Selasa, 11 Juni 2024

Sinopsis EP 16 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight for today episode :
Tae Hee yang mabuk menerobos ke dalam tenda Ja Eun, membuat gadis itu terkejut. Pak polisi kalau mabuk meresahkan ckckck... What are you doing, Hwang Tae Hee Gyeonghwi-nim? Menerobos masuk ke dalam tenda seorang gadis bukankah sebuah pelanggaran etika? Why are you staring at her like that? Just kiss her already! Hahaha ^_^ I want more Tae Hee and Ja Eun cute moment, please! They are so addictive!


-------00000--------

Episode 16 :
Episode 16 dimulai saat Ja Eun meneteskan air mata haru ketika Park Bok Ja mengusap perutnya dan berkata lirih sambil menangis, “Ahjumma, tanganmu sangat hangat. Apa ini yang namanya sentuhan lembut seorang Ibu?” bisik Ja Eun lemah dengan air mata menetes pelan dari sudut matanya. Park Bok Ja hanya terdiam dan menatapnya tanpa kata.


Tak lama kemudian, dia berkata, “Anak ini pasti sedang mengigau karena demam. Bagaimana bisa aku menjadi Ibumu? Kita bahkan saling membenci!” ujar Park Bok Ja, berusaha bersikap ketus namun tatapan matanya tampak tersentuh mendengar ucapan Ja Eun.

“Bukan seperti itu. Anda tidak menggunakan sihir apa pun, bukan? Tiba-tiba saja perutku sudah tak sakit lagi sekarang. Apa ini sebabnya orang-orang berkata kalau sentuhan tangan seorang Ibu bagaikan obat?” ujar Ja Eun lagi, masih menatap Park Bok Ja seolah menatap ibu kandungnya. Ja Eun yang malang, dia tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu.


“Kau masih saja mengatakan omong kosong! Mengapa aku harus jadi Ibumu? Aku tidak akan mengusap perutmu lagi! Cepat tidur!” seru Park Bok Ja, berusaha bersikap galak namun ekspresinya mengatakan sebaliknya, dia hanya berusaha rasa gengsi dan harga dirinya yang selalu mengklaim bahwa dia membenci Ja Eun.

(Benar, Ahjumma. Kamu gak boleh jadi Ibunya Ja Eun, tapi jadi Ibu mertuanya baru boleh. Repot tar kalau Ja Eun diangkat anak sama Keluarga Hwang, Tae Hee bisa kebakaran jenggot, depresi, bunuh diri bisa-bisa kalau sampai Ja Eun jadi adik angkatnya dan dia gak bisa nikahin Ja Eun hahaha ^_^)


“Aku tidak akan mengatakannya lagi. Hal ini karena ini pertama kalinya ada seseorang yang mengusap perutku dengan lembut untuk meredakan kram di perutku saat aku menstruasi. Perutku selalu sakit setiap kali aku menstruasi, tapi aku tidak memiliki siapa pun untuk mengeluh. Bagaimana pun juga ayahku adalah seorang pria,” ujar Ja Eun dengan lemah.

Park Bok Ja tampak tersentuh mendengar kata-kata Ja Eun yang terdengar tulus dan merasa kasihan padanya, dia kemudian kembali mengusap perut Ja Eun dengan lembut.

“Terima kasih. Aku tidak apa-apa sekarang. Rasanya aku sudah lebih baik sekarang,”ujar Ja Eun dengan suara yang masih terdengar lemah.


“Pejamkan matamu dan tidurlah. Saat kau sakit, tidur dan istirahat adalah obat yang paling mujarab. Aku akan mengusap perutmu, jadi cepat pejamkan matamu dan tidurlah!” sahut Park Bok Ja, dengan lebih lembut kali ini.

“Terima kasih. Terima kasih, Ahjumma.” Ucap Ja Eun dengan lirih dan setetes air jatuh dari matanya. Tak lama kemudian, Ja Eun mulai memejamkan matanya dan tertidur lelap.


Hwang Chang Sik (papa Hwang) datang dan bertanya apa yang terjadi sebenarnya, “Apa yang terjadi? Apa dia sakit?” tanya Hwang Chang Sik dengan ekspresi khawatir.

“Apa yang membuat orang yang bila sudah tidur sangat sulit untuk terbangun kini terbangun?” sindir Park Bok Ja pada suaminya. Tumbenan suaminya yang kalau tidur kayak orang mati, tiba-tiba terbangun di tengah malam tanpa ada yang membangunkan?

“Dia demam tinggi dan mengatakan kalau perutnya sakit. Aku terbangun karena suara hujan yang begitu kencang, kemudian aku keluar untuk melihat-lihat keadaan dan menemukannya seperti ini,” lanjut Park Bok Ja lagi, menjelaskan kondisi Ja Eun saat ini.

“Apa dia jatuh sakit karena kelelahan bekerja? Karena dia tak pernah melakukan pekerjaan seperti ini sebelumnya? Apakah dia baik-baik saja atau perlu kita panggil Tae Hee agar bisa mengantar kita membawanya ke Rumah Sakit untuk ditangani lebih teliti?” tanya Hwang Chang Sik dengan khawatir..

(Jujur, aku lebih suka ide memanggil Tae Hee untuk mengantar Ja Eun ke rumah sakit, biar ada scene gendong-gendongan lagi gitu hahaha ^_^ Karena hanya Tae Hee yang memiliki mobil jadi otomatis Tae Hee-lah yang dipanggil)

“Tidak perlu. Sakitnya tidak separah itu. Perutnya juga mulai menghangat, wajahnya sudah tidak terlihat pucat lagi seperti sebelumnya dan demamnya juga sudah mulai turun,” sahut Park Bok Ja, kemudian menyentuh wajah Ja Eun untuk memeriksa suhu tubuhnya.

“Sepertinya kalian berdua sudah lebih dekat sekarang,” ujar Hwang Chang Sik tampak senang melihat istrinya dan putri sahabatnya akur.

(Hwang Chang Sik sejak awal selalu menganggap Ja Eun seperti putrinya sendiri karena Ja Eun adalah putri dari sahabatnya dan juga karena dia mengetahui kalau Ja Eun sendirian di dunia ini. Seorang gadis muda seorang diri di dunia ini tanpa keluarga, uang dan rumah, tentu adalah hal yang menakutkan karena dia tak punya tempat untuk bergantung. Itu sebabnya Hwang Chang Sik sebisa mungkin menjadi pengganti ayah untuk gadis itu)

“Jangan katakan itu! Itu sebabnya aku jadi ragu akan membawa Ja Eun masuk atau tidak, aku takut kau akan bicara omong kosong seperti itu,” ujar Park Bok Ja dengan ekspresi ngambek.

(Si emak ini aslinya malu kalau ketahuan menjilat ludah sendiri, gengsinya gede, makanya pura-pura ketus mulu dianya, walau aslinya hatinya sudah tersentuh melihat kebaikan, ketulusan dan sifat Ja Eun yang ceria dan hangat)

“Melihatmu mengusap perutnya dengan penuh perhatian, kupikir hubungan di antara kalian berdua sudah lebih baik. Kalian tampak bagaikan Ibu dan anak,” ujar Hwang Chang Sik lagi.

“Tidak peduli apa pun yang kau katakan, aku tidak akan mengembalikan pertanian ini padanya,” ancam Park Bok Ja tak suka, sementara Hwang Chang Sik hanya tersenyum simpul seolah mengerti kalau istrinya hanya pura-pura galak saat ini.


“Apa mungkin karena aku hanya memiliki anak laki-laki, itu sebabnya melihatnya seperti ini rasanya sangat menakjubkan? Walaupun dia sudah berusaha 24 tahun, dia tampak seperti bayi. Kulitnya sangat lembut, pipinya sangat halus, bibirnya merah seperti cherry. Dan melihat bagaimana dia tertidur. Dia benar-benar tertidur seperti anak kecil yang polos. Apa itu mungkin karena dia seorang anak perempuan?” ujar Hwang Chang Sik lirih seraya menatap Ja Eun dengan tatapan kasih sayang seorang ayah, seperti seorang ayah yang menatap putri kesayangannya.

(Kagak! Tidak semua anak Perempuan seperti itu! Tergantung duit ortunya, Paman! Itu karena UEE After School selalu perawatan, woi! Masa iya member girlband wajahnya bulukan dan kusam? Hahaha ^_^ Abaikan! Lagipula sebagai Baek Ja Eun, dia kan Nona besar kaya raya sebelumnya, jadi sudah pasti perawatannya mahal lah. Inget kan saat di eps 5, Ja Eun minta dibeli’in produk perawatan wajah dan sejenisnya karena Ojakgyo Farm gak punya. Dia minta credit card untuk membeli shampoo, skincare, sabun cuci muka, sabun mandi, dll. Coba kalau anak perempuan dari keluarga MissQueen, ya lain ceritalah. Kusam, bulukan, jerawatan yang ada wkwkwk ^_^)

Park Bok Ja pun menatap Ja Eun dengan tatapan kasih sayang seorang Ibu.
“Bisa jadi seperti itu. Rasanya begitu menakjubkan melihatnya dari dekat seperti ini, itu sebabnya aku terus menatapnya. Bulu matanya sangat panjang seperti boneka, kulitnya sangat lembut dan halus seperti bayi. Mungkin seperti ini rasanya memiliki seorang anak perempuan,” sahut Park Bok Ja seraya menatap Ja Eun dengan sorot mata keibuan.

(Ja Eun emang calon mantu kesayangan sih. Tae Hee gak salah pilih istri. Kelak di antara 4 calon menantu Hwang Brothers, Ja Eun yang paling disayang sekeluarga)

Lalu Hwang Chang Sik memuji istrinya dengan mengatakan kalau saat muda dulu, Park Bok Ja juga seperti Ja Eun. Cantik dan mempesona, bagaikan Malaikat yang turun dari Surga. Namun setelah menikah, dia justru membuat malaikat itu hidup menderita bersamanya. Itulah sebabnya Hwang Chang Sik tidak bisa membawa Ja Eun masuk ke rumah walaupun dia menginginkannya karena dia merasa bersalah pada istrinya.

Park Bok Ja mengalihkan pembicaraan, “Perutnya sudah menghangat sekarang dan demamnya sudah turun. Lebih baik kita pergi sekarang dan kembali tidur. Fajar akan kembali datang menjelang,” ujar Park Bok Ja seraya membawa baskom berisi air kompress Ja Eun dan berjalan keluar. 

Hwang Chang Sik merapikan selimut Ja Eun lebih dulu sebelum menyusul sang istri meninggalkan kamar itu. Park Bok Ja mulai eps 16, sudah mulai sayang ke Ja Eun. Misi menaklukkan hati Calon Mertua sedikit lagi berhasil ^_^

Paginya, Ja Eun terbangun dalam keadaan yang sudah pulih dan tersenyum gembira. Ternyata itu bukanlah mimpi semata karena dia benar-benar terbangun di loteng.

“Jadi itu bukan mimpi? Aku benar-benar ada di loteng?” gumamnya dengan tersenyum gembira seraya menyibakkan selimutnya dan bergerak ke sana kemari di atas alas tidurnya yang lembut dan nyaman.


“Ah, alas tidurnya lembut dan halus, suasana kamar ini juga sangat nyaman. Aku sudah lama tidak merasakan semua ini,” lanjut Ja Eun dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya. Padahal cuma semalem, tapi dia udah seneng banget seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

Ja Eun juga menendang-nendangkan kakinya dengan riang di atas alas tidurnya hingga dia menyadari baju yang dipakainya tampak kekecilan dan menyadari bahwa dia memakai piyama Park Bok Ja, “Apa ini?” gumamnya sambil tertawa lagi melihat bajunya yang tampak kekecilan.

Di kamar mandi, Tae Hee dan Tae Phil tampak membersihkan diri mereka. Tae Hee sedang mencuci muka dan Tae Phil menyikat giginya.


“Aku baru saja mengechecknya dan mengetahui bahwa kau tak lagi bekerja paruh waktu. Apa rencanamu sebenarnya? Rasanya sudah terlalu lama sejak kau keluar dari Wajib Militer, berapa lama lagi kau baru akan menjalani hidup dengan benar?” omel Tae Hee, memarahi adik sepupunya dengan kesal.


“Baguslah kau membahas tentang hal itu. Mulai sekarang, aku akan hidup dengan baik, Hyung...” jawab Tae Phil, memanggil Tae Hee dengan sebutan “Hyung” hingga membuat Tae Hee mengernyit heran. Pasti ada udang dibalik batu nih, begitu pikir Tae Hee. Dan ternyata itu benar.


“Tolong pinjamkan aku uang, anggap saja sebagai investasi. Tidak banyak. Hanya 30 juta won saja,” lanjut Tae Phil tak tahu malu. Nah, kan? Nah, kan? Ada udang di balik peyek.

“Apa?” Tae Hee menatap Tae Phil dengan tatapan tak percaya dan meremehkan.


Saat itulah, tiba-tiba Ja Eun membuka pintu kamar mandi dan berniat untuk masuk. Tae Phil dan Tae Hee spontan menutupi tubuh bagian atas mereka dengan handuk sebisa mungkin.




(Gak usah lebay deh, ah! Apalagi Tae Hee, kamu kan pake kaos kutang gitu loh, apa yang perlu ditutupi lagi? Gak usah malu sama Ja Eun, tar juga buka-bukaan kalau uda nikah hahaha ^_^)


“YYYAAA! Apa yang kau lihat? Kenapa tidak cepat keluar?” seru Tae Phil seraya meletakkan kedua tangannya di depan dada, tampak terkejut melihat Ja Eun ada di dalam rumah.



“Aku minta maaf,” seru Ja Eun dari balik pintu setelah menutup pintunya.

Tae Hee hanya menatap tak percaya atas apa yang terjadi saat ini. Sepertinya dia benar-benar lupa kalau semalam dia sendirilah yang menggendong Ja Eun masuk ke dalam rumah, jadi seharusnya dia sudah mengantisipasi hal ini mengingat dia yang lebih tahu daripada Tae Phil.


“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidak mengetuk pintu?” seru Tae Phil sekali lagi.
“Maafkan aku. Pintunya tidak dikunci jadi kupikir tak ada orang di dalam sana,” seru Ja Eun, menjelaskan kronologinya.

“Kenapa kau bisa ada di dalam rumah?” tanya Tae Phil ingin tahu.
“Ada alasan untuk itu. Maaf. Teruskan saja apa yang kalian lakukan tadi,” seru Ja Eun sebelum melangkah pergi.

Ja Eun kemudian pergi menuju dapur di mana Park Bok Ja sedang menyiapkan sarapan untuk seluruh anggota keluarga.

“Selamat pagi, Ahjumma. Apa Anda tidur dengan nyenyak? Aku sudah sembuh sekarang. Perutku sudah tidak sakit lagi dan demamku sudah turun. Terima kasih. Semua ini berkat Anda yang merawatku,” ujar Ja Eun dengan tulus dan tersenyum manis. Park Bok Ja tidak menjawab, namun tatapan matanya sudah tidak menunjukkan aura permusuhan seperti sebelumnya.


“Tapi apa itu? Apa Anda sedang memasak bubur abalone? Apa Anda sengaja membuat itu untukku?” tanya Ja Eun dengan mata berkaca-kaca karena terharu.

“Karena kau sedang sakit, jadi aku memang membuatkan bubur ini untukmu sarapan. Setelah makan bubur, kembalilah ke tendamu!” ujar Park Bok Ja, mencoba bersikap galak lagi untuk menutupi gengsinya. Ja Eun hanya tersenyum mendengarnya.

(Sepertinya Ja Eun sudah kebal dengan kata-kata pedas dari Park Bok Ja, jadi omelan Park Bok Ja baginya hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Mentalnya Ja Eun sudah terlatih dan dia uda kebal, jadi uda sakit hati lagi denger kata-kata kasar dari Park Bok Ja. Bagi Ja Eun sekarang, omelan Park Bok Ja sama seperti omelan Ibu. Ngomel tapi aslinya sayang dan perhatian)

“Kenapa kau hanya berdiri di sana? Apa kau berencana untuk tinggal di sini?” seru Park Bok Ja, berakting galak. (Ya jelaslah, itu rumahnya dan dia akan jadi calon istri Tae Hee)

“Tidak. Aku juga berpikir untuk segera keluar. Tapi setelah aku membantumu mencuci piring,” sahut Ja Eun sadar diri.
“Tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Park Bok Ja menolak, tapi Ja Eun tetap memaksa.

“Itu karena aku ingin melakukannya. Karena merawatku semalaman, Ahjumma kehilangan waktu tidur,” sahut Ja Eun bersikeras ingin membantu.

“Sudah kubilang tidak perlu. Tidak melihatmu adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Jadi jika kau memang ingin membantuku, segera kemasi barang-barangmu dan pergilah dari sini!” seru Park Bok Ja berpura-pura tak peduli dan ketus.

Namun seperti yang kubilang kalau kata-kata pedas Park Bok Ja sama sekali tidak berdampak lagi bagi Ja Eun, uda kebal mentalnya nih anak, jadi alih-alih sakit hati, Ja Eun justru berkata, “Baiklah kalau begitu. Setelah Anda mencuci piring, segeralah keluar. Aku akan menunggu Anda di kebun pir dan menyemprotkan pestisida,” jawab Ja Eun dengan tersenyum tulus.

Kemudian Ja Eun menawarkan diri untuk mengelap meja makan, “Ini adalah kain lap, bukan? Sebelum makan, mejanya harus dilap, bukan? Akan kulakukan,” ujar Ja Eun seraya mengambil lap di meja dapur.


“Sudah kukatakan itu tidak perlu,” seru Park Bok Ja dengan nada yang agak tinggi, namun Ja Eun tak peduli, dia hanya tersenyum dan segera berlari ke arah meja makan untuk mengelapnya. 
Park Bok Ja diam-diam mengintip Ja Eun hingga membuat buburnya hampir gosong.

Beberapa saat kemudian, seluruh keluarga Hwang sudah ada di meja makan untuk menikmati sarapan mereka, Ja Eun pun ada di sana. Hwang Chang Sik menyebut kalau pagi ini meja makan sangat penuh karena Ja Eun ada di sini juga.

“Hari ini meja makan sangat penuh, Eomonim. Karena Ja Eun ikut makan bersama kita,” ujar Hwang Chang Sik tampak senang. Chang Sik uda sayang sama Ja Eun sejak awal.

“Hanya untuk hari ini. Cepat makan, Ibu. Makanannya keburu dingin,” ucap Park Bok Ja membantah. Biasalah ya, pura-pura galak karena di masih gengsi.

Nenek pun mengatakan “Mari kita makan,” yang dijawab oleh seluruh anggota keluarga, “Kami akan makan dengan baik,” namun Ja Eun justru berteriak saat mengatakannya, membuat semua orang menatapnya bingung karena suaranya yang begitu keras.


Ja Eun hanya tersenyum tanpa dosa dan berkata, “Itu karena aku terlalu senang,” jawab Ja Eun, sementara Tae Hee hanya tersenyum geli melihat tingkah Ja Eun yang menggemaskan di matanya. Ini yang kedua kalinya setelah kemarin, Tae Hee dibuat tersenyum geli melihat tingkah ajaib Ja Eun dan sifatnya yang ceria.


“Apa kau sudah sembuh?” tanya Nenek dengan perhatian.
“Benar. Kudengar kalau kau sedang sakit,” ujar Tae Bum menimpali.
“Benar. Aku sedikit demam kemarin, tapi sekarang aku sudah sembuh,” jawab Ja Eun, masih dengan senyumannya yang hangat.

“Untuk gadis berkulit tebal, pemulihanmu benar-benar cepat. Itu sebabnya di masa depan, jangan terlalu sering memakai pakaian yang kurang bahan. Melihat bagaimana caramu berpakaian, bagaimana bisa kau tidak sakit dan terkena demam?” omel Nenek, benar-benar bagaikan seorang Nenek yang perhatian terhadap cucu perempuannya.

“Aku sudah jarang memakai pakaian minim lagi belakangan ini, Nenek.” Protes Ja Eun dengan cemberut.


(Lah iyalah, Ja Eun-ah, kamu tinggal di tenda, kerja di pertanian, mana mungkin pake rok mini dan kaos ketat tanpa lengan? Yang ada digigit nyamuk, kena sinar ultraviolet terus kulit jadi gosong, belum lagi mana bisa membabat rumput liar dengan memakai rok mini? Emang bisa jongkok di tanah sambil pakai rok mini? Ditambah lagi ada 4 pria dewasa di sini, mana pantes pake baju seksi seperti dulu? Walau salah satunya akan jadi pacarmu, tapi aku rasa Tae Hee juga gak akan suka kalau tubuhmu dipamerin ke saudara-saudaranya yang lain. Dia pasti cemburu berat *lirik Tae He yang ngangguk-ngangguk setuju* Udah bener pake pakaian tertutup dan celana panjang!)

Akhirnya Nenek hanya bisa diam saja melihat bantahan Ja Eun dan memilih menyantap makanannya.

Setelah sarapan, Ja Eun, Park Bok Ja dan Nenek tampak memilih dan mengeringkan cabai besar di gudang. Nenek sedang dalam mood untuk mengomel, itu sebabnya dia menjadikan Park Bok Ja sebagai sasaran omelannya.

Semua yang dilakukan Park Bok Ja selalu salah di mata Nenek, mulai dari cara mengeringkan cabai yang tidak benar, lalu kenapa tidak ada satupun bebek yang terjual di restoran, apakah itu karena Park Bok Ja tidak tahu cara merawat bebek hingga tak ada yang mau membelinya, lalu kemudian mengomelinya lagi dengan mengatakan bahwa Park Bok Ja adalah menantu yang miskin dan tidak berguna, dan dia telah salah memilih menantu.

Park Bok Ja membela diri dengan mengatakan kalau setidaknya dia berhasil melahirkan para putra yang tampan dan baik.

(Salah. Yang tampan dan baik cuma Tae Hee doang, dan dia bukan anak kandungmu, Park Bok Ja! Cuma keponakan yang diangkat anak! Ketiga putramu tidak baik dan tidak berguna, khususnya Hwang Tae Phil si pengangguran kasar dan tidak berguna. Hwang Tae Shik dan Hwang Tae Bum menghamili wanita di luar nikah, sementara Tae Phil resek banget jadi orang!)

Nenek segera membantahnya, “Bagaimana bisa itu menjadi jasamu? Itu karena benihnya putraku...” namun Nenek terdiam saat menyadari ada Ja Eun di sana yang mendengar semuanya. Merasa sungkan karena ada gadis muda di sana, Nenek segera mengubah topik pembicaraan mereka namun masih dengan kalimat merendahkan sang menantu.

Nenek berkata jika setelah melihat calon istri Tae Bum yang kaya, cantik, berpendidikan, berprestasi, dan baik, dia merasa dia telah salah memilih menantu. Dulu ada banyak wanita yang mengejar Hwang Chang Sik, kenapa putranya harus memilih wanita seperti Park Bok Ja?


Ja Eun yang mendengarnya tiba-tiba merasa kesal, “Halmoni, di dunia sekarang ini, di mana lagi Anda bisa menemukan seorang menantu seperti Ahjumma? Dia membersihkan tempat sebesar ini seorang diri juga membesarkan 4 orang putra. Tak hanya itu, Ahjumma juga memberi makan 6 orang lainnya : Nenek, Ahjussi dan keempat putranya, memasak dan mencuci piring seorang diri setiap hari tanpa ada yang membantunya, dan itu harus dilakukan 3 kali sehari. Ditambah lagi, Ahjumma juga bekerja di pertanian, merawat bebek, kebun pir juga lainnya. Apa Nenek tahu kalau hidup Ahjumma sudah seperti seorang budak? Dan Nenek juga tidak membantunya sama sekali, bukan?” Omel Ja Eun panjang lebar, membela Park Bok Ja, secara blak-blakan.

Ja Eun mengatakannya dengan santai dan bahkan cemberut menahan kesal saat melihat Nenek selalu mengomeli segala hal, bukan dengan nada tinggi, marah atau membentak, namun kalimatnya membuat Nenek menjadi tak bisa berkata-kata mendengarnya. Bagaimana bisa seorang gadis muda begitu berani menasehati orang tua?

(Sudah kubilang, kan? Ja Eun ini adalah gadis yang blak-blakan dan terus terang kalau ngomong, ceplas-ceplos sifatnya. Jujur apa adanya. Pasangan yang cocok untuk Tae Hee yang pendiam, karena Ja Eun-nya cerewet dan terbuka, jadi dia selalu bisa membuat Tae Hee membuka mulut dan mengatakan apa yang ada dalam hatinya. Kalau sama-sama introvert dan diam mah gak bisa)

“Anak nakal ini!” omel Nenek kesal karena Ja Eun membela Park Bok Ja.

“Dari apa yang kulihat, bukan Nenek yang salah memilih menantu namun Ahjumma-lah yang salah memilih mertua,” lanjut Ja Eun dengan berani, dia mengatakannya dengan mantap dan dengan nada yang santai. Terlihat santai namun kalimatnya terdengar menyakitkan. Nenek sepertinya kena mental seperti Tae Hee hahaha ^_^

“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau begitu tidak sopan pada Nenek?” tegur Park Bok Ja pada Ja Eun, namun dia tampak berusaha keras menyembunyikan senyuman di wajahnya. Park Bok Ja sepertinya tampak senang karena ada yang membelanya,


“Ahjumma, jangan hanya diam dan tidak membela dirimu. Katakan saja apa yang ingin Anda katakan. Jadi dengan begitu, Nenek akan menyadari kesalahannya dan berhenti menyalahkan Anda. Halmoni, Anda tidak tahu bagaimana dunia ini sudah berubah, kan? Anda tidak tahu kenyataannya, bukan? Di jaman sekarang ini, para mertua justru yang harus bersikap hati-hati di depan menantu mereka dan tidak boleh semena-mena,” ujar Ja Eun dengan berani dan percaya diri, pelan sih tapi dalem.

Dan lagi-lagi kalimat Ja Eun membuat Nenek kena mental hahaha ^_^ Tae Hee aja kena mental berkali-kali sampai gak bisa berkata-kata xixixi ^_^

Akhirnya karena tidak bisa membalas ucapan Ja Eun yang terdengar masuk akal, Nenek melemparkan segenggam cabai mereka ke arah Ja Eun dengan kesal, “Diam kau, gadis nakal!” kemudian menjungkir alas tempat cabai itu dikeringkan dan melemparnya ke arah Ja Eun.

“Ibu, jangan seperti ini,” ujar Park Bok Ja pada ibu mertuanya.
“Apa kau sedang membelanya?” sindir Nenek pada menantunya dengan curiga.

“Bukan seperti itu, Ibu. Hanya saja, cabainya akan kotor jika jatuh ke lantai,” sahut Park Bo Ja mengelak.

Dia berusaha keras menyembunyikan senyumnya di depan Ja Eun dan Nenek, sebenarnya dia merasa sangat senang karena Ja Eun membelanya dan berdiri di pihaknya. 
Nenek yang kesal akhirnya berjalan keluar meninggalkan gudang.

“Nenek terlalu berlebihan,” gerutu Ja Eun sambil cemberut.

“Apa yang kau lakukan? Kau tidak seharusnya berkata seperti itu di depan orangtua. Jangan tidak sopan pada Nenek,” tegur Park Bok Ja lagi, namun kali ini dengan nada suara rendah dan tidak terdengar ketus. Tapi lebih seperti menasehati putrinya agar kelak tidak dimarahi lagi oleh Nenek.

“Aku bukan tidak sopan, aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” ujar Ja Eun membela diri seraya memunguti cabai-cabai yang berjatuhan di lantai gudang.

“Tapi Ahjumma, kenapa kita tidak bisa menjual satu bebek pun?” tanya Ja Eun penasaran.
“Karena tidak ada satu restaurant pun yang mau membeli bebek kita,” jawab Park Bok Ja menjelaskan permasalahannya.
“Kenapa mereka tidak mau membelinya?” tanya Ja Eun lebih spesifik.

Park Bok Ja akhirnya menjelaskan bahwa rasa daging bebek itu tergantung dari jenis makanan mereka, jika salah memberi makan bebek-bebek itu, maka saat bebek-bebek tersebut dimasak maka rasa dagingnya tidak akan enak, bahkan menimbulkan bau anyir yang sangat kuat.

“Bukankah pakan bebek itu sama saja?” tanya Ja Eun tak mengerti.

Lalu Park Bok Ja menjelaskan bahwa pakan bebeknya sama namun ada sesuatu yang ditambahkan ke dalam pakan bebek itu hingga menimbulkan rasa daging bebek yang berbeda ketika dimasak. Dia kemudian berkata bahwa dia sangat penasaran dengan apa yang ditambahkan oleh Chong Min (tetangga sebelah) hingga bebek-bebeknya laku keras dan bahkan dijadikan langganan oleh 3 restaurant.

“Apa aku harus pergi ke sana dan mencium aromanya agar tahu bubuk tambahan apa yang dia tambahkan ke dalam pakannya?” gumam Park Bok Ja.

Dan akhirnya diapun mengajak Ja Eun ikut serta untuk mencuri beberapa sampe pakan bebek di tetangga sebelah.


Ja Eun yang tak pernah melakukan ini tentu saja menjadi takut jika mereka ketahuan. Dan benar saja, pemilik peternakan bebek itu mendadak datang ke tempat itu. Ja Eun segera menirukan suara bebek sebagai sinyal tanda bahaya “Kwek kwek kwek” namun Park Bok Ja sepertinya tidak mendengarnya karena sibuk mengambil contoh bahan pakan dan memasukkannya ke dalam kantong bajunya.

Akhirnya Ja Eun tertangkap basah, Chong Min bertanya siapa Ja Eun dan apa yang dilakukannya di tanah miliknya.

“Aku adalah gadis yang waktu itu mendirikan tenda di pinggir jalan. Aku kemari ingin memberikan kimchi untuk Anda, Ahjumma yang menyuruhku,” sahut Ja Eun, mencoba mengalihkan perhatian wanita tua itu.

Namun sialnya Park Bok Ja juga tertangkap basah keluar dari dalam kendang saat itu. Tak punya pilihan, Ja Eun mencoba melindungi Park Bok Ja dengan memeluk pinggang Chong Min erat-erat agar Park Bok Ja bisa kabur dari sana.

“Ahjumma, cepat lari!” seru Ja Eun seraya membungkuk dan memegangi pinggang Chong Min dengan erat.


Chong Min memukuli Ja Eun agar Ja Eun melepaskannya namun Ja Eun tetap tidak mau melepaskan pelukannya. Melihat Ja Eun dipukuli, Park Bok Ja kembali menghampiri mereka dan mencoba membebaskan Ja Eun.

“Apa yang kau lakukan? Kau tidak seharusnya memukul seorang anak! Aku hanya datang untuk mencium aroma pakannya. Tidak perlu berlebihan,” ujar Park Bok Ja, mengelak.

“Kenapa mencium pakan milik orang lain? Siapa yang memberimu ijin? Kita lihat apakah kau berkata jujur!” seru Chong Min seraya menggeledah Park Bok Ja dan menemukan beberapa pakan terjatuh dari kantong baju wanita itu.

“Apa ini yang namanya mencium aroma?” seru Chong Min marah. Dia pun segera menyerang Park Bok Ja, ingin menjambaknya, namun Ja Eun berusaha memisahkan mereka.

“Ahjumma, kami salah. Kami minta maaf. Tolong jangan pukul lagi,” seru Ja Eun sambil mencoba memisahkan kedua wanita itu.

Chong Min memiting leher Ja Eun dan memukuli punggungnya, sementara Park Bok Ja berusaha menendang Chong Min agar melepaskan Ja Eun, namun karena kaki Park Bok Ja pendek, dia selalu gagal melakukannya. Chong Min memanggil suaminya untuk datang, mendengar itu, Park Bok Ja segera menggigit tangan Chong Min agar melepaskan Ja Eun dan segera mengajak Ja Eun pergi dari sana sebelum suami Chong Min tiba.

Park Bok Ja dan Ja Eun berlari sambil bergandengan tangan, hingga akhirnya Ja Eun memutuskan untuk berhenti karena merasa lelah berlari.

“Ahjumma, sepertinya mereka telah berhenti untuk mengejar,” ujar Ja Eun seraya mencoba mengatur napasnya agar kembali normal setelah berlari.

Tak lama kemudian, Ja Eun mulai tertawa lucu dan Park Bok Ja bertanya dengan heran, “Apa yang kau tertawakan?” tanyanya bingung. Tak ada yang lucu di sini, bukan?


“Aku hanya ingin tertawa jika teringat bagaimana Ahjumma menendang beberapa saat yang lalu. Kaki Ahjumma sangat pendek, jadi itu terlihat lucu. Hahaha ^_^” ujar Ja Eun, tanpa dosa, secara blak-blakan mengatai kaki Park Bok Ja pendek sambil tertawa terbahak-bahak.

(Iya tahu, UEE, kakimu panjang dan seksi. Kamu dan Joo Won aja cuma beda tipis kalau berdiri bersebelahan saking panjangnya kakimu >_<)

“Jangan tertawa! Aku bilang jangan tertawa! Jangan tertawa!” seru Park Bok Ja, namun akhirnya dia tertawa juga.


Setelah beberapa saat tertawa, Park Bok Ja menatap Ja Eun dengan penuh perhatian, membuat Ja Eun bingung dan bertanya, “Kenapa?”

“Lihatlah, rambutmu sampai berantakan,” ujar Park Bok Ja seraya merapikan rambut Ja Eun dengan sayang.
“Itu sebabnya aku minta Anda Anda lari,” jawab Ja Eun dengan polosnya.


“Ini salahku. Aku tidak seharusnya mengajakmu melakukan sesuatu seperti ini. Jika itu aku, aku juga tidak akan memberitahu siapapun tentang formula pakannya. Aku akan pergi meminta maaf pada Chong Min setelah ini. Apa punggungmu baik-baik saja? Dia memukulimu berkali-kali,” ujar Park Bok Ja dengan menyesal. Dia tampak sedih dan merasa bersalah pada Ja Eun, kemudian mengusap-usap punggungnya pelan.

Tiba-tiba Ja Eun mengatakan sesuatu yang tidak terduga dan membuat hatinya semakin merasa bersalah, “Ahjumma, maafkan aku. Karena aku pernah mencurigaimu mencuri surat kontrakku. Karena telah menyebutmu sebagai wanita yang paling kejam di dunia, kemudian memanggilmu pencuri dan perampok,” ujar Ja Eun dengan raut wajah menyesal dan mata berkaca-kaca, kata-katanya terdengar sangat tulus dan menyayat hati.

Hati Park Bok Ja bagaikan ditusuk ribuan pedang mendengarnya, dia seketika berhenti mengusap punggung Ja Eun dan terdiam membisu tanpa kata.

“Sejujurnya, sejak awal aku sudah mencurigaimu. Sekarang aku menyesalinya. Aku minta maaf,” lanjut Ja Eun lagi dengan tulus. Park Bok Ja memalingkan wajahnya dan mencoba menahan tangis.

“Saat pertama aku kehilangan kontrak itu dan Anda menendangku keluar, aku benar-benar ingin mati rasanya. Aku mengalami masa-masa yang sangat buruk, aku pikir saat itu aku akan membencimu selamanya sampai aku mati. Tapi sekarang aku tahu, kau bukanlah seseorang yang bisa melakukan hal seperti itu. Aku telah salah paham. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf. Tolong maafkan aku,” sambung Ja Eun dengan tulus dan air mata menetes pelan.

(Ja Eun benar-benar gadis yang baik dan berhati besar. Ja Eun yang malang benar-benar tulus meminta maaf dan berpikir bahwa Park Bok Ja tidak bersalah, dan bahkan menganggap wanita itu seperti Ibu kandung yang tak pernah dimilikinya. Bisa dibayangkan betapa hancurnya perasaan Ja Eun saat tiba-tiba semuanya terungkap?)

Mendengar kalimat Ja Eun yang terdengar tulus, Park Bok Ja hanya mampu menunduk dan berjalan pergi dari sana dengan cepat, membuat Ja Eun pergi mengejarnya. Rasa bersalah menumpuk di hati wanita tua itu.

Setelah menyelesaikan pekerjaan di pertanian, Ja Eun pergi menemui Hong Man Shik, sopir sang ayah yang telah bekerja selama 3 tahun pada keluarga Baek dan sudah dianggap seperti keluarga.


Ja Eun meminta maaf karena tidak bisa menyediakan 30 juta won yang diminta oleh pria itu untuk menyewa tim penyelamat pribadi guna mencari sang ayah. Ja Eun sepertinya telah merelakan ayahnya pergi dan memutuskan untuk menjalani hidupnya dengan baik saat ini. 


Ja Eun pun bercerita bahwa dia sekarang tinggal di sebuah pertanian yang merupakan warisan terakhir dari sang ayah, dan meminta Hong Man Shik tak perlu mengkhawatirkannya lagi karena dia sudah hidup dengan baik.

Di kantor polisi, Tae Hee dan Dong Min sedang menatap mesin Fax dengan berharap-harap cemas, saat tiba-tiba Tim Leader mereka mengajak semua bawahannya untuk minum bersama.


“Hwang Tae Hee, apa kau tak mau ikut? Ayo berdiri!” ajak sang Ketua Tim.
“Aku akan segera menyusul setelah membereskan berkas- berkas ini,” sahut Tae Hee beralasan.


“Benar. Aku akan bertanggung jawab untuk membawanya pergi,”
sahut Dong Min menimpali.
“Kalau begitu baiklah. Ayo kita pergi!” seru Sang ketua Tim pada yang lainnya.
“Kami akan segera menyusul,” sahut Dong Min.



Setelah semua orang pergi, Tae Hee dan Dong Min segera berlari ke arah mesin fax dan tampak menunggu dengan gelisah.

“Ini seharusnya sudah dikirim,” gerutu Dong Min gelisah.

Tak lama kemudian, mesin fax tersebut dan selembar kertas keluar dari dalam mesinnya. Dong Min segera menarik keluar kertas tersebut dan melihat daftar namanya bersama Tae Hee.


Seperti telah diduga, mereka menemukan nama Baek In Ho, Lee Khi Chul dan sebuah nama yang tidak pernah diduga yaitu Hong Man Shik, muncul di sana.

“Lee Khi Chul? Apakah Pimpinan Department kita mengenal Baek In Ho? Aku tidak pernah menyangka mereka sempat bertemu,” ujar Seo Dong Min kaget saat melihat nama bos mereka di sana. Tapi perhatian Tae Hee lebih kepada Hong Man Shik


“Hong Man Shik? Hong Man Shik?” ulang Tae Hee seraya mengingat, merasa nama itu cukup familiar.
“Siapa itu Hong Man Shik?” tanya Dong Min penasaran.


Tae Hee menggaruk-garuk keningnya seraya berpikir dan kemudian teringat bahwa dia memiliki informasi mengenai Hong Man Shik di meja kerjanya. Tae Hee segera berlari ke arah mejanya dan membuka semua berkas di atas meja.



“Hong Man Shik adalah sopir pribadi Presdir Baek In Ho. Setelah bekerja menjadi sopir di keluarga Baek selama 30 tahun, dia tiba-tiba saja mengundurkan diri dan pindah bekerja di sebuah Perusahaan makanan di China,” ujar Tae Hee, menjawab pertanyaan Dong Min.


“Jika dia telah bekerja untuk mereka selama 30 tahun, maka dia sudah seperti keluarga bagi mereka. Adakah kemungkinan dia mengetahui sesuatu mengenai jam tangan mewah itu?” ujar Seo Dong Min, menganalisa.


“Dia adalah saksi penting bagi kita. Besok pagi segera selidiki segala sesuatu tentang Hong Man Sik. Hubungi pihak-pihak terkait mengenai status Hong Man Sik saat ini,” ujar Tae Hee memberi perintah pada Seo Dong Min.

“Hyung, tapi apa kita telah melakukan hal yang benar?” tanya Seo Dong Min tak yakin.
“Setidaknya kita sudah selangkah menuju kebenaran,” jawab Tae Hee dengan percaya diri.


Setelah menyelesaikan semua urusan di kantor, Tae Hee dan Dong Min pun menyusul ke tempat di mana rekan mereka berada saat ini.

Tae Hee dan Dong Min tampak bersulang dengan gembira seolah sedang merayakan sesuatu, dan itu membuat Tim Leader mereka penasaran.


“Kenapa kalian tampak gembira? Apa ada hal yang menyenangkan sedang terjadi?” tanya Tim Leader Eum.
“Ya, ada.” Sahut Tae Hee yang mulai mabuk.


“Seo Dong Min akan menikah...” lanjut Tae Hee asal jeplak, ucapannya sontak mendapatkan reaksi heboh dari semua orang dan Dong Min tampak terkejut mendengarnya.


“Apa? Benarkah?” seru salah seorang rekan mereka dan spontan mereka semua bertepuk tangan dengan gembira dan memberi selamat pada Dong Min.

Tae Hee si resek, juga ikut tertawa lucu karena berhasil nge-prank rekan-rekan polisinya. Wajahnya Joo Won beneran minta ditabok, aktingnya keren banget. Sumpah ngeselin pas adegan dia ngeprank gini. Untung ganteng, coba jelek, lempar laptop kale ya?

“Tidak! Tidak! Itu tidak benar! HYUNG!” sangkal Seo Dong Min mengelak dan berteriak memprotes Tae Hee untuk mengklarifikasi.


“Jika dia menemukan seorang wanita yang baik,” sambung Tae Hee lagi dengan senyum tanpa dosa, benar-benar minta digeplak.

Jawabannya membuat semua orang yang awalnya bersemangat dan memberi selamat tampak kecewa karena di prank oleh Tae Hee yang mabuk. Ya siapa suruh kalian percaya omongan orang mabuk? 


“Aissshh jinja!”
“Bwoya!”
Protes rekan-rekan mereka, namun Tae Hee lagi-lagi tersenyum menyebalkan tanpa dosa.

“Dia memang seperti ini kalau sedang mabuk,” ujar Seo Dong Min pasrah.Tapi kemudian mereka semua kembali minum-minum dengan gembira. Untung lagi mabuk, jadi dimaklumi. Kalau gak, uda dihajar temen sedivisi nih hahaha ^_^


Setelah puas minum-minum, Tae Hee tampak mabuk dan bahkan tak kuat untuk berdiri. Mobil Tae Hee kemungkinan besar dibawa oleh Seo Dong Min pulang karena Tae Hee tak sanggup untuk menyetir.

“Hyung, apa kau baik-baik saja? Apa perlu aku mengantarmu pulang?” tanya Seo Dong Min khawatir.


“Tidak usah. Taksi! Taksi!” tolak Tae Hee yang segera memanggil taksi.
"Sampai jumpa, Dong Min-ah. Aku pulang dulu," pamit Tae Hee pada Dong Min setelah dia masuk ke dalam taksi tersebut.


Saat masuk ke dalam taksi, Seo Dong Min melihat Tae Hee melepas sepatunya di luar taksi,"Aiggo...Hyung, sudah kubilang kau ini sudah mabuk," omel Seo Dong Min pasrah. 


Karena takut Tae Hee kehilangan sepatu itu, Dong Min pun menggantungkan sepatu itu di leher Tae Hee setelah mengikat talinya menjadi satu.

Saat taksi yang dinaiki Tae Hee sampai di pertanian, Tae Hee berjalan turun dari taksi tersebut dengan berjalan sempoyongan. Sepatunya tergantung di lehernya agar sepatunya tidak hilang, tentu saja Seo Dong Min yang menggantungkan sepatu itu di leher Tae Hee.

Begitu tiba di depan tenda Ja Eun, Tae Hee seketika menghentikan langkahnya dan menatap tanpa kata Ja Eun yang sedang asyik melukis sketsa cabai di dalam tendanya. Entah apa yang dipikirkan Tae Hee, namun dia tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam tenda Ja Eun dan duduk di sebelah gadis mud aitu, membuat Ja Eun seketika terperanjat.


“Astaga! Ahjussi, kau membuatku kaget!” seru Ja Eun yang kaget melihat Tae Hee yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam tendanya. 
Namun Tae Hee hanya terdiam seraya menatap Ja Eun dengan ekspresi yang tidak terbaca. 


Tatapan mata Tae Hee terlihat seperti rasa penasaran, sedikit ketertarikan dan kepolosan anak laki-laki yang baru menyadari daya tarik lawan jenis, Not A Man but A Boy's feel. Gak tahu gimana cara ngejelasinnya. Pokoknya cara dia menatap Ja Eun bagaikan anak laki-laki remaja yang baru saja menyadari daya tarik lawan jenis.


Bersambung…

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads