Sabtu, 01 Juni 2024

Sinopsis EP 8 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Intro :
Highlight of today episode adalah tamparan di pipi Tae Hee. Dia memang layak ditampar sih, ya. Anggap aja sebagai balasan karena sebelumnya dia berkali-kali berbuat kasar pada Baek Ja Eun, ya walaupun gak sengaja karena dia pikir Ja Eun adalah kriminal alias insiden salah tangkap. Dan di gudang, Tae Hee kesal karena Baek Ja Eun membanting ponselnya ke dinding. Namun Ja Eun melakukan itu juga karena Tae Hee merusak ponsel Ja Eun lebih dulu waktu di kantor polisi. Harusnya sih impas karena sama-sama rusak. Tapi ternyata si Tae Hee mbales lagi. Emang dasar Tae Hee layak ditampar >_<



Aku benci episode ini. Masa-masa kegelapan Baek Ja Eun. Kasian banget Baek Ja Eun kena fitnah dan dibully satu kampus. Semuanya gara-gara Hwang Tae Bum yang mencuri data penyelidikan Tae Hee dan mempublikasikannya padahal tersangka belum jelas dan bukti masih kurang. Walau foto Baek In Ho telah diblur, namun Hwang Tae Bum dengan terang-terangan memposting video promosi kampus yang dibintangi Baek Ja Eun tanpa menyamarkan wajah gadis itu. Tae Bum juga menambahkan pernyataan tentang bagaimana Putri tersangka B, yaitu Miss B adalah Maskot Korea University. Bangsat banget kan Hwang Tae Bum! Poor Ja Eun T__T  Gak ngerti kode etik nih manusia.

Ja Eun bukan hanya dibully dengan kata-kata verbal namun juga dilempar telur, dijambak, bahkan dipecat dari pekerjaan paruh waktunya. Uda gak punya rumah, keluarga satu-satunya menghilang dalam kecelakaan, gak punya uang, sekarang malah gak punya pekerjaan dan reputasi serta nama baiknya ikut hancur dalam sekejap karena fitnah keji tak berdasar. Hwang Tae Bum benar-benar bangsat!

Hwang Tae Hee ikut marah pada kakaknya. Bukan hanya karena dia terancam dipecat dan dilucuti, namun juga karena sebenarnya dia tahu kalau Baek Ja Eun kemungkinan besar tak bersalah. Tapi karena keteledorannya dalam menyimpan berkas penting, akhirnya dicuri kakak keduanya dan berakhir dia membuat seorang gadis muda dibully satu kampus dan dihancurkan secara online. Yah, walaupun dengan begini, Ja Eun membuat Tae Bum dan Tae Hee akhirnya berada di pihaknya (walau tidak secara terang-terangan, namun mereka mulai bersikap baik padanya). Feel guilty soalnya. Baguslah, setidaknya Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Bum masih punya hati nurani.

-------000----

Episode 8 :
Episode 8 dimulai dengan sedikit flashback ke beberapa saat sebelum adegan penamparan.
“Pada tahun 2007, Presdir Baek In Ho memberikan 3 buah jam tangan mewah kepada Profesor Seo. Tak lama kemudian, Putrinya juga diterima masuk di Korea University. Ketika kami mulai menyelidiki hal ini, ayahmu meninggalkan negara ini untuk menghindari penyelidikan lebih lanjut. Setelah insiden itu terjadi, aku tidak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan hal itu. Apakah kau masuk melalui jalan belakang? Apakah ayahmu, Baek In Ho...” Tae Hee tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Baek Ja Eun telah lebih dulu menamparnya keras.




PLAK! Terdengar suara tamparan keras yang dihadiahkan Baek Ja Eun pada Hwang Tae Hee.
“Jangan pernah berani menuduh ayahku seperti itu!” seru Baek Ja Eun dengan penuh emosi. Dan Hwang Tae Hee hanya menatap Ja Eun dengan tatapan penuh permusuhan.


“Kau berhutang wajahku,” seru Hwang Tae Hee tak terima.
“Ayahku bukan orang seperti itu! Mencuri kontrak orang lain, mengambil pertanian milik orang lain, orangtuamu mungkin bisa melakukan itu, tapi ayahku bukan orang seperti itu!” seru Baek Ja Eun dengan penuh emosi.

“Jangan melibatkan orangtuaku!” Hwang Tae Hee berseru tak terima.


“Bagaimana bisa orang sepertimu menjadi polisi? Bagaimana bisa orang-orang sepertimu?” seru Baek Ja Eun, dengan nada tinggi penuh emosi. Ja Eun menyentil harga diri Tae Hee sebagai seorang polisi dan mempertanyakan kinerjanya.

“Jangan merambat ke hal lainnya!” Hwang Tae Hee pun berseru tak terima, dengan nada membentak.
(Sekarang aja loe sok-sok’an galak dan bentak-bentak. Tunggu loe jatuh cinta, gaya bicaramu langsung berubah lembut dan spontan jadi anak anjing yang penurut, Baek Ja Eun minta apa aja diturutin)


“Kalian semua adalah geng perampok. Kalian semua mencuri pertanian orang lain. Makan, minum dan tinggal di sana, aku akan terus memperhatikan kalian dengan kedua mataku! Melihat bagaimana kalian akan dikutuk oleh langit. Aku akan mengawasi kalian dengan kedua mataku!” seru Baek Ja Eun tegas dan tak kalah garang, sebelum akhirnya pergi dari sana dengan penuh kemarahan.



(Hwang Tae Hee yang terkena karma paling parah. Dia jadi tergila-gila dan mati-matian ngejar-ngejar Baek Ja Eun pada akhirnya. Makanya jangan sok galak, pak polisi! Ingat, batas antara cinta dan benci itu sangat tipis. Ujung-ujungnya bucin mampus, kan?)

Saat Hwang Tae Hee dan Baek Ja Eun berbicara itulah, Hwang Tae Bum masuk ke ruangan Tae Hee yang sedang sepi dan mencuri hasil penyelidikan tentang Profesor Seo yang melibatkan Baek In Ho. Saat Hwang Tae Hee kembali bersama Seo Dong Min, Tae Bum pura-pura ketiduran di sofa. Namun sebenarnya Tae Hee sudah curiga jika kakak keduanya mencuri sesuatu dari sana.

“Bukankah itu kakak keduamu?” tanya Seo Dong Min, mengenali Hwang Tae Bum.
Mendengar itu, Hwang Tae Hee segera mengecek berkas-berkas hasil penyelidikan di mejanya lalu bergegas membangunkan kakaknya.

“Bangun! Apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah mengatakan berkali-kali agar jangan masuk ke kantorku seenaknya!” tegur Hwang Tae Hee.
“Itu karena kau tidak mengangkat teleponku! Aku hanya ingin menumpang pulang denganmu,” ujar Tae Bum beralasan.


“Apakah kau menyentuh berkas-berkas di mejaku?” tanya Hwang Tae Hee curiga.

Lalu Hwang Tae Bum sengaja meniupkan napasnya yang bau alcohol kea rah Tae Hee dan Dong Min sebagai alibinya, “YAAA! Dengan tingkat alkohol seperti ini, apa kau pikir aku bisa melakukan itu?” ujar Hwang Tae Bum berdrama.

(Nih emak sama anak sama-sama penipu dan pencuri. Emaknya mencuri kontrak Ja Eun dan anaknya mencuri laporan penyelidikan Tae Hee. Emang keluarga pencuri sih, susah >_<)

“Jawab saja pertanyaanku! Apa kau melihatnya atau tidak?” ujar Hwang Tae Hee tak percaya.
“Tidak lihat! Memangnya kenapa?” sangkal Hwang Tae Bum tanpa rasa bersalah sedikit pun. Yah, waktu yang akan membuktikannya, kau pencuri atau bukan, Hwang Tae Bum?

“Baiklah. Cepat bangun dan kita pulang!” jawab Tae Hee akhirnya. Dan kemudian, mereka pun pulang bersama.

Di mobil, Tae Hee menceriitakan soal kejadian pagi ini, di mana Baek Ja Eun kehilangan kontraknya.
“Oh benarkah? Apa kau tidak bercanda?” tanya Hwang Tae Bum tak percaya.
“Siapa yang akan menjadikan hal seperti ini lelucon?” jawab Hwang Tae Hee.
“Kalau begitu apa yang terjadi dengan kontraknya?” tanya Tae Bum lagi.


“Aku tidak tahu. Dia mengatakan kalau surat itu selalu ada di dalam tasnya dan kemungkinan dicuri. Apa pun itu, dia membuat kekacauan besar di pagi hari,” jawab Tae Hee.

“Pasti sangat kacau. Aku tidak perlu berada di sana untuk mengetahuinya,” sahut Tae Bum, sudah bisa menduganya.

“Tapi bagaimana bisa sesuatu seperti itu terjadi? Ibu pasti sangat senang sampai dia ingin mati. Lalu kemudian melompat-lompat dengan girang,” tambah Tae Bum dengan tersenyum lucu membayangkan ibunya yang tengah bergembira.

(Benar. Tuh Ahjumma satu emang jahat banget di awal episode, bisa-bisanya dia tertawa gembira di atas penderitaan orang lain? Uda gitu, penyebab penderitaan itu adalah dia sendiri, dialah yang mencuri kontrak itu)


“Aku tahu,” jawab Tae Hee, dengan ekspresi merasa bersalah. Entah kenapa setelah mendengar ucapan Baek Ja Eun tentang keluarga pencuri, membuat Hwang Tae Hee merasa bersalah.

Sesampainya di rumah, Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Bum disambut hangat oleh anggota keluarga yang sedang duduk di meja makan dan memakan semangka dengan gembira untuk merayakan kebebasan mereka dari masalah kontrak itu. Benar-benar satu keluarga yang tak punya hati.


“Kakak kedua, kau pasti datang setelah mendengar berita itu, kan?” tebak Hwang Tae Phil seraya memakan semangka dengan gembira. Nih rambut sarang burung emang layak digampar, sejak awal, dia membenci Ja Eun tanpa alasan dan selalu memusuhinya.

“Apalagi kalau bukan itu?” jawab Hwang Tae Bum membenarkan.
“Ibu, Anda pasti sangat gembira, kan?” lanjut Tae Bum, bertanya pada ibunya. Tentu sajalah dia gembira, orang dia yang nyuri kontraknya.

“Siapa yang gembira? Ini adalah sesuatu yang kebetulan terjadi dalam hidup kita,” sangkal Park Bok Ja, berusaha menutupi kegembiraannya.
“Tapi kenapa wajahmu terlihat gembira?” telak Tae Phil, sangat memahami ibunya yang jago akting.
“Sudahlah, Ibu. Kita satu keluarga, katakan saja. Ibu sangat gembira, bukan?” desak Tae Bum lagi.

“Apakah pertanian jatuh dari langit? Pertanian ini selalu menjadi milik kita,” sahut Park Bok Ja tak tahu malu. Jelas-jelas mereka hanya hidup menumpang di pertanian itu selama 10 tahun lamanya.

“Kenapa tidak sekalian saja tertawa dengan gembira? Tidak ada yang akan melarangmu tertawa dengan gembira,” sindir Tae Bum lagi. Barulah kemudian Nenek dan Ibu serta Hwang Tae Phil tertawa dengan gembira.

Sementara Tae Hee hanya terdiam tanpa berkomentar apa pun. Dia hanya duduk dan makan semangka, terlihat seperti berada di pihak netral : tidak bersedih dan khawatir seperti Tae Shik dan ayahnya, namun juga tidak bergembira seperti Nenek, Ibu, Tae Phil dan Tae Bum.


Hanya Hwang Chang Sik (papa Hwang) dan Hwang Tae Shik (si sulung) yang tampak muram dan merasa khawatir.

“Ayah, jadi di mana kira-kira di mana kontrak itu hilang?” tanya Hwang Tae Shik tampak cemas. Sejak awal, dia selalu berada di pihak Ja Eun.
“Mungkin kontrak itu jatuh saat dia berada di luar rumah,” jawab Hwang Chang Sik.

“Ada apa dengan Ja Eun-ssi? Kenapa kontrak sepenting itu harus dibawa ke mana-mana? Lalu ke mana kira-kira Ja Eun-ssi pergi sekarang?” ujar Tae Shik tampak khawatir.

Tae Hee hanya menatap kakak pertamanya dengan ekspresi seperti mengatakan, "Aku baru saja bertemu dengannya beberapa saat yang lalu, sayangnya aku tidak berniat untuk bertanya karena dia menamparku lebih dulu."


“Ayah juga tidak tahu,” jawab Hwang Chang Sik menyesal.

“Ayah bahkan tidak bertanya ke mana dia pergi dan membiarkan dia pergi begitu saja? Apakah dia memiliki tempat untuk tinggal?” tanya Hwang Tae Shik, si sulung dengan cemas. Sepertinya hanya dialah yang mencemaskan keadaan Ja Eun sekarang, ya tentu saja selain papa Hwang. Hanya mereka berdua untuk saat ini yang masih memiliki rasa kemanusiaan.

“Mengapa kau begitu ingin tahu tentang hal itu? Apa pun itu, kita memiliki sertifikat tanah. Selain itu, setelah gadis itu membuat kekacauan, aku merapikan semuanya sampai punggungku sakit. Untuk apa kau bersikap baik padanya? Dasar bodoh!” seru Nenek Hwang kesal, tanpa perasaan.

Hwang Tae Shik bukan bodoh, dia hanya memiliki rasa perikemanusiaan, tidak sepertimu dan Park Bok Ja, Nenek! Gak punya hati! Gak punya perikemanusiaan. Manusia egois.

“Aku tahu kakak pertama pasti akan dimarahi oleh Nenek. Jika begitu khawatir, kenapa tidak pergi saja mencarinya?” sindir Hwang Tae Phil.

“Itu sebabnya kau belum menikah hingga saat ini, Hyung.” Sindir Hwang Tae Bum. Hanya Hwang Tae Hee yang mengunci mulutnya dan tidak ikut berkomentar apa pun.


“Tidak perlu peduli padanya! Bahkan di pagi hari tadi, kenapa kau membantunya membuat kekacauan? Jika kontrak benar-benar ditemukan, apa yang harus kita lakukan?” tegur Park Bok Ja, sang ibu pencuri, dengan tak punya hati.

Woi, itu karena Hwang Tae Shik punya hati, punya perikemanusiaan, gak kayak kalian manusia berhati Iblis.

“Benar. Kau ikut membantu membuat rumah berantakan,” sahut Nenek membela menantunya.

“Eomma, Ja Eun-ssi tiba-tiba saja kehilangan ayahnya di usia yang masih muda, ibu tirinya juga melarikan diri dan meninggalkannya sendirian, ditambah dengan hilangnya kontrak...” Tae Shik berusaha membela Ja Eun dan mengatakan betapa malangnya dia, namun Park Bok Ja memotong ucapannya.

“Jadi, karena kau begitu baik dan penasaran, kau berharap kontraknya muncul kembali? Kompensasinya dengan 30 juta won yang dia minta, kemudian di masa depan, kita akan selalu khawatir dia akan meminta sesuatu yang lain, lalu mengatakan kepada semua tetangga kalau pertanian ini bukan milik kita. Ayah dan Ibu akan dipermalukan sampai mati. Apa itu yang kau inginkan?” seru Park Bok Ja lagi. Playing Victim untuk membenarkan tindakannya sendiri.

“Tidak. Bukan seperti itu maksudku,” jawab Hwang Tae Shik pasrah.


Sementara Hwang Tae Hee tampak berpikir, entah memikirkan ucapan Tae Shik tentang betapa malangnya hidup Baek Ja Eun dan dia merasa kasihan atau memikirkan ucapan Park Bok Ja yang mengatakan mereka harus memberikan 30 juta sebagai kompensasi agar pertanian ini tidak dijual.

“Jika bukan seperti itu maka duduklah saja dengan tenang. Tidak bisakah kau diam saja?” ujar Park Bok Ja, tidak mau menerima kritikan.

“Hyung, kenapa kau merusak suasana gembira?” Hwang Tae Phil si pengangguran tak berguna justru menyiram bensin ke dalam api.
“Benar. Apa kau tidak tahu kalau terlalu bersimpati kepada orang lain akan merugikan kita sendiri?” tambah Hwang Tae Bum juga.

“Benar. Lagipula kita tidak mencurinya. Bukankah kontraknya hilang sendiri?” timpal Hwang Chang Sik. Belum tahu aja dia kalau pencurinya adalah istrinya sendiri.

Akhirnya Hwang Tae Shik hanya bisa pasrah karena tidak bisa melawan keluarganya sendiri. Ya, apalah artinya 1 lawan banyak, kan? Tapi terima kasih atas kebaikanmu, Hwang Tae Shik.

Hwang Chang Sik tampak bersembunyi di kamar mandi dan mencoba menelpon Ja Eun, dia tampak khawatir, namun akhirnya dia berpikir mungkin Ja Eun akan pergi ke rumah temannya atau mungkin Bibinya.

Padahal sebenarnya, Baek Ja Eun sedang berjalan di tengah jalan tak tentu arah seraya menyeret kopernya dengan lesu. Gadis malang yang tak punya rumah itu tampak bingung harus ke mana. Dia mendatangi sebuah penginapan namun uang di dompetnya tak akan cukup bila dia tinggal di sana dalam waktu lama.

Akhirnya Ja Eun yang malang, hanya mampu kembali ke kampusnya dan tidur di sana. Dalam kesendiriannya, Ja Eun mencoba menyemangati dirinya sendiri dan berkata kalau ini hanyalah mimpi belaka. Begitu dia bangun maka semuanya akan berakhir.

“Jadi jangan menangis, Ja Eun-ah. Tidak ada yang perlu ditangisi. Saat aku bangun, maka semua ini akan berakhir. Karena ini hanya mimpi, hanya mimpi,” Baek Ja Eun yang malang terus menyemangati dirinya sendiri dan berakhir menangis dalam tidurnya.


Pagi hari di pertanian Ojak, Hwang Tae Hee mulai mengkonfrontasi Hwang Tae Phil karena menggunakan identitasnya untuk merayu gadis-gadis.

“Hei anak nakal, tidak peduli apa pun yang kau lakukan, bagaimana bisa kau mengaku kalau kau adalah polisi?” sergah Tae Hee, langsung pada intinya. Kemudian dia menarik kerah baju Hwang Tae Phil dan mendorongnya ke atas ranjang.

“Apa itu bisa memberimu alasan untuk mendorong orang?” sahut Hwang Tae Phil membela diri.

“Tutup mulutmu! Karena kau adalah adikku, aku masih berbelas kasih,” ujar Tae Hee kesal.
“Sejak kapan aku jadi adikmu? Aku tidak punya kakak sepertimu,” tantang Hwang Tae Phil tak tahu diri.

Karena Hwang Tae Hee bukan kakak kandungnya dan hanya sepupu, dia selalu menolak mengakui Tae Hee sebagai kakaknya dan menolak memanggilnya “Hyung”.

“Silakan tangkap aku! Jika aku benar-benar bisa dibawa ke kantor polisi, kau akan membawaku dengan tuduhan apa?” ejek Hwang Tae Phil, tidak menyadari kesalahannya.


“Kau benar-benar ingin aku menangkapmu?” Tae Hee balik menantang.

“Aku akan membiarkanmu menangkapku. Tapi kesalahan apa yang kulakukan hingga kau bisa menangkapku? Apakah aku mencuri di kantor polisi? Atau melakukan kejahatan lain? Atas alasan apa kau menangkapku?” sahut Hwang Tae Phil menantang.

“Apa kau benar-benar berpikir kalau kau tidak memiliki kesalahan apa pun?” ujar Hwang Tae Hee menyindir.

“Bukankah minggu lalu kau menipu uang dari Nyonya di kampung sebelah dengan alasan investasi namun investasinya gagal? Kau juga pergi ke Nyonya penjaga counter handphone kemudian dengan menggunakan namaku berpura-pura memeriksa counternya dengan alasan kau mendengar ada produk illegal di sana dan dia memberimu uang tutup mulut sebagai gantinya,” seru Hwang Tae Hee dengan tegas, membuat Hwang Tae Phil terdiam.


“Hwang Tae Phil, aku akan menangkapmu karena kau telah berani menipu masyarakat dan memalsukan nama polisi untuk melakukan penipuan. Kau dituntut atas penipuan dan pencemaran nama baik polisi. Kau memiliki hak untuk tetap diam. Kau juga memiliki hak untuk didampingi oleh pengacara!” lanjut Hwang Tae Hee seraya mengeluarkan borgol dari sakunya dan meraih tangan Tae Phil, seakan ingin menangkapnya.

“Aku tahu. Aku tahu. Aku sangat menyesal. Aku minta maaf. Apa bisa melepaskan aku bila aku berjanji tidak akan melakukannya lagi? Aku tidak akan melakukan pelanggaran lagi. Apa itu cukup?” ujar Hwang Tae Phil meminta maaf, walaupun tidak terdengar tulus.


“Sampai kapan kau ingin hidup seperti ini? Bukankah sekarang kau sudah tidak bekerja lagi?” telak Hwang Tae Hee, mulai lelah dengan sikap Hwang Tae Phil yang belum dewasa dan seenaknya sendiri.

“Apa kau mulai menyelidiki kehidupan orang lain lagi?”
sindir Hwang Tae Phil.
“Kau pikir siapa dirimu? Selalu menunjukkan kesalahan dalam hidupku,” lanjut Hwang Tae Phil masih sok menantang.


“Aku tidak punya niat untuk mengganggu hidupmu. Tapi aku tidak suka melihat ibu kecewa lagi karenamu. Mulailah mencari kerja!” sahut Hwang Tae Hee.

“Tidak perlu mengguruiku! Aku akan mencari kerja jika aku ingin mencari kerja!” jawab Tae Phil, masih membantah.

“Kapan itu akan terjadi? Dari kau lulus kuliah hingga sekarang, kau belum pernah melakukan sesuatu yang berguna!” telak Hwang Tae Hee kesal.

“Kau tak perlu repot-repot mengurusiku. Lagipula apa dia Ibumu? Dia ibuku!” seru Hwang Tae Phil, sengaja menyentil luka terdalam Tae Hee dan mengingatkannya kembali akan statusnya sebagai anak angkat. Hwang Tae Hee hanya menarik napas dalam-dalam untuk meredakan emosinya.

“Serahkan! Serahkan semua kartu nama yang tersisa!” pinta Hwang Tae Hee, kembali pada tujuan awalnya datang kemari.


Tak punya pilihan, Hwang Tae Phil mengambilnya namun dia sengaja menjatuhkannya ke lantai kamar hingga jatuh berhamburan, sengaja membuat Hwang Tae Hee marah.

“Ambillah sendiri!” ujar Tae Phil dengan menyebalkan dan kurang ajar.


“Ambillah! Dan juga, mulailah mencari pekerjaan paruh waktu! Aku akan memberimu waktu tiga hari. Jika dalam 3 hari, kau masih belum melakukan apa pun, aku akan memberitahu ayah dan ibu tentang insiden itu, termasuk kau berpura-pura menjadi polisi!” seru Hwang Tae Hee final sebelum melangkah keluar kamar.


Apa Tae Phil pikir, dia bisa mengalahkan Tae Hee? Tae Hee lembutnya cuma sama nenek dan ibu doank (plus sama ayangnya alias Baek Ja Eun ntar), bukan sama saudaranya yang lain.

Keluarga Hwang akhirnya berkumpul di meja makan untuk sarapan dan Park Bok Ja masih menyajikan menu sarapan lezat untuk merayakan kegembiraannya karena hilangnya kontrak pertanian itu.


“Salad ini benar-benar lezat. Aku merasa beruntung bisa menjadi anak Ibu,” puji Tae Bum. Lalu mereka semua makan dengan gembira.

"Benar. Supnya juga rasanya sangat lezat," sahut Tae Hee juga turut memuji masakan ibunya, sambil tersenyum manis.


Sementara itu, Baek Ja Eun tampak menjual jam tangan yang dihadiahkan oleh ibu tirinya, dan dia baru mengetahui bila semua jam tangan itu ternyata palsu. (Wah, harus dilaporin Hwang Tae Hee nih, kalau si emak tiri membeli barang palsu hahaha ^_^)

Lalu pegawai toko tersebut melihat jam tangan yang dipakai Ja Eun dan merupakan hadiah dari sang ayah, sudah tentu itu asli dong ya. Awalnya Ja Eun menolak untuk menjualnya, namun pegawai toko itu berkata dia akan memberikan uang 320 ribu won untuk ganti jam tangan mewah dari ayahnya. Ja Eun yang sangat butuh uangpun akhirnya terpaksa menjualnya.

Sungguh ironis. Saat keluarga Hwang sarapan dengan menu lezat, Baek Ja Eun si pemilik pertanian asli justru hanya sarapan dengan sebuah roti dan sekotak susu yang dibelinya dengan uang hasil menjual jam tangan mewah.

Dia pun mulai mencari pekerjaan paruh waktu untuk  bertahan hidup, namun tentu saja itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat dia mendapat pekerjaan paruh waktu sebagai pelayan café, Baek Ja Eun yang tak pernah bekerja kasar sebelumnya, berakhir selalu memecahkan gelas dan piring. Poor Baek Ja Eun T_T

Saat di kampus, Lee Seung Mi (gadis yang sebenarnya masuk melalui suap) kembali mengganggu Baek Ja Eun dengan mengatakan kalau dia mendengar rumor bahwa Baek Ja Eun mencuci bahkan keramas di kamar mandi kampus, karena ada orang yang melihat seseorang seperti Baek Ja Eun mencuci rambut di kamar mandi kampus pagi ini.

“Benarkah? Mirip denganku? Aku juga ingin melihat semirip apa orang itu denganku?” jawab Baek Ja Eun, berpura-pura tenang dan tak terpancing emosi.
“Bukankah itu memang kau?” desak Lee Seung Mi lagi, dengan nada meledek..
“Terima kasih, Lee Seung Mi, kau benar-benar sangat perhatian padaku. Bahkan memperhatikan semua rumor tentangku,” sahut Baek Ja Eun dengan tersenyum manis.

“Aku punya janji. Kita bertemu di kelas,” ujar Ja Eun pada Nam Suk dan Ah Ra, sebelum pergi dari sana.
“Sampai nanti, Ja Eun-ah.” ujar Nam Suk dan Ah Ra.

Keadaan menjadi semakin buruk, saat berita tentang penyuapan Rektor Universitas tiba-tiba menyebar cepat berkat berita eksklusif yang disiarkan oleh Reporter Hwang Tae Bum. Di sana, walau wajah Baek In Ho disamarkan (diblur) namun Hwang Tae Bum menyebutkan nama inisialnya dengan terperinci.

Khususnya tentang putri tersangka kasus penyuapan yang juga kuliah di Korea University dan menjadi Maskot di sana. Siapa lagi kalau bukan Baek Ja Eun? Semua orang mengetahui kalau Baek Ja Eun adalah Maskot Korea University dan poster promosinya terpasang di mana-mana, bahkan di stasiun kereta bawah tanah, bus-bus yang melintas dan juga bertebaran di internet.

Sudah tentu, Baek Ja Eun menjadi bahan hujatan ketika rumor fitnah ini tersebar. Bahkan pengunjung restoran tempat dia bekerja paruh waktu pun mulai menghujatnya.

“Kau adalah National Goddess Korea University, Baek Ja Eun, kan?” tanya salah seorang pengunjung wanita.

Ja Eun yang tak tahu apa-apa, tentu saja menjawab, “Benar, aku adalah Baek Ja Eun.”

“Apa kau bekerja paruh waktu di sini?”
ledek pengunjung wanita itu.
“Bukankah keluargamu sangat kaya? Mengapa kau datang ke tempat ini dan melakukan pekerjaan paruh waktu? Aku dengar berkat ayahmu yang menyuap rektor Universitas, kau bisa diterima di Korea University. Aku sangat iri,” sindir pengunjung wanita yang satu lagi.

“Apa yang Anda bicarakan?” sungguh, Baek Ja Eun tidak mengerti sama sekali.
“Apa kau tidak membaca berita? Kau ada di breaking news IBC,” jawab pengunjung wanita pertama.

Barulah kemudian Baek Ja Eun sadar bahwa ini kemungkinan adalah kasus yang pernah dituduhkan oleh Hwang Tae Hee sebelumnya. Namun entah kenapa, kasus ini mendadak bocor keluar dan bahkan menjadi breaking news di saluran berita IBC. Ja Eun yang malang berbalik dan melihat semua orang mulai memotret dan menghujatnya di media sosial.

Ingin mengkonfirmasi kebenaran itu, Ja Eun pun menuju rental komputer untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya. Dan benar saja, video promosinya pun bahkan jelas-jelas memperlihatkan wajahnya tanpa disamarkan sama sekali. Hwang Tae Bum menyamarkan wajah Baek In Ho, namun tidak menyamarkan wajah Baek Ja Eun. Benar-benar brengsek!

“Mengenai kasus penyuapan Rektor Universitas K yang dilakukan oleh tersangka B yang melibatkan putrinya Miss B, masih dalam tahap penyelidikan polisi. Diketahui bahwa pada tahun 2007, tersangka B memberikan 3 buah jam tangan mewah kepada Profesor S senilai ratusan juta won. Tak berapa lama kemudian, putrinya, Miss B juga diterima di kampus tersebut dan bahkan sekarang menjadi Maskot Universitas. Profesor S menyangkal hal ini, ditambah lagi tersangka B mengalami kecelakaan dan menghilang di lautan China sebulan yang lalu. IBC News, Reporter Hwang Tae Bum melaporkan,” begitulah bunyi laporan yang dibuat oleh Hwang Tae Bum. Ja Eun seketika menjadi shock saat membaca beritanya.


Di kantor polisi, Hwang Tae Hee pun menatap shock layar televisi saat melihat Hwang Tae Bum, kakak keduanya, sekali lagi mencuri hasil penyelidikannya dan menyebarkannya tanpa ijin, padahal hal tersebut belum jelas dan masih diselidiki.


Tak hanya itu, perbuatan Hwang Tae Bum jelas melanggar kode etik karena apa yang dilakukannya ini akan membuat orang yang belum tentu bersalah akan menjadi sasaran kemarahan dan hujatan publik.

“Apakah ini ulah kakak Hwang Tae Hee lagi?” ujar salah seorang petugas kepolisian terkejut.
“Hahhhh...Aku hampir gila,” jawab petugas polisi yang satu lagi seraya menarik napas berat, sementara Seo Dong Min hanya menarik napas berat seraya melirik Hwang Tae Hee dengan pasrah. Kredibilitas polisi kembali dipertanyakan karena tidak adanya bukti yang kuat.


Saat Hwang Tae Hee akan pergi menghajar kakaknya, telepon di mejanya tiba-tiba berbunyi keras. Sudah bisa diduga siapa yang menelpon di saat seperti ini. Siapa lagi kalau bukan Lee Khi Chul?

Seluruh petugas polisi di Divisi Penyelidikan Kriminal spontan menatap dering telepon itu dengan menarik napas berat.
“Menurutmu itu telepon dari siapa?” ujar Tim Leader Tae Hee dengan kesal.


Dan benar saja, begitu Hwang Tae Hee melangkah masuk ke dalam ruangan, Lee Khi Chul segera melemparkan berkas-berkas ke wajah Tae Hee dengan penuh kemarahan.

“Kau! Anak sialan ini! Bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk berhenti menyelidiki? Dia adalah seorang Profesor, Guru Besar, bukankah sudah kubilang jangan serta merta menuduhnya tanpa bukti yang kuat?” sentak Lee Khi Chul dengan penuh emosi.


“Maafkan kami, Pimpinan Department. Petugas Hwang tidak melanjutkan penyelidikan lagi, namun berita itu sengaja dicuri oleh seseorang yang tak bertanggung jawab dan disebarkan keluar,” sahut Tim Leader, masih membela Tae Hee.

“Reporter IBC, Hwang Tae Bum adalah kakakmu, bukan? Kau anak brengsek! Apakah karena aku tidak mengijinkanmu untuk menyelidiki hingga kau sengaja meminta kakakmu untuk menyebarkannya pada publik?” tuduh Lee Khi Chul.


“Tidak. Aku tidak pernah melakukan itu!” jawab Hwang Tae Hee menyangkal.

“Lalu bagaimana bisa kakakmu tahu tentang hal ini? Seo Jong Won, Baek Ja Eun, semua orang bahkan sudah mengetahui nama mereka. Sekarang mereka mendapat serangan publik. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk ini? Apa kau akan bertanggung jawab untuk ini?” seru Lee Khi Chul penuh emosi.


“Kau, sebelum Komite Pelanggaran memutuskan hukuman yang tepat untukmu, jangan melakukan apa pun! Duduklah di kursimu dengan patuh! Borgol di tanganmu dan juga kartu pengenalmu akan ditahan!” putus Lee Khi Chul kesal, membuat Hwang Tae Hee menatapnya tak terima.


“Tim Leader Eum akan menangani insiden ini. Kami akan memberitahu media bahwa ini hanyalah dugaan sementara, mereka belum tentu bersalah dan karena kurangnya bukti maka kasus ini akan ditutup tanpa tersangka!” lanjut Lee Khi Chul memutuskan.

“Ya, saya mengerti, Pak.” Sahut Tim Leader Eum.



Setelah keluar dari ruangan Lee Khi Chul, Hwang Tae Hee segera mendatangi kantor kakaknya dengan penuh kemarahan. Mereka terlibat kejar-kejaran intens hingga akhirnya Hwang Tae Bum tersudutkan.


Tae Hee yang dipenuhi kemarahan, bahkan sengaja memukul dinding di samping kepala Tae Bum dengan keras, seolah-olah sedang memukul kakaknya. Kemudian dia menyeret Tae Bum ke tempat yang lebih sepi untuk bicara empat mata.


“Sampai kapan kau baru akan berhenti? Sampai kapan?” seru Hwang Tae Hee marah dan frustasi. Ini bukan pertama kalinya Hwang Tae Bum mencuri hasil penyelidikannya yang belum selesai lalu mengungkapkannya pada publik.

Apa yang dilakukan oleh Hwang Tae Bum tentu melanggar kode etik. Bagaimana jika ternyata orang-orang itu tidak bersalah (sama seperti Baek Ja Eun), bukankah itu berarti pihak kepolisian telah mencemarkan nama baik orang lain dan menghancurkan mental serta reputasi mereka? Tanggung jawab moral, itu intinya.


Ini yang membuat Hwang Tae Hee marah bukan main, ditambah lagi, karirnya sebagai polisi juga dipertaruhkan di sini, karena kakaknya telah membocorkan hasil penyelidikan kepolisian tanpa bukti yang jelas.

“Apa sekarang kau tidak terlalu berlebihan? Apakah aku melaporkan hoax? Bukankah itu fakta?” jawab Hwang Tae Bum dengan entengnya. Walaupun seandainya itu fakta pun, Hwang Tae Bum tidak berhak mencuri hasil penyelidikan orang lain dan membocorkannya tanpa ijin. Ini seperti Plagiatisme kalau di dunia kepenulisan. Gak etis, woi!

“Apakah kau tidak tahu bahwa sebelum kebenaran dikonfirmasi, maka tak ada yang namanya Fakta? Itu masih dugaan sementara. Hyung, apa kau tidak mengerti yang namanya KODE ETIK?” seru Hwang Tae Hee penuh emosi.

“Apa kau tahu kalau aku juga ingin mengungkapkan semuanya, seperti yang kau lakukan? Orang yang menggunakan uang untuk masuk ke Universitas sementara di luar sana banyak orang-orang yang kesulitan untuk kuliah karena mereka tak punya uang, dan terpaksa harus merelakan impian mereka, mereka yang diinjak-injak mimpinya oleh orang-orang seperti itu, aku juga ingin mengungkapkannya seratus kali, bahkan seribu kali. Apa kau pikir aku tidak ingin mengungkapkannya pada semua orang?” ujar Tae Hee penuh emosi.


“Aku juga ingin meneriakkan pada dunia ini kalau ada beberapa hal yang tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak apa pun! Karena itu aku berusaha keras menyelidikinya dan mencari kebenaran. Tapi terima kasih karenamu, mungkin aku tidak akan pernah bisa lagi mengungkapkan kebenaran itu, karena aku terancam akan dilucuti dari posisiku,” lanjut Hwang Tae Hee.

“Karena aku memiliki kakak yang baik, sekarang aku terancam takkan bisa menjadi polisi lagi,” seru Hwang Tae Hee dengan penuh emosi.

“Kau terancam akan dilucuti?” tanya Hwang Tae Bum. Hwang Tae Bum ini bukan hanya menghancurkan mental dan reputasi Baek Ja Eun namun juga menghancurkan karir adik sepupunya sendiri. Egois dan gak punya moral nih Tae Bum. Memang sejak awal, yang paling baik adalah Hwang Tae Shik si sulung.

“Ya. Kau seharusnya bisa menebak hal itu, bukan?” sindir Hwang Tae Hee.
“Bukan seperti itu. Jika mereka mengadakan Komite Pelanggaran, aku yakin kau tidak akan dihukum seberat itu. Jangan khawatir!” ujar Hwang Tae Bum dengan entengnya.

(Lalu bagaimana dengan mental dan reputasi Baek Ja Eun yang secara tidak langsung sudah kau hancurkan, Tae Bum-ah?)


“Aku hanya ingin bertanya, apa karena aku bukan Tae Phil? Itu sebabnya kau tak pernah memikirkan perasaan dan juga karirku? Jika aku adalah Tae Phil, akankah kau masih melakukan hal itu, mencuri hasil penyelidikanku?” ujar Hwang Tae Hee dengan hati yang luka lalu segera pergi dari sana dengan kesal.

Sementara Hwang Tae Bum memanggilnya dengan rasa bersalah, “Bukan seperti itu! YAAA! Hwang Tae Hee!” namun Tae Hee tetap melangkah pergi dengan kesal.

Sementara itu di kampus, Baek Ja Eun dihujat habis-habisan oleh semua mahasiswa di sana. Lee Seung Mi dan gengnya, yang selama ini selalu iri pada popularitas dan kepintaran Baek Ja Eun mulai memimpin mahasiswa untuk menyerang Baek Ja Eun bersamaan. Ja Eun tak hanya dimaki dan diolok-olok, namun juga dilempar telur dengan kejam.



Baek Ja Eun yang tidak mudah ditindas tentu saja berbalik melawan, tapi sialnya video perkelahian itu justru makin merusak reputasinya saat diunggah di media sosial. Jadi pengennya mereka adalah si korban disuruh diem aja waktu dibully gitu, karena kalau si korban melawan, ujung-ujungnya malah dibenci publik. Dunia memang kadang selucu itu.


Kasian Baek Ja Eun! Mentalnya dihajar habis-habisan sejak episode 7. Untungnya Baek Ja Eun strong woman dan mentalnya sekuat baja! Untungnya dia bukan karakter female lead yang menye-menye, dan walaupun harus menangis, dia menangis seorang diri di tempat yang sepi. Seperti sekarang, saat Baek Ja Eun yang menangis sedih didampingi oleh Nam Suk dan Ah Ra di ruangan sepi. Be Strong, Ja Eun-ah *puk puk Baek Ja Eun*


Tak ingin berada di kampus yang bagaikan neraka baginya sekarang, Ja Eun akhirnya menyewa ruangan karaoke dan menghabiskan malam di sana. Saat itulah dia mendapatkan panggilan dari kepolisian agar datang untuk memberikan kesaksian. Tak punya pilihan, Baek Ja Eun terpaksa datang memenuhi panggilan.



Di kantor polisi wilayah timur, situasi mendadak menjadi sangat ramai. Para wartawan haus berita yang mendengar kabar bahwa Baek Ja Eun akan datang memenuhi panggilan kepolisian sudah berkumpul untuk menunggunya di sana. Bagaikan selebriti, semua wartawan haus berita menunggu kedatangannya di depan kantor polisi.

“Wah, setelah mereka mendengar kabar bahwa Baek Ja Eun akan datang untuk memberikan keterangan, kantor polisi mendadak menjadi sangat ramai,” ujar Seo Dong Min dengan kagum.

“Baek Ja Eun bahkan bukan selebriti terkenal, bukankah mereka sangat berlebihan? Apa yang salah dengan semua orang?” seru petugas polisi yang lain.

Saat kedua petugas polisi saling bergosip, Hwang Tae Hee hanya berdiri di belakang seraya meminum kopinya.

“Dia sangat terkenal di internet. Karena dia adalah National Goddess Korea University dan sangat cantik, jadi anak-anak muda sangat menyukainya dan mereka mengenalnya,” jawab Seo Dong Min.

Tak lama kemudian ponsel Tae Hee berbunyi dan itu adalah Park Bok Ja yang datang untuk mengantarkan Tae Hee baju ganti serta makanan, karena sudah berhari-hari dia tidak pulang. Tae Hee tersenyum dan mengucapkan terima kasih serta menyuruh Ibunya cepat pergi sebelum sang Ibu bertemu Baek Ja Eun dan membuatnya marah lagi.


Namun yang namanya takdir memang tak bisa dihindari, saat Park Bok Ja akan pergi dari sana, Baek Ja Eun tampak berjalan masuk ke kantor polisi. Begitu melihat kedatangannya, para wartawan seketika mengerubunginya. Hwang Tae Hee dan ketiga rekannya segera berlari ke arahnya dan mencoba melindungi saksi mereka.


Setelah Baek Ja Eun mendapat ruang untuk melangkah, dia segera pergi dari sana. Namun langkahnya terhenti setelah dia melihat Park Bok Ja ada di sana. Kedua wanita itu saling bertatapan dengan aura permusuhan yang sangat pekat.

Bersambung…

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan.
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads