Selasa, 19 November 2013

Wishing Star 5 – SS501 & Uee Fanfiction



Author : Liana Wijaya aka Lee An TS501

Starring :  
Kim Hyun Joong as Yoon Ji Hoo 
Uee’s After School as Kim Yoo Jin 
Kim Jae Joong as Himself (Yoo Jin Ex Boyfriend) 
Author as Kim Lee An (Yoo Jin’s Older Sister) 
Kim Hyun Joong as Kim Shi Lang (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Kim Kyu Jong as Himself (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Kim Hyung Jun as Himself (Ji Hoo & Jae Joong’s friend) 
Yeyen Norma Guphyta as Kim Yeon Hee (Yoo Jin’s Best Friend)



“WISHING STAR 5 – SS501 & Uee Fanfiction”



“CHAPTER 5  : SOMETHING HAPPENED TO MY HEART”

 
Kim Mansion, Kim Yoo Jin POV : 
“Yoo Jin-ah, akhirnya kau pulang”, ujar seorang pria dibelakangku dengan nada suaranya yang penuh kerinduan. Aku spontan menoleh kearah sumber suara dan kulihat Kim Jae Joong berdiri disana, beberapa langkah dari tempat aku berdiri sekarang, Ji Hoo yang berdiri disampingku juga terlihat bingung. 

“Apa yang kau lakukan malam-malam begini ? Kakak pasti sudah tidur”, ujarku kaget. Tapi bukannya menjawab, dia malah bergerak maju dan memelukku serta menciumku dengan penuh nafsu. Aku yang kaget hanya terdiam pada awalnya, tapi kemudian aku tersadar lalu mendorongnya dan menamparnya keras-keras.

“Apa yang kau lakukan ? Beraninya kau menciumku ?”, sentakku marah. 
“Yoo Jin-ah, I Miss you so much”, serunya seraya berusaha memelukku lagi. Tapi aku mengelak dan berteriak marah. 
“Lepaskan aku Oppa !! Kau ini kenapa ? Bagaimana kalau kakak melihatnya ? Pulanglah !! Sekarang sudah malam”, ujarku marah.

“Harusnya aku yang tanya. Kau ini kenapa, Yoo Jin-ah ? Kau ini kekasihku kan ? Dan aku sangat merindukan kekasihku sendiri ?”, tanyanya dengan ekspresi terluka. 
“Kekasih kau bilang ?”, ulangku tak percaya.  
”Kenapa kau seperti ini ? Apa karena disampingmu ada Ji Hoo ?”, tanyanya sinis seraya menoleh pada Ji Hoo dan menatapnya dengan tajam.

“Ini tidak ada hubungannya dengan Ji Hoo, tapi kau !! Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kau mencintai kakakku ? Kau sendiri yang bilang masa lalu tidak penting bagimu, kau yang bilang kalau apapun yang terjadi kita tidak akan bisa seperti dulu lagi. Jangan bilang kau sudah lupa semua itu”, ujarku tajam.

“Benar !! Aku tidak ingat. Yang kuingat adalah aku mencintaimu dan aku ingin kau kembali padaku. Melihatmu bersamanya membuat hatiku sakit, kau tahu?”, ujarnya egois.

“Oh ya ? Apa kau pikir hanya hatimu yang sakit ? Bagaimana dengan hatiku ? Setelah kau campakkan aku dengan kejam, sekarang kau ingin aku kembali dengan begitu mudahnya ? Kau pikir aku apa ? Wanita murahan ? Aku juga punya hati dan perasaan, bisa kau bayangkan betapa sedihnya aku saat kau menghilang di Shanghai ? Bisa kau bayangkan betapa senangnya hatiku saat kau kembali muncul dihadapanku tapi sesaat kemudian kau hancurkan lagi karena kau tidak ingat padaku ? Sebentar kau bilang lupa lalu sebentar kau bilang ingat, kau pikir aku boneka ?”, teriakku kesal sambil menangis.

“Maafkan aku, Yoo Jin. Beri aku satu kesempatan”, pintanya memohon. 
“Kurasa sebaiknya aku pergi saja”, ujar Ji Hoo padaku. Tapi aku menahan tangannya. 
“Tidak !! Bukan kau yang harus pergi tapi dia !!”, ujarku tegas seraya melihat Jae Joong.
”Yoo Jin-ah, aku hanya lupa tapi sekarang aku sudah ingat semuanya. Aku ingat aku mencintaimu dan aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku tahu kau juga mencintaiku kan ?”, pintanya memohon.

“Kau hanya lupa ? Begitu mudahnya kau bilang lupa ? Lalu bagaimana dengan perasaan kakakku ? Setelah kau katakan padanya kau mencintainya, sekarang kau ingin campakkan dia begitu saja ? Kau ingin mencampakkan dia seperti kau mencampakkan aku dulu ? Aku tahu bagaimana sakitnya dicampakkan, jadi tolong jangan lakukan ini padanya. Kakakku gadis yang baik dan dia sedang sakit, tolong jangan sakiti dia seperti kau menyakitiku”, ujarku sedih.

“Jangan jadikan kakakmu sebagai alasan. Aku tahu pasti ada alasan lain benarkan ? Aku tahu aku bersalah karena sudah menyakitimu, tapi itu kecelakaan dan semua itu diluar kendaliku. Tapi setidaknya tolong beri aku satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku. Soal kakakmu, aku yakin Lee An pasti mengerti karena dia gadis yang baik”, jawabnya tidak mau menyerah.

“Pergilah !!! Sudah tidak ada apapun diantara kita. Semua yang terjadi diantara kita sudah menghilang. Jika kau memang mencintaiku, menikahlah dengan kakakku. Jangan sakiti dia seperti kau menyakitiku !!! Aku mohon padamu”, pintaku lirih, walau suaraku terdengar tidak yakin.

“Benarkah ?? Benarkah itu yang kau inginkan ? Kau ingin aku menikahi Lee An ?”, tanyanya tidak percaya. 
Aku palingkan wajahku dan mengangguk pelan “Kakakku lebih membutuhkanmu”, jawabku lirih dengan setetes air jatuh dipipiku.

“Baik. Jika itu yang kau inginkan. Asal itu membuatmu bahagia, akan kulakukan. Kurasa memang tidak ada kesempatan lagi untukku kan ?”, tanyanya pahit dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi setidaknya, ijinkan aku memelukmu untuk yang terakhir kali”, pintanya lembut. Aku mengangguk pelan lalu perlahan dia mendekatiku dan memelukku dengan lembut.

“Aku berharap aku bisa memelukmu seperti ini selamanya. Jika waktu bisa terulang, aku pasti memilih tidak akan pernah membawamu ke Shanghai sehingga kecelakaan itu tidak perlu terjadi dan aku tidak perlu kehilanganmu seperti ini. Saranghaeyo, Kim Yoo Jin !!!”, ujarnya tulus dan aku merasakan setetes air jatuh dipundakku saat dia memelukku. Kim Jae Joong menangis.

“Selamat Tinggal, Jae Joong Oppa !! Semoga kau bahagia bersama Kakak”, ujarku tulus, sambil menyeka airmataku.

"Aku akan selamanya ingat bahwa ada seorang gadis bernama Kim Yoo Jin yang sangat special dihatiku, seorang gadis yang pernah kusakiti tanpa aku menyadarinya. Sekali lagi, Maafkan aku Yoo Jin-ah !!!”, ujarnya tulus lalu berjalan pergi. Dalam hati aku menangis pelan, melepaskan Jae Joong mungkin adalah keputusan yang akan kusesali saat ini.

Setelah Jae Joong pergi, Ji Hoo menepuk pundakku perlahan “Apa kau ingin menangis ? Apa kau menyesal telah melepaskannya pergi ? Jika kau memang menyesal, kejarlah dia !! Kurasa ini belum terlambat”, ujarnya menghiburku.

“Untuk saat ini, aku mungkin akan menyesali ini tapi kurasa ini yang terbaik untuk kita semua. Jangan khawatir, aku baik-baik saja !! Terima kasih telah memberiku malam yang indah”, jawabku sambil berusaha tersenyum pasrah.
“Panggil aku jika kau perlu sesuatu”, ujarnya lembut lalu beranjak pergi.      

The Next Morning, Seoul National University, Kim Yoo Jin POV : 
Sehari ini aku tidak bisa berpikir jernih, entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dihatiku. Bahkan pelajaran yang paling ku sukai sekalipun rasanya tidak menarik lagi. Bahkan sahabatku, Yeon Hee pun melihat keganjilanku. Dan saat kami berjalan pulang, diapun mulai bertanya padaku.

“Kau kenapa ?”, tanya sahabatku, Yeon Hee saat melihatku tidak bersemangat.
”Aku melepaskannya”,jawabku ringan. 
“Nuguseyo?”,tanyanya tidak mengerti.
 
“Melepaskan orang yang kita cintai untuk menikah dengan orang lain, apakah menurutmu adalah keputusan yang tepat ?”, tanyaku lirih. 
”Itu adalah keputusan terbodoh yang pernah dibuat. Bukankah cinta harus diperjuangkan ?”, jawabnya penuh semangat. 
“Bagaimana jika seandainya kau harus memilih antara kekasih dan saudara ? Mana yang akan kau pilih ?”, tanyaku lagi.
“Bagiku keluarga adalah harta yang paling berharga. Di dunia ini ada yang namanya mantan kekasih, tapi tidak ada yang namanya mantan saudara. Benarkan ? Bukankah pepatah mengatakan jika darah lebih kental daripada air ?”, jawabnya lagi.

“Kurasa aku sudah tahu apa yang kau bicarakan. Ini pasti soal Jae Joong kan ? Kudengar dari Ji Hoo Sunbae kalau ingatannya sudah kembali”, ujarnya lagi, mencoba menebak. Aku mengangguk pelan.

“Kakakku memiliki gumpalan darah di otaknya. Gumpalan darah yang muncul saat dia mengalami kecelakaan saat dia masih kecil dulu. Tapi Insiden beberapa minggu yang lalu telah membuat gumpalan darah di otaknya mulai pecah. Gumpalan darah yang pecah itu jika tidak segera ditangani bisa menekan saraf mata dan menyebabkan kebutaan bahkan kematian. Dia kakakku satu-satunya. Demi dia aku rela melakukan apa saja”, ujarku dengan setitik air jatuh dipipi.

“Kau gadis yang baik, Yoo Jin-ah..walau kakakmu selalu  merebut semua milikmu sejak kalian masih kecil tapi kau tetap menyayanginya. Lee An Unnie harusnya bangga punya adik sepertimu”, hibur Yeon Hee.

“Hanya ini yang bisa kulakukan untuk kebahagiaannya, kebahagiaan kakakku satu-satunya”, jawabku lagi dengan pandangan mata menerawang. 
“Apa kau menyesal telah melepaskan Jae Joong untuknya ?”, tanyanya lagi. Aku menggeleng pelan.  
”Aku tidak tahu lagi apa yang kurasakan. Aku bingung dengan apa yang kurasakan sekarang”, jawabku jujur.

“Beberapa bulan ini, Ji Hoo Sunbae telah mengisi kekosongan yang dia tinggalkan. Aku nyaman bersamanya. Dia bisa menghibur hatiku yang gelisah. Tapi aku tetap tidak mengerti apa yang kurasakan”, ujarku, menceritakan isi hatiku.

“Kau tahu, Yoo Jin-ah..Andai kau mau menoleh sedikit saja,kebahagiaan yang sebenarnya sudah ada disampingmu sejak lama dan melepaskan Jae Joong adalah keputusan yang tepat. Semangatlah, kawan !! Pangeran Berkuda Putihmu sebenarnya sudah ada didepan mata”, ujarnya lagi, membuatku semakin bingung.

“Kau ini bicara apa ? Aku tidak mengerti”, jawabku bingung. Tapi dia hanya tersenyum dan berkata. ”Sudah sampai, pulanglah !!”, ujarnya saat kami sudah sampai di gerbang kampus. 
”Gomawo Yeon Hee, kau sahabat yang baik”, ujarku berterima kasih. 
“Itulah gunanya teman. Tetap semangat ya”, jawabnya sambil memelukku sayang.

Dalam perjalanan pulang aku terus berpikir apakah keputusanku ini benar atau salah. Disatu sisi aku merasa sedih telah melepaskannya, tapi disisi lain aku merasa ini adalah yang terbaik bagi kami semua. Aku bingung. Aku benar-benar bingung. Aku terlalu sibuk berpikir hingga aku tidak sadar bus yang ku naik telah tiba di depan pintu masuk kawasan perumahan elite ini.

 Dengan langkah pelan aku berjalan menuju rumah kakak, rumah aku tinggal untuk sementara ini. Saat aku tiba di pintu gerbang, satpam di rumah itu langsung membukakan pintu dan membungkuk hormat. Tapi begitu terkejutnya aku saat melihat ada sebuah mobil mewah disana, entah milik siapa, tapi melihat mobil itu, aku merasakan sesuatu yang aneh dalam hatiku.

Dengan rasa penasaran aku berjalan memasuki rumah itu dan benar saja, disana aku melihat Jae Joong dan orang tuanya sedang berada diruang tamu bersama Ibu, kakak dan Tuan Kim. Well, entah kenapa sejak malam itu, aku enggan memanggilnya “Ayah”. Aku berniat berjalan mengendap-endap dan langsung masuk ke kamar tanpa sepengetahuan mereka, tapi tidak kusangka kakak melihatku.
“Yoo Jin-ah, kau sudah pulang?”, sapanya ceria. Spontan semua mata menatapku.

Dengan canggung aku tersenyum tipis mengucapkan salam “Annyeonghaseyo”, ujarku sambil membungkuk hormat.
“Yoo Jin-ah, kenapa pulang larut sekali ? Kami sudah makan malam lebih dulu. Kau mau makan sayang ? Biar Ibu hangatkan untukmu”, ujar Ibuku seraya berjalan menghampiriku.

“Tidak perlu, Eomma !! Aku tidak lapar”, jawabku, menolak dengan sopan. 
“Kurasa Jae Joong dan Lee An memang berjodoh kan ? Dulu Jae Joong adalah kekasih Yoo Jin dan Yoo Jin adalah adik Lee An, dan sekarang justru Lee An-lah yang akan menikah dengan Jae Joongie kami”, ujar Bibi Kim yang sejak awal memang tidak menyukaiku karena aku adalah gadis miskin.

“Yoo Jin-ah, ucapkan selamat pada kakakmu. Tidak lama lagi dia akan menikah. Orang tua Jae Joong datang kemari untuk melamarnya. Bukankah ini berita bahagia ?”, ujar tuan Kim berpura-pura manis.

Aku mengangguk dengan enggan seraya berjalan kearah kakak yang duduk di sofa   kemudian duduk di sampingnya dan memeluknya sayang “Chukkae Unnie, semoga bahagia”, ujarku tulus dengan mata berkaca-kaca.

“Mianhe Yoo Jin-ah”, bisiknya ditelingaku.  
”Jangan pikirkan aku !! Kau harus bahagia”, jawabku tulus. Setelah beberapa saat, aku melepaskan pelukanku dan berjalan kearah Jae Joong, menyalaminya. 

“Selamat Sunbae. Jaga kakakku baik-baik. Semoga kalian bahagia”, jawabku lirih sambil menjabat tangannya. Dia menatapku dengan pandangan tidak rela seraya menggenggam tanganku erat. Kami saling berpandangan beberapa saat hingga tiba-tiba Ayah berdehem keras dan membuat kami spontan melepaskan genggaman tangan kami masing-masing. Lalu aku mengalihkan pandanganku kearah orang tuanya.

“Annyeonghaseyo Nyonya Kim, Tuan Kim..Selamat atas pernikahan putra kalian.Semoga bahagia”, ujarku memberi selamat, walau sebenarnya hatiku masih terasa berat.

“Terima kasih. Kuharap kau juga segera menyusul Lee An. Atau mungkin aku perlu membantumu ?”, jawab Bibi Kim dengan manis, terlalu manis, tidak seperti biasanya. Entah kenapa, rasanya terdengar seperti sindiran.

“Tidak perlu. Terima kasih. Eomma,Unnie, Tuan Kim, jika tidak ada urusan lagi denganku, aku ingin naik ke atas”, pintaku memohon diri dengan sopan.
“Apa kau tidak ingin makan, sayang ?”, tanya Ibu lagi dan aku hanya menggeleng pelan. 
“Aku ingin istirahat, Ibu !! Selamat malam”, jawabku sopan lalu beranjak naik.

Sesampainya di kamar, aku langsung menghempaskan diri diatas ranjang dan menangis.
“Kenapa rasanya sakit sekali ? Bukankah yang ku inginkan hanyalah melihat kakak bahagia? Yoo Jin-ah, ini yang terbaik bagi semua orang. Jangan menangis !! Jae Joong bukan untukmu, Jae Joong bukan milikmu lagi. Lepaskan dia dan mulailah hidup baru dengan bahagia”, ujarku dalam hati seraya menghapus airmata dipipiku. Aku terus terduduk dengan sedih diatas tempat tidurku seraya menatap foto kami berdua. Foto terakhir kami di Shanghai. Mungkin ini adalah foto terakhir kami bersama, karena setelah itu takdir seolah ingin kami berpisah.

“Katakan padaku kata-kata yang tidak pernah ku ucapkan tapi dia mengucapkannya. Tunjukkan padaku airmata yang tidak pernah kau tunjukkan padaku tapi kau tunjukkan padanya. Berikan aku pelukan yang dulu pernah kau janjikan hanya akan menjadi milikku. Ataukah semua itu sudah berakhir sejak lama ?”, bisikku dalam hati seraya kupandang foto itu sambil meneteskan airmata.

“Mulai sekarang aku akan membiarkanmu pergi, aku akan membiarkanmu terbang. Oppa, semoga kau bahagia”, bisikku tulus pada foto itu, tepat pada saat aku mendengar suara deru mobil yang berjalan menjauh. Menjauh dari hidupku selamanya. Aku mengintip dari balik jendela kamarku dan melihat mobilnya perlahan mulai menghilang.

Beberapa menit kemudian terdengar suara langkah kaki mendekati pintu dan aku tahu bahwa ada seseorang berjalan mendekati kamarku dan berhenti didepan pintu. 
“Yoo Jin-ah, apa kau sudah tidur ?”, tanya kakak, suaranya terdengar sedih. Aku ingin menjawab tapi mendadak ku urungkan niatku.

”Mianhe Yoo Jin-ah. Jeongmal Mianhe..Aku tahu aku salah. Aku tahu aku sangat serakah, Aku tahu aku kakak yang jahat. Sejak kecil aku selalu merebut semua yang kau punya. Bahkan hingga detik ini aku merebut orang yang paling kau cintai. Kau pasti marah padaku kan ? Kau pasti benci padaku. Makilah aku. Pukullah aku karena aku memang pantas menerimanya, asal jangan diam-diam menangis karenaku. Aku memang bersalah”, ujar kakak lirih, suaranya gemetar. Aku bisa mendengar jelas dia berusaha menahan airmatanya. 

“Maafkan aku karena sudah mencintainya. Aku mencintainya Yoo Jin.. Iya, aku mencintainya. Aku sangat jahat kan ? Aku sudah berjanji akan mengembalikan dia padamu, tapi aku tak mampu menolak saat dia mengatakan bahwa dia mencintaiku dan ingin menikahiku. Maafkan aku !! Aku tahu tentang gumpalan darah itu, aku tahu hidupku takkan lama. Itu sebabnya aku menerima lamarannya. Bisakah kau pinjamkan Jae Joong sebentar untukku ? Jika aku meninggal nanti, kau boleh mengambilnya lagi. Aku memang memiliki segalanya, tapi ada satu hal yang tidak aku punya, yaitu WAKTU !!! Tapi tidak denganmu, kau punya banyak waktu, Yoo Jin. Kau punya banyak waktu untuk mengejar kembali kebahagiaanmu, tapi aku tidak. Maafkan sikapku yang egois, tapi aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa Jae Joong. Maafkan aku !!”, lanjutnya lagi. Mendengarnya menangis sedih, perlahan aku juga meneteskan airmataku.

“Lee An, apa yang kau lakukan disini ?”, tanya Tuan Kim, yang sepertinya tidak sengaja lewat. 
“Ayah, aku bersalah pada Yoo Jin. Aku harus meminta maaf padanya”, jawab kakak dengan gemetar. 
“Kau tidak bersalah apapun. Jangan berlutut lagi disini !! Kembalilah ke kamar !!”, ujar Tuan Kim dengan sayang.
“Tidak !! Aku telah merebut satu-satunya kebahagiaan Yoo Jin. Aku kakak yang jahat”, jawabnya lagi. 
“Kau tidak merebut apapun Lee An !!! Jae Joong lah yang ingin menikah denganmu bukan kau”, jawab Tuan Kim menghibur anaknya.

“Aku mendengarnya. Aku mendengar mereka bicara semalam. Jae Joong ingin kembali tapi Yoo Jin menolaknya. Yoo Jin memintanya menikahiku. Itu karena Yoo Jin mengalah padaku. Jika Yoo Jin mau, dengan satu kata saja dia bisa merebut Jae Joong dariku, tapi dia tidak melakukannya. Itu karena dia anak yang baik, Ayah. Dia sayang padaku. Tolong bersikaplah lebih baik padanya !!”, jawab kakak, membelaku didepan Ayahnya.

“Yoo Jin-ah, aku benar-benar berharap dikehidupan berikutnya, bila ada, aku bisa kembali menjadi kakakmu. Dan kelak bila saat itu tiba, aku ingin menebus semua kesalahanku dan menjadi kakak yang baik untukmu”, ujar kakak memohon.

“Lee An, sudahlah !! Mungkin Yoo Jin  sudah tidur”, ujar Tuan Kim. Lalu perlahan aku mendengar suara kaki mereka berjalan meninggalkan pintu kamarku.
“Mianhe Unnie..Aku sedang tidak ingin bicara dengan siapapun sekarang”, batinku saat tahu mereka telah pergi, kembali ke kamar masing-masing.

*********************************

Seoul National University… 
“Wow..mobil baru ? Sejak kapan kau diijinkan membawa mobil ?”, tanya Yeon Hee padaku saat melihat aku datang membawa mobil baru. Aku hanya tersenyum tipis mendengar gurauannya. 
“Ini mobil kakak. Nanti siang aku akan menemani kakak mencoba Gaun Pengantin. Itu sebabnya kakak menyuruhku memakai mobilnya”, jawabku singkat. 
“Oh..Jadi begitu”, jawab Yeon Hee.  
”Apa kau tidak apa-apa, Yoo Jin ?”, lanjutnya dengan ekspresi prihatin. Aku tahu apa maksudnya, itu sebabnya aku menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. 
“Na kwenchanayo.. Geokjongmarseoyo”, ujarku lirih seraya menggandeng tangannya pergi.
 
Tapi saat kami melangkah masuk ke dalam kampus, semua mata tiba-tiba memandangku dengan aneh dan mereka mulai berbisik-bisik.
“Sudah ku duga suatu hari nanti ini akan terjadi. Suatu hari nanti Jae Joong pasti akan mencampakkan Yoo Jin”, seru seorang gadis, bicara dibelakangku.  
”Kudengar Jae Joong akan menikahi kakaknya. Pasti sangat menyakitkan”, ujar temannya. Sepertinya mereka senang melihat keadaanku.
“Hei, apa kalian tidak ada kerjaan lain selain menggosip ?”, sentak Yeon Hee pada mereka. 
“Sudahlah, Yeon Hee !!”, ujarku padanya seraya kuseret dia meninggalkan tempat itu.

“Mereka menghinamu, Yoo Jin. Kenapa malah menyeretku pergi ? Aku baru saja ingin menghajar mereka”, protesnya kesal.
”Aku tahu. Aku sudah mendengarnya. Biarkan saja. Toh kenyataannya semua itu memang benar kan ? Jae Joong meninggalkan aku dan akan menikahi kakak”, jawabku sedih. Suasana hatiku sedang tidak baik, aku tidak ingin berdebat dengan siapapun saat ini.

“Kenapa kau begitu baik ? Kalau kau mau, kau bisa merebut Jae Joong kembali kan ? Kenapa malah mendorongnya pergi ?”, tanya Yoo Jin padaku, dia terlihat masih kesal karena omongan para gadis itu.

Aku hanya tersenyum simpul dan menjawab “Bukankah waktu itu kau sendiri yang bilang, melepaskan Jae Joong adalah keputusan yang tepat ?”, ujarku sambil mencoba tabah.
“Lagipula semuanya sudah berakhir untukku. Dan aku juga punya alasan sendiri”, lanjutku lagi. 
“Baiklah. Aku ingin kau tahu, apapun yang terjadi aku akan selalu disampingmu”, jawabnya menghiburku. 

”Gomawo Yeon Hee”, ujarku tulus sambil tersenyum. Kami sedang asyik mengobrol berdua, saat kulihat mereka berdua diujung koridor ini, membuat langkahku terhenti dan tidak punya kekuatan untuk melangkah lagi.

Aku merasakan hatiku sakit saat melihat mereka disana, berpelukan mesra. Tiba-tiba aku merasa sekujur tubuhku terbakar. Aku merasakan sesuatu telah hilang dari diriku, tapi aku tidak tahu apa itu. Aku merasakan itu, sesuatu yang kurasakan saat aku melihat Kakak dan Jae Joong berpelukan diatas panggung. Aku merasa sebuah panah tertancap dijantungku, membuatku tidak bisa bernapas. Semuanya begitu menyakitkan. Tapi dengan cepat aku tersadar.

“Ada apa denganku ? Kenapa aku harus merasa sakit ? Ji Hoo bukan siapa-siapa bagiku. Kami hanya teman baik. Seharusnya aku tidak perlu merasa sesakit ini”, batinku, berperang dengan hatiku sendiri.

“Ternyata benar. Banyak orang bilang, Hong Mo Nae berusaha keras mendekati Ji Hoo Sunbae. Separuh kampus bertaruh dia tidak akan berhasil. Ji Hoo Sunbae pria yang pendiam dan tertutup. Dia tidak pernah dekat dengan siapapun. Satu-satunya gadis yang dekat dengannya hanya kau. Tapi kurasa mereka akan kalah bertaruh. Lihat saja !! Bila tidak, kenapa Ji Hoo Sunbae diam saja dipeluk seperti itu ?”, ucapan Yeon Hee spontan membuyarkan lamunanku.

Tidak nyaman dengan pemandangan itu, segera kutarik Yeon Hee meninggalkan koridor itu. Aku tidak ingin terluka lebih dalam, mungkin lebih baik jika aku tidak tahu apa-apa. Didalam mobil, Yeon Hee banyak bicara, tapi sebaliknya aku tidak mengatakan apapun padanya. Setelah kuantar dia pulang, aku langsung menemui kakak dibutik pakaian.

Purple Rose Bar.. 
“Kenapa kau terlambat ?? Mana Yoo Jin ??”, tanya Kyu Jong pada Yeon Hee saat gadis itu melangkah masuk ke tempat mereka biasa berkumpul. 
“Yoo Jin menemani kakaknya mencoba Gaun Pengantin”, jawab Yeon Hee lirih sambil duduk disamping Shi Lang.

"Yoo Jin pasti tersiksa..Aku kasihan padanya. Apa Jae Joong Hyung sungguh-sungguh ingin menikah dengan gadis yang bernama Lee An itu ?? Ini sungguh gila !!”, protes Shi Lang.
“Apa boleh buat ?? Mereka sudah bertunangan”, ujar Hyung Jun dengan wajah prihatin. 
“YAAAA !!! APa yang bernama Lee An itu cantik ?? Aku penasaran, apa hebatnya dia hingga Jae Joong Hyung lebih memilih dia daripada Yoo Jin ??”, Tanya Shi Lang lagi pada Hyung Jun.

“Benar. Kau diundang ke Pesta Pertunangan mereka kan Junnie ?? Seperti apa Lee An itu ??”, Kyu Jong ikut penasaran.

“Karena dia kakak Yoo Jin, tentu saja dia mirip dengannya. Cantik iya, putih iya, berpendidikan dan juga kaya. Harus bagaimana lagi kalau dia memang sempurna. Tapi bukankah ingatan Jae Joong Hyung sudah kembali ?? Ji Hoo Hyung, kau bilang ingatannya sudah kembali kan ?? Walau ingatannya sudah kembali, kenapa dia tetap memilih gadis itu ??”, Hyung Jun bertanya dengan nada tak percaya seraya menoleh pada Ji Hoo.

“Kurasa aku bukan orang yang tepat untuk memberitahukan semua itu”, jawab Ji Hoo bijaksana. 
“Hei, lihatlah ini dari sisi lain kawan.. Kurasa pernikahan Jae Joong Hyung dan Lee An bukanlah hal yang buruk kan ??”, ujar Kyu Jong penuh makna seraya melirik Ji Hoo.

“Apa maksudmu Sunbae ?? Kau ingin tertawa diatas penderitaan Yoo Jin begitu ??”, Tanya Yeon Hee sinis pada Kyu Jong. 
Kyu Jong menggeleng cepat. “Bukan begitu. Maksudku adalah bukankah ada orang lain yang juga menyukai Yoo Jin sejak dulu ?? Kurasa ini adalah kesempatan yang baik untuk merebut hati Yoo Jin, benarkan ??”, jawab Kyu Jong sambil tersenyum penuh arti.

“Hei, kau pintar Kyu.. Ji Hoo Hyung, bukankah dari dulu kau menyukai Yoo Jin ?? Ini kesempatanmu kawan. Rebut hatinya disaat dia butuh sandaran.. Siapa tau kalau kau bisa menjadi pengganti Jae Joong Hyung”, ujar Shi Lang tanpa sadar kalau kalimatnya justru menyakiti Ji Hoo.

“PENGGANTI ?? HANYA PENGGANTI JAE JOONG ??”, Tanya Ji Hoo sinis. 
“Benar.. Bukankah itu bagus ??”, jawab Shi Lang dengan polosnya, tetap tak sadar bahwa kalimatnya telah melukai Ji Hoo.

“Benarkah begitu menurutmu ?? Tapi sayangnya aku tidak mau menjadi pengganti siapapun. AKU ADALAH AKU !! AKU BUKAN JAE JOONG !! KAMI ADALAH 2 ORANG YANG BERBEDA !! Kalaupun aku mencintai Yoo Jin, tapi aku tidak ingin menjadi pengganti Jae Joong atau siapapun”, jawab Ji Hoo getir. Lalu segera berdiri dan pergi dari sana.

Shi lang hanya menatapnya pergi dengan bingung. “Apa aku salah bicara ??”,tanyanya polos. 
“Kau ini memang bodoh dan menyebalkan “, omel Yeon Hee seraya melemparkan bantal di sofa padanya. 
“Hei, aku salah dimananya ??”, Shi Lang tetap tidak mengerti. 
“Siapa yang mau hanya di jadikan pengganti ?? DASAR TOLOL !! Kata-katamu melukai Ji Hoo Sunbae.. Aiiishh Jinja..”, jawab Yeon Hee kesal.

“Kau ini justru memperkeruh suasana”, lanjut Hyung Jun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. 
“Kau memang tidak berguna. Lain kali berpikirlah dulu sebelum bicara”, tambah Kyu Jong sambil ikut geleng-geleng kepala.

At Butik Pengantin, Kim Yoo Jin POV : 
Kakak meminta pendapatku tentang gaun pengantin, tapi aku tidak bisa memberikan pendapat apapun. Pikiranku tidak disini. Aku terus memikirkan mereka berdua, Ji Hoo dan Mo Nae. Memikirkan mereka berpelukan. Memikirkan seberapa dekat hubungan mereka. Ji Hoo tidak pernah membicarakan Mo Nae didepanku. Saat kami bersama, yang dia lakukan hanya menghiburku.

“Menghiburku..Benar. Mana mungkin aku tahu perasaannya bila selama ini aku tidak pernah memberinya kesempatan untuk membicarakan perasaannya. Aku benar-benar bodoh. Seharusnya kau bisa memanfaatkan kedekatan kami untuk lebih memahami Ji Hoo. Tapi aku benar-benar egois. Aku hanya mementingkan diriku sendiri”, kataku dalam hati, menyesali kebodohanku.

“Ayo kita pulang”, suara kakak mendadak membuyarkan semua lamunanku. 
“Rupanya memintamu kesini bukan pilihan yang tepat”, lanjutnya lagi. Kulihat dari ekspresi dan nada suaranya dia terlihat kecewa.  
Unnie, Mianhe..Aku tadi hanya…”, ujarku mencoba menjelaskan, aku menyesal telah membuatnya kecewa. 

Tapi belum selesai bicara, dia lebih dulu memotongnya “Sudahlah !! Tidak apa-apa !! Kupilih ini saja. Baguskan?”, ujarnya menghiburku seraya menunjukkan sebuah Gaun Pengantin Putih yang indah. Aku mengangguk pelan. Dan dalam perjalanan pulang, kami berdua membisu.

Aku benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan Ji Hoo dan gadis itu. Aku terus saja memikirkan betapa egoisnya aku dan betapa tersiksanya Ji Hoo saat dia disisiku. Aku tidak tahu aku harus bagaimana. Aku berencana ingin pulang dan tidur, tapi yang terjadi benar-benar diluar dugaan. Saat kami pulang, Jae Joong dan orang tuanya sudah menunggu kami dimeja makan.

“Bagus sekali kalian berdua sudah pulang. Mari kita makan bersama”, ujar Tuan Kim sambil menghampiri Putri kesayangannya dan menggandeng tangannya dengan lembut ke meja makan tanpa sekalipun melihatku. Sesaat kemudian, Ibuku menghampiriku dan membelai rambutku lembut.

“Yoo Jin sayang, kau belum makan kan ? Ayo kita makan”, ajaknya sayang, membuatku tidak tega menolak ajakannya. Dan akhirnya aku benar-benar terjebak ditengah makan malam yang membosankan. Aku hanya bisa makan tanpa mengatakan apa-apa disaat semua orang sibuk bicara soal pesta pernikahan dan tetek bengeknya. 

Aku terus saja menundukkan kepala dan tidak ingin memandang wajah mereka semua. Tapi untunglah telepon darinya akhirnya menyelamatkan aku dari makan malam yang membosankan ini.

“Nona Yoo Jin, Tuan Muda Yoon Ji Hoo menelepon Anda”, ujar salah seorang pelayan dengan sopan seraya menyodorkan telepon itu padaku. Kuambil telepon itu dan ku ucapkan terima kasih. Aku berdiri dan mengucapkan permisi sebelum aku meninggalkan meja makan itu.

“Hai..Ponselmu tidak diangkat jadi aku menelepon rumahmu. Tidak masalah kan ?”, ujarnya ditelepon.  
”Ji Hoo Sunbae, terima kasih telah menyelamatkan aku sekali lagi. Aku bisa mati karena bosan bila aku terus berada ditempat itu”, ujarku penuh syukur.
“Apa maksudmu ?”, tanyanya bingung. ”Aku sedang terjebak ditengah makan malam yang membosankan”, jawabku sambil cemberut dan kudengar tawa ringan diseberang sana.

“Kau terlalu berlebihan, Yoo Jin-ah”, ujarnya sambil terkekeh. 
“Tapi itu kenyataannya”, protesku dan kudengar dia tertawa lagi. 
“Baiklah, aku percaya. Apa kau ingin aku menyelamatkanmu lagi ?”, tanyanya dengan nada bercanda.

“Sepertinya aku memang butuh pertolongan dari Pangeran Berkuda Putih”, jawabku sambil tertawa manis dan dia terdiam sesaat.  
”Baiklah !! Bersiaplah !! Akan kujemput 5 menit lagi”, ujarnya padaku.
“5 Menit ? Secepat itu ? Baiklah..Gomawo Ji Hoo Sunbae”, jawabku riang. 
“Sebenarnya aku memang sedang dalam perjalanan kerumahmu hehehe..”, ujarnya sambil tertawa singkat. Segera setelah telponnya kututup, aku langsung berpamitan pada mereka.

“Maaf, aku harus pergi. Ji Hoo Sunbae bilang ada sesuatu yang penting”, ujarku berpamitan. 
“Apa Ji Hoo lebih penting dari kakakmu ?”, Tanya Tuan Kim sinis. 
“Ini tentang kuliahku. Masa Depanku. Jadi ya, ini lebih penting dari apapun”, jawabku tegas lalu membungkuk hormat dan segera pergi dari sana.

Aku berdiri menunggu Ji Hoo dipintu gerbang, tidak berapa lama kemudian dia datang dengan mobil Porche putihnya.

“Terima kasih telah menyelamatkan aku”, ujarku ceria saat sudah berada didalam mobilnya. 
“Bukankah itu tugas Malaikat Pelindung ?”, jawabnya bercanda. 
”Aku tahu kau tertekan disana. Aku tahu ini hari yang berat, itu sebabnya aku ingin mengajakmu keluar”, lanjutnya lagi.

“Darimana kau tahu ?”, tanyaku penasaran.  
”Yeon Hee bilang hari ini kau menemani kakakmu membeli Gaun Pengantin kan ? Gadis mana yang tidak akan sedih melihat mantan kekasihnya menikah dengan orang lain dan yang lebih parah lagi dia yang membantu memilihkan Gaun Pengantin Sang mempelai wanita ?”, jawabnya pengertian. 

Aku terdiam sesaat. “Sebenarnya ada hal yang lain lagi”, gumamku pelan, berharap dia tidak mendengarnya. 
“Sudah sampai”, ujarnya ketika kami tiba disebuah pantai. 
Kwang Ganli beach ?”, tanyaku bingung. Dia mengangguk perlahan lalu berjalan keluar dari mobil dan menuju ke pantai.

“Jadi kau jauh-jauh membawaku ke Busan hanya untuk ke pantai ini ?”, tanyaku lagi sambil berjalan mengikutinya.  
          ”Pemandangan malam dipantai ini sangatlah indah, benarkan ?”, jawabnya pelan seraya menatap kearah kelap-kelip lampu di jembatan Gwangan.

“3 hari lagi kakakku akan menikah”, bisikku lirih sambil menerawang.
        “Aku tahu. Itu sebabnya aku mengajakmu kemari. Kau perlu berteriak sekali lagi”, jawabnya lembut. 
             “Berteriaklah !! Teriakkan semua kekecewaan di hatimu”, lanjutnya seraya menatapku sendu.

“Aku tidak ingin berteriak. Aku hanya ingin bersamamu lebih lama. Aku hanya ingin lebih memahamimu lebih dari sebelumnya. Aku hanya ingin kau tidak meninggalkan aku dan bersamaku selamanya. Aku hanya ingin kau menepati janjimu padaku. Itu saja”, jawabku penuh harap. 
Dia menatapku dengan aneh seraya terdiam sesaat. Mendadak aku menjadi salah tingkah saat dia menatapku dalam. Aku merasa pipiku merona malu. Aku tidak tahu kenapa aku bicara seperti itu.

Mungkinkah sekarang aku menyukai Ji Hoo ? Mungkinkah aku tidak lagi mencintai Jae Joong ?  Atau aku lakukan ini karena aku merasa sendiri ? Atau mungkin karena aku melihatnya berpelukan dengan gadis lain, jadi aku merasa gadis itu akan merebutnya dariku ? Atau karena selama ini aku selalu kehilangan orang-orang yang kusayangi ? Aku tidak tahu .Aku benar-benar tidak tahu.

Ji Hoo perlahan mendekatiku, dia menarik tubuhku dan memelukku erat. Sedetik kemudian dia mengangkat wajahku dan mencium bibirku lembut. Saat dia menciumku, aku merasa semua masalahku hilang dalam sekejap. Setelah sekian detik kami berciuman, perlahan dia melepaskan ciumannya tapi tetap memelukku erat seraya berbisik pelan “Aku pasti akan disisimu. Itu janjiku dan aku pasti akan menepatinya”, bisiknya lembut sambil mendekapku erat dalam pelukannya. Jantungku berdebar kencang bagaikan seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta.

******************** 

Yoon Ji Hoo POV : 
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, aku merasa hati dan tubuhku bergerak berlawanan. Yoo Jin yang terlihat rapuh, membuatku tidak tahu lagi bagaimana menghiburnya. Tanpa sadar aku bergerak maju dan memeluknya, bukan hanya itu saja aku pun juga menciumnya. Yoo Jin, cinta pertamaku, seseorang yang sejak pertama kali bertemu dengannya sudah menawan hatiku. Tapi demi persahabatan aku memilih melepaskannya. Aku tahu Jae Joong yang lebih dulu mengenalnya, aku tahu Jae Joong yang lebih dulu menyatakan cinta padanya dan aku tahu Yoo Jin juga merasakan hal yang sama. Jae Joong sahabatku, aku tidak ingin kalau hanya karena seorang wanita persahabatan kami harus  putus begitu saja. Tapi saat Jae Joong menghilang, saat Yoo Jin mengetahui bahwa Jae Joong kehilangan ingatan dan jatuh cinta pada wanita lain yang merupakan kakaknya sendiri, secara naluri aku ingin terus berada disisinya dan bahkan aku pernah berpikir untuk merebut Yoo Jin dari tangan sahabatku sendiri. Tapi apakah aku bisa ? Bukankah hubungan mereka berdua telah berakhir ? Untuk waktu sesaat ini, aku membiarkan hatiku mengambil alih.  

“Maafkan aku, Yoo Jin !!! Aku tidak sanggup lagi menahan perasaanku. Untuk sedetik ini biarkan aku memilikimu, walau hanya sesaat. Sebelum Jae Joong kembali merampasmu lagi dariku”, ujarku dalam hati saat bibir kami bersentuhan. 
Aku bahkan tidak pernah menyangka jika Yoo Jin membalas ciuman itu. Begitu hangat, begitu memabukkan.

“Saranghae..”, hampir saja kalimat itu meluncur keluar dari bibirku. Tapi aku tidak sanggup mengatakannya, sebagai gantinya aku hanya mengatakan “Aku pasti akan disisimu. Itu janjiku dan aku pasti akan menepatinya”, bisikku ditelinganya, sesaat setelah kami selesai berciuman.

Setidaknya hingga Jae Joong kembali padamu, tambahku dalam hati. Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Andai saja waktu bisa berhenti berputar sebentar saja, aku pasti jadi orang yang paling bahagia didunia.

“Ji Hoo Sunbae..”, kudengar dia mulai berkata lirih. Ekspresi wajahnya tidak bisa ditebak, antara bingung dan ketakutan. Aku terdiam, menunggu kalimat berikutnya.
“I Think I Love You.. Aku tidak tahu kapan ini berawal, tapi sepertinya aku memiliki perasaan untukmu..Aku…”, belum sempat dia melanjutkan kalimatnya, aku sudah terlebih dahulu memotong kalimatnya.

“Terima kasih”, jawabku lirih dengan ekspresi bercanda. Walau hatiku sedikit terkejut dan ingin mempercayai semua kata-katanya, tapi hati kecilku berkata bahwa ini hanyalah pelarian.
“Haruskah aku mengatakan aku juga mencintaimu ?”, lanjutku sambil mengelus kepalanya lembut.

“Yoo Jin-ah, andai kau tahu betapa aku mengharapkan semua yang kau katakan adalah benar. Andai kau tahu bagaimana bahagianya hatiku jika seandainya semua itu benar. Tapi aku sangat takut, takut jika seandainya kau hanya menganggapku sebagai penggantinya dan kau tidak sungguh-sungguh mencintaiku”, batinku sedih.

“Sunbae, aku..”, sekali lagi dia mencoba bicara tapi aku kembali memotong kalimatnya.
“Lihat !! Polaris muncul”, seruku  mengalihkan pembicaraan seraya menuding kearah langit malam yang bertabur bintang. 
”7 rasi bintang biduk sudah menampakkan sinarnya. Bukankah malam ini terlihat sangat indah”, lanjutku berpura-pura ceria.

Dia ikut menatap ke langit yang ku tunjuk tanpa mengatakan apa-apa. Sejenak kami terdiam dan tiba-tiba kalimat Mo Nae terngiang ditelingaku “Aku yakin setelah ini Yoo Jin pasti mengatakan bahwa dia jatuh cinta padamu. Kau tahu kenapa ? Karena dia butuh pelarian. Dia butuh seseorang untuk menggantikan tempat Jae Joong dan kaulah orangnya. Jangan bodoh, Ji Hoo !! Dia hanya menjadikanmu alat, alat hingga Jae Joong kembali padanya. Dia tidak benar-benar mencintaimu seperti aku mencintaimu. Lihat saja !! Kau akan buktikan kata-kataku adalah benar”, Mo Nae seolah bisa meramalkan apa yang terjadi. Semua yang dia katakan beberapa hari yang lalu terbukti benar.

“I Think I Love You..”, kalimat yang diucapkan Yoo Jin terdengar begitu nyata, tapi aku tidak tahu apakah aku harus mempercayainya. Aku ingin mempercayainya tapi aku takut terluka sekali lagi. Hubungan mereka belum berakhir. Walau 3 hari lagi Jae Joong akan menikah, tapi entah kenapa aku tetap merasa hubungan mereka belum berakhir dan aku tidak sanggup merebut pacar teman sendiri.

“Yoo Jin, bagaimana caranya agar aku bisa percaya dengan apa yang baru saja kau katakan?”, batinku sambil menatapnya diam-diam. 
“Sunbae, kita cari kerang yuk”, ujarnya tiba-tiba sambil tersenyum lalu berlari kearah laut. 
”Ini sudah malam”, teriakku saat kulihat dia mulai berlari kearah laut dan aku pun mengejarnya.
 
***********************

Kim Yoo Jin POV : 
“I Think I Love You..Aku tidak tahu kapan ini berawal, tapi sepertinya aku memiliki perasaan untukmu..Aku…”, belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, dia terlebih dulu memotong kalimatku.
“Terima kasih. Haruskah aku mengatakan aku juga mencintaimu ?”, jawabnya sambil mengelus kepalaku lembut.

Untuk sesaat, aku merasa menjadi orang yang paling bodoh sedunia. Aku mencoba mengutarakan apa yang ada dihatiku tapi dia menganggapnya sebagai gurauan. Tidak, Aku tahu dia tidak percaya. Aku saja sendiri tidak tahu apa yang kukatakan dan kenapa aku bisa mengatakannya ? Getar yang ada dijiwa, apakah itu cinta ? Jika aku sendiri saja tidak yakin, bagaimana bisa aku minta orang lain untuk percaya.

”Yoo Jin, kau sungguh bodoh”, aku mengutuk kebodohanku sendiri. 
“Sunbae, aku..”, aku berusaha menjelaskan apa yang baru saja kukatakan, tapi sekali lagi dia memotongnya.

“Lihat !! Polaris muncul”, serunya mengalihkan pembicaraan. Akhirnya aku pasrah dan memutuskan untuk mencari waktu yang tepat hingga aku sepenuhnya mengerti apa yang kurasakan.
”7 rasi bintang biduk sudah menampakkan sinarnya. Bukankah malam ini terlihat sangat indah”, lanjutnya dengan senyum ceria seraya menunjuk ke langit malam.
“Sunbae, kita cari kerang yuk”, ujarku berpura-pura ceria untuk mencairkan ketegangan ini. Aku berlari kearah laut dan membiarkan air laut membasahi celana jeans biruku.

Dengan riang aku berteriak pada udara, “POLARIS, Akhirnya aku melihatmu !!”, teriakku seraya merasakan angin malam menerbangkan rambut panjangku yang hitam lurus. Aku merasakan kehadiran seseorang disampingku dan aku tahu Ji Hoo Sunbae sudah berdiri disampingku sekarang. Aku pun perlahan membungkuk dan mencelupkan tanganku kedalam air, lalu menoleh kearah Ji Hoo dan menyiraminya dengan air lalu berlari menjauh.

“YAAA !!”, kulihat Ji Hoo terkejut, dia berteriak marah lalu berlari mengejarku. Aku berlari menghindarinya sambil tertawa.  
”Jangan lari kau !!”, teriaknya sambil terus mengejarku. Aku tertawa terkekeh melihatnya berlari mengejarku dan membalas menyiramiku dengan air.

Kami saling menyiram air hingga tanpa kusadari dia sudah mendekat dan menangkap tanganku. Sewaktu dia memegang tanganku dan mencoba menarikku, tiba-tiba saja aku terjatuh, membuat Ji Hoo yang sedang memegang tanganku ikut terjatuh bersamaku. Dia jatuh diatas tubuhku, menindihku.

Kami saling berpandangan untuk sesaat tapi tiba-tiba dia menurunkan wajahnya, seolah ingin menciumku. Kupejamkan mataku, siap menerima ciumannya. Tapi tiba-tiba dia bangkit berdiri dan menarikku juga.

“Jangan bodoh !! Apa yang kau pikirkan ? Ayo pulang !!”, ujarnya sambil menjitak dahiku pelan.  
”Sunbae, aku..”, aku ingin bicara tapi seolah suaraku tersangkut ditenggorokan.

“Saranghae..”, teriakku padanya. Ini yang kedua kalinya dalam satu malam aku mengungkapkan perasaanku. Dia menghentikan langkahnya lalu menoleh kearahku sambil tersenyum manis dan berkata “Kurasa kau sedang bingung sekarang. Ayo pulang”, ujarnya seraya menarik tanganku dan membawaku kedalam mobil.

“Dia menolakku. Dia menolakku dengan halus. Sekarang, aku benar-benar sendiri”, batinku sedih. Rasanya aku ingin meneteskan airmata.

“Kita tidak bisa pulang dalam keadaan basah kuyup seperti ini. Kita mampir ke butik kakakku sebentar ya. Kita harus berganti baju”, ujarnya lembut dan aku hanya mengangguk pelan.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Native Ads