Author : Liana Hwie
Starring :
William Yang Xuwen as Guo Jing (Kwee Cheng) 2017
Li Yi Tong as Huang Rong (Oey Yong) 2017
Malam hari di Pulau Bunga Persik sungguh sangat
indah. Bintang berkelap-kelip dengan sangat indahnya dan suara burung malam
yang bernyanyi semakin menambah indahnya malam.
Guo Jing sedang duduk di beranda kamarnya seraya menikmati indahnya malam dan memandang kelap-kelip bintang di angkasa. Setiap kali memandang kelap-kelip bintang itu dia teringat hidupnya saat di Mongolia, masa kecilnya di sana serta ibunya yang dia rindukan.
Guo Jing sangat menyukai Pulau Persik karena sekarang ini adalah rumahnya, tapi kenangan masa kecilnya tak bisa begitu saja dilupakan.
Guo Jing sedang duduk di beranda kamarnya seraya menikmati indahnya malam dan memandang kelap-kelip bintang di angkasa. Setiap kali memandang kelap-kelip bintang itu dia teringat hidupnya saat di Mongolia, masa kecilnya di sana serta ibunya yang dia rindukan.
Guo Jing sangat menyukai Pulau Persik karena sekarang ini adalah rumahnya, tapi kenangan masa kecilnya tak bisa begitu saja dilupakan.
Guo Jing telah membawa mayat ibunya dari Mongolia
untuk dipindahkan ke Pulau Persik dan dimakamkan di samping kelima gurunya,
jadi kapan pun dia merindukan mereka, dia bisa mengunjunginya.
Tapi sekarang saat memandang langit yang bertabur bintang, dia tidak bisa tidak teringat kenangannya bersama ibunya, saat mereka berbincang-bincang di bawah langit Mongolia.
Tapi sekarang saat memandang langit yang bertabur bintang, dia tidak bisa tidak teringat kenangannya bersama ibunya, saat mereka berbincang-bincang di bawah langit Mongolia.
Di dalam kamar, Guo Jing mendengar suara langkah
kaki seseorang. Guo Jing tahu itu pasti suara langkah istrinya. Sejak mereka
menikah, setiap malam setelah makan malam, mereka pasti akan menghabiskan waktu
beberapa saat untuk sekedar mengagumi keindahan kelap-kelip bintang di angkasa.
Rong'er dan bintang, bagi Guo Jing, mereka berdua
sama indahnya. Mengingat istrinya, tanpa sadar sebuah senyuman penuh cinta
terukir di bibirnya.
Dia sangat mencintai Rong'er, terlalu mencintainya hingga tak sanggup berkata “Tidak” padanya jadi apa pun yang Rong'er inginkan atau minta dia lakukan, Guo Jing tanpa ragu melakukannya. Bagi Guo Jing, kenangan saat dia hampir kehilangan Rong'er masih terpatri dalam ingatannya. Bukan hanya sekali tapi 3 kali dia hampir kehilangan cinta dalam hidupnya.
Dia sangat mencintai Rong'er, terlalu mencintainya hingga tak sanggup berkata “Tidak” padanya jadi apa pun yang Rong'er inginkan atau minta dia lakukan, Guo Jing tanpa ragu melakukannya. Bagi Guo Jing, kenangan saat dia hampir kehilangan Rong'er masih terpatri dalam ingatannya. Bukan hanya sekali tapi 3 kali dia hampir kehilangan cinta dalam hidupnya.
Dia ingat ketika Ketua Partai Tapak Besi, Chiu
Chien Ren memukul Rong'er dan membuatnya terluka parah. Saat itu dia berpikir,
jika Rong'er tak bisa disembuhkan lagi maka dia pun tak punya alasan lagi
untuk hidup di dunia ini. Dia tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Rong'er.
Tapi untunglah jurus “Jari Matahari” dari Biksu Yi Deng mampu menyelamatkan hidup
kekasihnya.
Lega sesaat, tapi ternyata takdir kembali
mempermainkan mereka saat mereka melihat kelima guru Guo Jing tewas di Pulau Bunga
Persik. Guo Jing yang bodoh langsung menyalahkan Ayah Rong'er yang melakukan
semua pembunuhan keji ini.
Jika dia kembali mengingat hal ini, hatinya sangat
sakit dan perih. Bukan hanya kematian kelima gurunya tapi juga karena
kebodohannya yang hampir membuatnya kehilangan Rong'er sekali lagi. Dia sangat
lega tapi juga sedih saat mengetahui kebenarannya, bahwa Rong'er telah
mengorbankan kebebasannya demi mencari kebenaran.
Demi membuktikan ayahnya tidak bersalah dan mencari
pelaku sebenarnya yang ternyata adalah Ou Yang Feng dan Yo Kang, Rong'er
membiarkan dirinya ditawan oleh Ou Yang Feng. Setahun lamanya mereka terpisah.
Setahun lamanya Guo Jing hampir gila dan putus asa mencari keberadaan kekasihnya.
Dia ingin meminta maaf, dia ingin Rong'er tahu dia sangat merindukannya. Walau
kemudian mereka kembali bertemu di Mongolia dan Rong'er bahkan membantunya
memenangkan setiap perang, tapi sekali lagi sebuah kesalahpahaman memisahkan
mereka.
Guo Jing yang sudah membuat jasa besar untuk Jenghis Khan, bukannya memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta pembatalan pernikahannya dengan Hua Zheng tapi justru meminta kebebasan seluruh penduduk kota yang telah dia taklukkan.
Rong'er yang salah paham mengira Guo Jing tidak mencintainya dan ingin menikahi Hua Zheng. Guo Jing yang bodoh bahkan mengira Rong'er meninggal di dalam pasir hisap di Mongolia.
Hingga akhirnya mereka bertemu kembali 6 bulan
kemudian di Gunung Hua saat turnament pedang kedua diadakan. Tapi Rong'er pun
tak mau memaafkannya. Rong'er yang masih marah meminta Guo Jing melupakan
cinta mereka, menganggap bahwa cinta mereka tak pernah ada.
Hati Guo Jing menjerit sakit, dia merasa putus asa, sedih, kecewa, dan frustasi. Begitu putus asanya hingga dia rela melompat dari atas tebing dan mati dihadapan Rong'er saat gadis itu dengan marah menyuruhnya melompat.
Hati Guo Jing menjerit sakit, dia merasa putus asa, sedih, kecewa, dan frustasi. Begitu putus asanya hingga dia rela melompat dari atas tebing dan mati dihadapan Rong'er saat gadis itu dengan marah menyuruhnya melompat.
“Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali bila kau mati.”
Ujar Rong'er dengan dingin dan sakit hati karena mengira Guo Jing telah
mencampakkannya.
Demi membuktikan cintanya, Guo Jing hampir saja melompat dari atas tebing bila saja Rong'er tidak menahannya.
Demi membuktikan cintanya, Guo Jing hampir saja melompat dari atas tebing bila saja Rong'er tidak menahannya.
“Baik. Aku tahu kau sama sekali tak peduli padaku.
Aku mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal karena kemarahanku dan kau
langsung menurutinya. Sekarang kuberitahu padamu, kau tak perlu melompat dari
sana, cukup tak perlu temui aku lagi. Anggap saja semua tak pernah terjadi.” Ujar
Rong'er sambil menangis di pinggir tebing.
Guo Jing yang takut kekasihnya terpeleset dari sana segera menggeser tubuhnya ke tempat yang aman. “Kemarilah. Di sana berbahaya.” Ujar Guo Jing lembut dan penuh perhatian.
Guo Jing yang takut kekasihnya terpeleset dari sana segera menggeser tubuhnya ke tempat yang aman. “Kemarilah. Di sana berbahaya.” Ujar Guo Jing lembut dan penuh perhatian.
Mendengar kata-katanya, Rong'er spontan menangis
keras, “Siapa yang ingin mendengar kata-kata palsumu? Saat aku sakit di
Shandong, tak ada seorangpun yang peduli padaku. Kau bahkan tak datang untuk
merawatku. Aku ditangkap oleh Ou Yang Feng, kau juga tak datang
menyelamatkanku. Ibuku tidak menginginkanku, dia meninggal setelah
melahirkanku. Ayahku juga tak peduli padaku, dia selalu sibuk berlatih kungfu.
Dan sekarang, kau juga tak peduli padaku. Tak ada seorangpun di dunia ini yang
menginginkanku. Tak ada seorangpun yang mencintaiku.” Ujar Rong'er dengan
terisak, airmata mengalir deras di matanya yang indah.
Guo Jing tahu bahwa dialah yang sudah membuat Rong'er-nya sedih dan menderita, hatinya sangat sakit bagaikan ditusuk ribuan
pedang, semakin dia mendengar kata-katanya, semakin dia sadari bahwa Rong'er benar, dan dia semakin membenci dirinya sendiri.
Melihat Rong'er-nya menangis
adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan. Tapi dia terlalu bodoh untuk
mengungkapkan perasaannya. Dalam hati Guo Jing bersumpah, bahwa kelak dia
takkan lagi membiarkan Rong'er-nya meneteskan air mata.
Asalkan Rong'er bahagia, Guo Jing akan melakukan apa pun untuknya. Apa pun. Selama dia mampu melakukannya, dia takkan menolak.
Asalkan Rong'er bahagia, Guo Jing akan melakukan apa pun untuknya. Apa pun. Selama dia mampu melakukannya, dia takkan menolak.
“Aku akan selamanya mengikutimu. Aku takkan pernah
meninggalkanmu sepanjang sisa hidupku,” itu yang pernah dia janjikan pada Rong'er. Dia bahagia karena akhirnya Rong'er memaafkannya dan mereka bisa bersama
seperti sekarang.
Tapi kenangan saat dia hampir 3 kali kehilangan cinta dalam hidupnya selalu menghantuinya. Seperti saat ini, kenangan itupun masih teringat jelas dalam hatinya. Setiap kali dia sendirian dan termenung, dia teringat bagaimana dia hampir kehilangan Rong'er-nya dan itu selalu membuatnya hampir tak bisa bernapas.
Tapi kenangan saat dia hampir 3 kali kehilangan cinta dalam hidupnya selalu menghantuinya. Seperti saat ini, kenangan itupun masih teringat jelas dalam hatinya. Setiap kali dia sendirian dan termenung, dia teringat bagaimana dia hampir kehilangan Rong'er-nya dan itu selalu membuatnya hampir tak bisa bernapas.
Lalu dia teringat selama sebulan ini dia merasa
Rong'er berbeda dari biasanya. Setiap pagi dia selalu muntah. Diapun sering
pusing dan mual. Wajahnya kadang sangat pucat, kadang dia terlihat lelah.
Guo Jing mulai bertanya-tanya apakah mungkin luka akibat pukulan Ketua Tapak Besi itu kini kambuh lagi? Saat itu Rong'er-nya hampir kehilangan nyawanya karena terluka parah akibat pukulan Ketua Tapak Besi. Guo Jing ingat saat itu dia ketakutan setengah mati, takut Rong'er-nya akan mati.
Guo Jing mulai bertanya-tanya apakah mungkin luka akibat pukulan Ketua Tapak Besi itu kini kambuh lagi? Saat itu Rong'er-nya hampir kehilangan nyawanya karena terluka parah akibat pukulan Ketua Tapak Besi. Guo Jing ingat saat itu dia ketakutan setengah mati, takut Rong'er-nya akan mati.
“Aku akan tanyakan padanya setelah ini. Aku harus
tahu apa yang terjadi pada Rong'er-ku.” Ujar Guo Jing dalam hati, hatinya
mulai cemas.
Dia baru saja akan bangkit dan masuk ke dalam kamar untuk bertanya pada istrinya saat tiba-tiba sebuah suara lebih dulu mengejutkannya.
Dia baru saja akan bangkit dan masuk ke dalam kamar untuk bertanya pada istrinya saat tiba-tiba sebuah suara lebih dulu mengejutkannya.
“Jing Gege, apa yang kau pikirkan?” sebuah suara
lembut menyapanya.
Guo Jing merasakan pemilik suara itu kini duduk di sampingnya dan dia merasakan sebuah kepala mungil bersandar di dadanya dengan nyaman.
“Kau. Aku memikirkanmu.” Jawab Guo Jing jujur,
karena memang dia baru saja memikirkan Rong'er.
Rong'erterlihat kaget, dia mengangkat wajahnya memandang wajah suaminya heran.
Rong'erterlihat kaget, dia mengangkat wajahnya memandang wajah suaminya heran.
“Aku? Kau memikirkanku?” tanyanya tak percaya.
“Rong'er...” panggil Guo Jing lembut, dia meraih
tubuh istrinya lebih tegak agar bisa menatap matanya.
“Hhhmmm,” jawab Rong'er menggumam.
“Apa kau sakit? Apa lukamu yang dulu kambuh lagi?”
tanya Guo Jing tiba-tiba, wajahnya tampak serius dan ketakutan terpancar di
matanya.
Rong'er tersenyum kecil, dia tahu suaminya sudah merasakan sesuatu yang tidak biasa pada dirinya.
Rong'er tersenyum kecil, dia tahu suaminya sudah merasakan sesuatu yang tidak biasa pada dirinya.
“Aku tidak apa-apa. Jing Gege, lukaku sudah lama
sembuh.” Jawabnya menenangkan suaminya, tapi tatapan mata Guo Jing
mengindikasikan bahwa dia tak percaya.
“Tapi kau selalu muntah setiap pagi. Kau sering
mual dan pusing, bahkan pingsan. Kau selalu tampak lelah dan pucat. Ada apa?
Kau merasa tak sehat? Haruskah kita ke China Daratan untuk mencari tabib untukmu?”
Guo Jing benar-benar terlihat cemas dan takut.
Matanya memancarkan kepanikan dan kekhawatiran. Rong'er tahu Guo Jing sangat mencintainya dan begitu memperhatikan dirinya, dia merasa sangat bersyukur karena mendapatkan suami seperti suaminya saat ini.
Matanya memancarkan kepanikan dan kekhawatiran. Rong'er tahu Guo Jing sangat mencintainya dan begitu memperhatikan dirinya, dia merasa sangat bersyukur karena mendapatkan suami seperti suaminya saat ini.
“Jing Gege, sungguh aku tak apa-apa.” Jawabnya lagi
seraya tersenyum semanis mungkin.
“Jing Gege, apa kau ingat apa yang kita bicarakan
saat di Pulau Lembayung?” tanya Rong'er seraya kembali menyandarkan kepalanya
di dada Guo Jing.
“Tentu. Saat itu aku dan Rong'er membicarakan
tentang bagaimana mendapatkan seorang anak.” Jawab Guo Jing sambil tersenyum
lucu.
“Kita berdua masih sangat polos saat itu, kita
berpikir seorang bayi akan keluar dari dalam batu.” Lanjut Guo Jing lalu
tertawa lagi.
Rong'er pun ikut tertawa mendengarnya. Mereka benar-benar tak mengerti saat itu. Tapi kini mereka mulai mengerti, apalagi jika anak itu kini berada dalam perutnya. Rong'er menyentuh perutnya yang masih langsing, tempat di mana bayinya yang masih berusia 1 bulan ada di sana.
Rong'er pun ikut tertawa mendengarnya. Mereka benar-benar tak mengerti saat itu. Tapi kini mereka mulai mengerti, apalagi jika anak itu kini berada dalam perutnya. Rong'er menyentuh perutnya yang masih langsing, tempat di mana bayinya yang masih berusia 1 bulan ada di sana.
“Apa kau ingat aku ingin ada seseorang yang
memanggilku ibu?” tanya Rong'er lagi, mencoba memberi petunjuk.
“Tentu. Kau marah saat aku tak mau memanggilmu Ibu.”
Jawab Guo Jing sambil tertawa lucu. Dia tak mengerti ke mana arah pembicaraan
ini.
“Jing Gege tidak mengerti maksudku.” Ujar Huang
Rong kesal dalam hatinya.
“Apa kau tahu kenapa aku selalu muntah setiap pagi?
Apa kau tahu kenapa aku selalu mual dan pusing? Kau tahu tidak kenapa aku
selalu tampak lelah dan pucat?” tanya Rong'er lagi, memutar tubuhnya ke arah
suaminya yang bodoh, yang tetap tak mengerti maksudnya.
“Bukankah tadi aku sudah menanyakannya? Apa kau
sakit? Kau ingin istirahat sekarang?” wajah Guo Jing kembali terlihat cemas.
Dia memandang istrinya dengan panik. Huang Rong mendesah kesal.
“Jing Gege, kenapa kau begitu bodoh? Mengesalkan.”
Rong'er memasang wajah cemberut melihat suaminya masih belum mengerti juga.
Dia membalikkan wajahnya membelakangi Guo Jing dan bertanya dalam hati, “Apa aku harus memberitahunya sekarang?” batin Rong Erl berperang. Dia ragu karena usia mereka masih sangat muda. Tapi melihat Guo Jing begitu mencintainya, tentu tak ada yang perlu dia khawatirkan.
Dia membalikkan wajahnya membelakangi Guo Jing dan bertanya dalam hati, “Apa aku harus memberitahunya sekarang?” batin Rong Erl berperang. Dia ragu karena usia mereka masih sangat muda. Tapi melihat Guo Jing begitu mencintainya, tentu tak ada yang perlu dia khawatirkan.
“Jing Gege...” panggilnya lagi, lebih lembut dan
lirih.
“Hhhmm..Apa kau ingin istirahat sekarang?” jawab
Guo Jing seraya membelai lembut rambut istrinya yang duduk membelakanginya sambil
menatap bintang di angkasa.
“Delapan bulan lagi, akan ada seseorang yang akan
memanggilku ibu.” Ujar Rong'er akhirnya, masih membelakangi Guo Jing.
Jantungnya berdetak kencang. Dalam hati dia merasa malu sekali.
“Hah?” hanya kalimat itu yang meluncur dari
bibir suaminya.
Huang Rong memutar tubuhnya lagi dan menatap suaminya dengan wajah memerah karena tersipu malu.
Huang Rong memutar tubuhnya lagi dan menatap suaminya dengan wajah memerah karena tersipu malu.
“Delapan bulan lagi, akan ada seseorang yang akan
memanggilmu ayah.” Lanjut Huang Rong seraya menundukkan wajahnya.
Setelah beberapa menit dalam keheningan, wajah Guo
Jing menyiratkan kebahagiaan, senyum bahagia terkembang di bibirnya dan matanya
bersinar penuh kebanggaan. Akhirnya dia mengerti ke mana arah pembicaraan
mereka. Dia mengerti kenapa istrinya begitu aneh selama sebulan terakhir ini.
“Rong'er, kau hamil? Apa kau baik-baik saja? Apa bayi kita
baik-baik saja? Berapa usia kandunganmu sekarang? Apa Ayah Mertua sudah tahu?
Haruskah kita memberitahu Guruku sekarang? Ah, kita harus mulai memilihkan nama
untuknya.” Guo Jing memberikan banyak sekali pertanyaan pada istrinya, wajahnya
begitu ceria.
Dia tampak sangat bahagia mendengarnya. Huang Rong merasa lega karena Guo Jing begitu bahagia, awalnya dia mengira bahwa Guo Jing mungkin akan merasa tertekan karena mereka masih sangat muda.
Dia tampak sangat bahagia mendengarnya. Huang Rong merasa lega karena Guo Jing begitu bahagia, awalnya dia mengira bahwa Guo Jing mungkin akan merasa tertekan karena mereka masih sangat muda.
“Segera
beritahu Jing Erl tentang kehamilanmu, ayah yakin dia akan menyambut bahagia
anak itu.” Huang Rong teringat ucapan ayahnya.
Dalam hati dia tersenyum lega, “Ayah benar. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jing Gege, menyambut bahagia berita ini.” Ujarnya lega.
Dalam hati dia tersenyum lega, “Ayah benar. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jing Gege, menyambut bahagia berita ini.” Ujarnya lega.
“Rong'er...Rong'er, kau tak apa-apa? Benarkah kau
sedang hamil?” Guo Jing terlihat lebih perhatian dari sebelumnya.
“Aku tidak apa-apa.” Jawabnya singkat sambil
tertunduk malu.
“Kau belum menjawab pertanyaanku.” Ujar Guo Jing
menuntut jawaban. Huang Rong teringat dia belum memberikan jawabannya.
“Baik. Aku akan menjawab pertanyaanmu. Benar. Aku
hamil, Jing Gege. Aku mengandung anakmu. Aku baik-baik saja. Bayi kita juga
baik-baik saja. Sekarang usia kandunganku baru 1 bulan. Ayahku sudah tahu. Tapi
sebaiknya kita memberitahu Guru besok saja. Dan soal nama, aku ingin kau yang
mencarikan nama untuknya nanti. Tapi itu bisa kau lakukan setelah bayinya
lahir. Bagaimana?” jawab Rong'er, menjawab semua pertanyaan suaminya yang
mendengarkan dengan penuh minat.
Guo Jing memandang istrinya penuh cinta lalu setetes air jatuh dari matanya. Dia sangat terharu lalu memeluk istrinya erat.
Guo Jing memandang istrinya penuh cinta lalu setetes air jatuh dari matanya. Dia sangat terharu lalu memeluk istrinya erat.
“Terima kasih. Kau membuat hidupku sempurna. Aku
mencintaimu, Rong'er. Kau yang terindah yang pernah kudapatkan dalam hidupku.”
Ujarnya tulus dan lembut.
Huang Rong merasakan setetes air jatuh di pundaknya saat Guo Jing memeluknya. Dia balas memeluk suaminya erat dan untuk sesaat, mereka menikmati kehangatan di tubuh masing-masing.
Huang Rong merasakan setetes air jatuh di pundaknya saat Guo Jing memeluknya. Dia balas memeluk suaminya erat dan untuk sesaat, mereka menikmati kehangatan di tubuh masing-masing.
“Tapi ayahku akan segera pergi dari sini. Aku
sedikit sedih.” Ujar Rong'er teringat ayahnya.
Guo Jing terlonjak kaget mendengar mertuanya akan pergi. Dia melonggarkan pelukannya dan menatap istrinya bingung.
Guo Jing terlonjak kaget mendengar mertuanya akan pergi. Dia melonggarkan pelukannya dan menatap istrinya bingung.
“Kenapa tiba-tiba? Kapan ayah akan pergi?” tanya
Guo Jing ingin tahu.
“Ayah memang suka seperti itu. Dia bilang akan
pergi besok pagi dan akan memberikan pulau ini padaku.” Jawab Huang Rong sedih,
diapun ikut menangis.
“Rong'er, kau jangan sedih. Jika kau sedih,
bayinya juga akan ikut sedih.” Ujar Guo Jing lembut seraya menghapus air mata di
pipi istrinya.
“Bagaimana jika besok kita mengantar ayah?” Guo
Jing berusaha menghibur istrinya.
“Ayah tak suka diantar.” Jawab Huang Rong sambil
menggeleng pelan.
“Ohh.” Jawab Guo Jing terlihat kecewa.
“Ohh.” Jawab Guo Jing terlihat kecewa.
“Jing Gege, setelah ayah pergi dari sini, Rong'er
hanya punya kau. Kau takkan meninggalkan aku, kan? Kau akan tetap di sisi Rong'er, kan?” Huang Rong tiba-tiba merasa takut Guo Jing juga akan meninggalkannya
seperti ayahnya.
“Kau ini bicara apa? Aku tak mungkin
meninggalkanmu. Apalagi kau sedang mengandung anakku. Kelak kita bertiga, kau,
aku dan anak kita, akan terus bersama selamanya, takkan pernah terpisah.” Janji
Guo Jing seraya menghapus air mata di pipi istrinya lalu meraih tubuh Rong'er
dan kembali memeluknya hangat.
Perlahan, dia meletakkan sebelah tangannya di perut
Rong'er dan berkata lirih, “Anakku ada di sini. Penerus keluarga Guo. Dan aku
akan segera menjadi seorang Ayah.” Ucapnya lembut seraya membelai perut
istrinya. Huang Rong tersenyum dalam pelukan suaminya, hatinya merasa sangat
hangat.
“Rong'er, kita akan segera memiliki seorang anak, nanti
aku akan mengajarkan semua ilmuku padanya.” Guo Jing berkata dengan bahagia,
nada suaranya terdengar tidak sabar.
“Guo Da Xia (Pendekar Guo), anakmu baru akan lahir
ke dunia 8 bulan lagi. Bisakah kau menunggu hingga dia lahir dan cukup umur baru
mengajarkan ilmumu padanya?” goda istrinya sambil tersenyum geli melihat
suaminya sangat tidak sabar.
“Peluk aku lebih erat. Kau membuatku lelah dengan
semua pertanyaanmu.” Lanjut Huang Rong seraya menggerakkan kepalanya untuk
membuat dirinya senyaman mungkin dalam pelukan Guo Jing.
Guo Jing mengangguk pelan dan kembali melingkarkan kedua lengannya di tubuh mungil istrinya, memeluknya lebih erat agar tidak kedinginan. Dengan tangan kanannya diletakkan di atas perut Rong'er, seolah-olah ingin melindungi anaknya dari bahaya.
Guo Jing mengangguk pelan dan kembali melingkarkan kedua lengannya di tubuh mungil istrinya, memeluknya lebih erat agar tidak kedinginan. Dengan tangan kanannya diletakkan di atas perut Rong'er, seolah-olah ingin melindungi anaknya dari bahaya.
“Aku mencintaimu, Rong'er. Kau dan anak kita.
Kalian berdua adalah harta terindah dalam hidupku.” Bisiknya lembut di telinga
istrinya.
Huang Rong menegakkan kepalanya dan memutar
tubuhnya sedikit kearah suaminya, dia menangkupkan kedua tangannya di pipi Guo
Jing dan berkata pelan, “Aku juga mencintaimu, Jing Gege. Kau dan anak kita.
Kalian berdua adalah harta terindah dalam hidupku. Aku bahagia bisa menjadi Ibu
dari anakmu.” Ujarnya tak kalah lembut seraya menatap Guo Jing penuh cinta lalu
kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium bibir suaminya dengan lembut.
Ciuman yang awalnya direncanakan hanya sebuah
ciuman singkat kini berubah menjadi menuntut saat tiba-tiba Guo Jing
menggendong tubuhnya dan membawanya masuk ke dalam kamar.
Guo Jing membaringkan tubuh istrinya keatas ranjang dengan lembut dan bertanya, “Aku takut jika perutmu semakin besar, kita akan kesulitan melakukannya. Apakah bayi kita akan terluka jika kita melakukannya?” tanya Guo Jing memastikan walau tatapan matanya sudah berkobar penuh gairah.
Guo Jing membaringkan tubuh istrinya keatas ranjang dengan lembut dan bertanya, “Aku takut jika perutmu semakin besar, kita akan kesulitan melakukannya. Apakah bayi kita akan terluka jika kita melakukannya?” tanya Guo Jing memastikan walau tatapan matanya sudah berkobar penuh gairah.
“Kurasa tidak.” Jawab Huang Rong sambil tersenyum,
mengerti apa yang diinginkan suaminya.
Guo Jing tersenyum lega mendengarnya lalu kembali mencium bibir istrinya dan dengan lembut dia melepas pakaian yang membatasi mereka.
Guo Jing tersenyum lega mendengarnya lalu kembali mencium bibir istrinya dan dengan lembut dia melepas pakaian yang membatasi mereka.
“Sepertinya suamiku sudah mulai tidak sabar. Jing
Gege, sejak kapan kau jadi begitu bergairah?” goda Huang Rong saat dengan tak
sabar Guo Jing menarik lepas bajunya.
“Entahlah. Mungkin sejak aku sadar, aku tak bisa
hidup tanpamu.” Jawabnya penuh cinta lalu kembali membenamkan dirinya di dada
Rong'er.
Guo Jing membelai, mencium dan mencumbu dada
istrinya yang ranum, membuat Rong'er mendesah lirih. Dan saat dia tiba
di tempat tujuannya, Rong'er menahannya sesaat, “Jing Gege, pelan-pelan.
Ingatlah aku sedang mengandung anakmu,” Huang Rong dengan lembut mengingatkan.
Guo Jing mengangguk mantap dan menjawab, “Aku tahu. Aku takkan menyakiti kalian
berdua,” jawabnya lalu tanpa menunggu lama, mereka berdua kembali tenggelam
dalam kenikmatan.
“Rong'er, aku tidak menyakitimu, kan?” tanya Guo
Jing cemas sambil membelai lembut rambut istrinya setelah sesi percintaan panas
mereka .
Huang Rong menggeleng pelan di dada suaminya. “Kau
tak pernah menyakitiku, Jing Gege,” Rong'er meyakinkan suaminya.
Guo Jing
menarik napas lega, “Kupikir aku menyakitimu saat mendengarmu menjerit tadi.” Ujar
Guo Jing tegang.
Huang Rong tertawa sambil memukul pelan dada Guo Jing.
“Aku menjerit karena nikmat. Dasar kakak bodoh.” Huang Rong menjawab dengan malu. Lalu kemudian dia teringat ucapan ayahnya lagi lalu tertawa pelan.
“Aku menjerit karena nikmat. Dasar kakak bodoh.” Huang Rong menjawab dengan malu. Lalu kemudian dia teringat ucapan ayahnya lagi lalu tertawa pelan.
“Rong'er, ada apa? Kenapa tiba-tiba kau tertawa?”
tanya Guo Jing tak mengerti.
“Aku ingat ucapan ayah yang mengatakan dia justru
akan sangat heran bila aku tidak hamil mengingat seringnya kita berhubungan.” Jawab
Huang Rong dengan wajah memerah malu.
Namun Guo Jing terdiam, dia juga merasa sangat malu pada ayah mertuanya karena tidak mampu menahan dirinya.
Namun Guo Jing terdiam, dia juga merasa sangat malu pada ayah mertuanya karena tidak mampu menahan dirinya.
“Ayah mertua pasti berpikir kalau aku adalah pria
brengsek seperti Ou Yang Khe karena tidak mampu menahan diriku. Aku sungguh
bodoh dan tak tahu malu.” Guo Jing menyalahkan dirinya sendiri.
“Tidak. Kau tak sama seperti Ou Yang Khe. Kita
sudah menikah, tentu kasusnya beda. Tapi Ou Yang Khe, dia...” Huang Rong
terdiam seketika saat teringat Ou Yang Khe hampir saja memperkosanya saat
mereka terdampar di pulau terpencil saat itu.
Melihat istrinya terdiam, Guo Jing menyadari ada yang tidak beres.
Melihat istrinya terdiam, Guo Jing menyadari ada yang tidak beres.
“Ada apa? Apa Ou Yang Khe telah melakukan sesuatu
yang tidak pantas padamu?” Guo Jing bertanya dengan marah. Tiba-tiba dia merasa
marah membayangkan ada pria lain yang menyentuh gadis yang dicintainya.
“Saat di pulau terpencil, Ou Yang Khe hampir saja
memperkosaku. Untung saja ada Guru, bila tidak, mungkin aku sudah...” Huang
Rong kembali terdiam, perlahan air matanya menetes lagi. Dia sangat takut bila
mengingat hal itu.
Guo Jing merasakan kemarahan dalam dadanya saat membayangkan Rong'er-nya begitu ketakutan saat pria brengsek itu hampir memperkosanya. Dia menarik Rong'er ke dalam pelukannya dan memeluknya semakin erat.
Guo Jing merasakan kemarahan dalam dadanya saat membayangkan Rong'er-nya begitu ketakutan saat pria brengsek itu hampir memperkosanya. Dia menarik Rong'er ke dalam pelukannya dan memeluknya semakin erat.
“Jangan menangis. Maafkan aku tidak bisa
melindungimu saat itu.” Jawab Guo Jing menyesal.
Tapi Huang Rong menggeleng
pelan, “Itu bukan salahmu. Kami semua berpikir kau sudah mati tenggelam di laut.”
Jawab Huang Rong menenangkan suaminya.
“Untung saja dia sudah mati. Jika tidak, aku akan
membunuhnya dengan tanganku sendiri.” Guo Jing masih merasakan kemarahan dalam
dadanya. Dia tidak rela ada pria lain yang menyentuh Rong'er-nya walau hanya
seujung rambut saja.
“Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?” Guo Jing
menuntut jawaban.
“Sudahlah Jing Gege, bukankah sekarang Ou Yang Khe
sudah mati? Dia sudah mendapatkan balasannya.” Huang Rong berusaha menenangkan.
Guo Jing terdiam, Rong'er benar. Tak ada gunanya mengingat masa lalu.
“Mulai sekarang lupakan masa lalu dan kita mulai
hidup baru yang lebih indah. Kau, aku dan anak kita. Bagaimana?” rayu Rong'er
sambil membelai lembut dada suaminya dengan tangannya. Guo Jing tersenyum lega,
bukankah yang terpenting sekarang Rong'er miliknya.
“Benar. Aku akan melindungimu mulai sekarang.
Selama ada aku di sisimu, tak ada seorangpun yang bisa menyakitimu. Kita lupakan
masa lalu dan mulai hidup baru. Kau, aku dan anak kita.” Jawab Guo Jing setuju,
hatinya dipenuhi kegembiraan dan kehangatan setiap kali mengingat soal bayi
mereka.
“Dengan 18 Jurus Penakluk Naga-mu yang begitu
hebat, siapa yang berani mencari masalah denganmu?” goda istrinya sambil
tersenyum nakal.
“Rong'er, aku serius.” Jawab Guo Jing serius.
“Aku juga serius. Dengan Jing Gege (Kakak Jing) di sisiku,
aku tak takut pada apa pun.” Jawab Huang Rong sambil tersenyum gembira. Guo Jing
membalas senyuman manis itu dengan sebuah pelukan erat di tubuh mungilnya.
“Kau begitu cantik dan menawan, tak heran Ou Yang
Khe begitu terpesona. Tapi kau milikku sekarang. Hanya milikku!” Guo Jing berkata
tegas dan dalam, tapi tatapan penuh cinta tergambar jelas di matanya.
“Benar. Aku hanya milikmu.” Jawab Huang Rong sambil
tersenyum penuh cinta lalu kembali menyandarkan kepalanya di dada suaminya lalu
perlahan tertidur pulas.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar