Sabtu, 08 Juni 2024

Sinopsis EP 13 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight For today episode :
Seluruh keluarga Hwang menggelar rapat keluarga dadakan untuk memutuskan apakah mereka akan membiarkan Ja Eun tetap tinggal di sana atau tidak. Dan hasilnya 3 dari 4 bersaudara Hwang : Hwang Tae Shik, Hwang Tae Bum dan Hwang Tae Hee menginginkan Ja Eun tetap tinggal bersama mereka di pertanian, tentu saja ditambah satu suara dari sang ayah, Hwang Chang Sik. Hal ini karena mereka sekeluarga merasa bersalah pada Ja Eun setelah melihat sikap Park Bok Ja yang keterlaluan dengan menuduh Ja Eun sebagai pencuri padahal dia hanya mengambil sepotong kue karena dia lapar dan belum makan sama sekali.

Walaupun tidak ada scene antara Tae Hee dan Ja Eun secara pribadi, namun aku senang melihat tatapan mata Tae Hee pada Ja Eun yang berubah 180 derajat, dari yang di awal episode adalah tatapan mata garang, penuh permusuhan dan penuh kecurigaan, kini Hwang Tae Hee selalu menatap Ja Eun dengan tatapan mata lembut dan seolah tak tega melihatnya terluka.

Aku tahu itu bukanlah tatapan cinta, setidaknya belum dan aku tahu itu hanyalah tatapan mata kasihan dan merasa bersalah, namun setidaknya mulai episode ini, Tae Hee tak ragu lagi menyatakan sikap dan terang-terangan berada di pihak Ja Eun. Jika di episode 11 dan 12, Tae Hee masih berada di posisi netral, tidak memihak siapa pun dan berusaha menjaga jarak dengan Ja Eun, namun mulai episode ini, Tae Hee sudah menentukan sikapnya dengan tegas. He is clearly on Ja Eun’s side. Hwang Tae Hee secara resmi berada di pihak Ja Eun meski menentang sang ibu.

Episode 13 :
Episode ini dimulai dari Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Phil yang diperintahkan oleh ayah mereka untuk mengantarkan makanan ke apartment Hwang Tae Bum. Secara tidak sengaja mereka berdua mendengar rahasia besar tentang Hwang Tae Bum yang menghamili seorang wanita yang tak lain adalah Tim Leader Cha Su Young, wanita yang siang tadi sempat mengobrol dengan Tae Hee.




“Hyung, apa kau ada di rumah? Kami datang mengantarkan makanan untukmu,” seru Hwang Tae Phil seraya menekan bel pintu apartment berulang kali dan spontan mengagetkan Tae Bum dan Su Young.

“Kenapa dia masih belum keluar juga? Bukankah seharusnya wanita itu sudah keluar sekarang karena kita datang kemari?” omel Hwang Tae Phil, karena jelas-jelas mengetahui Tae Bum ada di apartmentnya. Tae Hee tetap diam dan tak mengetakan apa pun.




Tak lama kemudian, pintu apartment Tae Bum terbuka dari dalam dan seorang wanita berjalan keluar dari dalam sana, posisi Tae Hee kebetulan ada di belakang pintu jadi Su Young tidak bisa melihatnya. 




Tae Phil melihat Su Young berjalan pergi dan berkomentar bahwa wanita itu tidak terlihat seperti sedang hamil. Ya iyalah, bego. Baru satu bulan ya masih sebesar biji kacang polong lah, jelas belum keliatan. Sementara Tae Hee tampak shock saat mengetahui bahwa wanita yang dihamili oleh kakaknya benar-benar Cha Su Young. Sesaat tadi, Tae Hee berpikir dia salah mengenali suaranya.




Setelah Su Young pergi, Tae Phil masuk lebih dulu dan bertanya pada Tae Bum apa yang terjadi sebenarnya.

“Hyung, apa yang terjadi? Kami di luar dan mendengar semuanya. Benarkah wanita itu mengandung anakmu? Siapa dia? Katakan sesuatu! Apa mungkin kau sudah dijebak olehnya? Bagaimana bisa kau membuat masalah sebesar ini? Bukankah selama ini kau tak pernah membuat masalah sepanjang hidupmu dan selalu berhati-hati?” tanya Hwang Tae Phil dengan nada menghakimi seperti biasa.


“Diamlah! Jangan membuatku semakin frustasi! Aku akan menyelesaikannya sendiri jadi tutup mulutmu dan pergilah!” sentak Tae Bum kesal pada Tae Phil.


“Bagaimana caramu menyelesaikannya? Apa kau akan benar-benar menulis surat perjanjian itu dan menyerahkan hak asuh atas anak itu dan membiarkan Tim Leader Cha menanggung semuanya seorang diri?” tanya Tae Hee, Nampak kecewa dengan sikap kakak keduanya yang terlihat seperti pengecut.

“Tim Leader Cha? Apa kau mengenal wanita itu?” tanya Tae Phil dengan kaget saat mendengar Tae Hee bahkan menyebutkan nama wanita itu seolah mengenalnya.


“Wanita itu adalah Pemimpin Tim mereka,” sahut Tae Hee lirih.
“Tim Leader? Reporter? Apa sebenarnya kalian adalah pasangan di kantor?” tebak Tae Phil lagi, namun Tae Bum menyangkalnya.

“Apa kau pikir masalah ini akan selesai dengan kau menghindari ataupun menyangkalnya?” ujar Tae Hee tak habis pikir.


“Aku juga tahu, anak nakal! Bukankah aku sudah bilang aku akan mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini? Jadi tidak perlu mengatakan sesuatu yang bahkan anak 3 tahun pun mengetahuinya! Dan tutup mulutmu!” seru Tae Bum dengan emosi.

“Itu sebabnya aku bertanya, bagaimana kau akan menyelesaikan masalah ini? Tim Leader Cha mengandung anakmu!” seru Tae Hee. Pak Polisi yang selalu memegang teguh prinsip kebenaran dan keadilan tentu merasa hati nuraninya tidak akan tenang, bukan?


“Apakah kau datang kemari dan mencoba bersikap seolah kau tahu segalanya? Kakak kedua juga marah dan frustasi sekarang!” seru Tae Phil pada Tae Hee. Tae Phil yang selalu kontra pada Tae Hee, tentu akan selalu berdiri melawannya.

Tapi Tae Bum justru berteriak pada Tae Phil, “Kaulah yang lebih menjengkelkan dan paling berisik di sini! Kau membuatku gila jadi diamlah!” seru Tae Bum seraya menatap marah Tae Phil yang sejak awal paling berisik.


“Hyung, suaramu bahkan jauh lebih keras!” seru Tae Hee, ikut berteriak juga.
Saat itulah ponsel Tae Phil berbunyi, “Ah, ini pasti dari Ayah.” Omelnya kesal.
“Oh, ini dari Kakak pertama,” lanjutnya begitu melihat nama yang tertera di ponselnya.
“Hyung, apa terjadi sesuatu? Sekarang? Situasi di sini juga tidak baik,” seru Tae Phil di ponselnya.
“Baiklah. Kami akan segera ke sana,” ujarnya kemudian.

“Tae Shik Hyung sedang minum seorang diri dan memintaku menemaninya. Suaranya terdengar sedih. Apa dia ditolak oleh seorang wanita lagi?” ujar Tae Phil pada Tae Bum.

“Wanita yang diperkenalkan padanya waktu itu?” tanya Tae Hee, yang tentu saja diabaikan oleh si b4ngsat Tae Phil.

Alih-alih menjawab pertanyaan Tae Hee, Tae Phil justru bertanya pada Tae Bum, “Apa kau ingin minum juga bersama kami? Ini adalah masalah yang tidak bisa kau selesaikan sendiri dan saat ini yang paling kau butuhkan adalah minum,” ujar Tae Phil pada Tae Bum. Seolah-olah Tae Hee adalah manusia transparan di tempat itu.

“Aku tidak punya mood untuk minum sekarang,” sahut Tae Bum kesal.

Namun Tae Phil tetap membujuk kakak keduanya untuk pergi minum bersama, “Kita perlu berkumpul bersama dan membicarakan masalah ini,” bujuk Tae Phil lagi.

“Kalian pergilah sendiri,” jawab Tae Bum lagi, namun pada akhirnya dia tetap ikut serta.


Di sebuah warung kecil yang tak jauh dari Ojakgyo Farm, keempat bersaudara Hwang tampak minum bersama.

“Situasi serius apa yang sedang kau alami saat ini?” tanya Tae Shik pada Tae Bum.
“Hyung, apa yang terjadi padamu? Kenapa kau minum sendirian di sini?” tanya Tae Bum, mengalihkan perhatian.
“Aku yang bertanya padamu lebih dulu,” sahut Tae Shik, tak mau mengalah.

“Kau katakan lebih dulu,” ujar Tae Bum mencoba mengelak.
“Kau sudah datang kemari, kenapa tidak ceritakan saja? Katakan saja semuanya,” ujar Tae Hee pada Tae Bum.

Kemudian Tae Phil membongkar masalah serius yang dihadapi oleh Tae Bum pada Tae Shik, “Kakak kedua akan memiliki bayi,” ujar Tae Phil.

“YYAAA! Hwang Tae Phil!” seru Tae Bum marah karena Tae Phil membongkar rahasianya.

Sementara Tae Hee menatap Tae Phil dengan tatapan seperti, "Hati-hatilah kau akan dihajar Tae Bum Hyung setelah ini".


“Apa? Apa kau diam-diam punya pacar?” tanya Tae Shik terkejut.

“Mereka tidak pacaran. Itu hanya kencan semalam (One Night Stand), itu terjadi tidak sengaja. Dan wanita itu adalah Pimpinan Timnya,” jawab Tae Phil, yang membongkar semuanya. 

“YYAAA! Hwang Tae Phil!” seru Tae Bum lagi untuk yang kedua kalinya, memperingatkan adiknya untuk diam.

“Bila dia adalah Tim Leadermu, bukankah posisinya ada di atasmu?” tanya Tae Shik.
“Wanita itu ingin mempertahankan bayinya dan meminta kakak kedua untuk menikahinya,” ujar Tae Phil yang ember.


“YAAA!” kali ini Tae Bum benar-benar marah hingga dia bahkan berdiri sampai kursinya terbalik.
“Ada ada denganmu? Karena sudah seperti ini, Kakak pertama juga berhak tahu,” ujar Tae Hee, mencoba bersikap netral.


Tae Bum kembali duduk dengan kesal, “Baiklah. Baiklah. Katakan saja semuanya!” ujarnya kesal.
“YYYAAA! Aku sangat bingung kenapa kau begitu frustasi dan marah? Kau punya kemampuan. Bila semuanya berjalan lancar, kau mungkin akan menjadi yang pertama menikah di antara kita semua,” ujar Tae Shik dengan entengnya.

“Pernikahan apa? Siapa yang akan menikah?” Tae Bum menolak keras ide tentang pernikahan dan justru menarik napas berat, lalu kembali mengalihkan topik pembicaraan, “Hyung, katakan pada kami, apa yang terjadi denganmu,” Tae Bum balik bertanya pada Tae Shik.

“Masalahku tidak sebesar masalahmu,” jawab Tae Shik walau dengan nada berat, lalu Tae Bum menyuruh Tae Shik menceritakannya.

“Apa hubunganmu dengan Ye Jin tidak berjalan lancar?” tebak Tae Phil, namun Tae Shik menyangkal.

“Bukan tentang itu. Tapi ini tentang wanita yang kupacari saat aku berada di Filipina, Angelica, kalian ingat dia, kan?” tanya Tae Shik pada adik-adiknya, sementara Tae Hee tampak tak tahu apa-apa.


“Ah, iya. Aku ingat,” jawab Tae Phil kemudian.
“Angelica tiba-tiba saja kembali menghubungiku,” jawab Tae Shik dengan raut wajah frustasi.
“Apa? Untuk apa?” tanya Tae Bum tak mengerti.

Di pertanian, Ayah, Ibu dan Nenek akan pergi untuk memenuhi undangan makan malam di rumah tetangga mereka. Nenek sebenarnya malas untuk pergi, namun Hwang Chang Sik berkata bahwa setidaknya mereka harus menunjukkan wajah mereka kemudian pulang setelah beberapa menit berada di sana, jika Ibunya benar-benar malas.

(Ya gimana gak males lah? Tetangganya kan julid, si nenek takut kalau bakal disindirin lagi masalah keluarga Hwang mencuri pertanian milik orang lain hahaha ^_^ Emang senjata paling ampuh adalah nyinyiran tetangga. Jadi kena mental kan nih keluarga Hwang karena julidan tetangga hihihi ^_^)

Hwang Chang Sik juga mengusulkan untuk memberikan sebagian makanan untuk Ja Eun karena mereka memiliki sisa makanan yang sayang jika terbuang, namun Park Bok Ja mengabaikan usulnya dan berkata kalau mereka sudah terlambat.

Dari dalam tendanya, Ja Eun mendengar suara orang-orang akan pergi dan diapun keluar untuk menyapa dan memberitahu mereka agar hati-hati karena sekarang sudah malam.


“Apa kalian semua akan pergi?” tanya Ja Eun dengan sopan dan riang.
“Kami akan pergi makan malam di rumah tetangga,” jawab Hwang Chang Sik ramah.
“Jadi kalian akan pulang malam?” tanya Ja Eun lagi.
“Mungkin kami akan pergi sekitar 2 jam,” jawab Hwang Chang Sik menjelaskan.

“Ah, kalau begitu bersenang-senanglah dan kembalilah dengan selamat. Halmoni, Ahjumma, bersenang-senanglah. Aku akan menjaga rumah untuk kalian,” ujar Ja Eun riang.

Setelah mereka semua pergi, Ja Eun menyadari jika rumah itu kemungkinan sedang kosong.
Ja Eun kemudian masuk ke dalam rumah dan mencoba memanggil seseorang, “Apa ada orang di rumah ini?” Ja Eun bertanya lantang, namun tak seorangpun menjawab pertanyaannya.

Ja Eun kemudian berjalan ke arah dapur dan menemukan banyak sekali makanan di atas meja. Karena kelaparan, Ja Eun pun mencomot sedikit makanan dan memakannya dengan riang.

(Ja Eun ini aslinya kelaparan, penonton. Makanya dia masuk ke rumah saat tak ada orang karena dia mau ngambil dikit buat mengganjal perutnya)


Awalnya dia mengambil makanan itu dengan jarinya, hingga akhirnya dia menyadari kalau untuk beberapa makanan, dia membutuhkan sumpit. Itu sebabnya dia ingin mencari sumpit dan gelas untuk minum karena dia haus setelah makan, saat itulah dia melihat ada banyak sekali peralatan makan dan masak yang kotor dan menumpuk di wastafel. Ja Eun seketika menggulung lengan bajunya dan mulai mencuci semuanya.

Di warung kecil tempat keempat bersaudara Hwang berkumpul, Tae Phil membaca surat yang dikirimkan Angelica untuk Tae Shik, yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dia sampaikan dan dia harus mengembalikan sesuatu pada Tae Shik dalam waktu sesegera mungkin.


(Note: Yang Angelica kembalikan pada Tae Shik adalah seorang anak laki-laki berusia 9 tahun. Nih para pria keluarga Hwang sukanya titip saham dulu dan menghamili wanita di luar nikah ckckck… Kecuali Hwang Tae Hee kayaknya yang gak tertarik pada wanita, Ja Eun is his first and only Love)

“Apa masalahnya?” tanya Tae Bum yang masih belum paham maksud surat itu.
“Dia ingin mengembalikan sesuatu padaku,” jawab Tae Shik menjelaskan keresahannya.

“Itu terjadi 9 tahun yang lalu saat kakak pertama bekerja di Filipina, kan? Apa yang harus dia kembalikan setelah 9 tahun berlalu?” tanya Tae Hee tak mengerti.

“Itulah yang membuatku bingung saat ini,” jawab Tae Shik.
“Apa dia wanita Filipina?” tanya Tae Hee lagi dan Tae Shik menjawab “Ya.”


“Apa kau tidak pernah mendengarnya? Pada saat itu, kakak pertama ditinggalkan oleh wanita itu dan berniat bunuh diri, dia bilang dia ingin mati,” ujar Tae Bum pada Tae Hee yang tampaknya tak tahu apa-apa.

“YYYAA! Kenapa kau mengarang cerita? Siapa yang ingin bunuh diri?” omel Tae Shik menyangkal.

“Mengarang cerita? Itu faktanya! Saat itu pekerjaanmu di Filipina tidak berjalan dengan baik, lalu wanita itu mengatakan ingin putus darimu, itu sebabnya kau melakukannya. Saat itu kau ingin mati dengan menabrakkan dirimu di depan sebuah mobil,” ujar Tae Bum, mengungkit kembali masa lalu Tae Shik yang memalukan.


Tae Hee spontan tertawa lucu dan bertanya dengan polosnya, “Benarkah kakak pertama melakukan itu?” tanya Tae Hee merasa lucu dan Tae Bum membenarkannya.

(Tertawalah, Tae Hee. Saat Ja Eun meninggalkanmu nanti, bukankah kau juga merasa ingin mati? Bisakah kau tertawa saat hal itu terjadi padamu nanti?)


“Waahhh…” Tae Hee tampak kagum dan tidak percaya saat kakak pertamanya rela ingin mati demi seorang wanita (Yang belum mengalami, belum tahu rasanya. Tunggu saja giliranmu, Tae Hee-yaa…)

“Bukan seperti itu. Bukan karena wanita itu! Itu karena pekerjaanku tidak berjalan lancar dan aku merasa seperti berdiri di tepi tebing,” sangkal Tae Shik, berusaha melindungi harga dirinya.

“Apa pun itu, intinya aku bahkan pergi ke Filipina untuk menghiburmu saat itu, karena saat itu Hyung sangat depresi dan menderita,” jawab Tae Bum, menyangkal pernyataan Tae Shik.

Tae Phil setuju dan mengatakan bahwa saat itu Tae Shik sangat menderita karena ditinggalkan oleh wanita itu.


“Wah, kakak pertama juga memiliki kisah cinta yang menggelora seperti ini? Tapi kenapa aku satu-satunya yang tidak tahu?” tanya Tae Hee bingung.

“Saat itu kau sedang berada di Police Academy dan sibuk menjalani pelatihan untuk menjadi polisi. Kau jarang sekali pulang waktu itu,” sahut Tae Bum.

Tae Bum mengajak kakaknya bersulang untuk Angelica, tapi Tae Shik yang menganggap bahwa hal itu sebagai penghinaan untuknya, menolak untuk bersulang.

Tae Shik lalu balik menyindir dengan mengatakan bahwa Tae Bum tidak berada di posisi yang pantas untuk menertawakan orang lain. 

“Lagipula, lihat dirimu sendiri! Apa saat ini kau pantas menertawakan orang lain? Kau tidak seharusnya mabuk berat hingga berakhir menghamili seorang wanita,” Tae Shik balik menyindir. Skakmat. Tae Bum langsung meradang saat kesalahan besarnya kembali diungkit.


Tae Hee yang sadar kalau situasinya mulai memanas, hanya menatap kakak pertamanya seakan meminta padanya untuk jangan bicara lebih banyak lagi karena untuk sekarang, bagi Tae Bum, masalah itu sangat sensitif. Tapi sepertinya Tae Shik tak peduli, dia seolah ingin balas dendam karena masa lalunya yang memalukan kembali diungkit.

“Jangan bicarakan itu!” seru Tae Bum tersinggung. Padahal dia sendiri yang nyinggung Tae Shik duluan, giliran dibalas, marah.

“Dan bukan hanya itu, wanita itu adalah atasanmu,” lanjut Tae Shik tak peduli.
“Aku bilang jangan bicara lagi!” seru Tae Bum, kembali emosi.

“Apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau sudah menghamilinya! Kau harus menikahinya,” Tae Shik masih saja bicara panjang lebar, benar-benar menguji kesabaran Tae Bum.
“Pernikahan apa? Aku tidak mau menikahinya!” seru Tae Bum tegas dan mantap.


“Apa kau akan benar-benar menulis surat perjanjian itu dan menyerahkan hak asuh anakmu begitu saja? Di masa depan, kau juga tidak akan peduli pada anakmu? Apa itu yang ingin kau katakan sekarang?” sergah Tae Hee tak habis pikir. Kali ini dia ikut bereaksi.

“Seperti yang kukatakan, hanya ada satu jalan keluar. Menikahlah jika kau ingin menikah. Karena situasinya sudah seperti ini, tak masalah bila kau melangkahiku,” ujar Tae Shik, masih mendesak Tae Bum untuk lebih baik menikah.

“Siapa yang ingin menikah? Kenapa kau selalu menyebutkan soal pernikahan? Aku tidak mau menikah dengannya! Lebih baik kakak tidak usah mengurusi urusanku dan uruslah urusanmu sendiri, pastikan kau punya masa depan yang baik. Apa kau ada di posisi di mana kau bisa mengaturku sekarang?” seru Tae Bum dengan angkuhnya, meremehkan Tae Shik sebagai anak pertama dan dengan kata lain mengatainya tidak berguna.

Tae Shik yang tidak terima direndahkan oleh adiknya, segera menarik kerah Tae Bum dan berniat memukulnya. Tae Hee dan Tae Phil spontan berdiri dan berusaha memisahkan kedua kakak mereka.


“Berani sekali kau bicara seperti itu denganku? Aku tetap kakakmu, brengsek!” seru Tae Shik dengan emosi.
“Lepaskan aku! Lepaskan aku saat aku masih bicara baik-baik!” ancam balik Tae Bum.
“Kakak pertama, mari kita bicara baik-baik,” ujar Tae Hee, mencoba mendamaikan.
“Hyung, kenapa kalian berdua harus seperti ini?” seru Tae Phil menimpali.

“Aku tidak akan melepaskan ini begitu saja. ‘Pastikan kau punya masa depan yang baik’? Apa itu pantas dikatakan oleh seorang adik kepada kakaknya? Hanya karena selama ini aku selalu diam saja setiap kali kau bersikap seolah-olah kaulah anak tertua dalam keluarga, lalu kau pikir kau bisa menginjak-nginjakku?” seru Tae Shik emosi.

“Jadi kau ingin berbicara lagi mengenai hak sebagai anak pertama? Aku sudah muak mendengarnya,” sahut Tae Bum, masih dipenuhi kemarahan.
“Kakak kedua!” seru Tae Hee, mengingatkan Tae Bum agar tidak keterlaluan.
“Apa kau bilang?” Tae Shik masih tampak tak terima karena dia merasa diremehkan.

“Lepaskan aku! Ayah saja bahkan tak pernah memukulku, siapa kau ingin memukulku? Aku menahan diriku karena kau adalah kakakku,” ujar Tae Bum, masih dengan nada meremehkan.

Tak tahan lagi, Tae Shik langsung mengarahkan tinjunya ke arah Tae Bum dan menghajarnya. Tae Bum tersungkur di tanah dan hidungnya langsung berdarah. Tae Phil memberitahu Tae Bum kalau hidungnya berdarah. Sementara Tae Hee menahan Tae Shik agar tidak menghantamkan pukulan kedua.

“Beraninya kau tidak menghormatiku sebagai kakak!” seru Tae Shik masih emosi.
“Pukul aku lagi jika kau berani!” tantang Tae Bum dengan angkuh. Tae Hee berlari ke arah Tae Bum yang terlihat lebih emosi dan mencoba menahannya.

Tae Bum meminta Tae Hee dan Tae Phil untuk melepaskannya karena dia sudah tidak marah, namun ketika mereka melepaskannya, Tae Bum segera menghantamkan bogem mentah ke arah Tae Shik. Keadaan menjadi sangat kacau. Meja dan kursi terbalik karena perkelahian Tae Shik dan Tae Bum sementara Tae Hee dan Tae Phil berusaha menghentikan keduanya.


Semuanya baru berhenti ketika Hwang Chang Sik, Nenek dan Ibu muncul di tempat itu dan menatap keempat bersaudara Hwang dengan terkejut.

“Apa yang kalian lakukan, anak-anak nakal! Berhenti berkelahi!” seru Hwang Chang Sik marah.
“Tae Bum-ah! Tae Shik-ah, apa yang terjadi?” tanya Park Bok Ja kesal.
“Aiggoo… Berapa umur kalian hingga berkelahi seperti ini?” sindir sang Nenek tak habis pikir.


Di rumah, setelah Ja Eun selesai membersihkan rumah dan mencuci semua peralatan dapur yang kotor, Ja Eun kemudian mengambil sepotong kue dan berniat pergi, namun saat dia melihat gelas yang kotor, dia kemudian memasuki semua kamar untuk mencari gelas-gelas kotor lainnya dan berniat mencucinya juga.


Saat itulah dia mendengar suara langkah kaki dan suara para penghuni rumah yang tiba-tiba saja kembali ke rumah. Park Bok Ja bertanya pada anak-anaknya kenapa mereka berkelahi dan kenapa mereka tidak bisa menjawabnya?

Ja Eun mengintip dari balik pintu kamar Chang Sik dan Bok Ja dan mendengar Hwang Chang Sik menyuruh keempat putranya untuk duduk, sementara nenek berkata bahwa dia harus menggunakan kamar mandi.

Hwang Chang Sik kemudian bertanya sekali lagi kenapa mereka berkelahi dan mendesak untuk menjawab sebelum dia benar-benar kehilangan kesabarannya.

Park Bok Ja kemudian bertanya lebih dulu ke arah Tae Shik, “Kenapa kalian berkelahi? Cepat jawab Ibu!” saat itulah Ja Eun mengendap-endap berusaha untuk keluar namun tertangkap basah oleh Park Bok Ja. Ja Eun mencoba melarikan diri namun dia terjatuh ke lantai karena terkejut saat nenek tiba-tiba datang dari arah kamar mandi.

Park Bok Ja datang dan memukuli Ja Eun serta menuduhnya sebagai pencuri. Tentu saja Ja Eun menyangkal semua itu karena dia memang tidak mencuri apa pun. Hwang Chang Sik dan keempat putranya pun datang untuk melihat apa yang terjadi, mereka melihat Park Bok Ja memukuli gadis yang tidak bersalah itu dan menuduhnya sebagai pencuri.


Hwang Chang Sik meminta Park Bok Ja mengendalikan emosinya dan bertanya baik-baik pada Ja Eun, tapi yang namanya nenek sihir, mana mau bicara baik-baik? Karena dia sudah terlanjur ketakutan jika Ja Eun menemukan surat kontrak yang dia curi, jadi Park Bok Ja balik menuduh Ja Eun sebagai pencuri. Maling teriak maling ceritany!

“Lepaskan aku! Aku tidak mencuri apa pun, Ahjumma!” sangkal Ja Eun berusaha melindungi dirinya yang terus dipukuli

“Melepaskanmu? Kau masuk ke rumah orang lain dan kamar orang lain saat penghuninya tak ada di rumah. Apa namanya itu?” tuduh Park Bok Ja tak punya hati.

“Atau kau jangan-jangan masuk ke rumah ini untuk mencari apakah kontrakmu ada di sini?” lanjut Park Bok Ja lagi.

(Kalau memang surat kontraknya gak ada di rumah itu, lalu kenapa kau harus merasa ketakutan seperti itu, Park Bok Ja? Berani karena benar, takut karena salah. Nih Ahjumma ketakutan, karena dia sadar kalau dia bersalah, namun sayangnya anak-anaknya pun gak nyadar ucapan Park Bok Ja yang secara gak langsung membongkar boroknya sendiri >_<)

“Tidak, Ahjumma! Aku tidak mencuri apa pun di rumah ini!” sangkal Ja Eun.
“Jika kau tidak mencuri, kenapa kau keluar dari dalam kamarku? Apa yang kau curi dari sana?” tuduh Park Bok Ja dengan kejam.

“Aku tidak mencuri apa pun!” Ja Eun kembali membantah. Tapi Park Bok Ja melihat Ja Eun tampak menggenggam sesuatu di tangannya.
“Apa itu? Apa itu yang kau curi?” tuduh Park Bok Ja lagi.
Ja Eun segera menyembunyikan makanan itu di balik punggungnya dan berkata, “Bukan apa-apa!”

“Berikan padaku! Cepat berikan padaku! Apa yang kau curi itu?” seru Park Bok Ja seraya mencoba mengambil apa pun itu di tangan Ja Eun.
“Bukan apa-apa!” seru Ja Eun membantah.
“Serahkan! Serahkan! Ayo cepat serahkan!” seru Park Bok Ja, kembali memukuli Ja Eun dan merampas apa pun itu di tangannnya.

Akhirnya Park Bok Ja berhasil merampas benda itu dan membuat makanan itu tercecer di lantai rumah.

Park Bok Ja tampak shock, sementara seluruh keluarga Hwang tampak malu karena menuduh Ja Eun seperti itu. Tae Hee menatap Ja Eun dengan tatapan iba, dia semakin merasa bersalah padanya.


“Anda bahagia sekarang? Ya, aku mengambil beberapa potong makanan karena aku kelaparan. Anda sangat keterlaluan! Bagaimana bisa Anda berpikir kalau aku akan mencuri? Apa Anda berpikir aku akan memasuki rumah kosong untuk mencari kontrak lagi? Bila aku ingin melakukan sesuatu seperti itu, aku tidak akan bersikeras tinggal di sini. Bahkan hingga aku mati, bahkan bila aku harus membencimu seumur hidup, aku tetap berusaha tinggal di sisimu dan berusaha bersikap baik padamu. Aku tidak akan bertahan tinggal di dalam tenda!” seru Ja Eun dengan mata berkaca-kaca.

“Lalu kenapa kau masuk ke rumah kami? Kenapa masuk ke dalam kamar?” tanya Park Bok Ja, masih dengan nada menuduh.

“Aku masuk karena aku kelaparan. Aku pergi ke dalam kamar untuk mengambil gelas. Apa itu yang ingin kau dengar?” seru Ja Eun kesal.

“Kenapa kau berteriak padaku? Kau tidak melakukan sesuatu yang baik,” seru Park Bok Ja masih menuduh yang bukan-bukan.


“Aku hanya ingin kau memberiku kesempatan. Aku tidak memintamu untuk mengembalikan pertanianku. Aku hanya ingin meminta kesempatan untuk terlihat baik di matamu. Setelah kontrak itu menghilang, hanya ini yang bisa aku lakukan. Bila Anda merasa inipun tidak bisa, berarti Anda memang sangat keterlaluan!” seru Ja Eun dengan berani.

“Kenapa aku harus memberimu kesempatan? Memberimu kesempatan untuk apa? Melihat wajahmu saja membuatku hampir gila! Cobalah dalam tiga bulan. Lihatlah apa aku akan mengedipkan mata!” seru Park Bok Ja dengan kejam.

Ja Eun kemudian berdiri dengan marah, “Hanya karena Anda berkata seperti itu, apa Anda pikir aku akan pergi? Aku tidak akan pergi! Bahkan walau ada mobil derek menyeretku, aku tidak akan pernah pergi dari sini!” seru Ja Eun keras kepala.

Ja Eun melangkah pergi, secara otomatis membuat Tae Hee dan Tae Bum menyingkir ke samping untuk memberikannya jalan. Park Bok Ja terduduk di lantai kamar dengan ekspresi kalah.

“Ckckck… Kenapa kau harus memukuli anak itu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi? Cepat pergi dan cuci piringmu!” seru Nenek, tak kalah kesal dan malu melihat sikap menantunya yang sudah keterlaluan.


Nenek kemudian pergi ke dapur dan melihat dapur telah rapi dan semua cucian telah bersih. Rasa bersalah Nenek pun semakin bertambah saat melihat ini. Nenek kemudian memanggil semua orang untuk melihat. Park Bok Ja, Hwang Chang Sik dan keempat putra mereka berbondong-bondong datang ke dapur untuk melihat.


“Aku tidak mengerti saat dia berkata dia memasuki semua kamar untuk mencari gelas, sekarang aku tahu kenapa, dia mencuci semua gelas-gelas kotor itu beserta semua peralatan kotor di dapur. Lihatlah bagaimana dapur kita menjadi sangat bersih sekarang,” seru Nenek menjelaskan apa yang dilihatnya.

Melihat semua yang terjadi ditambah dengan kata-kata sang Nenek, membuat Tae Hee semakin merasa bersalah dan tersentuh dengan semua yang dilakukan Ja Eun untuk keluarganya. Tatapan mata Tae Hee tampak tersentuh melihat semua yang Ja Eun lakukan.


Ja Eun kembali ke tendanya dengan tekad yang kuat, “Setelah memperlakukanku seperti pencuri, apa kau pikir aku akan menyerah? Aku tidak akan pergi! Kita lihat saja siapa yang lebih kuat menahan semua ini!” ujar Ja Eun bertekad bulat.


(Aku sukanya dengan karakter Ja Eun, dia tuh Strong Woman. Semakin dijahati, dia semakin bertekad membuat orang yang ngejahatin dia berbalik jadi sayang dan bahkan cinta (untuk Tae Hee). Ja Eun akan tetap membalas kejahatan dengan kebaikan, hingga membuat orang-orang yang ngejahatin dia menjadi merasa bersalah dan akhirnya berbalik jadi sayang…)

Di dalam rumah, keluarga Hwang memulai pertemuan keluarga seperti biasanya.
“Kau harus belajar mengendalikan emosimu! Bagaimana bisa kau memukuli anak itu tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya?” Nenek memulai pembicaraan dengan mengomeli menantunya.

Sama seperti Tae Hee dan Tae Bum, Nenek resmi berpihak pada Ja Eun mulai episode ini.


“Siapa yang menyuruhnya untuk mencuci semua piring dan peralatan yang kotor tanpa ijin dariku? Aku tidak Bahagia dan tidak merasa bersyukur sama sekali. Ibu, kenapa kau berkata seperti itu? Apa kau tidak tahu rencana licik gadis itu?” ujar Park Bok Ja, tak mau disalahkan dan balik menuduh Ja Eun.

Dan akhirnya Park Bok Ja mengubah topik pembicaraan dan bertanya kepada keempat putranya kenapa mereka berkelahi.

“Pertama-tama, kita harus menyelesaikan lebih dulu masalah ini. Karena kalian semua ada di sini, Ayah ingin meminta pendapat kalian. Kalian semua tahu apa yang terjadi di rumah ini. Jadi apa pendapat kalian untuk menyelesaikan masalah ini?” tanya Hwang Chang Sik pada keempat putranya.

“Apanya yang harus diselesaikan?” seru Park Bok Ja tak suka.
“Aku tidak bertanya padamu,” sahut Hwang Chang Sik kesal pada istrinya, dia kemudian menatap keempat putranya satu per satu untuk meminta pendapat mereka.

“Katakan pendapat kalian mengenai masalah ini?” tanya Hwang Chang Sik pada keempat putranya.
“Abeoji, mulailah lebih dulu,” usul Tae Bum.

“Aku ingin memberikan apa yang Ja Eun inginkan. Sebenarnya aku lebih suka menyuruhnya kembali tidur di loteng, tapi Ibu kalian tidak mengijinkannya. Jadi sebagai gantinya, aku ingin memberikan apa yang Ja Eun inginkan. Jika Ja Eun ingin belajar mengurus pertanian, maka kita ajari saja dia!” ujar Hwang Chang Sik, yang sejak awal memang merasa kasihan pada gadis muda itu, namun karena dia adalah type Suami Takut Istri jadilah dia hanya bisa diam saja tanpa bisa melawan.

“Apa kau tidak tahu apa artinya itu? Dia bilang ingin kita memberinya kesempatan, ingin belajar soal pertanian, itu hanya alasan saja untuk mengambil kembali pertanian ini!” ujar Park Bok Ja tak suka.

(Woi, sadar! Sejak awal pertanian itu adalah milik Ayah Baek Ja Eun, kalian cuma ngontrak woi! Uda tinggal gratis 10 tahun, surat perjanjian kontraknya dicuri pula. Gak tahu diri nih, Ahjumma!)

“Cukup! Bahkan walau aku bicara 100 kali denganmu, kita tidak akan mencapai kesepakatan dan hanya membuang-buang tenaga. Jadi anak-anak, katakan saja apa yang kalian pikirkan,” jawab Hwang Chang Sik, capek menghadapi istrinya yang gak tahu diri.


Tae Hee menjadi yang pertama mengutarakan pendapatnya, “Bila Baek Ja Eun tinggal di sini, apa yang paling mengganggumu, Ibu?” tanya Tae Hee ingin tahu.

“Ibu mungkin takut terikat pada Ja Eun. Jika Ja Eun tetap di sisinya untuk waktu yang lama, Ibu takut dia akan berubah menyayanginya, dia takut hatinya akan goyah, tidak tega padanya dan kemudian akan berakhir memberikan pertanian ini padanya. Bukankah itu yang paling mengganggumu, Ibu?” sahut Tae Bum, menebak pikiran sang ibu. (Bingo! Hatinya Tae Hee aja lama-lama jadi goyah dan jatuh cinta setengah mampus hahaha ^_^)

“Tidak! Itu tidak mungkin! Itu tidak akan pernah terjadi. Apa kau gila? Aku tidak akan pernah memberikan pertanian ini padanya!” sahut Park Bok Ja menyangkal kuat. Benar-benar gak tahu diri dah ckckck...

“Kalau begitu kenapa Ibu tidak membiarkannya tinggal di sini?” tantang Tae Bum.
“Benar. Jika pada akhirnya Ibu tetap tidak akan memberikan pertanian ini padanya, jadi kenapa tidak membiarkan Baek Ja Eun berada di sisimu?” ujar Tae Hee setuju dengan kakak keduanya.

“Ada apa dengan kalian semua hari ini? Kenapa kalian semua berkomplot melawanku?” seru Park Bok Ja, memulai drama Playing Victim-nya.


“Kami tidak berkomplot melawanmu, kami hanya merasa lelah dengan ini semua. Situasi ini membuat kami semua merasa tidak nyaman. Apa yang dia curi darimu hingga kau begitu marah? Hanya beberapa potong kue. Itu tidak akan cukup untuk menangkapnya! Selain itu, kau juga bahkan tidak meminta maaf padanya karena telah memukul dan menuduhnya seperti itu. Hati Ja Eun pasti sangat sedih sekarang,” ujar Hwang Chang Sik, mengungkapkan faktanya.

(Noh! Polisinya ada di depan mata tuh! Suruh Inspektur Hwang Tae Hee menangkap Baek Ja Eun dengan tuduhan mengambil beberapa potong kue karena kelaparan! Yang ada, Tae Hee akan dimarahi bosnya karena bertindak keterlaluan! Orang kelaparan itu mbok ya ditolong, bukan ditangkap! Polisinya aja diem aja dan bahkan memberikan pembelaan. Atas dasar apa tuh Ahjumma pengen Ja Eun ditangkap?)

“Katakan apa pendapat kalian! Jangan pedulikan apa kata Ibumu,” seru Hwang Chang Sik sekali lagi. Dia ingin melakukan voting dan mengambil sikap berdasarkan suara terbanyak.

Tae Hee sekali lagi menjadi yang pertama mengutarakan pendapatnya, “Eomma, aku hanya ingin mengungkapkan fakta. Mari kita kembalikan pertanian ini padanya dan pindah. Jujur saja, sejak awal pertanian ini adalah milik Baek In Ho, walaupun surat kontraknya menghilang, tidak berarti bahwa ingatan kita ikut menghilang juga, kita tak bisa melupakannya begitu saja. Itulah sebabnya keluarga kita menjadi tidak nyaman dan selalu cemas. Aku tidak tahan mendengar orang-orang mengatakan bahwa ayah dan ibu mencuri tanah pertanian milik orang lain, aku benci itu! Jadi kenapa ayah dan ibu harus mendengarkan semua itu?” ujar Tae Hee, mengutarakan pendapatnya.


(Bagaimana pun juga sebagai seorang polisi, tentu Tae Hee tidak ingin orangtuanya dikatai pencuri, bukan? Kan gak lucu kalau anaknya polisi tapi orangtuanya pencuri? Apalagi Tae Hee sudah terlanjur kena mental sejak dikatain Ja Eun sebagai
“Keluarga pencuri, pria pengecut dan polisi tidak kompeten!” Ditambah lagi, sebagai seorang penegak hukum, Tae Hee memiliki tanggung jawab moral yang tinggi dan dia tahu sejak awal kalau keluarga merekalah yang bersalah. Namun karena dia dikatain Tae Phil sebagai ‘anak tidak tahu balas budi’, makanya selama ini Tae Hee menahan diri dan mencoba menutup mata, berusaha netral dan tidak memihak karena merasa berhutang budi pada sang ibu angkat. Tapi karena kali ini, sang ibu angkat sudah keterlaluan, jadi rasa keadilan alias sense or Justice-nya langsung terbangun dan dia memutuskan berdiri di pihak Baek Ja Eun)

“Aku juga setuju dengan Tae Hee. Sejujurnya, aku juga berharap kita bisa menghindari ini. Namun karena Ja Eun selalu mengklaim bahwa pertanian ini adalah miliknya, jadi setiap kali kami melihatnya, hati kami merasa tidak tenang, tepat seperti yang dikatakan oleh Tae Hee, rasanya seperti ditusuk dengan jarum hingga berdarah. Bila kita hidup tanpa melihatnya itu lain cerita, tapi Ja Eun sekarang bahkan tinggal di halaman kita seperti itu dan dia berkata dengan tegas bahkan walau dia diseret dengan mobil derek sekalipun, dia tidak akan pergi. Melihat wajahnya, rasanya sulit tetap hidup seperti ini. Setelah mengembalikan pertanian ini, mari kita pindah, Eomma!” ujar Tae Bum, setuju dengan Tae Hee.

(Hati nurani Tae Bum juga merasa bersalah, karena dialah yang awalnya menghancurkan hidup dan reputasi Baek Ja Eun dengan membocorkan hasil penyelidikan Tae Hee yang baru setengah jalan. Jadi mulai saat ini, Tae Bum resmi di pihak Ja Eun juga ^^)


“Kenapa kalian semua seperti ini?” seru Park Bok Ja tak percaya. Playing Victim lagi dah si emak >_<

“Aku juga memikirkan hal yang sama. Setiap kali melihat wajah Ja Eun-ssi, hatiku merasa tidak nyaman. Dan karena Ja Eun-ssi hanya meminta setengah saja, jadi kurasa memberikan setengah pertanian ini padanya juga tidak begitu buruk,” sahut Tae Shik, setuju dengan Tae Hee dan Tae Bum.

Hwang Chang Sik mengangguk mengerti, lalu mengalihkan tatapannya pada maknae Hwang Tae Phil.

“Maknae, apa pendapatmu?” tanya Hwang Chang Sik.
Tae Phil melihat ibunya dan menjawab, “Aku akan berada di pihak Ibu apa pun yang terjadi.”

Hwang Chang Sik mengerti, “Baiklah, Tetap saja 3 banding 1. Itulah yang dipikirkan anak-anak kita,” ujar Hwang Chang Sik memutuskan.

Tapi Park Bok Ja memotong kalimatnya dan memulai drama Playing Victim sok tersakiti jilid sekian. Dia mulai menceritakan masa lalu mereka yang hidup dalam kemiskinan, jadi mereka harus hidup berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah kontrakan lainnya. Bagaimana dia sebagai istri, ibu dan menantu tetap bertahan walau sesulit apa pun hidupnya.


Tentang bagaimana bahagianya dia saat mendengar dari suaminya kalau mereka mendapatkan tanah pertanian yang diwariskan oleh sepupu kakeknya. Tentang bagaimana dia selalu bangun pagi sebelum matahari menjelang dan bekerja di pertanian, menanam pohon, menternak bebek dll. Intinya dia mengklaim bahwa dialah yang lebih berhak karena dialah yang mengurus pertanian ini dari tanah gersang hingga subur seperti ini.

(Lah gak gitu konsepnya, Markonah! Ibarat orang punya rumah kontrakan terus dikontrakkan selama 10 tahun pada orang lain, mau si penyewa merenovasi sampai bagus kek, mau dikasih pager kek, mau ditanamin bunga-bunga indah kek, kalau masa kontrak habis ya silakan minggat. Gak bisa dengan alasan sudah menanam pohon, sudah membuat pagar, sudah merenovasi rumah dengan biaya yang gak sedikit, terus gak mau mengembalikan rumah itu ke pemilik aslinya! Aturan dari mana, Markonah? Mau loe ngerawat sampai sebagus apa pun, kalau bukan rumahmu ya bukan rumahmu. Tanya tuh anakmu yang Polisi, hukumnya kayak gimana! Tae Hee aja sejak awal sudah bilang kalau posisi mereka kalah dan selalu menyarankan pindah, nih emak aja yang ngotot pengen nguasain tanah dan rumah punya orang!

Lagipula, ketidakbahagiaan pernikahanmu BUKANLAH SALAH JA EUN! Kalau kamu dapat suami yang gak kompeten, gak punya rumah, hidup miskin berpindah-pindah, lalu apa itu salah Ja Eun? Kenapa harus menyalahkan orang lain yang gak ada hubungannya atas semua kesialan yang terjadi dalam hidupmu? Suamimu miskin, kamu sendiri yang milih, kan? Apa urusannya dengan Ja Eun yang meminta kembali rumahnya?)

Akhirnya karena si emak uda mulai drama Playing Victim, sok tersakiti jilid sekian, semua orang lebih memilih diam aja karena malas untuk mendebat.


Beneran capek soalnya ngadepin orang yang doyan Playing Victim sok tersakiti macem Meghan Markle >_< Dia yang salah, tapi dia gak mau ngaku dan malah nuduh orang. Park Bok Ja beneran kayak Meghan Markle versi drama Korea. Aku punya satu kenalan yang sifatnya selalu Playing Victim sok tersakiti kayak Park Bok Ja dan Meghan Markle gini, ujung-ujungnya diam karena capek debat dan perlahan menjauh aja demi kesehatan mental. Seng waras ngalah istilahnya. Makanya salut banget sama Baek Ja Eun yang bisa bertahan di sisi Park Bok Ja dan berusaha mengambil hatinya. Mentalnya benar-benar kuat.

Setelah pertemuan keluarga berakhir, Tae Bum pergi keluar menemui Baek Ja Eun dengan membawa sepiring makanan penuh berisi makanan (karena dia tahu kalau Ja Eun masih laper).

Tae Bum awalnya bicara dengan j
eondanmal (nada formal), “Apa Anda ada di dalam? Apa Anda sudah tidur?” tanya Tae Bum dengan ragu.

Namun begitu mendengar suara resleting tenda dibuka, Tae Bum segera berjongkok dan menyapa Ja Eun dengan ramah menggunakan
banmal (nada santai), “Kau belum tidur, kan? Ini untukmu,” ujar Tae Bum seraya menyodorkan sepiring makanan beserta sumpitnya.

Ja Eun menatap Tae Bum dengan kesal, dia masih belum lupa bagaimana Tae Bum menghancurkan nama baik dan reputasinya beberapa saat yang lalu karena skandal penyuapan rektor itu, “Kesanku padamu tidak begitu baik. Kau tahu alasannya kenapa walau aku tidak memberitahumu, kan?” sindir Ja Eun dengan wajah kesal, kemudian memalingkan wajahnya ke tempat lain seolah-olah sedang marah.

“Aku tahu. Dan aku juga berpikir sudah sepantasnya kau marah padaku, tapi aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Aku benar-benar minta maaf,” ujar Tae Bum dengan ramah dengan raut wajah bersalah.

Ja Eun berkata sedikit ketus, “Sebenarnya aku masih tidak ingin memaafkanmu, tapi karena ini adalah makanan, jadi aku menerimanya,” ujar Ja Eun seraya mengambil piringnya.


Tapi tentu saja, Ja Eun tak benar-benar marah, dia hanya berpura-pura marah. Karena Ja Eun adalah gadis yang baik dan tidak menyimpan dendam, jadi sebenarnya dia sudah memaafkan Tae Bum dan juga Tae Hee sejak lama.

“Setidaknya terima kasih sudah menerima makanannya. Aku berjanji akan menebus kesalahanku di masa depan. Anggap saja makanan ini sebagai uang mukanya,” ujar Tae Bum sambil menahan tawa karena dia tahu kalau Ja Eun hanya pura-pura marah dan pura-pura memasang wajah galak.

“Jangan lupa tutup tendamu rapat-rapat. Ada banyak sekali nyamuk di sini. Selamat malam,” tambah Tae Bum lagi dengan memasang gerakan lucu seolah sedang memukul nyamuk di udara, sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam rumah. Tae Bum melirik sekali lagi sambil tersenyum geli ke arah Ja Eun.

Setelah Tae Bum masuk ke rumah, Ja Eun bergumam pelan, “Karena dia memberiku makanan, aku akan memaafkannya 20%.”

Kemudian dia membuka piringnya untuk melihat hidangan apa di dalamnya dan menjerit riang saat melihat berbagai jenis makanan ada di sana.

“Wah, ini makanan campuran. Masing-masing jenis ada di sini,” ujar Ja Eun riang seraya memakannya dengan tersenyum senang.

Setelah berpikir semalaman, Park Bok Ja akhirnya memutuskan untuk memberikan Ja Eun kesempatan yang dia minta, yaitu belajar tentang pertanian. Park Bok Ja membangunkan Ja Eun pukul 4.30 pagi untuk mulai menyiram tanaman dan lain sebagainya.

Park Bok Ja berkata bahwa dia hanya mengijinkan Ja Eun belajar tentang pertanian, namun soal yang lain seperti : makanan, kamar mandi, dll, dia tidak peduli. Ja Eun mengatakan tidak apa-apa, dia akan mencari cara sendiri. Kemudian dia mulai belajar mengurus bebek juga. Pada awalnya Ja Eun tampak ketakutan karena takut akan dipatuk bebek, namun pada akhirnya dia tidak takut lagi dan merasa bebek-bebek ini sangat lucu.

Tak lama kemudian, Park Bok Ja berkata dia akan membuat sarapan lebih dulu dan meminta Ja Eun menunggunya 2 jam kemudian di kebun pir untuk belajar cara merawat pohon pir. Ja Eun mengeluh apakah Park Bok Ja harus bangun sepagi ini tiap hari ataukah hanya hari ini saja, yang tentu saja pertanyaannya diabaikan oleh wanita itu.

Saat sarapan, Park Bok Ja memberitahu ketiga putranya : Tae Shik, Tae Hee dan Tae Phil bahwa dia memutuskan untuk mengajari Ja Eun selama 6 bulan. Jika selama 6 bulan tetap tidak berhasil, dia berharap mereka tak lagi memaksanya.


Tae Hee tersenyum senang mendengarnya, “Keputusan yang baik, Eomma.”
Tae Shik pun mengatakan hal yang sama, “Benar. Itu Keputusan yang bijaksana,” ujarnya senang. Tae Shik adalah satu-satunya putra keluarga Hwang yang bersikap baik pada Ja Eun sejak awal.

Setelah itu, Park Bok Ja kembali bertanya kenapa kemarin malam mereka berkelahi, namun mereka bertiga kompak berkata bahwa mereka sudah tidak ingat lagi alasan kenapa mereka berkelahi.

Saat Park Bok Ja bertanya pada Tae Hee pun, Tae Hee mengatakan hal yang sama, “Benar apa yang dikatakan oleh Tae Phil, itu hanya masalah kecil hingga kami sudah tidak ingat lagi sekarang.”


Di kantor polisi, Tae Hee dan Seo Dong Min mulai menyelidiki tentang pena Baek Ja Eun, mereka sedang berada di dalam mobil Tae Hee dan mengamati sejumlah foto pena.


“Ini pertama kalinya aku melihat pena dengan desain seperti ini. Kau bilang pena ini milik Baek Ja Eun, kan?” tanya Seo Dong Min pada Tae Hee.


“Lebih tepatnya pena ini milik Presdir Baek In Ho. Dan Lee Seung Mi juga memiliki pena yang sama persis seperti ini,” sahut Tae Hee seraya memutar-mutar pena Ja Eun di tangannya.



“Lee Seung Mi? Putri Pimpinan Department Penyelidikan Kriminal? Tapi antara Baek In Ho dan Lee Seung Mi tampaknya tidak memiliki keterkaitan apa pun,” tanya Seo Dong Min bingung.



“Di antara Presdir Baek In Ho dan Lee Seung Mi, bukankah ada Pimpinan Department kita?” ujar Tae Hee, mengutarakan kecurigaannya.


“Jika kita bisa mencari tahu cerita di balik pena ini, maka kita juga bisa menemukan hubungan antara Presdir Baek In Ho dan Pimpinan Department Lee Khi Chul, bukan?” lanjut Tae Hee lagi.


“Kau pergilah dan periksa di toko-toko yang menjual barang-barang High Class di kota ini. Pergi dan selidikilah asal usulnya. Aku akan pergi melihat di semua pabrik pembuatan pena dan juga mencari tahu di seluruh toko alat tulis di kota ini,” tambah Tae Hee lagi.




Tae Hee dan Dong Min berkeliling kota untuk menyelidiki asal usul pena tersebut. Tae Hee bahkan mendatangi pabrik pembuatan pena dan menanyai desainernya satu demi satu.




“Apa Anda memiliki pena dengan desain seperti ini?” tanya Tae Hee kepada salah satu desainer alat tulis di sebuah pabrik pembuatan pena. Yang tentu saja jawabannya adalah, “Tidak ada!”




Tae Hee berpindah dari satu pabrik ke pabrik lainnya, namun hasilnya tetap sama. Dia bahkan melihat semua katalog desain pena satu demi satu namun tak ada satupun pena dengan desain yang sama atau setidaknya mirip dengan milik Baek Ja Eun dan Lee Seung Mi.




Hasil pencarian mereka akhirnya sia-sia, karena ternyata pena itu sepertinya tidak dibuat di Korea. Tae Hee dan Seo Dong Min sudah kembali ke kantor polisi dan tampak duduk di luar ruangan.

Setelah semua orang di sekitar mereka pergi, Seo Dong Min mulai menjelaskan analisanya dan mengatakan bila itu kemungkinan adalah pena yang dibuat khusus oleh sebuah komunitas, namun komunitas tersebut tidak hanya ada 20 atau 30 komunitas saja di Korea, melainkan sangat banyak, jadi tidak mungkin mereka bisa menemukannya dengan mudah.




“Untuk penjualan produk di negara ini, sama sekali tidak ada pena dengan desain yang sama. Sepertinya itu adalah produk luar negeri, karena tidak ada satupun pena di negeri ini yang memiliki desain seperti ini,” lapor Seo Dong Min.


“Kalau begitu sepertinya pena ini adalah pena yang dibuat secara khusus oleh seseorang atau sekelompok orang. Apakah ada petunjuk dari motifnya?” sahut Tae Hee, menjelaskan analisisnya seraya menatap pena Baek Ja Eun yang ada di tangannya.


"Motifnya jelas bukan logo dari Perusahaan pembuat. Mungkin itu adalah logo dari sebuah komunitas. Bagaimana kita bisa menemukannya? Ada banyak sekali kelompok komunitas di dunia ini, tak hanya ada 20 atau 30 saja. Kita seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami,” ujar Seo Dong Min, merasa tak menemukan jalan keluar.




Saat itulah Lee Seung Mi datang menemui Tae Hee untuk meminta maaf. Seo Dong Min mencoba menutupi pena di tangan Tae Hee agar Lee Seung Mi tidak melihatnya, namun Tae Hee dengan sengaja menunjukkannya untuk memancing reaksi gadis itu.

“Tae Hee Oppa, aku ingin bicara sebentar,” ujar Lee Seung Mi dengan canggung.
“Aku sedang bekerja. Katakan di sini saja,” sahut Tae Hee dengan cuek.


“Aku ingin minta maaf karena telah merepotkanmu malam itu. Hari itu aku terlalu banyak minum,” ujar Lee Seung Mi, namun matanya segera menangkap pena yang mirip dengan miliknya.




“Oh, itu penaku,” seru Lee Seung Mi, mencoba mengambil pena itu dari tangan Tae Hee namun Tae Hee segera menjauhkannya dari jangkauan Seung Mi.

“Bagaimana bisa ini penamu? Aku membelinya di toko kemarin siang,” dusta Tae Hee dengan lancar.


“Apa yang kau katakan? Ayahku mengatakan bahwa dia mendapatkan pena itu di Hongkong. Pena itu adalah hadiah promosi dari sebuah event saat ayahku melakukan perjalanan dinas ke sana. Ayahku bilang akulah satu-satunya orang di negara ini yang memiliki pena seperti itu,” sahut Lee Seung Mi dengan bangga, tak percaya jika Tae Hee juga memilikinya.


“Hadiah promosi dari Event di Hongkong? Kapan?” tanya Tae Hee, mulai menggali informasi.

“Aku tidak tahu,”
jawab Lee Seung Mi, seraya membuka tasnya untuk mencari pena miliknya sendiri dan terkejut saat melihat pena miliknya ada di dalam tas.


“Ohh, bagaimana bisa?” ekspresi Lee Seung Mi menunjukkan kebingungan namun Tae Hee dan Seo Dong Min hanya saling melempar pandang penuh arti. Akhirnya mereka tahu negara asal pena itu.


Malam harinya, keluarga Hwang makan malam bersama, termasuk Tae Bum yang datang berkunjung. Saat tiba-tiba saja Park Bok Ja membahas soal pernikahan Tae Bum.

“Pernikahan apa, Eomma?” tanya Tae Bum terkejut.

Saat itulah, Park Bok Ja memberitahu soal pacar Tae Bum yang kini sedang mengandung anaknya. Park Bok Ja mengatakan kalau dia sudah bertemu dengan gadis itu tadi siang, dan nama pacar Tae Bum adalah Cha Su Young.


Sementara keempat saudara Hwang hanya diam tanpa suara karena ini di luar prediksi mereka, tak ada yang menyangka jika Park Bok Ja memiliki rencana mengunjungi kantor Tae Bum, bukan?

“Ayah dengar kalau wanita itu mengandung anakmu,” ujar Hwang Chang Sik pada Tae Bum.
“Bukan seperti itu,” sangkal Tae Bum.
“Kalau begitu, bayi itu bukan anakmu?” tanya Nenek penasaran.

“Bayi itu anakmu atau bukan?” desak Hwang Chang Sik, sementara Tae Bum memandang Tae Shik dengan tajam, mengira Tae Shik yang membocorkannya pada Ibu mereka.

“Apa pun itu, aku tidak berpikir untuk menikah. Aku dan wanita itu tak punya hubungan seperti itu,” jawab Tae Bum, menolak bertanggung jawab.


Raut wajah Tae Hee menunjukkan kekecewaan pada kakak keduanya, karena dia adalah anak yang ditelantarkan oleh ibu kandungnya dan ditinggal mati oleh ayahnya, jadi Tae Hee tahu bagaimana rasanya tumbuh besar tanpa kasih sayang orang tua kandungnya. Jadi sudah tentu, Tae Hee tidak ingin anak Tae Bum menjadi seperti dirinya.

Tak hanya Tae Hee, sepertinya sang ayah, Hwang Chang Sik jauh lebih kecewa daripada dirinya.
“Jawab pertanyaan Ayah! Bayi itu anakmu atau bukan?” tanya Hwang Chang Sik mulai emosi.
“Bayi itu anakku, namun aku tidak berpikir untuk menikahinya!” ujar Tae Bum keras kepala.
“Apa yang kau katakan? Ulangi sekali lagi!” seru Hwang Chang Sik benar-benar emosi.

“Aku bilang aku tak mau menikah dengannya!” seru Tae Bum, bersikeras menolak ide untuk menikah dengan wanita yang tidak dia cintai. Hwang Chang Sik benar-benar emosi dan menjambak rambut Tae Bum dengan kuat, membuat seluruh keluarga menjadi heboh, kecuali Tae Hee yang hanya duduk diam dan tak mengatakan apa pun karena sudah terlalu kesal pada sikap pengecut kakak keduanya.

----0000-----

Blogger Opinion :
Senang rasanya melihat Nenek, Hwang Tae Hee dan Hwang Tae Bum akhirnya secara resmi berdiri di pihak Ja Eun dan tak lagi memusuhinya. Setelah di episode 11 dan 12, Tae Hee tampak galau dan memilih berdiri di pihak netral, bahkan berusaha menjaga jarak dengan Ja Eun karena merasa bersalah pada sang Ibu, akhirnya di episode 13, Tae Hee mulai menentukan pilihan. Dia tanpa ragu memilih berada di pihak Ja Eun walaupun harus menentang ibu yang telah membesarkannya. Seneng akhirnya melihat ucapan Tae Phil uda gak ngefek lagi untuk Tae Hee. Tae Hee tahu ibunya bersalah, pertanian itu bukan milik mereka, jadi walaupun dia berterima kasih dan berhutang budi karena dibesarkan oleh ibu angkatnya, sisi keadilan dan moralnya tetap yang memegang peranan penting dalam hidupnya. Yang akur ya Tae Hee sama Ja Eun, biar benih-benih cinta segera tumbuh di antara kalian xixixi ^_^

Bersambung…

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (https://gswww.tistory.com/664 + https://gswww.tistory.com/665

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan.
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia.

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads