Author : Lee An TS501 aka LIANA WIJAYA
Starring :
Kim Hyun Joong as Yoon Ji Hoo
Uee’s After School as Kim Yoo Jin
Kim Jae Joong as Himself (Yoo Jin Ex
Boyfriend)
Kim Hyun Joong as Kim Shi Lang (Ji Hoo
& Jae Joong’s friend)
Kim Kyu Jong as Himself (Ji Hoo &
Jae Joong’s friend)
Kim Hyung Jun as Himself (Ji Hoo &
Jae Joong’s friend)
Yeyen Norma Guphyta as Kim Yeon Hee
(Yoo Jin’s Best Friend)
Jung Somin as Hong Mo Nae (The Girl
Who Love Yoon Ji Hoo)
“WISHING
STAR 9 – SS501 & Uee
Fanfiction”
“CHAPTER 9 : FINALLY I FOUND YOU”
Shanghai United Family Hospital, Kim
Yoo Jin
POV :
Aku
mengucapkan sampai jumpa pada Ayahku saat Ayah mengatakan dia harus kembali
bekerja dan meninggalkan aku sendiri untuk berkeliling Rumah Sakit ini.
“Rumah Sakit
ini kelak akan jadi milikmu. Berkelilinglah
dan berkenalan dengan semua orang yang ada disini. Itu
akan berguna untukmu kelak saat kau akan mengambil alih Rumah Sakit ini”, kenangku
pada ucapan Ayah tadi.
Aku menarik
napas panjang. Tidak
pernah terpikirkan olehku sebelumnya aku akan mengambil alih sebuah Rumah Sakit
besar seperti ini. Aku
tidak mengerti apapun soal Manajemen Rumah Sakit, aku pun masih berada di
tingkat 4 jurusan Kedokteran, masih panjang
jalanku untuk menjadi seorang Dokter. Sebelumnya aku
hanya berpikir jika aku tidak sanggup menyelesaikan kuliah kedokteranku karena
terlalu berat, aku
akan meneruskan bisnis kedai mie milik Ibuku saja. well, siapa
yang sangka jika hari ini aku akan ada disini dan diperkenalkan sebagai Calon
Pewaris Rumah Sakit ini. Benar-benar
tidak pernah kuduga sebelumnya.
Begitu Ayah
pergi, aku
sibuk berkeliling mengamati Rumah Sakit ini, saat tiba-tiba
aku seperti melihat seseorang yang ku kenal. Kulihat dia
berlari kearah taman tempat aku tadi berdiri bersama Ayah. Punggung
itu seperti tidak asing lagi. Tapi aku tidak
yakin dengan penglihatanku sendiri. Saat perlahan
dia menoleh, aku
merasa seluruh tubuhku membeku.
“Ji Hoo Sunbae
!!”, ujarku
pada diriku sendiri dengan terkejut.
“Tidak !! Aku
pasti sedang bermimpi. Mungkin
karena terlalu lelah dan terlalu merindukannya, aku melihat
bayangannya ada dimana-mana”, batinku, berperang
dengan hatiku. Aku
ingin mendekat kearahnya tapi kakiku seolah tertancap ditanah. Dia, jika
dia memang nyata adanya terus berlari menjauh dan akhirnya menghilang dibalik
koridor ini.
“Yoo Jin, Shanghai sangat luas. Tidak
mungkin kau bisa menemukannya dengan mudah. Sabarlah !!
Asalkan percaya dengan penantian, suatu hari
nanti kalian pasti bisa bersama. Selama Polaris
masih bersinar terang di Langit Utara, harapan itu
masih ada. Kau
hanya perlu sedikit bersabar”, ujarku menghibur diri lalu berjalan keluar dari
rumah Sakit ini dan masuk kedalam mobil.
Hari ini aku
harus mengurus kepindahanku ke kampus yang baru, dan karena aku
tidak mengenal kota Shanghai, Ayah meminta
sopir mengantarku jika aku ingin pergi kemanapun. Kupikir aku
hanya bermimpi tapi ternyata esoknya aku kembali melihatnya saat sedang
perjalanan menuju kampus.
“Nona Muda, jalanan
sangat macet, berapa
lama waktu Anda harus sampai di kampus ??”, Tanya
sopirku sopan seraya melirikku dari kaca spion mobil.
“Apa setiap
hari seperti ini Paman ??”, tanyaku
ingin tahu sambil melihat keluar jendela.
“Tidak
biasanya seperti ini, Nona. Paman
juga tidak tahu kenapa”, jawabnya
sopan.
“Tidak apa-apa
!! Pelan-pelan saja. Tidak
masalah jika terlambat sedikit, aku bisa
bilang pada Profesorku kalau aku tersesat. Mereka sudah
tahu kalau aku pindahan dari Seoul, jadi wajar
jika terlambat di hari pertama kan ??”, jawabku
ringan sambil tersenyum menenangkan.
“Baik, Nona
!! Maafkan Paman”, ujarnya
lagi.
“Tenang saja
!! Itu bukan salah Paman kok”, jawabku ramah
sambil tersenyum lagi.
Aku memandang
kearah kemacetan didepanku, saat itulah
aku melihatnya berjalan melintas tepat didepan mobilku. Lampu
lalu lintas memang sedang menyala merah dan saat itulah dia berjalan melintas. Dia
memakai mantel putih, tas
punggung berwarna putih serta celana berwarna abu-abu muda. Aku
terpana melihatnya, kupikir
awalnya aku bermimpi sekali lagi, tapi dia
bergerak dan terus berjalan menyeberang. Mataku
mengikuti kemanapun dia melangkah.
“Ji Hoo Oppa..”, gumamku tak
percaya.
“Is That you ??”, lanjutku
dan secepat kilat aku berlari keluar dari mobil, tak mau
kehilangan jejaknya sekali lagi. Kudengar
sopirku berteriak memanggilku dari dalam mobil.
“Nona !!”, teriaknya
tapi aku terus saja berlari mengejarnya. Aku menerobos
kerumunan orang berusaha mencari jejaknya. Lalu aku
melihat sebuah bus berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri dan kulihat dia
naik kedalam bus itu.
“Tidak !!
Tunggu dulu !!”, teriakku
sambil terus berlari mengejar bus itu.
“JI HOO OPPA !!!”, teriakku sambil terus berlari mengejar busnya sambil
berlinang airmata, tapi
semua sia-sia, bus
itu sudah berjalan pergi bersama Ji Hoo yang ada di dalamnya.
“Hampir saja.. Kenapa kau harus pergi lagi ??”, batinku kecewa dengan napas
tersengal-sengal saat melihat bus itu semakin lama semakin jauh.
“Sedikit lagi.. Yoo Jin, tidak apa-apa. Yang penting dia benar ada di
Shanghai. Benarkan ??”, batinku, memberi semangat pada diriku sendiri.
Yoon
Ji Hoo POV :
Aku menoleh ke belakang, aku merasa mendengar seseorang memanggil namaku
tapi aku tidak tau siapa. Shanghai sangat penuh dengan lautan manusia. Nanjing
Road memang tak pernah sepi orang. Aku terus menoleh ke belakang mencoba
mencari seseorang yang mungkin ku kenal. Tapi sepertinya percuma karena bus ini
pun berjalan semakin cepat.
Begitu sampai di pintu apartmentku, aku melihat seorang gadis berdiri membelakangiku.
Dengan ragu aku menyapanya.
“Maaf Nona, Anda menghalangi pintu rumahku”, ujarku dalam bahasa mandarin
dengan sopan. Dia menoleh dan ku pandang dia dengan terkejut.
“JI HOO OPPA.. Akhirnya aku menemukanmu”, ujarnya riang seraya memelukku
dengan hangat. Aku terkejut beberapa saat namun aku segera tersadar dan
mendorongnya menjauh dariku.
“HONG MO NAE !! Bagaimana kau tau aku disini ??”, tanyaku dingin. Bukan dia
yang ku harapkan muncul di hadapanku. Bukan dia yang ingin ku lihat dan ku
temui. Bukan dia yang ku rindukan, tapi Yoo Jin. Tapi kenapa justru dia yang
muncul di hadapanku ??
“Oppa, kau ini kejam sekali. Aku jauh-jauh datang dari Seoul untuk bertemu
denganmu, tidak bisakah kau minta aku masuk dulu ?? Di luar sangat dingin”,
ujarnya merayu.
Aku menghela napas, aku tau aku tak punya pilihan. Bagaimanapun juga dia tamuku, dan dia datang
dari jauh, di luar pun cuaca sangat dingin dan dia seorang wanita, tidak sopan
rasanya jika aku membiarkannya menunggu di luar kan ??
“Baiklah !! Silakan masuk. Maaf aku tidak mempersiapkan apapun untuk
menyambutmu”, ujarku datar. Aku membuka pintunya dan dia berjalan masuk
mengikutiku.
“Kecil tapi lumayan nyaman. Apa kau tinggal sendirian disini ?? Bukankah
Ayahmu sangat kaya, kukira kau menyewa apartment yang lebih bagus”,ujarnya
berbasa-basi.
“Aku tidak ingin bergantung pada uang Ayahku. Apartment ini ku sewa
sendiri”, jawabku singkat, lalu beranjak ke dapur dan menyeduh teh untuknya
serta menghidangkan beberapa makanan kecil.
“Kau masih belum melupakannya ??”, tanyanya ragu saat dia melihat bingkai
di atas meja yang didalamnya terdapat fotoku dan Yoo Jin.
“Selamanya aku tidak akan mampu melupakannya. Dia cinta pertamaku dan
kurasa dia juga yang terakhir untukku”, jawabku jujur sambil tersenyum manis memandang
foto itu.
“Tidak adakah kesempatan untuk gadis lain mengisi hatimu ??”, tanyanya
lagi. Aku menggeleng mantap.
“Kau sudah tau jawabanku kan ?? Sebelum kau terluka makin dalam, lebih baik
kau lupakan aku dan carilah pria lain yang juga mencintaimu. Aku hanya punya 1
hati dan sudah ku berikan untuknya”, jawabku mantap.
Kulihat dia hampir menangis tapi aku tak peduli, aku tidak ingin kebaikanku
padanya memberikannya sebuah artian lain. Lebih baik aku bersikap dingin dan
kejam, daripada berbuat baik tapi membuatnya semakin mencintaiku.
“Terima kasih sudah datang berkunjung. Jika tak ada keperluan lain, aku
ingin istirahat. Sekarang sudah malam. Kau pulanglah !!”, ujarku datar,
mengusirnya pelan.
“Kurasa memang tidak ada kesempatan untukku kan ?? Kau bahkan tidak mau
sedikit bersikap manis padaku. Tapi aku yang lebih dulu menemukanmu, benarkan
?? Bukankah itu berarti walau 1% aku masih memiliki kesempatan itu”, jawabnya
keras kepala.
“Apa maksudmu ??”, tanyaku bingung.
“Kau belum bertemu dia Dia kemari
menyusulmu, tapi kurasa Tuhan masih belum ingin kalian bertemu. Sungguh ironis.
Dia berangkat lebih dulu, tapi dia belum juga menemukanmu, bukankah itu berarti
mungkin jodoh kalian sudah berakhir ??”, ujarnya lagi, sekali lagi dia berusaha
mempengaruhi pikiranku. Tapi aku tidak peduli lagi kali ini, mendengar dia ada
disini mencariku, hatiku sudah bahagia.
“Jika dia tidak bisa menemukan aku, maka akulah
yang akan mencari dan menemukannya, tidak peduli dia ada dimana. Dia
sudah kemari mencariku, itu sudah membuktikan bahwa dia mencintaiku. Asalkan
aku tau hatinya masih milikku, aku tidak perlu takut apapun. Mungkin tidak hari
ini, tidak juga besok, tapi kapan pun itu aku yakin kami pasti akan bertemu
lagi. Shanghai bukan kota yang kecil, wajar jika dia kesulitan menemukanku.
Akulah yang akan mencari dan menemukannya, tidak peduli dia ada dimana”,
jawabku mantap, tak ada lagi keraguan.
“Tapi Yoo Jin mencintai Jae Joong”, ujarnya lagi.
“Benarkah ?? Jika dia memang mencintai Jae Joong, lalu untuk apa dia meninggalkan
Jae Joong dan datang kemari mencariku ??”, tantangku padanya. Kulihat dia salah
tingkah.
“Mungkin dia ingin meminta kau untuk melupakannya. Tidakkah kau pikir
semuanya sudah terlambat ??”, jawabnya lagi, tetap berusaha mempengaruhi
pikiranku.
“Benarkah ?? Kalau begitu aku ingin mendengar sendiri dari mulutnya. Dulu
aku begitu bodoh karena hanya berani mencintai diam-diam, aku hanya bisa
menyalahkan cintaku yang tak cukup berani. Aku hanya puas walau hanya menjadi
sandarannya saat dia menangis, tapi sekarang aku benar-benar merasa tak bisa
hidup tanpanya. Tidak masalah walau sudah terlambat, bukankah lebih baik
terlambat daripada tidak sama sekali ?? Jika dia sendiri yang memintaku
melupakannya maka aku akan melakukannya. Bahkan mungkin aku bisa membuka hatiku
untukmu. Tapi jika semua yang kau katakan itu kebohongan maka aku tidak akan
pernah memaafkanmu.”, jawabku setengah mengancam.
“Aku berharap kalian tidak akan pernah bertemu”, ujarnya kesal.
“Kalau begitu kita juga tidak perlu bertemu”, jawabku santai.
“Ji Hoo Oppa, aku mencintaimu. Tidakkah kau bisa melihatnya ??”, pintanya
merayu.
“Maaf.. lepaskan aku sebelum kau merasa lelah. Aku tidak akan pernah bisa
membalas cintamu, Mo Nae. Pergilah !!! Jangan datang kemari lagi”, ujarku
dingin seraya membuka pintu untuknya, sebagai tanda aku ingin dia keluar.
“Baiklah !! tapi kelak jika Yoo Jin mencampakkanmu, aku tidak akan sudi
menerimamu”, ujarnya lagi. Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. Memang siapa
yang mau bersamamu, batinku miris.
“Kau tenang saja. Hatiku hanya milik Yoo Jin seorang. Aku tidak akan datang
padamu apapun yang terjadi”, jawabku dingin. Kulihat dia mulai menangis.
“Kau memang benar-benar dingin dan tidak berperasaan. Aku menyesal
mencintaimu”, ujarnya dingin dengan airmata berlinang lalu segera pergi dari
rumahku dengan terisak.
“Dingin dan tak berperasaan.. Bukankah sejak dulu aku memang seperti itu ??
Pengeran Es, itulah julukanku. Siapa suruh kau jatuh cinta padaku ??”, batinku
tak menyesal sedikitpun telah membuatnya menangis karena aku.
“Yoo Jin, kau dimana ?? Aku merindukanmu”, ujarku lirih seraya kucium foto
kenangan kami.
“Hanya kaulah yang bisa menghangatkan dinginnya hatiku”, lanjutku penuh
rindu.
KIM YOO JIN
POV :
Dengan lesu
aku kembali ke mobil.Hatiku sangat sedih.
”Aku yakin aku
tidak sedang berkhayal. Aku
yakin itu pasti dia. Ji
Hoo ada didepan mataku. Dia
menoleh kearah mobilku, tapi
kenapa dia tidak melihatku ?? Apa
karena pantulan kaca ini ?? Yoo Jin, benarkah tidak
ada lagi kesempatan untukmu ?? Haruskah
semua berakhir sekarang ?? Tidak
!! Aku tidak rela !!!”, ujarku
dalam hati, mendadak
hatiku sangat sedih. Aku
kehilangan 2 kali kesempatan bertemu dengannya.
“Ji Hoo Oppa, where are you now ?? Tidak peduli kau ada
dimana, aku
pastikan aku akan mencari dan menemukanmu. Aku sudah
disini. Kau
masih menungguku kan ??”, lanjutku
lagi, sambil
memandang kosong kearah sekumpulan orang yang melangkah menyeberang jalan.
“Nona Muda, Anda
tidak apa-apa ??
Tolong jangan lakukan itu lagi. Anda membuat
saya takut. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada Anda tadi ??
Tuan Besar pasti akan memecat saya”, ujarnya
padaku. Pelan
tapi penuh kekhawatiran.
“Maafkan aku, Paman
!!!”, jawabku
menyesal dan sedih.
Dan sesaat
kemudian akhirnya kemacetan itu berlalu dan aku pun sampai di kampus tepat
waktu. Setelah
kejadian itu, aku
terus berharap bisa bertemu dengannya lagi, tapi sayang semuanya
tidak berjalan sesuai rencana.
2 Bulan Kemudian, Bulan Desember….
Sudah 2 bulan
berlalu sejak aku pindah kemari. 2 bulan sejak
hari dimana aku tidak sengaja melihat Ji Hoo dan sudah 2 bulan juga tidak ada
tanda-tanda keberadaan Ji Hoo disini. Aku mulai
kehilangan keyakinanku kembali. Aku mulai
tidak yakin aku bisa menemukannya. Sudah 2 bulan
berlalu, dan kini bulan Desember sudah tiba, Bulan Desember
adalah bulan favoritku, karena
bulan Desember adalah bulan kelahiran juru selamatku.
“Yoo Jin, kau tidak lupa harus menjemput teman-temanmu di
Bandara kan ??”, teriak
Ibuku dari lantai bawah di suatu pagi yang bersalju.
“Iya Bu..Aku
akan menjemput mereka sekarang”, jawabku
lantang dari dalam kamarku.
Benar. Hari
ini Yeon Hee, Kyu Jong, Shi Lang, Jae Joong dan Hyung Jun
datang kemari dari Seoul. Aku
yang mengundang mereka kemari untuk menikmati liburan bersama di Shanghai. Secepat
kilat aku segera memakai mantelku dan berlari menuruni tangga dengan gembira.
“Hati-hati
sayang, kau
bisa jatuh. Kau
persis seperti Lee An, suka sekali
berlari di tangga”, omel
Ayah padaku. Tapi
aku langsung berlari kearahnya dan memeluknya manja.
“Tentu saja
aku mirip seperti Kakak, kan
aku adiknya”, jawabku
manja.
“Pagi Ayah. Sudah
sarapan ?? Mau
aku buatkan sarapan untuk Ayah ??”, rayuku
manja sambil tersenyum tanpa dosa.
“Kau ini
memang pintar merayu orang. Sudah sana. Jemput
temanmu !! Mereka pasti sudah menunggumu dibandara”, jawab
Ayahku seraya mengusap rambutku sayang.
“Baiklah !!
Sampai jumpa nanti, Ayah. Ibu, aku
pergi dulu ya”, ujarku
riang lalu mencium pipi ayah dan ibu kemudian berjalan keluar rumah.
“Yeeyy..Mobil
baru. Akhirnya
aku di ijinkan membawa mobil sendiri. Yeon Hee pasti kaget
melihat mobilku”, ujarku
dalam hati sambil tersenyum senang.
Awalnya semua
baik-baik saja, aku
mengendarai mobil baruku dengan santai di jalanan pagi di kota Shanghai. Pagi
yang indah, walau
salju yang turun semalam sempat merepotkan semua orang yang berlalu lalang di
jalan, tapi
tim kebersihan kota dengan sigap membersihkan semua salju yang menutupi jalanan
agar lalu lintas dapat berjalan normal.
Aku sedang
asyik menyetir seraya mengamati orang-orang dipinggir jalan yang dengan
sukacita memasang pohon Natal untuk menyambut Hari Natal yang akan jatuh seminggu lagi.
Aku sangat
suka suasana natal, lagu-lagu
gereja berkumandang dimana-mana, pohon Natal yang berkelap-kelip juga menambah indah
suasana, salju
yang turun juga membuat suasana menjadi lebih damai dan menyenangkan. Aku
sedang asyik membayangkan Malam Natal pertamaku bersama ayah dan Ibu, sesuatu
yang selalu ku impikan sejak dulu hingga tanpa sadar ada sebuah mobil
pengangkut barang yang mendadak muncul dari balik tikungan jalan itu.
“TIDAK !!! Aku
tidak ingin mati sekarang !! Aku belum bertemu Ji Hoo sunbae !!”, ujarku
panik, tanpa
kusadari aku mencengkeram setir terlalu kuat dan membantingnya ke kiri jalan, berusaha
tidak menabrak mobil pengangkut barang itu.
Kubanting
setirku ke kiri jalan dan tanpa sengaja menabrak tiang lampu lalu lintas yang
berada tidak jauh dari sana. Mobilku
terbanting beberapa kali dan kepalaku menabrak setir lumayan keras, kurasakan
rasa sakit menjalari kepalaku saat menyadari darah segar mengalir pelan dari
pelipisku. Kurasakan
jantungku berdetak kencang. Aku tidak
percaya aku selamat. Sedetik
tadi aku hampir saja kehilangan nyawa.
“Nona, Anda
tidak apa-apa ?? Maafkan aku !! Mari kubantu “, ujar seorang
pria yang mengulurkan tangannya padaku dan membantuku keluar dari dalam mobilku
yang sekarang berada dalam posisi miring. Tidak berapa
lama kemudian orang-orang mulai mengerumuniku dan polisi pun mendatangiku. Mereka
menanyakan ini dan itu, membuatku
semakin pusing.
“Nona, apa
anda tidak ingin membuat tuntutan ?? Sopir
pengangkut barang ini telah melakukan kelalaian hingga menyebabkan seseorang
terluka”, Tanya
pak Polisi padaku. aku
melihat sopir Pengangkut barang itu, dia adalah
pria yang tadi menolongku keluar dari dalam mobil. Kulihat
ekspresinya terlihat takut, tapi aku tahu
dia pria yang jujur.
“Tidak perlu
!! Ini hanya kecelakaan. Yang
penting aku selamat Pak”, jawabku
tulus, memutskan tidak ingin memperpanjang masalah ini.
“Tapi Anda
terluka, Nona. Bagaimana
dengan mobil Anda ??”, Tanya
Polisi itu lagi. Aku
menggeleng dan tersenyum ramah.
“Aku hanya
luka ringan. Tidak
apa-apa Pak. Soal
mobil, aku
yakin Ayahku pasti punya asuransi. Lebih baik, tolong
aku memanggil mobil Derek saja”, jawabku
mengikhlaskan. Sopir
itu terlihat menarik napas lega dan menatapku dengan wajah berterima kasih.
“Baiklah jika
begitu. Mobil
Derek akan segera tiba. Terima
kasih laporannya, Nona
!!!”, ujar
polisi itu seraya menyalamiku sebelum akhirnya membubarkan massa yang berkumpul
disekitar kami.
Setelah polisi
itu pergi, aku
berjalan kearah mobilku dan mengambil tasku. Mobilku rusak
parah, aku
memutuskan untuk menunggu mobil Derek itu datang lalu naik taksi pulang ke
rumah. Aku
menelepon Yeon Hee, memberitahunya soal kecelakaan yang menimpaku dan memintanya
untuk naik taksi kerumahku.
“Mwo ?? Mobilmu
menabrak pembatas jalan ?? Kau
tidak apa-apa Yoo Jin ??”, tanyanya
kaget.
”Tidak
apa-apa. Aku
baik-baik saja. hanya
saja aku tidak bisa menjemput kalian. Maaf ya, kalian
baru saja tiba tapi aku malah merepotkan kalian”, ujarku
menyesal seraya memegangi kepalaku yang berdarah.
“Apa orang
tuamu sudah tahu ?? Kau
sudah menelepon mereka ??”, Tanya
Yeon Hee lagi, suaranya masih
terdengar cemas.
“Aku akan
menelepon mereka setelah ini. Kau jangan
cemas, okay ?? I
will be fine. Maafkan
aku ya. Kau
tahu alamatku kan ?? Minta
sopir taksi mengantar kalian kesana. Aku akan
pulang setelah mobil Derek datang dan membawa mobilku”, jawabku
menenangkannya. Aku
tidak berani mengatakan bahwa ada luka dikepalaku karena aku tahu dia pasti
cemas nantinya.
“Baiklah !!
Cepat pulang ya. Kami
menunggumu disana. Sampai
jumpa Yoo Jin”, sahut Yeon Hee ditelepon. Setelah
telepon ditutup, Sopir
itu mendatangiku dengan raut wajah menyesal.
“Maafkan aku, Nona
!! Aku tidak tahu lampu sudah berganti menjadi merah, jadi
aku tidak sempat mengerem mobilku. Terima kasih
karena tidak memperpanjang masalah ini. Kau gadis yang
baik”, ujarnya
menyesal.
Aku hanya
tersenyum mendengarnya.
”Kau juga
orang yang baik, Tuan
!! Jika kau orang jahat, kau
pasti langsung kabur kan ?? Tapi
kau tidak kabur dan malah menolongku”, jawabku tulus
sambil tersenyum ramah.
“Sepertinya
kepalamu berdarah. Ijinkan
saya mengantar Anda ke Rumah Sakit Nona”, pintanya
dengan wajah sedih dan menyesal.
“Baiklah !!
Terima kasih. Tapi
tunggu sampai mobil dereknya datang ya”, jawabku ramah. Dan
diapun menemaniku disana hingga mobil Derek itu datang dan mengangkut mobilku
ke bengkel.
Setelah
mobilku diangkut oleh mobil dereknya, Sopir mobil pengangkut barang itu
mengantarku ke Rumah Sakit dan bersikeras membayar biayanya. Demi
agar dia tidak terus merasa bersalah, akupun
akhirnya menerimanya.
Sepulang dari
Rumah Sakit aku putuskan untuk berjalan kaki kembali ke rumah. Aku
ingin naik taksi tapi sayangnya tidak ada satu taksipun yang lewat. Aku
berjalan santai disepanjang Nanjing Road di kota Shanghai. Aku
berjalan sambil melihat-lihat pernak-pernik Natal yang dipajang di etalase toko
disepanjang Nanjing Road dengan perban dikepalaku.
Kulihat
orang-orang keluar masuk toko dengan membawa belanjaan di tangan mereka. Kutebak
itu mungkin hadiah Natal. Mendadak
akupun teringat jika aku belum membeli satupun hadiah Natal. Aku
sedang asyik berjalan sambil melihat-lihat pernak-pernik Natal hingga aku
merasa seperti menginjak sesuatu tepat dibawah kakiku.
Dengan ragu
aku membungkuk dan mengambil benda yang kuinjak itu. Sebuah benda kecil yang
berkilauan.
”Cincin”, tanyaku
heran. Begitu
banyak orang yang lewat, aku
tidak tahu cincin ini milik siapa. Ku amati semua
orang yang ada disana, berharap
mungkin ada diantara ada yang merasa kehilangan sesuatu dan mencarinya di
tanah, tapi
tidak ada tanda-tanda orang seperti itu.
Kuamati cincin
itu sekali lagi dan dengan iseng kumasukkan ke dalam jariku.
“Ukurannya
pas. Kebetulan
sekali”, ujarku
dalam hati sambil tersenyum pada diriku sendiri. Semakin ku
amati aku semakin merasa aku pernah melihat cincin ini sebelumnya.
Tiba-tiba
sebuah kenangan melintas. “Menikahlah
denganku !!”, kenangku
pada ucapan Jae Joong malam itu, aku ingat
malam itu dia melamarku seraya menyodorkan sebuah kotak berisi cincin itu. Cincin
yang bentuknya sama persis seperti ini. Dan aku juga
ingat aku hanya diam tak bergerak menatap kosong cincin yang berkilauan itu.
“Inilah yang ingin ku katakan malam itu, tapi mobil itu terlebih dulu menabrakku”, lanjutnya
lagi. Aku
ingat matanya berkaca-kaca saat dia mengucapkannya, mungkin dia tidak ingin
lagi mengingat malam yang mengerikan itu.
“Disinilah
semuanya berawal. Disinilah
Jae Joong mengalami kecelakaan”, tiba-tiba aku
menyadarinya.
”Aku kembali
ke tempat semula. Tempat
yang secara tidak langsung telah mengubah hidupku sepenuhnya. Di
tempat inilah aku kehilangan orang yang ku cintai. Membuatku
jatuh ke dasar jurang. Terperosok
ke dalam kegelapan. Membuatku
bersembunyi dan menarik diri dari orang-orang. Aku tidak
percaya aku telah kembali”, ujarku dalam
hati seraya kupandangi jalanan yang ada dihadapanku saat ini. Tempat ini begitu
ramai, sangat ramai.
“Satu tahun
telah terlewati. Kisahku
dan Jae Joong juga telah berakhir. Semua ini sudah
tidak ada gunanya lagi”, ujarku
dalam hati seraya memasukkan cincin itu kedalam tasku, berniat
mengembalikannya pada Jae Joong.
Aku baru saja
berniat melanjutkan langkahku saat tiba-tiba aku melihatnya berjalan
ditengah-tengah kerumunan orang. Dia berdiri
tidak jauh dariku, berdiri
memandang sesuatu di salah satu toko yang ada disini. Aku
mengerjapkan mataku, mencoba meyakinkan bahwa aku tidak bermimpi.
“Ji Hoo Oppa..”, ujarku pada
diriku sendiri. Kulihat
dia mengenakan mantel putih dan celana putihnya. Putih, warna
favoritnya, terlihat
sangat mencolok diantara mayoritas orang yang mengenakan warna gelap. Lalu
dia kembali melanjutkan langkahnya, semakin
jauh dariku.
“Tidak !! Aku
tidak akan membiarkanmu pergi lagi !! Tidak kali ini !!!”, tekadku
lalu mulai berlari mengejarnya sekali lagi sambil meneriakkan namanya.
“Ji Hoo Oppa !!”, teriakku
ditengah keramaian orang, tapi
dia tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun.
“Dia tidak
mendengarku”, ujarku
kesal dalam hati. Mendadak
aku kehilangan jejaknya ditengah kerumunan orang sekali lagi.
”Dimana kau ?? Kumohon
jangan menghilang lagi. Muncullah
Ji Hoo !!”, aku
terus memohon seraya mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempat ini dan
kulihat dia disana, berdiri diseberang jalan.
“Tidak !!!
Kapan dia menyeberang ??”, seruku
kesal, dan secepat kilat berlari kearah dia menyeberang.
”Ji Hoo Oppa !!!”, teriakku lantang seraya melambai-lambaikan
tanganku. Semua
orang menoleh kearahku dan menatapku dengan aneh, tapi aku tidak
peduli, aku terus berteriak, hingga akhirnya diapun menoleh.
Ji Hoo
menoleh. Ji
Hoo melihatku. Dia
memandangku tanpa berkedip tapi kemudian sebuah senyuman kecil mengembang di
wajahnya.
“Yoo Jin-ah..”, serunya dengan
pandangan mata tak percaya tapi dengan senyuman tersungging di bibirnya.
Aku berjalan
maju kearahnya dengan senang, tanpa kusadari kalau lampu lalu lintas yang
tadinya merah berubah menjadi hijau. Aku begitu
terkejut saat tiba-tiba sebuah cahaya menyinariku, membuatku
berdiri terpaku.
“Yoo Jin-ah, awas !!!”, aku
mendengarnya menjerit keras sesaat sebelum aku merasakan tubuhku terpental dan
menabrak aspal dengan keras. Sakit sesaat
lalu kemudian hilang.
************
Shanghai United Family Hospital, Kim
Yoo Jin
POV :
Perlahan
kubuka mataku dan dengan samar kulihat Ayah dan Ibuku serta Yeon Hee ada disampingku, mereka menghela napas lega
setelah melihatku membuka mata.
“Apa yang
terjadi, Sayang ??
Bukankah kau bilang tidak apa-apa saat mobilmu menabrak pembatas
jalan ?? Kau
bilang kalau hanya mobilmu yang rusak berat, tapi apa ini ?? Kau
malah terbaring disini ??”, seru
Ayahku marah, dia
terlihat sangat cemas. Aku
tersenyum lemah dan mencoba duduk, aku tahu yang
dia maksud adalah kecelakaan pertama dengan Mobil pengangkut barang itu.
“Aku tidak
apa-apa, Ayah
!! Hanya luka ringan saja. AKu baik-baik
saja. Tidak
perlu cemas !!!”, jawabku
menenangkan mereka.
“Tapi kau
berbaring disini, Yoo Jin !!”, protes Ibuku. Aku
terdiam sejenak lalu teringat pada kejadian saat aku bertemu Ji Hoo dan lampu
merah yang mendadak berubah itu.
“Oh Shit !!”, makiku
pada diriku sendiri, lalu
mencoba bangkit berdiri.
“Kau mau
kemana ?? Kau
belum sehat, Yoo Jin !!”, ujar Yeon Hee, menghalangiku
berdiri.
“Ji Hoo.. Aku
melihatnya. Aku
melihatnya diseberang jalan. Itu sebabnya
aku menyeberang tanpa kusadari jika lampu lalu lintasnya sudah berubah. Aku
tidak mau kehilangan dia lagi. Aku harus
menahannya agar tidak pergi”, jawabku panik.
“Jadi seperti
itu kejadiannya ??
Kau tenang saja, Putriku, Ji Hoo tidak apa-apa. Walo dia
terluka tapi lukanya tidak parah. Sekarang dia
sedang berisitirahat di kamar sebelah”, jawab Ayah
menjelaskan.
“Seorang saksi
mata mengatakan jika ada seorang pria yang mendorongmu ke tepi jalan saat mobil
itu akan menabrakmu, jadi
dialah yang tertabrak bukan kau. Dan ditempat
itu, tidak jauh dari tempatmu ditemukan, kami menemukan Ji Hoo tergeletak
disana. Ji
Hoo berusaha menyelamatkanmu. Ayah berhutang
nyawa padanya”, jawab
Ayah seraya membelai lembut rambutku.
Mendengar
penjelasan Ayah, mendadak aku teringat saat ada seseorang yang mendorong
tubuhku ke tepi jalan, membuatku
menghantam aspal dengan keras.
“He try to
save me..Ji Hoo Opaa”, bisikku lirih, tidak
percaya dia rela mengorbankan nyawanya untukku.
“Dia tidak
apa-apa kan Ayah ?? Boleh
aku melihatnya ??”, pintaku
memohon pada Ayah. Ayah
menoleh pada Ibu, seolah
meminta persetujuan lalu kemudian mengangguk pelan.
“Baiklah !!
Minta Yeon Hee menemanimu, Sayang”, jawab
Ayahku dan aku mengangguk senang seraya menoleh pada teman baikku.
“Aku akan
mengantarnya, Paman. Tenang
saja”, jawab Yeon Hee sambil tersenyum. Lalu sedetik
kemudian dia membantuku berdiri dan memapahku berjalan ke kamar sebelah tempat
Ji Hoo terbaring lemah.
Perlahan aku
membuka pintu kamarnya dan kulihat Jae Joong, Kyu Jong, Shi Lang, Hyung Jun dan Mo Nae
sudah menunggu disana. Mereka
serentak menoleh kearahku begitu pintu terbuka.
“Jelaskan
padaku bagaimana ini bisa terjadi ?? Apa
yang kau lakukan pada Ji Hoo-ku ?? Kenapa
kau membuatnya jadi seperti ini ?? Kenapa kau selalu membuatnya menderita ?? Belum cukupkah
kau menyiksanya ?? Bukankah kuminta kau melepaskannya ?? Cintamu hanya
membuatnya menderita. Gara-gara menyelamatkanmu, Ji Hoo terbaring disana. Jika Ji Hoo tidak bisa sadar lagi, aku
tidak akan pernah memaafkanmu”, ujarnya sinis
dan dingin, menatapku
dengan pandangan marah dan sedih.
“HONG MO NAE, JAGA SIKAPMU !! INI RUMAH SAKIT !!!”, bentak Jae Joong
padanya.
“Lagipula kau tidak berhak bicara seperti itu pada Yoo Jin, kau bilang
cintanya membuat Ji Hoo menderita, tapi kenapa yang kulihat justru cintamu lah yang membuatnya menderita ??”, lanjut Jae Joong
tajam.
“Oh ya ?? Jadi aku yang membuatnya menderita ?? Karena siapa Ji Hoo
terbaring disana ??”, protes Mo Nae tak terima.
“Diamlah kalian berdua !! Demi Tuhan, ini rumah sakit”, ujar Kyu Jong
menengahi.
“Benar. Ji Hoo terbaring di sana karena dia menyelamatkan Yoo Jin. Kau tau
kenapa dia melakukan itu ?? Karena Ji Hoo sangat mencintainya. Begitu besarnya
cintanya pada Yoo Jin hingga dia rela mengorbankan nyawanya. Tidakkah kau bisa
melihat bahwa mereka saling mencintai ?? Untuk apa memaksa lagi ?? Cintamu lah
yang justru membebani Ji Hoo, apa kau tau ??”, Jae Joong terus menyudutkan Mo
Nae.
“Oh ya.. Jadi sekarang kau ingin jadi Pahlawan di depan mantan kekasihmu ??
Apa kau pikir dengan kau membelanya, dia akan kembali padamu begitu ??”, sindir
Mo Nae tajam pada Jae Joong.
“Sudahlah jangan bertengkar. Ini semua memang salahku. Maaf. Aku
tidak sengaja bertemu dengannya ditengah jalan. Aku ingin
menghampirinya saat tiba-tiba mobil itu bergerak kearahku. Ji
Hoo Oppa berusaha menyelamatkan aku !! Aku tahu ini
salahku. Maaf !!”, jawabku
sedih sambil menangis.
“Kau memang
pembawa sial Kim Yoo Jin !!”, serunya tajam, dia
benar-benar terlihat kesal dan marah padaku.
“Mo Nae-ssi, ini Rumah Sakit !! Sudahlah !! Lagipula
Ini bukan salah Yoo Jin !! Tidakkah kau lihat dia juga terluka ??”, bela
Kyu Jong padaku. “Benar. Dan jika kalian memang ingin bertengkar, lanjutkan di luar saja”, Shi Lang ikut menimpali.
Akhirnya Mo Nae hanya bisa menghela napas pasrah dan melirikku
sinis, kemudian berjalan kearah jendela dan memandang kosong keluar jendela.
“Apa kau masih
ingin terus berdiri terus disana ?? Bukankah kau
datang untuk melihatnya ??”, tanya
Jae Joong padaku dan sambil mengangguk pelan aku berjalan kearah tempat dia
berbaring sekarang.
“Jae Joong
Sunbae, aku benar-benar takut !! Bagaimana kalau sesuatu yang buruk menimpanya
?? Aku tidak ingin kehilangan dia !! Aku tidak mau lagi kehilangan orang yang
ku sayang”, suaraku
terdengar kacau.
Tanpa sadar
aku menangis seraya menggenggam erat tangan Ji Hoo
dan duduk disamping ranjangnya.
Jae Joong
hanya menepuk pundakku lembut dan berkata lirih “Ji Hoo tidak akan pergi
kemana-mana. Kau
tidak akan kehilangan dia !!”, ujarnya
menenangkan aku.
Ji Hoo yang
lemah terbaring tak berdaya. Wajahnya yang
tampan terlihat begitu pucat. Kusadari
sebenarnya dia begitu rapuh, dibalik sikapnya yang dingin dan angkuh. Ji
Hoo menyukai warna putih dan kini dia benar-benar dikelilingi warna itu.
Aku duduk
disamping ranjangnya seraya menggenggam erat tangannya seraya berkata “Oppa,
kau tidak boleh mati. Kau
pernah berjanji akan menemaniku sampai diujung jalan itu kan ??
Sekarang aku sedang ada ditengah jalan, aku tidak tahu
harus kembali atau terus melangkah. Jalan itu
begitu panjang dan melelahkan dan aku tidak bisa melangkah sendirian. Aku
ingin kau menemaniku sampai di ujung jalan itu. Karena bagiku,
ini adalah
sebuah perjalanan panjang. Buka matamu
dan temanilah aku melangkah”, bisikku lirih seraya
kuusap pelan airmataku.
Aku tidak
peduli dia bisa mendengarku atau tidak, aku hanya
ingin mengungkapkan perasaanku. Itu saja.
“Aku tidak
ingin kau pergi. Aku
tidak akan membiarkanmu pergi. Aku tidak akan
membiarkanmu lepas. Aku
tidak peduli kau akan bilang aku egois atau tidak. Aku
tidak akan membiarkanmu pergi lagi untuk yang kedua kalinya”, ujarku
tegas dan dalam seraya ku genggam tangannya semakin erat, seolah-olah
hidupku bergantung padanya.
Aku juga tidak
peduli walau aku terlihat bodoh didepan teman-temanku, yang
kuinginkan adalah Ji Hoo tidak pergi dari sisiku. Lagipula, bukankah
cinta itu memang egois ??
“Kurasa kalian butuh waktu untuk sendiri. Kita keluar saja.Ayo”, usul Jae
Joong pada yang lain. Kyu Jong, Shi Lang, Hyung Jun dan Yeon Hee langsung
menurutinya, tapi tidak dengan Hong Mo Nae.
“Apa yang kau lakukan disana ?? Tunggu apalagi ?? Ayo ikut kami keluar”,
ujar Jae Joong, lebih tepatnya memerintahnya.
“Kenapa aku harus ikut keluar ?? Aku ingin disini menemaninya”, Mo Nae
menolak keluar.
"Apa kau pikir Ji Hoo senang melihatmu disini ?? Aku yakin jika dia bisa
bicara sekarang, dia juga tidak ingin melihatmu. Yang diinginkannya hanyalah
Yoo Jin, BUKAN KAU !!!”, ujar Jae Joong dengan kejam.
“Benar. Jadi wanita harus punya harga diri sedikit. Kalau kau bersikap
seperti ini, kau terlihat sama sekali tidak punya harga diri. Apa kau mau orang
menganggapmu wanita murahan ??”, Shi Lang ikut memanasi.
“Kau ingin bertengkar denganku ?? Beraninya kau bicara seperti itu ??”,
ujar Mo Nae kesal.
“Kau tidak terima ?? Ayo kita selesaikan di luar”, tantang Shi Lang, lalu
berjalan keluar, mau tidak mau Mo Nae terpaksa mengikutinya karena tersinggung
dengan kata-katanya.
Perlahan akhirnya mereka semua meninggalkan aku dan Ji Hoo berdua
dikamar ini, dan diapun juga ikut keluar bersama mereka. Semalaman
aku menunggu disini, hingga
tanpa sadar aku tertidur disamping Ji Hoo. Kubaringkan
kepalaku disamping tubuhnya hingga malam berganti pagi.
**************
Seminggu
Kemudian..
Seminggu sudah
berlalu. Dokter
menyatakan aku sudah sembuh. Luka
dikepalaku juga tidak ada masalah lagi. Setiap hari aku datang menjenguk Ji Hoo
yang keadaannya juga mulai membaik. Tapi aku
selalu tidak beruntung karena setiap kali aku datang menengoknya, Ji Hoo selalu
sedang tertidur.
Pagi itu, aku
terbangun karena seseorang menepuk pundakku lembut. Dengan
malas kubuka mataku dan kulihat Jae Joong berlutut didepanku, memintaku
untuk pulang. Awalnya
aku tidak mau, aku
ingin tetap disini menemani Ji Hoo.
“Kalau kau
ingin menjaga Ji Hoo, kau harus makan dan istirahat. Kalau
kau juga sakit, lalu
bagaimana kau bisa menjaganya ?? Bukankah
kau juga sedang dalam masa pemulihan ??”, ujarnya
perhatian.
Aku terdiam
dan berpikir, harus kuakui bahwa dia memang benar. Jika
aku sendiri sakit, lalu
bagaimana aku bisa menjaganya ?
“Pulanglah !!
Istirahatlah sebentar !! Aku yang akan disini menjaganya. Jae
Joong Oppa benar, kau
juga sedang dalam masa pemulihan. Jangan
khawatir, jika
terjadi sesuatu aku akan meneleponmu”, Yeon Hee tiba-tiba
datang dan menawarkan bantuan.
Aku menoleh kearah Yeon Hee dan berpikir sebentar, akhirnya aku setuju
untuk membiarkan Yeon Hee menggantikan aku menjaganya.
“Aku akan
segera kembali.Aku harap saat aku kembali nanti,kau sudah bangun dari tidurmu
Oppa.Aku merindukanmu.Sangat rindu”,bisikku ditelinganya setelah ku kecup
keningnya.
“Biar kuantar pulang”, tawar Jae Joong padaku dan karena aku tidak punya
alasan untuk menolak, akhirnya aku menerima tawarannya.
Tapi saat aku keluar dari dalam kamar Ji Hoo, aku melihat Mo Nae berjalan
mendekat. Kami berdiri berhadapan dan dia menatapku dengan tajam. Walau tubuhnya lebih
pendek dariku tapi tatapannya terasa dingin menusuk.
“Kenapa menatapku seperti itu ?? Kau takut aku akan merebutnya jika kau
pergi sebentar saja ??”, tanyanya
sinis seolah mampu menebak pikiranku.
“Bukankah kau
adalah Kim Yoo Jin yang selalu percaya diri ??
Kau tidak mungkin takut padaku kan ?? Jika kau
takut padaku, itu
berarti kau tidak percaya pada Ji Hoo Oppa..
Bukankah cinta itu harus saling percaya ??”, lanjutnya
dan lagi-lagi kusadari kalau dia benar.
“Benar. Aku
percaya Ji Hoo mencintaiku dan aku juga mencintainya. Aku
percaya kami memang ditakdirkan untuk bersama. Setelah
melalui berbagai macam rintangan, aku tidak
seharusnya meragukan perasaannya. Baiklah...Tolong
jaga dia untukku selagi aku tidak ada ya”, jawabku, berpura-pura tenang. Kulihat wajahnya terlihat kesal,
tapi dia berusaha menutupinya.
Aku berlalu dengan Jae Joong berjalan disampingku. Kulihat Jae Joong
tertawa geli saat melihat reaksi Mo Nae.
“Dia ingin memanasimu, tapi kurasa dia tidak berhasil, benarkan ?? kau
sangat keren tadi”, ujar Jae Joong lirih.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya dan dalam
perjalanan pulang, aku
mengembalikan cincin itu padanya.
“Kurasa cincin
ini milikmu. Bentuknya
sama persis dengan yang dulu pernah kau berikan padaku. Ku
kembalikan !!”, ujarku seraya mengeluarkan sebuah cincin dari dalam tasku dan ku
berikan padanya. Tapi tidak kusangka reaksinya benar-benar diluar dugaan.
Dia mengambil
cincin itu, mengamatinya
sebentar seolah sedang mengenang, kemudian
melemparkannya keluar jendela.
“Tidak ada
gunanya lagi. Andai
kuberikan cincin itu setahun yang lalu, semua ini
tidak perlu terjadi”, ujarnya
kecewa dan dingin.
Dari nada
suaranya aku bisa melihat kesedihan yang mendalam. Dan
itu gara-gara aku. Tanpa
sadar aku telah menyakiti banyak orang. Jae Joong, Ji
Hoo, Mo Nae, Kakak dan entah siapa lagi nantinya. Aku
benar-benar tidak tega melihat Jae Joong seperti itu. Tapi
aku tidak punya pilihan, aku harus bisa menentukan sikap. Aku
benar-benar tidak bisa menipu perasaanku sendiri.Benar-benar tidak bisa.
Sisa
perjalanan kami lalui dengan terdiam, hingga tanpa
terasa kami telah tiba di rumah. Sebelum
menyuruhku turun, Jae
Joong berkata “Turunlah !! Aku akan kembali ke Rumah Sakit !! Berjanjilah kau
akan mengejar kebahagiaanmu. Karena aku
tahu, kebahagiaanmu
tidak ada padaku”, dia
berkata dengan senyum yang dipaksakan, tapi dari nada
suara maupun ekspresinya benar-benar menunjukkan kesedihan.
“Selamat
Tinggal, Kim Yoo Jin !! Ingat, kau
harus bahagia”, lanjutnya
tulus. Jae
Joong tersenyum dengan senyum yang dipaksakan, kulihat
matanya berkaca-kaca saat dia mengucapkan selamat tinggal.
”Pasti..Aku
akan mengejar kebahagiaanku. Terima kasih,
Oppa”, janjiku
sambil tersenyum, sesaat
sebelum dia menutup kaca spionnya dan berlalu dari pandanganku.
Dari jauh aku
menatap mobilnya yang mulai menghilang di tikungan.
“Jae Joong
Oppa, Mianhe. Maafkan
aku karena telah menyakitimu sedemikian dalam. Tolong, maafkan
aku..”, batinku
menyesal saat perlahan mobil yang dikendarainya menghilang dari pandangan.
***********************
Shanghai United Family Hospital..
Kim
Jae Joong berjalan dengan langkah gontai kembali ke Rumah Sakit, dia sudah
memutuskan bahwa dia harus melakukan sesuatu demi kebahagiaan Yoo Jin. Dalam hati kecilnya dia sudah tahu bahwa
segalanya telah berubah, sudah tidak ada lagi cinta diantara mereka, tidak ada
lagi jalan untuk kembali ke masa lalu, hati Yoo Jin
sudah bukan miliknya lagi dan dia juga sangat tahu bahwa hanya ada satu orang
yang bisa mengembalikan senyum di wajah Yoo Jin. Dan orang
itu tidak lain adalah Yoon Ji Hoo,
sahabatnya sendiri, saingan terbesarnya, orang yang bahkan sejak lama sudah
membuatnya takut jika suatu saat nanti dia akan merebut Yoo Jin
dari tangannya, dan sekarang ketakutannya benar-benar terbukti.
Sejak pertama
kali mereka bertemu, Jae Joong sudah bisa melihat bahwa Yoon
Ji Hoo menaruh hati pada Yoo Jin, walau dia
tidak pernah mengatakannya secara langsung tapi dari caranya memperlakukan
gadis itu, Jae Joong bisa melihat bahwa Ji Hoo jatuh cinta pada Yoo Jin.
Yoon
Ji Hoo, Si Pangeran Dingin, begitu semua orang menyebutnya, dia tidak pernah
dekat dengan wanita manapun, tidak peduli wanita itu adalah gadis paling cantik
di kampus, Putri Politisi, Putri
Pengusaha Kaya ataupun seorang model sekalipun, Ji Hoo tidak peduli.
Dia menolak
mereka semua, dia membangun tembok kokoh mengelilingi hatinya, sebuah tembok
yang kokoh yang hanya bisa di hancurkan oleh satu wanita, dan wanita itu adalah
Kim Yoo Jin. Ji Hoo yang tidak pernah tersenyum pada
wanita, tapi di depan Yoo Jin dia selalu
memberikan senyuman terbaiknya.
“Aku
tahu
suatu saat hal ini akan terjadi. Aku tahu dia sudah mencintai Yoo Jin
sejak pertama kali dia melihatnya. Aku tahu jika
aku berpaling sedikit saja, Ji Hoo pasti akan merebutnya dariku. Ji
Hoo-ah, kau
sudah menunggu selama 7 tahun untuk mendapatkan hatinya, sekarang
hatinya
benar-benar sudah berubah, apa yang akan kau lakukan sekarang ?? Apa kau
akan
mengalah padaku seperti dulu ataukah kau akan merebut dia dariku ??
Aku sungguh berharap kau akan mengalah, tapi jika kau mengalah dan
pergi, Yoo Jin akan semakin tersiksa. Apa yang harus ku lakukan ??
Aku tidak ingin melihatnya selalu meneteskan airmata”, batin Jae Joong
seraya
perlahan berjalan menuju kamar tempat Ji Hoo dirawat.
Dia tahu bahwa
Ji Hoo sudah sadar sejak lama, tapi dia selalu berpura-pura tertidur setiap
kali Yoo Jin datang menjenguknya. Dalam hati Jae Joong tahu
bahwa Ji Hoo sengaja melakukan itu untuknya. Ji Hoo pria yang baik, dia tidak
mungkin tega merebut pacar teman sendiri. Mendadak Jae Joong merasa dirinya
sangat jahat. Jelas-jelas dia tahu bahwa mereka saling mencintai tapi dia
berusaha menjadi penghalang diantara mereka.
“Jae Joongie,
bukan seperti itu caranya mencintai. Bukankah cinta akan lebih mulia bila tidak
mengharapkan apa-apa ??”, hati
kecilnya berbisik lirih. Dan akhirnya dengan tersenyum pahit, Jae Joong
memutuskan bahwa tidak seharusnya dia menahan orang yang tidak mencintainya
untuk selalu disisinya.
"Jika
hanya Ji Hoo yang bisa membuatmu bahagia, Yoo Jin-ah,
aku akan membantumu mendapatkan kebahagiaan”, Jae Joong
memutuskan seraya berjalan lebih cepat ke kamar Ji Hoo.
Tapi pada saat
dia akan membuka pintunya, dia tidak sengaja mendengar percakapan mereka, Ji
Hoo dan Mo Nae.
“Bukan itu yang ku inginkan, aku hanya
ingin Yoo Jin kembali pada Jae Joong”, itulah kalimat pertama
yang didengar Jae Joong. Mendadak hatinya sedih, dia sama sekali tidak menyangka
Ji Hoo akan berkata seperti ini. Sesaat tadi, dia sempat berpikir kalau Ji Hoo
ingin merebut Yoo Jin darinya, bahkan mungkin
sejak lama Ji Hoo ingin melakukannya, tapi ternyata Ji Hoo benar-benar sahabat
yang baik, dia tidak ingin menyakiti hati sahabatnya sendiri.
Mendadak Jae
Joong merasa dirinya sangat jahat. Dia ingin memisahkan mereka, tapi justru Ji
Hoo ingin mengembalikan Hye Ri padanya.
“Waktu itu kau berkata padaku, jika Yoo Jin tidak bisa
menemukanmu, maka kau lah yang akan mencari dan menemukannya. Kenapa sekarang
kau ingin dia kembali pada Jae Joong lagi ?? Mungkin kau sudah gila.
Benturan di kepalamu benar-benar sudah membuatmu gila. Jelas-jelas kau
mencintainya, kenapa tidak memperjuangkannya ?? Oh, atau kau ingin memberiku kesempatan ??”, tanya
Mo Nae tidak percaya.
Jae Joong
lebih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Bukankah Mo Nae mencintai Ji Hoo ?? Kenapa aku merasa dia justru
mendorong Ji Hoo kearah Yoo Jin ??”,
batin Jae Joong dalam hatinya.
“Karena aku merasa Yoo Jin masih mencintai Jae Joong dan aku
bukan Jae Joong. Aku hanya menjadi bayangan Jae Joong. Saat Jae Joong
menghilang, Yoo Jin bagaikan perahu kecil yang terombang-ambing di
tengah samudra. Disaat seperti itu aku harus rela menjadi sandarannya.
Menemaninya, menghiburnya, membuatnya bangkit seperti semula”, kalimat Ji Hoo
terdengar tulus dan penuh pengorbanan, tidak seperti kata-kata Tuan Muda yang
dingin dan arogan.
“Tapi kau
mencintainya kan ??
Aku tidak tahu kenapa kau begitu bodoh ?? Jika aku jadi kau, aku akan lakukan apapun untuk
mendapatkan orang yang ku cintai”, ujar
Mo Nae kesal.
“Bahkan termasuk menyakiti orang yang kau cintai ??”, tanya Ji Hoo lagi.
“Aku tidak peduli. Bukankah cinta itu memang egois ?? Demi cinta, aku
rela lakukan apapun”, Mo Nae mengutarakan pikirannya.
“Sayang sekali aku tidak sepertimu. Aku hanya ingin melihat orang yang ku
cintai bahagia, walau yang ada disampingnya bukan aku tapi dia, karena yang ku
inginkan hanyalah kebahagiaannya semata”, jawab Ji Hoo tulus.
NB : JI HOO PGN NGE-LOVE YA DIKIT
hehehe ^.^
“Itu sebabnya kau memendam cintamu selama 7 tahun lamanya ?? Kau memilih
berada di sisinya sebagai teman, mendukungnya, menemaninya, asal kau bisa
melihatnya tertawa, kau sudah puas benarkan ?? Ji Hoo Oppa, aku tidak tau kau
manusia atau Malaikat. Kenapa kau begitu baik ?? Betapa beruntungnya Yoo Jin
bisa memiliki hatimu, andai orang yang kau cintai aku, aku tidak akan pernah
menyia-nyiakan cintamu”, ujar Mo Nae terharu.
“Aku tidak
menyangkal aku punya perasaan padanya, bahkan mungkin sejak pertama kali aku
bertemu dengannya. Tapi saat itu aku belum menyadari perasaanku padanya. Tidak.
Sebelum kau mengatakannya. Aku hanya merasa sakit, sakit di hati. Saat melihat
dia bersedih, kecewa, kesepian dan saat dia menangis. Setiap tetes airmata Yoo Jin membuatku
secara tidak sadar telah jatuh cinta padanya. Tapi aku bukan Jae Joong,
selamanya tidak bisa menggantikan posisi Jae Joong”, ujar Ji Hoo dengan nada
suara yang penuh kesedihan, kekecewaan, penderitaan.
Tuan muda yang
dingin dan arogan, yang biasanya tidak suka banyak bicara, Tuan Muda yang tidak
pernah peduli dengan urusan orang, Tuan Muda yang pendiam yang tidak pernah
sekalipun terlihat sedih atau terluka, kini tiba-tiba menyatakan perasaannya
dengan suara yang pelan dan penuh kesedihan yang mendalam. Dalam sekejap, Ji Hoo
yang arogan berubah menjadi anak laki-laki yang kehilangan kepercayaan dirinya.
“Ji
Hoo terbaring di sana karena dia menyelamatkan Yoo Jin. Kau tau kenapa dia
melakukan itu ?? Karena Ji Hoo sangat mencintainya. Begitu besarnya cintanya
pada Yoo Jin hingga dia rela mengorbankan nyawanya. Tidakkah kau bisa melihat
bahwa mereka saling mencintai ?? Untuk apa memaksa lagi ?? Cintamu lah yang
justru membebani Ji Hoo, apa kau tau ??”, Mo Nae teringat ucapan Jae Joong dan dia hanya bisa tersenyum miris.
“Berhadapan denganmu, aku merasa diriku sangat hina. Aku
selalu memaksamu menerima cintaku, tapi kau justru memilih melepaskan orang
yang kau cintai demi kebahagiaan orang itu. Pantaskah cintaku disebut cinta
bila yang ku inginkan hanyalah memilikimu tanpa memikirkan perasaanmu ?? Kurasa
yang di katakan Jae Joong memang benar, cintaku lah yang membuatmu menderita”,
ujar Mo Nae dengan nada suara menyesal.
“Mo Nae-ah..”, Ji Hoo tidak tau harus berkata apa.
“Maafkan aku yang begitu egois selama ini. Kau tidak membenciku kan ??”,
tanyanya lagi dengan ragu-ragu. Ji Hoo menggeleng pelan.
“Akulah yang seharusnya meminta maaf karena tidak bisa membalas cintamu”,
jawab Ji Hoo menyesal.
“Lalu
apa kau akan menyerah ??”, tanya
Mo Nae padanya, dengan nada yang lebih pelan.
“Jae Joong
sudah ku anggap seperti saudaraku dan Yoo Jin adalah wanita
yang ku cintai. Aku tidak ingin melukai satu pun diantara mereka”, jawabnya,
tulus dan singkat.
“Aku tidak
tahu kau bodoh atau baik, tapi tidakkah kau berpikir bahwa kisah mereka telah
berakhir ?”, Tanya Mo Nae lagi. Jae
Joong mencengkeram gagang pintu dengan erat, dia sangat ingin mendengar apa
yang akan di katakan Ji Hoo selanjutnya.
“Aku yakin,
Jae Joong tidak ingin mengakhiri kisah ini”, suara Ji Hoo
terdengar sedih dan putus asa.
“Lalu
bagaimana dengan kisahmu dan Yoo Jin ??”,
tantang Mo Nae dengan berani.
“Kisahku
dengan Yoo Jin bahkan mungkin tidak pernah dimulai”, jawabnya
menggantung dengan ekspresi kosong memandang ke luar jendela.
“Kalau begitu
mulai lah.. Yoon Ji Hoo, kemana
perginya semua kepercayaan dirimu ? Berhentilah menyangkal perasaanmu dan
kejarlah kebahagiaanmu. Jae Joong dan Yoo Jin, kisah mereka
sudah berakhir. Yoo Jin mencintaimu, dan aku yakin baginya kau bukanlah
pengganti Jae Joong, bukan juga bayangannya, karena kau adalah Yoon Ji Hoo, Malaikat Pelindungnya, orang yang sangat
berarti baginya”, jawab Mo Nae, berbesar
hati.
“Bukankah kau
juga mencintaiku ??
Sangat aneh rasanya jika kau justru mendorongku kearahnya”, tanya
Ji Hoo bingung.
“Aku memang
mencintaimu, tapi aku tahu selamanya aku tidak akan bisa dapatkan hatimu.
Bukankah cinta tidak bisa dipaksa ? Jadi setelah ku pikir lagi, mungkin
sebaiknya ku biarkan kau bahagia dengan seseorang yang kau cintai dan bisa
membuatmu bahagia. Dan aku tahu hanya Yoo Jin-lah orangnya.
Pergilah dan kejarlah dia !! Sekarang saatnya kau untuk bahagia. 7
tahun lamanya kau memendam perasaanmu dan aku tahu itu tidaklah mudah. Setelah
tujuh tahun hidup dalam penantian, Sekarang dia membalas cintamu, jadi apalagi
yang kau tunggu ?”, jawab Mo Nae sambil
tersenyum tipis.
“Mo Nae-ah, aku tahu kau gadis yang baik. Aku percaya
suatu hari nanti kau akan menemukan cinta sejatimu”, hibur Ji Hoo sambil
tersenyum tulus.
“Jangan
tersenyum padaku seperti itu, nanti aku jadi tidak rela lagi melepaskanmu”,
canda Mo Nae sambil tertawa kecil, walau di sudut airmatanya
setetes air mulai menetes.
“Terima
kasih”, ujar Ji Hoo lirih.
“Untuk apa ??”,
Tanya gadis itu bingung.
“Karena sudah
memberiku semangat”, jawab
Ji Hoo singkat.
“Jadi kau akan
kembali mengejar cintamu kan ?? Karena jika tidak, aku tidak akan menyerah mendapatkan cintamu. Aku anggap aku masih punya kesempatan”, desak Mo Nae mulai bersemangat.
“Entahlah..”,
Ji Hoo kembali ragu.
“Ji Hoo
Sunbae..”, protes gadis itu, terlihat kesal dan Ji Hoo hanya tertawa pelan.
“Akan ku
pertimbangkan. Sekarang aku ingin istirahat. Bolehkan ??”,
jawabnya sambil tersenyum, Mo Nae tahu kalau
saat ini Ji Hoo ingin sendiri. Itu sebabnya dia mengangguk dan berpamitan
pergi. Jae Joong yang menyadari dia berdiri di depan pintu, tentu tidak ingin
keberadaannya diketahui, secepat kilat dia mencari tempat untuk bersembunyi.
********************
2 Jam Kemudian…
Shanghai United Family Hospital, Kim
Yoo Jin
POV :
“Oppa.. Ji Hoo Oppa !!!”,
teriakku ke sekeliling kamarnya. Aku begitu terkejut saat melihat kamarnya
mendadak kosong saat aku kembali lagi ke Rumah Sakit untuk menjenguknya. Baru 2
jam aku pergi, sekarang begitu aku kembali, dia sudah tidak ada disini lagi.
Rasa takut mencengkeramku, aku benar-benar takut sesuatu yang buruk terjadi
padanya.
“Dia tidak ada
disini. Dia tidak mati kan ??”, pertanyaan
konyol itu mendadak muncul di otakku dan kepanikan langsung mencengkeramku.
Aku bergegas
berlari keluar mencari perawat dan bertanya apa yang terjadi sebenarnya, kemana
perginya pasien di kamar 501 ini dan mereka bilang mereka tidak tahu apa-apa.
“Maafkan kami
Nona, tapi kami tidak memperhatikan kemana dia pergi. Dokter
Yoon Ji Hoo seharusnya masih perlu mendapatkan
perawatan 2 hari lagi”, jawab seorang perawat.
“Apa saja yang
kalian lakukan sehingga tidak mengetahui bahwa ada seorang pasien yang
melarikan diri ??
Jika Ayahku sampai tahu, kalian pasti akan segera angkat kaki dari sini”,
ancamku kesal.
Ji Hoo belum
sembuh benar dan mereka tidak tahu dia pergi kemana, benar-benar tidak masuk
akal.
“Maaf Nona..
Kami akan segera mencarinya. Ini kecerobohan kami, kami benar-benar minta maaf. Kami
akan segera temukan dia dan membawanya kembali”, perawat itu terlihat ketakutan
dan berjanji akan membawanya kembali.
“Aku
melihatnya pergi. Aku sudah berusaha mengejarnya tapi aku terlambat. Maafkan
aku Yoo Jin, jangan marahi mereka !!”, seru seorang pria
padaku.
“Jae Joong Sunbae ??”, ujarku
kaget melihatnya tiba-tiba muncul disini, karena sedari tadi aku tidak
melihatnya ada disini.
“Baiklah !!
pergi dan segera temukan dia !!”, perintahku pada si Perawat, Dia mengangguk
dan segera pergi mencari Ji Hoo.
“Jadi kapan
dia pergi ?”, tanyaku pada Jae Joong Sunbae.
“Apa dia ingin
meninggalkan aku lagi ??”, lanjutku sambil terduduk sedih di salah satu kursi
tunggu pasien yang ada didepan kamarnya.
“Susah
payah
aku menemukannya, tapi kenapa dia harus pergi lagi ??
Aku sudah tahu ini akan terjadi, itu sebabnya aku tidak ingin
meninggalkannya.
Andai saja aku tidak pulang, mungkin sekarang dia masih disini. Mungkin
Ji Hoo Oppa tidak pernah mencintaiku, itu sebabnya dia selalu
ingin lari dariku”, lanjutku
dengan mata berkaca-kaca.
“Tidak !! Ini
semua salahku. Ji Hoo pergi karena aku. Dia mencintaimu, sangat. Tapi demi aku,
dia ingin mengalah sekali lagi”, jawab Jae
Joong dengan sedih seraya duduk di sampingku.
“Aku tidak
mengerti”, ujarku
singkat.
“Dia tahu aku
masih mencintaimu. Dia tahu aku sangat mengharapkanmu. Jadi dia putuskan untuk
mengembalikanmu padaku”, kudengar kata-katanya sangat penuh dengan penyesalan.
Kulihat matanya berkaca-kaca, membuatku semakin tidak tega meninggalkannya.
“Aku
mencintaimu. Kau cinta pertamaku sekaligus orang yang tidak akan pernah
kulupakan. Aku ingin kau bahagia. Aku tidak ingin melihatmu menangis. Aku tahu
selama ini aku hanya bisa membuatmu menangis. Jadi aku putuskan untuk
membiarkanmu pergi. Walau keputusanku sangat menyakiti diriku sendiri, tapi
asal membuatmu bahagia, asal tidak melihatmu menangis lagi. Aku akan
merelakanmu. Pergilah !!”, aku bisa
melihat dia berusaha menahan sakit hatinya. Kulihat dia berusaha keras
mengontrol suaranya. Aku tahu dia menyimpan rasa sakit yang dalam. Luka yang
tidak akan pernah hilang. Kulihat airmata mulai menetes di pipinya, tapi dengan
cepat dia menghapusnya.
“Jae Joong
Sunbae, aku..”, aku mencoba mengatakan sesuatu tapi dia memotongnya.
“Kau bahkan tidak
mau lagi memanggilku Oppa”, ujarnya sedih
dengan senyum terpaksa. Kata-kata Jae Joong membuatku tersentuh, membuatku
tidak mampu berkata-kata. Perlahan aku mulai menangis pelan. Sesaat aku merasa
aku menjadi orang yang paling jahat di dunia.
Aku telah
menyakiti banyak orang, aku tahu mereka tidak akan pernah memaafkanku, bahkan
Jae Joong sekalipun. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku tidak ingin
menyakiti Jae Joong tapi aku juga tidak ingin kehilangan Ji Hoo.
“Kau tahu ??
Rupanya di
dunia ini ada sesuatu yang sampai seumur hidupku pun tidak bisa kuberikan
padamu, yaitu kebahagiaan. Jadi berjanjilah padaku kau akan mengejar
kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa kuberikan padamu”, lanjutnya tulus tapi
bisa kulihat rasa sedih yang dalam terpancar di matanya.
Dengan lembut
dan senyum yang terpaksa, dia
memintaku berjanji padanya. Dengan hati yang penuh rasa bersalah dan mata sarat
oleh airmata, aku menganggukkan kepalaku pelan.
“Pergilah !!!
Kejarlah Ji Hoo !! Kejarlah kebahagiaanmu !!”, serunya padaku seraya menarik
lenganku berdiri dan mendorongku pergi.
“Gomawo Jae
Joong Sunbae, selamanya kau akan ada dalam lubuk hatiku yang
paling dalam”, ujarku
seraya menyalami tangannya untuk yang terakhir kali.
Aku pun
meninggalkan rumah sakit itu, meninggalkan Jae Joong dan masa laluku dan pergi
mengejar kebahagiaanku.
To
Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar