Intro :
Highlight of today episode adalah tamparan di pipi Tae Hee. Dia memang layak ditampar sih, ya. Anggap aja sebagai balasan karena sebelumnya dia berkali-kali berbuat kasar pada Baek Ja Eun, ya walaupun gak sengaja karena dia pikir Ja Eun adalah kriminal alias insiden salah tangkap. Dan di gudang, Tae Hee kesal karena Baek Ja Eun membanting ponselnya ke dinding. Namun Ja Eun melakukan itu juga karena Tae Hee merusak ponsel Ja Eun lebih dulu waktu di kantor polisi. Harusnya sih impas karena sama-sama rusak. Tapi ternyata si Tae Hee mbales lagi. Emang dasar Tae Hee layak ditampar >_<
Aku benci episode ini. Masa-masa kegelapan Baek Ja Eun. Kasian banget Baek Ja Eun kena fitnah dan dibully satu kampus. Semuanya gara-gara Hwang Tae Bum yang mencuri data penyelidikan Tae Hee dan mempublikasikannya padahal tersangka belum jelas dan bukti masih kurang. Walau foto Baek In Ho telah diblur, namun Hwang Tae Bum dengan terang-terangan memposting video promosi kampus yang dibintangi Baek Ja Eun tanpa menyamarkan wajah gadis itu. Tae Bum juga menambahkan pernyataan tentang bagaimana Putri tersangka B, yaitu Miss B adalah Maskot Korea University. Bangsat banget kan Hwang Tae Bum! Poor Ja Eun T__T Gak ngerti kode etik nih manusia.
Ja Eun bukan hanya dibully dengan kata-kata verbal namun
juga dilempar telur, dijambak, bahkan dipecat dari pekerjaan paruh waktunya.
Uda gak punya rumah, keluarga satu-satunya menghilang dalam kecelakaan, gak
punya uang, sekarang malah gak punya pekerjaan dan reputasi serta nama baiknya
ikut hancur dalam sekejap karena fitnah keji tak berdasar. Hwang Tae Bum
benar-benar bangsat!
Hwang Tae Hee ikut marah pada kakaknya. Bukan hanya karena
dia terancam dipecat dan dilucuti, namun juga karena sebenarnya dia tahu kalau
Baek Ja Eun kemungkinan besar tak bersalah. Tapi karena keteledorannya dalam
menyimpan berkas penting, akhirnya dicuri kakak keduanya dan berakhir dia
membuat seorang gadis muda dibully satu kampus dan dihancurkan secara online.
Yah, walaupun dengan begini, Ja Eun membuat Tae Bum dan Tae Hee akhirnya berada
di pihaknya (walau tidak secara terang-terangan, namun mereka mulai bersikap
baik padanya). Feel guilty soalnya. Baguslah, setidaknya Hwang Tae Hee dan
Hwang Tae Bum masih punya hati nurani.
-------000----
Episode 8 dimulai dengan sedikit flashback ke beberapa saat
sebelum adegan penamparan.
“Pada tahun 2007, Presdir Baek In Ho memberikan 3 buah jam
tangan mewah kepada Profesor Seo. Tak lama kemudian, Putrinya juga diterima
masuk di Korea University. Ketika kami mulai menyelidiki hal ini, ayahmu
meninggalkan negara ini untuk menghindari penyelidikan lebih lanjut. Setelah
insiden itu terjadi, aku tidak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan hal itu.
Apakah kau masuk melalui jalan belakang? Apakah ayahmu, Baek In Ho...” Tae Hee
tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Baek Ja Eun telah lebih dulu menamparnya
keras.
PLAK! Terdengar suara tamparan keras yang dihadiahkan Baek
Ja Eun pada Hwang Tae Hee.
“Jangan pernah berani menuduh ayahku seperti itu!”
seru Baek Ja Eun dengan penuh emosi. Dan Hwang Tae Hee hanya menatap Ja Eun
dengan tatapan penuh permusuhan.
“Kau berhutang wajahku,” seru Hwang Tae Hee tak terima.
“Ayahku bukan orang seperti itu! Mencuri kontrak orang lain,
mengambil pertanian milik orang lain, orangtuamu mungkin bisa melakukan itu,
tapi ayahku bukan orang seperti itu!” seru Baek Ja Eun dengan penuh emosi.
“Jangan melibatkan orangtuaku!” Hwang Tae Hee berseru tak
terima.
“Bagaimana bisa orang sepertimu menjadi polisi? Bagaimana
bisa orang-orang sepertimu?” seru Baek Ja Eun, dengan nada tinggi penuh emosi.
Ja Eun menyentil harga diri Tae Hee sebagai seorang polisi dan mempertanyakan
kinerjanya.
“Jangan merambat ke hal lainnya!” Hwang Tae Hee pun berseru
tak terima, dengan nada membentak.
(Sekarang aja loe sok-sok’an galak dan bentak-bentak. Tunggu
loe jatuh cinta, gaya bicaramu langsung berubah lembut dan spontan jadi anak
anjing yang penurut, Baek Ja Eun minta apa aja diturutin)
“Kalian semua adalah geng perampok. Kalian semua mencuri
pertanian orang lain. Makan, minum dan tinggal di sana, aku akan terus
memperhatikan kalian dengan kedua mataku! Melihat bagaimana kalian akan dikutuk
oleh langit. Aku akan mengawasi kalian dengan kedua mataku!” seru Baek Ja Eun
tegas dan tak kalah garang, sebelum akhirnya pergi dari sana dengan penuh kemarahan.
(Hwang Tae Hee yang terkena karma paling parah. Dia jadi tergila-gila dan mati-matian ngejar-ngejar Baek Ja Eun pada akhirnya. Makanya jangan sok galak,
pak polisi! Ingat, batas antara cinta dan benci itu sangat tipis.
Ujung-ujungnya bucin mampus, kan?)
Saat Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun berbicara itulah, Hwang
Tae Bum masuk ke ruangan Tae Hee yang sedang sepi dan mencuri hasil
penyelidikan tentang Profesor Seo yang melibatkan Baek In Ho. Saat Hwang Tae
Hee kembali bersama Seo Dong Min, Tae Bum pura-pura ketiduran di sofa. Namun
sebenarnya Tae Hee sudah curiga jika kakak keduanya mencuri sesuatu dari sana.
“Bukankah itu kakak keduamu?” tanya Seo Dong Min, mengenali
Hwang Tae Bum.
Mendengar itu, Hwang Tae Hee segera mengecek berkas-berkas
hasil penyelidikan di mejanya lalu bergegas membangunkan kakaknya.
“Bangun! Apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah mengatakan
berkali-kali agar jangan masuk ke kantorku seenaknya!” tegur Hwang Tae Hee.
“Itu karena kau tidak mengangkat teleponku! Aku hanya ingin
menumpang pulang denganmu,” ujar Tae Bum beralasan.
“Apakah kau menyentuh berkas-berkas di mejaku?” tanya Hwang
Tae Hee curiga.
Lalu Hwang Tae Bum sengaja meniupkan napasnya yang bau
alcohol kea rah Tae Hee dan Dong Min sebagai alibinya, “YAAA! Dengan tingkat
alkohol seperti ini, apa kau pikir aku bisa melakukan itu?” ujar Hwang Tae Bum
berdrama.
(Nih emak sama anak sama-sama penipu dan pencuri. Emaknya
mencuri kontrak Ja Eun dan anaknya mencuri laporan penyelidikan Tae Hee. Emang
keluarga pencuri sih, susah >_<)
“Jawab saja pertanyaanku! Apa kau melihatnya atau tidak?”
ujar Hwang Tae Hee tak percaya.
“Tidak lihat! Memangnya kenapa?” sangkal Hwang Tae Bum tanpa
rasa bersalah sedikit pun. Yah, waktu yang akan membuktikannya, kau pencuri atau
bukan, Hwang Tae Bum?
“Baiklah. Cepat bangun dan kita pulang!” jawab Tae Hee
akhirnya. Dan kemudian, mereka pun pulang bersama.
Di mobil, Tae Hee menceriitakan soal kejadian pagi ini, di
mana Baek Ja Eun kehilangan kontraknya.
“Oh benarkah? Apa kau tidak bercanda?” tanya Hwang Tae Bum
tak percaya.
“Siapa yang akan menjadikan hal seperti ini lelucon?” jawab
Hwang Tae Hee.
“Kalau begitu apa yang terjadi dengan kontraknya?” tanya Tae
Bum lagi.
“Aku tidak tahu. Dia mengatakan kalau surat itu selalu ada
di dalam tasnya dan kemungkinan dicuri. Apa pun itu, dia membuat kekacauan
besar di pagi hari,” jawab Tae Hee.
“Pasti sangat kacau. Aku tidak perlu berada di sana untuk mengetahuinya,” sahut Tae Bum, sudah bisa menduganya.
“Tapi bagaimana bisa sesuatu seperti itu terjadi? Ibu pasti
sangat senang sampai dia ingin mati. Lalu kemudian melompat-lompat dengan
girang,” tambah Tae Bum dengan tersenyum lucu membayangkan ibunya yang tengah
bergembira.
(Benar. Tuh Ahjumma satu emang jahat banget di awal episode,
bisa-bisanya dia tertawa gembira di atas penderitaan orang lain? Uda gitu, penyebab
penderitaan itu adalah dia sendiri, dialah yang mencuri kontrak itu)
“Aku tahu,” jawab Tae Hee, dengan ekspresi merasa bersalah.
Entah kenapa setelah mendengar ucapan Baek Ja Eun tentang keluarga pencuri, membuat
Hwang Tae Hee merasa bersalah.
Sesampainya di rumah, Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Bum
disambut hangat oleh anggota keluarga yang sedang duduk di meja makan dan
memakan semangka dengan gembira untuk merayakan kebebasan mereka dari masalah
kontrak itu. Benar-benar satu keluarga yang tak punya hati.
“Kakak kedua, kau pasti datang setelah mendengar berita itu,
kan?” tebak Hwang Tae Phil seraya memakan semangka dengan gembira. Nih rambut sarang
burung emang layak digampar, sejak awal, dia membenci Ja Eun tanpa alasan dan
selalu memusuhinya.
“Apalagi kalau bukan itu?” jawab Hwang Tae Bum membenarkan.
“Ibu, Anda pasti sangat gembira, kan?” lanjut Tae Bum,
bertanya pada ibunya. Tentu sajalah dia gembira, orang dia yang nyuri kontraknya.
“Siapa yang gembira? Ini adalah sesuatu yang kebetulan
terjadi dalam hidup kita,” sangkal Park Bok Ja, berusaha menutupi kegembiraannya.
“Tapi kenapa wajahmu terlihat gembira?” telak Tae Phil, sangat
memahami ibunya yang jago akting.
“Sudahlah, Ibu. Kita satu keluarga, katakan saja. Ibu sangat
gembira, bukan?” desak Tae Bum lagi.
“Apakah pertanian jatuh dari langit? Pertanian ini selalu
menjadi milik kita,” sahut Park Bok Ja tak tahu malu. Jelas-jelas mereka hanya
hidup menumpang di pertanian itu selama 10 tahun lamanya.
“Kenapa tidak sekalian saja tertawa dengan gembira? Tidak
ada yang akan melarangmu tertawa dengan gembira,” sindir Tae Bum lagi. Barulah
kemudian Nenek dan Ibu serta Hwang Tae Phil tertawa dengan gembira.
Sementara Tae Hee hanya terdiam tanpa berkomentar apa pun. Dia hanya duduk dan makan semangka, terlihat seperti berada di pihak netral : tidak bersedih dan khawatir seperti Tae Shik dan ayahnya, namun juga tidak bergembira seperti Nenek, Ibu, Tae Phil dan Tae Bum.
Sementara Tae Hee hanya terdiam tanpa berkomentar apa pun. Dia hanya duduk dan makan semangka, terlihat seperti berada di pihak netral : tidak bersedih dan khawatir seperti Tae Shik dan ayahnya, namun juga tidak bergembira seperti Nenek, Ibu, Tae Phil dan Tae Bum.
Hanya Hwang Chang Sik (papa Hwang) dan Hwang Tae Shik (si
sulung) yang tampak muram dan merasa khawatir.
“Ayah, jadi di mana kira-kira di mana kontrak itu hilang?”
tanya Hwang Tae Shik tampak cemas. Sejak awal, dia selalu berada di pihak Ja
Eun.
“Mungkin kontrak itu jatuh saat dia berada di luar rumah,”
jawab Hwang Chang Sik.
“Ada apa dengan Ja Eun-ssi? Kenapa kontrak sepenting itu
harus dibawa ke mana-mana? Lalu ke mana kira-kira Ja Eun-ssi pergi sekarang?”
ujar Tae Shik tampak khawatir.
Tae Hee hanya menatap kakak pertamanya dengan ekspresi seperti mengatakan, "Aku baru saja bertemu dengannya beberapa saat yang lalu, sayangnya aku tidak berniat untuk bertanya karena dia menamparku lebih dulu."
Tae Hee hanya menatap kakak pertamanya dengan ekspresi seperti mengatakan, "Aku baru saja bertemu dengannya beberapa saat yang lalu, sayangnya aku tidak berniat untuk bertanya karena dia menamparku lebih dulu."
“Ayah juga tidak tahu,” jawab Hwang Chang Sik menyesal.
“Ayah bahkan tidak bertanya ke mana dia pergi dan membiarkan
dia pergi begitu saja? Apakah dia memiliki tempat untuk tinggal?” tanya Hwang Tae
Shik, si sulung dengan cemas. Sepertinya hanya dialah yang mencemaskan keadaan
Ja Eun sekarang, ya tentu saja selain papa Hwang. Hanya mereka berdua untuk saat
ini yang masih memiliki rasa kemanusiaan.
“Mengapa kau begitu ingin tahu tentang hal itu? Apa pun itu,
kita memiliki sertifikat tanah. Selain itu, setelah gadis itu membuat
kekacauan, aku merapikan semuanya sampai punggungku sakit. Untuk apa kau
bersikap baik padanya? Dasar bodoh!” seru Nenek Hwang kesal, tanpa perasaan.
Hwang Tae Shik bukan bodoh, dia hanya memiliki rasa
perikemanusiaan, tidak sepertimu dan Park Bok Ja, Nenek! Gak punya hati! Gak
punya perikemanusiaan. Manusia egois.
“Aku tahu kakak pertama pasti akan dimarahi oleh Nenek. Jika
begitu khawatir, kenapa tidak pergi saja mencarinya?” sindir Hwang Tae Phil.
“Itu sebabnya kau belum menikah hingga saat ini, Hyung.” Sindir
Hwang Tae Bum. Hanya Hwang Tae Hee yang mengunci mulutnya dan tidak ikut
berkomentar apa pun.
“Tidak perlu peduli padanya! Bahkan di pagi hari tadi,
kenapa kau membantunya membuat kekacauan? Jika kontrak benar-benar ditemukan,
apa yang harus kita lakukan?” tegur Park Bok Ja, sang ibu pencuri, dengan tak
punya hati.
Woi, itu karena Hwang Tae Shik punya hati, punya perikemanusiaan,
gak kayak kalian manusia berhati Iblis.
“Benar. Kau ikut membantu membuat rumah berantakan,” sahut Nenek membela
menantunya.
“Eomma, Ja Eun-ssi tiba-tiba saja kehilangan ayahnya di usia
yang masih muda, ibu tirinya juga melarikan diri dan meninggalkannya sendirian,
ditambah dengan hilangnya kontrak...” Tae Shik berusaha membela Ja Eun dan
mengatakan betapa malangnya dia, namun Park Bok Ja memotong ucapannya.
“Jadi, karena kau begitu baik dan penasaran, kau berharap
kontraknya muncul kembali? Kompensasinya dengan 30 juta won yang dia minta,
kemudian di masa depan, kita akan selalu khawatir dia akan meminta sesuatu yang
lain, lalu mengatakan kepada semua tetangga kalau pertanian ini bukan milik kita.
Ayah dan Ibu akan dipermalukan sampai mati. Apa itu yang kau inginkan?” seru
Park Bok Ja lagi. Playing Victim untuk membenarkan tindakannya sendiri.
“Tidak. Bukan seperti itu maksudku,” jawab Hwang Tae Shik
pasrah.
Sementara Hwang Tae Hee tampak berpikir, entah memikirkan ucapan Tae Shik tentang betapa malangnya hidup Baek Ja Eun dan dia merasa kasihan atau memikirkan ucapan Park Bok Ja yang mengatakan mereka harus memberikan 30 juta sebagai kompensasi agar pertanian ini tidak dijual.
Sementara Hwang Tae Hee tampak berpikir, entah memikirkan ucapan Tae Shik tentang betapa malangnya hidup Baek Ja Eun dan dia merasa kasihan atau memikirkan ucapan Park Bok Ja yang mengatakan mereka harus memberikan 30 juta sebagai kompensasi agar pertanian ini tidak dijual.
“Jika bukan seperti itu maka duduklah saja dengan tenang.
Tidak bisakah kau diam saja?” ujar Park Bok Ja, tidak mau menerima kritikan.
“Hyung, kenapa kau merusak suasana gembira?” Hwang Tae Phil
si pengangguran tak berguna justru menyiram bensin ke dalam api.
“Benar. Apa kau tidak tahu kalau terlalu bersimpati kepada
orang lain akan merugikan kita sendiri?” tambah Hwang Tae Bum juga.
“Benar. Lagipula kita tidak mencurinya. Bukankah kontraknya
hilang sendiri?” timpal Hwang Chang Sik. Belum tahu aja dia kalau pencurinya
adalah istrinya sendiri.
Akhirnya Hwang Tae Shik hanya bisa pasrah karena tidak bisa
melawan keluarganya sendiri. Ya, apalah artinya 1 lawan banyak, kan? Tapi
terima kasih atas kebaikanmu, Hwang Tae Shik.
Hwang Chang Sik tampak bersembunyi di kamar mandi dan
mencoba menelpon Ja Eun, dia tampak khawatir, namun akhirnya dia berpikir
mungkin Ja Eun akan pergi ke rumah temannya atau mungkin Bibinya.
Padahal sebenarnya, Baek Ja Eun sedang berjalan di tengah
jalan tak tentu arah seraya menyeret kopernya dengan lesu. Gadis malang yang
tak punya rumah itu tampak bingung harus ke mana. Dia mendatangi sebuah penginapan
namun uang di dompetnya tak akan cukup bila dia tinggal di sana dalam waktu
lama.
Akhirnya Ja Eun yang malang, hanya mampu kembali ke
kampusnya dan tidur di sana. Dalam kesendiriannya, Ja Eun mencoba menyemangati
dirinya sendiri dan berkata kalau ini hanyalah mimpi belaka. Begitu dia bangun maka semuanya
akan berakhir.
“Jadi jangan menangis, Ja Eun-ah. Tidak ada yang perlu
ditangisi. Saat aku bangun, maka semua ini akan berakhir. Karena ini hanya
mimpi, hanya mimpi,” Baek Ja Eun yang malang terus menyemangati dirinya sendiri
dan berakhir menangis dalam tidurnya.
Pagi hari di pertanian Ojak, Hwang Tae Hee mulai
mengkonfrontasi Hwang Tae Phil karena menggunakan identitasnya untuk merayu
gadis-gadis.
“Hei anak nakal, tidak peduli apa pun yang kau lakukan,
bagaimana bisa kau mengaku kalau kau adalah polisi?” sergah Tae Hee, langsung
pada intinya. Kemudian dia menarik kerah baju Hwang Tae Phil dan mendorongnya ke atas ranjang.
“Apa itu bisa memberimu alasan untuk mendorong orang?” sahut
Hwang Tae Phil membela diri.
“Tutup mulutmu! Karena kau adalah adikku, aku masih berbelas
kasih,” ujar Tae Hee kesal.
“Sejak kapan aku jadi adikmu? Aku tidak punya kakak sepertimu,”
tantang Hwang Tae Phil tak tahu diri.
Karena Hwang Tae Hee bukan kakak kandungnya dan hanya sepupu,
dia selalu menolak mengakui Tae Hee sebagai kakaknya dan menolak memanggilnya “Hyung”.
“Silakan tangkap aku! Jika aku benar-benar bisa dibawa ke
kantor polisi, kau akan membawaku dengan tuduhan apa?” ejek Hwang Tae Phil,
tidak menyadari kesalahannya.
“Kau benar-benar ingin aku menangkapmu?” Tae Hee balik
menantang.
“Aku akan membiarkanmu menangkapku. Tapi kesalahan apa yang
kulakukan hingga kau bisa menangkapku? Apakah aku mencuri di kantor polisi?
Atau melakukan kejahatan lain? Atas alasan apa kau menangkapku?” sahut Hwang
Tae Phil menantang.
“Apa kau benar-benar berpikir kalau kau tidak memiliki kesalahan apa pun?”
ujar Hwang Tae Hee menyindir.
“Bukankah minggu lalu kau menipu uang dari Nyonya di kampung
sebelah dengan alasan investasi namun investasinya gagal? Kau juga pergi ke
Nyonya penjaga counter handphone kemudian dengan menggunakan namaku berpura-pura
memeriksa counternya dengan alasan kau mendengar ada produk illegal di sana dan
dia memberimu uang tutup mulut sebagai gantinya,” seru Hwang Tae Hee dengan
tegas, membuat Hwang Tae Phil terdiam.
“Hwang Tae Phil, aku akan menangkapmu karena kau telah berani menipu masyarakat dan memalsukan nama
polisi untuk melakukan penipuan. Kau dituntut atas penipuan dan pencemaran
nama baik polisi. Kau memiliki hak untuk tetap diam. Kau juga memiliki hak
untuk didampingi oleh pengacara!” lanjut Hwang Tae Hee seraya mengeluarkan
borgol dari sakunya dan meraih tangan Tae Phil, seakan ingin menangkapnya.
“Aku tahu. Aku tahu. Aku sangat menyesal. Aku minta maaf.
Apa bisa melepaskan aku bila aku berjanji tidak akan melakukannya lagi? Aku tidak
akan melakukan pelanggaran lagi. Apa itu cukup?” ujar Hwang Tae Phil meminta
maaf, walaupun tidak terdengar tulus.
“Sampai kapan kau ingin hidup seperti ini? Bukankah sekarang
kau sudah tidak bekerja lagi?” telak Hwang Tae Hee, mulai lelah dengan sikap
Hwang Tae Phil yang belum dewasa dan seenaknya sendiri.
“Apa kau mulai menyelidiki kehidupan orang lain lagi?” sindir Hwang Tae Phil.
“Kau pikir siapa dirimu? Selalu menunjukkan kesalahan dalam
hidupku,” lanjut Hwang Tae Phil masih sok menantang.
“Aku tidak punya niat untuk mengganggu hidupmu. Tapi aku
tidak suka melihat ibu kecewa lagi karenamu. Mulailah mencari kerja!” sahut
Hwang Tae Hee.
“Tidak perlu mengguruiku! Aku akan mencari kerja jika aku
ingin mencari kerja!” jawab Tae Phil, masih membantah.
“Kapan itu akan terjadi? Dari kau lulus kuliah hingga
sekarang, kau belum pernah melakukan sesuatu yang berguna!” telak Hwang Tae Hee
kesal.
“Kau tak perlu repot-repot
mengurusiku. Lagipula apa dia Ibumu? Dia ibuku!” seru Hwang Tae Phil, sengaja
menyentil luka terdalam Tae Hee dan mengingatkannya kembali akan statusnya
sebagai anak angkat. Hwang Tae Hee hanya menarik napas dalam-dalam untuk meredakan
emosinya.
“Serahkan! Serahkan semua kartu nama
yang tersisa!” pinta Hwang Tae Hee, kembali pada tujuan awalnya datang kemari.
Tak punya pilihan, Hwang Tae Phil
mengambilnya namun dia sengaja menjatuhkannya ke lantai kamar hingga jatuh
berhamburan, sengaja membuat Hwang Tae Hee marah.
“Ambillah sendiri!” ujar Tae Phil
dengan menyebalkan dan kurang ajar.
“Ambillah! Dan juga, mulailah
mencari pekerjaan paruh waktu! Aku akan memberimu waktu tiga hari. Jika dalam 3 hari, kau
masih belum melakukan apa pun, aku akan memberitahu ayah dan ibu tentang
insiden itu, termasuk kau berpura-pura menjadi polisi!” seru Hwang Tae Hee
final sebelum melangkah keluar kamar.
Apa Tae Phil pikir, dia bisa
mengalahkan Tae Hee? Tae Hee lembutnya cuma sama nenek dan ibu doank (plus sama ayangnya alias Baek Ja Eun ntar), bukan
sama saudaranya yang lain.
Keluarga Hwang akhirnya berkumpul
di meja makan untuk sarapan dan Park Bok Ja masih menyajikan menu sarapan lezat
untuk merayakan kegembiraannya karena hilangnya kontrak pertanian itu.
“Salad ini benar-benar lezat. Aku
merasa beruntung bisa menjadi anak Ibu,” puji Tae Bum. Lalu mereka semua makan
dengan gembira.
"Benar. Supnya juga rasanya sangat lezat," sahut Tae Hee juga turut memuji masakan ibunya, sambil tersenyum manis.
"Benar. Supnya juga rasanya sangat lezat," sahut Tae Hee juga turut memuji masakan ibunya, sambil tersenyum manis.
Sementara itu, Baek Ja Eun tampak
menjual jam tangan yang dihadiahkan oleh ibu tirinya, dan dia baru mengetahui
bila semua jam tangan itu ternyata palsu. (Wah, harus dilaporin Hwang Tae Hee
nih, kalau si emak tiri membeli barang palsu hahaha ^_^)
Lalu pegawai toko tersebut
melihat jam tangan yang dipakai Ja Eun dan merupakan hadiah dari sang ayah, sudah
tentu itu asli dong ya. Awalnya Ja Eun menolak untuk menjualnya, namun pegawai
toko itu berkata dia akan memberikan uang 320 ribu won untuk ganti jam tangan
mewah dari ayahnya. Ja Eun yang sangat butuh uangpun akhirnya terpaksa
menjualnya.
Sungguh ironis. Saat keluarga
Hwang sarapan dengan menu lezat, Baek Ja Eun si pemilik pertanian asli justru
hanya sarapan dengan sebuah roti dan sekotak susu yang dibelinya dengan uang
hasil menjual jam tangan mewah.
Dia pun mulai mencari pekerjaan
paruh waktu untuk bertahan hidup, namun
tentu saja itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat dia mendapat
pekerjaan paruh waktu sebagai pelayan café, Baek Ja Eun yang tak pernah bekerja
kasar sebelumnya, berakhir selalu memecahkan gelas dan piring. Poor Baek Ja Eun
T_T
Saat di kampus, Lee Seung Mi (gadis
yang sebenarnya masuk melalui suap) kembali mengganggu Baek Ja Eun dengan mengatakan
kalau dia mendengar rumor bahwa Baek Ja Eun mencuci bahkan keramas di kamar
mandi kampus, karena ada orang yang melihat seseorang seperti Baek Ja Eun
mencuci rambut di kamar mandi kampus pagi ini.
“Benarkah? Mirip denganku? Aku juga
ingin melihat semirip apa orang itu denganku?” jawab Baek Ja Eun, berpura-pura
tenang dan tak terpancing emosi.
“Bukankah itu memang kau?” desak
Lee Seung Mi lagi, dengan nada meledek..
“Terima kasih, Lee Seung Mi, kau
benar-benar sangat perhatian padaku. Bahkan memperhatikan semua rumor tentangku,”
sahut Baek Ja Eun dengan tersenyum manis.
“Aku punya janji. Kita bertemu di
kelas,” ujar Ja Eun pada Nam Suk dan Ah Ra, sebelum pergi dari sana.
“Sampai nanti, Ja Eun-ah.” ujar Nam
Suk dan Ah Ra.
Keadaan menjadi semakin buruk,
saat berita tentang penyuapan Rektor Universitas tiba-tiba menyebar cepat
berkat berita eksklusif yang disiarkan oleh Reporter Hwang Tae Bum. Di sana, walau
wajah Baek In Ho disamarkan (diblur) namun Hwang Tae Bum menyebutkan nama inisialnya
dengan terperinci.
Khususnya tentang putri tersangka kasus penyuapan yang juga kuliah di Korea University dan menjadi Maskot di
sana. Siapa lagi kalau bukan Baek Ja Eun? Semua orang mengetahui kalau Baek Ja
Eun adalah Maskot Korea University dan poster promosinya terpasang di mana-mana,
bahkan di stasiun kereta bawah tanah, bus-bus yang melintas dan juga bertebaran
di internet.
Sudah tentu, Baek Ja Eun menjadi bahan
hujatan ketika rumor fitnah ini tersebar. Bahkan pengunjung restoran tempat dia
bekerja paruh waktu pun mulai menghujatnya.
“Kau adalah National Goddess
Korea University, Baek Ja Eun, kan?” tanya salah seorang pengunjung wanita.
Ja Eun yang tak tahu apa-apa, tentu saja menjawab, “Benar, aku adalah Baek Ja Eun.”
Ja Eun yang tak tahu apa-apa, tentu saja menjawab, “Benar, aku adalah Baek Ja Eun.”
“Apa kau bekerja paruh waktu di sini?” ledek pengunjung wanita itu.
“Bukankah keluargamu sangat kaya?
Mengapa kau datang ke tempat ini dan melakukan pekerjaan paruh waktu? Aku
dengar berkat ayahmu yang menyuap rektor Universitas, kau bisa diterima di Korea
University. Aku sangat iri,” sindir pengunjung wanita yang satu lagi.
“Apa yang Anda bicarakan?”
sungguh, Baek Ja Eun tidak mengerti sama sekali.
“Apa kau tidak membaca berita?
Kau ada di breaking news IBC,” jawab pengunjung wanita pertama.
Barulah kemudian Baek Ja Eun
sadar bahwa ini kemungkinan adalah kasus yang pernah dituduhkan oleh Hwang Tae
Hee sebelumnya. Namun entah kenapa, kasus ini mendadak bocor keluar dan bahkan
menjadi breaking news di saluran berita IBC. Ja Eun yang malang berbalik dan
melihat semua orang mulai memotret dan menghujatnya di media sosial.
Ingin mengkonfirmasi kebenaran
itu, Ja Eun pun menuju rental komputer untuk melihat apa yang terjadi
sebenarnya. Dan benar saja, video promosinya pun bahkan jelas-jelas
memperlihatkan wajahnya tanpa disamarkan sama sekali. Hwang Tae Bum menyamarkan
wajah Baek In Ho, namun tidak menyamarkan wajah Baek Ja Eun. Benar-benar
brengsek!
“Mengenai kasus penyuapan Rektor
Universitas K yang dilakukan oleh tersangka B yang melibatkan putrinya Miss B,
masih dalam tahap penyelidikan polisi. Diketahui bahwa pada tahun 2007, tersangka B memberikan 3 buah jam tangan mewah kepada Profesor S senilai ratusan juta
won. Tak berapa lama kemudian, putrinya, Miss B juga diterima di kampus tersebut
dan bahkan sekarang menjadi Maskot Universitas. Profesor S menyangkal hal ini,
ditambah lagi tersangka B mengalami kecelakaan dan menghilang di lautan China
sebulan yang lalu. IBC News, Reporter Hwang Tae Bum melaporkan,” begitulah bunyi laporan
yang dibuat oleh Hwang Tae Bum. Ja Eun seketika menjadi shock saat membaca
beritanya.
Tak hanya itu, perbuatan Hwang Tae Bum jelas melanggar kode
etik karena apa yang dilakukannya ini akan membuat orang yang belum tentu
bersalah akan menjadi sasaran kemarahan dan hujatan publik.
“Apakah ini ulah kakak Hwang Tae Hee lagi?” ujar salah seorang
petugas kepolisian terkejut.
Saat Hwang Tae Hee akan pergi menghajar kakaknya, telepon di
mejanya tiba-tiba berbunyi keras. Sudah bisa diduga siapa yang menelpon di saat
seperti ini. Siapa lagi kalau bukan Lee Khi Chul?
Seluruh petugas polisi di Divisi Penyelidikan Kriminal
spontan menatap dering telepon itu dengan menarik napas berat.
“Menurutmu itu telepon dari siapa?” ujar Tim Leader Tae Hee
dengan kesal.
Dan benar saja, begitu Hwang Tae Hee melangkah masuk ke
dalam ruangan, Lee Khi Chul segera melemparkan berkas-berkas ke wajah Tae Hee
dengan penuh kemarahan.
“Maafkan kami, Pimpinan Department. Petugas Hwang tidak
melanjutkan penyelidikan lagi, namun berita itu sengaja dicuri oleh seseorang
yang tak bertanggung jawab dan disebarkan keluar,” sahut Tim Leader, masih
membela Tae Hee.
“Tidak. Aku tidak pernah melakukan itu!” jawab Hwang Tae Hee
menyangkal.
“Kau, sebelum Komite Pelanggaran memutuskan hukuman yang
tepat untukmu, jangan melakukan apa pun! Duduklah di kursimu dengan patuh! Borgol
di tanganmu dan juga kartu pengenalmu akan ditahan!” putus Lee Khi Chul kesal,
membuat Hwang Tae Hee menatapnya tak terima.
“Tim Leader Eum akan menangani insiden ini. Kami akan
memberitahu media bahwa ini hanyalah dugaan sementara, mereka belum tentu
bersalah dan karena kurangnya bukti maka kasus ini akan ditutup tanpa
tersangka!” lanjut Lee Khi Chul memutuskan.
Setelah keluar dari ruangan Lee Khi Chul, Hwang Tae Hee
segera mendatangi kantor kakaknya dengan penuh kemarahan. Mereka terlibat
kejar-kejaran intens hingga akhirnya Hwang Tae Bum tersudutkan.
“Sampai kapan kau baru akan berhenti? Sampai kapan?” seru
Hwang Tae Hee marah dan frustasi. Ini bukan pertama kalinya Hwang Tae Bum
mencuri hasil penyelidikannya yang belum selesai lalu mengungkapkannya pada publik.
Apa yang dilakukan oleh Hwang Tae Bum tentu melanggar kode
etik. Bagaimana jika ternyata orang-orang itu tidak bersalah (sama seperti Baek
Ja Eun), bukankah itu berarti pihak kepolisian telah mencemarkan nama baik
orang lain dan menghancurkan mental serta reputasi mereka? Tanggung jawab
moral, itu intinya.
Ini yang membuat Hwang Tae Hee marah bukan main, ditambah
lagi, karirnya sebagai polisi juga dipertaruhkan di sini, karena kakaknya telah
membocorkan hasil penyelidikan kepolisian tanpa bukti yang jelas.
“Apa sekarang kau tidak terlalu berlebihan? Apakah aku melaporkan
hoax? Bukankah itu fakta?” jawab Hwang Tae Bum dengan entengnya. Walaupun seandainya
itu fakta pun, Hwang Tae Bum tidak berhak mencuri hasil penyelidikan orang lain
dan membocorkannya tanpa ijin. Ini seperti Plagiatisme kalau di dunia
kepenulisan. Gak etis, woi!
“Apakah kau tidak tahu bahwa sebelum kebenaran dikonfirmasi,
maka tak ada yang namanya Fakta? Itu masih dugaan sementara. Hyung, apa kau
tidak mengerti yang namanya KODE ETIK?” seru Hwang Tae Hee penuh emosi.
“Apa kau tahu kalau aku juga ingin mengungkapkan semuanya,
seperti yang kau lakukan? Orang yang menggunakan uang untuk masuk ke Universitas
sementara di luar sana banyak orang-orang yang kesulitan untuk kuliah karena
mereka tak punya uang, dan terpaksa harus merelakan impian mereka, mereka yang
diinjak-injak mimpinya oleh orang-orang seperti itu, aku juga ingin mengungkapkannya
seratus kali, bahkan seribu kali. Apa kau pikir aku tidak ingin
mengungkapkannya pada semua orang?” ujar Tae Hee penuh emosi.
“Aku juga ingin meneriakkan pada dunia ini kalau ada
beberapa hal yang tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak apa pun! Karena itu aku berusaha keras
menyelidikinya dan mencari kebenaran. Tapi terima kasih karenamu, mungkin aku
tidak akan pernah bisa lagi mengungkapkan kebenaran itu, karena aku terancam
akan dilucuti dari posisiku,” lanjut Hwang Tae Hee.
“Karena aku memiliki kakak yang baik, sekarang aku terancam
takkan bisa menjadi polisi lagi,” seru Hwang Tae Hee dengan penuh emosi.
“Kau terancam akan dilucuti?” tanya Hwang Tae Bum. Hwang Tae
Bum ini bukan hanya menghancurkan mental dan reputasi Baek Ja Eun namun juga
menghancurkan karir adik sepupunya sendiri. Egois dan gak punya moral nih Tae
Bum. Memang sejak awal, yang paling baik adalah Hwang Tae Shik si sulung.
“Ya. Kau seharusnya bisa menebak hal itu, bukan?” sindir Hwang Tae Hee.
“Bukan seperti itu. Jika mereka mengadakan Komite Pelanggaran,
aku yakin kau tidak akan dihukum seberat itu. Jangan khawatir!” ujar Hwang Tae
Bum dengan entengnya.
(Lalu bagaimana dengan mental dan reputasi Baek Ja Eun yang secara
tidak langsung sudah kau hancurkan, Tae Bum-ah?)
“Aku hanya ingin bertanya, apa karena aku bukan Tae Phil?
Itu sebabnya kau tak pernah memikirkan perasaan dan juga karirku? Jika aku adalah
Tae Phil, akankah kau masih melakukan hal itu, mencuri hasil penyelidikanku?”
ujar Hwang Tae Hee dengan hati yang luka lalu segera pergi dari sana dengan
kesal.
Sementara Hwang Tae Bum memanggilnya dengan rasa bersalah, “Bukan
seperti itu! YAAA! Hwang Tae Hee!” namun Tae Hee tetap melangkah pergi dengan
kesal.
Sementara itu di kampus, Baek Ja Eun dihujat habis-habisan oleh semua mahasiswa di sana.
Lee Seung Mi dan gengnya, yang selama ini selalu iri pada popularitas dan
kepintaran Baek Ja Eun mulai memimpin mahasiswa untuk menyerang Baek Ja Eun
bersamaan. Ja Eun tak hanya dimaki dan diolok-olok, namun juga dilempar telur
dengan kejam.
Baek Ja Eun yang tidak mudah ditindas tentu saja berbalik
melawan, tapi sialnya video perkelahian itu justru makin merusak reputasinya
saat diunggah di media sosial. Jadi pengennya mereka adalah si korban disuruh
diem aja waktu dibully gitu, karena kalau si korban melawan, ujung-ujungnya
malah dibenci publik. Dunia memang kadang selucu itu.
Kasian Baek Ja Eun! Mentalnya dihajar habis-habisan sejak episode
7. Untungnya Baek Ja Eun strong woman dan mentalnya sekuat baja! Untungnya dia
bukan karakter female lead yang menye-menye, dan walaupun harus menangis, dia
menangis seorang diri di tempat yang sepi. Seperti sekarang, saat Baek Ja Eun
yang menangis sedih didampingi oleh Nam Suk dan Ah Ra di ruangan sepi. Be
Strong, Ja Eun-ah *puk puk Baek Ja Eun*
Tak ingin berada di kampus yang bagaikan neraka baginya
sekarang, Ja Eun akhirnya menyewa ruangan karaoke dan menghabiskan malam di
sana. Saat itulah dia mendapatkan panggilan dari kepolisian agar datang untuk
memberikan kesaksian. Tak punya pilihan, Baek Ja Eun terpaksa datang memenuhi
panggilan.
Di kantor polisi wilayah timur, situasi mendadak menjadi
sangat ramai. Para wartawan haus berita yang mendengar kabar bahwa Baek Ja Eun akan
datang memenuhi panggilan kepolisian sudah berkumpul untuk menunggunya di sana.
Bagaikan selebriti, semua wartawan haus berita menunggu kedatangannya di depan
kantor polisi.
“Wah, setelah mereka mendengar kabar bahwa Baek Ja Eun akan
datang untuk memberikan keterangan, kantor polisi mendadak menjadi sangat
ramai,” ujar Seo Dong Min dengan kagum.
“Baek Ja Eun bahkan bukan selebriti terkenal, bukankah
mereka sangat berlebihan? Apa yang salah dengan semua orang?” seru petugas polisi
yang lain.
Saat kedua petugas polisi saling bergosip, Hwang Tae Hee
hanya berdiri di belakang seraya meminum kopinya.
“Dia sangat terkenal di internet. Karena dia adalah National
Goddess Korea University dan sangat cantik, jadi anak-anak muda sangat
menyukainya dan mereka mengenalnya,” jawab Seo Dong Min.
Tak lama kemudian ponsel Tae Hee berbunyi dan itu adalah
Park Bok Ja yang datang untuk mengantarkan Tae Hee baju ganti serta makanan,
karena sudah berhari-hari dia tidak pulang. Tae Hee tersenyum dan mengucapkan
terima kasih serta menyuruh Ibunya cepat pergi sebelum sang Ibu bertemu Baek Ja
Eun dan membuatnya marah lagi.
Namun yang namanya takdir memang tak bisa dihindari, saat
Park Bok Ja akan pergi dari sana, Baek Ja Eun tampak berjalan masuk ke kantor
polisi. Begitu melihat kedatangannya, para wartawan seketika mengerubunginya.
Hwang Tae Hee dan ketiga rekannya segera berlari ke arahnya dan mencoba
melindungi saksi mereka.
Setelah Baek Ja Eun mendapat ruang untuk melangkah, dia
segera pergi dari sana. Namun langkahnya terhenti setelah dia melihat Park Bok
Ja ada di sana. Kedua wanita itu saling bertatapan dengan aura permusuhan yang
sangat pekat.
Bersambung…
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)
Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan.
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS!
Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah
murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa
menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian
mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya,
aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan
setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia
Per-Youtube-an!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar