Kamis, 13 Juni 2024

Sinopsis EP 17 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight for today episode :
At first, I kept wondering why Ja Eun didn’t just knock and wake up the family to tell them to take Tae Hee away. But I think Ja Eun didn’t knock on the door because she didn’t want Tae Hee (or herself) to get in trouble. The mom already gets mad at her for everything, so it would be pretty intimidating to bring up the fact that Tae Hee fell asleep in her tent. That brings up all sorts of other questions, like why was he inside her tent in the first place? I guess sleeping in a tiny tent with a drunk guy right outside of his house isn’t exactly soothing,  but I’m sure Ja Eun isn’t the only girl who would find an excuse to let Tae Hee stay.


Speaking of those two, I’m glad that there seems to be interest developing on both sides. When Tae Hee first approached Ja Eun’s tent there was a camera zoom that purposely emphasized her prettiness, and once he passed out she definitely seemed to find him cute. How cute was it that she took pics of him sleeping and was about to take one with her face next to his.


Plus, he brought her coffee! Finally!! It’s sort of sad that a coffee is the most romantic gesture we’ve seen so far (particularly since blackmail was involved).

--------0000------

Episode 17 :
Saat taksi yang dinaiki Tae Hee sampai di pertanian, Tae Hee berjalan turun dari taksi tersebut dengan berjalan sempoyongan. Sepatunya tergantung di lehernya agar sepatunya tidak hilang, tentu saja Seo Dong Min yang menggantungkan sepatu itu di leher Tae Hee.




Begitu tiba di depan tenda Ja Eun, Tae Hee seketika menghentikan langkahnya dan menatap tanpa kata Ja Eun yang sedang asyik melukis sketsa cabai di dalam tendanya.


Entah apa yang dipikirkan Tae Hee, namun dia tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam tenda Ja Eun dan duduk di sebelah gadis muda itu, membuat Ja Eun seketika terperanjat.


“Astaga! Ahjussi, kau mengagetkan aku!” Seru Ja Eun yang kaget melihat Tae Hee yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam tendanya.

Namun Tae Hee hanya terdiam seraya menatap Ja Eun dengan ekspresi yang tidak terbaca, sebelum akhirnya dia bertanya, “Kau belum tidur, kan?” tanyanya dengan lirih.


“Ahjussi, apa kau minum?” tanya Ja Eun yang sepertinya mencium bau alcohol.

“Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu,” ujar Tae Hee, dia menarik keluar dompetnya dan tanpa sengaja menjatuhkan sebuah foto wanita berukuran seperti 3x4 cm dengan latar hitam putih. Namun tak ada seorangpun dari Tae Hee maupun Ja Eun yang menyadari jatuhnya foto itu.


Tae Hee kemudian mengeluarkan pena Ja Eun dari dalam dompetnya, Ja Eun tampak senang karena pena peninggalan sang ayah telah kembali. Dia ingin mengambilnya namun Tae Hee justru menarik pena itu kembali.

“Waeyo? (Kenapa?)” tanya Ja Eun dengan ekspresi bingung. (Lah katanya dibalikin, Bambang - eh Tae Hee maksudnya, tapi kok malah ditarik lagi?)

“Dari hasil penyelidikanku, aku menemukan bahwa pena ini berasal dari sebuah restaurant di Hongkong dan diberikan kepada pengunjung sebagai souvenis. Dan berkat pena ini, akhirnya aku menemukan petunjuk yang penting,” ujar Tae Hee, menjelaskan hasil penyelidikannya pada Ja Eun tanpa diminta.

(Padahal harusnya hasil penyelidikan polisi adalah Top Secret, tapi ini malah dibocorin ke Ja Eun. Apa Tae Hee sudah mulai membuka hatinya untuk Ja Eun tanpa dia sadari?)


“Aku lega mendengarnya. Kalau begitu apa kita bisa menemukan alasan kenapa ayahku memberikan 3 buah jam tangan mewah kepada Profesor Seo?” ujar Ja Eun dengan gembira. Dia sangat ingin membuktikan kalau dia memang tidak bersalah dan Tae Hee sudah berjanji padanya untuk menyelidiki kasus ini hingga akhir, bukan? Keep your promise, Tae Hee-yaa!

“Tentu saja. Itu sebabnya kami menyelidikinya dengan susah payah seperti ini. Tapi...” sahut Tae Hee dengan percaya diri, namun kemudian menggantung kalimatnya di akhir.

“Tapi apa?” tanya Ja Eun tak mengerti.
“Tapi jika aku menemukan bahwa kau memang diterima masuk kuliah melalui jalan belakang (aka suap), maka kau akan mati,” ujar Tae Hee dengan nada mengancam.


Dia merasa tidak adil jika seseorang diterima masuk perguruan tinggi hanya karena memiliki uang banyak dan bukan karena bakat dan kepintarannya. Dia sendiri tak bisa kuliah karena tak punya uang, itu sebabnya dia memilih masuk akademi Polisi yang saat itu menawarkan beasiswa dan dibiayai oleh pemerintah.

“Kau masih belum percaya padaku? Walaupun nilai test ujian masukku di Korea University bukan berada di posisi teratas, namun aku sama sekali tidak perlu diterima melalui jalan berbakat. Bukankah sudah kukatakan kalau saat kecil aku bahkan memegang pena lebih dulu daripada memegang sendok? Lihatlah itu! Sekarang saja aku sedang melukis cabai, terong dan lain-lain, dan kau bisa lihat sendiri hasil lukisanku! Berikan padaku!” jawab Ja Eun dengan percaya diri, tak ada rasa takut sama sekali. Dia segera meminta penanya kembali.

(Ya iyalah, Ja Eun memang berbakat. Yang masuk lewat jalur menyuap alias nyogok kan si Lee Seung Mi, anaknya kepala polisi)

Tae Hee akhirnya mengembalikan pena Ja Eun kepada pemiliknya yang menerimanya dengan gembira.


“Kau harus menyelidiki ini baik-baik dan membuktikan kalau ayahku tidak bersalah dan aku tidak diterima masuk melalui jalan belakang (menyuap),” lanjut Ja Eun dengan penuh harap.

Saat itu, Tae Hee sudah merasa kesadarannya sudah diambang batas. Dia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya seolah berusaha menyingkirkan rasa pusing di kepalanya dan tatapan matanya saat menatap Ja Eun mulai tidak fokus.

“Tapi apa itu? Kenapa kau menggantung sepatumu di leher? Ahjussi, kau menggantung sepatumu di leher,” tanya Ja Eun dengan bingung saat menyadari sepatu Tae Hee tergantung di lehernya.


Tae Hee menunduk sebentar lalu kembali menatap Ja Eun dengan memasang tampang polos dan menjawab lirih, “Itu bukan sepatuku,” ujar Tae Hee, hampir berbisik. Dia tampak masih menatap Ja Eun dengan lekat.

“Jika itu bukan sepatumu, lalu sepatu siapa? Sekarang kau tidak memakai Sepatu dan hanya memakai kaos kaki,” sahut Ja Eun seraya menunjuk kaki Tae Hee yang ada di belakang punggungnya.


Namun Tae Hee hanya menggeleng-gelengkan kepalanya seraya memandang wajah tanpa dosa, “Nae shinbal aniya (Itu bukan sepatuku)!” ujar Tae Hee tanpa melepaskan tatapannya dari Ja Eun sedetik pun.

“Bila Sepatu itu bukan milikmu, lalu milik siapa?” tanya Ja Eun lagi, kemudian menyadari satu hal.

Apa kau benar-benar mabuk, Ahjussi?” tanya Ja Eun, penasaran dengan batas ambang kesadaran Tae Hee saat ini. Dia menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Tae Hee untuk mengecheck tingkat kesadarannya.




Namun Tae Hee mengabaikan pertanyaan itu dan justru semakin maju ke arah Ja Eun, seolah ingin menciumnya. Wajah Tae Hee semakin lama semakin dekat hingga membuat Ja Eun ketakutan dan bergerak mundur secara spontan, “Wae… waeyo, Ahjussi?” ujar Ja Eun seraya bergerak mundur secara teratur seiring dengan wajah Tae Hee yang semakin mendekat padanya.


(Aiisssh, jinja. Just kiss her already! *gemes sendiri penontonnya* Pak polisi kalau mabuk benar-benar meresahkan, ya? Hahaha ^_^ )




Namun bukannya mencium, Tae Hee justru terjatuh pingsan di atas tubuh Ja Eun dan menindih pipi Ja Eun, membuat Ja Eun tampak gugup setengah mati.

“Ahjussi, apa yang kau lakukan? Apa kau tidur? Apa kau benar-benar tidur?” seru Ja Eun, benar-benar panik dan gugup sekarang.


Ja Eun menggerakkan wajahnya sedikit karena ingin melihat keadaan Tae Hee, tapi bergerak sedikit saja, pipinya sudah menempel di hidung Tae Hee dan itu membuat Ja Eun menjadi semakin gugup dan panik.



Akhirnya dia nekat menarik dirinya dan segera kembali duduk untuk menetralkan debaran jantungnya. Dia membiarkan saja Tae Hee jatuh tersungkur saat tadi dia mengangkat tubuhnya. Ja Eun segera menyentuh dadanya dan dia bahkan bisa mendengar jantungnya berdetak kencang.


Ja Eun melirik Tae Hee yang tampak tertidur pulas sebelum akhirnya dia keluar dari tendanya untuk mencari hawa segar. Mendadak udara di dalam tenda terasa panas bagi Ja Eun hahaha ^_^ Ja Eun officially falling in love nih ^_^




“Apa yang terjadi pada Ahjussi ini? Apa dia ingin tidur di sini? Andwee! Aku bisa gila,” gumam Ja Eun pada dirinya sendiri saat sudah berada di luar tenda. Dia tampak bingung harus bagaimana.




“Ahjussi, bangun! Ahjussi, cepat bangun! Apa yang harus kulakukan kalau tidur di sini?” ujar Ja Eun, berlutut di depan tenda dan berusaha membangunkan Tae Hee dengan menepuk-nepuk lengannya. Namun bukannya terbangun, Tae Hee justru menggerakkan tubuhnya untuk mencari posisi tidur yang lebih nyaman.


“Ahjussi, bangun! Kau tidak bisa tidur di sini! Ahjussi!” Ujar Ja Eun putus asa karena Tae Hee tertidur bagaikan mati. Ja Eun mencoba menarik-narik kaki Tae Hee agar pria itu terbangun namun hasilnya sama saja, Tae Hee semakin lelap dalam tidurnya.

Ja Eun berlari ke pintu depan dan mencoba mengintip ke dalam melalui tirai yang sedikit tersibak, dia tampak ingin mengetuk pintu itu tapi kemudian membatalkan niatnya dan akhirnya kembali ke tenda. Ja Eun melompati tubuh Tae Hee dan memilih duduk di bagian dalam tenda.




Ja Eun menatap Tae Hee dengan terpana, dia hampir saja menyentuh wajah tampan Tae Hee namun seketika tersadar dan mengurungkan niatnya.



(Aku pernah baca beberapa tahun yang lalu kalau Joo Won berkata dia beneran tidur saat syuting adegan ini. Berhubung dia tidak memiliki dialog dan hanya disuruh tidur doang, ya udah, akhirnya bablas bobok beneran hahaha ^_^)




Ja Eun hampir saja melepas Sepatu Tae Hee yang tergantung di lehernya, namun tiba-tiba saja sebuah ide nakal terlintas di pikirannya. Ja Eun kemudian meletakkan sepatu Tae Hee di dadanya sendiri dan mengambil foto dengan cepat.






Ide nakal lain terlintas di benak Ja Eun, dia meletakkan cabai, terong, paprika dan daun bawang yang dia jadikan obyek menggambar tadi dalam genggaman Tae Hee dan kemudian mengambil foto. Ja Eun tertawa usil saat membayangkan reaksi ketika melihat foto itu.





Ja Eun pun tampak ingin mengambil foto bersama Tae Hee, namun kemudian mengurungkan niatnya saat menyadari wajah mereka begitu dekat, Ja Eun tiba-tiba menjadi gugup saat berada di dekat Tae Hee.




Setelah dirasa fotonya sudah cukup, Ja Eun meletakkan kembali sayur-sayuran itu di tempat lain dan melepaskan sepatu Tae Hee dari lehernya kemudian meletakkannya di depan tenda. Dia juga meletakkan sebuah handuk yang sudah dilipat rapi di bawah kepala Tae Hee sebagai pengganti bantal. Tak lupa, Ja Eun juga menyelimuti Tae Hee dengan selimut miliknya, barulah kemudian dia memutuskan untuk tidur di sampingnya.



Keesokan harinya, Tae Hee seketika panik saat menyadari bahwa dia terbangun di tenda Ja Eun dan bukan di kamarnya sendiri. Walaupun tidak mengingat apa yang terjadi semalam, namun Tae Hee sudah merasa aneh ketika dia membuka matanya dan melihat segala sesuatu di sekitarnya bernuansa merah. Ini adalah ciri khas seorang gadis.








Merah adalah ciri khas tenda Ja Eun. Otaknya spontan berpikir keras dan seketika dia tersadar akan kemungkinan yang terjadi. Untuk memastikan kecurigaannya, dia segera menarik tubuhnya untuk duduk untuk memeriksa keadaan sekitarnya dan menemukan Ja Eun masih tertidur lelap di sampingnya seraya menghisap jempolnya seperti anak kecil.







Tae Hee mengacak-acak rambutnya frustasi karena menyadari bahwa mereka telah tidur bersama semalaman, yah walaupun tidak terjadi apa-apa dan mereka pun masih berpakaian lengkap. Tapi tetap saja itu seperti aib yang memalukan bagi Tae Hee karena dia telah bersikap tidak sopan dengan menerobos masuk tenda seorang gadis dan tidur di sana semalaman.







Tae Hee yang merasa bersalah segera menyelimuti tubuh Ja Eun dengan selimut yang tadi dia gunakan kemudian pergi dari sana diam-diam sebelum gadis itu terbangun dari tidurnya dan keadaan akan menjadi lebih canggung dari sebelumnya.




Saat membuka pintu tenda dan ingin memakai sepatunya, Tae Hee menyadari jika ternyata tali sepatunya telah diikat menjadi Sepatu dan itu membuatnya frustasi sekali lagi.


Akhirnya karena tak punya waktu untuk membuka ikatan tali itu dan takut Ja Eun segera terbangun, Tae Hee pun masuk ke dalam rumahnya dengan melompat-lompat karena terganggu oleh tali sepatunya sendiri.



Tae Hee sempat menarik napas lega saat melihat keadaan rumah masih sepi, namun itu tidak berlangsung lama karena Park Bok Ja ternyata sudah bangun dan menangkap basah Tae Hee yang baru saja pulang ke rumah.


“Tae Hee-ya, apa kau baru saja pulang?” tanya Park Bok Ja pada Tae Hee. Tae Hee spontan menoleh karena terkejut.
“Ye, Eomma. Ibu sudah bangun?” sahut Tae Hee basa-basi karena takut ketahuan menginap di tenda Ja Eun.

“Apa kau bekerja semalaman? Kau sedang mengintai penjahat lagi?” tanya Park Bok Ja sekali lagi dengan khawatir, kemudian dia mencium aroma alkohol di sekitar tubuh Tae Hee.

(Kagak! Dia lagi pedekate sama calon istrinya, emak xixixi ^_^ Numpang tidur noh di sana, tidur nyenyak pake banget *lirik Tae Hee*)


“Apa kau minum alkohol?” tanya Park Bok Ja khawatir.
“Ya, ada pesta di kantor,” sahut Tae Hee singkat. Dia memang type introvert yang tak suka banyak bicara.

“Kalian minum hingga pagi?”
tanya Park Bok Ja, masih dengan kekhawatiran yang sama.
“Tidak. Setelah pestanya selesai, aku menumpang tidur di kantor,” sahut Tae Hee, berbohong.

Palsu! Faktanya, dia tidur di tenda Ja Eun hingga pagi menjelang dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih atau maaf pada gadis itu. Jadi Tae Hee, apa kantormu sekarang uda pindah ke tenda Ja Eun? Xixixi ^^

“Kemari sebentar dan minumlah segelas madu hangat,” tawar Park Bok Ja pada putranya.


“Eomma, tidak usah. Aku harus segera mandi dan kembali berangkat bekerja,”
tolak Tae Hee dengan halus.

“Tidak. Kau tidak boleh pergi begitu saja sebelum minum air madu dan tidur beberapa jam. Bekerja itu bagus, namun kau juga harus memikirkan kesehatanmu sendiri. Lihatlah wajahmu yang semakin kurus dan kusam. Kemarilah dan minum segelas madu hangat kemudian baru berangkat bekerja,” ujar Park Bok Ja tak bisa dibantah.

(Kurus apaan, mak? Makin ganteng gitu kok, semakin terawat bila dibandingkan dengan awal kemunculannya di eps 1 yang awut-awutan pol, walau tetep cute sih meskipun dalam mode awut-awutan ^^ Gak tahu aja si emak, kalau Tae Hee uda tidur nyenyak, sangat nyenyak di samping calon istrinya, di tenda sempit pula, dempet-dempetan hahaha ^_^ Dia lagi latihan bobok bareng kalau dah nikah tar ^^)


Tae Hee yang tak bisa menolak hanya bisa menarik napas pasrah dan mengikuti sang ibu ke dapur, “Eomma, tidak usah. Aku sungguh-sungguh tidak membutuhkan segelas madu hangat. Ibu tahu kalau aku tidak suka sesuatu yang manis, bukan?” ujar Tae Hee, menolak sekali lagi.

(Look who’s talking? Bilangnya gak suka manis, tapi kalau Ja Eun yang pesenin, walau gak suka pun, tetep dimakan, kan? “Sebenarnya aku tak suka manis, tapi tidak apa-apa selama kau menyukainya”, dan langsung kamu makan dengan lahap tanpa protes sedikitpun. Bucin emang beda, ya? The Power Of Love ceritanya ^_^ Tunggu di eps 40an ke atas, kamu akan berubah menjadi orang yang sangat berbeda di depan Ja Eun hahaha…)

“Ah, benar. Kau tak suka manis. Kalau begitu, Ibu akan buatkan jus tomat saja untukmu,” putus sang Ibu.


“Eomma, itu sangat merepotkan. Aku baik-baik saja, tidak perlu minum apa-apa,” sahut Tae Hee lagi, tetap berusaha menolak.

“Apanya yang merepotkan jika putraku ingin meminumnya? Pergilah ke kamarmu dan Ibu akan mengantarnya ke sana jika selesai,” ujar Park Bok Ja, tak bisa dibantah.

Saat dia akan menuju ke kulkas, dia tampak menoleh ke arah Tae Hee dan bertanya dengan nada perhatian kali ini, “Oh ya, saat kau pulang tadi, apa kau melihat gadis itu sudah bangun?” tanya Park Bok Ja.

“Tidak. Sepertinya dia belum bangun,” jawab Tae Hee dengan gugup.
“Baiklah kalau begitu. Ibu takut jika dia sudah terbangun pagi-pagi sekali dan sedang menunggu Ibu saat ini. Sebentar, akan Ibu buatkan jus tomatnya untukmu,” ujar Park Bok Ja tampak lega.

“Tenang saja, Eomma. Dia belum terbangun jadi Ibu santai saja,” jawab Tae Hee meyakinkan Ibunya.

Tatapan Tae Hee seolah mengatakan, “Dia belum bangun karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kalau dia masih tertidur pulas di tenda sambil menghisap jempolnya seperti anak kecil, dan bahkan aku sendiri yang menyelimuti tubuhnya agar tidak kedinginan”, langsung seluruh keluarga heboh kalau Tae Hee ngomong gitu hahaha ^_^ Si anak introvert yang anti wanita tiba-tiba tidur di dalam tenda seorang gadis muda. Ada apakah gerangan?


Tae Hee pun kembali ke kamarnya sesuai perintah sang ibu, namun di kamarnya sudah ada Hwang Tae Phil yang tampak mencari sesuatu di kamar Tae Hee.

“Apa yang kau lakukan di kamarku?” tanya Tae Hee dengan curiga.


“Tidak ada. Aku hanya sedang mencari sesuatu,” sahut Tae Phil dengan ekspresi terkejut karena tiba-tiba saja Tae Hee kembali ke rumah dan dia tertangkap basah.

“Apa yang kau cari? Di pagi-pagi buta seperti ini, apa yang kau cari di kamar orang lain? Apa jangan-jangan kau sedang mencari kartu kreditku? Agar kau bisa mencuri kartu kredit itu dan mencairkan uangnya tanpa sepengetahuanku?” tuduh Tae Hee dengan curiga. Nih Hwang Tae Phil, pengangguran gak berguna memang mencurigakan sih.


“Orang-orang sama sekali tidak tahu kalau kau adalah orang yang pelit, mereka hanya berpikir bahwa akulah orang jahat di sini. Aku hanya melakukannya sekali dan kau selalu mengungkitnya lagi dan lagi,” seru Tae Phil, tak terima dengan tuduhan Tae Hee.

(Tunggu, kamu salah, Tae Phil! Siapa bilang orang gak tahu kalau Tae Hee pelit? Ja Eun tahu kok, dia mengatakannya secara terang-terangan di eps 16 kalau Tae Hee dingin dan pelit, di depan orangnya pula hahaha ^_^ Tapi untuk kasusmu, aku setuju dengan Tae Hee. Kamu pernah mencuri kartu kredit sekali, maka pasti akan ada yang kesekian kalinya. Gak salah kalau Tae Hee curiga padamu, Tae Phil...)


“Hanya sekali? Lalu bagaimana dengan uang 30 juta won yang ingin kau pinjam dariku beberapa hari yang lalu? Apa kau ingin mencoba melakukan bisnis gagal lagi?” sindir Tae Hee dengan menyakitkan. Well, fakta memang menyakitkan.

“Bisnis yang gagal?” seru Tae Phil tersinggung.

“Katakan padaku, apa yang kau rencanakan sebenarnya? Kubilang katakan padaku! Ini bukan hanya sekali atau dua kali saja! Melihat bagaimana kau ingin meminjam 30 juta won dariku, bukankah kau sedang merencanakan sesuatu?” desak Tae Hee, tak kalah emosi.

Saat itulah tiba-tiba pintu terbuka dan Park Bok Ja datang dengan membawa segelas jus tomat untuk Tae Hee, dia tampak terkejut dengan permintaan 30 juta won dari Hwang Tae Phil.


“Apa maksudnya dengan 30 juta won? Maknae, apa kau sedang merencanakan sesuatu yang tak masuk akal lagi?” seru Park Bok Ja, ikut emosi mendengarnya.

(Perasaan Hwang Tae Hee di keluarga Hwang dianggap seperti ATM berjalan deh, setiap kali butuh uang, mereka selalu minta ke Tae Hee)

“Bukan begitu, Eomma.” Sangkal Tae Phil.
“Jika bukan begitu, lalu kenapa kau ingin meminjam 30 juta won dari kakakmu?” seru Park Bok Ja dengan nada menginterogasi.
“Aku tidak datang untuk meminjam uang, aku hanya mencari gunting,” sahut Tae Phil mengelak, Alesan aja nih, Bambang!


“Ya, Eomma. Tae Phil hanya datang untuk meminjam gunting,” ujar Tae Hee melindungi Tae Phil (yang tidak pantas untuk dilindungi).

“Apa kau ingin melihat ibumu menderita lagi? Selama ini kau selalu selalu membuat Ibu menderita, sekarang saat Ibu baru saja bisa meregangkan kaki sejenak, kau berniat membuat Ibu menderita sekali lagi?” seru Park Bok Ja dengan kesal.

“Sudah kubilang bukan seperti itu. Juga tentang uang itu, 30 juta won itu adalah sesuatu yang kukatakan beberapa hari yang lalu,” seru Tae Phil, tanpa sadar keceplosan.

“Kau sedang merencanakan sesuatu, benarkan? Itu sebabnya muncul ucapan seperti itu. Apakah permintaan tentang pinjaman 30 juta won itu muncul begitu saja tanpa ada sesuatu di baliknya? Kau sudah lama keluar dari Wajib Militer, tapi kenapa kau sama sekali tidak menjadi disiplin atau dewasa seperti saudaramu yang lain? Sampai kapan kau akan terus seperti ini?” Seru Park Bok Ja frustasi.


“Eomma, Tae Phil hanya bercanda. Dia tidak benar-benar serius memintanya. Hanya saja aku memang seperti ini, selalu gampang curiga,” ujar Tae Hee, masih mencoba melindungi adik sepupunya yang tidak berguna ini.

“Benarkah?” tanya Park Bok Ja sangsi seraya menatap Tae Hee.
“Ya,” jawab Tae Hee singkat.

“Baiklah kalau begitu. Maknae, kau harus mendengarkan kata-kata Tae Hee Hyung-mu dan menyimpannya dalam hati. Apa kau pernah melihat Tae Hee Hyung-mu melakukan atau mengatakan sesuatu yang salah? Selain Ibu, dialah yang paling memikirkanmu. Kau bisa lulus SMA pun, itu karena Tae Hee Hyung yang selalu menarikmu kembali ke meja belajar dan mengajarimu. Dan karena kau adalah adik dari Hwang Tae Hee yang merupakan ranking 1 di sekolah selama 3 tahun berturut-turut, guru-guru berbaik hati padamu walaupun kau sering membuat masalah. Itu karena mereka memandang Tae Hee. Kau tahu itu, bukan?” ujar Park Bok Ja lagi, mengingatkan jasa Tae Hee untuk hidup Tae Phil.


Tae Phil menatap Tae Hee dengan kesal sebelum melangkah keluar dari sana, tanpa mengatakan apa-apa lagi, membuat Park Bok Ja semakin kesal, “Maknae, apa kau memang sekurang ajar ini?” seru Park Bok Ja tak habis pikir.

(Liat, kan? Percuma aja deh ngelindungi si rambut sarang burung gak tahu terima kasih >_<)


Di dalam tenda, Ja Eun akhirnya terbangun dan menyadari kalau Tae Hee sudah pergi dari sana. Saat menyibakkan selimutnya, Ja Eun tak sengaja menemukan sebuah foto wanita berwarna hitam putih berukuran 3x4 cm terjatuh di tendanya.


“Foto siapa ini? Ini terlihat seperti foto lama,” gumam Ja Eun pada dirinya sendiri.


Di dalam rumah, seperti biasanya, keluarga Hwang duduk bersama untuk menikmati sarapan. Nenek bertanya pada Tae Bum apakah pertemuan dengan keluarga Su Yong berjalan dengan lancar? Tae Bum berbohong dengan mengatakan bahwa orang tua Su Young sangat baik padanya. Padahal sebenarnya, Tae Bum disuruh berlutut dan meminta maaf oleh Ibu Cha Su Young. Nenek berkata bahwa kesan pertama seseorang itu tidak selalu akurat.

Saat itulah Ja Eun tiba-tiba masuk dan memanggil Park Bok Ja, “Ahjumma!” dan dia langsung meminta maaf saat melihat mereka sedang sarapan, “Ah, maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kalian sedang sarapan,” ujar Ja Eun dengan tersenyum canggung.


Ja Eun melirik Tae Hee yang tampak meliriknya sekilas namun kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain karena tiba-tiba saja dia merasa bersalah dan tak sanggup menatap gadis itu. Ja Eun tampak kecewa melihat Tae Hee yang bersikap seolah tak terjadi apa-apa di antara mereka.

“Apa kau sudah sarapan?” tawar Hwang Chang Sik, papa Hwang.
“Aku belum sarapan, Ahjussi.” Sahut Ja Eun malu-malu dengan tatapan penuh harap. Park Bok Ja yang mendengarnya spontan berdiri dan berjalan ke arah dapur.

“Kalau begitu duduklah dan makan bersama kami,” tawar Hwang Chang Sik sekali lagi.


“Tidak usah, Ahjussi. Aku harus segera pergi ke kampus. Aku hanya mampir untuk berpamitan pada Ahjumma,” tolak Ja Eun dengan sopan sambil tersenyum ceria.

“Bahkan bila kau harus ke kampus, kau perlu sarapan lebih dulu,” ujar Hwang Chang Sik bersikeras.

Di dalam dapur, Park Bok Ja tampak akan mengisi mangkok dengan nasi saat tiba-tiba Hwang Chang Sik berkata, “Lihat! Ahjumma bahkan sudah pergi mengambil nasi,” seru Hwang Chang Sik.

Namun kalimatnya justru malah menghentikan niat wanita itu dan membuatnya tersadar, “Apa yang sudah kulakukan? Sadarlah, Park Bok Ja! Kau tak boleh membiarkan hatimu jadi lemah,” ujarnya dalam hati dan kemudian kembali bersikap dingin pada Ja Eun.

“Siapa bilang aku mau mengambilkan nasi untuknya? Aku ke dapur untuk mengambil minum,” ujar Park Bok Ja ketus, membuat seluruh keluarga menjadi canggung dan merasa bersalah pada Ja Eun.


“Tentu saja. Aku juga berpikir seperti itu. Karena hari ini aku ada jadwal kuliah hingga pukul 3 sore, jadi aku ingin berpamitan pada Ahjumma dan meminta maaf karena tidak bisa membantu. Aku akan segera membantu bila aku sudah pulang kuliah nanti,” sahut Ja Eun dengan senyum kecewa. Jawaban yang membuat semua orang semakin merasa tidak enak padanya.

Ja Eun ingin pergi namun kemudian dia kembali berbalik, “Apa aku boleh minta segelas air? Aku sangat haus saat ini,” pinta Ja Eun dengan nada memelas.

“Tentu saja. Apa mungkin segelas air saja juga dilarang?” jawab Hwang Chang Sik memberi ijin.

“Terima kasih banyak,” seru Ja Eun lalu segera berjalan ke arah dapur untuk mengambil air minum di dalam kulkas. Di dalam dapur, Ja Eun lagi-lagi melihat tumpukan piring kotor.


Tanpa diketahui oleh Ja Eun, ke mana pun Ja Eun melangkah, tatapan Tae Hee selalu mengikutinya. Tae Hee selalu mencuri-curi pandang pada gadis itu saat gadis itu tidak menyadarinya, tapi begitu bertatapan, Tae Hee langsung memalingkan wajahnya.

Siang harinya, Tae Hee dan Dong Min tampak berdiri di depan mobil Tae Hee di tempat terbuka yang terlihat seperti lapangan parkir dan Tae Hee tampak mengomeli Dong Min yang gagal menangkap Hong Man Shik karena pria tua itu sudah lebih dulu kembali ke China.


“Jika kau menangkap Hong Man Shik lebih awal, ini semua tidak akan terjadi! Kita hampir saja menangkapnya! Apa yang kau lakukan?” omel Tae Hee kesal.

“Maaf. Aku tidak tahu kalau Hong Man Shik akan kembali ke China secepat ini,” sahut Dong Min meminta maaf.

“Terakhir kali kau juga membuat kesalahan yang sama saat kita akan menangkap Baek In Ho, sekarang kau mengulanginya lagii? Apa kau akan selalu mengacaukan penyelidikan kita seperti ini?” omel Tae Hee lagi, masih kesal karena target mereka lepas.

“Aku benar-benar minta maaf,” ujar Seo Dong Min, merasa bersalah.

“Kita tidak tahu kapan Hong Man Shik akan datang lagi ke Korea, karena awal tahun ini dia sudah memindahkan semua keluarganya ke China dan kedatangannya ke Korea juga semakin jarang. Karena kita tidak bisa menunggu lagi...” kalimat kemarahan Tae Hee dipotong oleh Dong Min.

Ya, ya. Aku akan menghubungi keluarganya dan juga semua orang yang berhubungan dengannya di China dan mencari tahu soal lokasi tepat di mana dia berada,” potong Dong Min mengerti.

“Lakukan dengan benar kali ini!” perintah Tae Hee.
“Ya, aku tahu,” sahut Seo Dong Min.

Tae Hee menarik napas seraya bersandar di mobilnya kemudian teringat bahwa ada sesuatu yang harus dia tanyakan tentang kejadian kemarin malam.


“Apakah kau yang menggantungkan sepatuku di leherku lagi? Sudah kubilang jangan lakukan itu!” Tae Hee kembali mengomel kesal.

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Tak lama setelah kau masuk ke dalam taksi, kau melepas sepatumu dan melemparnya keluar,” ujar Dong Min, membela dirinya.

Melihat Tae Hee memasang tampang garang, Seo Dong Min mengalah, “Baiklah. Baik. Lain kali aku tidak akan peduli apakah kau kehilangan sepatu itu atau tidak?” lanjut Seo Dong Min pasrah.


Tak lama kemudian, Tae Hee mendapatkan pesan dari seseorang. Dia membuka pesan itu dan tampak terkejut saat melihat isi pesannya.

“Segelas Ice Charamel Macchiato mungkin tidak cukup untuk memaafkanmu. Tapi jika kau tidak membelikannya untukku malam ini, aku akan memposting foto ini di halaman depan website Kantor Polisi Wilayah Timur,” bunyi pesan di ponsel Tae Hee yang membuatnya menarik napas pasrah.


“Ada apa?” tanya Dong Min yang melihat ekspresi Tae Hee yang terlihat frustasi.
“Tidak ada apa-apa,” sahut Tae Hee seraya menghela napas sekali lagi.

Di saat yang sama, di tempat yang berbeda, Ja Eun tampak berada di salah satu mall dan sedang mencari alat pencuci piring otomatis.


Setelah bertanya berapa harga alat tersebut, Ja Eun kemudian pergi ke sebuah toko tas untuk menjual (lagi) salah satu tas branded miliknya.


Setelah mendapatkan uangnya, saat sedang asyik menghitung amplop berisi uang tersebut, Ja Eun tak sengaja melihat ibu tirinya, yaitu Jung Yun Suk juga menjual syal branded dan gelang miliknya. Penasaran, Ja Eun pun mengikuti ke mana wanita itu pergi setelah menjual syal branded dan gelang tersebut.




Ternyata sang ibu tiri tinggal di sebuah penginapan yang sangat kecil, tak hanya itu, Ja Eun pun melihat ibu tirinya bahkan mencuri shampoo milik mahasiswa dan bahkan mencuci rambutnya di wastafel. Dua mahasiswa tampak kesal pada ibu tiri Ja Eun karena selalu memakai barang milik orang lain tanpa ijin dan dengan tidak tahu malunya, dan bahkan memanggil wanita itu pengemis.


Ja Eun melihat dan mendengar semua itu dan hanya bisa tersenyum miris. Sang ibu tiri, setelah mengkhianati ayahnya dan berselingkuh dengan bawahannya, ternyata setelah uang dan harta yang dia ambil dari ayah Ja Eun habis dikuras, diapun disingkirkan oleh selingkuhannya.


“Jadi kau meninggalkan aku hanya untuk hidup seperti ini? Seperti ini? Aku takkan pernah memaafkanmu walau aku mati sekalipun,” gumam Ja Eun pada dirinya sendiri sebelum berjalan pulang.

Di pertanian, tampak Tae Hee yang pulang lebih dulu dengan membawa segelas Ice Charamel Macchiato yang diminta oleh Ja Eun sebagai ganti uang tutup mulut agar tidak memposting foto memalukan Tae Hee di beranda depan website Kantor Polisi Wilayah Timur.


Tae Hee menunduk dan mencoba mendengar apakah ada suara di dalam tenda atau tidak. Namun karena dia tidak mendengar suara apa pun, dia pun akhirnya meletakkan segelas kopi tersebut di kursi kecil tempat Ja Eun biasa duduk saat malam.


Namun saat Tae Hee akan berniat pergi, Ja Eun yang baru saja tiba di rumah, menyapanya dan membuat langkahnya terhenti seketika.

“Kau pulang lebih cepat hari ini, Ahjussi.” Seru Ja Eun seraya berjalan mendekat. Ja Eun terlihat sangat cantik dengan rambut lurus dan terurai seperti ini.

Ja Eun spontan melirik segelas kopi yang baru saja diletakkan Tae Hee di dekat tendanya dan berkata lagi, “Sepertinya foto itu sangat efektif, mengingat bagaimana kau langsung membelikan kopi untukku. Terima kasih. Hari ini perasaanku sedang buruk jadi mungkin dengan minum kopi, aku akan merasa lebih baik. Aku akan menikmatinya,” lanjut Ja Eun setelah melihat kopi tersebut.


Tae Hee hanya terdiam memandangnya sebelum akhirnya berkata, “Aku minta maaf. Sesuatu seperti itu tidak akan terjadi lagi,” ujar Tae Hee dengan raut wajah bersalah, meminta maaf dengan tulus pada Ja Eun. Ini adalah pertama kalinya Tae Hee meminta maaf pada Ja Eun dan pertama kalinya juga Tae Hee membelikan Ja Eun segelas kopi yang selalu diminta gadis itu.

(Yeeyy~ Akhirnya Tae Hee membelikan Ja Eun kopi. Kopi pertama dari Hwang Tae Hee. Nih kopi penting banget, karena kopi dalam drama ini seperti simbol cinta antara Tae Hee dan Ja Eun. Kopi dalam drama ini melambangkan permintaan maaf, ketertarikan, pengganti ungkapan ‘aku menyukaimu’ dan juga salam perpisahan ketika mereka putus)


Setelah mengatakan itu, Tae Hee berniat masuk ke dalam rumah tapi lagi-lagi Ja Eun menahannya, “Tunggu sebentar. Apa foto ini milikmu?” tanya Ja Eun seraya mengeluarkan sebuah foto hitam putih seorang wanita berukuran 3x4 cm dan menunjukkannya pada Tae Hee.


Tae Hee segera merebut foto itu dengan marah, “Kenapa kau bisa memiliki ini?” tanya Tae Hee dengan dingin namun tatapan matanya tampak penasaran.


“Siapa wanita itu hingga kau begitu marah? Itu sepertinya foto lama,” ujar Ja Eun ingin tahu.

“Aku bertanya padamu, kenapa kau bisa memiliki ini?” ulang Tae Hee, dengan nada yang lebih tinggi. Ini pertama kalinya sejak mereka tak lagi dalam aura permusuhan, Tae Hee membentak dan menaikkan nada suaranya pada Ja Eun.


“Kenapa kau menjadi sangat marah? Apa kesalahan yang kulakukan? Aku hanya menemukan foto itu di tendaku pagi ini. Kupikir kau tak sengaja menjatuhkannya, itu sebabnya aku menyimpannya agar bisa kukembalikan padamu. Hanya itu!” sahut Ja Eun tak mau kalah, dia menjelaskan yang sebenarnya pada Tae Hee.

Namun Tae Hee yang sudah terlanjur emosi, bukannya berterima kasih karena telah dibantu menyimpan foto itu dan juga telah mengembalikannya, dia justru melangkah pergi dari sana dengan marah, seolah-olah ini adalah salah Ja Eun yang telah mencuri fotonya. (Lah, kamu sendiri yang jatohin foto itu, Bambang, eh salah, Tae Hee!)

“Bagaimana bisa ada manusia seperti itu?” seru Ja Eun tak terima, Tae Hee mendengar protes Ja Eun tapi dia tidak peduli dan tetap melangkah pergi. Tar ujung-ujungnya merasa bersalah.

Tae Hee berjalan masuk ke kamarnya dan meletakkan begitu saja foto itu di atas meja, saat itulah Tae Phil tiba-tiba datang ke kamar Tae Hee dan melihat fotonya.



Tae Phil hanya berkomentar, “Ahhh...” dan Tae Hee langsung menatapnya dengan tatapan mata ingin membunuh dan merebut foto tersebut.

“Kau terlihat seperti akan menghajar orang. Setidaknya kau memiliki fotonya. Dia ibu kandungmu, kan?” ujar Tae Phil, bertanya dengan entengnya tapi bagi Tae Hee, itu seperti membuka luka lama.


“Keluar!” usir Tae Hee dengan dingin.

“Kau miirip dengan ibumu, dia sangat cantik. Bukankah dia meninggalkanmu saat usiamu masih 6 tahun?” ujar Tae Phil lagi, tak peduli peringatan Tae Hee. Nih Tae Phil kayaknya gak nyadar juga kalau Tae Hee sedang dalam mode ‘Senggol Bacok’.


“Sudah kubilang, Keluar!” seru Tae Hee dengan nada lebih tinggi.

“Tapi hari ini kau terlihat seperti manusia, karena kau masih menyimpan foto ibu kandungmu. Kupikir selama 20 tahun ini, kau tak pernah memikirkan ibumu...” Kalimat Tae Phil terpotong saat Tae Hee menarik kemejanya dan mendorongnya ke dinding dengan keras.


“Apa kau ingin mati? Jika kau ingin mati, katakan sekali lagi!” ancam Tae Hee dengan penuh emosi dalam suara maupun ekspresi wajahnya.

“Baiklah. Hari ini aku akan mengalah,” ujar Tae Phil seraya menarik lepas tangan Tae Hee yang mencengkeram kerah bajunya dan mulai berjalan keluar kamar Tae Hee.

Setelah Tae Phil pergi, Tae Hee hanya memandang foto itu dan menarik napas dalam-dalam seolah-olah berusaha mengendalikan emosinya sendiri. Tae Hee ini sebenarnya adalah anak yang kesepian yang membutuhkan seorang pendengar, seseorang yang bisa mendengar segala keluh kesahnya, penderitaannya dan segala luka batinnya akibat ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri.

Makanya, cerita sama Ja Eun, jangan malah dibentak! Kelak, kamu juga butuh dia untuk mendengarkan segala keluh kesahmu dan menghapus air matamu.


Blogger Opinion :
Ja Eun has no idea that Tae Hee isn’t the mom’s real son so if Tae Hee ever shares that secret with Ja Eun then they will have made more progress than merely sleeping side by side.

Btw, di episode 17 ini terjadi banyak moment penting dalam perkembangan cerita :
1. Pertama kalinya Ja Eun merasakan jantungnya berdebar karena Tae Hee. Menurut pengakuan Ja Eun, ini adalah awal mula dia mulai menyukai Tae Hee.

2. Tae Hee akhirnya membelikan Ja Eun kopi yang sangat dia inginkan : Ice Charamel Macchiato, setelah di episode 14 Ja Eun sempat meminta dan Tae Hee tidak menanggapi, dan di episode 15, Ja Eun kembali meminta namun Tae Hee hanya menawarkan roti hingga berakhir berakhir dengan Ja Eun mengatai Tae Hee pelit.

Ini yang pertama kalinya Tae Hee membelikan Ja Eun kopi dan setelah ini, Tae Hee akan lebih sering melakukannya. Bagi pasangan ini, kopi adalah simbol cinta mereka. Kopi bisa menandakan banyak hal bagi mereka yaitu : permintaan maaf, ucapan terima kasih, bentuk perhatian, pengganti ucapan ‘aku menyukaimu’ dan juga salam perpisahan saat Tae Hee dan Ja Eun mengakhiri hubungan mereka alias putus.

3. Di episode ini, untuk yang pertama kalinya juga Tae Hee menaikkan nada suaranya dan membentak Ja Eun sejak mereka berdua mengadakan “gencatan senjata” dan tak lagi menatap dengan aura permusuhan sejak di episode 11.

Walaupun aku tidak suka melihat Tae Hee dan Ja Eun bertengkar dan lebih suka melihat mereka akur, namun ada yang bilang kalau bagi sepasang kekasih, pertengkaran justru akan membuat hubungan semakin dekat. Memang sih, karena di episode berikutnya, Tae Hee memang merasa bersalah karena sudah bersikap kasar dan membentak Ja Eun seperti ini. Tapi berikutnya Tae Hee gak akan bentak Ja Eun lagi kok.

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/642 + https://gswww.tistory.com/643 + https://gswww.tistory.com/644

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brother”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads