Jumat, 28 Juni 2024

Sinopsis EP 28 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight For today episode :
Last week Tae Hee was confessing he liked her and now, he is already letting her go. What the f*ck, Tae Hee-yaa! Then his life is turned upside down with Kim Jae Ha. This poor guy is not having a good month at all. Poor Tae Hee, have to say goodbye to Ja Eun. Why so soon? It has not even started yet? Whyyyyy T__T When he said goodbye, I want to hug him and tell him, “Don’t cry, Tae Hee-yaa. You are not alone, I’m here with you...Though you’re far away, I am here to stay...” I’m so touched, Tae Hee really love Ja Eun, that’s why he letting her go T.T But Tae Hee expression like “I Let you go, I let you fly... Why do I keep on asking WHY?”


For the scene that Tae Hee say goodbye and walk away, I really wish Ja Eun will go and back hug him. Why didn’t Ja Eun at least look into his eyes? The whole time I scream, ”Look at least into his eyes, Ja Eun! Run after him, PLLLLLLEASE!” I feel so awful for him. I can’t bear to see him like this. He looks tired, sad, awful, full of regret, and heartbroken. Damn I can’t stop my tears. Please Tae Hee don’t give up on her. Please don’t. She loves you, she is deeply in love with you. Ja Eun, please let him back in your live.


This episode was heavy and I need light happy moments again. I was really hoping the mom figured out already that Tae Hee and Ja Eun like each other. She loves him but his confession something she didn´t expect and the time was just so wrong. I like how realistic both characters are written. Both of them look sad and need each other. He has to fight for her and get her trust back. But getting trust back isn’t easy. I feel horrible.


I just love how his position as an adopted son who sometimes felt explicitly as a dependent is written into every aspect of his interactions with other people: how courteous he is, how he tries to please his grandmother to make his mother feel better, how he understands how to put other people’s emotions and needs before his own, how he exercises resignation as a way to respect others as opposed to seeing it as this dreadful thing, unlike Tae Shik, who takes selfishness to another level. And such heart breaking conversation with Tae Bum. Tae Hee had such a sad issue with the abandonment by his mom and it will takes a lot to forgive her.

I hope the angst ends soon and sweet loving moments start for him and Ja Eun. I miss their cute interactions. Tae Hee and Ja Eun Fighting!

---------000000-------

Episode 28:
Dimulai dari Kim Jae Ha yang bertanya pada Ja Eun, “Pakaian apa yang kau kenakan?” tanya Kim Jae Ha di ponselnya, meminta petunjuk menemukan Ja Eun.

“Aku sudah di dalam gerbang restaurant. Aku memakai jaket berwarna khaki dan membawa tas berwarna hitam. Seperti apa ciri-cirimu? Kurasa lebih mudah jika aku yang mencarimu,” ujar Ja Eun di ponselnya.


Kim Jae Ha mulai berjalan masuk dengan mengintip sedikit dari balik pintu gerbang dan dia melihat ada seorang gadis muda berambut panjang yang sedang menelpon seseorang dan sangat mirip dengan penggambaran gadis yang dicarinya.

“Aku? Kau hanya perlu mencari seorang pria yang tampan dan seksi,” goda Kim Jae Ha pada Baek Ja Eun.
“Apa?” ulang Baek Ja Eun bingung.
“Kau akan segera mengetahuinya bila sudah bertemu denganku. Perhatikan baik-baik di sekitarmu. Apa kau bisa melihatnya?” ujar Kim Jae Ha, masih dengan nada bercanda.

Ja Eun yang tak menyadari jika Kim Jae Ha sudah berada di belakangnya masih tetap bicara di ponselnya.


“Apa Anda memakai kacamata? Anda di sebelah mana?” tanya Ja Eun lagi.
Kim Jae Ha berada tepat di belakang Ja Eun dan berbisik di telinganya, “Aku di belakangmu.”

“APA?” Ja Eun yang merasa kaget dan geli segera berbalik ke belakang dan saat melihat Kim Jae Ha berada tepat di belakangnya, Ja Eun yang semakin terkejut dengan betapa dekatnya jarak mereka, seketika kehilangan keseimbangan saat akan bergerak mundur menjauh.


Untung saja Kim Jae Ha dengan sigap menangkap pinggannya agar Ja Eun tidak terjatuh ke tanah dengan keras dan kemudian membantunya kembali berdiri.

“Apa kau baik-baik saja, Ja Eun-ssi?” tanya Kim Jae Ha dengan ramah.
“Ya. Aku baik-baik saja. Terima kasih,” ujar Ja Eun dengan canggung.
“Bagaimana menurutmu? Bukankah aku adalah pria tampan dan seksi?” tanya Kim Jae Ha dengan nada bercanda yang membuat Ja Eun seketika tertawa.



Tapi tawanya tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Tae Hee muncul dari balik gerbang dan menatapnya dengan terkejut. Tae Hee tampak tak menyangka dia akan bertemu Ja Eun di tempat ini, dan lebih tidak menyangka lagi jika Ja Eun mengenal Kim Jae He.





Tae Hee menatap Ja Eun dengan sorot mata penuh luka dan kecemburuan yang terlihat jelas di sana. Walaupun tidak mengatakan apa pun, tapi dari ekspresi Tae Hee, penonton dapat melihat bahwa dia sedang berusaha menekan kecemburuan dan rasa sakit di hatinya saat melihat gadis yang dia sukai bertemu pria lain dan tertawa bersama pria itu tepat di hadapannya.


Melihat tatapan tajam Tae Hee yang mengandung luka dan kecemburuan, Ja Eun segera memalingkan wajahnya dengan gugup dan salah tingkah. Gesture Ja Eun seperti seorang kekasih yang tertangkap basah sedang berselingkuh bersama pria lain tepat di depan mata kekasihnya, padahal faktanya Ja Eun bahkan menolak Tae Hee sebanyak 2 kali sebelumnya. Ja Eun tampak merasa bersalah dan tidak enak pada Tae Hee.


Melihat gelagat Ja Eun yang aneh, Kim Jae Ha segera menoleh ke belakang dan mendapati Hwang Tae Hee ada di depan pintu gerbang.

“Hwang Gyeonghwi-nim,” sapa Kim Jae Ha dengan tersenyum ramah, namun Tae Hee justru menatapnya dengan tatapan membunuh.




Tae Hee menatap Kim Jae Ha sekilas dengan tatapan tajam seolah ingin menembak kepala pria itu sebelum kembali menatap Ja Eun yang hanya menatapnya dengan gugup dan salah tingkah.


Kim Jae Ha kembali memusatkan perhatiannya pada Ja Eun setelah menyapa Hwang Tae Hee.
“Akhirnya kita bertemu. Ijinkan aku memperkenalkan diriku lebih dulu. Senang bertemu denganmu. Aku Kim Jae Ha,” ujar Kim Jae Ha seraya mengulurkan tangannya pada Ja Eun, mengajaknya bersalaman.

Namun Ja Eun mengabaikan uluran tangan Kim Jae Ha karena ada Tae Hee di sana yang melihat mereka berdua dan menyadari arah tatapan Tae Hee yang mengarah ke uluran tangan Kim Jae Ha.

Entah kenapa, Ja Eun merasa gugup dan salah tingkah, dia merasa dengan menyambut uluran tangan Kim Jae Ha dan menyalaminya seolah-olah seperti dia sedang mengkhianati Tae Hee dan membuatnya merasa bersalah. Ja Eun seolah sedang menjaga perasaan Tae Hee agar tidak semakin terluka jika melihatnya bersentuhan dengan pria lain tepat di depan matanya.

(Masih punya hati nurani setidaknya walaupun sedang marah. Dia tahu kalau Tae Hee menyukainya jadi Ja Eun tidak ingin membuat Tae Hee semakin salah paham akan pertemuannya dengan Kim Jae Ha, dia seolah tak ingin melihat Tae Hee cemburu bila melihatnya bersentuhan dengan pria lain walaupun hanya sekedar berjabat tangan. Ja Eun seolah tahu ada hati yang harus dijaganya. Karena dari tatapan mata Tae Hee saja, Ja Eun bisa melihat kalau Tae Hee sedang berusaha menahan kecemburuannya, jadi dia seolah tidak ingin menyiram minyak ke dalam api. Jika dia tidak bisa memadamkan api itu, setidaknya jangan semakin disulut. Seperti itulah yang dipikirkan Ja Eun hingga dia tidak menyambut uluran tangan Kim Jae Ha padanya. Ja Eun gadis yang pengertian. Nice girl, Baek Ja Eun ^^)


Alih-alih menyambut uluran tangan Kim Jae Ha dan bersalaman dengannya, Ja Eun cukup menundukkan kepalanya dengan sopan (bow) dan menyapa dengan hormat, “Annyeonghaseyo, aku Baek Ja Eun,” ujar Baek Ja Eun dengan sopan namun terdengar canggung. Kim Jae Ha hanya tersenyum kikuk saat Ja Eun tidak menyambut uluran tangannya. Sementara Tae Hee tampak lega sekaligus bertanya-tanya kenapa Ja Eun tidak

“Maafkan atas kekasaranku, aku sama sekali tidak tahu jika Anda datang bersama teman,” lanjut Ja Eun dengan sopan. Mendengar kata “teman”, Tae Hee spontan mengalihkan tatapannya yang tadi menatap uluran tangan Kim Jae Ha kembali ke arah Ja Eun, karena merasa dirinya terpanggil.


“Bila Anda mengatakan bahwa Anda datang bersama teman, aku akan meminta bertemu besok saja,” sambung Ja Eun lagi dengan gugup.

“Tidak. Tidak apa-apa,” sahut Kim Jae Ha tak enak hati.

“Tidak. Ini karena aku merasa tidak nyaman. Hari ini aku akan pergi dulu dan aku akan menghubungimu lagi esok hari,” sahut Ja Eun bersikeras.

Ja Eun membungkukkan badannya dan memohon pamit dengan sopan, tapi Kim Jae Ha menghalangi langkahnya dan melarangnya, “Jangan seperti ini. Aku mohon padamu. Sangat sulit bagiku untuk bertemu denganmu seperti ini, jadi jangan seperti ini. Karena kau sudah di sini, bagaimana kalau kita bicara di kantorku saja?” ajak Kim Jae Ha, mencari jalan tengah yang aman.

Selama waktu itu, Tae Hee hanya terdiam seraya mengamati pembicaraan dan interaksi di antara mereka.


Belum sempat Ja Eun menjawab, Dong Min tiba-tiba muncul dari sana tanpa disangka-sangka, “Oh, bukankah ini Ja Eun-ssi? Annyeonghaseyo, Ja Eun-ssi,” sapa Dong Min dengan ramah tanpa tahu apa-apa. (Dong Min ke toilet dulu kayaknya makanya baru muncul sekarang ckckck…)

Mendengar sapaan ramah Dong Min, Ja Eun mengangguk sopan.

“Jadi kalian saling mengenal? Ini sangat bagus. Jadi bagaimana kalau kita makan bersama sambil mengobrol?” tanya Kim Jae Ha tampak senang, sementara Tae Hee hanya menatap Ja Eun tanpa kata. Tatapan matanya mengandung kerinduan.

Akhirnya mereka berempat duduk bersama di sebuah meja, dan Dong Min menyadari jika Tae Hee dan Ja Eun tampak menunduk dan tidak saling bersitatap, mereka tampak berusaha saling menghindari tatapan satu sama lain.


“Bagaimana kalian bisa saling mengenal?” tanya Kim Jae Ha penasaran. (Semuanya bermula dari Insiden salah tangkap Hwang Tae Hee)

“Ah itu, beberapa saat yang lalu, Ja Eun-ssi...” Dong Min spontan menjawab namun urung menjelaskan lebih lanjut saat melihat Ja Eun menatapnya, entah kenapa, Dong Min merasa tidak etis menyebarkan masa lalu seseorang kepada orang lain yang tidak ada hubungannya, apalagi itu semua masih belum diselidiki kebenarannya (kasus Penyuapan rektor Universitas)

Ceritanya sangat panjang. Tidak ada yang perlu diungkit kembali, benarkan?” lanjut Dong Min dengan bijaksana seraya menatap Ja Eun yang hanya menjawab, “Ya.”


Dong Min kemudian memuji Ja Eun sambil tersenyum ramah, “Ja Eun-ssi kita tampak semakin cantik setiap kali kita bertemu. Benarkan, Hyung?” tanya Dong Min seraya menatap Tae Hee yang hanya terdiam bagai patung pancoran.

(Gak perlu tanya dan gak perlu dikonfirmasi, di hati Tae Hee, tentu saja Baek Ja Eun adalah gadis yang paling cantik di dunia ini. Jika tidak, Tae Hee tidak akan tergila-gila seperti ini dan terluka sangat dalam karena ditolak oleh Ja Eun 2 kali. Dia tidak akan menderita seperti ini dan tampak seperti mayat hidup yang tidak memiliki gairah dalam hidupnya. Hidup hanya karena dia masih bernapas T.T)

Karena Tae Hee hanya menundukkan kepalanya dan tidak menjawab, Ja Eun menatapnya sekilas. Dong Min yang melihat sikap Tae Hee dan Ja Eun yang tampak sangat ambigu di depan matanya, seketika ikut menjadi canggung karenanya.


Mencoba mencairkan suasana yang tampak tegang dan kaku itu, Dong Min mengalihkan pembicaraan kepada Kim Jae Ha.

“Bagaimana kalian berdua bisa saling mengenal?” tanya Dong Min, kali ini dialah yang mendadak kepo.

“Hari ini adalah pertama kalinya kami bertemu. Dia menolak teleponku puluhan kali dan membuatku putus asa,” ujar Kim Jae Ha menjelaskan.

Ucapan Kim Jae Ha membuat Tae Hee memberikan reaksi dan akhirnya mengangkat kepalanya melirik Kim Jae Ha. Sepertinya jawaban Kim Jae Ha sedikit menjelaskan kesalahpahaman di antara dirinya dan Ja Eun.

“Aku tak sengaja melihat karya animasi yang dibuat oleh Ja Eun-ssi yang pernah dia kirimkan dalam kompetisi Animasi. Aku sangat menyukai karyanya, itu sebabnya aku selalu menawarkan proposal untuknya agar dia mau bergabung bersama kami. Aku ingin mengangkat karya Ja Eun-ssi menjadi sebuah film animasi,” lanjut Kim Jae Ha menjelaskan dan Tae Hee mendengar semuanya dalam diam.


Antara lega dan cemburu, lega karena ternyata Kim Jae Ha dan Ja Eun tidak memiliki hubungan apa pun di belakangnya, namun cemburu karena itu berarti jika Ja Eun menerima proposal tawaran kerjanya, maka mereka akan memiliki banyak waktu bersama dan bisa saja saat itu benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Mengingat bagaimana dia sudah ditolak 2 kali oleh Ja Eun sebelumnya, hati Tae Hee menjadi semakin berat dan itu membuatnya semakin merasa sedih dan tertekan.

“Wah, Ja Eun-ssi, kau hebat sekali,” puji Seo Dong Min dengan tulus seraya tersenyum ramah.

“Apa kalian ingin melihatnya? Tidak apa-apa, kan? Sejak hari pertama aku melihatnya, aku selalu membawanya ke mana-mana,” ujar Kim Jae Ha dengan antusias dan tanpa mendengar jawaban Ja Eun, dia segera mengeluarkan gambar ilustrasi yang dibuat Ja Eun dan meletakkannya di atas meja agar mereka bisa melihatnya.

“Bagaimana menurut kalian?” tanya Kim Jae Ha dengan antusias.

Dong Min mengamatinya dengan seksama dan memujinya sangat lucu, “Ini sangat lucu. Apa itu? Mereka tampak seperti burung. Apa itu bebek?” puji Dong Min tulus.


Tae Hee pun menatap gambar buatan Ja Eun dan mengenali gambar bebek-bebek itu yang salah satunya memiliki bentuk yang sama persis dengan gantungan kunci (Jimat Keberuntungan/Duck Pendant) bebek yang diberikan Ja Eun padanya waktu itu. Ja Eun menatap Tae Hee untuk melihat reaksinya karena Ja Eun sangat yakin bila Tae Hee pasti mengenali salah satu bebeknya.

“Benar. Mereka adalah bebek. Ini adalah kisah tentang keluarga bebek. Karakternya sudah sangat bagus, namun kisahnya justru jauh lebih bagus dan terlihat sangat realistis,” ujar Kim Jae Ha, memberikan pujiannya.


“Ini diangkat berdasarkan kisah nyata, bukan?” tanya Kim Jae Ha lagi. Ucapan Kim Jae Ha spontan membuat Tae Hee menatap Ja Eun dan ingin mendengar jawabannya.

“Tentang hilangnya kontrak, juga tentang penggambaran karakter para saudara bebek yang terlihat begitu real. Kisahnya terlihat bagaikan kisah nyata,” lanjut Kim Jae Ha penasaran.


Ja Eun menatap Tae Hee yang kali ini juga menatapnya dan menjawab dingin, “Ya. Itu diangkat dari kisah nyata,” sahut Ja Eun yang membuat Tae Hee merasa tidak nyaman dan seketika mengalihkan tatapannya sekali lagi.

“Sudah kuduga. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Apakah kontrak itu akhirnya ditemukan?” tanya Kim Jae Ha yang penasaran dengan alur ceritanya.



“Kontraknya ditemukan namun kisahnya berakhir dengan tragedy. Rasanya bahkan lebih baik bila kontrak itu tidak ditemukan sama sekali,” sahut Ja Eun seraya menatap Tae Hee yang masih menundukkan kepalanya lalu mengangkat wajahnya dan mengalihkan tatapannya ke arah lain.


“Sangat buruk sekali. Bagaimana kontrak itu ditemukan? Juga siapa yang pada akhirnya disukai oleh Ojak In (karakternya Ja Eun dalam animasi itu) di antara keempat saudara bebek itu?” tanya Kim Jae Ha penasaran, membuat Ja Eun merasa tak nyaman.



“Itu sebabnya aku mengatakan kalau alur ceritanya tidak cocok untuk film animasi anak-anak,” sahut Ja Eun, menolak memberikan jawaban.

(Siapa bilang? Lalu bagaimana dengan kisah Para Putri Disney? Cinderella, Beauty and The Beast, The Sleeping Beauty, Snow White, dll kan ada kissing scene-nya semua itu dan itu adalah film animasi anak-anak, kan? Film animasi anak-anak tidak selalu harus selalu seperti Upin Ipin)


“PD-nim, aku berterima kasih atas tawaranmu, tapi setelah aku pikirkan kembali, kupikir kita akan sulit bekerja sama,” lanjut Ja Eun, tampak ragu menerima tawaran itu.

“Setelah menelponmu dan meminta untuk bertemu, aku minta maaf karena tiba-tiba saja aku mengubah pikiranku,” ujar Ja Eun kemudian bangkit berdiri dan membungkuk meminta maaf dengan sopan.


“Sungguh kehormatan bisa bertemu denganmu. Aku tahu ini terdengar tidak sopan, tapi aku akan mohon diri lebih dulu,” ujar Ja Eun dengan tak enak hati, namun dia merasa tak nyaman terus berada di sana bersama Tae Hee. Kalimatnya membuat Tae Hee yang sedari tadi mencoba menghindari tatapannya kini justru menatapnya dengan tatapan yang rumit.

Namun sebelum dia benar-benar pergi, Kim Jae Ha mencoba menghentikannya, “Siapa bilang aku akan menjadikannya film animasi anak-anak?” tanya Kim Jae Ha dengan bingung, membuat Ja Eun kembali menatapnya penuh tanya.

“Aku tidak ingat pernah mengatakan itu sebelumnya,” lanjut Kim Jae Ha, mengungkapkan faktanya.
“Itu...” Ja Eun ingin mengatakan sesuatu lagi namun Tae Hee tiba-tiba saja berdiri dan memotong kalimatnya, “Kami akan pergi lebih dulu,” ujar Tae Hee tiba-tiba yang sedari tadi tidak membuka suaranya.


Tae Hee menatap Ja Eun dengan tatapan terluka namun penuh kerinduan selama beberapa saat, sebelum kembali mengatakan kebohongan, “Aku mendapat pesan dari Tim Leader agar segera kembali. Kalian berdua bisa menikmati waktu kalian dan melanjutkan pembicaraan kalian,” lanjut Tae Hee kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Kim Jae Ha.


“Ayo pergi,” ajak Tae Hee pada Dong Min seraya menyentuh bahunya sebagai tanda agar mengikutinya. Ja Eun tampak menatap Tae Hee dengan perasaan rumit.

“Ya, Tim Leader kami menelpon jadi kamu harus pergi,” ujar Dong Min dengan raut wajah bingung, kemudian pergi mengikuti Tae Hee. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa suasanya menjadi terasa sangat tegang dan mencekam seperti ini.


Di luar restaurant, Dong Min mengejar Tae Hee yang berjalan keluar dengan tergesa-gesa, “Hyung, apa yang terjadi sebenarnya? Telah terjadi sesuatu antara kau dengan Baek Ja Eun, kan? Kalian berdua sama-sama tidak saling bicara dan tidak saling menatap satu sama lain. Apa jangan-jangan kalian berdua diam-diam pacaran selama ini?” tanya Dong Min dengan nada curiga.

Namun Tae Hee menolak untuk menjawabnya dan kembali berjalan pergi dari sana, meninggalkan Dong Min dengan berbagai spekulasi dalam otaknya, “Mereka pacaran. Mereka benar-benar pacaran,” gumam Dong Min pada dirinya sendiri dengan tersenyum mengerti.


(Nah, kan? Siapa pun bisa melihat kalau Tae Hee dan Ja Eun itu saling menyukai, tanpa perlu dikonfirmasi dengan kata-kata pun, semua orang bisa melihatnya dengan jelas kalau ada sesuatu di antara Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun, bahkan Dong Min yang polos pun juga bisa melihat hal itu ^^)

Di dalam restaurant, Ja Eun dan Kim Jae Ha melanjutkan pertemuan mereka. Kim Jae Ha kini telah berpindah duduk di seberang Ja Eun yang melamun seperti mayat hidup yang tak punya semangat.

“Baek Ja Eun-ssi, apa kau juga tak punya selera makan?” tanya Kim Jae Ha dan Ja Eun mengangguk membenarkan.

“Kalau begitu bagaimana jika kita pergi ke kantorku saja untuk membicarakan hal ini?” tanya Kim Jae Ha, memberikan alternatif.

“Aku minta maaf, tapi bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk memikirkannya sekali lagi? Aku tidak memiliki kepercayaan diri,” sahut Ja Eun tampak ragu.


“Baiklah. Aku akan memberikanmu waktu untuk mempertimbangkannya. Aku akan memberimu waktu satu hari untuk kembali memikirkannya. Bila kau sudah membuat keputusan untuk bergabung, aku akan memberikanmu banyak keuntungan,” ujar Kim Jae Ha memberikan janji yang menggiurkan.

“Baiklah. Aku minta maaf karena selalu berubah pikiran dan membuat Anda merasa tidak nyaman,” sahut Ja Eun, kembali meminta maaf dengan sopan.

Setelah pergi dari restaurant, Tae Hee pulang ke rumahnya. Kali ini keluarganya sedang membahas tentang rencana masa depan Tae Shik dan Guksu. Dan Tae Shik dengan santainya meminta Park Bok Ja untuk merawat dan membesarkan Guksu agar dia bisa menikah dengan kekasihnya, Ye Jin.


“Eomma, tolong rawat dan besarkan Guksu. Aku tidak bisa melepaskan Yejin. Aku ingin menikah dengannya,” pinta Tae Shik pada Park Bok Ja tanpa perasaan.

“Hari ini Yejin menemuiku di Rumah Sakit dan walaupun aku lama tidak menemuinya, dia tidak marah sama sekali padaku dan justru bertanya apakah aku baik-baik saja, melihat Yejin sebaik itu, aku tidak tega menyakiti hatinya dengan memberitahukan perihal Guksu padanya. Jadi Ibu tolong aku besarkan Guksu. Karena aku ingin menikah dengan Yejin,” ujar Tae Shik tak tahu diri.

Tentu saja rencana dan keinginan egois Tae Shik membuat marah semua orang, termasuk Tae Hee yang juga merasa menjadi anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya.


“Kakak pertama!” tegur Tae Hee dengan marah dan kecewa.

Tae Hee menatap kakak pertamanya dengan tatapan marah. Setelah Tae Bum yang dulu juga pernah sangat egois dengan tidak mau bertanggung jawab atas bayi dalam kandungan Cha Su Young, sekarang kakak pertamanya juga seperti itu.


Hanya demi menikah dengan kekasihnya, dia rela meninggalkan putranya dan meminta sang ibu untuk merawat dan membesarkan putranya serta menolak mengakuinya. Tae Hee tak menyangka kenapa kedua kakaknya begitu egois dan tidak mau melihat dirinya sebagai gambaran.

Tidakkah mereka bisa melihat bagaimana dirinya yang tumbuh tanpa kasih sayang orang tua kandungnya? Betapa kesepian dan betapa sedihnya dia? Kenapa kedua kakaknya begitu kejam ingin membuat anak-anak mereka menjadi seperti dirinya?


Tentu saja rencana dan keinginan itu ditentang keras oleh Park Bok Ja dan Hwang Chang Sik, perdebatan tak terelakkan. Hwang Chang Sik yang sibuk memaki putra pertamanya membuat Park Bok Ja menjadi semakin pusing. Akhirnya perdebatan itu berakhir setelah Park Bok Ja memukul kepala suaminya dengan guling dan membuatnya terdiam.


Park Bok Ja juga memukuli Tae Shik dengan guling yang sama untuk melampiaskan kemarahan dan kekesalannya melihat pada pria keluarga Hwang yang tidak berguna dan selalu membuat masalah. Dulu Tae Bum menghamili wanita di luar nikah, sekarang Tae Shik juga sama, tanpa mengatakan apa-apa, tiba-tiba memiliki seorang anak berusia Sembilan tahun dan tak hanya itu, Tae Shik dengan begitu tidak bertanggung jawabnya meminta sang ibu untuk merawat dan membesarkan anak itu agar dia bisa menikahi wanita pujaan hatinya, tanpa memikirkan perasaan anak itu dan perasaan sang Ibu. Sementara Hwang Tae Phil, tak pernah serius dalam hidupnya dan selalu bermain-main.

Hanya Tae Hee yang merupakan anak yang baik dan penurut, dan tak pernah membuat masalah untuk keluarga, namun sayang sekali Tae Hee bukan putra kandungnya. Kenapa semua putra kandungnya tidak berguna? Park Bok Ja benar-benar merasa tidak berdaya dan marah.


“Maafkan aku, Ibu. Ini karena aku terlalu lelah menghadapi para pria dari keluarga Hwang. Mereka menyebalkan! Menyebalkan!” ujar Park Bok Ja pada Ibu mertuanya, meminta maaf sebelum akhirnya pergi ke kamarnya untuk menenangkan dirinya dan meninggalkan keluarganya yang shock melihat Park Bok Ja mengamuk.


Karena situasi di dalam rumah begitu menyesakkan, Tae Hee akhirnya berjalan-jalan di halaman rumah sekedar untuk menghirup udara segar. Namun saat melihat tenda Ja Eun yang didirikan kembali oleh Park Bok Ja berada di halaman, Tae Hee kembali teringat pada Ja Eun dan cintanya yang kandas.

Bukannya merasa lega setelah merasakan udara segar, Tae Hee justru merasakan dadanya semakin sesak. Dia semakin merindukan gadis itu, walau faktanya mereka baru saja bertemu beberapa jam yang lalu. 



Bagaikan penggalan film yang dipercepat, kenangannya bersama Ja Eun muncul kembali dalam otaknya. Dimulai dari saat Tae Hee pertama kali melihat tenda itu berdiri di halaman rumahnya, dan bagaimana Ja Eun menyapanya dengan ramah dan penuh senyuman hangat. Senyuman hangat yang sangat dia rindukan.


Menarik napas dalam-dalam, Tae Hee akhirnya masuk ke dalam tenda dan membaringkan tubuhnya di sana. Tae Hee mengeluarkan duck pendant (gantungan kunci bebek) pemberian Ja Eun yang selalu dibawanya ke mana-mana dan menatapnya dengan sedih. Dia teringat saat Ja Eun memintanya untuk membawa benda itu ke mana pun Tae Hee pergi.


Tae Hee juga teringat kenangan saat Ja Eun menangis dan bertanya dengan tatapan kekecewaan, kenapa semua orang yang dia percayai pada akhirnya mengkhianatinya? Diikuti dengan kenangan saat Ja Eun melempar gantungan kunci bebek itu ke tengah jalan.


Kemudian dia juga teringat tentang ucapan Kim Jae Ha yang bertanya apakah komtrak itu pada akhirnya ditemukan dan Ja Eun berkata, akan lebih baik jika kontraknya tak pernah ditemukan sama sekali. Tae Hee menghela napas berat, kerinduannya kini semakin besar.


Di saat yang sama, Ja Eun yang berada di dalam bus dalam perjalanan pulang ke penginapan, mengeluarkan sketsa karya animasinya dari dalam tas dan melihatnya. Melihat gambar sketsa itu membuatnya seketika teringat kenangannya bersama Tae Hee, dia teringat saat dia memberikan pada Tae Hee gantungan kunci bebek itu dan bertanya apakah Tae Hee menyukai gantungan bebek itu dan Tae Hee menjawab kalau dia menyukai gantungan bebek itu dan berterima kasih padanya. Ja Eun kembali merasa sedih.


Keesokan paginya, keluarga Hwang kembali berkumpul untuk menikmati sarapan mereka saat Hwang Chang Sik datang dan menginformasikan bahwa ada seseorang yang ingin membeli pertanian ini. Nenek tampak sangat sedih dan kecewa karena akhirnya pertanian ini telah terjual. Tak hanya Nenek, seluruh keluarga pun tampak sedih mendengarnya.

Hwang Chang Sik berkata bahwa dia sempat merasa tidak yakin akan ada orang yang bersedia membeli pertanian ini mengingat kondisi perekonomian yang saat ini sedang lesu dan tidak begitu baik. Tapi dia bersyukur karena akhirnya pertanian ini bisa terjual juga. Ja Eun pasti akan sangat senang mendengarnya.


Nenek bertanya, orang seperti apa yang akan membelinya dan Hwang Chang Sik berkata kalau dia adalah seseorang dari Perusahaan film. Hwang Chang Sik juga bertanya pada istrinya apakah dia ada waktu nanti siang agar bisa menemaninya mencari rumah baru. Park Bok Ja berkata bahkan kalaupun dia tak punya waktu, dia tetap harus pergi karena tak punya pilihan lain.

Park Bok Ja akhirnya menginformasikan pada Nenek untuk memulai sarapannya, saat nenek berkata, “Mari kita makan,” secara mengejutkan Guksu menjawab, “Aku akan menikmati makanannya.”

Tae Hee tersenyum manis pada keponakannya dan Tae Phil memujinya, “Aiggo, Guksu kami sangat pintar. Walaupun tidak ada dari kami yang mengajarimu, namun kau belajar dengan sendirinya. Makanlah yang banyak,” puji Tae Phil tulus seraya menepuk pundak Guksu dengan sayang.


“Benar, makanlah yang banyak,” sahut Park Bok Ja, walau dengan bad mood.

Di kantor polisi, Tae Hee mencoba berbicara dengan Tim Leadernya agar menyerahkan kasus Kim Jae Ha kepada rekannya yang lain karena dia merasa tidak nyaman jika terus berurusan dengan pria itu.

“Sudah kubilang tidak bisa!” sahut Tim Leader Eum tidak mengijinkan.


“Apakah ada alasan khusus kenapa harus aku yang menangani kasus di Perusahaan film ini? Tentang insiden Kim Jong Ki, Seo Dong Min tahu lebih banyak daripada aku, begitu juga dengan Officer Jang,”
protes Tae Hee, berusaha menolak.

“Tidak. Harus kau yang melakukannya. Dibandingkan dengan mereka, kau yang lebih berpengalaman. Untuk sementara ini, aku akan menarikmu dari kasus penyelidikan yang lain, jadi bantulah dia,” putus Tim Leader Eum, final, tak bisa diganggu gugat.


“Tim Leader!” Protes Tae Hee tak terima.
“Aku bilang tidak! Jangan membahas ini lagi!” seru Tim Leader Eum tegas lalu pergi meninggalkan Tae Hee yang tampak kesal.

Tak punya pilihan, Hwang Tae Hee pun terpaksa menemui Kim Jae Ha di perusahaannya. Kim Jae Ha menyambut Tae Hee dengan senang dan membawanya masuk ke dalam ruangan yang nantinya akan menjadi ruang kerja Ja Eun.


“Aku sangat terkejut melihatmu datang kemari, Inspektur Hwang (Hwang Gyeonghwi-nim), padahal aku bisa pergi ke sana. Silakan duduk. Kantor produksi film ada di lantai 5, dan di sini adalah ruang kerja tim animasi. Mau minum apa? Bagaimana dengan milk tea?” tanya Kim Jae Ha dengan ramah.

“Tidak usah. Tidak perlu. Ada sesuatu yang harus kukatakan, itu sebabnya aku mampir kemari,” tolak Tae Hee, tak ingin berbasa-basi.

“Benarkah? Ada masalah apa? Langsung katakan saja,” sahut Kim Jae Ha.


“Tentang konsultasi film yang kau butuhkan, aku berharap aku bisa menyelesaikannya secepat mungkin, karena ada kasus lain yang sedang kutangani, jadi mari kita selesaikan ini dalam waktu beberapa hari. Aku akan berusaha menyelesaikannya secepat mungkin,” ujar Tae Hee, menjelaskan maksud kedatangannya ke sana.

“Baiklah. Aku mengerti. Mari kita selesaikan dalam beberapa hari,” sahut Kim Jae Ha seraya berusaha mencari sesuatu untuk diberikan pada Tae Hee.

“Di mana aku meletakkan datanya?” lanjut Kim Jae Ha seraya mencari sebuah dokumen di atas meja.



Selama Kim Jae Ha mencari dokumen yang dibutuhkan, Tae Hee melihat kertas-kertas yang berserakan di atas meja itu yang merupakan karya animasi yang dikirimkan oleh para peserta Kompetisi Animasi waktu itu dan tak sengaja melihat karya animasi bebek buatan Ja Eun.

“Ini dokumen yang kau butuhkan. Hwang Gyeonghwi-nim, tolong bantu aku memeriksanya sebentar,” panggilan Kim Jae Ha membuat Tae Hee mengalihkan pandangannya ke arah Kim Jae Ha.


Tae Hee mengambil dokumen itu dan membukanya sedikit untuk mengecek isinya seraya berkata, “Aku akan mempelajarinya.”

Namun pandangannya kembali lagi ke karya milik Ja Eun dan tanpa sadar bertanya, “Apa dia setuju untuk bekerja?” tanya Tae Hee dengan nada ingin tahu.


Kim Jae Ha tampak nge-lag sesaat dan tidak paham maksudnya, “Apa?” tanyanya bingung, namun saat dia melihat arah tatapan Tae Hee, akhirnya dia mengerti, “Ah, Baek Ja Eun-ssi? Dia bilang dia akan memikirkannya sehari lagi.
Akhirnya akan ada seseorang yang akan bekerja di ruangan ini. Aku tidak tahu alasan kenapa dia selalu ragu,” ujar Kim Jae Ha, perkataannya membuat Tae Hee menjadi bimbang.

“Hwang Gyeonghwi-nim, ini adalah pertanyaan pertama yang kau berikan padaku. Apa kau menyadarinya? Akhirnya hari seperti ini tiba. Apa kau punya sesuatu yang membuatmu penasaran lagi?” tanya Kim Jae Ha lain.


“Tidak ada. Aku akan memeriksanya dan menghubungimu lagi nanti,” sahut Tae Hee dengan datar lalu segera pergi meninggalkan ruangan itu. Sayangnya Tae Hee hanya peduli pada Ja Eun, bukan pada masalah Kim Jae Ha.

Saat Tae Hee sampai di depan pintu Good Film, Tae Hee teringat perkataan Kim Jae Ha, “Akhirnya akan ada seseorang yang akan bekerja di ruangan ini. Aku tidak tahu alasan kenapa dia selalu ragu.”


Kalimat itu membuat Tae Hee menjadi resah dan gelisah, dia tahu mungkin dialah yang menjadi penyebab gadis itu menjadi ragu dan tak bisa membuat pilihan. Ja Eun tak ingin kembali bertemu dengannya dalam situasi yang canggung seperti kemarin malam.



Saat Tae Hee akan berjalan pergi, saat itulah dia melihat Ja Eun berjalan dengan langkah gontai menuju kantor Kim Jae Ha. Ja Eun pun melihat Tae Hee berdiri di pintu masuk dan menatapnya dengan tatapan kesedihan, Ja Eun kembali canggung dan salah tingkah.




Tae Hee tampak ragu untuk sesaat, namun akhirnya dia memutuskan untuk maju dan menemui gadis itu dan mengajaknya bicara.

“Ayo kita bicara,”
ujar Tae Hee dengan lembut.


Ja Eun meliriknya sinis sekilas kemudian mencoba melewatinya, namun Tae Hee merentangkan sebelah tangannya, mencoba menghadangnya.


“Hanya sebentar saja. Cukup beberapa menit. Kau hanya perlu dengarkan aku dan kemudian pergilah,” ujar Tae Hee dengan nada penuh permohonan.


Kemudian dia berjalan pergi lebih dulu, agar Ja Eun bisa mengikutinya. Tak punya pilihan, Ja Eun pun mengikuti Tae Hee ke sebuah tempat yang tak jauh dari sana namun sepi dari lalu lalang orang.


Saat merasakan seseorang berjalan mendekat, Tae Hee yang awalnya duduk menunggu, menoleh ke arah Ja Eun. Tatapan matanya meminta Ja Eun untuk duduk di sampingnya, namun alih-alih duduk di samping Tae Hee, Ja Eun justru tetap berdiri sambil tetap menjaga jarak.

“Bicaralah,” ujar Ja Eun, singkat, padat dan sangat dingin.


Tae Hee menarik napas berat sebelum mulai berdiri dan berdiri menghadap Ja Eun seraya menatap wajahnya, namun Ja Eun tak mau menatap wajah Tae Hee dan memandang lurus ke depan, ke arah jalan raya.


“Aku akan melakukan apa yang kau inginkan. Aku takkan mengganggumu lagi. Untuk semua ketidaknyamanan dan semua kesulitan yang disebabkan olehku selama ini, aku minta maaf. Maafkan aku. Untuk semua keegoisanku dan karena telah memaksamu seperti itu, aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi,” ujar Tae Hee dengan hati yang patah dan mata berkaca-kaca.


“Aku tidak akan berdiri di depan pintu penginapanmu lagi dan juga tidak akan tiba-tiba muncul di hadapanmu. Tidak akan melakukan apa pun, itulah yang akan kulakukan mulai sekarang, sekarang aku mengerti,” lanjut Tae Hee dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. Dia tampak menjeda kalimatnya untuk sesaat, dan mengambil napas dalam-dalam sebelum mengucapkan kalimat selanjutnya yang tentunya lebih menyakitkan untuknya.


“Perasaanku padamu, aku akan berusaha keras untuk menghapusnya. Aku pasti akan melakukannya. Aku juga akan berusaha menyelesaikan masalah dengan perusahaan film itu secepat mungkin. Aku hanya perlu datang lagi beberapa kali. Jika kau menginginkannya, aku akan mencari waktu agar menghindari bertemu denganmu. Jadi dengan begitu, kita tidak akan berpapasan lagi seperti kemarin dan membuatmu merasa tidak nyaman. Jadi mulailah bekerja. Bukankah ini adalah pekerjaan yang kau inginkan?” ujar Tae Hee berusaha menguatkan hatinya saat mengatakan itu.


“Saat kau mengatakan kau ingin kita berpura-pura tidak saling mengenal saat tak sengaja bertemu di tengah jalan, apakah itu masih berlaku? Jika kau tidak keberatan, aku ingin kita masih bisa saling menyapa seperti seorang teman,” lanjut Tae Hee lagi.


Tae Hee masih berharap, setidaknya kalau memang mereka tidak ditakdirkan menjadi sepasang kekasih, tidak bisakah mereka hanya berteman? Not lovers, Just Friend is enough. Hanya berteman, bagi Tae Hee itu cukup untuk saat ini. Asalkan bisa melihat Ja Eun, bicara dengannya, itu saja cukup untuknya, Tae Hee tak ingin serakah. Dia cukup tahu diri dan tak ingin memaksa gadis itu. Namun sepertinya, permintaan itupun terlalu berat untuk Ja Eun saat ini, jika melihat dari reaksi gadis itu yang masih berdiri diam bagai patung pancoran tanpa mengatakan apa-apa dan masih tidak mau memandang wajahnya.


Tae Hee hanya mampu menelan kekecewaan dan kesedihannya seraya mencoba menahan air matanya agar tidak terjatuh saat Ja Eun tetap terdiam membisu, “Baik. Aku mengerti. Aku mengerti apa arti semua ini. Aku ingin mengucapkan selamat tinggal sambil memandang wajahmu,” ujar Tae Hee penuh permohonan dan senyum yang dipaksakan. Air mata itu tampak tertahan di sudut matanya. Tae Hee tampak begitu sedih, putus asa dan tak berdaya karena cinta.


Namun Ja Eun tetap terdiam membisu tanpa bersedia menoleh padanya. Tae Hee tampak sedih dan kecewa, namun dia tetap memberikan senyum terbaiknya, walaupun hanya sebuah senyum terpaksa dan berkata lirih, “Jaga dirimu,” ujar Tae Hee lembut sebelum berjalan pergi dari tempat itu dengan hati yang hancur berkeping-keping.



(Tae Hee ingin melepas Ja Eun pergi dengan senyuman, namun di balik senyuman itu tersimpan sebuah luka yang sangat besar. Poor Tae Hee T_T)




Ketika Tae Hee berjalan pergi, Ja Eun seketika menoleh dan menatap punggung Tae Hee yang berjalan menjauh. Sedari tadi, Ja Eun pun berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh dan air mata itupun akhirnya tumpah setelah Tae Hee meninggalkan tempat itu. Hal yang sama terjadi pada Tae Hee, air mata yang sedari ditahannya pun seketika menetes begitu dia membalikkan punggungnya dan berjalan pergi.


Setelah Tae Hee pergi, Ja Eun pun masuk ke Perusahaan itu untuk menemui Kim Jae Ha, namun Ja Eun tampak melamun dan tak sadar saat pintu liftnya terbuka. Di dalam lift itu kebetulan ada Kim Jae Ha yang hanya memandangnya bingung. Bahkan ketika pintu lift hampir menutup, Ja Eun masih tampak tak menyadarinya, membuat Kim Jae Ha terpaksa menariknya masuk ke dalam sebelum pintu liftnya kembali menutup.

Saat itulah Ja Eun tersadar dari lamunannya dan memberikan salam pada Kim Jae Ha, “Annyeonghaseyo, Kim PD-nim,” sapa Ja Eun dengan sopan, walaupun masih tampak linglung. Dia tampak menyesali sikap dinginnya pada Tae Hee.

“Ja Eun-ssi, apa yang kau pikirkan hingga melamun seperti itu? Apa kau masih memikirkan tentang tawaran ini? Percayalah, kau tidak akan menyesal bekerja denganku,” ujar Kim Jae Ha berusaha meyakinkan gadis itu.


“Aku akan menerimanya. Aku ingin membuat film animasiku sendiri,” sahut Ja Eun dengan memaksakan senyuman di wajahnya yang masih tampak bersedih.

Sementara Tae Hee, setelah “perpisahannya” yang menyakitkan dengan gadis yang dia sukai, cinta pertama dalam hidupnya, dia mendapat telepon dari kakak pertamanya untuk menemui mereka di sebuah restaurant. Dan di sinilah dia sekarang, keempat bersaudara Hwang berkumpul bersama untuk membicarakan masalah Tae Shik.

“Ada masalah apa? Kenapa tiba-tiba mengajak kami makan siang bersama? Cepat katakanlah karena aku tak punya banyak waktu luang,” ujar Tae Bum pada Tae Shik yang tampak lesu. Tae Shik duduk di samping Tae Phil dan Tae Bum di samping Tae Hee.


“Kemarin aku sudah mengatakannya pada orangtua kita, aku ingin menikahi Yejin. Aku meminta mereka untuk merawat Guksu,” ujar Tae Shik dengan egois, sama sekali tidak memikirkan nasib anaknya dan lebih memikirkan wanita serakah yang hanya ingin menikahinya karena berpikir dia bisa menjual pertanian milik Keluarga Hwang (yang sebenarnya adalah milik Ja Eun) untuk melunasi hutangnya sebesar 30 juta won.

“Apa kau serius mengatakan itu?” ujar Tae Bum tak percaya. Bahkan Tae Bum yang sebelumnya berada di posisi yang sama dengan Tae Shik dan pernah tak peduli pada nasib bayinya pun tampak terkejut. Tae Bum sekarang sudah bertobat setelah mendengar ucapan Tae Hee dan belajar bertanggung jawab serta menerima bayi itu.

“Ya, aku tahu aku sangat egois dan memalukan, tapi aku tidak berdaya. Jadi aku harap kalian bisa membantuku memohon pada orangtua kita,” ujar Tae Shik tak tahu malu.

Tae Shik menatap Tae Phil tapi Tae Phil justru membuang wajahnya dan tampak kesal, walaupun tidak mengatakan apa-apa, namun Tae Phil sepertinya masih punya hati nurani dan merasa kasihan pada keponakannya. Tae Phil juga uda tobat ya ceritanya ^^.

“Tolong bantu kakak pertama kalian. Selain itu, ayah dan Ibu biasanya selalu mendengarkan apa yang Tae Bum katakan. Dan juga...” belum sempat Tae Shik mengatakan maksudnya, Tae Hee sudah memotongnya lebih dulu.



“Kakak pertama,” panggil Tae Hee dengan dingin, tampak jelas dia berusaha menahan amarahnya.
“Ya,” sahut Tae Shik.
“Kau tidak seharusnya melakukan itu. Kaulah yang seharusnya membesarkan Guksu!” seru Tae Hee dengan tatapan marah.
“Tae Hee-yaa...” ujar Tae Shik.

“Guksu adalah putramu, Hyung. Kaulah yang seharusnya merawat dan membesarkannya. Itu baru benar,” seru Tae Hee, menaikkan nada suaranya setengah oktaf. Tae Hee menjeda kalimatnya sejenak, seolah berusaha mengendalikan kemarahannya.



“Sejujurnya aku sedang berusaha mengendalikan kemarahanku padamu sekarang. Karena kau adalah kakakku, aku masih menahannya. Jika kau adalah temanku atau orang lain, aku pasti sudah menghajarmu! Dalam kasusku, ibu yang melahirkan aku menikah lagi dan meninggalkan aku seorang diri. Itu sebabnya, ayah dan ibu tidak punya pilihan...” lanjut Tae Hee penuh emosi, dia menjeda kembali kalimatnya kemudian menatap Tae Phil dengan tajam.


“Seperti yang pernah kau katakan sebelumnya, aku akan mengkoreksinya. Itulah sebabnya, Paman dan Bibi tidak punya pilihan lain selain membesarkan aku dan merawatku.” seru Tae Hee seraya menatap Tae Phil tajam dengan emosi dalam matanya.

“Tapi Guksu berbeda! Guksu masih punya ayah kandungnya, lalu kenapa neneknya yang harus membesarkan dan merawatnya?” sambung Tae Hee dengan ekspresi terluka dan penuh amarah, dia kembali menatap Tae Sik kali ini.


“Hyung, apa kau tahu bagaimana sakitnya dicampakkan oleh orang tua kita? Bagaimana kesepiannya itu? Apa kau tahu itu? Selalu membawa kenangan buruk itu sepanjang hidupku, selalu menjadi orang yang kesepian, selalu merasa seperti orang asing di usiaku yang masih remaja, apa kau tahu bagaimana rasanya?” ujar Tae Hee dengan menggebu-gebu, membuat semua orang terdiam dan tak bisa berkata-kata lagi.


“Saat aku masih kecil, apa kau tahu bagaimana irinya aku padamu dan Tae Phil? Khususnya saat melihat bagaimana Ibu sangat menyayangi Tae Phil. Apa kalian tahu bagaimana cemburunya aku?" Tae Hee mengungkapkan perasaannya untuk yang pertama kalinya seraya menatap tajam Tae Phil, yang selama ini selalu memusuhinya.


"Karena aku sudah ditakdirkan untuk hidup dalam kesepian. Cinta dan kasih sayang yang kalian terima dari ayah dan ibu, bagiku itu adalah hutang yang harus kubayar. Walaupun tak ada seorangpun yang mengajariku, aku menyadarinya sendiri, aku menjadi lebih dewasa dari usiaku yang sebenarnya,” lanjut Tae Hee dengan mata berkaca-kaca menahan tangisnya.

Emosi Tae Hee tampak tidak stabil sejak dia mengucapkan “selamat tinggal” pada Ja Eun beberapa saat sebelumnya, dan sepertinya sekarang akan meledak.


“Setiap hari aku selalu berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, berpura-pura bahwa tak terjadi apa-apa, berpura-pura tidak merasa kesepian. Terkadang, karena selalu hidup dalam kepura-puraan, aku bahkan lupa siapa diriku yang sebenarnya. Aku menjadi orang yang tidak peka terhadap perasaan orang lain, aku menjadi orang yang dingin dan tak berperasaan! Saat seseorang yang benar-benar kucintai muncul, aku bahkan tidak menyadarinya!" Hwang Tae Hee yang malang mengungkapkan perasaan dan patah hatinya di hadapan ketiga saudaranya dengan mata berkaca-kaca.

Ucapannya membuat Tae Bum dan Tae Phil seketika menatapnya lekat penuh tanya, “Something is wrong with Hwang Tae Hee,” mungkin itulah yang ada dalam pikiran Tae Bum dan Tae Phil saat ini. Hanya Tae Shik yang tak peka.


"Hyung, kau harus membesarkan Guksu. Karena luka akibat ditinggalkan oleh ibunya sudah cukup menyakitkan, jika ayahnya juga meninggalkannya, luka akibat ditinggalkan itu akan membekas selamanya. Aku tak ingin dia juga merasakan apa yang kurasakan sepanjang hidupnya. Karena saat aku kecil, aku sama sekali tidak baik-baik saja. Aku pergi lebih dulu,” ujar Tae Hee dengan nada yang lebih rendah namun ekspresi kesedihan, kekecewaan dan rasa sakit itu masih tergambar di wajahnya. Tae Bum menatap Tae Hee dengan tatapan cemas

Setelah mengatakan itu, Tae Hee langsung meninggalkan restaurant itu untuk menenangkan hatinya yang patah dan perasaannya yang hancur lebur berantakan. Tae Hee is not okay now! Poor Tae Hee T_T

“Aku akan menghubungimu nanti,” ujar Tae Bum lalu segera pergi menyusul Tae Hee.

Bagi Tae Bum, dibandingkan Tae Shik, Tae Hee lebih membutuhkan perhatian saat ini. Itu sebabnya Tae Bum memilih mengejar Tae Hee lebih dulu dan mencoba menghiburnya, jika dia beruntung, mungkin dia bisa mencari tahu apa yang sedang terjadi pada Tae Hee sekarang dan berusaha menenangkannya.


Tae Hee tampak berjalan lesu dengan kepala tertunduk, dia tampak kacau dan depresi saat ini, Tae Bum mengejarnya dan melingkarkan lengannya di pundak Tae Hee, memeluknya sayang seperti seorang kakak.

“Aigggoo, jadi seperti itu? Kami sama sekali tidak tahu hal itu karena kau tampak begitu dewasa dan mengagumkan, anak yang kuat. Adikku yang luar biasa, kau sangat hebat. Aku bangga padamu, adikku yang hebat,” puji Tae Bum seraya menepuk-nepuk pundak Tae Hee seperti seorang kakak yang bangga pada adiknya.


Namun melihat ekspresi Tae Hee yang masih tampak sedih, galau, depresi dan kacau, Tae Bum tahu kalau ada sesuatu yang terjadi padanya saat ini, “Sesuatu telah terjadi padamu, kan?” tanya Tae Bum dengan raut wajah serius dan tampak cemas.

Tae Hee mengangguk mantap seraya menahan air matanya, “Ya. Hari ini aku kembali berpura-pura. Aku tidak baik-baik saja, namun aku berpura-pura baik-baik saja. Aku sama sekali tidak memiliki kepercayaan diri untuk melakukannya, namun aku berkata aku akan melakukannya. Aku bahkan berjanji padanya bahwa aku akan mencoba melakukannya,” ujar Tae Hee dengan mata berkaca-kaca.

(Maksud Tae Hee adalah “mencoba menghapus perasaannya pada Ja Eun”. Dia tidak bisa melakukannya (menghapus perasaan itu) tapi dia justru berjanji akan mencoba melakukannya walaupun itu justru menghancurkan hatinya berkeping-keping T_T)

“Apa kau bicara tentang Ja Eun?” tebak Tae Bum, tepat sasaran.


“Ya. Sudah berakhir sekarang. Faktanya ini bahkan belum dimulai. Ja Eun tidak ingin melihatku lagi,” sahut Tae Hee dengan setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Dia menangis. Namun dia tampak berusaha keras menahan air matanya agar tidak terjatuh lebih banyak lagi. Belum sehari berlalu, namun Tae Hee tampak sudah menyesali keputusannya sendiri.

(I let you go, I let you fly...Why do I keep on asking “WHY?” Mungkin seperti itulah perasaan Tae Hee saat ini. Namun salut untuk Tae Hee yang akhirnya memiliki keberanian untuk mengakui perasaannya pada Ja Eun di hadapan Tae Bum setelah sebelumnya dia berusaha mati-matian menyangkal perasaan itu. Tae Bum sejak awal sudah bisa menebak kalau Tae Hee menyukai Ja Eun dan sekarang tebakannya terbukti benar. Dia bahkan bisa melihatnya dengan jelas, sayangnya Tae Hee sendiri bahkan tidak menyadari perasaannya sendiri saat itu, dan saat dia menyadarinya, semuanya sudah terlambat >_<)


Tae Bum yang merasa iba dan kasihan melihat adiknya yang pertama kali jatuh cinta dan langsung patah hati, hanya mampu memeluk pundak Tae Hee dengan penuh perhatian dan rasa sayang seorang kakak.

“Hyung, bagaimana caramu bertahan saat itu, setelah kau putus dari Hye Ryeong Noona?” tanya Tae Hee ingin tahu. Dia ingin belajar dari Tae Bum yang sudah berpengalaman sebelumnya.


“Pekerjaan menyelamatkan aku. Daripada mengatakan ‘bertahan’, mungkin lebih cocok disebut sebagai ‘berlalu begitu saja’. Aku tidak memikirkan tentang hari esok saat itu, karena aku hanya mencoba menjalani hari-hariku saat ini. Tentu saja, kau sama sekali tidak merasa seperti hidup, karena kau hanya menjalani hidupmu hanya karena kau masih bernapas. Saat itu aku berpikir, jika suatu hari nanti aku diberi kesempatan sekali lagi untuk mencintai seseorang, aku akan mencintainya sepenuh hati seolah-olah hari esok akan berakhir. Jadi dengan begitu, aku tak hanya hidup karena aku masih bernapas namun aku benar-benar merasa kembali hidup. Kau paham maksudku, kan?” ujar Tae Bum panjang lebar.

(Paham kan maksudnya Tae Bum? Feel Alive, bukan hanya hidup karena masih bernapas. Seperti aku sekarang, aku menjalani hidup karena aku masih bernapas, but I am not feel alive. Karena aku masih belum menemukan seseorang yang membuatku merasa “hidup”. Poor me T_T yaudahlah ya, yang penting masih bernapas, disyukuri aja, gak feel alive gpp. Pekerjaan menyelamatkan aku, jadi kayak Tae Bum aja xixixi ^_^)



“Lalu bagaimana sekarang?” tanya Tae Hee penasaran.

“Sekarang...” Tae Bum belum sempat menjawabnya karena tiba-tiba saja ponselnya berdering dan dia harus mengangkatnya.


Tae Hee hanya menarik napas pasrah dan mencoba memikirkan kata-kata kakaknya tentang “pekerjaan menyelamatkan aku”.

Dan di sinilah dia sekarang, kembali ke kantornya setelah mengalami patah hati parah di siang harinya. Tae Hee mencoba “menyelamatkan dirinya” dengan pekerjaan. Walau hari sudah malam, Tae Hee masih berada di kantornya.


Tae Hee menelpon Kim Jae Ha dan meminta ijin untuk bertemu malam ini juga agar bisa menyelesaikan kasus ini secepatnya.
“Aku Hwang Tae Hee, bila tidak keberatan, aku ingin menyelesaikannya malam ini. Bisakah aku ke sana sekarang?” tanya Tae Hee tanpa basa-basi.
“Kau sudah membaca semuanya? Baiklah. Datanglah sekarang,” sahut Kim Jae Ha dari Seberang saluran.
“Baiklah, kalau begitu aku akan ke sana sekarang,” ujar Tae Hee menyetujui.

Dong Min spontan menatapnya bingung, “Di jam seperti ini, kau ingin bertemu dengan Kim PD-nim?” tanya Dong Min terkejut. Dong Min berpikir kalau Hwang Tae Hee benar-benar berdedikasi pada pekerjaannya, tanpa dia ketahui kalau Tae Hee hanya ingin menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan agar tidak punya waktu memikirkan Ja Eun. Mengikuti saran Tae Bum maksudnya.

“Ya. Aku ingin menyelesaikannya dengan cepat. Aku pergi dulu,” sahut Tae Hee tampak tak peduli dengan waktu.

Tae Hee benar-benar pergi ke Perusahaan film milik Kim Jae Ha dan asisten Kim Jae Ha memintanya untuk menunggu sebentar di dalam ruangan Kim Jae Ha, asisten itu menawari Tae Hee minum yang ditolak olehnya.


Tae Hee menelpon ponsel Kim Jae Ha dan berniat memintanya untuk segera kembali ke ruangannya karena dia sudah datang saat ini, namun sialnya Kim Jae Ha meninggalkan ponselnya di atas meja kerjanya. Akhirnya Tae Hee kembali duduk dan menunggu dengan sabar.


Tak lama kemudian, ponsel Kim Jae Ha kembali berdering. Karena panggilan di ponsel itu berdering cukup lama jadi mungkin saja itu merupakan sesuatu yang penting, Tae Hee bangkit dari kursinya dan berniat membantu mengangkatnya, namun saat Tae Hee tiba di depan mejanya, dering ponsel itu sudah terlanjur berhenti.






Tae Hee baru saja akan melangkah pergi dan kembali ke kursinya untuk menunggu, saat tiba-tiba sebuah foto di atas meja kerja Kim Jae Ha menarik perhatiannya. Itu adalah sebuah foto Kim Jae Ha dengan seorang wanita di kisaran lima puluh hingga enam puluh tahunan.






Tae Hee tampak mengenali wanita di foto tersebut dan tampak sangat marah saat melihatnya. Ternyata wanita di foto yang berpose bersama Kim Jae Ha itu adalah ibu kandungnya yang telah meninggalkannya untuk menikah lagi dengan pria kaya.




Saat itulah Kim Jae Ha tiba-tiba kembali ke ruangannya dan meminta maaf karena telah membuatnya menunggu lama, “Maaf telah membuatmu menunggu lama, aku tak sengaja bertemu seseorang di luar dan mengobrol sejenak. Apa kau sudah makan malam? Jika belum makan, kita bisa mengobrol sambil makan malam bersama di...” kalimat Kim Jae Ha seketika terhenti saat menyadari Tae Hee sedang memegang sebuah figura dan menatapnya lekat dengan penuh amarah dalam matanya.




“Siapa kau sebenarnya?” tanya Tae Hee dengan tatapan penuh emosi.
“Apa kau mengenalinya? Aku tidak berharap kau akan menemukannya sebelum konsultasi ini berakhir,” ujar Kim Jae Ha tampak santai, tidak terintimidasi sama sekali dengan tatapan penuh kemarahan Hwang Tae Hee.


“Siapa kau sebenarnya?” ulang Hwang Tae Hee sekali lagi.

“Seperti tebakanmu, wanita dalam foto itu adalah wanita yang melahirkanmu dan aku adalah putra ibumu, Oh Yoo Jin. Ayahku Kim Hong adalah pria yang dia nikahi 24 tahun yang lalu,” sahut Kim Jae Ha dengan entengnya, seolah itu bukanlah hal yang besar bagi Tae Hee.


(Jadi Kim Jae Ha adalah kakak tiri Hwang Tae Hee. Ibu kandung Hwang Tae Hee menikah lagi dengan ayah Kim Jae Ha yang merupakan seorang pengusaha kaya. Paham, kan?)


Tae Hee meletakkan kembali foto itu kemudian berjalan pergi dengan penuh amarah, namun ternyata Kim Jae Ha menghentikan langkahnya, “Jadi aku adalah Hyungmu. Aku selalu ingin bertemu denganmu dan sangat penasaran denganmu,” ujar Kim Jae Ha tanpa beban, tanpa dia tahu kalau kenyataan ini justru membuat Tae Hee shock dan marah.


Anak mana yang tidak marah bila mengetahui ibu kandungnya memilih meninggalkannya hanya agar bisa menikah dengan pria kaya?




Tae Hee menarik kerah Kim Jae Ha dan mendorongnya ke dinding dengan emosi membara, “Kim Jae Ha-ssi, kakakku hanyalah putra dari ayahku : Hwang Tae Sik dan Hwang Tae Bum. Selain mereka, tak ada yang lain lagi! Kesabaranku sudah sangat tipis, jadi jangan coba muncul di hadapanku lagi lain kali dan mencoba menguji kesabaranku! Ini adalah peringatan terakhirku!” seru Hwang Tae Hee dengan penuh amarah.




Cut Scene :
1. Tae Hee saying goodbye to Ja Eun :





2. Tae Hee with his brothers at restaurant : "When someone I really loves appeared, I didn't even realize it."




3. Tae Hee with Tae Bum : "Something happens with you, right?"




Blogger Opinion :
Karakter Tae Hee ini benar-benar susah. Saat mendapatkan dialog, dialognya Tae Hee panjang banget kayak kereta, tapi begitu tidak mendapatkan jatah dialog, Joo Won hanya diminta untuk berakting dengan tatapan mata dan ekspresi wajahnya saja. Dia harus mampu membawakan keluar aura kesedihan, putus asa, depresi, patah hati, cemburu dan terluka dari tatapan mata dan ekspresi wajahnya walau tanpa dialog terucap, seperti saat adegan Tae Hee tak sengaja bertemu Ja Eun di restaurant bersama Kim Jae Ha dan Seo Dong Min.



Tak ada dialog untuk Tae Hee selain saat dia meminta ijin untuk pergi lebih dulu karena Tim Leader memanggilnya. Sisa adegan, Tae Hee hanya terdiam membisu seraya menatap Ja Eun dengan tatapan terluka, sedih dan putus asa, serta menatap Kim Jae Ha dengan tatapan penuh kemarahan dan kecemburuan yang terlihat jelas di matanya.

Salut untuk Joo Won yang sukses memerankan karater Tae Hee yang begitu kompleks. Akting patah hatinya benar-benar sangat meyakinkan seolah-olah dia memang sedang patah hati karena ditolak UEE xixixi ^^


Tae Hee yang garang di luar.

Karakter Tae Hee benar-benar sangat kompleks karena Tae Hee adalah sosok pria yang memiliki dualisme karakter. Dia kuat di luar, namun rapuh di dalam. Dia tampak garang, tegas dan menakutkan di luar saat berhadapan dengan rekan kerja ataupun para kriminal, namun dia sangat baik dan penurut saat di depan Ibu dan Neneknya. Dia tampak dingin dan cuek saat di depan wanita lain, namun berubah menjadi sosok pria yang kekanakan, lembut, super dute cute, manja dan menggemaskan seperti anak anjing yang haus kasih sayang saat berada di sekitar Ja Eun.

Tae Hee yang berubah 180 derajat kalau uda menyangkut Ja Eun.

See? Susah menggambarkan karakter Tae Hee karena Tae Hee akan seperti bunglon yang bisa berubah-ubah tergantung dengan siapa dia berhadapan. Itu karena Tae Hee mampu berpura-pura dan menutupi perasaannya dengan baik, seperti yang dia akui sendiri di EP 28 ini dan itu memang benar karena Tae Hee memang berubah layaknya bunglon tergantung situasi dan kondisinya dan tergantung dengan siapa dia berhadapan.

Tidak semua aktor mampu memerankan karakter ini namun Joo Won mampu membawakannya dengan sangat sempurna. Apalagi mengingat ini adalah drama pertamanya sebagai Aktor Utama, namun Joo Won berhasil membuktikan kemampuan aktingnya. Great job for Joo Won ^^ I Love your Hwang Tae Hee ^_^


Btw, kasihan Tae Hee di episode ini. Mentalnya Tae Hee dihajar bertubi-tubi. Setelah ditolak Ja Eun 2 kali, sekarang dia terpaksa mengucapkan “selamat tinggal” karena tidak ingin perasaannya membebani Ja Eun, uda gitu tiba-tiba aja dia tahu kalau Kim Jae Ha adalah kakak tirinya. Gimana gak marah tuh? Dia yang putra kandung ditinggalkan, tapi putra tiri malah dirawat dan disayang hanya karena bapaknya kaya.

Tae Hee yang kesabarannya setipis kertas tissue pasti langsung emosi saat mengetahui kebenaran yang menyakitkan ini. DItambah lagi, dia uda depresi, sedih, putus asa dan tertekan sejak siang tadi setelah mengucapkan “selamat tinggal” ke Ja Eun. Lengkap sudah penderitaan Tae Hee. Hanya Ja Eun yang bisa meredakan kemarahan Tae Hee, sayangnya Tae Hee sudah terlanjur mengucapkan “selamat tinggal”.


Well, tapi aku suka dengan kedekatan antara Tae Bum dan Tae Hee, sejak awal, hanya Tae Bum-lah yang terlihat paling peduli pada Tae Hee, like a real brother. Dia jugalah yang menyadarkan Tae Hee akan perasaannya pada Ja Eun, dia juga langsung tahu ada sesuatu yang terjadi pada Tae Hee setelah melihat Tae Hee begitu emosi dan tampak depresi saat mereka bertemu tadi, dan dia juga tahu bahwa penyebab Tae Hee seperti ini adalah Ja Eun. Coba gak ada Tae Bum, makin depresi tuh Tae Heek arena gak punya teman curhat, secara Tae Hee tidak percaya siapa pun dan selalu membentengi dirinya sendiri. Thanks ya, Tae Bum...

Setidaknya walau di awal episode kamu resek karena mencuri hasil penyelidikan Tae Hee yang belum selesai lalu menyebarluaskannya hingga Ja Eun dihujat massa dan Tae Hee hampir dipecat, namun sekarang kau mencoba memperbaiki kesalahan itu dengan menyayangi Tae Hee seperti adik kandungmu sendiri dan menjadi tempat curhatnya. Nasib pemeran utama, disiksa mulu dan happy-nya belakangan T_T

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/620
+ https://gswww.tistory.com/621 + https://gswww.tistory.com/622 + https://gswww.tistory.com/623
+ https://gswww.tistory.com/624)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads