawabnya lagi, sementara aku merasa ini hanyalah mimpi. Perlahan mereka mengambil bayiku dari pelukanku dan tinggallah aku sendiri dalam kehampaan ini.

“Aku belum mengucapkan selamat tinggal padanya. Dia belum melihat bayi yang baru saja dilahirkannya. Kenapa Tuhan ?? Kenapa kau tega lakukan ini padaku ??”, tanyaku putus asa sambil menangis pelan.

“Ji Hoo-ah.. Kau harus kuat demi putramu. Putra Mo Nae”, ujar Woo Bin seraya memeluk pundakku.
“Kakek disini Ji Hoo.. Kau tidak sendirian”, ujar Kakek padaku.

“Mo Nae-ah, terima kasih karena kau telah memberiku hadiah yang indah ini. Terima kasih karena kau sudah berjuang melahirkannya untukku. Terima kasih untuk cinta dan semua pengorbananmu. I Love You and I Really do !!! I Promise I will take care of our baby. I will Love him like I Love You, Wifey.. Mo Nae, Goodbye !!!”, batinku saat kulihat mereka membawa tubuhnya yang pucat dan tidak bernyawa ke ruang mayat.


To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads