Selasa, 03 Desember 2013

Wishing Star 9 - SS501 & Uee Fanfiction

Author : Lee An TS501 aka LIANA WIJAYA

Starring :  
Kim Hyun Joong as Yoon Ji Hoo  
Uee’s After School as Kim Yoo Jin 
Kim Jae Joong as Himself (Yoo Jin Ex Boyfriend)  
Kim Hyun Joong as Kim Shi Lang (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Kim Kyu Jong as Himself (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Kim Hyung Jun as Himself (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Yeyen Norma Guphyta as Kim Yeon Hee (Yoo Jin’s Best Friend) 
Jung Somin as Hong Mo Nae (The Girl Who Love Yoon Ji Hoo)


“WISHING STAR 9 – SS501 & Uee Fanfiction”


 
“CHAPTER 9  : FINALLY I FOUND YOU

Shanghai United Family Hospital, Kim Yoo Jin POV : 
           Aku mengucapkan sampai jumpa pada Ayahku saat Ayah mengatakan dia harus kembali bekerja dan meninggalkan aku sendiri untuk berkeliling Rumah Sakit ini.

“Rumah Sakit ini kelak akan jadi milikmu. Berkelilinglah dan berkenalan dengan semua orang yang ada disini. Itu akan berguna untukmu kelak saat kau akan mengambil alih Rumah Sakit ini”, kenangku pada ucapan Ayah tadi.

Aku menarik napas panjang. Tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya aku akan mengambil alih sebuah Rumah Sakit besar seperti ini. Aku tidak mengerti apapun soal Manajemen Rumah Sakit, aku pun masih berada di tingkat 4 jurusan Kedokteran, masih panjang jalanku untuk menjadi seorang Dokter. Sebelumnya aku hanya berpikir jika aku tidak sanggup menyelesaikan kuliah kedokteranku karena terlalu berat, aku akan meneruskan bisnis kedai mie milik Ibuku saja. well, siapa yang sangka jika hari ini aku akan ada disini dan diperkenalkan sebagai Calon Pewaris Rumah Sakit ini. Benar-benar tidak pernah kuduga sebelumnya.

Begitu Ayah pergi, aku sibuk berkeliling mengamati Rumah Sakit ini, saat tiba-tiba aku seperti melihat seseorang yang ku kenal. Kulihat dia berlari kearah taman tempat aku tadi berdiri bersama Ayah. Punggung itu seperti tidak asing lagi. Tapi aku tidak yakin dengan penglihatanku sendiri. Saat perlahan dia menoleh, aku merasa seluruh tubuhku membeku.

“Ji Hoo Sunbae !!”, ujarku pada diriku sendiri dengan terkejut. 
“Tidak !! Aku pasti sedang bermimpi. Mungkin karena terlalu lelah dan terlalu merindukannya, aku melihat bayangannya ada dimana-mana”, batinku, berperang dengan hatiku. Aku ingin mendekat kearahnya tapi kakiku seolah tertancap ditanah. Dia, jika dia memang nyata adanya terus berlari menjauh dan akhirnya menghilang dibalik koridor ini.

“Yoo Jin, Shanghai sangat luas. Tidak mungkin kau bisa menemukannya dengan mudah. Sabarlah !! Asalkan percaya dengan penantian, suatu hari nanti kalian pasti bisa bersama. Selama Polaris masih bersinar terang di Langit Utara, harapan itu masih ada. Kau hanya perlu sedikit bersabar”, ujarku menghibur diri lalu berjalan keluar dari rumah Sakit ini dan masuk kedalam mobil.

Hari ini aku harus mengurus kepindahanku ke kampus yang baru, dan karena aku tidak mengenal kota Shanghai, Ayah meminta sopir mengantarku jika aku ingin pergi kemanapun. Kupikir aku hanya bermimpi tapi ternyata esoknya aku kembali melihatnya saat sedang perjalanan menuju kampus.

“Nona Muda, jalanan sangat macet, berapa lama waktu Anda harus sampai di kampus ??”, Tanya sopirku sopan seraya melirikku dari kaca spion mobil.

“Apa setiap hari seperti ini Paman ??”, tanyaku ingin tahu sambil melihat keluar jendela.
“Tidak biasanya seperti ini, Nona. Paman juga tidak tahu kenapa”, jawabnya sopan. 

“Tidak apa-apa !! Pelan-pelan saja. Tidak masalah jika terlambat sedikit, aku bisa bilang pada Profesorku kalau aku tersesat. Mereka sudah tahu kalau aku pindahan dari Seoul, jadi wajar jika terlambat di hari pertama kan ??”, jawabku ringan sambil tersenyum menenangkan.

“Baik, Nona !! Maafkan Paman”, ujarnya lagi. 
“Tenang saja !! Itu bukan salah Paman kok”, jawabku ramah sambil tersenyum lagi.

Aku memandang kearah kemacetan didepanku, saat itulah aku melihatnya berjalan melintas tepat didepan mobilku. Lampu lalu lintas memang sedang menyala merah dan saat itulah dia berjalan melintas. Dia memakai mantel putih, tas punggung berwarna putih serta celana berwarna abu-abu muda. Aku terpana melihatnya, kupikir awalnya aku bermimpi sekali lagi, tapi dia bergerak dan terus berjalan menyeberang. Mataku mengikuti kemanapun dia melangkah.

“Ji Hoo Oppa..”, gumamku tak percaya. 
“Is That you ??”, lanjutku dan secepat kilat aku berlari keluar dari mobil, tak mau kehilangan jejaknya sekali lagi. Kudengar sopirku berteriak memanggilku dari dalam mobil.

“Nona !!”, teriaknya tapi aku terus saja berlari mengejarnya. Aku menerobos kerumunan orang berusaha mencari jejaknya. Lalu aku melihat sebuah bus berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri dan kulihat dia naik kedalam bus itu.

“Tidak !! Tunggu dulu !!”, teriakku sambil terus berlari mengejar bus itu. 
“JI HOO OPPA !!!”, teriakku sambil terus berlari mengejar busnya sambil berlinang airmata, tapi semua sia-sia, bus itu sudah berjalan pergi bersama Ji Hoo yang ada di dalamnya.

“Hampir saja.. Kenapa kau harus pergi lagi ??”, batinku kecewa dengan napas tersengal-sengal saat melihat bus itu semakin lama semakin jauh. 
“Sedikit lagi.. Yoo Jin, tidak apa-apa. Yang penting dia benar ada di Shanghai. Benarkan ??”, batinku, memberi semangat pada diriku sendiri.

Yoon Ji Hoo POV : 
Aku menoleh ke belakang, aku merasa mendengar seseorang memanggil namaku tapi aku tidak tau siapa. Shanghai sangat penuh dengan lautan manusia. Nanjing Road memang tak pernah sepi orang. Aku terus menoleh ke belakang mencoba mencari seseorang yang mungkin ku kenal. Tapi sepertinya percuma karena bus ini pun berjalan semakin cepat.

Begitu sampai di pintu apartmentku, aku melihat seorang gadis berdiri membelakangiku. Dengan ragu aku menyapanya. 
“Maaf Nona, Anda menghalangi pintu rumahku”, ujarku dalam bahasa mandarin dengan sopan. Dia menoleh dan ku pandang dia dengan terkejut.

“JI HOO OPPA.. Akhirnya aku menemukanmu”, ujarnya riang seraya memelukku dengan hangat. Aku terkejut beberapa saat namun aku segera tersadar dan mendorongnya menjauh dariku.

“HONG MO NAE !! Bagaimana kau tau aku disini ??”, tanyaku dingin. Bukan dia yang ku harapkan muncul di hadapanku. Bukan dia yang ingin ku lihat dan ku temui. Bukan dia yang ku rindukan, tapi Yoo Jin. Tapi kenapa justru dia yang muncul di hadapanku ?? 

“Oppa, kau ini kejam sekali. Aku jauh-jauh datang dari Seoul untuk bertemu denganmu, tidak bisakah kau minta aku masuk dulu ?? Di luar sangat dingin”, ujarnya merayu.

Aku menghela napas, aku tau aku tak punya pilihan.  Bagaimanapun juga dia tamuku, dan dia datang dari jauh, di luar pun cuaca sangat dingin dan dia seorang wanita, tidak sopan rasanya jika aku membiarkannya menunggu di luar kan ??

“Baiklah !! Silakan masuk. Maaf aku tidak mempersiapkan apapun untuk menyambutmu”, ujarku datar. Aku membuka pintunya dan dia berjalan masuk mengikutiku. 
“Kecil tapi lumayan nyaman. Apa kau tinggal sendirian disini ?? Bukankah Ayahmu sangat kaya, kukira kau menyewa apartment yang lebih bagus”,ujarnya berbasa-basi.

“Aku tidak ingin bergantung pada uang Ayahku. Apartment ini ku sewa sendiri”, jawabku singkat, lalu beranjak ke dapur dan menyeduh teh untuknya serta menghidangkan beberapa makanan kecil.

“Kau masih belum melupakannya ??”, tanyanya ragu saat dia melihat bingkai di atas meja yang didalamnya terdapat fotoku dan Yoo Jin. 
“Selamanya aku tidak akan mampu melupakannya. Dia cinta pertamaku dan kurasa dia juga yang terakhir untukku”, jawabku jujur sambil tersenyum manis memandang foto itu.

“Tidak adakah kesempatan untuk gadis lain mengisi hatimu ??”, tanyanya lagi. Aku menggeleng mantap. 
“Kau sudah tau jawabanku kan ?? Sebelum kau terluka makin dalam, lebih baik kau lupakan aku dan carilah pria lain yang juga mencintaimu. Aku hanya punya 1 hati dan sudah ku berikan untuknya”, jawabku mantap.

Kulihat dia hampir menangis tapi aku tak peduli, aku tidak ingin kebaikanku padanya memberikannya sebuah artian lain. Lebih baik aku bersikap dingin dan kejam, daripada berbuat baik tapi membuatnya semakin mencintaiku.

“Terima kasih sudah datang berkunjung. Jika tak ada keperluan lain, aku ingin istirahat. Sekarang sudah malam. Kau pulanglah !!”, ujarku datar, mengusirnya pelan.

“Kurasa memang tidak ada kesempatan untukku kan ?? Kau bahkan tidak mau sedikit bersikap manis padaku. Tapi aku yang lebih dulu menemukanmu, benarkan ?? Bukankah itu berarti walau 1% aku masih memiliki kesempatan itu”, jawabnya keras kepala.

“Apa maksudmu ??”, tanyaku bingung. 
“Kau belum bertemu dia  Dia kemari menyusulmu, tapi kurasa Tuhan masih belum ingin kalian bertemu. Sungguh ironis. Dia berangkat lebih dulu, tapi dia belum juga menemukanmu, bukankah itu berarti mungkin jodoh kalian sudah berakhir ??”, ujarnya lagi, sekali lagi dia berusaha mempengaruhi pikiranku. Tapi aku tidak peduli lagi kali ini, mendengar dia ada disini mencariku, hatiku sudah bahagia.

Jika dia tidak bisa menemukan aku, maka akulah yang akan mencari dan menemukannya, tidak peduli dia ada dimana. Dia sudah kemari mencariku, itu sudah membuktikan bahwa dia mencintaiku. Asalkan aku tau hatinya masih milikku, aku tidak perlu takut apapun. Mungkin tidak hari ini, tidak juga besok, tapi kapan pun itu aku yakin kami pasti akan bertemu lagi. Shanghai bukan kota yang kecil, wajar jika dia kesulitan menemukanku. Akulah yang akan mencari dan menemukannya, tidak peduli dia ada dimana”, jawabku mantap, tak ada lagi keraguan.

“Tapi Yoo Jin mencintai Jae Joong”, ujarnya lagi. 
“Benarkah ?? Jika dia memang mencintai Jae Joong, lalu untuk apa dia meninggalkan Jae Joong dan datang kemari mencariku ??”, tantangku padanya. Kulihat dia salah tingkah.

“Mungkin dia ingin meminta kau untuk melupakannya. Tidakkah kau pikir semuanya sudah terlambat ??”, jawabnya lagi, tetap berusaha mempengaruhi pikiranku.

“Benarkah ?? Kalau begitu aku ingin mendengar sendiri dari mulutnya. Dulu aku begitu bodoh karena hanya berani mencintai diam-diam, aku hanya bisa menyalahkan cintaku yang tak cukup berani. Aku hanya puas walau hanya menjadi sandarannya saat dia menangis, tapi sekarang aku benar-benar merasa tak bisa hidup tanpanya. Tidak masalah walau sudah terlambat, bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali ?? Jika dia sendiri yang memintaku melupakannya maka aku akan melakukannya. Bahkan mungkin aku bisa membuka hatiku untukmu. Tapi jika semua yang kau katakan itu kebohongan maka aku tidak akan pernah memaafkanmu.”, jawabku setengah mengancam.

“Aku berharap kalian tidak akan pernah bertemu”, ujarnya kesal. 
“Kalau begitu kita juga tidak perlu bertemu”, jawabku santai. 
“Ji Hoo Oppa, aku mencintaimu. Tidakkah kau bisa melihatnya ??”, pintanya merayu.

“Maaf.. lepaskan aku sebelum kau merasa lelah. Aku tidak akan pernah bisa membalas cintamu, Mo Nae. Pergilah !!! Jangan datang kemari lagi”, ujarku dingin seraya membuka pintu untuknya, sebagai tanda aku ingin dia keluar.

“Baiklah !! tapi kelak jika Yoo Jin mencampakkanmu, aku tidak akan sudi menerimamu”, ujarnya lagi. Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. Memang siapa yang mau bersamamu, batinku miris.

“Kau tenang saja. Hatiku hanya milik Yoo Jin seorang. Aku tidak akan datang padamu apapun yang terjadi”, jawabku dingin. Kulihat dia mulai menangis. 
“Kau memang benar-benar dingin dan tidak berperasaan. Aku menyesal mencintaimu”, ujarnya dingin dengan airmata berlinang lalu segera pergi dari rumahku dengan terisak.

“Dingin dan tak berperasaan.. Bukankah sejak dulu aku memang seperti itu ?? Pengeran Es, itulah julukanku. Siapa suruh kau jatuh cinta padaku ??”, batinku tak menyesal sedikitpun telah membuatnya menangis karena aku.

“Yoo Jin, kau dimana ?? Aku merindukanmu”, ujarku lirih seraya kucium foto kenangan kami. 
“Hanya kaulah yang bisa menghangatkan dinginnya hatiku”, lanjutku penuh rindu. 

KIM YOO JIN POV : 
Dengan lesu aku kembali ke mobil.Hatiku sangat sedih. 
”Aku yakin aku tidak sedang berkhayal. Aku yakin itu pasti dia. Ji Hoo ada didepan mataku. Dia menoleh kearah mobilku, tapi kenapa dia tidak melihatku ?? Apa karena pantulan kaca ini ?? Yoo Jin, benarkah tidak ada lagi kesempatan untukmu ?? Haruskah semua berakhir sekarang ?? Tidak !! Aku tidak rela !!!”, ujarku dalam hati, mendadak hatiku sangat sedih. Aku kehilangan 2 kali kesempatan bertemu dengannya.

“Ji Hoo Oppa, where are you now ?? Tidak peduli kau ada dimana, aku pastikan aku akan mencari dan menemukanmu. Aku sudah disini. Kau masih menungguku kan ??”, lanjutku lagi, sambil memandang kosong kearah sekumpulan orang yang melangkah menyeberang jalan.

“Nona Muda, Anda tidak apa-apa ?? Tolong jangan lakukan itu lagi. Anda membuat saya takut. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada Anda tadi ?? Tuan Besar pasti akan memecat saya”, ujarnya padaku. Pelan tapi penuh kekhawatiran. 
“Maafkan aku, Paman !!!”, jawabku menyesal dan sedih.

Dan sesaat kemudian akhirnya kemacetan itu berlalu dan aku pun sampai di kampus tepat waktu. Setelah kejadian itu, aku terus berharap bisa bertemu dengannya lagi, tapi sayang semuanya tidak berjalan sesuai rencana.

2 Bulan Kemudian, Bulan Desember…. 
Sudah 2 bulan berlalu sejak aku pindah kemari. 2 bulan sejak hari dimana aku tidak sengaja melihat Ji Hoo dan sudah 2 bulan juga tidak ada tanda-tanda keberadaan Ji Hoo disini. Aku mulai kehilangan keyakinanku kembali. Aku mulai tidak yakin aku bisa menemukannya. Sudah 2 bulan berlalu, dan kini bulan Desember sudah tiba, Bulan Desember adalah bulan favoritku, karena bulan Desember adalah bulan kelahiran juru selamatku.

“Yoo Jin, kau tidak lupa harus menjemput teman-temanmu di Bandara kan ??”, teriak Ibuku dari lantai bawah di suatu pagi yang bersalju. 
“Iya Bu..Aku akan menjemput mereka sekarang”, jawabku lantang dari dalam kamarku.

Benar. Hari ini Yeon Hee, Kyu Jong, Shi Lang, Jae Joong dan Hyung Jun datang kemari dari Seoul. Aku yang mengundang mereka kemari untuk menikmati liburan bersama di Shanghai. Secepat kilat aku segera memakai mantelku dan berlari menuruni tangga dengan gembira.

“Hati-hati sayang, kau bisa jatuh. Kau persis seperti Lee An, suka sekali berlari di tangga”, omel Ayah padaku. Tapi aku langsung berlari kearahnya dan memeluknya manja.

“Tentu saja aku mirip seperti Kakak, kan aku adiknya”, jawabku manja. 
“Pagi Ayah. Sudah sarapan ?? Mau aku buatkan sarapan untuk Ayah ??”, rayuku manja sambil tersenyum tanpa dosa. 
“Kau ini memang pintar merayu orang. Sudah sana. Jemput temanmu !! Mereka pasti sudah menunggumu dibandara”, jawab Ayahku seraya mengusap rambutku sayang.

“Baiklah !! Sampai jumpa nanti, Ayah. Ibu, aku pergi dulu ya”, ujarku riang lalu mencium pipi ayah dan ibu kemudian berjalan keluar rumah. 
“Yeeyy..Mobil baru. Akhirnya aku di ijinkan membawa mobil sendiri. Yeon Hee pasti kaget melihat mobilku”, ujarku dalam hati sambil tersenyum senang.

Awalnya semua baik-baik saja, aku mengendarai mobil baruku dengan santai di jalanan pagi di kota Shanghai. Pagi yang indah, walau salju yang turun semalam sempat merepotkan semua orang yang berlalu lalang di jalan, tapi tim kebersihan kota dengan sigap membersihkan semua salju yang menutupi jalanan agar lalu lintas dapat berjalan normal.

Aku sedang asyik menyetir seraya mengamati orang-orang dipinggir jalan yang dengan sukacita memasang pohon Natal untuk menyambut Hari Natal yang akan jatuh seminggu lagi.

Aku sangat suka suasana natal, lagu-lagu gereja berkumandang dimana-mana, pohon Natal yang berkelap-kelip juga menambah indah suasana, salju yang turun juga membuat suasana menjadi lebih damai dan menyenangkan. Aku sedang asyik membayangkan Malam Natal pertamaku bersama ayah dan Ibu, sesuatu yang selalu ku impikan sejak dulu hingga tanpa sadar ada sebuah mobil pengangkut barang yang mendadak muncul dari balik tikungan jalan itu.

“TIDAK !!! Aku tidak ingin mati sekarang !! Aku belum bertemu Ji Hoo sunbae !!”, ujarku panik, tanpa kusadari aku mencengkeram setir terlalu kuat dan membantingnya ke kiri jalan, berusaha tidak menabrak mobil pengangkut barang itu.

Kubanting setirku ke kiri jalan dan tanpa sengaja menabrak tiang lampu lalu lintas yang berada tidak jauh dari sana. Mobilku terbanting beberapa kali dan kepalaku menabrak setir lumayan keras, kurasakan rasa sakit menjalari kepalaku saat menyadari darah segar mengalir pelan dari pelipisku. Kurasakan jantungku berdetak kencang. Aku tidak percaya aku selamat. Sedetik tadi aku hampir saja kehilangan nyawa.

“Nona, Anda tidak apa-apa ?? Maafkan aku !! Mari kubantu “, ujar seorang pria yang mengulurkan tangannya padaku dan membantuku keluar dari dalam mobilku yang sekarang berada dalam posisi miring. Tidak berapa lama kemudian orang-orang mulai mengerumuniku dan polisi pun mendatangiku. Mereka menanyakan ini dan itu, membuatku semakin pusing.

“Nona, apa anda tidak ingin membuat tuntutan ?? Sopir pengangkut barang ini telah melakukan kelalaian hingga menyebabkan seseorang terluka”, Tanya pak Polisi padaku. aku melihat sopir Pengangkut barang itu, dia adalah pria yang tadi menolongku keluar dari dalam mobil. Kulihat ekspresinya terlihat takut, tapi aku tahu dia pria yang jujur.

“Tidak perlu !! Ini hanya kecelakaan. Yang penting aku selamat Pak”, jawabku tulus, memutskan tidak ingin memperpanjang masalah ini. 
“Tapi Anda terluka, Nona. Bagaimana dengan mobil Anda ??”, Tanya Polisi itu lagi. Aku menggeleng dan tersenyum ramah.

“Aku hanya luka ringan. Tidak apa-apa Pak. Soal mobil, aku yakin Ayahku pasti punya asuransi. Lebih baik, tolong aku memanggil mobil Derek saja”, jawabku mengikhlaskan. Sopir itu terlihat menarik napas lega dan menatapku dengan wajah berterima kasih.

“Baiklah jika begitu. Mobil Derek akan segera tiba. Terima kasih laporannya, Nona !!!”, ujar polisi itu seraya menyalamiku sebelum akhirnya membubarkan massa yang berkumpul disekitar kami.

Setelah polisi itu pergi, aku berjalan kearah mobilku dan mengambil tasku. Mobilku rusak parah, aku memutuskan untuk menunggu mobil Derek itu datang lalu naik taksi pulang ke rumah. Aku menelepon Yeon Hee, memberitahunya soal kecelakaan yang menimpaku dan memintanya untuk naik taksi kerumahku.

“Mwo ?? Mobilmu menabrak pembatas jalan ?? Kau tidak apa-apa Yoo Jin ??”, tanyanya kaget. 
”Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. hanya saja aku tidak bisa menjemput kalian. Maaf ya, kalian baru saja tiba tapi aku malah merepotkan kalian”, ujarku menyesal seraya memegangi kepalaku yang berdarah.

“Apa orang tuamu sudah tahu ?? Kau sudah menelepon mereka ??”, Tanya Yeon Hee lagi, suaranya masih terdengar cemas.

“Aku akan menelepon mereka setelah ini. Kau jangan cemas, okay ?? I will be fine. Maafkan aku ya. Kau tahu alamatku kan ?? Minta sopir taksi mengantar kalian kesana. Aku akan pulang setelah mobil Derek datang dan membawa mobilku”, jawabku menenangkannya. Aku tidak berani mengatakan bahwa ada luka dikepalaku karena aku tahu dia pasti cemas nantinya.

“Baiklah !! Cepat pulang ya. Kami menunggumu disana. Sampai jumpa Yoo Jin”, sahut Yeon Hee ditelepon. Setelah telepon ditutup, Sopir itu mendatangiku dengan raut wajah menyesal.

“Maafkan aku, Nona !! Aku tidak tahu lampu sudah berganti menjadi merah, jadi aku tidak sempat mengerem mobilku. Terima kasih karena tidak memperpanjang masalah ini. Kau gadis yang baik”, ujarnya menyesal.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. 
”Kau juga orang yang baik, Tuan !! Jika kau orang jahat, kau pasti langsung kabur kan ?? Tapi kau tidak kabur dan malah menolongku”, jawabku tulus sambil tersenyum ramah.

“Sepertinya kepalamu berdarah. Ijinkan saya mengantar Anda ke Rumah Sakit Nona”, pintanya dengan wajah sedih dan menyesal. 
“Baiklah !! Terima kasih. Tapi tunggu sampai mobil dereknya datang ya”, jawabku ramah. Dan diapun menemaniku disana hingga mobil Derek itu datang dan mengangkut mobilku ke bengkel.

Setelah mobilku diangkut oleh mobil dereknya, Sopir mobil pengangkut barang itu mengantarku ke Rumah Sakit dan bersikeras membayar biayanya. Demi agar dia tidak terus merasa bersalah, akupun akhirnya menerimanya. 

Sepulang dari Rumah Sakit aku putuskan untuk berjalan kaki kembali ke rumah. Aku ingin naik taksi tapi sayangnya tidak ada satu taksipun yang lewat. Aku berjalan santai disepanjang Nanjing Road di kota Shanghai. Aku berjalan sambil melihat-lihat pernak-pernik Natal yang dipajang di etalase toko disepanjang Nanjing Road dengan perban dikepalaku.

Kulihat orang-orang keluar masuk toko dengan membawa belanjaan di tangan mereka. Kutebak itu mungkin hadiah Natal. Mendadak akupun teringat jika aku belum membeli satupun hadiah Natal. Aku sedang asyik berjalan sambil melihat-lihat pernak-pernik Natal hingga aku merasa seperti menginjak sesuatu tepat dibawah kakiku.

Dengan ragu aku membungkuk dan mengambil benda yang kuinjak itu. Sebuah benda kecil yang berkilauan. 
”Cincin”, tanyaku heran. Begitu banyak orang yang lewat, aku tidak tahu cincin ini milik siapa. Ku amati semua orang yang ada disana, berharap mungkin ada diantara ada yang merasa kehilangan sesuatu dan mencarinya di tanah, tapi tidak ada tanda-tanda orang seperti itu.

Kuamati cincin itu sekali lagi dan dengan iseng kumasukkan ke dalam jariku. 
“Ukurannya pas. Kebetulan sekali”, ujarku dalam hati sambil tersenyum pada diriku sendiri. Semakin ku amati aku semakin merasa aku pernah melihat cincin ini sebelumnya.

Tiba-tiba sebuah kenangan melintas. “Menikahlah denganku !!”, kenangku pada ucapan Jae Joong malam itu, aku ingat malam itu dia melamarku seraya menyodorkan sebuah kotak berisi cincin itu. Cincin yang bentuknya sama persis seperti ini. Dan aku juga ingat aku hanya diam tak bergerak menatap kosong cincin yang berkilauan itu.

Inilah yang ingin ku katakan malam itu, tapi mobil itu terlebih dulu menabrakku, lanjutnya lagi. Aku ingat matanya berkaca-kaca saat dia mengucapkannya, mungkin dia tidak ingin lagi mengingat malam yang mengerikan itu.

“Disinilah semuanya berawal. Disinilah Jae Joong mengalami kecelakaan”, tiba-tiba aku menyadarinya. 
”Aku kembali ke tempat semula. Tempat yang secara tidak langsung telah mengubah hidupku sepenuhnya. Di tempat inilah aku kehilangan orang yang ku cintai. Membuatku jatuh ke dasar jurang. Terperosok ke dalam kegelapan. Membuatku bersembunyi dan menarik diri dari orang-orang. Aku tidak percaya aku telah kembali”, ujarku dalam hati seraya kupandangi jalanan yang ada dihadapanku saat ini. Tempat ini begitu ramai, sangat ramai.

“Satu tahun telah terlewati. Kisahku dan Jae Joong juga telah berakhir. Semua ini sudah tidak ada gunanya lagi”, ujarku dalam hati seraya memasukkan cincin itu kedalam tasku, berniat mengembalikannya pada Jae Joong.

Aku baru saja berniat melanjutkan langkahku saat tiba-tiba aku melihatnya berjalan ditengah-tengah kerumunan orang. Dia berdiri tidak jauh dariku, berdiri memandang sesuatu di salah satu toko yang ada disini. Aku mengerjapkan mataku, mencoba meyakinkan bahwa aku tidak bermimpi. 

“Ji Hoo Oppa..”, ujarku pada diriku sendiri. Kulihat dia mengenakan mantel putih dan celana putihnya. Putih, warna favoritnya, terlihat sangat mencolok diantara mayoritas orang yang mengenakan warna gelap. Lalu dia kembali melanjutkan langkahnya, semakin jauh dariku.

“Tidak !! Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi !! Tidak kali ini !!!”, tekadku lalu mulai berlari mengejarnya sekali lagi sambil meneriakkan namanya.

“Ji Hoo Oppa !!”, teriakku ditengah keramaian orang, tapi dia tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun. 
“Dia tidak mendengarku”, ujarku kesal dalam hati. Mendadak aku kehilangan jejaknya ditengah kerumunan orang sekali lagi.

”Dimana kau ?? Kumohon jangan menghilang lagi. Muncullah Ji Hoo !!”, aku terus memohon seraya mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempat ini dan kulihat dia disana, berdiri diseberang jalan.

“Tidak !!! Kapan dia menyeberang ??”, seruku kesal, dan secepat kilat berlari kearah dia menyeberang. 
”Ji Hoo Oppa !!!”, teriakku lantang seraya melambai-lambaikan tanganku. Semua orang menoleh kearahku dan menatapku dengan aneh, tapi aku tidak peduli, aku terus berteriak, hingga akhirnya diapun menoleh.

Ji Hoo menoleh. Ji Hoo melihatku. Dia memandangku tanpa berkedip tapi kemudian sebuah senyuman kecil mengembang di wajahnya.
“Yoo Jin-ah..”, serunya dengan pandangan mata tak percaya tapi dengan senyuman tersungging di bibirnya. 

Aku berjalan maju kearahnya dengan senang, tanpa kusadari kalau lampu lalu lintas yang tadinya merah berubah menjadi hijau. Aku begitu terkejut saat tiba-tiba sebuah cahaya menyinariku, membuatku berdiri terpaku.

“Yoo Jin-ah, awas !!!”, aku mendengarnya menjerit keras sesaat sebelum aku merasakan tubuhku terpental dan menabrak aspal dengan keras. Sakit sesaat lalu kemudian hilang.

************

Shanghai United Family Hospital, Kim Yoo Jin POV : 
        Perlahan kubuka mataku dan dengan samar kulihat Ayah dan Ibuku serta Yeon Hee ada disampingku, mereka menghela napas lega setelah melihatku membuka mata.

“Apa yang terjadi, Sayang ?? Bukankah kau bilang tidak apa-apa saat mobilmu menabrak pembatas jalan ?? Kau bilang kalau hanya mobilmu yang rusak berat, tapi apa ini ?? Kau malah terbaring disini ??”, seru Ayahku marah, dia terlihat sangat cemas. Aku tersenyum lemah dan mencoba duduk, aku tahu yang dia maksud adalah kecelakaan pertama dengan Mobil pengangkut barang itu.

“Aku tidak apa-apa, Ayah !! Hanya luka ringan saja. AKu baik-baik saja. Tidak perlu cemas !!!”, jawabku menenangkan mereka. 
“Tapi kau berbaring disini, Yoo Jin !!”, protes Ibuku. Aku terdiam sejenak lalu teringat pada kejadian saat aku bertemu Ji Hoo dan lampu merah yang mendadak berubah itu.

“Oh Shit !!”, makiku pada diriku sendiri, lalu mencoba bangkit berdiri. 
“Kau mau kemana ?? Kau belum sehat, Yoo Jin !!”, ujar Yeon Hee, menghalangiku berdiri.

“Ji Hoo.. Aku melihatnya. Aku melihatnya diseberang jalan. Itu sebabnya aku menyeberang tanpa kusadari jika lampu lalu lintasnya sudah berubah. Aku tidak mau kehilangan dia lagi. Aku harus menahannya agar tidak pergi”, jawabku panik.

“Jadi seperti itu kejadiannya ?? Kau tenang saja, Putriku, Ji Hoo tidak apa-apa. Walo dia terluka tapi lukanya tidak parah. Sekarang dia sedang berisitirahat di kamar sebelah”, jawab Ayah menjelaskan. 

             “Kamar sebelah ?? Apa maksud Ayah ??”, tanyaku bingung, mendadak airmataku mengalir pelan. 
“Seorang saksi mata mengatakan jika ada seorang pria yang mendorongmu ke tepi jalan saat mobil itu akan menabrakmu, jadi dialah yang tertabrak bukan kau. Dan ditempat itu, tidak jauh dari tempatmu ditemukan, kami menemukan Ji Hoo tergeletak disana. Ji Hoo berusaha menyelamatkanmu. Ayah berhutang nyawa padanya”, jawab Ayah seraya membelai lembut rambutku.

Mendengar penjelasan Ayah, mendadak aku teringat saat ada seseorang yang mendorong tubuhku ke tepi jalan, membuatku menghantam aspal dengan keras.

“He try to save me..Ji Hoo Opaa”, bisikku lirih, tidak percaya dia rela mengorbankan nyawanya untukku.
“Dia tidak apa-apa kan Ayah ?? Boleh aku melihatnya ??”, pintaku memohon pada Ayah. Ayah menoleh pada Ibu, seolah meminta persetujuan lalu kemudian mengangguk pelan.

“Baiklah !! Minta Yeon Hee menemanimu, Sayang”, jawab Ayahku dan aku mengangguk senang seraya menoleh pada teman baikku. 
“Aku akan mengantarnya, Paman. Tenang saja”, jawab Yeon Hee sambil tersenyum. Lalu sedetik kemudian dia membantuku berdiri dan memapahku berjalan ke kamar sebelah tempat Ji Hoo terbaring lemah.

Perlahan aku membuka pintu kamarnya dan kulihat Jae Joong, Kyu Jong, Shi Lang, Hyung Jun dan Mo Nae sudah menunggu disana. Mereka serentak menoleh kearahku begitu pintu terbuka.

“Jelaskan padaku bagaimana ini bisa terjadi ?? Apa yang kau lakukan pada Ji Hoo-ku ?? Kenapa kau membuatnya jadi seperti ini ?? Kenapa kau selalu membuatnya menderita ?? Belum cukupkah kau menyiksanya ?? Bukankah kuminta kau melepaskannya ?? Cintamu hanya membuatnya menderita. Gara-gara menyelamatkanmu, Ji Hoo terbaring disana. Jika Ji Hoo tidak bisa sadar lagi, aku tidak akan pernah memaafkanmu”, ujarnya sinis dan dingin, menatapku dengan pandangan marah dan sedih.

“HONG MO NAE, JAGA SIKAPMU !! INI RUMAH SAKIT !!!”, bentak Jae Joong padanya. 
“Lagipula kau tidak berhak bicara seperti itu pada Yoo Jin, kau bilang cintanya membuat Ji Hoo menderita, tapi kenapa yang kulihat justru cintamu lah yang membuatnya menderita ??”, lanjut Jae Joong tajam.

“Oh ya ?? Jadi aku yang membuatnya menderita ?? Karena siapa Ji Hoo terbaring disana ??”, protes Mo Nae tak terima. 
“Diamlah kalian berdua !! Demi Tuhan, ini rumah sakit”, ujar Kyu Jong menengahi.

“Benar. Ji Hoo terbaring di sana karena dia menyelamatkan Yoo Jin. Kau tau kenapa dia melakukan itu ?? Karena Ji Hoo sangat mencintainya. Begitu besarnya cintanya pada Yoo Jin hingga dia rela mengorbankan nyawanya. Tidakkah kau bisa melihat bahwa mereka saling mencintai ?? Untuk apa memaksa lagi ?? Cintamu lah yang justru membebani Ji Hoo, apa kau tau ??”, Jae Joong terus menyudutkan Mo Nae.

“Oh ya.. Jadi sekarang kau ingin jadi Pahlawan di depan mantan kekasihmu ?? Apa kau pikir dengan kau membelanya, dia akan kembali padamu begitu ??”, sindir Mo Nae tajam pada Jae Joong.

“Sudahlah jangan bertengkar. Ini semua memang salahku. Maaf. Aku tidak sengaja bertemu dengannya ditengah jalan. Aku ingin menghampirinya saat tiba-tiba mobil itu bergerak kearahku. Ji Hoo Oppa berusaha menyelamatkan aku !! Aku tahu ini salahku. Maaf !!”, jawabku sedih sambil menangis.

“Kau memang pembawa sial Kim Yoo Jin !!”, serunya tajam, dia benar-benar terlihat kesal dan marah padaku. 
            “Mo Nae-ssi, ini Rumah Sakit !! Sudahlah !! Lagipula Ini bukan salah Yoo Jin !! Tidakkah kau lihat dia juga terluka ??”, bela Kyu Jong padaku. 

            “Benar. Dan jika kalian memang ingin bertengkar, lanjutkan di luar saja”, Shi Lang ikut menimpali.  
Akhirnya Mo Nae hanya bisa menghela napas pasrah dan melirikku sinis, kemudian berjalan kearah jendela dan memandang kosong keluar jendela. 

“Apa kau masih ingin terus berdiri terus disana ?? Bukankah kau datang untuk melihatnya ??”, tanya Jae Joong padaku dan sambil mengangguk pelan aku berjalan kearah tempat dia berbaring sekarang. 

“Jae Joong Sunbae, aku benar-benar takut !! Bagaimana kalau sesuatu yang buruk menimpanya ?? Aku tidak ingin kehilangan dia !! Aku tidak mau lagi kehilangan orang yang ku sayang”, suaraku terdengar kacau. 

Tanpa sadar aku menangis seraya menggenggam erat tangan Ji Hoo dan duduk disamping ranjangnya.  
Jae Joong hanya menepuk pundakku lembut dan berkata lirih “Ji Hoo tidak akan pergi kemana-mana. Kau tidak akan kehilangan dia !!”, ujarnya menenangkan aku.

Ji Hoo yang lemah terbaring tak berdaya. Wajahnya yang tampan terlihat begitu pucat. Kusadari sebenarnya dia begitu rapuh, dibalik sikapnya yang dingin dan angkuh. Ji Hoo menyukai warna putih dan kini dia benar-benar dikelilingi warna itu.

Aku duduk disamping ranjangnya seraya menggenggam erat tangannya seraya berkata “Oppa, kau tidak boleh mati. Kau pernah berjanji akan menemaniku sampai diujung jalan itu kan ?? Sekarang aku sedang ada ditengah jalan, aku tidak tahu harus kembali atau terus melangkah. Jalan itu begitu panjang dan melelahkan dan aku tidak bisa melangkah sendirian. Aku ingin kau menemaniku sampai di ujung jalan itu. Karena bagiku,  ini adalah sebuah perjalanan panjang. Buka matamu dan temanilah aku melangkah”, bisikku lirih seraya kuusap pelan airmataku.

Aku tidak peduli dia bisa mendengarku atau tidak, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku. Itu saja. 
“Aku tidak ingin kau pergi. Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Aku tidak akan membiarkanmu lepas. Aku tidak peduli kau akan bilang aku egois atau tidak. Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi untuk yang kedua kalinya”, ujarku tegas dan dalam seraya ku genggam tangannya semakin erat, seolah-olah hidupku bergantung padanya.

Aku juga tidak peduli walau aku terlihat bodoh didepan teman-temanku, yang kuinginkan adalah Ji Hoo tidak pergi dari sisiku. Lagipula, bukankah cinta itu memang egois ?? 
“Kurasa kalian butuh waktu untuk sendiri. Kita keluar saja.Ayo”, usul Jae Joong pada yang lain. Kyu Jong, Shi Lang, Hyung Jun dan Yeon Hee langsung menurutinya, tapi tidak dengan Hong Mo Nae.

“Apa yang kau lakukan disana ?? Tunggu apalagi ?? Ayo ikut kami keluar”, ujar Jae Joong, lebih tepatnya memerintahnya. 
“Kenapa aku harus ikut keluar ?? Aku ingin disini menemaninya”, Mo Nae menolak keluar.

"Apa kau pikir Ji Hoo senang melihatmu disini ?? Aku yakin jika dia bisa bicara sekarang, dia juga tidak ingin melihatmu. Yang diinginkannya hanyalah Yoo Jin, BUKAN KAU !!!”, ujar Jae Joong dengan kejam.

“Benar. Jadi wanita harus punya harga diri sedikit. Kalau kau bersikap seperti ini, kau terlihat sama sekali tidak punya harga diri. Apa kau mau orang menganggapmu wanita murahan ??”, Shi Lang ikut memanasi.

“Kau ingin bertengkar denganku ?? Beraninya kau bicara seperti itu ??”, ujar Mo Nae kesal. 
“Kau tidak terima ?? Ayo kita selesaikan di luar”, tantang Shi Lang, lalu berjalan keluar, mau tidak mau Mo Nae terpaksa mengikutinya karena tersinggung dengan kata-katanya.

Perlahan akhirnya mereka semua meninggalkan aku dan Ji Hoo berdua dikamar ini, dan diapun juga ikut keluar bersama mereka. Semalaman aku menunggu disini, hingga tanpa sadar aku tertidur disamping Ji Hoo. Kubaringkan kepalaku disamping tubuhnya hingga malam berganti pagi.

**************

 Seminggu Kemudian.. 
Seminggu sudah berlalu. Dokter menyatakan aku sudah sembuh. Luka dikepalaku juga tidak ada masalah lagi. Setiap hari aku datang menjenguk Ji Hoo yang keadaannya juga mulai membaik. Tapi aku selalu tidak beruntung karena setiap kali aku datang menengoknya, Ji Hoo selalu sedang tertidur.

Pagi itu, aku terbangun karena seseorang menepuk pundakku lembut. Dengan malas kubuka mataku dan kulihat Jae Joong berlutut didepanku, memintaku untuk pulang. Awalnya aku tidak mau, aku ingin tetap disini menemani Ji Hoo.

“Kalau kau ingin menjaga Ji Hoo, kau harus makan dan istirahat. Kalau kau juga sakit, lalu bagaimana kau bisa menjaganya ?? Bukankah kau juga sedang dalam masa pemulihan ??”, ujarnya perhatian.

Aku terdiam dan berpikir, harus kuakui bahwa dia memang benar. Jika aku sendiri sakit, lalu bagaimana aku bisa menjaganya ? 

“Pulanglah !! Istirahatlah sebentar !! Aku yang akan disini menjaganya. Jae Joong Oppa benar, kau juga sedang dalam masa pemulihan. Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu aku akan meneleponmu”, Yeon Hee tiba-tiba datang dan menawarkan bantuan.

Aku menoleh kearah Yeon Hee dan berpikir sebentar, akhirnya aku setuju untuk membiarkan Yeon Hee menggantikan aku menjaganya.

“Aku akan segera kembali.Aku harap saat aku kembali nanti,kau sudah bangun dari tidurmu Oppa.Aku merindukanmu.Sangat rindu”,bisikku ditelinganya setelah ku kecup keningnya.

“Biar kuantar pulang”, tawar Jae Joong padaku dan karena aku tidak punya alasan untuk menolak, akhirnya aku menerima tawarannya.

Tapi saat aku keluar dari dalam kamar Ji Hoo, aku melihat Mo Nae berjalan mendekat. Kami berdiri berhadapan dan dia menatapku dengan tajam. Walau tubuhnya lebih pendek dariku tapi tatapannya terasa dingin menusuk.

“Kenapa menatapku seperti itu ?? Kau takut aku akan merebutnya jika kau pergi sebentar saja ??”, tanyanya sinis seolah mampu menebak pikiranku.

“Bukankah kau adalah Kim Yoo Jin yang selalu percaya diri ?? Kau tidak mungkin takut padaku kan ?? Jika kau takut padaku, itu berarti kau tidak percaya pada Ji Hoo Oppa.. Bukankah cinta itu harus saling percaya ??”, lanjutnya dan lagi-lagi kusadari kalau dia benar.

“Benar. Aku percaya Ji Hoo mencintaiku dan aku juga mencintainya. Aku percaya kami memang ditakdirkan untuk bersama. Setelah melalui berbagai macam rintangan, aku tidak seharusnya meragukan perasaannya. Baiklah...Tolong jaga dia untukku selagi aku tidak ada ya”, jawabku, berpura-pura tenang. Kulihat wajahnya terlihat kesal, tapi dia berusaha menutupinya.

Aku berlalu dengan Jae Joong berjalan disampingku. Kulihat Jae Joong tertawa geli saat melihat reaksi Mo Nae. 
“Dia ingin memanasimu, tapi kurasa dia tidak berhasil, benarkan ?? kau sangat keren tadi”, ujar Jae Joong lirih.

Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya dan dalam perjalanan pulang, aku mengembalikan cincin itu padanya.

“Kurasa cincin ini milikmu. Bentuknya sama persis dengan yang dulu pernah kau berikan padaku. Ku kembalikan !!”, ujarku seraya mengeluarkan sebuah cincin dari dalam tasku dan ku berikan padanya. Tapi tidak kusangka reaksinya benar-benar diluar dugaan.

Dia mengambil cincin itu, mengamatinya sebentar seolah sedang mengenang, kemudian melemparkannya keluar jendela.

“Tidak ada gunanya lagi. Andai kuberikan cincin itu setahun yang lalu, semua ini tidak perlu terjadi”, ujarnya kecewa dan dingin.

Dari nada suaranya aku bisa melihat kesedihan yang mendalam. Dan itu gara-gara aku. Tanpa sadar aku telah menyakiti banyak orang. Jae Joong, Ji Hoo, Mo Nae, Kakak dan entah siapa lagi nantinya. Aku benar-benar tidak tega melihat Jae Joong seperti itu. Tapi aku tidak punya pilihan, aku harus bisa menentukan sikap. Aku benar-benar tidak bisa menipu perasaanku sendiri.Benar-benar tidak bisa.

Sisa perjalanan kami lalui dengan terdiam, hingga tanpa terasa kami telah tiba di rumah. Sebelum menyuruhku turun, Jae Joong berkata “Turunlah !! Aku akan kembali ke Rumah Sakit !! Berjanjilah kau akan mengejar kebahagiaanmu. Karena aku tahu, kebahagiaanmu tidak ada padaku”, dia berkata dengan senyum yang dipaksakan, tapi dari nada suara maupun ekspresinya benar-benar menunjukkan kesedihan.

“Selamat Tinggal, Kim Yoo Jin !! Ingat, kau harus bahagia”, lanjutnya tulus. Jae Joong tersenyum dengan senyum yang dipaksakan, kulihat matanya berkaca-kaca saat dia mengucapkan selamat tinggal.
 
”Pasti..Aku akan mengejar kebahagiaanku. Terima kasih, Oppa”, janjiku sambil tersenyum, sesaat sebelum dia menutup kaca spionnya dan berlalu dari pandanganku.

Dari jauh aku menatap mobilnya yang mulai menghilang di tikungan. 
“Jae Joong Oppa, Mianhe. Maafkan aku karena telah menyakitimu sedemikian dalam. Tolong, maafkan aku..”, batinku menyesal saat perlahan mobil yang dikendarainya menghilang dari pandangan.

***********************

 Shanghai United Family Hospital.. 
Kim Jae Joong berjalan dengan langkah gontai kembali ke Rumah Sakit, dia sudah memutuskan bahwa dia harus melakukan sesuatu demi kebahagiaan Yoo Jin. Dalam hati kecilnya dia sudah tahu bahwa segalanya telah berubah, sudah tidak ada lagi cinta diantara mereka, tidak ada lagi jalan untuk kembali ke masa lalu, hati Yoo Jin sudah bukan miliknya lagi dan dia juga sangat tahu bahwa hanya ada satu orang yang bisa mengembalikan senyum di wajah Yoo Jin. Dan orang itu tidak lain adalah Yoon Ji Hoo, sahabatnya sendiri, saingan terbesarnya, orang yang bahkan sejak lama sudah membuatnya takut jika suatu saat nanti dia akan merebut Yoo Jin dari tangannya, dan sekarang ketakutannya benar-benar terbukti.

Sejak pertama kali mereka bertemu, Jae Joong sudah bisa melihat bahwa Yoon Ji Hoo menaruh hati pada Yoo Jin, walau dia tidak pernah mengatakannya secara langsung tapi dari caranya memperlakukan gadis itu, Jae Joong bisa melihat bahwa Ji Hoo jatuh cinta pada Yoo Jin.

Yoon Ji Hoo, Si Pangeran Dingin, begitu semua orang menyebutnya, dia tidak pernah dekat dengan wanita manapun, tidak peduli wanita itu adalah gadis paling cantik di kampus, Putri Politisi, Putri Pengusaha Kaya ataupun seorang model sekalipun, Ji Hoo tidak peduli.

Dia menolak mereka semua, dia membangun tembok kokoh mengelilingi hatinya, sebuah tembok yang kokoh yang hanya bisa di hancurkan oleh satu wanita, dan wanita itu adalah Kim Yoo Jin. Ji Hoo yang tidak pernah tersenyum pada wanita, tapi di depan Yoo Jin dia selalu memberikan senyuman terbaiknya.

“Aku tahu suatu saat hal ini akan terjadi. Aku tahu dia sudah mencintai Yoo Jin sejak pertama kali dia melihatnya. Aku tahu jika aku berpaling sedikit saja, Ji Hoo pasti akan merebutnya dariku. Ji Hoo-ah, kau sudah menunggu selama 7 tahun untuk mendapatkan hatinya, sekarang hatinya benar-benar sudah berubah, apa yang akan kau lakukan sekarang ?? Apa kau akan mengalah padaku seperti dulu ataukah kau akan merebut dia dariku ?? Aku sungguh berharap kau akan mengalah, tapi jika kau mengalah dan pergi, Yoo Jin akan semakin tersiksa. Apa yang harus ku lakukan ?? Aku tidak ingin melihatnya selalu meneteskan airmata”, batin Jae Joong seraya perlahan berjalan menuju kamar tempat Ji Hoo dirawat.

Dia tahu bahwa Ji Hoo sudah sadar sejak lama, tapi dia selalu berpura-pura tertidur setiap kali Yoo Jin datang menjenguknya. Dalam hati Jae Joong tahu bahwa Ji Hoo sengaja melakukan itu untuknya. Ji Hoo pria yang baik, dia tidak mungkin tega merebut pacar teman sendiri. Mendadak Jae Joong merasa dirinya sangat jahat. Jelas-jelas dia tahu bahwa mereka saling mencintai tapi dia berusaha menjadi penghalang diantara mereka.

“Jae Joongie, bukan seperti itu caranya mencintai. Bukankah cinta akan lebih mulia bila tidak mengharapkan apa-apa ??”, hati kecilnya berbisik lirih. Dan akhirnya dengan tersenyum pahit, Jae Joong memutuskan bahwa tidak seharusnya dia menahan orang yang tidak mencintainya untuk selalu disisinya.
  
"Jika hanya Ji Hoo yang bisa membuatmu bahagia, Yoo Jin-ah, aku akan membantumu mendapatkan kebahagiaan”, Jae Joong memutuskan seraya berjalan lebih cepat ke kamar Ji Hoo.

Tapi pada saat dia akan membuka pintunya, dia tidak sengaja mendengar percakapan mereka, Ji Hoo dan Mo Nae.

“Bukan itu yang ku inginkan, aku hanya ingin Yoo Jin kembali pada Jae Joong”, itulah kalimat pertama yang didengar Jae Joong. Mendadak hatinya sedih, dia sama sekali tidak menyangka Ji Hoo akan berkata seperti ini. Sesaat tadi, dia sempat berpikir kalau Ji Hoo ingin merebut Yoo Jin darinya, bahkan mungkin sejak lama Ji Hoo ingin melakukannya, tapi ternyata Ji Hoo benar-benar sahabat yang baik, dia tidak ingin menyakiti hati sahabatnya sendiri.

Mendadak Jae Joong merasa dirinya sangat jahat. Dia ingin memisahkan mereka, tapi justru Ji Hoo ingin mengembalikan Hye Ri padanya.

“Waktu itu kau berkata padaku, jika Yoo Jin tidak bisa menemukanmu, maka kau lah yang akan mencari dan menemukannya. Kenapa sekarang kau ingin dia kembali pada Jae Joong lagi ?? Mungkin kau sudah gila. Benturan di kepalamu benar-benar sudah membuatmu gila. Jelas-jelas kau mencintainya, kenapa tidak memperjuangkannya ?? Oh, atau kau ingin memberiku kesempatan ??”, tanya Mo Nae tidak percaya.

Jae Joong lebih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. 
“Bukankah Mo Nae mencintai Ji Hoo ?? Kenapa aku merasa dia justru mendorong Ji Hoo kearah Yoo Jin ??”, batin Jae Joong dalam hatinya.

“Karena aku merasa Yoo Jin masih mencintai Jae Joong dan aku bukan Jae Joong. Aku hanya menjadi bayangan Jae Joong. Saat Jae Joong menghilang, Yoo Jin bagaikan perahu kecil yang terombang-ambing di tengah samudra. Disaat seperti itu aku harus rela menjadi sandarannya. Menemaninya, menghiburnya, membuatnya bangkit seperti semula”, kalimat Ji Hoo terdengar tulus dan penuh pengorbanan, tidak seperti kata-kata Tuan Muda yang dingin dan arogan.

“Tapi kau mencintainya kan ?? Aku tidak tahu kenapa kau begitu bodoh ?? Jika aku jadi kau, aku akan lakukan apapun untuk mendapatkan orang yang ku cintai”, ujar Mo Nae kesal.

“Bahkan termasuk menyakiti orang yang kau cintai ??”, tanya Ji Hoo lagi. 
“Aku tidak peduli. Bukankah cinta itu memang egois ?? Demi cinta, aku rela lakukan apapun”, Mo Nae mengutarakan pikirannya.

“Sayang sekali aku tidak sepertimu. Aku hanya ingin melihat orang yang ku cintai bahagia, walau yang ada disampingnya bukan aku tapi dia, karena yang ku inginkan hanyalah kebahagiaannya semata”, jawab Ji Hoo tulus.

NB : JI HOO PGN NGE-LOVE YA DIKIT hehehe ^.^

“Itu sebabnya kau memendam cintamu selama 7 tahun lamanya ?? Kau memilih berada di sisinya sebagai teman, mendukungnya, menemaninya, asal kau bisa melihatnya tertawa, kau sudah puas benarkan ?? Ji Hoo Oppa, aku tidak tau kau manusia atau Malaikat. Kenapa kau begitu baik ?? Betapa beruntungnya Yoo Jin bisa memiliki hatimu, andai orang yang kau cintai aku, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan cintamu”, ujar Mo Nae terharu.

“Aku tidak menyangkal aku punya perasaan padanya, bahkan mungkin sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Tapi saat itu aku belum menyadari perasaanku padanya. Tidak. Sebelum kau mengatakannya. Aku hanya merasa sakit, sakit di hati. Saat melihat dia bersedih, kecewa, kesepian dan saat dia menangis. Setiap tetes  airmata Yoo Jin membuatku secara tidak sadar telah jatuh cinta padanya. Tapi aku bukan Jae Joong, selamanya tidak bisa menggantikan posisi Jae Joong”, ujar Ji Hoo dengan nada suara yang penuh kesedihan, kekecewaan, penderitaan.

Tuan muda yang dingin dan arogan, yang biasanya tidak suka banyak bicara, Tuan Muda yang tidak pernah peduli dengan urusan orang, Tuan Muda yang pendiam yang tidak pernah sekalipun terlihat sedih atau terluka, kini tiba-tiba menyatakan perasaannya dengan suara yang pelan dan penuh kesedihan yang mendalam. Dalam sekejap, Ji Hoo yang arogan berubah menjadi anak laki-laki yang kehilangan kepercayaan dirinya.

“Ji Hoo terbaring di sana karena dia menyelamatkan Yoo Jin. Kau tau kenapa dia melakukan itu ?? Karena Ji Hoo sangat mencintainya. Begitu besarnya cintanya pada Yoo Jin hingga dia rela mengorbankan nyawanya. Tidakkah kau bisa melihat bahwa mereka saling mencintai ?? Untuk apa memaksa lagi ?? Cintamu lah yang justru membebani Ji Hoo, apa kau tau ??”, Mo Nae teringat ucapan Jae Joong dan dia hanya bisa tersenyum miris.

“Berhadapan denganmu, aku merasa diriku sangat hina. Aku selalu memaksamu menerima cintaku, tapi kau justru memilih melepaskan orang yang kau cintai demi kebahagiaan orang itu. Pantaskah cintaku disebut cinta bila yang ku inginkan hanyalah memilikimu tanpa memikirkan perasaanmu ?? Kurasa yang di katakan Jae Joong memang benar, cintaku lah yang membuatmu menderita”, ujar Mo Nae dengan nada suara menyesal.

“Mo Nae-ah..”, Ji Hoo tidak tau harus berkata apa. 
“Maafkan aku yang begitu egois selama ini. Kau tidak membenciku kan ??”, tanyanya lagi dengan ragu-ragu. Ji Hoo menggeleng pelan.

“Akulah yang seharusnya meminta maaf karena tidak bisa membalas cintamu”, jawab Ji Hoo menyesal. 
“Lalu apa kau akan menyerah ??”, tanya Mo Nae padanya, dengan nada yang lebih pelan.

“Jae Joong sudah ku anggap seperti saudaraku dan Yoo Jin adalah wanita yang ku cintai. Aku tidak ingin melukai satu pun diantara mereka”, jawabnya, tulus dan singkat. 

“Aku tidak tahu kau bodoh atau baik, tapi tidakkah kau berpikir bahwa kisah mereka telah berakhir ?”, Tanya Mo Nae lagi. Jae Joong mencengkeram gagang pintu dengan erat, dia sangat ingin mendengar apa yang akan di katakan Ji Hoo selanjutnya.

“Aku yakin, Jae Joong tidak ingin mengakhiri kisah ini”, suara Ji Hoo terdengar sedih dan putus asa. 
“Lalu bagaimana dengan kisahmu dan Yoo Jin ??”, tantang Mo Nae dengan berani. 
“Kisahku dengan Yoo Jin bahkan mungkin tidak pernah dimulai”, jawabnya menggantung dengan ekspresi kosong memandang ke luar jendela.

“Kalau begitu mulai lah.. Yoon Ji Hoo, kemana perginya semua kepercayaan dirimu ? Berhentilah menyangkal perasaanmu dan kejarlah kebahagiaanmu. Jae Joong dan Yoo Jin, kisah mereka sudah berakhir. Yoo Jin mencintaimu, dan aku yakin baginya kau bukanlah pengganti Jae Joong, bukan juga bayangannya, karena kau adalah Yoon Ji Hoo, Malaikat Pelindungnya, orang yang sangat berarti baginya”, jawab Mo Nae, berbesar hati.

“Bukankah kau juga mencintaiku ?? Sangat aneh rasanya jika kau justru mendorongku kearahnya”, tanya Ji Hoo bingung.

“Aku memang mencintaimu, tapi aku tahu selamanya aku tidak akan bisa dapatkan hatimu. Bukankah cinta tidak bisa dipaksa ? Jadi setelah ku pikir lagi, mungkin sebaiknya ku biarkan kau bahagia dengan seseorang yang kau cintai dan bisa membuatmu bahagia. Dan aku tahu hanya Yoo Jin-lah orangnya. Pergilah dan kejarlah dia !! Sekarang saatnya kau untuk bahagia. 7 tahun lamanya kau memendam perasaanmu dan aku tahu itu tidaklah mudah. Setelah tujuh tahun hidup dalam penantian, Sekarang dia membalas cintamu, jadi apalagi yang kau tunggu ?”, jawab Mo Nae sambil tersenyum tipis.

“Mo Nae-ah, aku tahu kau gadis yang baik. Aku percaya suatu hari nanti kau akan menemukan cinta sejatimu”, hibur Ji Hoo sambil tersenyum tulus. 
“Jangan tersenyum padaku seperti itu, nanti aku jadi tidak rela lagi melepaskanmu”, canda Mo Nae sambil tertawa kecil, walau di sudut airmatanya setetes air mulai menetes.

“Terima kasih”, ujar Ji Hoo lirih. 
“Untuk apa ??”, Tanya gadis itu bingung. 
“Karena sudah memberiku semangat”, jawab Ji Hoo singkat.

“Jadi kau akan kembali mengejar cintamu kan ?? Karena jika tidak, aku tidak akan menyerah mendapatkan cintamu. Aku anggap aku masih punya kesempatan”, desak Mo Nae mulai bersemangat. 
“Entahlah..”, Ji Hoo kembali ragu. 
“Ji Hoo Sunbae..”, protes gadis itu, terlihat kesal dan Ji Hoo hanya tertawa pelan.

“Akan ku pertimbangkan. Sekarang aku ingin istirahat. Bolehkan ??”, jawabnya sambil tersenyum, Mo Nae tahu kalau saat ini Ji Hoo ingin sendiri. Itu sebabnya dia mengangguk dan berpamitan pergi. Jae Joong yang menyadari dia berdiri di depan pintu, tentu tidak ingin keberadaannya diketahui, secepat kilat dia mencari tempat untuk bersembunyi.

********************

2 Jam Kemudian… 
Shanghai United Family Hospital, Kim Yoo Jin POV : 
“Oppa.. Ji Hoo Oppa !!!”, teriakku ke sekeliling kamarnya. Aku begitu terkejut saat melihat kamarnya mendadak kosong saat aku kembali lagi ke Rumah Sakit untuk menjenguknya. Baru 2 jam aku pergi, sekarang begitu aku kembali, dia sudah tidak ada disini lagi. Rasa takut mencengkeramku, aku benar-benar takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.

“Dia tidak ada disini. Dia tidak mati kan ??”, pertanyaan konyol itu mendadak muncul di otakku dan kepanikan langsung mencengkeramku. 
Aku bergegas berlari keluar mencari perawat dan bertanya apa yang terjadi sebenarnya, kemana perginya pasien di kamar 501 ini dan mereka bilang mereka tidak tahu apa-apa.

“Maafkan kami Nona, tapi kami tidak memperhatikan kemana dia pergi. Dokter Yoon Ji Hoo seharusnya masih perlu mendapatkan perawatan 2 hari lagi”, jawab seorang perawat.

“Apa saja yang kalian lakukan sehingga tidak mengetahui bahwa ada seorang pasien yang melarikan diri ?? Jika Ayahku sampai tahu, kalian pasti akan segera angkat kaki dari sini”, ancamku kesal.

Ji Hoo belum sembuh benar dan mereka tidak tahu dia pergi kemana, benar-benar tidak masuk akal. 
“Maaf Nona.. Kami akan segera mencarinya. Ini kecerobohan kami, kami benar-benar minta maaf. Kami akan segera temukan dia dan membawanya kembali”, perawat itu terlihat ketakutan dan berjanji akan membawanya kembali.

“Aku melihatnya pergi. Aku sudah berusaha mengejarnya tapi aku terlambat. Maafkan aku Yoo Jin, jangan marahi mereka !!”, seru seorang pria padaku. 
“Jae Joong  Sunbae ??”, ujarku kaget melihatnya tiba-tiba muncul disini, karena sedari tadi aku tidak melihatnya ada disini.

“Baiklah !! pergi dan segera temukan dia !!”, perintahku pada si Perawat, Dia mengangguk dan segera pergi mencari Ji Hoo. 
“Jadi kapan dia pergi ?”, tanyaku pada Jae Joong Sunbae. 
“Apa dia ingin meninggalkan aku lagi ??”, lanjutku sambil terduduk sedih di salah satu kursi tunggu pasien yang ada didepan kamarnya.

“Susah payah aku menemukannya, tapi kenapa dia harus pergi lagi ?? Aku sudah tahu ini akan terjadi, itu sebabnya aku tidak ingin meninggalkannya. Andai saja aku tidak pulang, mungkin sekarang dia masih disini. Mungkin Ji Hoo Oppa tidak pernah mencintaiku, itu sebabnya dia selalu ingin lari dariku”, lanjutku dengan mata berkaca-kaca.

            “Tidak !! Ini semua salahku. Ji Hoo pergi karena aku. Dia mencintaimu, sangat. Tapi demi aku, dia ingin mengalah sekali lagi”, jawab Jae Joong dengan sedih seraya duduk di sampingku. 
“Aku tidak mengerti”, ujarku singkat.

“Dia tahu aku masih mencintaimu. Dia tahu aku sangat mengharapkanmu. Jadi dia putuskan untuk mengembalikanmu padaku”, kudengar kata-katanya sangat penuh dengan penyesalan. Kulihat matanya berkaca-kaca, membuatku semakin tidak tega meninggalkannya.

“Aku mencintaimu. Kau cinta pertamaku sekaligus orang yang tidak akan pernah kulupakan. Aku ingin kau bahagia. Aku tidak ingin melihatmu menangis. Aku tahu selama ini aku hanya bisa membuatmu menangis. Jadi aku putuskan untuk membiarkanmu pergi. Walau keputusanku sangat menyakiti diriku sendiri, tapi asal membuatmu bahagia, asal tidak melihatmu menangis lagi. Aku akan merelakanmu. Pergilah !!”, aku bisa melihat dia berusaha menahan sakit hatinya. Kulihat dia berusaha keras mengontrol suaranya. Aku tahu dia menyimpan rasa sakit yang dalam. Luka yang tidak akan pernah hilang. Kulihat airmata mulai menetes di pipinya, tapi dengan cepat dia menghapusnya.

“Jae Joong Sunbae, aku..”, aku mencoba mengatakan sesuatu tapi dia memotongnya. 
“Kau bahkan tidak mau lagi memanggilku Oppa”, ujarnya sedih dengan senyum terpaksa. Kata-kata Jae Joong membuatku tersentuh, membuatku tidak mampu berkata-kata. Perlahan aku mulai menangis pelan. Sesaat aku merasa aku menjadi orang yang paling jahat di dunia.

Aku telah menyakiti banyak orang, aku tahu mereka tidak akan pernah memaafkanku, bahkan Jae Joong sekalipun. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku tidak ingin menyakiti Jae Joong tapi aku juga tidak ingin kehilangan Ji Hoo.

“Kau tahu ?? Rupanya di dunia ini ada sesuatu yang sampai seumur hidupku pun tidak bisa kuberikan padamu, yaitu kebahagiaan. Jadi berjanjilah padaku kau akan mengejar kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa kuberikan padamu”, lanjutnya tulus tapi bisa kulihat rasa sedih yang dalam terpancar di matanya.

Dengan lembut dan senyum yang terpaksa, dia memintaku berjanji padanya. Dengan hati yang penuh rasa bersalah dan mata sarat oleh airmata, aku menganggukkan kepalaku pelan.

“Pergilah !!! Kejarlah Ji Hoo !! Kejarlah kebahagiaanmu !!”, serunya padaku seraya menarik lenganku berdiri dan mendorongku pergi. 
“Gomawo Jae Joong Sunbae, selamanya kau akan ada dalam lubuk hatiku yang paling dalam”, ujarku seraya menyalami tangannya untuk yang terakhir kali.

Aku pun meninggalkan rumah sakit itu, meninggalkan Jae Joong dan masa laluku dan pergi mengejar kebahagiaanku.

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Native Ads