Sabtu, 15 Juni 2024

Sinopsis EP 20 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Hightlight for today episode :
So sad that no Tae Hee – Ja Eun scenes in Ep 20. I’m definitely Tae Hee & Ja Eun biased, so I was disappointed when there wasn’t that many moments of them (although I should be used to it by now). The only moment they shared together is when Park Bok Ja asked Ja Eun to eat breakfast with them and told her that she can live in attic room since today. But I am so happy seeing Tae Hee’s smiles during breakfast. This is the 4th time he smiles because of Ja Eun. I wish there were more Tae Hee and Ja Eun moments.


Honestly speaking, I wanted to see Tae Hee’s reaction to that leaning in almost kiss car scene in 19, but sadly they didn’t gave us. I also want Tae Hee to ask Ja Eun about Hong Man Shik and they go do detective work together and spend some time alone for longer than car ride, home and awake!

------00000-----

Episode 20:
Adegan dimulai saat Hwang Tae Phil melihat Park Bok Ja, sang ibu, mengeluarkan surat kontrak yang dia curi dari Ja Eun dari dalam tumpukan baju. Park Bok Ja memeluk amplop coklat yang berisi surat kontrak itu sambil berguling-guling di lantai kamar dan menangis keras, menyesali perbuatannya.


“Apa yang harus kulakukan? Ibu, apa yang harus kulakukan sekarang?” seru Park Bok Ja, memanggil mendiang ibunya seraya berguling-guling di lantai dan memeluk surat kontrak Ja Eun.

Saat itulah secara tak sengaja, Tae Phil membuka pintu kamar itu dan terkejut dengan apa yang sekarang dilihatnya.



Tae Phil kembali ke kamarnya dan tampak sangat kecewa dengan perbuatan sang Ibu. Ibunya, ibu yang selalu dibela dan dibanggakannya, ternyata tak lebih dari seorang pencuri. Sementara Ja Eun, yang sama sekali tidak bersalah, harus menanggung semua penderitaan ini.

Bagaikan potongan film yang dipercepat, semua kenangan saat Park Bok Ja menjahati Ja Eun dan bagaimana dia membantu sang Ibu ikut menjahati Ja Eun pun terlintas dalam otaknya. Bagaimana dia selalu mendukung sang Ibu dalam aksi menjahati gadis malang itu. Tae Phil bahkan ingat saat dia menendang alat makan Ja Eun dengan tidak berperasaan (EP 12).

Merasa suntuk di rumah dan belum bisa menerima kenyataan kalau merekalah yang bersalah, Tae Phil mengambil jaketnya dan melangkah keluar rumah, berniat untuk menjernihkan pikirannya.




Di tendanya, Ja Eun teringat kembali dengan kejadian saat dia dan Tae Hee berada di dalam mobil Tae Hee tadi siang. Dia teringat bagaimana wajah Tae Hee mendekat ke arahnya dan hampir saja menciumnya. Mengingat ini, Ja Eun segera memegangi jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak sangat kencang. Dia berusaha menyadarkan dirinya dengan menepuk-nepuk pipinya sendiri.



Lalu tak lama kemudian, Ja Eun mendengar suara pintu rumah ditutup, menandakan bahwa ada seseorang yang keluar dari rumah malam-malam begini. Ja Eun membuka tendanya dan melihat keluar, dia melihat Hwang Tae Phil berjalan keluar dari rumah dengan suasana hati yang buruk dan dia tampak marah, entah kepada siapa.


Ja Eun melambaikan tangannya dan menyapa Tae Phil dengan ceria, “Maknae Oppa, apa kau ingin pergi ke suatu tempat? Apa kau sudah makan malam? Apa Ahjumma sudah mencoba mesin pencuci piringnya? Apa Ahjumma menyukainya?” Ja Eun memberikan serentetan pertanyaan pada Tae Phil yang hanya terdiam menatapnya dengan ekspresi tak terbaca, namun sebenarnya lebih ke merasa bersalah.

Namun alih-alih menjawab serentetan pertanyaan itu, Tae Phil mengabaikannya dan berjalan meninggalkan pertanian.

Ja Eun mengerucutkan bibirnya cemberut dan mengomel pada dirinya sendiri, “Jika seseorang bertanya, bukankah dia harus menjawabnya? Di antara keempat bersaudara, Maknae Oppa adalah masalah terbesar karena moodnya selalu berubah-ubah tidak menentu seperti roller coaster. Bila moodnya sedang baik, dia bahkan memberiku tumpangan ke kampus, tapi jika moodnya sedang buruk, saat aku bicara dengannya, dia akan mengabaikan aku seperti itu,” omel Ja Eun, bergumam sendiri dengan kesal.

Ja Eun kemudian menatap ke arah rumah dengan penasaran, “Aku sangat ingin tahu apakah Ahjumma sudah mencoba mesin pencuci piringnya. Aku ingin melihat reaksinya yang gembira saat mencoba mesin itu,” gumam Ja Eun lagi dengan kecewa.

Kemudian dia melambaikan tangannya pada anjing yang diikat di halaman, “Hong Seol, apa kau sudah makan malam?” tapi anjing itupun mengabaikannya. (Ya anjing mana bisa jawab, Ja Eun-ah??? >_<)

“Jadi kau mengabaikan aku juga?” ujar Ja Eun dengan ekspresi sedih seraya mengerucutkan bibirnya cemberut.

Pagi harinya, Park Bok Ja mengundang Ja Eun untuk sarapan bersama mereka. Park Bok Ja mengatakan kepada Nenek kalau hari ini Tae Shik akan bertemu dengan orangtua Yejin.

“Benarkah? Hari ini? Kau akan bertemu dengan orangtua Yejin hari ini? Lakukan yang terbaik. Keinginan terbesar Nenek adalah bisa melihat cucu menantu sulungku tahun ini,” ujar Nenek dengan gembira.


Ja Eun dengan ceria memberi semangat kepada Tae Shik, “Fighting, Paman pertama!” yang mendapatkan sebuah senyuman dari Tae Shik sebagai responnya. Tae Hee pun ikut tersenyum manis melihat cara Ja Eun memberikan kakak sulungnya semangat.


(Mungkin tanpa sadar, Tae Hee merasa Ja Eun menggemaskan. Ini yang keempat kalinya, Tae Hee tersenyum di meja makan karena melihat keceriaan Eun yang selalu menebarkan senyum di mana-mana. Senyumnya Ja Eun nular, Ja Eun selalu membawa aura positif di mana pun dia berada dengan keceriaan, kepolosan dan juga semangatnya yang pantang menyerah.)


Nenek pun mengikuti cara Ja Eun, “Benar. Fighting!”

Saat itulah Tae Phil datang dengan wajah bad moodnya dan bergabung bersama mereka. Park Bok Ja berkata kepada ibu mertuanya bahwa semua orang sudah ada di sini dan sarapan bisa dimulai. Setelah Nenek menyuruh semua orang untuk makan, seluruh keluarga tampak menikmati sarapan dengan gembira, kecuali satu orang yaitu Hwang Tae Phil.

“Maknae, ada apa? Wajahmu terlihat tidak baik,” tanya Park Bok Ja dengan cemas.
“Dia sudah seperti ini sejak pagi,” sahut Hwang Chang Sik.

Lalu kemudian dia mengubah topik pembicaraan mereka dan memberi tanda pada sang istri untuk segera mengatakannya, “Katakanlah,” ujar Hwang Chang Sik kemudian.

“Kau saja yang mengatakannya,” ujar Park Bok Ja masih malu-malu dan sedikit gengsi saat ingin mengatakannya.

“Kau saja yang mengatakannya. Akan lebih baik kalau dia mendengarnya langsung darimu,” sahut Hwang Chang Sik.
“Ada apa ini sebenarnya? Cepat katakan!” ujar Nenek yang penasaran.

Park Bok Ja lalu menoleh ke arah Ja Eun dan berkata canggung, “Ja Eun-ah, setelah sarapan ini, kemasi barang-barangmu dan pindahlah ke loteng,” ujar Park Bok Ja masih canggung.

Ja Eun tampak kaget mendengarnya, “Apa?” Ja Eun berseru tak percaya, tak menduga hal ini. Tak hanya Ja Eun, Tae Hee pun tampak tak percaya mendengarnya dan hanya bisa menatap ibunya dengan kaget.

“Udaranya sudah mulai dingin sekarang, kau tidak bisa terus tinggal di halaman. Tidurlah di loteng mulai malam ini,” ujar Park Bok Ja mengatakan lebih jelas lagi.

“Benarkah?” Ja Eun masih tampak tidak percaya dengan semua ini.

“Tentu saja ini benar. Kami sudah membicarakannya semalam. Kau mungkin kesulitan berangkat ke kampus dari sini, jadi Ahjumma juga membicarakan tentang menyewakan sebuah rumah kecil untukmu di sekitar kampus...” kalimat Hwang Chang Sik terpotong oleh Ja Eun yang menolaknya dengan halus.

“Tidak. Aku tidak mau. Aku sangat menyukai OJakgyo Farm,” sahut Ja Eun seraya menggelengkan kepalanya dan menolak halus.

“Sebenarnya aku juga berpikir seperti itu. Jadi mulailah pindahkan barang-barangmu ke kamar loteng segera,” ujar Hwang Chang Sik.

“Baik. Terima kasih, Ahjussi. Terima kasih, Ahjumma.” Seru Ja Eun riang dengan tersenyum gembira.
“Aku juga senang mendengarnya. Sekarang aku bisa tidur dengan nyenyak,” ujar Hwang Chang Sik dengan tersenyum lega, seolah beban di pundaknya telah hilang.

Tae Hee juga tersenyum senang mendengarnya, akhirnya perjuangan Baek Ja Eun membuahkan hasil dan dia tidak perlu lagi merasa bersalah.

“Ternyata suap memang benar-benar sangat efektif. Ini memiliki efek yang besar,” sindir Nenek bercanda.

“Bukan seperti itu, Ibu. Aku melakukan ini bukan karena mesin cuci piring itu,” sangkal Park Bok Ja malu-malu.

“Aku sangat mengenalmu. Bagaimana bisa kau berubah 180 derajat seperti ini?” jawab Nenek sekali lagi, masih dengan bercanda namun ada sindiran tersirat.

“Eomonim...” Park Bok Ja hanya mampu memprotes malu mendengar ibu mertuanya menyindirnya.
“Ah, jadi begitu? Kalau tahu begitu, aku harusnya membelikannya lebih cepat,” sahut Ja Eun, sengaja menggoda Park Bok Ja sambil tersenyum ceria.

Park Bok Ja menyikut Ja Eun dan menegurnya lembut, “Kenapa kau juga melakukan itu?” yang hanya ditanggapi dengan senyuman ceria Ja Eun.


Nenek tertawa mendengar candaan Ja Eun. Park Bok Ja pun tertawa hangat seraya menatap Ja Eun dengan sayang seperti seorang Ibu, membuat anggota keluarga yang lain seperti Tae Hee, Tae Shik dan Hwang Chang Sik juga tertawa serentak, mereka semua tampak bahagia karena akhirnya tak ada lagi permusuhan di keluarga mereka dan akhirnya mereka bisa hidup dengan damai berdampingan. Semuanya, kecuali satu orang yaitu Hwang Tae Phil.

“Bukan seperti itu, bahkan sebelum mesin pencuci piring itu tiba, Ahjumma sudah membicarakan masalah ini denganku, karena udara yang semakin dingin, jadi kami harus membawamu kembali masuk ke dalam rumah,” ujar Hwang Chang Sik, membela istrinya.

“Iya, aku tahu, Ahjussi,” sahut Ja Eun, masih dengan senyum cerianya.

Saat itulah Park Bok Ja menyadari ada yang aneh dengan Tae Phil, saat semua orang sedang bergembira, kenapa Tae Phil justru terlihat tidak menyukainya? (Tidak menyukai Ja Eun pindah ke loteng)

“Maknae, kau kenapa?” tanya Park Bok Ja dengan khawatir.
“Tidak ada apa-apa,” sahut Tae Phil dengan dingin.
“Maknae kita bertingkah aneh sejak pagi. Dia bahkan menolak bertatap muka denganku. Ada apa? Apa kau membuat masalah lagi?” tanya Park Bok Ja cemas.

“Masalah apa? Kau pikir aku sepertimu, Ibu?” seru Tae Phil dengan tidak sopan, membentak dan bicara kasar dengan ibunya. Sikapnya yang kasar membuat semua orang di meja makan menatap bingung ke arahnya.


“Maknae, ada apa denganmu?” tanya Park Bok Ja yang tidak mengerti.
“Anak nakal, kenapa kau berteriak dan membentak ibumu?” tegur Hwang Chang Sik dengan emosi.
“Aku sudah selesai makan. Aku pergi dulu,” sahut Tae Phil dingin dan segera berdiri meninggalkan meja makan itu.

“Apa yang anak nakal ini lakukan? Kembali kemari, Hwang Tae Phil!” bentak Hwang Chang Sik marah, tapi Tae Phil mengabaikannya dan tetap berjalan pergi.

“Anak brengsek, aku bicara padamu!” seru Hwang Chang Sik sekali lagi yang tetap tidak mendapatkan respon dari si bungsu.

“Biarkan dia sendiri. Dia pasti sedang punya masalah rumit. Karena hanya aku yang mudah diganggu, itu sebabnya dia melampiaskannya padaku. Jangan mengganggunya dulu.” ujar Park Bok Ja, berusaha menenangkan suaminya.

“Ayo kita lanjutkan makannya, ibu. Kalian semua lanjutkan makannya,” lanjut Park Bok Ja, meminta semua orang kembali makan.


Ja Eun menatap ke arah Tae Hee dan kebetulan Tae Hee membalas tatapannya, tiba-tiba saja Ja Eun merasa gugup dan spontan menundukkan wajahnya untuk menatap makanan di dalam mangkoknya.

Setelah selesai sarapan, Tae Hee datang ke kamar Tae Phil dan berusaha mengajaknya bicara dari hati ke hati.

“Apakah terjadi sesuatu? Apa yang salah? Kenapa kau terlihat sangat marah?” tanya Tae Hee dengan perhatian.

“Keluarlah! Aku tidak ingin bicara denganmu,” jawab Tae Phil dengan dingin.


“Apa yang terjadi? Bicaralah padaku,” bujuk Tae Hee lagi, namun ketika Tae Phil tetap tak mau bicara, Tae Hee hanya menarik napas pasrah dan memilih mengalah.

“Baiklah. Aku mengerti. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi jangan tidak menghormati Ibu. Ketika kau berada di SMA, kau sudah cukup memberinya masalah. Jangan lakukan lagi!” ujar Tae Hee sebelum dia pergi meninggalkan kamar Tae Phil dan berangkat ke kantornya.

Di kantor polisi, Tae Hee dan Dong Min tampak berjalan keluar dari sana dan berniat pergi ke suatu tempat. Dong Min menjelaskan penyelidikannya tentang Hong Man Shik kepada Tae Hee dalam perjalanan menuju mobil Tae Hee.

“Hyung, aku sudah menyelidikinya. Hong Man Shik ternyata masih berusaha mencari hilangnya Baek In Ho di China hingga sekarang. Dan dia sudah mencari selama beberapa bulan sekarang,” ujar Seo Dong Min, melaporkan hasil penyelidikannya.


“Mungkin itu karena dia pernah bekerja untuk Baek In Ho selama 30 tahun lamanya, itu sebabnya mereka sudah seperti keluarga,” jawab Tae Hee, menjelaskan analisisnya kenapa Hong Man Shik masih bersikeras mencari Baek In Ho.

“Jadi kalau begitu, ada kemungkinan Baek Ja Eun juga mengenal Hong Man Shik, bukan?” tanya Seo Dong Min, membuat langkah Tae Hee terhenti.

“Baek Ja Eun?” ulang Tae Hee dan Dong Min mengangguk.


“Aku akan bertanya pada Baek Ja Eun tentang itu, kau teruskan penyelidikanmu di China,” lanjut Tae Hee kemudian. (Harusnya emang tanya Ja Eun aja kale? Ngapain susah-susah nyelidikin. Sumber akurat dan terpercaya sudah ada di depan matamu, Tae Hee. Tinggal serumah, mudah bagimu untuk tanya, kan?)

Dong Min mengangguk namun ketika dia akan membuka pintu mobil Tae Hee, dia menyadari kalau pintunya tidak terkunci dan seolah dibuka dengan paksa oleh seseorang.

“Hyung, apa kau tidak mengunci mobilmu dengan benar?” tanya Dong Min dengan bingung.



Tae Hee panik dan segera membuka pintu mobilnya dan mencarinya ke semua tempat di dalam mobil namun tidak menemukannya di mana-mana. Bukti penting mereka, Salinan buku besar tersebut ternyata telah hilang.

“Hyung, apa yang salah? Apa ada sesuatu yang hilang?” tanya Dong Min, bingung melihat reaksi Tae Hee.



Tae Hee membanting pintu mobilnya dengan kesal seraya menatap marah ke arah kantor polisi mereka, kemudian segera berjalan dengan langkah tergesa-gesa, masuk kembali ke dalam sana.

“Hyung, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Dong Min dengan bingung.


Tae Hee menghentikan langkahnya dan menjawab dengan penuh kekecewaan, “Buku besar Jung Il Do telah hilang,” jawab Tae Hee, berusaha mengendalikan emosinya.

“Apa? Jadi ke mana kau akan pergi? Apa jangan-jangan kau ingin menemui Pimpinan Department? Jangan lakukan itu, Hyung!” seru Dong Min melarang, dia memegang lengan Tae Hee, mencegahnya untuk pergi. Dong Min takut Tae Hee dipecat karena telah berani melawan kepala Polisi.


“Lepaskan! Aku tidak akan melepaskannya! Aku tidak akan membiarkannya!” Seru Tae Hee emosi seraya menghentakkan tangan Dong Min yang memegangi lengannya.

Tae Hee dengan penuh kemarahan, menerobos masuk ke dalam ruangan Pimpinan Department, Lee Khi Chul, bahkan repot-repot mengetuk pintu, menandakan bahwa dia benar-benar marah saat ini. Setelah masuk, dia membanting pintu itu dengan keras.


“Bagaimana bisa Anda melakukan ini? Bagaimana bisa?” teriak Tae Hee marah.
“Aku pikir aku bisa mempercayaimu hingga akhir, tapi bagaimana bisa Anda melakukan hal ini?” lanjut Tae Hee dengan kemarahan dan kekecewaan dalam suaranya.

Tae Hee tidak percaya bahwa kepala polisi bisa-bisanya mencuri bukti untuk menyelamatkan dirinya dan mengingkari sumpah jabatan dan hati nuraninya sendiri. Kepala Polisi bagian kriminal tapi justru melakukan tindakan kriminal, itu yang membuat Tae Hee tidak habis pikir.

(Ya kan, Tae Hee? Maling ngaku penjara penuh. Mana bisa kamu minta dengan hormat penjahatnya ngaku sendiri? Gila apa? Kamu sih gak mau dengerin Noona? Barang buktinya jadi hilang kan sekarang?)

Lee Khi Chul berakting polos dan berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Tae Hee.
“Apa yang kau maksud, Hwang Gyeonghwi-nim (Inspektur Hwang)?” tanya Lee Khi Chul, playing innocent.

“Salinan buku besar Jung Il Do telah hilang!” seru Tae Hee dengan emosi.
“Buku besar? Buku besar apa? Ini pertama kali aku mendengarnya. Apa itu?” lagi, Lee Khi Chul berakting polos dan pura-pura tak mengerti.

“Sajangnim (Pimpinan)!” seru Tae Hee, tampak ingin menghajar si tua bangka itu.
“Apa kau sedang bermimpi? Sadarlah, Inspektur Hwang!” ujar Lee Khi Chul, masih tetap tenang.


Tae Hee hanya mampu mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah dalam dadanya, “Benar. Sekarang aku sudah menyadarinya. Pria yang kuhormati, kukagumi dan kujadikan role model saat pertama kali aku melihatnya di Police Academy 10 tahun yang lalu, sekarang telah hilang. Di masa depan, aku tidak akan merasa sungkan atau ragu-ragu lagi karena rasa hormatku padamu,” ujar Tae Hee dengan penuh amarah.

“Apa kau sedang mengancamku sekarang? Baiklah, lakukan apa yang ingin kau lakukan,” ujar Lee Khi Chul, pura-pura tak peduli.

“Pada tanggal 9 Januari 2007, tiga orang warga negara Korea menghadiri acara ulang tahun sebuah Restoran di Hongkong. Ketiga orang itu adalah Baek In Ho, Hong Man Shik dan Lee Khi Chul. Anda!” ujar Tae Hee, mengungkit kembali soal kasus penyuapan rektor Universitas. Lee Khi Chul seketika menjadi gugup dan panik.


“Aku belum berhenti menyelidiki. Tidak peduli kapan atau bagaimana pun caranya, aku pasti akan mencari bukti dan menemukan kebenaran. Dan memastikan bahwa kau akan menerima hukuman yang layak untukmu. Untuk keserakahanmu, untuk kepercayaan bangsa yang sudah kau khianati, untuk para bawahanmu yang sudah kau kecewakan, juga untuk sumpah jabatan yang telah kau langgar, aku bersumpah aku akan menangkapmu dengan tanganku sendiri,” ujar Tae Hee penuh tekad membara dan semangat 45.


Hwang Tae Hee resmi menyatakan perang dengan Lee Khi Chul, pimpinannya sendiri. Setelah mengatakan itu, Tae Hee berjalan meninggalkan ruangan itu, masih dengan kemarahan dalam hatinya. Untuk melampiaskan kekesalannya, dia bahkan sampai meninju piagam penghargaan Lee Khi Chul yang dipajang di depan kantornya, hingga kaca bingkai piagam itu hancur berkeping-keping dan membuat tangannya berdarah.




(Sebelum pacaran dengan Ja Eun, Tae Hee memang selalu melampiaskan kemarahannya dengan cara seperti ini. Karena Tae Hee adalah seorang Introvert jadi dia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasannya sendiri, dia selalu memendamnya dalam hati. Jadi jika dia marah, dia akan langsung agresif seperti ini, itu sebabnya dia dijuluki "Dog Tae Hee" oleh rekan-rekan polisinya. Tapi sejak ada Ja Eun di sisinya, amarah Tae Hee bisa ditenangkan dan dikendalikan hanya dengan satu pelukan hangat. Sepertinya memang hanya Baek Ja Eun yang tahu bagaimana cara menjinakkan “Dog Tae Hee” jika dia berada dalam situasi seperti ini. Di episode berikutnya, Ja Eun-lah yang nanti akan meredakan kemarahannya ^_^)


Dong Min segera berlari ke arahnya dan bertanya apakah tangannya baik-baik saja.
“Hyung, Hyung, apa kau baik-baik saja?” tanya Dong Min dengan khawatir. Tae Hee benar-benar terlihat seperti ingin membunuh orang saat ini.


“Mianhada, Seo Dong Min,” ujar Tae Hee dengan napas berat karena berusaha menahan amarahnya sendiri. Dia meminta maaf karena telah dengan bodohnya menghilangkan barang bukti yang sangat penting.

“Apa yang bisa kita lakukan sekarang bila semuanya sudah terjadi? Setidaknya ini bukan tujuan akhir kita, bukan?” hibur Dong Min.


“Ya. Kau benar,” sahut Tae Hee, sebelum melangkah meninggalkan tempat itu untuk menenangkan dirinya.

“Hyung, ke mana kau akan pergi? Bukankah kau harus ke Rumah Sakit lebih dulu?” seru Dong Min dengan perhatian seorang teman.

Dong Min ingin mengejar Tae Hee, namun tiba-tiba saja dari Lorong yang satu lagi, beberapa orang melangkah masuk, membuat Dong Min kembali ke tempat semula dan mencoba menutupi bingkai piagam yang pecah itu agar tidak ketahuan.


Di dalam mobilnya, Tae Hee tampak menarik napas dalam-dalam seraya membentur-benturkan kepalanya sendiri ke jok mobil karena kesal pada kebodohannya sendiri.

(Kemarahan Tae Hee baru reda setelah besoknya dia bertemu Ja Eun secara tidak sengaja di sebuah tempat. Bener, kan? Ja Eun ini bagaikan pelipur laranya Tae Hee, belum nyadar kalau fall in love aja, tapi kalau Ja Eun yang menghibur, langsung deh kemarahannya lenyap menguap bagai asap)


Malam menjelang, di pertanian, Ja Eun tampak turun dari loteng saat Hwang Tae Phil pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Di sana juga ada Park Bok Ja yang baru saja menelpon Tae Bum untuk menanyakan apa yang terjadi pada Tae Phil hingga dia bertingkah aneh sejak pagi. Park Bok Ja berpikir mungkin Tae Bum mengetahui sesuatu tentang adiknya. Ja Eun turun dari atas loteng setelah sambung telepon Park Bok Ja terputus. Saat itulah tiba-tiba pintu terbuka dan Tae Phil berjalan masuk ke rumah dengan sempoyongan.

“Maknae, apa kau mabuk?” tanya Park Bok Ja dengan khawatir.
“Maknae Oppa, apa kau minum alkohol?” tanya Ja Eun.

Tae Phil menatap Ja Eun sejenak sebelum melemparkan tatapan sinis ke arah sang ibu, kemudian kembali menatap Ja Eun dengan marah dan berkata kasar pada gadis itu, “Kenapa kau ada di sini? KELUAR!” usir Tae Phil dengan kasar.

“Apa?” Ja Eun tampak terkejut dengan ucapan Tae Phil yang tiba-tiba.

“AKU BILANG KELUAR! Ini adalah pertanian kami sekarang. Ini adalah pertanian ibuku! Kau bahkan tidak memiliki kontrak lagi. Jika kau tak punya kontrak, lalu kenapa kau ada di sini?” seru Tae Phil kepada Ja Eun dengan dingin dan kasar.

“Maknae, kenapa kau seperti ini?” tegur Park Bok Ja, yang tampak tak suka melihat Tae Phil membentak Ja Eun dan memarahinya.

“Bukankah kau bilang bahwa kontraknya telah hilang? Jika kontraknya telah hilang maka kau tak punya hak untuk tetap tinggal di sini. Sekarang pertanian ini jelas-jelas milik ibuku. Jadi pergilah selamanya! PERGI!” usir Tae Phil sekali lagi dengan kasar, dengan nada tinggi membentak Ja Eun yang tampak bingung.

Park Bok Ja memukul lengan Tae Phil dan memarahinya, “Kenapa kau seperti ini? Kenapa kau mabuk sampai seperti ini?” seru Park Bok Ja, tak kalah marah seraya memukuli Tae Phil yang sudah keterlaluan. Sekarang dia tak suka melihat orang lain memarahi Ja Eun apalagi membentaknya, tidak peduli walau itu putranya sendiri.

“Lepaskan aku!” Tae Phil mendorong sang ibu dengan kasar lalu mencengkeram pergelangan tangan Ja Eun dan menyeretnya keluar rumah dengan kasar pula.

“Kenapa kau seperti ini, Maknae Oppa?” ujar Ja Eun yang malang, tampak ketakutan.

(Bahkan saat Tae Hee menyeretnya dengan kasar di Ep 3, 4 dan 10 saja, Ja Eun masih berani melawan, tapi dengan Tae Phil, dia merasa ketakutan. Mungkin alam bawah sadar Ja Eun merasa kalau Tae Hee sebenarnya orang baik, dan dia bersikap tegas karena saat itu (EP 3, 4 dan 10) Tae Hee hanya melaksanakan tugasnya sebagai polisi, beda dengan Tae Phil yang sejak awal memang tidak menyukainya dan tidak menunjukkan aura persahabatan sama sekali. Auranya sangat berbeda dengan Tae Hee)

Setelah menyeret Ja Eun keluar, Tae Phil segera membanting pintunya dan menghampiri sang Ibu yang juga tampak terkejut melihat sikap kasar Tae Phil pada Ja Eun.

“Sudah selesai sekarang, Eomma. Ibu tidak perlu khawatir lagi sekarang. Sekarang Ibu aman selamanya. Cukup bersikaplah seperti sebelumnya, jangan sampai hatimu lemah karena gadis itu. Sudah kukatakan padamu jangan membawanya masuk,” ujar Tae Phil dengan tatapan kecewa dan kalimat yang terdengar seperti sindiran halus untuk sang Ibu.


“Eomma, bisakah kau tetap menjalani hidup tanpa merasa bersalah ketika melihat wajahnya? Atau mungkinkah kau sudah kehilangan semua perasaan dalam hatimu jadi kau tidak merasa bersalah sama sekali saat melihat wajahnya setiap hari?” lanjut Tae Phil dengan wajah penuh kekecewaan.

“Kenapa menyembunyikannya dalam lemari? Kenapa Ibu tidak membakarnya saja sekalian?” Sentak Tae Phil dengan nada tinggi lalu berjalan pergi, meninggalkan Park Bok Ja yang menangis sedih, menyesal bercampur rasa takut karena Tae Phil mengetahui rahasianya.


Blogger Opinion :
Setelah 10 episode (dimulai dari episode 11 hingga episode 20) akhirnya Ja Eun berhasil kembali ke dalam rumah. Selamat, Ja Eun-ah ^_^ Perjuanganmu tidak sia-sia.

Bersambung…

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads