Minggu, 16 Juni 2024

Sinopsis EP 21 Ojakgyo Brothers “Tae Hee – Ja Eun” Moment

Highlight For today episode :
YES! More progress with Tae Hee and Ja Eun relationship! Tae Hee & Ja Eun is starting their love story now. Even though they didn’t have a lot of screen-time together for now, but once they have, it felt like important screen-time. Finally Tae Hee and Ja Eun’s storyline started to step forward ^_^ I loved how Ja Eun opened up to Tae Hee about her stepmom and her dad and practically making Tae Hee open up too by saying, “Why do you think I shared my story? It’s so you can share yours (about what he was angry about).” I totally think this scene was a breaking point for Tae Hee’s tough exterior because he had kept his guard up around peoples, but she knows exactly which buttons to push to get him to be vulnerable.


I think that acting vulnerable in front of another person is one of the biggest hurdles in a relationship, but also the key to closeness, and it feels like they’re opening up to each other in ways that they don’t with anyone else. See the look Tae Hee makes on Ja Eun. I love the way he keeps staring to her. It’s really precious, batting his eyes like that, looking at her while she is talking, and she gets all nervous! Seems like Tae Hee is in a trance. So after much thinking, the only words he can say is, ”Do you want coffee?” and when she said, ”Yes”, he smiles… How sweet was that smile from Tae Hee when Ja Eun said yes to his coffee offer.


How cute is it that his instinct around her is to offer to buy her coffee? It’s like code for “I like you” and now she is starting to get that.
  This time she let him without any objections instead of how she reacted last time. I think that is why she smiled like that, because she knows that Tae Hee offering like that is his way of opening up, with more than just words. It’s extra cute because it’s pretty much the only thing he knows how to do to make her happy is buy her coffee. When TH walked over I was smiling so big knowing they will run into each other! Love Tae Hee and Ja Eun Couple. The scene of this couple in this episode is very sweet ^_^ Also did you see how he noticed the hurt she had in her cheek?

-------0000------

Episode 21:
Setelah menyeret Ja Eun keluar, Tae Phil segera membanting pintunya dan menghampiri sang Ibu yang juga tampak terkejut melihat sikap kasar Tae Phil pada Ja Eun.

“Sudah selesai sekarang! Ibu tidak perlu khawatir lagi sekarang. Sekarang Ibu aman selamanya. Cukup bersikaplah seperti sebelumnya, jangan sampai hatimu lemah karena gadis itu. Sudah kukatakan padamu jangan membawanya masuk,” ujar Tae Phil dengan tatapan kecewa dan kalimat yang terdengar seperti sindiran halus untuk sang Ibu.


“Eomma, bisakah kau tetap menjalani hidup tanpa merasa bersalah ketika melihat wajahnya? Atau mungkinkah kau sudah kehilangan semua perasaan dalam hatimu jadi kau tidak merasa bersalah sama sekali saat melihat wajahnya setiap hari?” lanjut Tae Phil dengan wajah penuh kekecewaan.

“Kenapa menyembunyikannya dalam lemari? Kenapa Ibu tidak membakarnya saja sekalian?” Sentak Tae Phil dengan nada tinggi lalu berjalan pergi, meninggalkan Park Bok Ja yang menangis sedih, menyesal bercampur rasa takut karena Tae Phil mengetahui rahasianya.


Setelah Tae Phil yang marah dan kecewa kembali ke kamarnya karena tidak ingin melihat sang Ibu, Ja Eun mulai kembali membuka pintu dan mengintip dengan takut.

“Ahjumma, ada apa dengan Maknae Oppa? Apa dia sedang mabuk? Apakah dia selalu seperti ini setiap kali sedang mabuk? Lain kali jangan biarkan Maknae Oppa minum alkohol, Ahjumma. Karena aku takut di lain kesempatan dia akan berperilaku seperti itu dan melakukan kesalahan. Jangan biarkan dia minum alkohol lagi lain kali, Ahjumma.” Ujar Ja Eun yang tidak tahu apa-apa dengan wajah khawatir.

Bahkan walau dia sudah diperlakukan dengan kasar dan diusir seperti itu, dia tetap mengkhawatirkan Tae Phil dan berpikir positif bahwa Tae Phil seperti itu karena dia sedang mabuk dan tak tahu apa yang sedang dia lakukan. Ja Eun is really a good girl ^^

Park Bok Ja yang merasa bersalah, tidak bisa menatap wajah Ja Eun dan segera masuk ke kamarnya, meninggalkan Ja Eun sendiri dalam kebingungan.

“Ahjumma!” panggil Ja Eun dengan bingung.
Ahjumma pasti kaget melihat Maknae Oppa seperti ini. Seperti yang pernah kukatakan, Maknae Oppa adalah masalah terbesar bagi keluarga ini. Benar-benar masalah terbesar,” omel Ja Eun pada dirinya sendiri.

Lalu kemudian dia terdiam sesaat dan berpikir, “Tunggu! Untuk apa aku tadi turun ke bawah?” tanyanya bingung.

“Aahh, barang-barangku!” serunya kemudian. Gara-gara masalah Tae Phil, Ja Eun sampai lupa tujuannya turun ke bawah untuk mengambil sisa barang-barangnya.

Di dalam kamarnya, Park Bok Ja mulai menangis terisak dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apakah Maknae mengetahui sesuatu? Itu sebabnya dia bersikap seperti itu padaku?” gumam Park Bok Ja kepada dirinya sendiri.

Sementara itu, Tae Phil di kamarnya sendiri juga sedang menangis. Dia benar-benar merasa kecewa pada ibunya, dan dia juga menyesali semua sikap buruknya pada Ja Eun selama ini. Semua yang dia lakukan tadi, sebenarnya untuk menyindir sang Ibu dan membuatnya sadar bahwa yang dilakukan oleh sang Ibu adalah salah.

Jadi Tae Phil ingin mengingatkan sang ibu, “Bisakah Ibu melihatnya setiap hari tanpa merasa bersalah? Kenapa tidak dibakar saja sekalian?” semua itu adalah wujud kekecewaan dan rasa frustasi Tae Phil pada Ibu yang dia kira adalah Malaikat.


Di dalam kamar loteng, Ja Eun dengan gembira meletakkan kembali baju-bajunya di dalam lemari. Kemudian dia membuka jendela kamarnya dan berseru gembira karena akhirnya dia telah kembali lagi kemari. Ja Eun juga mengambil foto sebanyak mungkin untuk dikirimkan pada Tae Hee. Total 3 foto dia kirimkan untuk Tae Hee ke ponselnya.




Tae Hee yang saat ini masih berada di kantor polisi karena masih bad mood dan sangat marah pada dirinya sendiri karena bukti pentingnya hilang, memutuskan untuk tidak pulang ke rumah daripada dia nantinya akan menjadikan keluarganya pelampiasan kemarahannya. Jadi dia memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan bekerja sendirian.




Saat itulah Tae Hee mendapatkan pesan di ponselnya dari Ja Eun yang menginformasikan bahwa dia secara resmi telah kembali tinggal di kamar loteng.


“Foto untuk membuktikan bahwa aku sudah kembali ke kamar loteng. Dari Ja Eun yang bahagia kekeke ^^. Sekian laporan hari ini,” bunyi pesan di ponsel itu.


Tae Hee melihat dan membaca pesan itu kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya. Tae Hee terlihat masih bad mood, itu sebabnya dia tidak berniat melakukan apa pun dan hanya membaca saja pesan dari Ja Eun, tanpa membalasnya.

Sementara Ja Eun di kamar lotengnya tampak berharap kalau Tae Hee akan membalas pesannya.

Ja Eun mulai mengomel pada dirinya sendiri, “Aku tahu akan seperti ini. Aku tahu ini akan terjadi. Tapi jika seseorang menerima pesan, bukankah seharusnya dia membalasnya?” Dia pun mengambil ponselnya lagi dan berniat mengirimkan apa yang dia omelkan barusan kepada Tae Hee.


“Jika seseorang menerima pesan, maka dia harus membalasnya,” ketiknya dengan penuh semangat, namun kemudian dia mengurungkan niatnya dan menghapus kembali pesan itu dan batal mengirimkannya, karena menyadari nantinya pasti akan terkesan aneh (Kesannya kayak dia yang ngejar gitu mungkin, ya? Dan Ja Eun gak mau kalau dia yang keliatan pedekate)

“Bersabarlah, Baek Ja Eun. Karena aku adalah gadis cantik dengan kepribadian yang baik jadi aku akan mencoba bersabar,” ujar Ja Eun menghibur dirinya sendiri, walaupun dia kesal karena Tae Hee tidak membalas pesannya.


(Ja Eun-ah, Tae Hee lagi bad mood dan emosi karena bukti pentingnya hilang. Jadi sabar aja, ya. Kamu harus meredakan amarahnya Tae Hee dulu. Baru tar dia bakalan nempel kayak perangko ke kamu xixixi ^^)

Malam berganti pagi dan pagi berganti siang, Baek Ja Eun yang baru saja selesai mengikuti kelasnya tiba-tiba saja ditarik ke sebuah tempat kosong oleh dua orang penagih hutang.

Dua sahabat Ja Eun : Nam Suk dan Ah Ra, segera meminta pertolongan pada staff di kampus untuk menyelamatkan Ja Eun dari para penagih hutang itu.

“Tolong bantu kami! Baek Ja Eun sedang dibawa pergi oleh dua orang pria tidak dikenal. Sepertinya mereka berdua adalah penagih hutang. Mereka membawanya ke sana!” seru Namsuk dan Ah Ra dengan panik, dan para pria yang berada di sekitar ruang informasi segera berlari menyelamatkannya.

Di saat yang bersamaan, kedua pria itu nampak mendorong Ja Eun dengan kasar dan bertanya di mana Jung Yeon Suk, ibu tiri Ja Eun berada.


“Di mana ibu tirimu, Jung Yeon Suk berada?” tanya si penagih hutang berkepala botak.
“Aku tidak tahu!” jawab Ja Eun berbohong.
“Bekerja samalah dengan baik dan katakan di mana Jung Yeon Suk berada saat ini,” ujar si botak lagi.

“Aku tidak tahu!” Ja Eun tetap berbohong dan melindungi ibu tirinya. (Duh, Ja Eun ini terlalu baik atau gimana sih? Dia uda ditinggalin gitu kok sama si ibu tiri, ngapain juga masih dilindungi?)

“Jangan sentuh aku!” seru Ja Eun, menyingkirkan tangan pria itu saat pria botak itu hampir memegang wajahnya.

Kesal, si botak itupun menampar Ja Eun hingga membuat wajahnya terluka.
“Gadis ini tidak bisa diajak bicara baik-baik. Apakah kau tahu berapa banyak hutang Jung Yeon Suk pada kami?” seru si botak dengan kesal.

“Cepat katakan saja di mana Jung Yeon Suk berada saat ini,” Sahut si pria satunya yang terlihat lebih muda.


“Aku tidak tahu! Aku sudah tidak melihatnya selama beberapa bulan ini,” jawab Ja Eun, tetap keras kepala berbohong dan melindungi ibu tirinya. Mungkin itu karena Ja Eun masih menganggap wanita itu sebagai Ibunya dan Ja Eun masih berharap mereka berdua bisa hidup dengan baik bersama sebagai Ibu dan anak. Ja Eun adalah anak yang haus kasih sayang seorang Ibu.

“Aku akan bertanya sekali lagi, di mana Jung Yeon Suk berada saat ini?” tanya si botak sekali lagi.

“Aku tidak tahu! Aku benar-benar tidak tahu! Berapa kali harus aku katakan kalau aku tidak tahu?” seru Ja Eun, masih ngotot melindungi si ibu tiri nenek lampir yang bahkan meninggalkannya tanpa mengedipkan mata.

Saat itulah kedua sahabat Ja Eun datang bersama beberapa pria yang merupakan staff kampus untuk menyelamatkan Ja Eun.

Para penagih hutang itu melihatnya dan memberi peringatan yang terakhir sebelum mereka pergi, “Cari tahu di mana dia, jadi dengan begitu, kau tidak akan bertemu kami lagi,” ujar pria yang tampak lebih muda sebelum pergi dari sana.

“Ja Eun-ah, apa kau baik-baik saja?” tanya Nam Suk dengan cemas.
“Oh ya ampun, bagaimana ini?” seru Ah Ra yang ikut khawatir.

Ja Eun segera pergi ke toilet untuk mencuci wajahnya yang tampak kacau dan menyentuh luka di pipinya. Ja Eun bergumam tak percaya seraya menatap pantulan dirinya di toilet kampus, “Dia pasti sudah gila, Sebenarnya berapa banyak hutangnya?”

Setelah pulang dari kampus, Ja Eun pun memutuskan untuk mendatangi sang ibu tiri di penginapan kecil tempat dia tinggal sementara ini untuk memberitahukan informasi mengenai penagih hutang ini.

Ja Eun mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada yang membukanya, saat Ja Eun akan berbalik pergi, barulah sang ibu tiri muncul di belakangnya. Rupanya Jung Yeon Suk baru saja datang dari suatu tempat.

“Kenapa kau ada di sini? Bagaimana kau tahu kalau aku tinggal di sini? Tidak peduli bagaimana pun kau tahu, pergilah! Aku tidak punya alasan untuk melihatmu!” usir Jung Yeon Suk dengan dingin dan tak tahu malu.

Mungkin dia berpikir kalau Ja Eun ingin menumpang tinggal bersamanya dan Jung Yeon Suk tentu tidak ingin terbebani dengan merawat dan mengurus seorang anak yang bukan anak kandungnya.


“Aku juga bukan datang karena ingin melihatmu. Aku datang karena ada sesuatu yang harus kukatakan. Beberapa orang pria yang menyeramkan terus datang ke kampus menemuiku, tujuan mereka adalah mencarimu. Mereka terlihat seperti para penagih hutang. Mereka mencarimu dan mereka tidak terlihat seperti orang biasa. Hanya dengan melihat mereka, membuatku merasa sangat ketakutan. Jadi berhati-hatilah,” ujar Ja Eun dengan nada yang tak kalah dingin juga.

Ketika Ja Eun ingin pergi, Jung Yeon Suk bertanya, “Apa kau datang mencariku hanya untuk mengatakan ini?” ujar wanita setengah baya itu.

Ja Eun terdiam dan melanjutkan langkahnya, namun kemudian Jung Yeon Suk mengatakan sesuatu yang membuat langkahnya terhenti, “Terima kasih. Aku mengatakannya dengan tulus. Aku bukan orang yang baik namun kau tetap datang mencariku dan memberitahuku hal ini,” ujar Jung Yeon Suk.

“Aku tahu ini tidak akan membuat banyak perbedaan saat ini, tapi aku hanya ingin mengatakan kalau selama aku hidup bersama ayahmu, aku tak pernah mengkhianatinya. Aku tidak memiliki hubungan seperti itu dengan Manajer Kim. Aku sangat ingin mengatakan itu padamu jika kita bertemu lagi,” lanjut Jung Yeon Suk, entah tulus atau tidak, tapi dia mencoba menyentuh hati Ja Eun yang baik.

“Walaupun mungkin tidak sebanyak dirimu, namun aku juga memikirkan ayahmu. Aku sangat merindukan ayahmu. Dan setelah ayahmu pergi, aku baru menyadari bahwa aku tidak mungkin bisa bertemu pria lain yang sebaik ayahmu lagi. Aku minta maaf,” ujarnya wanita itu lagi.

“Bila seandainya ayahmu kembali dalam keadaan hidup, tolong sampaikan ini padanya. Sampaikan bahwa saat-saat yang aku habiskan bersamanya sebagai istrinya adalah saat-saat terindah dalam hidupku dan aku sangat berterima kasih karenanya,” sambung Jung Yeon Suk sekali lagi.

Kata-kata itu membuat Ja Eun menangis terharu dan dia akhirnya menanyakan berapa hutang wanita itu, “Berapa banyak hutang yang kau miliki? Aku tidak tahu berapa banyak hutangmu tapi bertahanlah sebentar lagi. Jika aku beruntung, aku mungkin bisa mendapatkan beberapa uang. Jadi hingga waktu itu tiba, bersembunyilah dengan baik dari mereka. Pastikan kau melakukannya,” ujar Ja Eun sebelum dia pergi dari sana.

Setelah Ja Eun pergi, tatapan mata Jung Yeon Suk bukannya terharu ataupun tersentuh, melainkan lebih kepada tatapan mata yang penuh keserakahan, seolah mengatakan, “Dari mana Ja Eun mendapatkan banyak uang untuk melunasi hutangnya?”

(Sejak awal aku tahu jika si ibu tiri nenek lampir ini hanya berakting sedih di depan Ja Eun untuk mengambil simpatinya. Dia tahu kalau Ja Eun adalah gadis yang baik dan mudah tersentuh, itu sebabnya dia Playing Victim agar Ja Eun membantunya membayar hutang, entah dengan cara apa. Dan dia berhasil, bukan?)

Di tempat yang sama dan di waktu yang sama, Tae Hee terlihat mendatangi lokasi yang sama dengan Ja Eun berada saat ini, namun Tae Hee melangkah masuk ke dalam kantornya, sementara Ja Eun tampak turun dari atas tangga.

(Yah namanya aja jodoh, di mana saja pasti akan bertemu. Seoul begitu luas, tapi lagi-lagi kedua pemeran utama kita bertemu di tempat dan waktu yang sama. Ini saatnya bagi Ja Eun menghibur Tae Hee dan meredakan amarahnya yang sedari kemarin tidak padam juga. Kayaknya harus menunggu Ja Eun yang meredakan ya, pak Polisi?)


Setelah turun dari atas, Ja Eun tak langsung pergi dari sana, dia tampak termenung dan memikirkan cara untuk mencari uang, saat itulah, Tae Hee keluar dari pintu gedung yang ada di sebelahnya dengan menarik napas berat.


Mereka berdiri bersebelahan namun Ja Eun adalah yang pertama menyadari kehadiran Tae Hee di sana, baru kemudian Tae Hee juga menyadari keberadaannya.


“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Tae Hee tampak heran melihat Ja Eun ada di area ini.
“Bagaimana denganmu, Ahjussi?” Ja Eun balik bertanya.

“Aku sedang menyelidiki sesuatu. Apa yang membawamu ke tempat ini?” Tae Hee kembali menanyakan alasan kenapa Ja Eun ada di sana.
“Aku datang untuk menemui seseorang,” sahut Ja Eun, namun tidak menyebutkan siapa.

“Ada apa dengan wajahmu? Apa kau terluka?” tanya Tae Hee tampak penasaran. Tanpa diduga dia menyadari luka di wajah Ja Eun dan menanyakannya.


“Sepertinya aku semakin mirip denganmu. Bukankah beberapa waktu yang lalu kau juga mendapat luka di sini?” ujar Ja Eun dengan tersenyum terpaksa. Tae Hee kembali menarik napas berat dan Ja Eun menyadarinya.

“Tapi kenapa kau begitu marah?” tanya Ja Eun dengan penasaran. (Dia bisa tahu apa yang dirasakan Tae Hee bahkan hanya dengan sekali lihat. Benar-benar belahan jiwa ^^)

Pertanyaannya membuat Tae Hee menoleh padanya, “Siapa yang marah?” sangkal Tae Hee mengelak.


“Kau terlihat marah. Itu sebabnya kau selalu menarik napas berat berkali-kali,” sahut Ja Eun dengan percaya diri. Tebakan yang sangat tepat.

“Aku tidak marah,” sangkal Tae Hee sekali lagi.

“Kau selalu seperti ini. Menyangkal walaupun kau melakukannya. Sama seperti yang terjadi dengan sepatu yang tergantung di lehermu. Jelas-jelas itu sepatumu namun kau menyangkalnya. Sekarang juga sama, kau terlihat sangat marah tapi tidak mau mengaku,” omel Ja Eun dengan blak-blakan.

(Padahal dia tahu kalau Tae Hee lagi marah tapi malah ngomong blak-blakan aka ceplas ceplos kayak gitu. Gak takut Tae Hee lebih marah apa? Ckckck...)

“Ke mana kau akan pergi? Tidak bisakah kau memberiku tumpangan hingga ke stasiun kereta bawah tanah?” pinta Ja Eun mengalah.

Entah kenapa, Tae Hee yang katanya sedang menyelidiki sesuatu tampak tidak keberatan memberi tumpangan pada gadis itu.


(Ini yang ketiga kalinya Tae Hee mengijinkan Ja Eun menaiki mobilnya, sepertinya setelah ini akan menjadi hal yang biasa. Termasuk jadi sopir pribadi Ja Eun dan mengantarnya ke mana-mana xixixi ^^)


Setelah berada di dalam mobil, Ja Eun mulai menceritakan masalahnya pada Tae Hee.
“Aku bertemu dengan ibu tiriku di penginapan kecil itu,” ujar Ja Eun yang sukses membuat Tae Hee menatap ke arahnya.

“Ibu tirimu yang ketiga yang meninggalkanmu begitu saja setelah kecelakaan? Apa ibu tiri yang itu?” tanya Tae Hee mengkonfirmasi.


“Benar. Ibu tiri yang itu. Itu sebabnya aku tidak ingin bertemu dengannya lagi. Bukan karena dia telah meninggalkan aku, namun karena dia mengkhianati ayahku. Itu sebabnya aku tidak berharap dengannya lagi, namun ada sesuatu yang harus kukatakan padanya hingga mau tidak mau aku harus menemuinya. Tapi dia mengatakan sesuatu tentang ayahku,” ujar Ja Eun dengan air mata menetes pelan setiap kali dia teringat sang ayah.


“Dia bilang bahwa dia merindukan ayah dan juga memikirkannya. Dia bilang dia akhirnya menyadari bahwa ayahku adalah pria yang paling baik di dunia ini. Dia bilang dia sangat merindukan ayahku. Bahkan bila aku mati, aku tidak berniat memaafkannya, aku akan membencinya hingga akhir, tapi saat dia bicara tentang ayahku, hatiku seketika menjadi lemah,” lanjut Ja Eun dengan air mata mulai menetes pelan.

Sementara Tae Hee hanya menatapnya sepanjang waktu gadis itu bercerita, menjadi pendengar yang baik untuknya.

“Hanya karena dia mengingat ayahku sebagai orang baik dan ikut memikirkannya sepertiku. Itu sebabnya aku pada akhirnya memaafkannya,” sambung Ja Eun lagi seraya menghapus air matanya.



Dia kemudian menatap ke arah Tae Hee dan bertanya padanya, “Bagaimana denganmu? Apa yang membuatmu begitu marah?” tanya Ja Eun, masih dengan mata yang sembab.

“Kapan aku marah?” Tae Hee menyangkal lagi.


(Curhat sana, Tae Hee-yaa! Biar hatimu lega. Kalau dipendam sendirian, yang ada amarahmu gak akan reda dan malah menumpuk dalam dada. Dengan menceritakannya pada seseorang, kau akan merasa lega karena setidaknya ada seseorang yang akan memberimu saran atau semangat, atau mungkin hanya sekedar sharing juga lega kok. Dengan catatan, orang tersebut bisa dipercaya dan gak bocor dan lambe combe kayak Harry dan Meghan Markle yang semua rahasia keluarga diumbar ke publik demi duit. Tapi aku yakin, Ja Eun orang yang bisa dipercaya. So, tell her now!)




“Kau sedang marah. Ekspresi wajahmu sudah menunjukkan semuanya. Aku bisa melihat kalau kau sedang marah hanya dengan melihat ekspresi wajahmu saja!” tebak Baek Ja Eun dengan sangat akurat.

“Aku bilang tidak marah,” Tae Hee masih terus menyangkal, dia baru saja akan menyalakan mesinnya saat Ja Eun kembali memprotes.


“Wah, kau sangat tidak adil! Aku sudah menceritakan semuanya padamu dan menumpahkan isi hatiku. Kau pikir untuk apa aku menceritakan tentang masalah ibu tiriku? Itu agar kau bisa terbuka padaku dan menceritakan tentang masalahmu,” protes Ja Eun dengan menggebu-gebu.


“Ceritakan padaku, kenapa kau begitu marah?” lanjutnya dengan lebih lembut kali ini, seperti mencoba membujuk anak kecil.

Tae Hee yang hampir saja menyalakan mesin mobilnya, akhirnya kembali bersandar ke kursinya seraya menarik napas berat (lagi) untuk yang kesekian kalinya.





“Aku melakukan kesalahan. Sebuah kesalahan bodoh,” ujar Tae Hee memulai ceritanya.

“Karena kebodohanku, aku kehilangan sebuah bukti yang sangat penting, membuatku tak bisa menemukan kebenaran di depan mataku. Aku hanya melihat apa yang ingin kupercayai dan kuyakini, aku mempercayai seseorang yang tidak pantas aku percayai,” lanjut Tae Hee lagi dengan kecewa.




“Jadi kenapa itu menjadi salahmu, Ahjussi? Jika seseorang yang kau percayai mengkhianatimu, maka itu adalah kesalahan orang yang berkhianat. Mengapa orang yang memberikan kepercayaan itu yang harus merasa bersalah? Bajingan jahat itulah yang salah… Maksudku, orang itulah yang salah,” ujar Ja Eun dengan menggebu-gebu, diakhiri dengan senyuman malu-malu karena telah mengatai orang lain dengan kata “bajingan”.


Kalimatnya spontan membuat Tae Hee menoleh ke arahnya dan menatapnya lekat.

“Lagipula menurutku, jika memang kau ditakdirkan untuk dikhianati, kurasa lebih baik kau pernah mempercayai namun dikhianati daripada harus menjalani seumur hidup dengan selalu mencurigai orang lain dan tidak percaya pada siapapun karena takut dikhianati. Menjalani hidup penuh kecurigaan dan tidak pernah mempercayai siapapun seumur hidupmu, bukankah itu jauh lebih menyakitkan dan melelahkan?” lanjut Ja Eun lagi.


(Jadi maksudnya Ja Eun adalah lebih baik pernah mempercayai namun dikhianati, daripada harus menjalani seumur hidup dengan selalu mencurigai orang lain dan tidak percaya pada siapapun, hidup dalam kecurigaan itu sangatlah melelahkan. Paham kan maksudnya Ja Eun?)




“Jadi jangan pernah menyesali kepercayaan yang pernah kau berikan pada orang itu. Setiap kali ibu tiriku kabur dan meninggalkan ayahku, setiap kali ayahku ditipu, itulah yang selalu aku katakan pada ayahku. Jadi intinya yang ingin kukatakan padamu adalah ini bukanlah salahmu. Jangan pernah menyesal mempercayai,” ujar Ja Eun dengan lembut dan tulus seraya menatap Tae Hee dengan senyuman hangatnya.

Dia seolah ingin membangkitkan kepercayaan diri Tae Hee dan membuatnya berhenti menyalahkan dirinya sendiri.


Tae Hee pun membalas tatapan gadis itu dan menatap Ja Eun dengan lekat, dalam waktu yang cukup lama, entah kenapa kalimat yang diucapkan Ja Eun sangat menyentuh relung hatinya dan membuatnya tidak bisa berkata-kata.

Ucapan Ja Eun membuat Tae Hee mulai memandang masalah yang dihadapinya dari sudut pandang yang berbeda, dan tanpa dia sadari, setelah mendengar ucapan gadis itu, semua amarah dan emosi dalam hati Tae Hee seakan menghilang bagai asap. Lenyap begitu saja tanpa bekas. Gadis itu dengan ajaibnya mampu meredakan amarah dalam hatinya dan bahkan memberikan kesejukan bagi jiwanya yang terluka karena pengkhianatan dari seseorang yang sangat dia kagumi.


(Nah kan bener? Hanya Baek Ja Eun yang mampu meredakan amarah di hati Tae Hee. Hanya dengan sebuah kalimat penghiburan yang tulus dari Ja Eun, semua amarah dalam hati Tae Hee lenyap begitu saja ^^ Kelak kalau ada masalah atau hatimu sedang gundah, cerita ke Ja Eun aja Tae Hee-yyaa. Jangan dipendam sendiri dalam hati. Talk to her! She will definitely listening to you and give you some advice ^^)

Selama beberapa menit yang bagaikan beberapa abad lamanya, Tae Hee tetap menatap Ja Eun tanpa berkedip, dia seolah terpesona oleh sisi lain dari Baek Ja Eun yang baru saja dia sadari. Tatapan Tae Hee yang sangat intens dan menatapnya lekat tanpa berkedip, membuat Ja Eun merasa canggung dan gugup di waktu yang sama.


Ja Eun pun memalingkan wajahnya dengan gugup, begitu juga dengan Tae Hee yang seolah baru tersadar dari sihir Baek Ja Eun. Keduanya tampak salah tingkah dan mendadak suasana dalam mobil menjadi sangat canggung, baik Tae Hee dan Ja Eun, keduanya tampak sama-sama sangat gugup.

(Sepertinya Tae Hee sudah mulai menyadari kalau dia merasakan sesuatu yang istimewa pada Baek Ja Eun, namun sayangnya, Tae Hee yang tak pernah jatuh cinta sebelumnya, masih tidak tahu apa namanya itu. Dia hanya merasakan hatinya berdebar dan merasa gugup saat berada di dekat gadis itu. He is so clueless about love ^^)


Akhirnya untuk mengusir kecanggungan itu dan untuk meredakan debaran di hatinya sendiri, Tae Hee hanya bisa berkata, “Apa kau mau kopi?” tawarnya dengan malu-malu.

Ja Eun juga tersenyum dan mengangguk pelan, “Baiklah,” tanpa acara menolak seperti sebelumnya. Tae Hee tersenyum malu-malu dan tampak senang mendengarnya, seolah-olah Ja Eun baru saja menerima pernyataan cintanya, padahal hanya sekedar menawarkan kopi tapi atmosfernya seperti pernyataan cinta.


(Rasanya sangat lucu jika insting Tae Hee di dekat Ja Eun adalah selalu menawarkan untuk membelikannya kopi. Seolah-olah kopi itu adalah sebuah kode tersirat untuk menunjukkan kalau Tae Hee menyukai Ja Eun, dan kopi dapat dijadikan sebagai pengganti dari pernyataan “Aku menyukaimu”. It’s extra cute because it’s pretty much the only thing he knows how to do to make her happy is buy her coffee ^^)

Saat “Our Caramel Macchiato Couple” sedang seneng-senengnya pendekatan, di rumah, terjadi badai tanpa sepengetahuan mereka.

Saat itu Nenek dan Ibu sedang duduk bersama di ruang tamu saat Tae Phil tiba-tiba saja pulang ke rumah dengan bad mood seperti kemarin malam.
 Nenek mulai mengomel dan bertanya ke mana saja Tae Phil pergi seharian ini.

Namun Tae Phil menjawab dengan dingin kalau dia pergi ke rumah teman. Park Bok Ja bertanya apakah Tae Phil sudah makan, namun Tae Phil mengabaikan sang Ibu dan berjalan menuju kamarnya di lantai bawah. Nenek memarahinya dan menyuruhnya menjawab pertanyaan sang ibu dan Tae Phil menjawab dengan terpaksa bahwa dia sudah makan, dengan datar dan dingin.

Saat Tae Phil berjalan menuju kamarnya, Park Bok Ja mengikutinya. Dia berniat menanyakan maksud kalimat Tae Phil semalam.

“Maknae, tentang yang kau katakan kemarin malam, apa maksudnya? Jangan bilang kau sudah tahu? Apa kau benar-benar tahu kalau Ibu…Ibu…menyembunyikan kontrak itu. Maksud Ibu- benarkah kau tahu? Maknae-ah...” Tanya Park Bok Ja seraya memegang lengan Tae Phil meminta penjelasan.

Tae Phil menghempaskan tangan Park Bok Ja dengan penuh kekecewaan, “JANGAN SENTUH AKU!” serunya dengan marah.

“Aku sangat takut padamu sekarang, aku juga membencimu. Bagaimana bisa Ibu melakukan itu? Bagaimana bisa? Ini bukan orang lain, tapi Ibu kandungku sendiri. Bagaimana bisa kau mencuri kontraknya lalu menendang keluar seorang gadis yang tidak berdaya dengan kejam?” seru Tae Phil dengan nada tak percaya, tak percaya jika Ibunya yang selalu dianggapnya Malaikat ternyata begini kejam.


“Aku sangat percaya padamu, Ibu. Tidak peduli apa yang dikatakan oleh orang lain, aku selalu berada di pihakmu. Ketika kontraknya hilang, aku berusaha memahami perasaanmu yang menolak menyerahkan pertanian ini. Aku memahamimu lebih dari yang lain. Karena aku tahu jika Ibu telah mengorbankan keringat dan air mata untuk mengurus pertanian ini selama 10 tahun lamanya,” lanjut Tae Phil dengan penuh kekecewaan.

“Jadi kupikir ini adalah takdir. Jika kontraknya hilang maka pertanian ini akan menjadi milikmu lagi. Aku berpikir bahkan Tuhan pun mengerti kerja keras dan semua usaha Ibu demi pertanian ini, itu sebabnya Tuhan membuat kontrak itu hilang agar pertanian ini bisa kembali menjadi milikmu lagi. Kupikir Tuhan tersentuh oleh kebaikan dan kerja kerasmu, Ibu. Tentu saja Tuhan pasti tersentuh. Seseorang yang telah bekerja keras demi pertanian ini lebih pantas menjadi pemiliknya. Itulah yang kupercayai selama ini,” seru Tae Phil lagi, dengan kekecewaan yang bertumpuk dalam dadanya.

Park Bok Ja hanya mampu menangis penuh penyesalan, rasa malu juga rasa bersalah yang amat dalam saat mendengar perkataan putra bungsunya yang tepat mengenai hatinya.


“Jadi saat aku melihat Ja Eun menderita, saat aku melihat dia mengalami kesulitan dan hidupnya sangat memilukan, aku dengan sengaja menghindarinya. Bahkan kalau kami tak sengaja bertemu, aku berpura-pura tidak melihatnya. Tapi ternyata Ibu yang mencuri kontraknya? Penderitaan Ja Eun, ini semua dimulai karena pencurian yang Ibu lakukan. Bagaimana bisa Ibu melakukan itu? Bagaimana bisa, Ibu? Bagaimana bisa Ibu yang begitu aku sayangi dan paling aku banggakan di dunia ini mencuri kontrak orang lain? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Ibu mencuri kontraknya?” lanjut Tae Phil, mengeluarkan semua uneg-uneg dalam hatinya.

Park Bok Ja tak bisa berkata-kata dan hanya bisa menangis tersedu. Dia kini menyesali semua perbuatannya. Pencurian itu dan juga penderitaan yang dia berikan pada Ja Eun yang tak bersalah.

Di tengah pembicaraan itu, Hwang Chang Sik tiba-tiba menerobos ke dalam kamar Tae Phil dengan penuh amarah.


“Apa maksudmu dengan mencuri kontrak?” seru Hwang Chang Sik tak percaya seraya menatap putra bungsunya yang hanya menatap sang ayah dengan terkejut. Tak menyangka sang ayah akan menguping dan mendengar semuanya.

Kemudian dia mengalihkan tatapannya ke sang istri dan meminta penjelasan, “Aku bertanya apa maksud semua ini? Apa benar kau telah mencuri kontraknya?” seru Hwang Chang Sik untuk yang kedua kalinya, meminta penjelasan segera.


Blogger Opinion :
Semakin banyak orang yang tahu tentang pencurian Park Bok Ja. Yah yang namanya bangkai, mau ditutupin kayak gimana pun, suatu saat pasti akan terbongkar juga, kan? Begitu juga dengan kasus ini. Mau disembunyi’in seperti apa pun, kalau saatnya terbongkar ya pasti akan terbongkar. Sayangnya, momentnya sangat tidak tepat. Di saat Tae Hee mulai membuka hatinya dan membiarkan dirinya jatuh cinta, eh si emak bikin ulah. Duh, Tae Hee, siap-siap patah hati ya. Kalau Ja Eun tahu, dia pasti akan marah besar. Yang tabah ya, Tae Hee. Sejak dahulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir.

Bersambung...

Written by : Liana Hwie
Credit Pictures : All Pictures belong to owners (King)

Artikel terkait :
Episode Guide “Ojakgyo Brothers” Tae Hee – Ja Eun Moment
Sinopsis drama Korea “Ojakgyo Brothers”, cinta di tengah perebutan rumah warisan
Kumpulan Soundtrack Drama Korea "Ojakgyo Brothers" beserta terjemahan Indonesia

---------000000---------

Warning :
Dilarang MENG-COPY PASTE TANPA IJIN TERTULIS DARI PENULIS! Siapa yang berani melakukannya, aku akan menyumpahi kalian SIAL 7 TURUNAN!

Semua artikel dan terjemahan lagu dalam blog ini adalah murni hasil pikiranku sendiri, kalau ada yang berani meng-copy paste tanpa menyertakan credit dan link blog ini sebagai sumber aslinya dan kemudian mempostingnya ulang di mana pun, apalagi di Youtube, kalau aku mengetahuinya, aku gak akan ragu untuk mengajukan "Strike" ke channel kalian. Dan setelah 3 kali Strike, bersiaplah channel kalian menghilang dari dunia Per-Youtube-an!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads