Rabu, 26 Juni 2024

Sinopsis EP 27 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight For today episode :
I’m so proud of Tae Hee! And I already in love with his character. Actually Tae Hee’s character is really complex. He is fragile inside but he is acting strong outside. I love everything about him. He’s cold, but kindhearted. Sometimes he full of anger but another time he’s very caring to everyone. He never fall in love before, but when he fall for someone, he can give everything with all his heart for someone he love. The more you close to him, the more you can fell his charming. And the love triangle finally begins. I think a third wheel might be a good strategy to kick things up between the couple. Tae Hee need to keep fighting for Ja Eun and never let her go!




I watched this episode and let me say I feel sorryyyyyy for Tae Hee T_T OMG! My handsome Ahjussi >_< Eventhough in reality, he is my dongsaeng ^_^ I think it will be long long road for him to get her trust back. My heart pain so much when she rejected him. But Ja Eun have reason for being mad. Because although the Ahjumma raised him, he is a public server, a policeman and he knows that stealing is wrong, no matter what. So, eventhough I’m so sad for him, because Ja Eun hurt my Tae Hee and leave him teary this way, I understand Ja Eun completely. Eventhough she knows and understand that the person who lied to her and stole the contract was the person who raised him (Tae Hee), so it’s sure that he would hesitate before revealing the truth to Ja Eun, but as a policeman, Tae Hee should know that stealing is criminal, stealing is wrong! And he should tell her at least, as soon as possible.


Tae Hee-Ja Eun couple is still all angsty but still like it a lot. I can’t believe that finally Tae Hee realized and express his feeling on Ja Eun coz the feeling is new to him but he’s not scared to explore more. Loved that Tae Hee admitted to Ja Eun how it is his first time to feel that feeling. So brave of Tae Hee to really confront the issue head-on with Ja Eun, I am so proud of Tae Hee for being so forward & brave in facing Ja Eun and their feelings. It’s getting so interesting and tension is so angst now can’t wait to see how the relationship will work.


Loot at Tae Hee’s expression! This is the look you have when you desperately want to hold onto the person in front of you and don’t want to let her get away, but is helpless to prevent it. It’s also the look that made my knees go weak when I was already sitting down T_T This drama just gets better and better – almost had a heart attack tonight just from how great it was. Tae Hee’s intense stares are getting out of control – he is one lovesick puppy. I want Ja Eun & Tae Hee to hurry up, I’m very impatient but I am glad Tae Hee keeps coming around, I think he will even more now since Kim Jae Ha is around Ja Eun.

------------0000000000000-----------

Episode 27:

Episode 27 dimulai dari saat Tae Hee menyadari bahwa Ja Eun tidak memakai mantel atau apa pun selain pakaian tipis yang dipakainya dan itu membuat hati Tae Hee menjadi semakin cemas. Dia mengejar Ja Eun sekali lagi seraya melepas mantelnya.





“Pakai ini. Udaranya sangat dingin,” ujar Tae Hee dengan lembut seraya memakaikan mantelnya di pundak Ja Eun. Ja Eun berhenti sejenak kemudian membuang mantel itu.


Tae Hee menahan mantelnya agar tidak jatuh ke tanah lalu kembali memakaikannya ke pundak gadis itu, “Kubilang pakailah ini,” ujarnya lagi, lebih seperti memohon. Namun kali ini, Ja Eun meraih mantel Tae Hee dan melemparkannya dengan kasar ke arah pria itu.




“Apa kau sedang bercanda denganku, Ahjussi? Kenapa kau seperti ini? Aku bilang aku tidak mau melihatmu lagi! Melihatmu, Ahjussi...Aku sama sekali tidak menyukainya! Aku sama sekali tidak ingin melihatmu!” seru Ja Eun kesal.






Namun Tae Hee tidak peduli, dia terlalu mengkhawatirkan gadis ini, jadi dia menarik lengan Ja Eun dan berteriak padanya, “Dengarkan aku dan pakailah ini sebelum kau pergi!” seru Tae Hee dengan nada tinggi, hingga membuat Ja Eun terdiam membeku.






Tae Hee kemudian menarik napas dalam-dalam dan mencoba mengendalikan emosinya, dia tahu dia tidak boleh lepas kendali. Dia harus tenang dan tidak boleh semakin menyulut emosi.



“Walaupun kau tidak ingin bertemu denganku, sekarang aku ingin bertemu denganmu. Aku tidak bisa melakukan apa pun karena aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku ingin tahu apakah kau sudah makan, apakah kau tidur dengan nyenyak. Seperti beberapa saat yang lalu saat kau hampir berada dalam bahaya karena berjalan sambil melamun. Baek Ja Eun, sepertinya aku menyukaimu,” ujar Tae Hee mengungkapkan apa yang dia rasakan pada gadis itu dengan lembut dan penuh perasaan.


Tae Hee menatap Ja Eun dengan tatapan lembut penuh cinta,
 tampak terbersit setitik harapan di sana. Harapan agar perasaannya ini bisa terbalas. Agar perasaannya ini bisa sedikit meredakan kemarahan di hati gadis itu, berharap agar dia bisa menemaninya menghadapi saat-saat sulit ini bersama. Harapan agar Ja Eun memaafkannya dan menerimanya sekali lagi dalam hidupnya. Tapi sayangnya, harapan tak seindah kenyataan.



Mendengar pengakuan cinta Tae Hee, Ja Eun yang sedari tadi hanya menatap tanah seketika mengangkat wajahnya dan menatap Tae Hee tak percaya.



“Jadi apa yang kau ingin aku lakukan? Sekarang aku tidak ingin melihatmu, Ahjussi. Memang benar jika hatiku berdebar kencang saat aku melihatmu, tapi sekarang tidak lagi. Apa yang kau rasakan padaku sekarang, aku sudah tidak peduli dan aku tidak tertarik. Aku tidak menyukaimu lagi sekarang, Ahjussi!” ujar Ja Eun dengan dingin dan menyakitkan, seraya menghempaskan tangan Tae Hee yang memegang lengannya.



Sementara Tae Hee hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan hati yang hancur berantakan. Ketika dia memiliki keberanian untuk mengakui perasaannya, yang dia dapatkan justru penolakan yang menyakitkan.


“Bagaimana bisa kau katakan itu padaku? Apa kau tahu bagaimana kondisiku sekarang? Kau tak pernah dikhianati, benarkan? Dikhianati oleh orang yang sangat kau sayang dan percayai dan takut menjalani kehidupan ini sendiri, kau tak pernah merasakannya, kan? Itu sebabnya kau bisa mengatakan hal itu padaku, apa menurutmu aku ingin melihatmu sekarang, Ahjussi? Jangan mengikutiku dan jangan pernah lagi muncul di hadapanku!” lanjut Ja Eun lagi dengan tegas, dingin dan tanpa kompromi.





Setelah mengatakan jawaban yang menyakitkan itu, Ja Eun berjalan pergi dengan perlahan tanpa menoleh lagi, meninggalkan Tae Hee sendiri yang hanya mampu menahan rasa sakit di hatinya dan berusaha tegar menerima penolakan itu, walaupun menyakitkan.



Setelah menemui Ja Eun, Tae Hee memutuskan untuk kembali ke kantornya, dia berpikir akan menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan agar bisa melupakan perasaannya yang menyesak dalam dada. Namun baru sampai di pintu kantornya, Tae Phil menelponnya dan menyuruhnya agar segera pulang saat ini juga.

“Ada apa?” sahut Tae Hee di ponselnya dengan enggan.
“Jika tidak ada masalah penting di kantor, pulanglah ke rumah sekarang juga. Ada sebuah bom yang dijatuhkan di rumah,” ujar Tae Phil dari seberang saluran.

“Bom apa? Ada apa lagi sekarang?” sahut Tae Hee dengan nada lelah. (Masalah gak ada habisnya, baru aja patah hati ditolak cewek, sekarang ada masalah lagi >_<)

Tae Phil mengatakan sesuatu di ponselnya yang membuat Tae Hee tampak terkejut, “Mwo (Apa)?”

Setelah mendengar berita dari Tae Phil, Tae Hee segera pulang ke rumahnya, hanya untuk melihat raut wajah Ibu dan Nenek yang tampak kesal, marah dan shock menjadi satu, sementara Tae Shik tampak berlutut ke arah mereka.


“Aku pulang,” ujar Tae Hee, menginformasikan kedatangannya.
“Kakak ketiga pulang lebih cepat, Nenek.” Ujar Tae Phil pada Nenek.
“Abeoji, Tae Hee Hyung pulang,” lanjut Tae Phil lagi.

Tae Phil berharap kepulangan Tae Hee bisa meredakan situasi di rumah mereka yang semakin memanas karena terbongkarnya anak haramnya Tae Shik yaitu Guksu, anak yang merupakan hasil hubungannya dengan wanita Philipina yang sekarang sudah meninggal karena penyakit, itu sebabnya wanita itu menyerahkan Guksu pada ayah kandungnya di saat-saat terakhirnya.


Tae Phil memberi tanda pada Tae Hee untuk mencari Hwang Chang Sik di kamarnya. Setelah Tae Hee pergi ke kamar ayahnya, Tae Phil berkata pada Nenek dan ibunya kalau Tae Shik sudah berlutut sangat lama dan itu bisa membuat kakinya sakit. Namun baik Ibu atau Nenek tak ada yang menjawabnya.

Tae Hee menemui sang ayah dan menginformasikan kedatangannya, “Aku pulang, Ayah,” sapa Tae Hee dengan sopan, namun Hwang Chang Sik seolah tidak mendengar sapaan Tae Hee dan justru melangkah keluar kamarnya dengan marah, dia menatap Tae Shik sejenak, kemudian turun ke lantai bawah, lebih tepatnya ke kamar Tae Shik, entah untuk apa.

Tae Hee mengikuti Hwang Chang Sik keluar kamar dan melihat sang ayah turun ke lantai bawah, Tae Phil memberi tanda pada Tae Hee agar mengikuti ayah mereka. Hwang Chang Sik benar-benar turun ke kamar Hwang Tae Shik, dia tampak menatap tak suka pada Guksu selama beberapa saat, sebelum meraih sebuah tas dan memasukkan baju-baju Tae Shik ke dalam tas itu. Hwang Chang Sik ingin mengusir Tae Shik dari rumah itu.

Tae Hee mencoba menghentikan sang ayah, “Ayah, jangan seperti ini,” ujar Tae Hee dengan nada lembut membujuk seraya memegangi lengan Hwang Chang Sik.

“Lepaskan aku!” seru Hwang Chang Sik marah.

“Abeoji, aku tahu Ayah punya banyak alasan untuk merasa marah dan kecewa pada kakak pertama, tapi ini semua adalah keputusan wanita itu, dia yang menyembunyikannya selama ini. Hyung tidak memiliki pilihan lain, dia tidak mengetahui apa-apa selama ini,” ujar Tae Hee berusaha menenangkan ayahnya seraya melirik Guksu yang berdiri diam tanpa suara.


“Apa kau tidak dengar apa yang Ayah katakan? Lepaskan!” seru Hwang Chang Sik dengan emosi. Tae Hee mau tidak mau terpaksa melepaskan genggamannya di lengan sang ayah.

Hwang Chang Sik yang telah selesai mengemasi barang-barang Tae Shik, menatap Guksu dengan tajam sebelum akhirnya dia berkata, “Bawa anak itu ke atas!” serunya pada Tae Hee, sebelum melangkah naik ke atas.|


Namun alih-alih menuruti perintah ayahnya, Tae Hee justru menyuruh Guksu tetap di sana dan jangan ke mana-mana, “Jangan keluar, tetaplah di sini,” ujar Tae Hee dengan lembut, namun kemudian menambahkan kalimatnya menggunakan bahasa inggris dengan aksen yang sangat imut,
 “Stay here. don’t come out,” sebelum pergi menyusul ayahnya ke lantai atas.

Hwang Chang Sik meletakkan tas berisi pakaian-pakaian Tae Shik di hadapannya dan berseru dingin, “Tae Hee akan membawa anak itu kemari. Setelah mereka datang, bawa anak itu beserta tas ini dan pergilah dari sini!” usir Hwang Chang Sik dengan dingin.

“Abeoji!” ujar Tae Shik memohon, tidak mau diusir.
“Tidak peduli sekeras apa pun aku memikirkannya, aku tidak berpikir aku bisa menahan semua ini dan tetap melihat wajahmu. Hiduplah dengan mandiri. Di usiamu yang sekarang, kau seharusnya sudah hidup mandiri sejak lama,” ujar Hwang Chang Sik.

Tae Hee naik ke atas tak lama kemudian, Hwang Chang Sik bertanya padanya, “Kenapa kau datang sendirian? Aku suruh kau membawa anak itu kemari!” seru Hwang Chang Sik kesal saat melihat Tae Hee datang sendiri.

Tae Hee tidak menjawab pertanyaan ayahnya, dia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, karena dialah yang justru menyuruh anak itu tetap di bawah.

“Abeoji, aku salah, aku salah karena terus menerus mengecewakanmu. Sebagai putra pertama, aku tak pernah sekalipun membuatmu bangga, aku justru selalu membuatmu kecewa,” sahut Tae Shik sadar diri.

“Kau masih berani mengaku kalau kau adalah putra pertama? Kau bahkan tidak memenuhi standar untuk menjadi putra pertama. Apakah kau tidak malu melihat adik-adikmu? Jika kau punya sedikit saja rasa malu dan kesadaran diri, kau tidak akan pernah melakukan kesalahan memalukan seperti ini!” seru Hwang Chang Sik semakin marah.

“Kau seharusnya secepatnya pergi ke Filipina dan mencari Ibu anak itu! Apakah menurutmu kau bisa menyembunyikan dan merahasiakan ini selamanya? Kau selalu seperti itu. Kau selalu berusaha menyembunyikan masalah dan berpikir bahwa semuanya akan berlalu begitu saja!” lanjut Hwang Chang Sik, masih memarahi putra pertamanya yang tidak berguna.

“Tidak peduli apa pun yang terjadi, kau seharusnya pergi ke Filipina, walaupun sesuatu yang genting terjadi di rumah ini, bagaimana mungkin ada hal yang lebih penting daripada seorang pria yang belum menikah tapi sudah memiliki anak berusia 9 tahun? Apakah kepalamu tidak berfungsi dengan baik? Ibu dari anak itu, dia pasti sedang tertawa sekarang karena melihat kebodohanmu. Itu sebabnya dia melakukan ini,” Hwang Chang Sik melampiaskan kemarahannya dengan memarahi Tae Shik habis-habisan.

“Saat dia tiba-tiba berhenti dari pekerjaannya yang berjalan lancar dan berkata ingin memulai bisnis di Filipina, perasaanku sudah tidak enak, entah karena alasan apa. Pada akhirnya, dia mengalami kerugian dan kehilangan semua uangnya dalam waktu dua tahun dan kembali kemari dengan tumpukan hutang. Tapi ternyata bukan hanya itu saja yang terjadi. Dia juga membuat masalah seperti ini,” omel Nenek dengan kecewa pada cucu pertamanya yang tidak berguna.

Tae Hee dan Tae Phil hanya bisa terdiam seraya menarik napas pasrah melihat masalah yang ditimbulkan oleh kakak pertama mereka.

“Beli tiket penerbangan malam ini juga dan pergilah ke Filipina! Tidak peduli apa pun yang terjadi, cari dan temukan ibu anak itu dan kembalikan anak itu padanya, lalu setelah itu kau kembalilah kemari. Sebelum kau melakukan itu, jangan pernah kembali ke rumah ini. Apa kau mengerti? Pergilah ke Filipina sekarang! Kenapa kau tidak menjawab?” seru Hwang Chang Sik, memberi perintah pada Tae Shik utuk pergi ke Filipina sekarang juga.

“Ibu anak itu tidak ada di Filipina. Setelah dia pergi mengantarkan anak itu kemari, tidak ada informasi tentang kedatangannya kembali ke Filipina. Ibu anak itu menghilang begitu saja,” sahut Tae Shik dengan pasrah dan takut pada ayahnya.

“Kau bilang apa?” Hwang Chang Sik tampak shock mendengarnya.

“Benar, Ayah. Tae Bum Hyung sudah bertanya ratusan kali pada Kedutaan Besar Filipina tapi ibu anak itu benar-benar tak ada di sana dan kita tak punya petunjuk sama sekali bagaimana cara menghubunginya,” sahut Tae Phil membenarkan.

“Ya Tuhan, jadi itu artinya kau harus membesarkan dan merawat anak berkulit hitam itu karena tak punya pilihan lain? Demi Tuhan, aku hidup terlalu lama. Sepertinya aku sudah hidup terlalu lama,” gerutu Nenek semakin kesal seraya memijat kepalanya yang pusing.

“Jawab nenekmu! Apa kau benar-benar tidak punya pilihan lain selain merawat dan membesarkan anak itu?” tanya Park Bok Ja mengkonfirmasi.
“Ya, Eomma,” sahut Tae Shik pasrah dengan raut wajah menyesal.


Saat itulah Tae Hee menyadari kalau Guksu ikut naik ke lantai atas dan kini berdiri di sampingnya. Guksu menatap Tae Shik dengan tatapan rumit. Dia melihat Hwang Chang Sik mengambil sapu dan berniat memukul Tae Shik, “Anak sialan ini!” serunya marah seraya mengangkat sapu itu tinggi-tinggi, namun Tae Hee menghentikan ayahnya. Guksu menangis saat melihat Hwang Chang Sik akan memukul Tae Shik.

“Guksu-yaa! Kenapa kau naik? Kenapa kau naik ke atas dan menangis lagi? Turun ke bawah sekarang juga!” sentak Tae Shik kesal pada anak itu, tapi anak itu tetap menangis, justru semakin kencang.

“Sudah kubilang jangan menangis! Cepat turun sekarang!” perintah Tae Shik sekali lagi, namun anak itu tetap menangis tersedu, sementara Tae Hee dan Tae Phil tidak tahu harus bagaimana dan hanya memandang Tae Shik dengan pasrah.

Akhirnya karena tak punya pilihan, Hwang Chang Sik terpaksa melepaskan Tae Shik untuk sementara waktu. Tae Hee dan Tae Phil mengantar Tae Shik dan Guksu ke lantai bawah, dengan Tae Hee membawakan kembali tas milik Tae Shik sementara Tae Phil memegang pundak Guksu dan menemaninya turun.

“Hyung, aku akan membuatkan sesuatu untuknya makan lalu mengajaknya tidur bersamaku. Kau masuklah ke dalam dan istirahat,” ujar Tae Phil pengertian. (Tae Phil uda tobat, penonton. Uda gak resek lagi kayak di 21 episode awal. Sejak episode 22, Tae Phil sudah berubah menjadi sosok yang lebih baik)

“Baiklah,” sahut Tae Shik lesu, dia menatap Guksu dengan kesal sejenak sebelum masuk ke dalam kamarnya sendiri.


Setelah Tae Shik masuk, Tae Hee menatap Guksu dan bertanya pada Tae Phil, “Jadi namanya Guksu?” tanya Tae Hee bingung. Guksu artinya mie.

“Benar. Itu karena wanita itu tahu kalau Hyung suka makan mie jadi wanita itu memberinya nama Guksu (mie),” sahut Tae Phil dengan ekspresi tak habis pikir. (Kenapa gak sekalian aja dikasih nama bakso, nasi goreng, soto atau sate? >_<)

Tae Hee berlutut hingga sama tinggi dengan Guksu dan mengajaknya mengobrol dalam Bahasa inggris dengan aksen yang cute, “Are you okay, now? Now, it’s okay.” ujar Tae Hee sambil tersenyum manis memperlihatkan lesung pipitnya.


(Tae Hee-yya, inggrismu salah, say. Yang bener itu, “Now everything is okay.” Belajar dulu yuk sama Noona cini *lambai-lambai ke Tae Hee*)


“Berhenti berpura-pura,” ujar Tae Phil pada Guksu.
“Dia bisa bicara bahasa korea dengan baik,” lanjut Tae Phil pada Tae Hee.
“Lalu kenapa dia tidak mau bicara sejak tadi?” tanya Tae Hee bingung.
“Apa kau pikir di saat seperti ini dia mau bicara saat akupun sudah terlalu malas untuk bicara?” sahut Tae Phil masuk akal.


Tae Hee kembali memusatkan perhatiannya pada Guksu, “Guksu-yya, aku adalah Tae Hee Samchoon (Paman Tae Hee). Senang bertemu denganmu,” ujar Tae Hee dengan lembut dan senyuman manisnya seraya mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Tak hanya itu, Tae Hee juga mengelus pipinya sayang dan menepuk-nepuk kepalanya lembut.

Keesokan harinya, Tae Phil mengajak Guksu sarapan bersama untuk yang pertama kalinya, “Guksu-yya, ayo sapalah semua orang,” ujar Tae Phil, memberi instruksi. Namun nenek dan Park Bok Ja yang sudah cukup pusing dan masih bad mood hanya menyuruhnya untuk duduk saja, tak perlu menyapa.

Seperti biasa, jika seluruh keluarga sudah berkumpul, maka Park Bok Ja akan meminta Nenek untuk memulai acara makannya. Setelah Nenek menginstruksikan semua orang untuk makan, Hwang Chang Sik kembali menegur Tae Shik.

“Tidak peduli apa pun yang terjadi, sebelum malam tiba, buat Keputusan dan laporkan padaku,” ujar Hwang Chang Sik pada Tae Shik namun Tae Shik hanya terdiam membisu karena dia belum membuat keputusan.


“Aku suruh kau untuk membuat keputusan! Kenapa tidak menjawab?” sentak Hwang Chang Sik karena merasa diabaikan.
“Baik,” sahut Tae Shik lesu.

“Kapan kalian akan pindah? Kau harus belajar hidup mandiri mulai sekarang. Ayah tidak ingin melihat wajahmu lagi, jadi hiduplah dengan mandiri,” usir Hwang Chang Sik yang masih emosi. Tae Hee dan Tae Phil hanya mampu menatap Tae Shik dengan wajah yang tampak tak yakin.

Tae Shik hanya mampu menjawab, “Ya,” dengan lesu, diikuti oleh Guksu yang juga menjawab, “Ya,” yang membuat semua orang terkejut karena ternyata dia bisa dan mengerti Bahasa Korea dengan baik.

Setelah sarapan, alih-alih berangkat ke kantor, Tae Hee memilih untuk mendatangi Ja Eun di sudut jalan menuju penginapan gadis itu.

(Pak Polisi lagi galau dan patah hati ceritanya jadi gak punya semangat kerja dan cuma pengen liat wajahnya ayank ^^ Tae Hee lagi mode kangen berat. Dan lagi, men-stalker adalah salah satu cara Tae Hee mengejar gadis yang dia cintai dan mengekspresikan perasaannya, karena dia gak tahu harus bagaimana. Poor Tae Hee T_T)

Saat itu, Ja Eun sedang berada di Mini Market untuk membeli sesuatu saat Kim Jae Ha kembali menelponnya.

“Yoboseyo (Hallo),” ujar Ja Eun dengan malas.
“Yoboseyo (hallo). Aku adalah orang yang menelponmu kemarin, Kim Jae Ha imnida,” ujar Kim Jae Ha di Seberang saluran, tak kenal menyerah.

Ja Eun menarik napas kesal sebelum kembali memberikan penolakannya, “Bukankah sudah kukatakan saat terakhir kali kalau aku tidak mau berpartisipasi? Akan kututup teleponnya,” sahut Ja Eun dengan dingin.



Setelah dari mini market, Ja Eun segera kembali ke penginapannya, namun di sudut jalan, dia bertemu melihat Tae Hee yang tampak seperti sedang menunggunya. (Pak Polisi sedang dalam mode ngejar, jadi ya harap dimaklumin kalau datang terus setiap hari xixixi ^^)


Ja Eun mencoba menghiraukannya dan berjalan melewatinya tapi Tae Hee selalu menghadangnya. Setiap kali Tae Hee mengatakan satu kalimat, Ja Eun berjalan pergi jadi Tae Hee harus menghadangnya berkali-kali.



“Ini karena aku tidak mengerti dan aku tidak habis pikir juga sulit untuk kuterima,” ujar Tae Hee lembut dan penuh perasaan begitu Ja Eun muncul di hadapannya. Dia sengaja menghalangi jalan gadis itu.

Namun Ja Eun tak peduli, dia berjalan begitu saja melewati Tae Hee, membuat Tae Hee mengejar dam menghadang jalannya sekali lagi.


“Bagaimana bisa perasaanmu padaku hilang dalam sehari? KAU BILANG KAU MENYUKAIKU...” lanjut Tae Hee seraya menatap Ja Eun dengan tatapan tak percaya dan meminta penjelasan. (Intinya Tae Hee gak terima ditolak gitu aja. Dia masih berharap diberi kesempatan. Poor Tae Hee T_T)

Ja Eun kembali berjalan melewatinya, membuat Tae Hee mengejarnya sekali lagi dan kembali menghadangnya.


“Aku sangat mengerti bila kau sangat marah. Tentu saja kau marah dan kemarahan itu sekarang sedang mempengaruhimu sekarang. 
Itu sebabnya kau tidak ingin bertemu siapa pun dalam keluargaku, termasuk aku. Kau tidak ingin bertemu denganku, aku sepenuhnya mengerti. Tapi BAGAIMANA BISA RASA SUKAMU PADAKU IKUT MENGHILANG? Perasaan itu...” ujar Tae Hee yang kalimatnya terpotong karena Ja Eun memilih pergi dan mengabaikannya.


Tae Hee tampak tak terima dengan jawaban Ja Eun kemarin siang yang mengatakan kalau gadis itu sudah tidak menyukainya lagi padahal sehari sebelumnya, Ja Eun berkata dia menyukai Tae Hee.

Ja Eun berjalan pergi, mencoba tak peduli tapi Tae Hee menarik lengannya, mencoba menghentikannya sekali lagi, “Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!” sentak Ja Eun marah.


“Bukanlah sesuatu yang bisa hilang dalam sehari. Kau tidak bisa menumbuhkan perasaan itu dengan sembarang orang, tapi begitu perasaan itu muncul, perasaan itu tidak bisa dikendalikan, juga tidak bisa dihentikan! Itu bukanlah perasaan yang bisa kau singkirkan dengan mudah. Juga tidak bisa digantikan begitu saja dengan yang lain, bukankah begitu? Perasaan itu bukanlah sesuatu yang bisa hilang begitu saja, tidak peduli apa pun yang kau lakukan dan walau kau berusaha mengabaikannya ataupun menyangkalnya, perasaan itu tidak akan menghilang. Bahkan bila kau tidak bisa memaafkan orang itu sampai mati dan membenci orang itu bertahun-tahun, kau tetap akan merindukan orang itu dan ingin bertemu dengannya. Bukankah itu yang dinamakan menyukai seseorang?” lanjut Tae Hee, memprotes dengan berapi-api, bukan membentak atau berteriak tapi lebih seperti memprotes jawaban Ja Eun yang tampak tak masuk akal baginya.




(Karena Tae Hee pun sebelumnya sudah berusaha mengabaikan perasaan itu dan bahkan menyangkalnya berkali-kali, namun pada akhirnya dia tetap harus mengakui perasaan itu dan menerimanya dengan sepenuh hati, karena setiap kali dia berusaha menyangkalnya, maka perasaan itu akan tumbuh semakin kuat, dan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Ini bisa dianggap sebagai pengakuan cinta kedua oleh Hwang Tae Hee. Karena dia jelas-jelas mengatakan kalau seperti itulah caranya menyukai Ja Eun selama ini.


Tae Hee secara tidak langsung mengatakan kalau dia sudah mencoba mengabaikannya, bahkan menyangkal perasaannya, namun pada akhirnya dia tetap harus menyerah pada perasaan itu karena dia tidak bisa mengendalikannya atau menghentikannya, dia juga tidak bisa mengalihkannya pada yang lain. Hanya pada Ja Eun hatinya berlabuh. Dia tahu bahwa perasaan itu tidak bisa hilang dalam sehari, karena dia pun pernah mencoba menghilangkan perasaan itu namun ternyata tidak berhasil T_T Itulah sebabnya dia tidak percaya saat Ja Eun mengatakan kalau gadis itu sudah tidak menyukainya lagi. Hanya dalam sehari? Hilang dalam sehari? For Tae Hee, it doesn’t making sense at all >_< Intinya Tae Hee ingin mengatakan, “You are LYING! You are still likes me! Just admit it, Ja Eun-ah!)


Namun Ja Eun yang masih marah, tetap bersikap dingin padanya dan berkata dengan kejam, “Jika kau menyukai seseorang, mungkin itu yang akan kau lakukan, Ahjussi. Tapi aku bukan orang seperti itu. Secara normal, perasaanku bisa hilang dalam sehari. Aku mudah bosan dengan pria dan bisa bertemu dengan pria mana pun juga kapan saja. Jika kau datang mencariku lagi, aku akan pindah dari penginapan itu tanpa seorang pun yang tahu. Bila kau tetap keras kepala seperti ini, itu urusanmu,” jawab Ja Eun dengan dingin sebelum melangkah pergi dan meninggalkan Tae Hee seorang diri dengan hati yang hancur berkeping-keping. Tae Hee hanya mampu memandang punggung Ja Eun dengan tatapan kesedihan dan kekecewaan yang tampak jelas di matanya.



(Ditolak lagi ya, mas bro? Kasihan juga nih bocah, mentalnya dihajar habis-habisan sama Baek Ja Eun. Yang sabar ya, Tae Hee. Ja Eun cewek mahal, bukan cewek murahan, jadi wajar jika dia sulit didapatkan. Ingat Chu Pat Kay sudah mengalami 501 kali penderitaan cinta, jadi jangan menyerah mengejar. Memang sejak dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir >_<)


Setelah menolak Tae Hee untuk yang kedua kalinya, Ja Eun kembali ke kamarnya dan mulai mabuk-mabukan. Ternyata tadi Ja Eun membeli soju ukuran kotak (bukan kaleng) di mini market dan sekarang dia minum-minum untuk melupakan kesedihan dan masalahnya. Kim Jae Ha kembali menelpon, namun Ja Eun kembali mengabaikannya.


Saat itu Kim Jae Ha sedang duduk di mejanya dan memandangi karakter animasi yang dibuat oleh Ja Eun saat asistennya datang dan memberikannya desain sebuah taman hiburan.


Di penginapannya, Ja Eun yang mabuk, terbangun saat hari sudah malam. Dia tampak tak sadar kalau dia ada di penginapannya yang baru, dan dengan polosnya dia menatap jam di layar ponselnya dan teringat kalau dia belum memberi makan bebek seharian.

Ja Eun berjalan keluar dari penginapan itu dan berjalan tergopoh-gopoh untuk memanggil taksi dan meminta taksi itu mengantarkannya ke Ojakgyo Farm.

Saat Ja Eun tiba di sana, Park Bok Ja tampak duduk dengan sedih di dalam tenda Ja Eun yang baru saja dia cuci bersih tadi siang dan dia dirikan lagi di sana karena dia sangat merindukan gadis itu. Park Bok Ja merasa bila dia duduk di dalam tenda itu, kerinduannya pada Ja Eun sedikit terobati, walaupun gadis itu tak ada di hadapannya saat ini.

Park Bok Ja menoleh dengan terkejut saat merasakan kehadiran seseorang di dekatnya.

“Ja Eun-ah?” panggil Park Bok Ja dengan lembut dan penuh kasih sayang, dia tampak tak percaya dengan matanya. Ja Eun melihat ke arah tendanya dan melihat Park Bok Ja duduk di sana dan menatapnya penuh kerinduan. Wanita itu segera berdiri di hadapan Ja Eun dengan tersenyum Bahagia, seolah menyambut putrinya yang baru pulang.

“Ahjumma, aku baru saja pulang dari kampus,” ujar Ja Eun yang masih mabuk, menyapa dengan riang.
“Ja Eun-ah,” panggil Park Bok Ja sekali lagi, untuk memastikan bahwa dia tidak bermimpi.
“Tapi apa yang kau lakukan di sini, Ahjumma?” tanya Ja Eun dengan ekspresi bingung.

“Siang tadi aku mencuci tendanya. Sekarang tendanya sudah lembut dan wangi,” sahut Park Bok Ja tampak bingung dengan Ja Eun yang tiba-tiba kembali normal seperti sebelumnya, yang ceria dan hangat.
“Ah, pantas saja tendanya terlihat sangat bersih,” ujar Ja Eun dengan tersenyum gembira.

Ja Eun kemudian masuk ke dalam tendanya dan mulai membaringkan dirinya di sana, “Ah, ini benar-benar sangat lembut dan wangi,” seru Ja Eun dengan puas.

Park Bok Ja tersenyum sayang, dia sepertinya sudah mulai menyadari kalau Ja Eun sedang mabuk tapi dia sepertinya menyukai Ja Eun yang seperti ini karena ini tampak seperti dirinya sendiri, yang ceria dan hangat.

Ja Eun kemudian kembali berdiri di depan tenda dan bercerita dengan bangga mengenai Kim Jae Ha yang terus menghubunginya dan mengajaknya bekerja sama.


“Aku punya sesuatu untuk kupamerkan, Ahjumma. Hari ini seseorang dari Perusahaan film menghubungiku dan mengatakan kalau mereka tertarik untuk menjadikan karakter yang kubuat menjadi film animasi. Aku membuat karakter animasi dengan menggunakan bebek dan juga pertanian ini sebagai latar belakangnya, dan mengikutsertakannya dalam Kompetisi Animasi sebelumnya,” ujar Ja Eun dengan bangga, padahal dia sudah menolaknya berkali-kali sebelumnya. Tapi gpp deh ya, nyombong dikit ^^

“Aigoo... Itu bagus sekali. Sangat hebat,” puji Park Bok Ja dengan tulus, dengan tatapan bangga seolah putri kandungnya sendiri yang memenangkan kompetisi itu.

Ja Eun tersenyum gembira mendengar pujian itu kemudian saat menoleh ke dalam tenda, dia seperti teringat sesuatu, kemudian dia mengatakan, “Apa Anda ingin aku ceritakan sebuah rahasia?” ujar Ja Eun dengan tersenyum usil.

Lalu dia kembali duduk seraya melepaskan sepatu bootsnya, mengikat talinya dan menggantungkannya di lehernya sendiri.

“Di pertanian kita, ada seseorang yang saat dia mabuk, dia akan melakukan hal ini. Tebaklah siapa orang itu?” tanya Ja Eun berteka-teki seraya menggantungkan sepatunya di leher.

“Benarkah? Siapa? Maknae?” tebak Park Bok Ja.
Tapi Ja Eun menjawab, “Tae Hee Ahjussi,” ujarnya sambil tersenyum lucu.


“Saat Tae Hee Ahjussi mabuk, dia akan pulang dalam keadaan seperti ini, bertelanjang kaki karena sepasang sepatunya dia gantungkan di lehernya. Tapi dia tetap menyangkal kalau itu bukanlah sepatunya,” lanjut Ja Eun sambil menertawakan Tae Hee.

“Benarkah? Tae Hee melakukan itu?” tanya Park Bok Ja tampak tak percaya.

Ja Eun mengangguk mantap, namun kemudian dia berkata kalau dia merasa lapar, “Ah, aku lapar karena terlalu banyak tertawa,” Ja Eun mengeluh dengan wajah menyedihkan dan membuat Park Bok Ja merasa mendapatkan momentum untuk mengambil hati gadis itu lagi.

“Kau merasa lapar? Apa kau ingin Ahjumma memasakkanmu sesuatu untukmu? Katakan. Apa yang ingin kau makan? Ahjumma akan memasakkannya,” ujar Park Bok Ja dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang tulus, serta tatapan lembut seorang Ibu.

“Ya. Bubur abalone. Saat aku sakit, Anda membuatkanku bubur abalone dan rasanya enak sekali,” ujar Ja Eun dengan tersenyum gembira bagaikan anak kecil yang ingin memakan masakan ibunya.

“Baiklah. Itu sama sekali tidak sulit. Ahjumma akan memasakkannya untukmu, jadi ayo cepat masuklah,” ajak Park Bok Ja seraya menggandeng lengan Ja Eun dengan sayang dan penuh semangat.

Tapi Ja Eun hanya terdiam seraya memandangnya dengan bingung, “Apa aku boleh masuk, Ahjumma? Tapi aku tidak diijinkan untuk masuk,” ujar Ja Eun dengan raut wajah sedih. (Poor Ja Eun T_T Dalam ingatannya, dia masih teringat bagaimana Park Bok Ja tidak mengijinkannya untuk masuk ke dalam rumah >_<)

Park Bok Ja tampak merasa bersalah, lalu karena Ja Eun tetap menolak, akhirnya dia mengalah dengan mengatakan, “Baiklah. Kalau begitu tunggulah sebentar di sini ya, Ahjumma akan masuk sebentar ke dalam rumah dan membuatkanmu bubur abalone yang paling lezat di dunia. Ahjumma akan segera membawanya ke sini. Tunggulah sebentar,” ujar Park Bok Ja dengan wajah berseri-seri dan semangat 45.

Ja Eun menjawab, “Baik,” kemudian kembali masuk ke dalam tenda dan berbaring di sana.


Park Bok Ja segera menuju ke dapur dan memasak bubur abalone secepat mungkin, karena terburu-buru, dia bahkan tak sengaja membuat jarinya terpotong pisau saat berusaha membersihkan kulit kerang itu, tapi Park Bok Ja tidak peduli dengan jarinya yang terluka. Dia hanya menyiramnya dengan air dan kembali memasak dengan cepat. Walau jarinya terluka, Park Bok Ja tampak tersenyum gembira melihat Ja Eun ada di hadapannya dan ingin memakan masakannya. Putrinya sudah kembali, putri yang sangat dia rindukan sudah kembali, hanya itu yang ada dalam pikiran Park Bok Ja saat ini.

Namun tanpa disangka, Ja Eun yang tadi tertidur, tiba-tiba terbangun kembali dan menyadari bahwa tanpa dia sadari, dia kembali ke pertanian ini. Orang mabuk biasanya jujur, ini menunjukkan bahwa alam bawah sadar Ja Eun sebenarnya merindukan tempat ini, walau hatinya masih terluka dan marah.


Dia juga menyadari bahwa dia memakai sweater milik Park Bok Ja yang diselimutkan ke tubuhnya agar dia merasa hangat. Ja Eun yang menyadari kebodohannya segera melepas sweater itu dan berjalan pergi dengan kesal.

Park Bok Ja yang telah selesai memasak, membawa keluar semangkok bubur abalone itu hati yang gembira, namun betapa kecewanya dia saat melihat Ja Eun sudah tak ada lagi di tendanya dan sudah pergi dari sana dengan diam-diam.

Dia akhirnya meletakkan nampan berisi mangkok bubur abalone itu di tanah dan duduk termenung di dalam tenda dengan ekspresi sedih dan berkaca-kaca. Park Bok Ja menyadari kalau Ja Eun sudah pulih dari mabuknya dan dia kembali menjadi Ja Eun yang bahkan lebih dingin dari salju di musim dingin.

Di tengah jalan, Ja Eun sibuk memarahi dirinya sendiri, “Aku sudah gila. Aku sudah gila. Kenapa aku datang ke tempat ini? Kenapa?” omel Ja Eun pada dirinya sendiri, sepanjang perjalanan pergi dari sana.

Ja Eun menghentikan langkahnya kemudian mengambil ponsel dari dalam sakunya.


Di tempat lain dan di waktu yang bersamaan, Kim Jae Ha kembali mendatangi kantor polisi. Dia datang dengan membawa minuman kaleng untuk para polisi dan bertanya ke mana Tae Hee pergi.

“Di mana Hwang Gyeonghwi-nim?” tanya Kim Jae Ha pada Dong Min.
“Dia keluar sebentar. Tapi sepertinya kau sangat tertarik pada Hyungnim kami,” ujar Dong Min dengan curiga, curiga bahwa Kim Jae Ha mungkin memiliki kelainan seksual.

“Itu karena dia sangat tampan dan tampak sangat menggemaskan jika sedang marah,” sahut Kim Jae Ha dengan tersenyum aneh yang membuat Seo Dong Min makin merinding.

Kim Jae Ha kemudian duduk di meja Tae Hee dan dengan lancang melihat-lihat berkas-berkas yang berserakan di meja Tae Hee. Dia kemudian melihat bahwa Tae Hee meninggalkan dompetnya di atas meja, dan perlahan membuka dompet itu dengan sebatang pensil untuk melihat isinya. Di sana terdapat foto seorang wanita berwarna hitam putih, itu adalah foto ibu kandung Tae Hee. Kim Jae Ha baru saja akan membukanya lebih lebar lagi saat tiba-tiba saja Tae Hee kembali ke ruangannya.

Panik, Kim Jae Ha segera menutupi dompet yang kini terbuka itu dengan tumpukan kertas di meja Tae Hee.

“Hwang Gyeonghwi-nim, aku datang,” sapa Kim Jae Ha dengan tersenyum ramah.


Tae Hee hanya mengangguk pelan kemudian mengajak Seo Dong Min untuk makan malam, “Dong Min-ah, ayo kita makan malam,” ajak Tae Hee pada sahabatnya. Dia kemudian mengambil dompetnya dan pergi begitu saja dengan diikuti Seo Dong Min yang berjalan mengikuti di belakangnya.

Kim Jae Ha ikut keluar mengejar mereka, “Kalian akan makan malam di mana? Bolehkah aku ikut?” tanya Kim Jae Ha dengan berisik.

Saat itulah, ponselnya berbunyi nyaring. Dari Baek Ja Eun yang mengatakan kalau dia ingin bertemu sekarang juga dengan Kim Jae Ha.

“Yoboseyo. Kim Jae Ha imnida,” sahut Kim Jae Ha di ponselnya.
“Yoboseyo. Baek Ja Eun imnida. Aku ingin mengatakan kalau aku menerima tawaran kalian,” ujar Ja Eun dari seberang saluran.
“Apa?” Kim Jae Ha tampak tak mempercayai pendengarannya.

“Aku ingin bekerja. Anda memintaku bekerja sama, bukan? Apa tawarannya masih berlaku? Aku akan bekerja keras, tolong terimalah aku bekerja. Aku akan menemui Anda sekarang. Di mana kita bisa bertemu?” tanya Ja Eun to the point.

Tae Hee melirik Kim Jae Ha sekilas kemudian melangkah pergi.
“Aku akan makan malam sekarang. Apa kau ingin makan malam bersama?” tanya Kim Jae Ha, kemudia dia memanggil Dong Min dan bertanya di mana mereka akan makan.

“Aku akan menelponmu 10 menit kemudian saat tiba di sana,” lanjut Kim Jae Ha sebelum berlari mengejar Tae Hee dan Dong Min agar tidak ketinggalan tumpangan.

Beberapa saat kemudian, Tae Hee terlihat menurunkan Kim Jae Ha di depan pintu restaurant sementara dia dan Dong Min akan pergi memarkirkan mobilnya.

Ja Eun menelpon Kim Jae Ha tepat pada saat pria itu baru saja turun dari mobil Tae Hee, “Ya, Ja Eun-ssi. Kau di mana? Apa kau sudah tiba di sini? Pakaian apa yang kau kenakan?” tanya Kim Jae Ha di ponselnya, meminta petunjuk menemukan Ja Eun.

“Aku sudah di dalam gerbang restaurant. Aku memakai jaket berwarna khaki dan membawa tas berwarna hitam. Seperti apa ciri-ciri Anda? Kurasa lebih mudah jika aku yang mencari Anda,” ujar Ja Eun di ponselnya, dengan nada bicara formal.


Kim Jae Ha mulai berjalan masuk dengan mengintip sedikit dari balik pintu gerbang dan dia melihat ada seorang gadis muda berambut panjang yang sedang menelpon seseorang dan sangat mirip dengan penggambaran gadis yang dicarinya.

“Aku? Kau hanya perlu mencari seorang pria yang tampan dan seksi,” goda Kim Jae Ha pada Baek Ja Eun.
“Apa?” ulang Baek Ja Eun bingung.
“Kau akan segera mengetahuinya bila sudah bertemu denganku. Perhatikan baik-baik di sekitarmu. Apa kau bisa melihatnya?” ujar Kim Jae Ha, masih dengan nada bercanda.

Ja Eun yang tak menyadari jika Kim Jae Ha sudah berada di belakangnya masih tetap bicara di ponselnya.


“Apa Anda memakai kacamata? Anda di sebelah mana?” tanya Ja Eun lagi.
Kim Jae Ha berada tepat di belakang Ja Eun dan berbisik di telinganya, “Aku di belakangmu.”

“APA?” Ja Eun yang merasa kaget dan geli segera berbalik ke belakang dan saat melihat Kim Jae Ha berada tepat di belakangnya, Ja Eun yang semakin terkejut dengan betapa dekatnya jarak mereka, seketika kehilangan keseimbangan saat akan bergerak mundur menjauh.


Untung saja Kim Jae Ha dengan sigap menangkap pinggannya agar Ja Eun tidak terjatuh ke tanah dengan keras dan kemudian membantunya kembali berdiri.

“Apa kau baik-baik saja, Ja Eun-ssi?” tanya Kim Jae Ha dengan ramah.
“Ya. Aku baik-baik saja. Terima kasih,” ujar Ja Eun dengan canggung.
“Bagaimana menurutmu? Bukankah aku adalah pria tampan dan seksi?” tanya Kim Jae Ha dengan nada bercanda yang membuat Ja Eun seketika tertawa.




Tapi tawanya tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Tae Hee muncul dari balik gerbang dan menatapnya dengan terkejut. Tae Hee tampak tak menyangka dia akan bertemu Ja Eun di tempat ini, dan lebih tidak menyangka lagi jika Ja Eun mengenal Kim Jae He.



Tae Hee menatap Ja Eun dengan sorot mata penuh luka dan kecemburuan yang terlihat jelas di sana. Walaupun tidak mengatakan apa pun, tapi dari ekspresi Tae Hee, penonton dapat melihat bahwa dia sedang berusaha menekan kecemburuan dan rasa sakit di hatinya saat melihat gadis yang dia sukai bertemu pria lain dan tertawa bersama pria itu tepat di hadapannya.




Melihat tatapan tajam Tae Hee yang mengandung luka dan kecemburuan, Ja Eun segera memalingkan wajahnya dengan gugup dan salah tingkah. Gesture Ja Eun seperti seorang kekasih yang tertangkap basah sedang berselingkuh bersama pria lain tepat di depan mata kekasihnya, padahal faktanya Ja Eun bahkan menolak Tae Hee sebanyak 2 kali sebelumnya. Namun entah kenapa Ja Eun merasa terganggu dan tampak merasa bersalah serta tidak enak pada Tae Hee karena bertemu pria lain di belakangnya.


Melihat gelagat Ja Eun yang aneh, Kim Jae Ha segera menoleh ke belakang dan mendapati Hwang Tae Hee berdiri di depan pintu gerbang.

“Hwang Gyeonghwi-nim,” sapa Kim Jae Ha dengan tersenyum ramah pada Tae Hee, namun Tae Hee justru menatapnya dengan tatapan membunuh.





Tae Hee menatap Kim Jae Ha dengan tatapan tajam seolah ingin menembak kepala pria itu sebelum kembali menatap Ja Eun yang hanya menatapnya dengan gugup dan salah tingkah.


Cut Scene :
1. Hwang Tae Hee's First Confession and Baek Ja Eun's rejected.


2. Hwang Tae Hee's Second Confession and last scene in restaurant :


Blogger Opinion :
Tae Hee lagi-lagi kena tikungan tajam. Tae Hee-yaa, gwenchana? Apakah mentalmu aman? Setelah siang harinya kau mengutarakan perasaan untuk yang kedua kalinya dan ditolak lagi untuk yang kedua kalinya, malam harinya, kau melihat gadis yang kau sukai bertemu dengan pria lain tepat di depan matamu. How do you feel now? Gwenchana?


Tapi jika diingat kembali, di EP 10 kau pernah mengatakan pada Ja Eun, “Menikahlah dengan pria kaya, karena itu adalah solusi termudah untuk menyelesaikan masalahmu.” Apa kau masih ingat dengan hal itu? Pria kaya itu sekarang sudah ada di depan matamu, apakah kalimat itu masih berlaku? Atau kau sudah menyesalinya saat ini dan ingin menarik kembali apa yang sudah kau katakan? Be careful what you wish for, Tae Hee-yaa, karena bisa saja di masa depan, kau akan menyesali semua yang pernah kau katakan padanya.


Tae Hee ini type introvert yang tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya sendiri, itu sebabnya dia membutuhkan sebuah pemicu untuk membuatnya menyadari perasaannya sendiri. Seperti misalnya, pemicu pertama yaitu saat di EP 22 dia melihat Tae Phil mendekati Ja Eun, dia merasa marah dan tidak senang melihat pria lain mendekati gadis itu, namun dia tidak tahu kenapa dia seperti itu.


Lalu pemicu kedua di EP 25, saat Tae Bum mengatakan padanya kalau sebenarnya yang dia rasakan pada Ja Eun adalah perasaan suka, bahwa Tae Hee menyukai Ja Eun namun Tae Hee masih bersikeras menyangkalnya.


Kemudian pemicu ketiga di EP 26 saat Ja Eun mengungkapkan perasaannya dengan berani bahwa dia menyukai Tae Hee, barulah kemudian Tae Hee menyadari dan mengakui kalu yang dia rasakan pada Ja Eun memang adalah perasaan suka, dia menyukainya.

Setelah Ja Eun mengungkapkan perasaannya lebih dulu, Tae Hee seolah mendapatkan suntikan semangat, sebuah pemicu yang memberinya keberanian dan kepercayaan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada gadis itu kalau dia juga merasakan hal yang sama.

Nah pemicu keempat adalah dengan kehadiran orang ketiga (Second Male Lead) di EP 27 ini, yang diharapkan agar Tae Hee bisa berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan hati dan kepercayaan Ja Eun, karena dia merasa dia memiliki saingan saat ini.

Tae Hee ini memang pintar, tapi dia bodoh dalam hal perasaan, karena dia tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Ja Eun adalah cinta pertama, satu-satunya dan juga cinta terakhir bagi Tae Hee, itu sebabnya Tae Hee mencintai Ja Eun secara ugal-ugalan, memberikan seluruh hati dan hidupnya untuk gadis itu, tidak peduli walau dia terluka berkali-kali karena penolakan Ja Eun, Tae Hee tetap berusaha mengejarnya mati-matian.

Tae Hee adalah type pria yang susah jatuh cinta, tapi sekali dia mencintai seorang gadis, maka dia akan memberikan semua yang dia miliki untuk gadis itu, hati, cinta dan bahkan nyawanya jika perlu dan dia juga adalah type pria yang setia. Cowok seperti Tae Hee ini sangatlah langka di dunia nyata, dia termasuk 1 dari sejuta (one in a millions).

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads