Intro :
Sebelum memulai episode guide-nya, aku ingin mengomentari karakter Hwang Tae Hee yang sangat kasar di awal episode. Ya, aku tahu sebagai polisi, dia hanya bersikap profesional, itu instingnya sebagai polisi saat dia mengira ada maling/pencuri di rumahnya, aku tahu kalau dia belum jatuh cinta, aku tahu kalau mereka belum saling kenal, aku tahu Hwang Tae Hee masih mencurigai Baek Ja Eun sebagai mahasiswa yang diterima masuk melalui jalan belakang alias menyuap rektor Universitas, tapi bagaimana pun juga, Baek Ja Eun adalah seorang gadis muda, tidak bisakah Hwang Tae Hee bersikap sedikit lembut pada seorang gadis? Ini sudah yang kelima kalinya Hwang Tae Hee bersikap kasar pada Baek Ja Eun.
Sebelumnya saat insiden salah tangkap, Hwang Tae Hee sudah menyeret Baek Ja Eun dengan kasar ke dalam mobil Van (1), lalu kemudian saat Baek Ja Eun ingin pergi karena dia tidak bersalah, Hwang Tae Hee menarik tangannya dan mendorongnya ke kursi dengan kasar sebanyak dua kali (2&3). Lalu sekarang, Hwang Tae Hee lagi-lagi bersikap kasar dengan mencekal leher Ja Eun (4) kemudian menggendong tubuhnya seperti karung beras, memutar tubuhnya berulang-ulang lalu melemparkannya ke atas timbunan serbuk gergaji seperti melempar karung beras (5).
Keluarga Hwang di 10 episode awal, bener-bener nyebelin semua. Tae Hee-yaa, jangan salahkan Ja Eun kalau setelah kamu jatuh cinta, kamu bakal ditolak 2 kali. Kasar sih *jitak Tae Hee*
Sebelum memulai episode guide-nya, aku ingin mengomentari karakter Hwang Tae Hee yang sangat kasar di awal episode. Ya, aku tahu sebagai polisi, dia hanya bersikap profesional, itu instingnya sebagai polisi saat dia mengira ada maling/pencuri di rumahnya, aku tahu kalau dia belum jatuh cinta, aku tahu kalau mereka belum saling kenal, aku tahu Hwang Tae Hee masih mencurigai Baek Ja Eun sebagai mahasiswa yang diterima masuk melalui jalan belakang alias menyuap rektor Universitas, tapi bagaimana pun juga, Baek Ja Eun adalah seorang gadis muda, tidak bisakah Hwang Tae Hee bersikap sedikit lembut pada seorang gadis? Ini sudah yang kelima kalinya Hwang Tae Hee bersikap kasar pada Baek Ja Eun.
Keluarga Hwang di 10 episode awal, bener-bener nyebelin semua. Tae Hee-yaa, jangan salahkan Ja Eun kalau setelah kamu jatuh cinta, kamu bakal ditolak 2 kali. Kasar sih *jitak Tae Hee*
------000000-------
Episode 4 :
Baek Ja Eun yang sebelumnya tampak bagaikan layangan putus,
terombang-ambing tanpa arah dan tampak sangat putus asa dan tidak tahu harus ke
mana, kini tampak sangat bahagia saat menemukan surat kontrak tersebut. Walaupun awalnya sempat terkejut, namun sekarang dia merasa mendapatkan secercah harapan. Baek Ja Eun berjalan ke arah sebuah taman dan duduk di salah satu kursi seraya membaca
pelan-pelan semua yang tertulis di dalam surat itu.
Dia tampak sangat bahagia karena akhirnya dia memiliki rumah
untuk tinggal, sebuah rumah pertanian milik ayahnya yang secara otomatis
menjadi miliknya setelah ayahnya menghilang. Sebagai pewaris satu-satunya Baek
In Ho, tentu saja Baek Ja Eun adalah pemilik pertanian itu sekarang.
Di lain sisi, Hwang Tae Hee tampak masih menyelidiki
hubungan antara Profesor Seo dengan Baek In Ho dan mencari alasan kenapa Baek
In Ho memberikan 3 buah jam tangan mewah kepada Profesor Seo.
Hwang Tae Hee awalnya menyelidiki tentang pembajakan/pemalsuan barang-barang mewah (seperti tas branded bajakan sebelumnya) yang juga mencakup tentang penyelundupan barang-barang mewah lainnya termasuk permata dan juga jam tangan
mewah, hingga akhirnya dia menemukan keterkaitan antara Profesor Seo dan Baek
In Ho.
(Btw, Joo Won keliatan super duper handsome dengan kostum
serba birunya, apalagi waktu akting mikir keras, makin keliatan hot dan ganteng
maksimal ^_^)
Seo Dong Min datang dan mengatakan kalau Ketua Tim sedang
mencari Tae Hee dan rupanya dia bersembunyi di sana (di ruang olahraga). Tae
Hee meminta pada Seo Dong Min agar berpura-pura tidak melihatnya.
Dong Min bertanya kasus apa yang membuat Inspektur Hwang Tae
Hee terlihat pusing? Dong Min lalu melihat berkas-berkas penyelidikan yang
berhamburan di lantai ruang olahraga dan tampak sangat shock melihatnya, karena
ini adalah kasus yang tidak seharusnya diungkap dan harus ditutup (alias case
closed) atas perintah dari Pimpinan Department Penyelidikan Kriminal, Lee Khi Chul
sendiri.
Tae Hee mengabaikan omelan Seo Dong Min dan malah mengoceh
sendiri, “Kenapa Baek In Ho harus memberikan tiga buah jam tangan mewah
untuk Profesor Seo? Mereka berdua tidak memiliki keterkaitan apa pun.”
Seo Dong Min lalu berkata, “Itu yang ingin kita cari
tahu, bukan? Tapi Baek In Ho menghilang dalam kecelakaan dan tidak bisa dimintai
keterangan.”
Tae Hee lalu berdiri dan melanjutkan analisanya, “Mereka
bukan keluarga, bukan alumni satu sekolah, bukan teman, bukan rekan bisnis.
Tidak ada satupun koneksi. Satu-satunya koneksi hanyalah putri Baek In Ho, yaitu
Baek Ja Eun yang kebetulan kuliah di Fakultas Seni Korea University.” (Tae Hee, jangan asal fitnah lagi, ya. Cari bukti dulu, woi!)
Saat Seo Dong Min mengajaknya makan siang bersama, tiba-tiba
Tae Hee seperti mendapat sebuah pencerahan, dia kembali berlutut dan mengecek
ulang berkas-berkasnya.
“Bingo. Tanggal pembelian jam tangan mewah tersebut
adalah Februari 2007. Putri Baek In Ho, Baek Ja Eun juga diterima kuliah di
tahun 2007. Tak lama setelah pembelian jam tangan mewah itu, putri Baek In Ho, Baek Ja Eun juga diterima masuk di Korea University,” Tae Hee tampak bersemangat saat menjelaskan
analisanya.
Seo Dong Min hanya menjawab bingung, “Lalu kenapa? Apa
jangan-jangan ini adalah kasus penyuapan, penerimaan mahasiswa melalui jalan
belakang?”
(Hadeh, Tae Hee, kamu gak tahu aja sih klo di Indonesia
masuk melalui jalan belakang itu banyak dan seolah normal di Indonesia, polisi
mana ada yang mau nangkep? Temen-temen kuliahku yang masuk melalui jalur
prestasi juga banyak yang nyuap agar diterima di kampus, mereka sendiri yang
ngaku dengan bangganya menyumbang sekian puluh juta. Kalau di Korea, langsung
diselidiki dan ditangkap ya?)
“Sembilan tahun lalu, ketika Profesor Seo masih bekerja
di Namkook University juga pernah ada berita kasus penerimaan mahasiswa melalui
jalan belakang seperti ini, kan? Karena kurangnya bukti, kasusnya akhirnya
ditutup. Dan sekarang Profesor Seo pindah ke Korea University. Oke, aku tahu
sekarang. Sejak awal, arah penyelidikannya salah. Ini bukan korupsi atau penyelundupan barang mewah, melainkan
penerimaan mahasiswa melalui jalan belakang (alias penyuapan). Hei, ayo pergi!”
Tae Hee menjadi bersemangat karena hasil penyelidikannya mulai menemui titik
terang.
(Hadeh, nih Tae Hee. Baek Ja Eun lagi yang kena fitnah.
Setelah insiden salah tangkap penjual barang bajakan, sekarang mau diulangi
lagi menuduh orang yang tidak bersalah. Geregetan sama para pria di keluarga
Hwang, di awal episode, mereka semua tampak menyebalkan, kecuali Hwang Tae Shik
yang menerima baik Ja Eun sejak awal)
Seo Dong Min yang awalnya tidak setuju untuk melanjutkan
investigasi pun, mau tidak mau mengikuti Hwang Tae Hee pergi karena tak mungkin
dia membiarkan teman baiknya berjuang sendiri.
Kembali ke Baek Ja Eun, setelah menemukan kontrak pertanian
itu, Ja Eun segera menuju ke “Ojakgyo Farm” dengan tujuan untuk menjual
pertanian itu agar dia bisa mendapatkan uang untuk membayar biaya kuliah dan
juga membeli rumah baru.
Park Bok Ja dan kedua putranya yaitu Hwang Tae Shik dan
Hwang Tae Phil tampak sangat terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba.
“Nona, kau ini siapa?” tanya Park Bok Ja dengan
was-was dan ketakutan.
“Aku? Aku adalah Baek Ja Eun,” jawab Ja Eun dengan
tersenyum ceria.
Mendengar namanya, Park Bok Ja dan kedua putranya
menggumamkan nama itu sesaat sebelum raut wajah mereka menunjukkan kecemasan
dan kegugupan.
“Siapa?” ulang Park Bok Ja, mengkonfirmasi dengan
raut wajah paniknya.
Saat itulah Hwang Chang Sik datang dan bertanya, “Siapa
kau?” pada Baek Ja Eun yang segera membungkuk hormat dengan manis.
“Apa kabar, Ahjussi (Paman)? Apakah Anda mengingatku? Aku
Ja Eun, Baek Ja Eun. Aku adalah putri Direktur Baek In Ho. Aku pernah datang
kemari bersama Ayah saat masih SMU.” Baek Ja Eun berkata dengan penuh
senyuman dan kepercayaan diri yang sangat tinggi.
Mendengar namanya dan statusnya, Park Bok Ja dan kedua
putranya seketika membulatkan matanya terkejut. Orang yang mereka takuti
kedatangannya, benar-benar telah datang kemari dan bicara soal kontrak, sudah
tentu itu membuat seluruh Keluarga Hwang menjadi tidak tenang dan cemas.
Saat seluruh keluarga Hwang (minus Tae Hee dan Tae Bum)
menatap Ja Eun dengan sinis, hanya Tae Shik (putra pertama) yang tersenyum
tulus padanya. Hal ini karena Tae Shik sangat menyukai wanita cantik dan Ja Eun
termasuk dalam standar kecantikannya. Hanya dia yang dengan ramah mengambilkan
air minum dingin untuk Ja Eun sementara yang lain hanya menatap Tae Shik pasrah
dan kesal karena berpihak pada orang luar.
Ja Eun mulai memeriksa ruangan di rumah itu satu persatu dan
menghitung jumlahnya dengan penuh semangat.
Nenek menggumam pelan, “Kenapa gadis muda itu
mengelilingi rumah dan sibuk menghitung jumlah kamar? Mungkinkah dia tahu soal
kontrak?”
Hwang Chang Sik meminta ibunya diam karena mereka belum tahu
apakah Ja Eun mengetahuinya atau tidak.
Tae Phil berbisik pada ibunya untuk bersikap biasa saja dan jangan terlisah gelisah, karena mereka masih belum tahu apakah gadis itu mengetahui soal kontraknya atau
tidak.
Saat Ja Eun kembali lagi setelah selesai menghitung, dia
dengan santainya mengatakan, “Jadi di sini ada sekitar 6 kamar? 3 di lantai
dasar, lalu 2 di lantai bawah dan 1 lagi di atas loteng, benar kan?”
Park Bok Ja yang mendengar ucapan Ja Eun menjadi kesal, “Hei,
gadis muda, kenapa kau sangat tertarik dengan rumah orang lain?”
Dan Baek Ja Eun dengan kepercayaan dirinya mengatakan, “Karena
ini bukan lagi rumah orang lain, melainkan rumahku,” jawabnya dengan
tersenyum gembira.
“Apa yang kau katakan?” Park Bok Ja sangat shock sampai
kehilangan kata-kata, dia sama sekali tidak menyangka kalau putri Baek In Ho
adalah seorang gadis yang berani dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
gadis muda itu bahkan tidak takut datang sendiri ke rumah itu dan mengklaim
rumah itu adalah rumahnya dengan nada yang begitu santai.
Ja Eun melanjutkan lagi kata-katanya dengan kepercayaan diri
yang tidak luntur, “Ah, karena kita sudah membicarakannya, maka sudah
seharusnya aku berterima kasih lebih dulu. Terima kasih sudah menjaga dan
merawat tanah pertanian milik ayahku selama ini. Sebenarnya sebagai ucapan
terima kasih, aku ingin membawakan kalian kue tapi aku tidak tahu di mana letak
toko ‘bakery’ di sini. Di mana lokasi toko ‘bakery’-nya?” ujar Ja Eun
dengan penuh senyuman manis dan penuh percaya diri.
Hwang Chang Sik yang tidak mengerti apa arti “bakery”
bertanya pada Tae Phil apa maksudnya, dan Tae Phil menjawab “bakery”
artinya “bbang”, yaitu kue dalam bahasa korea.
Hwang Chang Sik berkata, “Tidak perlu membawa kue.”
Dan Ja Eun kembali bicara dengan terus terang, masih dengan
kepercayaan diri yang tinggi dan tanpa beban, “Apa kalian sudah bersiap-siap
untuk pindah? Apa kalian sudah memutuskan kapan akan pindah? Sebelum ayahku
berangkat ke China, ayah berkata padaku kalau Ahjussi sekeluarga sudah
bersiap-siap untuk pindah. Aku janji akan memberikan kalian sedikit uang kompensasi
untuk biaya kepindahan kalian. Karena kalian sudah menjaga dan merawat
baik-baik tanah pertanian milik ayahku, aku rasa aku sudah sepantasnya melakukan
hal itu. Terima kasih untuk sepuluh tahun terakhir ini,” ujar Baek Ja Eun
dengan tersenyum manis.
Namun tak seorang pun membalas senyumannya, Ja Eun sama
sekali tidak mengetahui kalau kata-katanya bagaikan petir yang menyambar di
siang bolong.
Melihat tak ada reaksi dari keluarga Hwang, Ja Eun kembali
bertanya dengan nada yang agak mendesak kali ini, “Jadi, kapan kira-kira
kalian akan pindah? Akan lebih menyenangkan bila kalian bisa pindah secepat
mungkin,” ujar Ja Eun, masih dengan senyuman di wajahnya, namun kalimatnya
mengandung kalimat pengusiran.
Saat itulah, Tae Shik baru kembali dari dapur dan memberikan
air minum dingin disertai dengan sedotan untuk Ja Eun dan tersenyum malu-malu
padanya.
“Ah, rasanya sangat menyegarkan. Aku seperti hidup
kembali. Beberapa waktu yang lalu, saat aku datang kemari bersama ayahku di
malam hari, aku tidak tahu jika pemandangan di sini sangat indah,” Ja Eun
berkata riang dan Tae Shik lagi-lagi tersenyum malu seperti orang bodoh
diiringi tatapan maut sang ibu.
Kemudian kedua bersaudara Hwang, yaitu Tae Shik dan Tae Phil
segera melakukan panggilan grup bersama dua saudara mereka yang lain, Tae Phil
menelpon Tae Bum dan Tae Shik menelpon Tae Hee, mereka menceritakan apa yang
terjadi di rumah hari ini pada kedua saudara mereka yang tak ada di rumah saat
ini.
Tae Shik : “Ada masalah besar. Apa yang tidak boleh datang,
sekarang telah datang.”
Tae Bum : “Siapa yang datang?”
Tae Hee : “Kapan?”
Tae Shik melihat jam tangannya sebelum menjawab pertanyaan
Tae Hee, “Sekitar 30 menit yang lalu.”
Tae Hee : “Apa dia datang sendirian?”
Tae Phil : “Ya, dia datang sendirian.”
Tae Bum : “Dia masih mahasiswi dan dia berani datang
sendiri?” Tae Bum tampak tak percaya mendengarnya.
Tae Shik : “Dia masih bicara di dalam rumah sekarang dan dia
sangat cantik,” ujar Tae Shik dengan penuh semangat.
Tae Hee kehilangan kata-kata dan hanya mampu menjawab,
“Apa?”
Sementara Tae Phil memandang Tae Shik dengan kesal dan
berkata, “Hyung, bukan itu intinya!”
Dan Tae Bum menjawab pasrah, “Siapa yang bisa
menghentikan bujangan tua?”
Tae Hee : “Apa yang dia katakan setelah dia datang? Apa dia
bicara soal kontrak pertanian?” tanya Tae Hee penasaran.
Tae Bum : “Apa dia mengetahui segalanya?”
Tae Shik : “Tentu saja dia mengetahui segalanya.”
Tae Phil : “Tak hanya itu, dia juga dengan terang-terangan
menanyakan kapan kita akan pindah dan berkata dia akan memberikan pada kita
sedikit uang kompensasi,” lanjut Tae Phil, terdengar kesal.
Tae Bum benar-benar merasa kagum dengan keberanian Baek Ja
Eun, “Seorang gadis muda berusia 24 tahun berani datang sendirian dan
mengatakan hal itu?”
Tae Hee : “Sungguh, dia benar-benar bukan gadis biasa,” Tae
Hee pun tanpa sadar mengagumi keberanian Baek Ja Eun.
(Ya, tentu saja. Baek Ja Eun memang bukan gadis biasa, buktinya dia bisa membuat seorang polisi garang yang tak pernah jatuh cinta sebelumnya, menjadi bucin mampus dan tergila-gila padanya, bahkan sampai rela berlutut dan memohon pada sang nenek agar diijinkan menikahi Baek Ja Eun. Aku menunggu kebucinanmu, Tae Hee. Bersikap sombonglah di awal dan kau akan merana di akhir hehehe *evil laugh*)
Tae Shik : “Dan kecantikannya juga tidak biasa. Sungguh. Saat
pertama kali aku melihatnya, aku pikir aku melihat Song Hye Gyo,” sahut Tae
Shik dengan berbunga-bunga.
Tae Hee membenturkan kepalanya frustasi ke kursi mobilnya,
sementara Tae Phil berseru kesal pada kakak pertamanya, “Aiisshh, jinja!”
Sementara Tae Hee dan Tae Bum berseru bersamaan, “Hyung!”
(Tae Hee belum ketemu aja sama Baek Ja Eun, pakai berlagak
sok-sok frustasi waktu kakak pertamanya memuji Ja Eun cantik, tar juga dia sendiri
yang bakal jatuh cinta setengah idup dan bucin mampus sama Baek Ja Eun. Lagak
loe, Tae Hee ckckck *geleng-gelengin kepala ayam*)
Tae Hee akhirnya berkata kalau dia akan membereskan
pekerjaannya lebih dulu sebelum pulang ke rumah, karena ada hal penting yang
harus dia selesaikan. Tapi sebelum menutup telponnya, Tae Hee bertanya untuk
yang terakhir kalinya, “Tapi apa dia benar-benar membawa kontraknya? Apa
kalian bisa mengkonfirmasinya?”
Tae Bum pun setuju dengan Tae Hee kalau mereka harus
mengkonfirmasi dulu tentang yang satu ini.
Tae Bum : “Apa yang kau katakan? Tentu saja kita harus
mengkonfirmasi hal ini terlebih dahulu. Jika dia tidak memiliki kontraknya, dia
tidak bisa melakukan apa pun. Konfirmasikan dulu bahwa dia memang memiliki
kontraknya. Hari ini aku juga sedikit sibuk. Aku tutup dulu telponnya.”
Di dalam rumah, Ja Eun kembali menanyakan kapan keluarga
Hwang akan pindah.
“Permisi, apa kalian diam saja karena belum memutuskan
kapan akan pindah? Apa aku harus memberikan waktu beberapa hari lagi?” ujar
Ja Eun dengan polos dan entengnya.
Nenek Shim yang tidak terima segera membentaknya, “Gadis
busuk ini, apa yang kau katakan? Kenapa kau selalu mengatakan pindah, pindah?
Gadis busuk, kenapa kami harus pindah? Ini adalah rumah kami, pertanian kami.
Kenapa kami harus pindah?”
(Wah, nih nenek bener-bener ya. Dia jelas-jelas tahu kalau
pertanian itu milik Baek In Ho tapi pura-pura gak tahu dan gak mau disuruh
pindah. Keluarga Hwang resek semua emang di awal episode >_< Poor Ja Eun)
Ja Eun yang berani, tentu tidak mudah ditindas begitu saja,
dia tentu saja melawan, “Nenek, sepertinya Nenek belum tahu hal ini.”
“Gadis busuk, jangan berisik! Tutup mulutmu! Aku tidak
mau mendengarkan apa pun darimu!” Nenek Shim masih tidak mau kalah dan
terus memarahi Ja Eun yang malang.
(Keluarga Hwang ini ibarat orang ngutang, begitu ditagih
malah marah-marah. Manusiawi banget karakternya. Orang pada umumnya juga pasti bersikap gak tahu diri kayak mereka.)
“Ahjussi, apa Nenek punya penyakit Alzheimer?” tanya
Ja Eun yang sepertinya bukannya takut tapi malah berpikir aneh-aneh.
“Dasar gadis busuk! Kau memang pantas mati. Sampai kapan
pun, pertanian ini milik Hwang Sajang!” seru Nenek marah.
(Yang aku bingung di sini, kenapa orang Korea sukanya
memanggil seseorang dengan sebutan “Sajang”, yang secara harfiah artinya
“Manajer” atau “Bos”? Kan aneh gitu, mengingat Hwang Chang Shik bukan seorang
Manajer dari Perusahaan mana pun dan dia pun diceritakan pengangguran dan
selalu diam di rumah tanpa bekerja alias uda pensiun. Kenapa ibu kandungnya memanggil
Hwang Chang Shik dengan “Hwang Sajang” yang artinya “Manajer Hwang atau Bos
Hwang”? Aku sampe bingung mau nulis artikelnya, kutulis Hwang Chang Sik aja kale ya?)
“Nenek, aku bukan gadis busuk! Aku juga bukan gadis busuk
yang pantas mati! Namaku Baek Ja Eun! Aku bahkan seorang National Goddes di
kampusku. Tampaknya Ahjussi tidak memberitahu Nenek tentang hal ini, tapi
pertanian ini awalnya adalah milik ayahku. Ayahku hanya meminjamkan pertanian
ini kepada Ahjussi selama 10 tahun dengan gratis. Tapi sejak awal, pertanian
ini adalah milik ayahku,” ujar Baek Ja Eun yang tentunya juga tidak mau
kalah.
Kalimatnya membuat Nenek semakin emosi, “Jangan berisik,
Gadis busuk! Sebelum aku merobek mulutmu!” seru Nenek dengan berapi-api.
“Siapa yang mengatakan itu? Kalau pertanian ini adalah
milik ayahmu, siapa yang mengatakan itu?” tantang Park Bok Ja dengan
percaya diri, tak percaya bahwa Ja Eun memiliki kontraknya.
“Semuanya tertulis dalam surat kontrak ini. Dalam surat
kontrak yang ada di dalam tas ini, tertulis kalau batas waktu peminjaman tanah
pertanian ini adalah 10 tahun dan sekarang adalah batas waktunya, paling lambat
adalah akhir bulan. Disepakati bahwa kepemilikan akan kembali atas nama ayahku.
Ayahku, mendiang kakekku dan Ahjusi yang menandatanganinya. Perjanjian itu
distempel dan bahkan dibubuhi oleh materai di atasnya. Benarkan, Ahjussi? Cepat
katakan pada Nenek!” seru Baek Ja Eun dengan berani dan percaya diri karena
semua yang dia katakan adalah benar.
Keluarga Hwang seketika terdiam mendengarnya, mereka tidak
bisa apa-apa jika masalah kontrak sudah dibahas. Karena dalam lubuk hati
mereka, mereka tahu bahwa mereka salah namun mereka menolak mengakuinya dan
terlalu serakah ingin memiliki peternakan. Bahkan Nenek Shim yang sejak tadi
nyolot pun tak bisa berkata-kata.
“Apa kalian sudah mengerti? Kalian sudah menggunakan
tanah pertanian milik orang lain selama 10 tahun. Tidak masalah walaupun kalian
tidak mau mengucapkan terima kasih, tapi memarahiku, menyumpahiku dengan
kata-kata yang bahkan tak pernah kudengar sejak aku dilahirkan, itu sudah
keterlaluan,” ujar Baek Ja Eun dengan raut sedih.
(Ya iyalah, uda dikasih ijin tinggal gratis selama 10 tahun sama ayahnya Baek Ja Eun, giliran diminta balik malah nge-gas dan galakan si penyewa ckckck...)
“Aku akan menunjukkan pada kalian semua kontrak itu, jadi
kalian bisa mengkonfirmasinya dengan kedua mata kalian sendiri,” seru Baek
Ja Eun lagi, namun sebelum dia mengeluarkan surat kontraknya, Park Bok Ja lebih
dulu menghentikannya.
“Tidak perlu. Kami tak perlu melihatnya! Cepat keluar
sekarang! Jika kau membaca surat kontraknya, semua tertulis dengan jelas.
Sampai akhir bulan, pertanian ini masih milik kami! Jadi keluar sekarang! Cepat
keluar!” usir Park Bok Ja dengan tidak tahu diri.
Dia tidak mau melihat kontrak itu karena tahu bahwa dia di pihak yang kalah, itu sebabnya dia memilih berpura-pura tidak tahu apa-apa dan mengusir Baek Ja Eun dengan kejam.
Dia tidak mau melihat kontrak itu karena tahu bahwa dia di pihak yang kalah, itu sebabnya dia memilih berpura-pura tidak tahu apa-apa dan mengusir Baek Ja Eun dengan kejam.
“Benar. Kau gadis busuk, cepat keluar dari rumah ini!
Jatuh ke dalam lubang kotoran, harimau akan mencabik-cabikmu! Dasar gadis
busuk!” Nenek lagi-lagi menyumpahi Baek Ja Eun dengan kejam, hingga membuat
Baek Ja Eun kehilangan kata-kata.
“Lubang kotoran? Dicabik-cabik harimau? Dengar Nenek,
tanpa disuruh pun aku akan pergi karena aku memiliki banyak urusan. Tapi asal
Nenek tahu kalau aku bukan gadis busuk! Aku adalah Baek Ja Eun, National Goddes
dari Korea University,” seru Baek Ja Eun, balik membentak karena tidak
ingin ditindas.
Karena Nenek mengancam akan memukulnya, dia segera
terburu-buru lari keluar dari rumah hingga lupa memakai sepatunya dan membawa
barang-barangnya. Park Bok Ja keluar kemudian untuk melemparkan semua
barang-barang Ja Eun keluar rumah dengan kejam.
Di waktu yang bersamaan, Hwang Tae Hee dan Seo Dong Min tiba
di Korea University untuk memulai proses penyelidikan. Lee Seung Mi, putri Lee
Khi Chul yang juga menyukai Tae Hee melihat mereka dan mengendap-endap di
belakang mereka. Dia sengaja menutup mata Tae Hee dan Tae Hee dengan segera
memelintir tangannya.
Seung Mi mengeluh kenapa Tae Hee tidak membalas satupun
pesannya dan tidak mau mengajaknya makan malam? Dan Tae Hee berkata, “Oppa
tidak menjanjikan apa pun padamu!”
(Keselnya di sini, kenapa Tae Hee tidak keberatan dipanggil
“Oppa” oleh Lee Seung Mi dan bahkan dia sendiri pun menyebut dirinya “Oppa”
saat bicara dengan gadis itu. Tapi terhadap Ja Eun, dia melarang Ja Eun
memanggilnya “Oppa” hingga akhirnya Ja Eun memanggilnya “Ahjussi” sama seperti
Ja Eun memanggil yang lainnya.)
Seung Mi yang tidak terima diabaikan, mencuri ponsel Tae Hee
yang disimpannya di saku belakang celana. Seung Mi mengancam dan mengatakan
kalau ingin ponselnya kembali, Tae Hee harus mengajaknya makan malam. Tae Hee
yang tak mau ambil pusing dengan wanita, menyuruh Seo Dong Min mengambil
kembali ponselnya bagaimana pun caranya.
Tae Hee mendatangi resepsionis dan memperkenalkan diri
sebagai “Intelligent Criminal Investigation, Inspektur Hwang Tae Hee dari
kantor polisi wilayah timur” yang datang dan ingin melihat daftar dosen dan
orang-orang yang terlibat dalam proses penerimaan mahasiswa baru di tahun 2007
silam.
Tepat pada saat itu, Profesor Seo, tersangka yang dicurigai
tiba di sana dan melihat kedatangan Hwang Tae Hee dari belakang. Profesor Seo
pun segera menghubungi Lee Khi Chul dan melaporkan hal ini. Profesor Seo
mengatakan bila hal ini tidak dihentikan, dia akan mengatakan kalau jam tangan
itu dia dapatkan dari Lee Khi Chul dan mengancam akan mengungkapkan kalau Lee
Seung Mi-lah yang sebenarnya diterima melalui jalan belakang.
Tae Hee dipanggil kembali dengan cepat dan dia dimarahi
habis-habisan oleh Lee Khi Chul yang dengan segera memintanya untuk berhenti
menyelidiki masalah Profesor Seo.
“Bukankah aku sudah memintamu untuk berhenti menyelidiki
masalah ini? Kita tak punya bukti!” Lee Khi Chul beralasan.
“Kita memiliki bukti,” Sahut Hwang Tae Hee keras
kepala.
“Bukti apa? Selama ini hanya tuduhan tanpa bukti yang
jelas,” jawab Lee Khi Chul lagi.
“Jam tangan mewah itu,” jawab Tae Hee lagi.
“Memangnya kenapa dengan jam tangan itu?” tanya Lee Khi
Chul.
“Putri Baek In Ho, Baek Ja Eun diterima di Korea
University tak lama setelah tanggal dibelinya jam tangan mewah itu. Ada
kemungkinan kalau ini adalah kasus penerimaan mahasiswa melalui jalan belakang
dengan menyuap rektor Universitas. Karena dulu juga ada berita tentang tuduhan
penyuapan di Namkook University yang juga melibatkan Profesor Seo…” Tae Hee
menjelaskan tentang kecurigaannya.
“Kasus di Namkook University, pada akhirnya tidak ada
bukti yang ditemukan. Media menuduh kita sebagai polisi yang tidak kompeten. Pada
akhirnya itu menjadi tragedy memalukan, apa kau tahu itu?” potong Lee Khi
Chul dengan emosi meledak-ledak.
“Aku tahu,” jawab Tae Hee lirih.
“Hentikan penyelidikan jika kau memang memahaminya!
Memanipulasi penerimaan, plagiat tesis, dan kasus-kasus lain yang tidak
disertai bukti yang jelas, kau tidak bisa menuduh orang tanpa bukti begitu saja!”
sergah Lee Khi Chul dengan gusar.
“Aku akan berusaha mencari buktinya!” jawab Hwang Tae
Hee keras kepala.
“Dalam kasus ini, saksi satu-satunya, Baek In Ho bahkan
menghilang. Bagaimana caramu mencari buktinya?” tegas Lee Khi Chul lagi.
“Aku akan tetap menyelidikinya. Kasus ini dimulai dari
laporan polisi, ada banyak misteri yang mengelilinginya. Tapi sekarang aku
mendapatkan satu petunjuk, jadi aku memiliki keyakinan,” jawab Hwang Tae Hee
dengan tegas.
“Penyelidikan tidak bisa berjalan hanya karena kau merasa
percaya diri dan memiliki keyakinan. Jika itu terjadi, maka polisi tak perlu
mencari bukti!” sergah Lee Khi Chul lagi.
“Bila semua bukti terpapar dengan jelas, maka kita tak
perlu susah payah menyelidikinya? Kenapa Anda begitu bersikeras ingin menutup
kasus ini? Tidak peduli dilihat dari sudut pandang mana pun, ini adalah
jelas-jelas kasus penyuapan rektor Universitas dan penerimaan mahasiswa melalui
jalan belakang. Bila Anda takut penyelidikan ini akan gagal karena kurangnya
bukti dan membuat citra polisi rusak, hingga tidak mau mencari pelaku yang
sebenarnya, maka aku sendiri yang akan bertanggung jawab,” jawab Tae Hee
keras kepala.
Lee Khi Chul melemparkan berkas-berkas di mejanya ke kepala
Hwang Tae Hee dengan kesal, “Bagaimana caramu bertanggung jawab? Apa kau
ingin mengajariku sekarang? Akulah yang membimbingmu saat kau berada di
pelatihan Police Academy. Hentikan kasusnya sekarang!” tegas Lee Khi Chul
final tanpa mau dibantah seraya mengusir Hwang Tae Hee keluar.
Seo Dong Min yang menunggu Hwang Tae Hee di depan ruangan
Lee Khi Chul segera menghampiri Tae Hee dan bertanya padanya begitu melihatnya keluar dari dalam ruangan itu, “Apakah Pimpinan Department benar-benar
marah padamu? Apa dia bahkan melemparmu dengan barang? Aigoo, tapi apa yang bisa kita lakukan jika Pimpinan Department tak punya nyali?”
“Aku akan pergi ke kampus Baek Ja Eun dan meminta rincian
kontak para dosen yang terlibat dalam proses penerimaan mahasiswa baru di tahun 2007. Setelah mendapatkan datanya, kita akan memulai penyelidikan,”
ujar Hwang Tae Hee tegas, dia tampak tidak peduli walau Kepala Divisinya sudah
memerintahkannya untuk menutup kasus ini.
“Apa kau akan tetap menyelidikinya? HYUNG!” seru Seo Dong
Min, pasrah melihat kekeraskepalaan Hwang Tae Hee.
Di saat yang sama, Ja Eun pergi ke kantor property. Seorang
wanita bertanya apakah Ja Eun mencari apartment sederhana dengan satu kamar,
namun Ja Eun berkata bahwa dia ingin menjual tanah pertanian. Ja Eun bertanya
apakah wanita itu tahu tentang Ojakgyo Farm dan dia menceritakan yang
sebenarnya kalau dia dan ayahnya lah pemilik sebenarnya tanah pertanian itu dan
keluarga Hwang hanya meminjamnya selama 10 tahun.
Ja Eun kemudian berkata lagi, berapa harga tanah pertanian
itu jika aku ingin menjualnya? Wanita mud aitu berkata karena lokasinya hanya 30
menit dari kota Seoul dan lingkungannya juga bagus, kisaran harga jualnya
sekitar 100 juta Won. Mata Ja Eun berbinar mendengar jumlah uangnya.
Untuk merayakan kegembiraannya, Ja Eun pergi untuk membeli
secangkir kopi Ice Caramel Macchiato namun menyadari jika dia tidak memiliki
cukup uang dan akhirnya berakhir membeli cangkir kecil.
Di pertanian, tetangga usil yang tidak menyukai Park Bok Ja
menghinanya dengan mengatakan kalau Park Bok Ja adalah wanita tidak tahu tahu
diri yang mengakui pertanian orang lain sebagai miliknya. Gadis muda yang
mengaku sebagai pemilik asli pertanian itu, bahkan datang ke kantor property dan
berniat untuk menjual pertanian dan juga rumah yang mereka tinggali. Tetangga nyinyir
itu bahkan mengejek Park Bok Ja untuk segera berkemas dan Bersiap-siap untuk
angkat kaki dari tempat itu.
Merasa terhina dan tidak terima dengan ejekan tetangga itu,
kedua wanita setengah baya itu akhirnya bertengkar dan berakhir jambak-jambakan.
Namun karena omongan pedas tetangga inilah, Park Bok Ja akhirnya dengan berat
hati memutuskan untuk menampung Ja Eun di rumah mereka.
Dia tidak punya pilihan. Daripada rumah dan pertanian itu harus
dijual, sepertinya tinggal bersama adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan
masalah yang ada.
Ja Eun yang tak memiliki rumah dan tempat tujuan, kembali
mendatangi Ojakgyo Farm dan berniat meminjam uang pada Hwang Chang Sik. Bertepatan
dengan saat itu, Hwang Chang Sik datang bersama dengan kedua putranya yaitu
Hwang Tae Shik dan Hwang Tae Phil.
Ja Eun berkata bahwa ada sesuatu yang ingin dia katakan dan
Hwang Chang Sik berkata untuk membicarakannya di dalam saja, dia juga ingin
mengundang Ja Eun untuk menginap semalam karena hari sudah terlalu malam. Tae Shik
tampak senang dan tersenyum malu-malu sementara Tae Phil tampak kesal mendengar
tawaran sang ayah.
Ja Eun tampak ragu untuk
sesaat, dia berkata “Tapi Ahjumma (Bibi) dan Halmoni (Nenek) tampak seperti
ingin memakanku,” ujarnya dengan ekspresi takut yang menggemaskan.
Hwang Chang Sik membantu membawakan tas ransel serta koper
Ja Eun, sementara Hwang Tae Shik membantu membawakan pohon kenangan sang ayah
dan mengatakan akan menanamnya di Gudang belakang.
Saat masuk ke dalam rumah, suasana tampak tegang untuk
sesaat. Hwang Chang Sik meminta ijin pada ibunya untuk membiarkan Ja Eun
tinggal di sini untuk semalam karena hari sudah sangat malam dan tidak baik
bagi seorang gadis muda untuk berkeliaran di jalanan.
Saat sang Nenek akan berdiri dan berniat mengusir Ja Eun,
Park Bok Ja justru memberikan reaksi yang tak terduga. Dia menyambut Ja Eun
dengan senyuman hangat dan berkata bahwa dia gembira karena Ja Eun kembali ke
rumah itu, sikapnya yang berubah 180 derajat membuat semua orang di rumah itu
saling memandang dengan bingung.
(Nih Ahjumma aslinya cuma pura-pura kok, akting, dia pura-pura
baik agar Ja Eun lengah dan bisa mencuri surat kontraknya. Palsu nih Ahjumma
>_<)
“Aigoo, Ja Eun-ah. Aku senang kau kembali. Setelah
mengusirmu seperti itu, kau tidak tahu bagaimana aku sangat khawatir dan
menyesalinya? Kau belum makan, kan?” tanya Park Bok Ja dengan keramahan
yang dibuat-buat.
“Aku belum makan,” jawab Ja Eun dengan bingung melihat
perubahan 180 derajat sikap Park Bok Ja.
“Jika kau belum makan sampai sekarang, kau pasti sangat
lapar. Kalian juga belum makan, kan?” tanya Park Bok Ja dengan perhatian palsunya.
Ja Eun tampak ragu-ragu dan tak percaya untuk sesaat, namun
kemudian setuju untuk tinggal di sana semalam.
“Kalau begitu, aku akan pergi melihat-lihat sebentar di
luar. 30 menit lagi, aku akan kembali,” sahut Ja Eun ceria.
Lalu Park Bok Ja menambahkan, “Baiklah. Pergilah
melihat-lihat. Kembalilah dalam 30 menit. Aku akan menyiapkan makan malam dalam
waktu 30 menit,” ucap Park Bok Ja dengan segala kepalsuannya.
Kemudian, wanita itu kembali menambahkan seraya menatap ibu
mertuanya, “Eomonim, mari kita biarkan Ja Eun tidur di sini malam ini,”
dengan senyum palsunya.
Melihat sikap menantunya yang aneh seperti itu, Nenek jadi
bingung memberikan reaksi dan hanya mengiyakannya dengan canggung dan bingung.
Tak lama kemudian, Hwang Tae Hee tampak seperti dalam
perjalanan pulang. Dia menelpon Seo Dong Min untuk memberikan update mengenai
hasil penyelidikannya terhadap Baek Ja Eun.
“Aku tidak bisa menemukan apa pun dari kampus Baek Ja Eun.
Para dosen dan staff yang menangani penerimaan mahasiswa baru di tahun itu,
sudah mengundurkan diri dan sisanya tidak bisa mengingat Baek Ja Eun. Bagaimana
dengan hasil penyelidikanmu? Baek Ja Eun dan Profesor Seo, juga semua dosen
yang terlibat dalam proses penerimaan mahasiswa baru tersebut harus memiliki
koneksi. Jangan menyerah menyelidiki. Teruslah mencari. Terima kasih atas kerja
kerasmu,” seru Tae Hee di telepon sebelum memutuskan sambungan telepon itu dan menuju
ke rumah.
Ja Eun yang awalnya ingin mencari lokasi yang tepat untuk
menanam pohon sang ayah, masuk ke dalam gudang untuk mencari alat yang bisa dia
gunakan untuk mengeduk tanah, namun sialnya, karena keadaan gudang yang sangat
gelap, Baek Ja Eun berakhir menabrak semua barang yang ada di sana.
Hwang Tae Hee yang baru saja pulang dan mendengar keributan
di dalam gudang, berniat mengeceknya. Baek Ja Eun yang ketakutan spontan
menyembunyikan diri, namun sialnya, sepatunya masih terlihat oleh Tae Hee.
“Hei, pencuri. Aku tak punya banyak waktu, cepatlah
keluar! Aku akan memberimu dua pilihan. Jika kau keluar kurang dari 5 detik,
aku akan langsung membawamu ke kantor polisi. Tapi jika kau keluar lebih dari 5
detik, aku akan memukulmu lebih dulu sebelum membawamu ke kantor polisi.
Buatlah keputusan dengan cepat!” seru Tae Hee memperingatkan.
Lalu dia mulai menghitung angka 1 hingga 5 seraya mendekati
saklar lampu dan berniat menyalakan lampunya. Saat itulah, Baek Ja Eun dengan nekat
meraih seember air dan menyiramkannya ke Tae Hee hingga basah.
Baek Ja Eun mencoba mencari kesempatan untuk melarikan diri
namun Tae Hee lebih dulu menariknya dan mencekal lehernya kuat hingga
membuatnya tak bisa kabur.
“Aku bukan pencuri! Aku hanya datang untuk melihat-lihat,”
Seru Baek Ja Eun membela diri.
Mendengar itu adalah suara seorang wanita, Tae Hee akhirnya melepaskan cekalannya di leher Baek Ja Eun
agar bisa melihat wajahnya, namun tangannya masih mencengkeram erat lengan Baek Ja Eun agar gadis itu tak bisa kabur.
Tae Hee tampak terkejut saat mengenali wajah Ja Eun, dia
mengingat Baek Ja Eun sebagai gadis yang pernah dia salah tangkap waktu itu, “Kau?
Kenapa kau di sini?” tanya Tae Hee dengan tatapan tak percaya.
“Ahjussi, apa kau itu spesialis salah menangkap orang?
Aku bukan pencuri!” sergah Baek Ja Eun kesal, saat dia juga mengenali wajah
Tae Hee.
“Lalu kenapa kau di sini?” tanya Tae Hee bingung.
“Lalu Ahjussi sendiri kenapa ada di sini?” Baek Ja
Eun melemparkan balik pertanyaan itu pada Tae Hee.
“Cepat jawab pertanyaanku! Kau adalah kriminal sekarang!
Kenapa kau ada di sini?” desak Tae Hee seraya kembali mencengkeram erat pergelangan
tangan Ja Eun.
“Apa yang kau lakukan? Biarkan aku pergi! Ini adalah rumahku.
Aku bilang ini adalah rumahku!” seru Baek Ja Eun, tidak terima diperlakukan
dengan kasar.
Hwang Tae Hee hanya tersenyum sinis mendengarnya, “Apa
kau sedang bercanda? Mengapa ini adalah rumahmu?”
Mendengar kalimat itu, Baek Ja Eun seketika tersadar, “Ahjussi,
kau tinggal di sini juga? Apa ini adalah rumahmu?” ucap Baek Ja Eun, kemudian tertawa
mengejek.
“Kalau begitu kau harus tahu siapa aku tanpa aku memberitahumu.
Aku adalah Baek Ja Eun!” ujar Baek Ja Eun dengan berani dan percaya diri.
Hwang Tae Hee tampak shock mendengarnya. Orang yang sedang
dia selidiki ternyata justru berdiri di hadapannya saat ini.
“Kau bilang kau adalah Baek Ja Eun?” ulang Hwang Tae
Hee mengkonfirmasi.
“Ya. Aku adalah Baek Ja Eun. Putri Baek In Ho, pemilik pertanian ini yang
sebenarnya, Baek Ja Eun! Sudah jelas sekarang?” jawab Baek Ja Eun lagi,
menegaskan siapa dirinya.
Saat itulah, ponsel Tae Hee berbunyi, telpon dari Hwang
Chang Sik yang menanyakan di mana Tae Hee berada saat ini. Tae Hee menjawab
bahwa dia ada di depan rumah saat ini. Mendengar itu telpon dari Hwang Chang
Sik, Ja Eun merebut ponsel itu dan berniat mengatakan sesuatu namun panggilan
sudah terputus.
Saat Tae Hee ingin merebut ponselnya kembali, Ja Eun
teringat kalau ponselnya pernah rusak karena jatuh ke lantai dengan keras
karena ulah Hwang Tae Hee.
Dia menatap Hwang Tae Hee dengan tatapan menantang, “Aku
tidak suka berhutang pada orang. Biaya perbaikannya 70 ribu won. Itu sudah termasuk
bunga,” kemudian melempar ponsel Tae Hee ke dinding gudang hingga cahayanya
mati.
Namun Tae Hee yang tidak terima ponselnya dibanting, menarik
tangan Baek Ja Eun saat gadis itu hampir saja keluar dari gudang.
“Aku juga tidak suka berhutang pada orang lain!” ujar
Hwang Tae Hee dingin, lalu menggendong Ja Eun di bahunya dan memutar-mutar
tubuh gadis itu sebelum akhirnya membantingnya dengan keras ke atas karung yang
berisi serbuk gergaji.
“Jangan mencoba apa pun berikutnya atau kau akan mati!”
ancam Tae Hee garang.
Baek Ja Eun yang tidak terima, segera meraih sesuatu di belakangnya
untuk dilempar ke arah Tae Hee, namun Tae Hee mengancamnya lebih dulu, “Kalau
kau berani melempar itu padaku, kali ini aku akan menggantungmu terbalik!”
(Poor Ja Eun >_< Tae Hee-ya, gak usah kasar-kasar sama
Ja Eun, tar kena karma, jatuh cinta setengah mampus baru deh tahu rasa. Nangis-nangis
waktu ditinggal Ja Eun. Gak usah sok keras deh hihihi ^_^)
Cut Scenes :
Hwang Brothers talking about Baek Ja Eun :
Blogger Opinion : Hwang Brothers talking about Baek Ja Eun :
Aku mau mengomentari kostum musim panasnya Joo Won di episode ini yang hot dan keren abiz. Setelah di episode 1, penonton disuguhi polisi baddas yang tidak terawat, rela gak mandi, gak cuci muka, gak ganti baju, gak cukuran, gak tidur demi mengintai penjahat, wajahnya pol awut-awutan dengan kumis dan cambang tipisnya (yang anehnya tetep keliatan cute walau tampangnya amburadul), di episode berikutnya, penampilan si polisi ganteng ini jauh lebih fashionable, apalagi di episode 4 saat Joo Won memakai kostum serba biru.
Mana biru adalah warna favoritku pula, auranya makin muncrat-muncrat. Thanks to KBS's stylist, terima kasih sudah membuat Uri Tae Hee lebih fashionable dan enak dipandang mata.
Bersambung…
Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)
Artikel Terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan.
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia.
---------000000---------
Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS!
Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!
Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah
murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa
menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian
mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya,
aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan
setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia
Per-Youtube-an!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar