Selasa, 04 Juni 2024

Sinopsis EP 11 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight For today episode :
Hwang Tae Hee first smile to Ja Eun. Senang sekali melihat perubahan sikap Tae Hee. Hwang Tae Hee akhirnya bersikap baik kepada Ja Eun dan tidak menatapnya dengan aura permusuhan lagi. Ini adalah pertama kalinya Tae Hee tertawa saat berbicara dengan Ja Eun, biasanya mereka hanya adu mulut dan bertatapan dengan sinis. Perkembangan pesat untuk karakter Tae Hee. Gitu dong, Joo Won. Kan ganteng kalau senyum gitu *wink*


Tapi sialnya karena Hwang Tae Phil, si rambut sarang burung dan pengangguran tidak berguna, beban keluarga Hwang mengatai Tae Hee sebagai anak yang tidak tahu balas budi karena diam-diam membantu gadis yang dibenci oleh sang Ibu, membuat Tae Hee kembali menjaga jarak dengan Ja Eun karena merasa bersalah pada sang ibu angkat yang telah membesarkannya. Namun walau begitu, Tae Hee tidak memperlakukan Ja Eun dengan kasar lagi, melainkan lebih ke arah mencoba mengabaikannya.


Tae Hee mencoba bersikap netral, tidak terlalu dekat dengan Ja Eun karena merasa berhutang budi pada Park Bok Ja namun juga tidak memusuhi Ja Eun seperti di awal episode.  Tatapan mata Tae Hee pun berubah menjadi tatapan rasa bersalah sekaligus merasa kasihan pada Ja Eun. Dia ingin membantu sebagai hutang moral karena menghancurkan reputasi Ja Eun dan membuatnya dihujat publik, namun di lain sisi, dia juga berhutang budi pada sang Ibu angkat. Jadinya Tae Hee hanya bisa menatap Ja Eun dengan rasa kasihan dan feel guilty. Dilema banget jadi Tae Hee >_< That’s okay, Tae Hee-yaa. Yang penting kamu gak memusuhi terang-terangan seperti dulu.

------000000------

Episode 11 :
Park Bok Ja yang keluar rumah karena ingin menjemur selimutnya, merasa sangat shock saat dia melihat Baek Ja Eun berdiri di hadapannya dengan senyuman ceria dan sapaan hangatnya.


“Annyeonghaseyo, Ahjumma.” Sapa Ja Eun dengan tersenyum manis, membuat Park Bok Ja hampir terkena serangan jantung.

“Aku datang kembali. Apa Ahjumma ingin menjemur selimut? Berikan padaku, aku akan membantumu,” lanjut Ja Eun dengan ramah dan senyuman sehangat sinar mentari pagi.


Namun Park Bok Ja menolak memberikan selimut tersebut padanya, dan sebaliknya bertanya dengan sinis, “Apa yang kau pikir sedang kau lakukan sekarang?” tanya Park Bok Ja dengan tetapan permusuhan.

“Aku akan tinggal di sini,” jawab Ja Eun tanpa basa-basi. Ja Eun mah bukan orang yang suka basa-basi, dia adalah orang yang blak-blak’an.

“Di sini? Di mana?” tanya Park Bok Ja ketus.
“Di sini. Di Ojakgyo Farm, di sampingmu dan Ahjussi,” sahut Ja Eun dengan kepercayaan diri yang tinggi. Yang aku suka dari Ja Eun adalah karena dia seorang gadis yang berani dan percaya diri.


“Kenapa kau harus tinggal di sini?” sergah Park Bok Ja tak suka.

“Pertama-tama, aku ingin meminta maaf lebih dulu atas perbuatanku yang tidak menyenangkan di masa lalu, karena sudah merusak kebun pir dan membuat kacau pertanian. Aku benar-benar menyesal dan minta maaf. Aku berjanji hal kekanak-kanakan seperti itu tidak akan terjadi lagi,” ujar Ja Eun dengan tulus, sepenuh hati meminta maaf.

Nenek datang bersama Tae Phil dan bertanya apa yang terjadi di sini.
Ja Eun kemudian menyapa mereka dengan senyuman di wajahnya, “Annyeonghaseyo, Halmoni…Maknae Ahjussi,” sapa Ja Eun dengan ramah dan wajah tersenyum manis.

“Aku sedang berhalusinasi atau aku benar-benar melihat Siluman Rubah Baek di hadapanku?” tanya Nenek dengan tak yakin.
“Ya, Halmoni. Dia benar-benar Baek Ja Eun,” sahut Tae Phil membenarkan.
“Apa yang kau lakukan di sini? Dan apa maksudnya dengan tenda yang ada di sana itu?” tanya Tae Phil pada Ja Eun.


“Itu adalah tendaku. Mulai hari ini aku akan tinggal di sini, di dalam tenda itu,” sahut Ja Eun, dengan penuh keberanian dan kepercayaan dirinya yang tidak luntur, ah, tak lupa senyuman ceria di wajahnya.

“Apa yang kau katakan?” Nenek tampak shock mendengarnya.
“Kau ingin tinggal di sini? Di dalam tenda itu?” ulang Tae Phil tak bisa berkata-kata.

“Benar. Untuk membeli tenda itu, aku menguras seluruh tabunganku. Bukankah tendanya sangat cantik?” jawab Ja Eun dengan senyuman polos di wajahnya.

Nenek berteriak memanggil Hwang Chang Sik untuk keluar dan melihat apa yang terjadi di sana. Hwang Chang Sik akhirnya keluar dan melihat Ja Eun ada di sana.

“Ahjussi, apa kabar? Karena Ahjussi sudah keluar, aku akan mengatakannya sekali lagi. Terakhir kali aku datang dan membuat kacau seluruh pertanian ini, aku benar-benar menyesal dan minta maaf. Aku tidak akan pernah melakukan hal konyol dan kekanak-kanakan seperti itu lagi di masa depan. Tolong maafkan aku sekali ini,” ujar Ja Eun, meminta maaf dengan tulus, seraya membungkukkan tubuhnya 90 derajat.

“Sangat bagus kau datang untuk meminta maaf, tapi apa itu di sana? Kenapa ada tenda di sini?” ujar Hwang Chang Sik, baru menyadari ada sebuah tenda yang didirikan di halaman mereka.
“Itu adalah tenda miliknya. Dia ingin tinggal di sini dan tidur di dalam tenda,” jawab Tae Phil pada ayahnya.
“Tidur di dalam tenda?” ulang Hwang Chang Sik tak percaya.

“Kumohon ijinkan aku, Ahjussi (Paman). Aku tidak akan memberikan kesulitan pada siapa pun, kalian cukup mengijinkan aku untuk tidur di halaman. Aku tak punya tempat lain untuk pergi. Karena kasus penyuapan rektor Universitas itu, aku tak punya tempat untuk pergi, aku juga sudah dipecat dari pekerjaan paruh waktuku. Tapi aku benar-benar tidak bersalah. Hal ini bahkan sudah diketahui oleh putra ketigamu. Aku benar-benar tidak masuk melalui jalan belakang. Jadi tolong ijinkan aku tinggal di sini. Dan selama ini aku tinggal di sini, aku ingin membantu kalian mengurus pertanian ini. Sebentar lagi adalah musim panen, bukan? Kalian bisa memperkerjakan aku sebagai pekerja sambilan. Aku akan benar-benar bekerja keras,” ujar Ja Eun panjang lebar, menjelaskan alasannya berada di sana.

“Apa yang dikatakan oleh Siluman Rubah ini? Kau bilang apa tadi? Kau ingin tinggal di sini dan membantu mengurus pertanian?” Nenek meminta Ja Eun mengulangi kata-katanya karena dia masih sulit percaya jika gadis kaya yang manja bisa berubah dalam sekejap. Ya bisa ajalah kalau keadaan memaksa, manusia kan harus bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

“Benar. Dan juga membantu mengurus bebek. Aku sangat suka animasi, jadi aku juga sangat menyukai bebek,” jawab Ja Eun dengan tersenyum ceria tanpa dosa. Namun hanya dia satu-satunya yang tersenyum di sana karena yang lain masih menatapnya dengan shock dan tak bisa berkata-kata.


Keluarga Hwang akhirnya merundingkan masalah ini di dalam rumah.
“Sepertinya gadis itu sudah tidak waras,” ujar Nenek tak percaya.
“Dia bilang dia tak punya tempat untuk pergi, itu sebabnya dia berada di sini,” jawab Hwang Chang Sik yang merasa kasihan.
“Dia kemari karena ingin mengambil kembali pertanian ini,” sahut Park Bok Ja yang sepertinya ketakutan sendiri.

Nenek pun berkata kalau dia tidak tahan melihat Ja Eun di sekitar mereka, punggungnya pun masih sakit setelah membereskan kekacauan yang dibuat Ja Eun dua hari yang lalu. Mendapat dukungan, Park Bok Ja kemudian berkata bahwa dia akan mengusir gadis itu pergi.

Hwang Chang Sik melarang sang istri, “Kenapa kau tidak menanyakan pendapatku?”
“Bukankah seharusnya kita sependapat?” ujar Park Bok Ja meminta dukungan.

“Biarkan saja Ja Eun tidur di loteng lagi. Dia tidak punya tempat untuk tinggal, jadi ke mana dia harus pergi jika kau mengusirnya? Kenapa menurutmu dia rela tidur di tenda bila bukan karena dia sudah putus asa?” ujar Hwang Chang Sik, merasa bersalah pada Ja Eun.

“Kenapa kau hatimu begitu lemah? Dia memang sengaja seperti itu untuk menarik simpati kita dan membuat kita merasa kasihan padanya,” tegur Nenek pada Hwang Chang Sik.

“Ja Eun sudah terlanjur datang, jadi bagaimana bisa kita menendangnya keluar? Jika kita menendangnya keluar, hatiku tidak akan tenang,” jawab Hwang Chang Sik, membela Ja Eun.

Tapi Park Bok Ja tak peduli dan tetap keluar untuk mengusir Ja Eun. Saat itu Ja Eun sedang makan ramen saat Park Bok Ja tiba-tiba keluar rumah dengan marah. Ja Eun mencoba menawarinya ramen yang dia buat?

“Ahjumma, aku sedang masak ramen (mie), apa Anda mau mencicipinya?” tanya Ja Eun, tetap dengan senyuman di wajahnya, menawarkan makanannya.

“Apa kau sedang mempermainkan kami sekarang? Kau ingin pergi dengan baik-baik dari sini atau perlu aku menyeretmu pergi dengan kasar seperti terakhir kali?” ujar Park Bok Ja dengan kejam.

“Aku tidak ingin pergi, aku ingin tinggal di sini. Kumohon biarkan aku tinggal di sini. Aku benar-benar tidak menginginkan yang lain,” ujar Ja Eun memohon.

“Apa kau benar-benar tidak tahu tentang dunia ini dan berpikir semua ini hanyalah lelucon? Apa kau masih berpikir kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan? Setelah kehancuran yang kau lakukan pada pertanian ini, kau masih berharap bisa tinggal di sini? Apa yang kau katakan? Membantu di pertanian?” sindir Park Bok Ja dengan sinis dan ketus.

“Aku benar-benar menyesal telah melakukan itu,” ujar Ja Eun dengan ekspresi sedih.
“Pergi! Cepat pergi!” usir Park Bok Ja sekali lagi.

Tapi Ja Eun adalah gadis yang keras kepala dan punya keinginan yang kuat, jadi dia tidak akan menyerah begitu saja bila ada sesuatu yang dia inginkan.
“Aku tidak mau pergi!” sahut Ja Eun keras kepala.

Akhirnya karena kesal, Park Bok Ja menendang tenda Ja Eun dan menggulingkannya dengan kejam. Ja Eun yang malang mencoba menghentikannya namun Park Bok Ja mendorongnya ke belakang.

Saat itulah Hwang Chang Sik dan Tae Phil  berlari keluar rumah dan berusaha menghentikan Park Bok Ja. Tak hanya menendang dan menggulingkan tenda Ja Eun, Park Bok Ja pun dengan kejam menendang makanan (ramen) milik Ja Eun hingga membuat isinya tumpah ke tanah.

“Sekarang kau takkan bisa makan lagi!” Seru Park Bok Ja dengan kejam, sementara Ja Eun hanya memandang ramennya dengan mata berkaca-kaca dan berusaha menahan air matanya yang hampir menetes.

“Kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau harus bertindak sejauh ini? Apa pun itu, kau tidak seharusnya menendang makanan milik orang lain, tapi kau malah menendang ramennya dengan sengaja dan bahkan membuatnya tidak bisa makan sekarang! Kenapa kau begitu kejam?” seru Hwang Chang Sik dengan penuh kemarahan pada sang istri.


Hwang Tae Phil pun memandang Ja Eun dengan iba karena sadar bahwa menendang makanan orang lain adalah perbuatan yang tidak sopan dan melanggar etika kesopanan, namun dia tidak bisa apa-apa karena dia berpihak pada ibunya.

“Ahjussi, tidak apa-apa. Aku akan membersihkannya. Jangan marah kepada Ahjumma,” ujar Ja Eun lirih dengan air mata yang hampir menetes.

“Membersihkan apa? Yang harus kau lakukan adalah pergi dari sini!” seru Park Bok Ja dengan tak punya perasaan.
“Apa kau harus seperti ini? Cukup! Hentikan!” seru Hwang Chang Sik, memperingatkan sang istri agar tidak keterlaluan.

“Tae Phil, dirikan tendanya lagi! Malam ini biarkan dia tinggal di dalam tenda,” ujar Hwang Chang Sik menyuruh Tae Phil mengembalikan tenda Ja Eun seperti semula lagi.

Awalnya Tae Phil hanya diam saja seraya menatap sang ibu, barulah saat sang ayah berteriak sekali lagi, Tae Phil bergerak membantu.

“Apa yang kau lakukan, anak nakal? Aku menyuruhmu dengan cepat mendirikan kembali tendanya seperti semula!” seru Hwang Chang Sik pada Tae Phil dengan marah.
“Ya,” jawab Hwang Tae Phil akhirnya, dengan terpaksa.

“Tidak perlu, Ahjussi. Aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Ja Eun dengan berbesar hati, dan segera membantu Tae Phil mendirikan kembali tendanya. Park Bok Ja pun akhirnya hanya bisa masuk ke dalam rumah dengan kesal.

Di kamar mereka, Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja bertengkar hebat. Park Bok Ja tidak terima karena suaminya memarahinya di depan Ja Eun.

“Kau tidak seharusnya memarahiku di depan gadis itu!” seru Park Bok Ja tidak terima.
“Lalu kenapa kau harus bertindak keterlaluan seperti itu? Kenapa kau tidak mau berkompromi denganku? Kenapa kau harus menendang panci ramennya?jawab Hwang Chang Sik kesal.

“Aku sengaja melakukannya karena jika aku tidak melakukannya, gadis itu akan semakin berani!” seru Park Bok Ja dengan kejam.

“Tapi bagaimana bisa kau bertindak sejauh itu dengan menendang makanannya? Lalu apa bedanya kau dengan Ja Eun yang merusak pohon pir? Apa bedanya kau dengannya? Apa bedanya?” seru Hwang Chang Sik, balik menyindir sang istri.

“Tidak peduli apa pun itu, bagaimana bisa kau memintanya tinggal di sini, di depan mataku?” tanya Park Bok Ja tidak terima.

“Apa alasanmu sebenarnya? Kenapa kau begitu tidak manusiawi? Kenapa kau begitu kejam padanya? Apa kau punya alasan khusus untuk itu?” sergah Hwang Chang Sik dengan nada curiga, membuat Park Bok Ja seketika terdiam tidak menjawab. Ya iyalah, dia takut ketahuan mencuri surat kontraknya Ja Eun.


Malam harinya di tenda, Ja Eun berteriak ketakutan saat beberapa ekor serangga (kecoak mungkin ya? Kalau cuma nyamuk gak mungkin lebay), masuk ke dalam tendanya. Ja Eun berteriak heboh dan memukul-mukul serangga itu dengan buku-buku kuliahnya.

Ha Na, gadis berusia 9 tahun yang merupakan keponakan Mi Suk (yang dia akui sebagai putrinya), tak sengaja melihat sebuah tenda asing bergerak-gerak dari dalam, dia memperhatikan tenda itu dengan penasaran, hingga tiba-tiba saja Ja Eun membuka resleting tenda itu dan membuat Ha Na terjatuh karena kaget.

“Apa kau baik-baik saja? Maaf, aku mengagetkanmu,” ujar Ja Eun meminta maaf dengan raut wajah bersalah.
“Aku baik-baik saja. Tapi siapa kau?” tanya Ha Na bingung.

“Annyeong. Namaku Baek Ja Eun. Siapa namamu?” seru Ja Eun dengan ramah seraya mengulurkan tangannya mengajak gadis itu berkenalan.

“Annyeong, Eonnie. Aku Ha Na. Aku dan ibuku tinggal di rumah di bawah sana,” sahut Ha Na dengan ramah.


“Ah, jadi kau tinggal di bawah sana? Eonnie akan tinggal di sini sementara waktu, di dalam tenda. Ha Na-ya, tolong jaga aku, ya.” Ujar Ja Eun dengan ramah seraya mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
“Baik,” jawab Ha Na dengan ramah, menerima uluran tangan Baek Ja Eun.

Lalu kemudian, dia menambahkan, “Ha Na-ya, apa ada toilet di sekitar sini?” tanya Ja Eun dengan ragu-ragu.

Hingga akhirnya Ha Na mengajak Ja Eun ke sebuah toilet kotor yang tidak terpakai yang terletak di samping kandang bebek. Toilet tersebut sangat kotor, tidak ada lampu, tidak ada air dan juga tidak ada tissue toilet di tempat itu. Benar-benar tidak layak pakai. Tapi karena Ja Eun tidak punya pilihan, dia terpaksa menggunakannya. Ja Eun masih belum tahu kalau tak ada tissue toilet di tempat itu.


Mi Suk, Ibu angkat Ha Na yang naksir Hwang Tae Shik, tidak mengijinkan Ja Eun menggunakan kamar mandinya karena dia ingin caper pada Park Bok Ja. Mi Suk berpikir jika ingin mendapatkan anaknya maka harus menjilat ibunya, itu sebabnya Mi Suk tidak mau menolong Ja Eun. Barulah setelah Mi Suk ditolak Tae Shik dan dihina Nenek Shim, saat itu baru dia mengijinkan Ja Eun meminjam kamar mandinya.

Awalnya Ja Eun tidak menyadari bila tidak ada tissue toilet di sana, saat dia menyadarinya, semuanya sudah terlambat. Ja Eun pun berteriak keras memanggil siapa pun yang bisa dipanggilnya. Baik itu Hwang Chang Sik, Park Bok Ja dan yang terakhir adalah Ha Na.


Saat itu keluarga Hwang (minus Tae Hee, Tae Bum dan Tae Shik) sedang makan malam saat mendengar suara Ja Eun meminta tolong dibawakan tissue toilet. Awalnya tak ada yang mau membantunya. Hwang Tae Phil menawarkan diri untuk mengantarkan tissue-nya, namun Hwang Chang Sik mencegahnya.

“Tidak. Ayah saja yang pergi. Aku lebih tua, aku yang seharusnya pergi,” sahut Chang Sik melarang.



Hwang Chang Sik yang tidak tahan mendengar teriakan Ja Eun yang meminta tolong, berniat pergi mengantarnya, namun sang Ibu melarang dengan alasan tidak akan membiarkan Hwang Chang Sik menjadi budak gadis itu. Padahal hanya mengantar tissue di saat genting aja, uda merasa jadi budak. Keluarga miskin, numpang tinggal gratis di rumah orang, tapi sombongnya setinggi langit ckckck...

Nenek mengatakan jika dia yang akan pergi sebagai gantinya, hingga akhirnya, Park Bok Ja yang tidak enak pada mertuanya, segera bangkit berdiri dan terpaksa menawarkan dirinya.

Tapi dia terlambat, karena Hwang Tae Hee yang lebih dulu tiba di sana untuk memberikan tissue untuk Ja Eun. Namun Ja Eun berpikir bahwa itu adalah Ha Na. Karena keadaan sangat gelap, tak ada lampu di sana, jadinya Ja Eun tidak bisa melihat dengan benar tangan siapa di sana.


Setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali, Tae Hee membuka pintunya dan menyodorkan tissue di tangannya.

“Gomayo, Ha Na-yaa. Aku tidak bisa meraih tanganmu, bisakah kau lebih mendekat?” pinta Ja Eun putus asa.


Tae Hee kemudian mengulurkan tangannya lebih dalam. Ja Eun menarik tangan Tae Hee dengan kedua tangannya dan berpegangan di sana, hingga membuat Tae Hee hampir terseret masuk ke dalam

“Maafkan Eonnie, Ha Na-yaa. Kakiku kram karena terlalu lama duduk,” ujar Ja Eun meminta maaf.

Tae Hee kemudian mengibas-ngibaskan sebelah tangannya yang bebas untuk mengusir baunya, namun tidak berhasil hingga akhirnya dia menutup hidungnya dengan tangannya yang bebas. Hahaha ^_^


Ja Eun mengejan lagi seraya berpegangan pada tangan Tae Hee, sementara Tae Hee menahan dirinya agar tidak terdorong masuk ke dalam karena tarikan tangan Ja Eun yang cukup kuat. Lucu banget ekspresi Joo Won di sini, jadi ngebikin orang pengen ngakak ^_^

“Ah, akhirnya aku bisa bernapas lega. Terima kasih, Ha Na-ya,” ujar Ja Eun dengan ceria. Uda lega karena e’ek-nya keluar semua. Busyet! Calon pacarnya Tae Hee emang agak beda hahaha ^_^

Ja Eun kemudian mengambil tissue toilet itu dan berterima kasih pada Ha Na, namun tiba-tiba dia menyadari keanehan saat Tae Hee menarik tangannya ke luar.


“Ha Na-ya, kenapa tanganmu begitu besar? Kau adalah Ha Na, kan? Kau Ha Na, bukan?” Seru Ja Eun di tengah kebingungannya. Tae Hee buru-buru menutup pintu itu dan kabur secepat kilat, karena akan malu rasanya jika ketahuan.

Saat keluar dari dalam toilet, Ja Eun berpapasan dengan Park Bok Ja yang masih menatapnya sinis dan menanyakan tujuannya datang kemari.

“Jawab aku dengan jujur. Kenapa kau datang kemari? Apa yang kau rencanakan dengan mendirikan tenda di halaman?” sergah Park Bok Ja dengan sinis.

“Seperti yang kukatakan sebelumnya kalau aku tak punya tempat untuk tinggal. Itu sebabnya aku datang kemari dan berniat membantu mengurus pertanian. Aku tidak minta imbalan apa pun dari kalian, cukup ijinkan aku tidur di halaman. Aku akan tenang dan tidak membuat masalah,” sahut Ja Eun dengan tersenyum.

“Jadi kau hanya perlu tempat untuk tinggal? Apa kau akan pergi jika kau punya tempat untuk tinggal?” tanya Park Bok Ja lagi.

“Tidak perlu mencarikan aku tempat tinggal. Aku cukup tinggal di tenda,” ujar Ja Eun menolak. Dia tidak mau dicarikan apartment dengan uang 30 juta won yang ditawarkan Hwang Chang Sik.

“Kau datang karena pertanian ini, kan? Kau mencoba mendekatiku demi merebut kembali pertanian ini, kan?” sindir Park Bok Ja.


Ja Eun terdiam sejenak dan mencoba mengatakan kebohongan yang masuk akal, “Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya ingin mengubah diriku. Seperti yang Anda ketahui bahwa dulu aku adalah gadis muda yang selalu dimanja, apa pun yang kuinginkan selalu dikabulkan oleh ayahku. Tapi sekarang aku sendirian di dunia ini, itu sebabnya aku ingin belajar menjadi lebih kuat. Dengan begitu, aku bisa bertahan di tengah kerasnya kehidupan,” jawab Ja Eun, terdengar meyakinkan, namun Park Bok Ja tetap tidak percaya.

“Sungguh? Jadi kau datang bukan demi pertanian ini?” tanya Park Bok Ja memancing.
“Ya,” jawab Ja Eun lirih.

“Baguslah. Kalau begitu besok pagi, kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini. Jika kau ingin menjadi kuat, kau tidak harus berkemah di depan rumah kami. Kau bisa melakukannya di tempat yang lain. Mulutku sudah lelah, jadi aku tidak ingin bicara lagi. Aku jelas-jelas sudah memperingatkanmu. Bila aku masih melihatmu besok pagi, kau ada dan aku akan bertarung hingga ada salah satu dari kita yang akan mati,” ujar Park Bok Ja dengan kejam sebelum pergi dari sana.

Setelah kepergian Park Bok Ja, Ja Eun berjalan dengan lesu kembali ke tendanya dan dia melihat Tae Hee berdiri melihat tendanya, membelakanginya. Ja Eun terlihat senang saat melihat Tae Hee dan menyapanya dengan ramah dan bersemangat.


“Ahjussi!” panggil Ja Eun dengan bersemangat dan senyum ceria di wajahnya.
Tae Hee menoleh dan menunjuk ke arah tenda Ja Eun dengan bingung, “Apa ini tendamu?” tanya Tae Hee bingung.
Ja Eun mengangguk mantap, “Benar.”
“Ini…Apa maksudnya?” tanya Tae Hee sekali lagi.


“Aku akan tinggal di sini. Selama tinggal di sini, aku akan bekerja keras dan belajar soal pertanian. Seperti yang kau ajarkan padaku, aku akan menunjukkan pada Ahjumma bahwa aku adalah orang yang bisa diandalkan,” sahut Ja Eun dengan ceria dan percaya diri. Senyum tak pernah hilang dari wajahnya.


Mendengar jawaban Ja Eun, Tae Hee hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan kikuk, “Jadi, kau ingin tinggal di dalam tenda mulai sekarang?” ulang Tae Hee mengkonfirmasi.


Ja Eun menjawab riang, “Benar. Karena aku tidak bisa masuk ke dalam rumah, jadi aku hanya bisa melakukan ini agar bisa berada di sisi Ahjumma. Bukankah ini ide yang bagus? Walaupun dia membenciku sekarang, tapi jika aku terus berada di sisinya, seperti yang kau katakan, suatu saat dia pasti akan membuka hatinya dan mengembalikan pertanian ini padaku,” ujar Ja Eun dengan blak-blakan.

Tae Hee kembali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan memasang ekspresi seperti mengatakan, “Aku tak yakin soal itu.”


“Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak percaya aku bisa melakukannya? Tapi jika aku mengatakan aku akan melakukan sesuatu, aku pasti akan melakukannya tidak peduli sesulit apa pun itu. Dan lagipula tenda ini sangat bagus. Aku menghabiskan seluruh tabunganku untuk membelinya,” ujar Ja Eun dengan ceria dan tekad yang kuat.



“Ini adalah model terbaru,” lanjutnya dengan ekspresi wajah yang menggemaskan, hingga membuat Tae Hee tertawa.


Ini adalah pertama kalinya Tae Hee tertawa saat berbicara dengan Ja Eun, biasanya mereka hanya adu mulut dan bertatapan dengan sinis. Perkembangan pesat untuk Tae Hee. (Gitu dong, Joo Won. Kan ganteng kalau senyum gitu *wink* )

Sialnya, Hwang Tae Phil melihat dan mendengar semuanya Tae Phil kembali masuk ke dalam dan menyerahkan selimut berwarna pink kembali ke tangan ayahnya, yang mau tidak mau harus keluar rumah untuk menyerahkan selimut itu untuk Ja Eun.


Saat keluar, Hwang Chang Sik melihat Tae Hee ada di depan rumah, berbincang dengan Ja Eun.
“Tae Hee, kau baru pulang?” tanya Hwang Chang Sik pada Tae Hee.
“Ya, ayah. Berikan padaku,” jawab Tae Hee seraya mengambil alih selimut pink itu.

“Udara di luar sangat dingin, jadi mungkin di dalam tenda juga ikut jadi dingin. Kau pakai saja selimut itu untuk menghangatkan dirimu,” ujar Hwang Chang Sik pada Ja Eun.

“Terima kasih, Ahjussi (Paman)”, sahut Ja Eun dengan tersenyum tulus, dan Tae Hee pun segera meletakkan selimutnya di dalam tenda Ja Eun.


“Sebenarnya aku ingin membiarkanmu tidur di loteng tapi aku tidak bisa melakukan itu,” ujar Hwang Chang Sik lagi, dengan rasa bersalah. (Yeah, yeah, yeah, penonton tahu kok kalau Anda adalah type suami takut istri >_<)

“Aku benar-benar baik-baik saja, Ahjussi,” ujar Ja Eun, masih dengan senyuman di bibirnya, sementara Tae Hee hanya menatapnya lekat.


“Hari sudah malam, kau tidurlah. Untuk malam ini tidurlah di sini. Besok pagi ikutlah aku untuk mencari tempat tinggal untukmu. Uang 30 juta won yang kukatakan padamu beberapa hari yang lalu telah siap,” ujar Hwang Chang Sik lagi.

Note: Uang 30 juta won itu sebenarnya adalah milik Tae Hee yang diberikan pada ayahnya dengan tujuan untuk mencarikan Ja Eun tempat tinggal yang layak. Calon pacar perhatian banget, ya? Uda nyiapin uang 30 juta won untuk Ja Eun. Walau Tae Hee tidak sekaya ayahmu dulunya, setidaknya dia yang paling kaya di antara 4 bersaudara Hwang dan juga paling tampan, kamu gak salah pilih, Ja Eun-ah (^_^)


“Tidak perlu, Ahjussi. Jika aku menginginkan uang itu, aku pasti memintanya padamu lebih awal. Aku baik-baik saja tidur di dalam tenda,” tolak Ja Eun dengan sopan.

“Jangan keras kepala! Kau ini seorang gadis, bukan seorang pria! Bagaimana kau bisa tidur setiap hari di dalam tenda?” ujar Hwang Chang Sik dengan khawatir.


“Aku punya kantong tidur dan Anda baru saja memberiku selimut, bukan? Lagipula aku adalah penggemar 1 Night 2 Days jadi aku selalu ingin memiliki pengalaman tidur di dalam tenda. Walaupun aku sangat sedih karena tidak bisa menonton 1 Night 2 Days lagi,” sahut Ja Eun, tampak sedih saat teringat dia tidak bisa lagi menonton program televisi kesayangannya. Sementara Tae Hee hanya melemparkan tatapannya ke dalam tenda Ja Eun dengan hati tak nyaman.


(Gimana bisa nonton TV, lah wong hartanya Ja Eun hanya baju sekoper? Mau beli TV pake duit dari mana? Lagian ditancapin mana listriknya kalau tidur di tenda? >_< Btw, saat drama ini ditayangkan, sebenarnya Joo Won adalah member dari 1 Night 2 Days, namun harus rehat sementara karena padatnya jadwal syuting “Ojakgyo Brothers”)


Hwang Chang Sik hanya menatap Ja Eun pasrah, begitupun dengan Tae Hee yang tak bisa berkata-kata, karena Ja Eun sepertinya adalah seorang gadis keras kepala yang berkeinginan kuat. Akhirnya mereka hanya bisa masuk ke dalam rumah dan dengan berat hati meninggalkan Ja Eun sendirian di luar rumah.

“Baiklah. Kau pasti sudah lelah dan mengantuk. Tidurlah. Tae Hee, ayo kita masuk,” ujar Hwang Chang Sik yang diiringi anggukan kepala Baek Ja Eun.


Saat Tae Hee masuk ke dalam kamarnya, Hwang Tae Phil sudah menunggunya dan dengan kurang ajarnya duduk di ranjang Tae Hee.

“Apa yang kau lakukan di di sini, di dalam kamarku?” tanya Tae Hee saat melihat Tae Phil ada di kamarnya, karena biasanya Tae Phil tak pernah masuk ke kamarnya, mengingat mereka berdua bagaikan musuh.


“Aku dengar kau sudah mendapat pekerjaan paruh waktu,” ujar Tae Hee, mengingatkan akan ancamannya melaporkan penipuan Tae Phil ke orang tua mereka kalau Tae Phil tidak segera mencari pekerjaan.

“Kau ketinggalan berita. Itu sudah terjadi beberapa hari yang lalu, karena sekarang aku berhenti lagi,” jawab Tae Phil dengan santainya.

“Mwo?” Tae Hee tampak tak percaya saat mendengar bahwa Tae Phil hanya bekerja selama beberapa hari saja.


Tae Phil menatap Tae Hee dengan sengit dan penuh permusuhan sebelum melemparkan sebuah bola ke arah Tae Hee dengan marah.

“Refleksmu sangat bagus,” ujar Hwang Tae Phil sinis.
“Apa yang kau lakukan?” seru Tae Hee kesal.


“Apa kau tidak bisa melihat betapa marahnya Ibu? Kau, apa mungkin sebenarnya kau menyukai gadis manja di luar sana?” tuduh Tae Phil pada Tae Hee dengan sengit.

(Ya, Tae Hee gak hanya suka tapi uda jatuh cinta dan bucin mampus sama Ja Eun, tapi itu nanti sih, sekarang masih belum. Tanyakan itu lagi nanti ya, Tae Phil?)

Tae Hee tertawa sinis dan balik bertanya, “APA?”
“Bahkan bila kau tidak memiliki perasaan padanya, bagaimana bisa kau mengkhianati Ibu demi gadis manja itu?” seru Tae Phil emosi.

“Katakan dengan jelas apa maksudmu jadi aku bisa mengerti!” ujar Tae Hee, mencoba bersabar menghadapi kekurangajaran adik (sepupunya).


“Kaulah yang mengajarinya untuk tinggal di sini dan mengambil hati Ibu, kan? Apa jangan-jangan kaulah yang membelikan tenda untuknya? Apa kau juga yang membantu semua rencananya hingga sekarang? Kau pengkhianat sialan! Kau tidak seharusnya menusuk keluargamu dari belakang seperti itu! Apa kau lupa apa yang dilakukan Ibu untukmu? Apa kau lupa bagaimana dia membesarkanmu? Ibuku – Ah salah, seharusnya yang benar adalah Bibimu, bahkan lebih menyayangimu daripada kami – aku dan kedua kakakku!” seru Tae Phil, mengungkit kebaikan ibunya dalam membesarkan Tae Hee.

Dan sialnya Tae Hee terpengaruh, dia adalah orang yang selalu merasa berhutang budi pada Paman dan Bibinya (Hwang Chang Sik dan Park Bok Ja) yang telah mengadopsinya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, itu sebabnya Tae Hee tak pernah membantah mereka.

“Bahkan saat keluarga kita kekurangan uang sekalipun, Ibuku tetap berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Dia selalu mengusahakan agar bekal makan siangmu terpenuhi setiap hari, agar kau punya peralatan tulis, baju seragam, Sepatu, semuanya selalu tersedia untukmu. Bahkan Tae Bum Hyung juga harus merelakan uang kuliahnya agar kau bisa mendaftar masuk SMA. Kau masih mengingat itu juga, kan?” sindir Tae Phil lagi, mengungkit masa lalu mereka untuk membuat Tae Hee merasa bersalah.


Poor Baby Tae Hee >_< Dia aslinya orang yang mudah merasa bersalah pada orang lain dan selalu merasa berhutang budi.

“Tapi lihat apa yang kau lakukan sekarang! Kau mengajari gadis manja di luar itu untuk mengambil hati Ibu jika ingin mendapatkan kembali pertanian ini? Kau benar-benar anak tetangga! Betapa kasihannya ibuku yang malang. Apa yang telah dia lakukan sehingga pantas mendapatkan semua ini setelah semua yang telah dia lakukan untukmu?” sindir Tae Phil lagi, sebelum melangkah keluar, membuat Tae Hee merasa bersalah.

(Apa yang dilakukan Ibumu? Woi, ibumu seorang PENCURI! Orang yang kamu bela mati-matian adalah seorang Pencuri, Hwang Tae Phil! Kamu akan menyesali ini dalam beberapa episode lagi. Lihat saja betapa Ibu yang kau banggakan tertangkap basah mencuri surat kontrak orang lain dan kau akan menyesali sikapmu yang jahat pada Ja Eun saat itu juga! Dan kau juga akan kecewa karena mempercayai orang yang salah!)


Tae Hee memanggil nama Tae Phil, Tae Phil berbalik kemudian memukul Tae Hee hingga tersungkur di lantai kamarnya.
“Jangan pernah memanggil namaku, kau anak tetangga!” seru Tae Phil sinis sebelum melangkah keluar.


Di dalam tenda, Ja Eun tidur sendirian seraya menyemangati dirinya sendiri, “Aku tidak takut. Aku tidak takut. Aku adalah anak yang berani. Bahkan bila lampunya kumatikan dan keadaan di sekitarku menjadi gelap gulita, aku tidak akan takut. Aku pasti bisa tidur dengan nyenyak,” ujarnya seraya memeluk foto dirinya dan sang ayah.


Ja Eun kemudian mematikan lenteranya dan mulai menghitung bebek : satu bebek, dua bebek, tiga bebek, terus hingga dia tertidur di dalam tenda.


Paginya, Ja Eun terbangun dengan ceria, seraya kembali menyemangati dirinya sendiri, “Lihat, kan? Aku bisa melakukannya. Tidak ada yang terjadi dan aku tidur dengan aman. Kau sudah bekerja keras, Baek Ja Eun. Kau hebat! Kau hebat!” ujar Ja Eun pada dirinya sendiri.


(Aku suka karakter Ja Eun ini karena dia adalah karakter yang kuat dan ceria, tidak pantang menyerah, selalu optimis, berani, penuh percaya diri dan kalau dia menginginkan sesuatu pasti akan berusaha dia raih, apa pun rintangannya, ditambah lagi, dia juga sangat blak-blakan mengatakan perasaannya, bukan type munafik yang menye-menye. Kalau suka ya suka, gak suka ya gak suka. Jujur apa adanya)


Ja Eun mencoba untuk membantu Park Bok Ja di kandang bebek, namun wanita setengah baya itu mengusir gadis itu pergi dan bahkan menutup tirai di kandang bebek tersebut yang pada akhirnya menyebabkan bebek-bebek tersebut menjadi kepanasan dan kekurangan oksigen hingga menjadi lemas dan hampir mati. Ja Eun pergi dari sana dengan lesu dan kembali ke tendanya.

Di saat yang bersamaan, ketiga bersaudara Hwang : Hwang Tae Shik, Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Phil lewat di depan tenda Ja Eun. 

Tae Shik, si putra sulung yang sejak awal bersikap baik pada Ja Eun tampak memperhatikan tenda itu dengan khawatir, “Bagaimana bisa seorang gadis tinggal di dalam tenda? Bagaimana caranya dia makan dan membersihkan diri?” ujar Tae Shik dengan nada khawatir terlihat jelas.

“Hyung, apa kau sedang mengkhawatirkannya sekarang?” sergah Tae Phil tak suka. 


Sementara Tae Hee hanya memandang tenda itu dengan ekspresi yang tak terbaca, Entah apa yang Tae Hee pikirkan, tapi ekspresinya menunjukkan raut penyesalan, rasa kasihan dan juga rasa bersalah.

“Aku mengkhawatirkan semua orang, aku juga mengkhawatirkan ayah dan ibu juga. Tapi ini masalahnya Ja Eun-ssi adalah seorang gadis muda,” sahut Tae Shik mengelak.

Tak lama kemudian, Ja Eun tiba di sana dan menyapa Tae Shik dengan riang, “Oh, Annyeonghaseyo, Ahjussi pertama,” sapa Ja Eun dengan tersenyum ceria.

“Ah, Ja Eun-ssi. Bagaimana keadaanmu sendiri?” ujar Tae Shik, balik bertanya dengan sopan dan ramah dengan senyuman di wajahnya.

"Baik. Omong-omong, cukup panggil aku Ja Eun-ah saja. Bukankah Ahjussi lebih tua dariku?”
pinta Ja Eun dengan sopan. Tae Phil melirik Tae Hee, ingin melihat reaksinya, namun Tae Hee menghindari tatapan Tae Phil dan menoleh ke arah lain.


“Ya. Aku akan mengubahnya pelan-pelan. Tapi apa kau benar-benar berpikir untuk tinggal di sini, di dalam tenda ini?” tanya Tae Shik memastikan sekali lagi.

“Ya. Tolong bantu aku, Ahjussi. Bantu aku bicara pada Ahjumma. Aku benar-benar ingin membantunya bekerja di pertanian dan hidup dengan baik di sini,” jawab Ja Eun dengan ekspresi memohon.

Tae Hee kembali memandang Ja Eun, sebelum akhirnya mengubah topik segera, “Hyung, ayo pergi!” ajak Tae Hee pada Tae Shik, karena hati nuraninya merasa bersalah jika melihat Ja Eun lebih lama.


Tae Hee yang sedari tadi hanya diam dan melihat, merasa hatinya mulai tidak tenang setiap kali dia melihat Ja Eun. Bukan cinta, Tae Hee belum jatuh cinta, namun lebih ke sebuah rasa bersalah karena tak bisa membantu Ja Eun mengingat Tae Hee juga merasa bersalah pada ibu angkatnya. Jadi Tae Hee tampaknya lebih memilih untuk menjaga jarak dari Ja Eun agar hati nuraninya tidak bertambah buruk.

Intinya Tae Hee merasa serba salah. Tae Hee merasa bersalah pada mereka berdua, pada Ja Eun karena telah menghancurkan hidupnya akibat kasus fitnah itu dan pada sang Ibu yang telah membesarkannya.

Tae Phil yang tidak suka melihat kedekatan Ja Eun dan Tae Shik spontan menendang peralatan makan Ja Eun dengan kasar, membuat gadis malang itu tersentak kaget dan tampak takut.


“Siapa bilang kau bisa tinggal di sini, gadis busuk? Apa kau tidak takut pada Ibuku? Bukankah kau dengar dengan jelas bahwa dia menyuruhmu untuk pergi dari sini?” seru Tae Phil dengan kasar.

Tae Hee semakin tidak enak melihat kekasaran Tae Phil tapi dia tidak bisa membantu Ja Eun karena takut dianggap sebagai anak tidak tahu terima kasih, jika dia membela orang luar dibandingkan ibu angkat yang sudah membesarkannya selama ini.

“Maknae, kenapa kau seperti ini?” seru Tae Shik dengan tak enak hati, memarahi adik bungsunya.

“Kenapa kau harus membantu di pertanian? Lebih baik kau mengemasi barang-barangmu dan pergi dari sini secepatnya!” seru Tae Phil, masih emosi dan tidak mengindahkan ucapan kakak sulungnya.

Sementara Ja Eun hanya menundukkan kepalanya dengan sedih dengan raut wajah terluka. Ja Eun yang punya rumah, tapi dia malah diperlakukan seperti pengemis rendahan. Duh, nih keluarga kecuali (Paman Chang Sik, Tae Hee dan Tae Shik) semuanya gak punya moral.


“YYAAAA! HWANG TAE PHIL!” seru Hwang Tae Shik dengan keras, merasa jengah dengan sikap kasar adik bungsunya, sementara Tae Hee hanya menatap Ja Eun dengan tidak enak hati. He feels guilty inside.

Pergilah selama aku bisa mengatakannya dengan baik. Lain kali aku akan menendang tendamu!” seru Tae Phil, masih dengan penuh kemarahan, sebelum pergi ke arah mobil Tae Hee.


Nih rambut sarang burung, uda pengangguran gak berguna, lebih kasar dari Tae Hee pula. Berangkat kerja masih nebeng Tae Hee aja sok-sok’an ngatain kakak sepupunya.

“Ja Eun-ssi, apa kau tidak apa-apa?” tanya Tae Shik tak enak hati, saat melihat Ja Eun menundukkan kepalanya dan hampir menangis.

“Hyung, ayo pergi!” ajak Tae Hee sekali lagi, kemudian melangkah pergi. Semakin lama di sana, perasaan bersalah Tae Hee semakin bertumpuk.

“YAAA! Tae Hee-ya! Dasar anak-anak nakal!" Tae Shik memanggil nama Tae Hee karena tidak enak melihat Tae Hee juga acuh pada Ja Eun.

"Maaf, aku harus pergi dulu. Kami harus pergi berangkat kerja bersama,” lanjut Tae Shik lagi, dengan raut wajah sungkan.

“Aku baik-baik saja. Terima kasih,” sahut Ja Eun lirih dengan senyum yang dipaksakan.
“Kalau begitu aku pergi,” ujar Tae Shik dengan canggung pada Ja Eun.

Tae Shik pun mengikuti kedua adiknya pergi dengan rasa bersalah dalam hatinya. Namun untunglah, Ja Eun setegar rumput liar. Dia tidak akan menyerah begitu saja.

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan.
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia.

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads