Selasa, 27 Januari 2015

(FF) Legend Of The Condor Heroes After Story : Chapter 3

And now with the wedding night hehehe =) My perverted mind is starting now kekeke =) Well, I will make it simple, maybe only 10 or 11 chapter, just focus on Guo Jing (Kwee Cheng) and Huang Rong (Oey Yong) married life before they meet “The Little Demons – YOKO”. I HATE YOKO and XIAO LUNG NI so much !!! I truly cannot stand this couple. I just saw one adaptation (Andy Lau version) and just REFUSED to watch any other adaptation because I HATE THEM SO MUCH !!!! I also couldn't make my self read the novel. Yoko always make himself look like the victim in everything and Xiao Lung Ni is very SELFISH !!! 

Everytime they are together, all they ever talked about was how the people wronged them. Hei, you think you are an angel, so perfect and never make mistake ?? So Funny and SELFISH COUPLE !!! The most important is THEY ARE NOT HELPING My Lovely Guo Jing (Kwee Cheng) to DEFENDING XIANG YANG !!! This is precisely the reason that I dont read the novel, cause the adaptation was enough to make me THROW UP ten thousand time over !!!

Guo Jing (Kwee Cheng) however, is MY FAVORITE Protagonist from All Jin Young novel and maybe from all the wuxia series and the one that I ADMIRE THE MOST !!! And I dedicated this FF to my Lovely Guo Jing (Kwee Cheng).

=========

Author : Liana Hwie

Starring :
William Yang Xuwen as Guo Jing (Kwee Cheng) 2017
Li Yi Tong as Huang Rong (Oey Yong) 2017
All Cast From Legend Of The Condor Heroes 2017






“Chapter 3 – Our Wedding Night”

Pesta berakhir. Semua tamu tertidur di aula karena mabuk, termasuk Huang Yao Shi dan Pengemis Utara Hong Chi Khong (Ang Cit Khong) yang terlihat sangat bahagia karena akhirnya kedua murid kesayangannya benar-benar menikah. Bahkan Sha Gu pun sudah tertidur karena lelah bermain. Semua orang, kecuali kedua mempelai yang masih tetap terjaga di kamar pengantin mereka.

“Aku masih tak percaya. Malam ini, hari ini, pria ini akhirnya menjadi suamiku.” Ujar Huang Rong dalam hati saat dia dengan nyaman bersandar di dada suaminya. 

Mereka berdua sudah melepas kostum pernikahan mereka dan hanya mengenakan pakaian tidur, duduk di beranda di luar kamar mereka seraya memandang bintang di langit.

Pada kenyataannya, mereka berdua sangat gugup bukan main. Mereka tak tahu harus mulai dari mana untuk memulai malam pengantin. Baik Guo Jing maupun Huang Rong masih merasa malu pada diri mereka juga pada pasangan masing-masing. 

Hanya berpelukan dan berciuman, mungkin Guo Jing masih memiliki keberanian itu tapi jika untuk melakukan sesuatu yang lebih, dia masih merasa sangat malu. Hanya memikirkannya saja, hatinya berdetak sangat kencang, napasnya menjadi tak tenang.

Itu sebabnya dia mengajak istrinya memandang bintang di beranda kamar mereka. Tanpa bicara, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing, sambil berpelukan dengan Huang Rong bersandar di dadanya seperti biasanya. Hal seperti ini bukan hal yang aneh bagi mereka.

“Apa aku sedang bermimpi? Apa Rong'er akan berpikir aku sudah gila jika aku menampar pipiku sendiri sekedar untuk memastikan jika ini bukan mimpi? Kenapa jantungku berdetak sangat kencang? Ini pasti karena pengaruh arak pernikahan kami karena sekarang aku merasa sedikit mabuk. Tidak. Aku tak boleh mabuk. Aku tak mau malam pertamaku berlalu begitu saja. Tapi apa yang harus kulakukan?” Guo Jing berkata dalam hatinya, terlalu takut untuk menyuarakannya.

“Jing Gege...” tiba-tiba sebuah suara lembut memanggil namanya.
“Hhhmmm...” jawabnya lirih, seraya mengeratkan pelukannya ditubuh istrinya.

“Apa kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Saat itu kau memanggilku “Huang Xian Di” (Adik Huang, Xian Di = panggilan formal untuk adik laki-laki)” ujar Rong'er sambil tertawa.

“Maafkan aku. Aku sangat bodoh. Aku sungguh tak tahu kalau kau seorang wanita.” Jawab Guo Jing jujur dan malu. 

Kembali memikirkan hal itu sambil memandang wajah istrinya yang bersandar manja di pelukannya, membuat Guo Jing menyadari betapa bodohnya dia. 

Rong'er sangat cantik. Dia memiliki mata yang indah dan alis yang lentik, pipinya berwarna merah muda dan halus, bibir mungilnya bisa mengundang gairah semua pria untuk menciumnya, kulitnya seputih salju, rambutnya hitam dan indah, tangannya juga begitu mungil dan lembut.

“Bagaimana bisa aku menganggapnya laki-laki? Aku memang bodoh.” Batin Guo Jing merasa sangat lucu.

“Meminta maaf sekarang bukankah sudah terlambat?” canda Huang Rong iseng, yang membuat Guo Jing hanya mampu menjawab “Oh,” karena dia tak tahu apalagi yang harus dia katakan.

“Rong'er...” kali ini giliran Guo Jing yang memanggil namanya lembut.
“Apa kau ingat saat kita mengurung diri diruang rahasia selama 7 hari 7 malam untuk mengobati lukaku?” tanya Guo Jing mengenang.
“Hhhmm...Tentu saja aku ingat.” Jawab Rong'er tak mengerti.

“Ada saat ketika aku melihatmu memejamkan matamu dan sebuah cahaya dari lubang kecil itu menyinari wajahmu, saat itu kau terlihat...” Guo Jing terdiam, jantungnya kembali berdetak kencang.

“Terlihat apa?” tanya Huang Rong bingung melihat Guo Jing mendadak terdiam.
“Sangat mempesona.” Jawab Guo Jing malu-malu, suaranya terdengar begitu pelan dan berbisik, semburat merah muncul dipipinya karena malu mengatakannya. 

Huang Rong tersenyum senang mendengarnya.
“Aku memang cantik. Kenapa kau baru menyadarinya?”goda Huang Rong lagi.

“Sebagai seorang pria, saat itu aku baru menyadari kenapa Ou Yang Khe dan semua pria lain di luar sana begitu terpesona padamu. Dan saat itu, tiba-tiba aku ingin...” sekali lagi Guo Jing terdiam. Dia seperti kehilangan kata-kata. 

Huang Rong bisa merasakan jantung Guo Jing berdetak kencang saat dia menyandarkan kepalanya di dadanya yang bidang.
“Ya? Kau ingin apa?” tanya Huang Rong nakal, walau dia sudah menebak apa jawabannya, tapi tentu saja dia ingin mendengar langsung dari mulut suaminya.

“Aku ingin menciummu.” Jawab Guo Jing gugup.
“Juga ingin memelukmu. Untuk berterima kasih padamu karena sudah memilihku di antara semua pria yang ada. Aku tak tahu kebaikan apa yang sudah kulakukan di masa lalu sehingga pantas mendapatkanmu.” Lanjutnya lirih, kalimat yang terdengar tulus dan dari dalam hati. 

Guo Jing mengeratkan pelukannya, dan memeluk istrinya lembut dan penuh cinta. Rong'er tersentuh mendengar pengakuannya.
“Jing Gege, kau mungkin bukan orang yang sempurna. Kau bodoh dan tidak mengerti puisi atau sastra, tapi satu yang pasti, kau memiliki cinta, ketulusan dan kebaikan hati yang tak dimiliki semua orang. Itu sebabnya aku mencintaimu.” Jawab Rong'er tulus, kalimat yang membuat Guo Jing sangat terharu dan setetes air jatuh dari matanya.

“Rong'er, tak pernah dalam hidup ini aku merasa begitu dicintai. Terima kasih. Kau membuat hidupku sangat berarti.” Ujar Guo Jing tulus, lagi, setetes air mata jatuh dari sudut matanya karena mendengar pengakuan Rong'er-nya yang sangat tulus. 

Sejak dia bertemu gadis ini, Rong'er bukan hanya memberinya keceriaan dan kebahagiaan tapi juga cinta dan kehangatan. Walau dia sangat nakal, manja dan terkadang liar, tapi saat bersamanya, Rong'er bisa berubah menjadi seseorang yang lebih berhati.

“Aku memberimu otak, dan kau memberiku hati.” Rong'er pernah berkata seperti itu padanya suatu kali. 

Benar. Huang Rong dengan kepintarannya selalu bisa membantunya keluar dari masalah dan Guo Jing dengan kebaikan hatinya telah mengubah seorang gadis yang liar, nakal dan manja menjadi wanita dewasa yang berhati baik dan penyayang.

“Jing Gege, bisakah kau bayangkan andaikan kau masih berada di pihak Mongol, suatu hari nanti kita akan saling berhadapan di medan perang? Mongol akan menyerang Sung, aku sebagai rakyat Sung dan Ketua Partai Pengemis tentu tak akan membiarkan negaraku diserang. Jika kita bertemu di medan perang, apa yang akan terjadi?” tanya Rong Erl berandai-andai.

Lama Guo Jing terdiam sebelum akhirnya menjawab pasrah, “Kau sangat pintar. Jika tanpa bantuanmu, Mongol takkan bisa menghancurkan Chin. Kau pasti akan menang. Tapi aku tak mau ada perang, aku akan menyerahkan diriku padamu dengan sukarela.” Jawab Guo Jing tulus seraya memandang mata istrinya dengan penuh kesungguhan dan cinta.

“Kenapa kau harus menyerahkan dirimu?” tanya Rong Erl lagi.
“Karena aku takkan pernah bisa melukai wanita yang aku cintai. Jadi lebih baik, akulah yang mati.” Jawabnya tulus, tatapan mata penuh cinta terpancar jelas di matanya yang besar dan bercahaya.

“Mana bisa begitu? Ilmu kungfumu jauh di atasku. Kau pasti dengan mudah menangkapku.” Jawab Huang Rong lagi, mengujinya.

“Kalau begitu aku akan dengan senang hati menangkap salah satu pemimpin Sung yang sangat cantik...” jawab Guo Jing sambil tersenyum nakal, lalu terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab lagi, “Dan akan kujadikan dia istriku.” Lanjutnya lagi seraya menggendong tubuh Rong'er dalam pelukannya dan membawanya masuk ke dalam kamar.

“Hhhhmmm...Suamiku pasti akan marah bila melihatku bersama pria lain.” Goda Huang Rong dengan mata berkilat nakal dan senyuman manja.

“Benar juga. Istriku yang sangat cantik dan masih muda juga takkan suka melihatku bersama wanita lain. Dia pasti akan marah lalu menarik rambutku dan mencopot semua gigiku.” Jawab Guo Jing sambil tertawa membayangkannya.

“Jing Gege, kau menyebalkan.” Ujar Rong'er manja saat Guo Jing meletakkan dengan lembut diatas ranjang pengantin mereka.

“Apa kau marah?” tanya Guo Jing seraya menatap mata Huang Rong yang indah.
“Benar. Kau harus dihukum.” Jawab Rong'er sambil tersenyum manis dan manja, membuat Guo Jing semakin terpesona.

“Baik. Apa hukumannya?” tanya Guo Jing menantang, saat itu dia berbaring di samping Rong'er dengan bertumpu pada sikunya seraya menatap matanya tajam.

Huang Rong dengan malu-malu berkata, "Jadikan aku istrimu.” Ujarnya lirih dengan pipi memerah karena tersipu malu. 

Mengerti maksudnya, Guo Jing segera menundukkan wajahnya dan mencium bibirnya lembut. Kali ini tak perlu lagi meminta ijin istrinya.
“Kau sudah menjadi istriku.. Tapi maafkan aku jika aku menyakitimu.” Ujarnya lirih dan mesra di tengah-tengah ciuman panas mereka. 

Huang Rong mengangguk mantap tanpa menjawab. Walau jantungnya berdebar kencang karena Cheng Yao Jia sudah lebih dulu memberitahunya bahwa seorang wanita pasti akan merasakan sakit sesaat ketika suaminya untuk yang pertama kalinya mengambil milik mereka yang paling berharga. 

Entah sejak kapan pakaian mereka telah terlepas dan berserakan di lantai kamar dan entah sejak kapan pula tubuh Guo Jing sudah menindih tubuh mungilnya, menciumi seluruh tubuhnya dengan penuh gairah, dia bahkan tak pernah menyangka jika Kakak Jing-nya juga memiliki gairah ini.

“Aaarrgghhh...Jing Gege.” Huang Rong menjerit pelan saat Guo Jing mendorong masuk tubuhnya, dia merasakan sesuatu mengalir keluar dari selangkangannya, sesuatu dari dalam dirinya seakan terkoyak. 

Sakit. Rasa sakit yang bercampur dengan nikmat. Air matanya menetes pelan tanpa dia sadari, Huang Rong memeluk punggung Guo Jing dengan erat, seraya memejamkan matanya, mencoba mengabaikan rasa sakit yang menjalari tubuh bagian bawahnya.

“Rong'er, Maafkan aku! Jangan menangis! Aku akan berhenti jika itu menyakitimu.” Ujar Guo Jing lirih seraya menghapus air mata dipipinya, suaranya terdengar cemas dan merasa sangat bersalah telah membuat istrinya kesakitan. 

Huang Rong tahu ini hanya sementara, dia tahu Guo Jing tak mungkin menyakitinya, lagipula ini adalah malam pertama mereka. Jadi mengabaikan rasa sakit yang menerpa tubuh bagian bawahnya, Huang Rong menggeleng pelan.

“Lakukan Jing Gege. Jangan berhenti! Aku tidak sakit. Sudah menghilang.” Ujarnya sambil tersenyum lemah, meyakinkan suaminya bahwa dia baik-baik saja. 

Guo Jing masih menatapnya tak percaya, dia baru saja akan menarik tubuhnya keluar saat Huang Rong berteriak melarang, “Tidak! Jangan! Lakukan! Jing Gege, aku baik-baik saja. Rasa sakitnya sudah menghilang. Percayalah!” bujuk Rong'er lagi menahan tubuh Guo Jing agar tak menjauh darinya. 

Ragu sesaat, tapi setelah melihat senyuman di wajah istrinya, Guo Jing mengangguk pelan dan berkata lembut, “Percayalah! Aku akan menghapus rasa sakit itu darimu,” janjinya mantap, lalu menurunkan wajahnya dan mencium lembut bibir istrinya, berusaha mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit yang melandanya.

Dan seperti Guo Jing yang selalu menepati janjinya, malam itu diapun menepati janjinya pada Rong'er. Dia menghapus rasa sakit itu dengan kebahagiaan tak terkira, Rong'er tak lagi merasakan sakit melainkan kebahagiaan tiada tara. 

Guo Jing membawanya terbang ke awan. Tak pernah dia merasa sebahagia seperti ini sebelumnya. Dan setelah beberapa jam sesi percintaan panas yang tak hanya sekali, tapi entah berapa kali mereka lakukan, akhirnya kedua pasangan pengantin baru itu terkulai lemas di ranjang. 

Rong'er menyandarkan kepalanya di dada bidang Guo Jing dengan Guo Jing melingkarkan lengannya di punggung Rong'er yang seputih salju dan tidak tertutup kain sehelai pun. Rong'er yang sudah mengantuk dan memejamkan matanya lelah, mendadak mendesah kedinginan saat angin malam yang menerobos melalui jendela kamar mereka menerpa punggungnya yang telanjang.

Guo Jing mengerti bahwa istrinya kedinginan dan segera menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya yang telanjang. Perasaan bahagia tak terkira muncul dalam hatinya. Akhirnya dia mengerti tentang hubungan pria dan wanita. 

Dulu, pikirannya yang naif hanya berpikir asalkan mereka berdua selalu bersama dan tidak pernah berpisah, mereka sudah seperti suami istri. Tapi ternyata pengertian suami dan istri lebih dalam dari itu.

“Jing Gege, aku mencintaimu. Jangan pernah tinggalkan aku lagi seperti dulu.” Bisik Rong'er dalam tidurnya, matanya masih terpejam erat saat kalimat itu meluncur dari bibir mungilnya, dia tersenyum dalam tidurnya. 

Guo Jing tersenyum melihat istrinya, dia membelai lembut punggung istrinya agar tidurnya kembali nyenyak.
“Aku juga mencintaimu...Rong'er-ku...Istriku...Terima kasih sudah memilihku. Terima kasih sudah mencintaiku.” Bisiknya di telinga istrinya seraya memeluknya semakin erat dan perlahan, diapun memejamkan matanya untuk kembali bermimpi indah.

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.