Senin, 26 Januari 2015

(FF) Legend Of The Condor Heroes After Story : Chapter 1

Well, tidak puas dengan ending “The Legend Of The Condor Heroes 2017” yang hanya berakhir dengan Guo Jing dan Huang Rong berkuda bersama menuju Benteng Xiang Yang. How about I write Fanfiction about them, which show more romantic relationship between this two? I’m writer anyway...So, let’s give it a try hehehe =)

========


Author : Liana Hwie

Starring :
William Yang Xuwen as Guo Jing (Kwee Cheng)
Li Yi Tong as Huang Rong (Oey Yong)
All Cast From Legend Of The Condor Heroes 2017





“Chapter 1 – Today Our New Life Begin”

Guo Jing dan Huang Rong meninggalkan Mongolia segera setelah Jenghis Khan wafat. Dalam perjalanan kembali ke Pulau Bunga Persik untuk menikah, Huang Rong bersandar dengan manja di pelukan kekasihnya, sambil menikmati matahari terbenam dan tersenyum membayangkan bahwa dalam beberapa hari lagi dia akan menikah dengan “Kakak Jing”-nya. 

Ayahnya telah mengirim kabar melalui burung Rajawali saat mereka masih dalam perjalanan kembali dari Mongolia bahwa Guru mereka - Hong Chi Khong (Ang Cit Khong), Bocah Tua Nakal – Chiu Phek Thong, 7 Pendeta Chuan Chin, Kakak Seperguruan Huang Rong – Tetua Lu Cheng Feng dan seluruh keluarganya serta beberapa anggota Partai Pengemis sudah tiba di Pulau Bunga Persik untuk menghadiri pernikahan mereka. Selain itu, Sha Gu dan Guru ke 1 Guo Jing yaitu Khe Zhen Erl juga sudah ada di sana. Well, mereka berdua sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga dan tinggal menetap di sana. 

Awalnya mereka berdua berniat menuju Benteng Xiang Yang, namun untuk sementara hal itu tak perlu lagi mengingat setidaknya selama beberapa tahun ke depan, Negeri Sung akan tetap aman karena Tolui berjanji tidak akan menyerang Sung selama dia masih hidup dan menjadi pemimpin Mongol

Huang Rong tersenyum bahagia saat membayangkan bahwa pernikahan mereka akan sangat ramai dan meriah. Huang Rong tersenyum membayangkan makanan apa yang harus dia siapkan untuk Gurunya, Hong Chi Khong (Ang Cit Khong). Huang Rong tersenyum membayangkan bahwa gurunya sangat menyukai masakannya. Walau nanti bukan dia yang akan memasaknya secara langsung tapi dia akan memberikan resepnya pada para pelayannya. 

Huang Rong melirik Kakak Jing-nya dan tertawa dalam hati karena walau dia memasak banyak sekali masakan yang lezat, Guo Jing tetap lebih menyukai menu sederhana seperti Mie dan Mantau daging. Diam-diam Huang Rong melirik calon suaminya yang terlihat sedih dan murung.

“Jing Gege, apa yang kau pikirkan? Apa kau sedang memikirkan Putri Hua Zheng?” goda Huang Rong yang sukses membuat Guo Jing tercekat dan memandangnya dengan panik.

“Tidak! Rong'er, kau tahu dengan sangat jelas bahwa aku hanya mencintaimu seorang. Hanya kau yang ada dalam hatiku. Mana mungkin aku memikirkannya?” Guo Jing menyangkal dengan tegas, raut kecemasan tergambar diwajahnya. 

Dia benar-benar takut Huang Rong akan salah paham lagi seperti sebelumnya. Dia tidak mau jika harus kehilangan Rong'er-nya seperti waktu itu. Tapi melihat senyum nakal di wajah Huang Rong, Guo Jing sadar bahwa Huang Rong hanya menggodanya.

“Lalu, apa yang kau pikirkan?” tanya Huang Rong lagi seraya membuat dirinya senyaman mungkin bersandar di pelukan Guo Jing. 

Tubuhnya sedikit gemetar karena dinginnya angin laut di malam hari, Guo Jing yang menyadari hal itu langsung mengeratkan pelukannya untuk membuat tunangannya lebih hangat. Saat itu, mereka sedang berada di atas perahu dalam perjalanan kembali ke Pulau Persik untuk menikah.

“Aku sedang memikirkan mendiang Ibuku, kelima guruku dan juga Khan Agung. Aku berharap Ibu dan kelima guruku bisa menghadiri pernikahan kita. Melihatku menikah adalah impian terbesar ibuku.” Guo Jing terdiam sesaat. 

Dia menarik napas dengan dalam sebelum kembali melanjutkan, “Sedang Khan Agung, dia sudah kuanggap seperti ayahku sendiri. Kau tahu aku tak pernah bertemu dengan ayah kandungku, jadi melihatnya meninggal, membuat hatiku sangat sedih. Aku berhutang banyak padanya dan seumur hidup takkan pernah bisa kubayar. Tapi melihatnya menyerang Sung kita, aku juga tak bisa tinggal diam.” Ujar Guo Jing lirih.

Huang Rong menyentuh pipi tunangannya dengan lembut dan berkata pelan, “Kau orang yang baik Kakak Jing, kurasa Khan Agung juga tahu bahwa kau tak bisa mengkhianati negaramu apapun yang terjadi. Kau tenanglah. Untuk beberapa tahun ini setidaknya kita bisa tenang.” Jawab Huang Rong menenangkan. 

Guo Jing menundukkan wajahnya dan menatap wajah tunangannya yang bersandar dengan nyaman di dadanya dan bertanya bingung, “Maksudmu?” tanyanya tak mengerti.

“Khan telah meninggal tapi sebelum meninggal dia telah menunjuk Tuo Li sebagai penerusnya, kan? Kau dan Tuoli punya hubungan yang sangat baik. Dan Khan sudah berkata kalau selama Tuoli hidup, kalian tak boleh saling membunuh. Jadi kau tenang saja, selama ada Tuoli, Mongol takkan menyerang Sung. Tapi kakak pertama dan kedua Tuoli juga tak mungkin diam saja melihat kekuasaan jatuh ke tangan adik terkecil mereka. Mereka pasti akan bertarung sendiri untuk memperebutkan kekuasaan. Dan aku yakin perang saudara akan memakan waktu bertahun-tahun jadi selama beberapa tahun setidaknya Sung kita masih aman.” Jawab Huang Rong santai dan tenang.

Mendengar penjelasannya, dalam hati Guo Jing sedikit tenang. Dia tahu perhitungan Rong'er tak pernah salah. 
“Kau benar, Rong'er. Walau aku tak suka melihat Tuoli berperang dengan saudaranya sendiri, tapi setidaknya itu bisa menghambat invasi Mongol ke Sung selama beberapa tahun.” Ujarnya sedikit tenang sambil memeluk Rong'er semakin erat.

“Jing Gege, apa kau bahagia? Beberapa hari lagi kita akan menikah.” tanya Huang Rong, mengubah arah pembicaraan. Guo Jing menggangguk mantap. 

“Tentu saja. Bukankah ini yang sudah kita harapkan setelah melewati begitu banyak rintangan?” jawabnya seraya mencium kening Huang Rong dengan penuh cinta dan membelai rambutnya yang masih bersandar di dadanya.

“Tapi aku tetap berharap Ibuku dan kelima guruku bisa menghadiri pernikahan kita.” Ujarnya lagi. Selalu merasa sedih setiap kali mengingat Ibu dan kelima gurunya.

“Jing Gege, bukankah makam ibu sudah kita pindahkan ke Pulau Bunga Persik? Ibu Mertua sudah kita makamkan di samping kelima gurumu, jadi kapanpun kau rindu padanya, kau bisa menjenguknya dengan mudah.” Hibur Huang Rong dengan ceria. Guo Jing mengangguk senang.
“Kau benar.” Jawabnya singkat walau masih terlihat sorot kesedihan dalam matanya.

“Kau jangan sedih lagi. Apa kau tahu kalau orang yang kita cintai tak pernah meninggalkan kita? Mereka akan selalu ada dalam hati kita yang paling dalam. Ayahku juga selalu bicara pada Ibu jika dia merasa rindu. Lagipula, bukankah sekarang kau memilikiku?” hibur Huang Rong lagi.

Guo Jing menatap mata Huang Rong dengan dalam. Dia mengenang banyak hal yang pernah terjadi dalam hidup mereka selama 2,5 tahun ini. Ada banyak kesedihan tapi juga banyak kebahagiaan. 

Guo Jing mengingat saat Huang Rong terkena pukulan Ketua Chiu Chien Ren dari Partai Tapak Besi dan hampir saja kehilangan nyawanya, Guo Jing merasa dia tak ingin hidup lagi jika Huang Rong tak ada di dunia ini. 

Tapi ternyata Tuhan masih berbaik hati, karena Tuhan masih mengembalikan Rong'er padanya. Lalu saat dia mengira Rong'er meninggal terhisap oleh pasir hisap saat di Mongolia, dia benar-benar sedih dan putus asa.

Tak pernah dalam hidupnya dia begitu tak berdaya, dia ingat dia menolak bicara pada siapapun selama sebulan lamanya, bahkan menolak bicara pada ibunya sendiri. Kalau saja saat itu dia tidak ingat masih memiliki seorang Ibu, mungkin saat itu Guo Jing akan segera mengambil belati dan membunuh dirinya sendiri. 

Tapi kemudian, Khan Agung juga mendesak ibunya hingga mati. Guo Jing merasa hidupnya telah hancur. Dia telah kehilangan kelima gurunya, lalu Rong'er lalu kemudian Ibunya juga pergi meninggalkannya. Tapi sekali lagi Tuhan masih menyayanginya. Tuhan mengembalikan Rong'er padanya.

Dia ingat dia sangat panik dan frustasi saat Rong'er menolaknya saat mereka bertemu kembali di Gunung Hua. Saat Rong'er dengan dingin berkata dia tidak ingin bertemu Guo Jing lagi dan memintanya menganggap semua hal yang pernah terjadi di antara mereka tak pernah terjadi. Memintanya melupakan cinta mereka. 

Hati Guo Jing bagaikan ditusuk ribuan pedang. Sedih, patah hati, frustasi, depresi bercampur aduk dalam hatinya. Saat itu hanya Rong'er yang dia punya, dan Rong'er pun menolaknya. 

Tapi untunglah akhirnya Rong'er memaafkannya dan tak lama lagi mereka akan menikah. Guo Jing masih menatap gadis cantik yang bersandar dalam pelukannya dan berbisik lembut “Rong'er, selama kau ada di sisiku, aku akan merasa bahagia. Jangan pernah tinggalkan aku lagi.” Bisiknya lembut penuh cinta.

“Jing Gege, mana mungkin aku meninggalkanmu? Kaulah yang mencampakkan aku waktu itu dengan memilih Putri Hua Zhen.” Goda Huang Rong, pura-pura marah.

“Benar. Itu karena aku sangat bodoh. Tapi mulai saat ini, tak ada apapun yang bisa memisahkan kita, kecuali kematian.” Janji Guo Jing dengan nada serius dan tatapan mata yang penuh cinta.
“Aku suka itu.” Jawab Rong Erl ceria.

“Rong'er, aku tak tahu apa aku pernah mengatakan ini, tapi aku ingin mengatakannya padamu sekarang kalau Aku mencintaimu.” Bisik Guo Jing lagi, seraya menatap tajam mata Huang Rong dan perlahan menundukkan wajahnya.

“Bolehkah..." Guo Jing tampak ragu saat akan mengatakannya.
"Apa?" tanya Huang Rong menggodanya.
"Aku ingin..." lagi, Guo Jing malu saat akan mengatakannya.
"Ingin apa?" tanya Huang Rong lagi.
"Tidak. Lupakan saja," jawab Guo Jing lirih, salah tingkah. 

Tapi kemudian tatapan matanya kembali terpatri pada bibir Huang Rong yang merah merona dan tampak menggoda. Huang Rong tak menjawab, tapi dia mengerti apa yang diinginkan pemuda lugu itu.

Huang Rong memejamkan matanya dan menengadahkan kepalanya seolah memberikan ijinnya. Guo JIng terkejut saat menyadari bahwa Huang Rong mengerti isi hatinya. 

Melihatnya memberikan ijin, Guo Jing tersenyum singkat lalu untuk yang pertama kalinya dia menciumnya dengan lembut. Huang Rong mengangkat sedikit tubuhnya agar Guo Jing bisa lebih leluasa menciumnya, dia melingkarkan kedua lengannya di leher Guo Jing dan mereka berciuman mesra di bawah sinar bulan yang bersinar terang di bulan ketiga, di atas sebuah perahu yang membawa mereka ke kehidupan baru mereka yang lebih indah.

“Jing Gege, aku juga mencintaimu.” Ujar Huang Rong disela-sela ciuman mereka.
“Aku tahu.” Jawab Guo Jing lembut lalu kembali menciumnya dengan hangat dan mesra.

To be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads