Author : Liana Wijaya aka Lee An TS501
Starring :
Kim Hyun Joong as Yoon Ji Hoo
Uee’s After School as Kim Yoo Jin
Kim Jae Joong as Himself (Yoo Jin Ex
Boyfriend)
Author as Kim Lee An (Yoo Jin’s Older
Sister)
Kim Hyun Joong as Kim Shi Lang (Ji Hoo
& Jae Joong’s friend)
Kim Kyu Jong as Himself (Ji Hoo &
Jae Joong’s friend)
Kim Hyung Jun as Himself (Ji Hoo &
Jae Joong’s friend)
Yeyen Norma Guphyta as Kim Yeon Hee
(Yoo Jin’s Best Friend)
“WISHING
STAR 5 – SS501 & Uee Fanfiction”
“CHAPTER 5 : SOMETHING
HAPPENED TO MY HEART”
Kim Mansion, Kim Yoo Jin POV :
“Yoo Jin-ah, akhirnya
kau pulang”, ujar
seorang
pria dibelakangku dengan nada suaranya yang penuh kerinduan. Aku
spontan menoleh kearah sumber suara dan kulihat Kim Jae Joong berdiri disana, beberapa
langkah dari tempat aku berdiri sekarang, Ji Hoo yang
berdiri disampingku juga terlihat bingung.
“Apa yang kau
lakukan malam-malam begini ? Kakak
pasti sudah tidur”, ujarku
kaget. Tapi
bukannya menjawab, dia
malah bergerak maju dan memelukku serta menciumku dengan penuh nafsu. Aku
yang kaget hanya terdiam pada awalnya, tapi kemudian
aku tersadar lalu mendorongnya dan menamparnya keras-keras.
“Apa yang kau
lakukan ? Beraninya
kau menciumku ?”, sentakku
marah.
“Yoo Jin-ah, I
Miss you so much”, serunya
seraya berusaha memelukku lagi. Tapi aku
mengelak dan berteriak marah.
“Lepaskan aku
Oppa !! Kau ini kenapa ? Bagaimana
kalau kakak melihatnya ? Pulanglah
!! Sekarang sudah malam”, ujarku
marah.
“Harusnya aku
yang tanya. Kau
ini kenapa, Yoo
Jin-ah ? Kau
ini kekasihku kan ? Dan
aku sangat merindukan kekasihku sendiri ?”, tanyanya
dengan ekspresi terluka.
“Kekasih kau
bilang ?”, ulangku
tak percaya.
”Kenapa kau
seperti ini ? Apa
karena disampingmu ada Ji Hoo ?”, tanyanya
sinis seraya menoleh pada Ji Hoo dan menatapnya dengan tajam.
“Ini tidak ada
hubungannya dengan Ji Hoo, tapi kau !!
Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kau mencintai kakakku ? Kau
sendiri yang bilang masa lalu tidak penting bagimu, kau
yang bilang kalau apapun yang terjadi kita tidak akan bisa seperti dulu lagi. Jangan
bilang kau sudah lupa semua itu”, ujarku tajam.
“Benar !! Aku
tidak ingat. Yang
kuingat adalah aku mencintaimu dan aku ingin kau kembali padaku. Melihatmu
bersamanya membuat hatiku sakit, kau tahu?”, ujarnya
egois.
“Oh ya ? Apa
kau pikir hanya hatimu yang sakit ? Bagaimana
dengan hatiku ? Setelah
kau campakkan aku dengan kejam, sekarang kau
ingin aku kembali dengan begitu mudahnya ? Kau
pikir aku apa ? Wanita
murahan ? Aku
juga punya hati dan perasaan, bisa kau
bayangkan betapa sedihnya aku saat kau menghilang di Shanghai ? Bisa
kau bayangkan betapa senangnya hatiku saat kau kembali muncul dihadapanku tapi
sesaat kemudian kau hancurkan lagi karena kau tidak ingat padaku ? Sebentar
kau bilang lupa lalu sebentar kau bilang ingat, kau pikir aku
boneka ?”, teriakku
kesal sambil menangis.
“Maafkan aku,
Yoo Jin. Beri
aku satu kesempatan”, pintanya
memohon.
“Kurasa
sebaiknya aku pergi saja”, ujar Ji Hoo
padaku. Tapi
aku menahan tangannya.
“Tidak !!
Bukan kau yang harus pergi tapi dia !!”, ujarku tegas
seraya melihat Jae Joong.
”Yoo Jin-ah, aku
hanya lupa tapi sekarang aku sudah ingat semuanya. Aku
ingat aku mencintaimu dan aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku
tahu kau juga mencintaiku kan ?”, pintanya
memohon.
“Kau hanya
lupa ? Begitu
mudahnya kau bilang lupa ? Lalu
bagaimana dengan perasaan kakakku ? Setelah
kau katakan padanya kau mencintainya, sekarang kau
ingin campakkan dia begitu saja ? Kau
ingin mencampakkan dia seperti kau mencampakkan aku dulu ? Aku
tahu bagaimana sakitnya dicampakkan, jadi tolong
jangan lakukan ini padanya. Kakakku gadis
yang baik dan dia sedang sakit, tolong jangan
sakiti dia seperti kau menyakitiku”, ujarku sedih.
“Jangan
jadikan kakakmu sebagai alasan. Aku tahu pasti
ada alasan lain benarkan ? Aku
tahu aku bersalah karena sudah menyakitimu, tapi itu
kecelakaan dan semua itu diluar kendaliku. Tapi
setidaknya tolong beri aku satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku. Soal
kakakmu, aku
yakin Lee An pasti mengerti karena dia gadis yang baik”, jawabnya
tidak mau menyerah.
“Pergilah !!!
Sudah tidak ada apapun diantara kita. Semua yang
terjadi diantara kita sudah menghilang. Jika kau
memang mencintaiku, menikahlah
dengan kakakku. Jangan
sakiti dia seperti kau menyakitiku !!! Aku mohon padamu”, pintaku
lirih, walau
suaraku terdengar tidak yakin.
“Benarkah ?? Benarkah
itu yang kau inginkan ? Kau
ingin aku menikahi Lee An ?”, tanyanya
tidak percaya.
Aku palingkan
wajahku dan mengangguk pelan “Kakakku lebih membutuhkanmu”, jawabku
lirih dengan setetes air jatuh dipipiku.
“Baik. Jika
itu yang kau inginkan. Asal
itu membuatmu bahagia, akan
kulakukan. Kurasa
memang tidak ada kesempatan lagi untukku kan ?”, tanyanya
pahit dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi
setidaknya, ijinkan
aku memelukmu untuk yang terakhir kali”, pintanya
lembut. Aku
mengangguk pelan lalu perlahan dia mendekatiku dan memelukku dengan lembut.
“Aku berharap
aku bisa memelukmu seperti ini selamanya. Jika waktu
bisa terulang, aku
pasti memilih tidak akan pernah membawamu ke Shanghai sehingga kecelakaan itu
tidak perlu terjadi dan aku tidak perlu kehilanganmu seperti ini. Saranghaeyo,
Kim Yoo Jin !!!”, ujarnya
tulus dan aku merasakan setetes air jatuh dipundakku saat dia memelukku. Kim
Jae Joong menangis.
“Selamat
Tinggal, Jae
Joong Oppa !! Semoga kau bahagia bersama Kakak”, ujarku tulus, sambil
menyeka airmataku.
"Aku akan
selamanya ingat bahwa ada seorang gadis bernama Kim
Yoo Jin yang sangat special dihatiku, seorang gadis
yang pernah kusakiti tanpa aku menyadarinya. Sekali lagi, Maafkan
aku Yoo Jin-ah !!!”, ujarnya
tulus lalu berjalan pergi. Dalam hati aku
menangis pelan, melepaskan Jae Joong mungkin adalah keputusan yang akan
kusesali saat ini.
Setelah Jae
Joong pergi, Ji
Hoo menepuk pundakku perlahan “Apa kau ingin menangis ? Apa
kau menyesal telah melepaskannya pergi ? Jika
kau memang menyesal, kejarlah
dia !! Kurasa ini belum terlambat”, ujarnya
menghiburku.
“Untuk saat
ini, aku
mungkin akan menyesali ini tapi kurasa ini yang terbaik untuk kita semua. Jangan
khawatir, aku
baik-baik saja !! Terima kasih telah memberiku malam yang indah”, jawabku
sambil berusaha tersenyum pasrah.
“Panggil aku
jika kau perlu sesuatu”, ujarnya
lembut lalu beranjak pergi.
The Next Morning, Seoul National University, Kim Yoo Jin POV :
Sehari ini aku
tidak bisa berpikir jernih, entah kenapa
ada sesuatu yang mengganjal dihatiku. Bahkan
pelajaran yang paling ku sukai sekalipun rasanya tidak menarik lagi. Bahkan
sahabatku, Yeon Hee pun melihat keganjilanku. Dan saat kami berjalan pulang, diapun
mulai bertanya padaku.
“Kau kenapa ?”, tanya
sahabatku, Yeon Hee saat melihatku tidak bersemangat.
”Aku
melepaskannya”,jawabku ringan.
“Nuguseyo?”,tanyanya
tidak mengerti.
“Melepaskan
orang yang kita cintai untuk menikah dengan orang lain, apakah
menurutmu adalah keputusan yang tepat ?”, tanyaku
lirih.
”Itu adalah
keputusan terbodoh yang pernah dibuat. Bukankah cinta
harus diperjuangkan ?”, jawabnya
penuh semangat.
“Bagaimana
jika seandainya kau harus memilih antara kekasih dan saudara ? Mana
yang akan kau pilih ?”, tanyaku
lagi.
“Bagiku
keluarga adalah harta yang paling berharga. Di dunia ini
ada yang namanya mantan kekasih, tapi tidak ada
yang namanya mantan saudara. Benarkan ? Bukankah
pepatah mengatakan jika darah lebih kental daripada air ?”, jawabnya
lagi.
“Kurasa aku
sudah tahu apa yang kau bicarakan. Ini pasti soal
Jae Joong kan ? Kudengar
dari Ji Hoo Sunbae kalau ingatannya sudah kembali”, ujarnya
lagi, mencoba menebak. Aku mengangguk
pelan.
“Kakakku
memiliki gumpalan darah di otaknya. Gumpalan darah
yang muncul saat dia mengalami kecelakaan saat dia masih kecil dulu. Tapi
Insiden beberapa minggu yang lalu telah membuat gumpalan darah di otaknya mulai
pecah. Gumpalan
darah yang pecah itu jika tidak segera ditangani bisa menekan saraf mata dan
menyebabkan kebutaan bahkan kematian. Dia kakakku
satu-satunya. Demi
dia aku rela melakukan apa saja”, ujarku dengan
setitik air jatuh dipipi.
“Kau gadis
yang baik, Yoo
Jin-ah..walau kakakmu selalu merebut
semua milikmu sejak kalian masih kecil tapi kau tetap menyayanginya. Lee
An Unnie harusnya bangga punya adik sepertimu”, hibur Yeon Hee.
“Hanya ini
yang bisa kulakukan untuk kebahagiaannya, kebahagiaan
kakakku satu-satunya”, jawabku
lagi dengan pandangan mata menerawang.
“Apa kau
menyesal telah melepaskan Jae Joong untuknya ?”, tanyanya
lagi. Aku
menggeleng pelan.
”Aku tidak
tahu lagi apa yang kurasakan. Aku bingung
dengan apa yang kurasakan sekarang”, jawabku jujur.
“Beberapa bulan ini, Ji Hoo Sunbae
telah mengisi kekosongan yang dia tinggalkan. Aku nyaman
bersamanya. Dia
bisa menghibur hatiku yang gelisah. Tapi aku tetap
tidak mengerti apa yang kurasakan”, ujarku, menceritakan
isi hatiku.
“Kau tahu, Yoo
Jin-ah..Andai
kau mau menoleh sedikit saja,kebahagiaan yang sebenarnya sudah ada disampingmu
sejak lama dan melepaskan Jae Joong adalah keputusan yang tepat. Semangatlah, kawan
!! Pangeran Berkuda Putihmu sebenarnya sudah ada didepan mata”, ujarnya
lagi, membuatku
semakin bingung.
“Kau ini
bicara apa ?
Aku tidak mengerti”, jawabku
bingung. Tapi
dia hanya tersenyum dan berkata. ”Sudah sampai, pulanglah
!!”, ujarnya
saat kami sudah sampai di gerbang kampus.
”Gomawo Yeon
Hee, kau
sahabat yang baik”, ujarku
berterima kasih.
“Itulah
gunanya teman. Tetap
semangat ya”, jawabnya
sambil memelukku sayang.
Dalam
perjalanan pulang aku terus berpikir apakah keputusanku ini benar atau salah.
Disatu sisi aku merasa sedih telah melepaskannya, tapi disisi lain aku merasa
ini adalah yang terbaik bagi kami semua. Aku bingung. Aku benar-benar bingung.
Aku terlalu sibuk berpikir hingga aku tidak sadar bus yang ku naik telah tiba
di depan pintu masuk kawasan perumahan elite ini.
Dengan langkah
pelan aku berjalan menuju rumah kakak, rumah aku tinggal untuk sementara ini.
Saat aku tiba di pintu gerbang, satpam di rumah itu langsung membukakan pintu
dan membungkuk hormat. Tapi begitu terkejutnya aku saat melihat ada sebuah
mobil mewah disana, entah
milik siapa, tapi
melihat mobil itu, aku
merasakan sesuatu yang aneh dalam hatiku.
Dengan rasa
penasaran aku berjalan memasuki rumah itu dan benar saja, disana
aku melihat Jae Joong dan orang tuanya sedang berada diruang tamu bersama Ibu, kakak
dan Tuan Kim. Well, entah
kenapa sejak malam itu, aku
enggan memanggilnya “Ayah”. Aku berniat
berjalan mengendap-endap dan langsung masuk ke kamar tanpa sepengetahuan
mereka, tapi
tidak kusangka kakak melihatku.
“Yoo Jin-ah, kau
sudah pulang?”, sapanya
ceria. Spontan
semua mata menatapku.
Dengan
canggung aku tersenyum tipis mengucapkan salam “Annyeonghaseyo”, ujarku
sambil membungkuk hormat.
“Yoo Jin-ah, kenapa
pulang larut sekali ? Kami
sudah makan malam lebih dulu. Kau mau makan sayang ? Biar
Ibu hangatkan untukmu”, ujar
Ibuku seraya berjalan menghampiriku.
“Tidak perlu, Eomma !! Aku tidak lapar”, jawabku, menolak
dengan sopan.
“Kurasa Jae
Joong dan Lee An memang berjodoh kan ? Dulu
Jae Joong adalah kekasih Yoo Jin dan Yoo Jin adalah adik Lee An, dan sekarang
justru Lee An-lah yang akan menikah dengan Jae Joongie kami”, ujar
Bibi Kim yang sejak awal memang tidak menyukaiku karena aku adalah gadis
miskin.
“Yoo Jin-ah, ucapkan
selamat pada kakakmu. Tidak
lama lagi dia akan menikah. Orang tua Jae
Joong datang kemari untuk melamarnya. Bukankah ini
berita bahagia ?”, ujar
tuan Kim berpura-pura manis.
Aku mengangguk
dengan enggan seraya berjalan kearah kakak yang duduk di sofa kemudian duduk di sampingnya dan memeluknya
sayang “Chukkae Unnie, semoga
bahagia”, ujarku
tulus dengan mata berkaca-kaca.
“Mianhe Yoo
Jin-ah”, bisiknya
ditelingaku.
”Jangan
pikirkan aku !! Kau harus bahagia”, jawabku tulus. Setelah
beberapa saat, aku
melepaskan pelukanku dan berjalan kearah Jae Joong, menyalaminya.
“Selamat
Sunbae. Jaga
kakakku baik-baik. Semoga
kalian bahagia”, jawabku lirih
sambil menjabat tangannya. Dia menatapku
dengan pandangan tidak rela seraya menggenggam tanganku erat. Kami
saling berpandangan beberapa saat hingga tiba-tiba Ayah berdehem keras dan
membuat kami spontan melepaskan genggaman tangan kami masing-masing. Lalu
aku mengalihkan pandanganku kearah orang tuanya.
“Annyeonghaseyo
Nyonya Kim, Tuan Kim..Selamat atas pernikahan putra kalian.Semoga bahagia”, ujarku
memberi selamat, walau
sebenarnya hatiku masih terasa berat.
“Terima kasih. Kuharap
kau juga segera menyusul Lee An. Atau mungkin
aku perlu membantumu ?”, jawab
Bibi Kim dengan manis, terlalu
manis, tidak
seperti biasanya. Entah
kenapa, rasanya
terdengar seperti sindiran.
“Tidak perlu. Terima
kasih. Eomma,Unnie, Tuan
Kim, jika
tidak ada urusan lagi denganku, aku ingin naik
ke atas”, pintaku
memohon diri dengan sopan.
“Apa kau tidak
ingin makan, sayang ?”, tanya
Ibu lagi dan aku hanya menggeleng pelan.
“Aku ingin
istirahat, Ibu
!! Selamat malam”, jawabku
sopan lalu beranjak naik.
Sesampainya di
kamar, aku
langsung menghempaskan diri diatas ranjang dan menangis.
“Kenapa
rasanya sakit sekali ?
Bukankah yang ku inginkan hanyalah melihat kakak bahagia? Yoo Jin-ah, ini
yang terbaik bagi semua orang. Jangan
menangis !! Jae Joong bukan untukmu, Jae Joong bukan milikmu lagi. Lepaskan
dia dan mulailah hidup baru dengan bahagia”, ujarku dalam
hati seraya menghapus airmata dipipiku. Aku terus
terduduk dengan sedih diatas tempat tidurku seraya menatap foto kami berdua. Foto
terakhir kami di Shanghai. Mungkin
ini adalah foto terakhir kami bersama, karena setelah
itu takdir seolah ingin kami berpisah.
“Katakan padaku kata-kata yang tidak pernah ku
ucapkan tapi dia mengucapkannya. Tunjukkan padaku airmata yang
tidak pernah kau tunjukkan padaku tapi kau tunjukkan padanya. Berikan aku pelukan yang dulu pernah kau janjikan
hanya akan menjadi milikku. Ataukah semua itu sudah
berakhir sejak lama ?”, bisikku
dalam hati seraya kupandang foto itu sambil meneteskan airmata.
“Mulai
sekarang aku akan membiarkanmu pergi, aku akan
membiarkanmu terbang. Oppa, semoga
kau bahagia”, bisikku
tulus pada foto itu, tepat
pada saat aku mendengar suara deru mobil yang berjalan menjauh. Menjauh
dari hidupku selamanya. Aku
mengintip dari balik jendela kamarku dan melihat mobilnya perlahan mulai
menghilang.
Beberapa menit
kemudian terdengar suara langkah kaki mendekati pintu dan aku tahu bahwa ada
seseorang berjalan mendekati kamarku dan berhenti didepan pintu.
“Yoo Jin-ah, apa
kau sudah tidur ?”, tanya
kakak, suaranya
terdengar sedih. Aku
ingin menjawab tapi mendadak ku urungkan niatku.
”Mianhe Yoo
Jin-ah. Jeongmal
Mianhe..Aku tahu aku salah. Aku tahu aku
sangat serakah, Aku
tahu aku kakak yang jahat. Sejak kecil
aku selalu merebut semua yang kau punya. Bahkan hingga
detik ini aku merebut orang yang paling kau cintai. Kau
pasti marah padaku kan ? Kau
pasti benci padaku. Makilah
aku. Pukullah
aku karena aku memang pantas menerimanya, asal jangan
diam-diam menangis karenaku. Aku memang
bersalah”, ujar
kakak lirih, suaranya
gemetar. Aku
bisa mendengar jelas dia berusaha menahan airmatanya.
“Maafkan aku
karena sudah mencintainya. Aku
mencintainya Yoo Jin.. Iya, aku
mencintainya. Aku
sangat jahat kan ? Aku
sudah berjanji akan mengembalikan dia padamu, tapi aku tak
mampu menolak saat dia mengatakan bahwa dia mencintaiku dan ingin menikahiku. Maafkan
aku !! Aku tahu tentang gumpalan darah itu, aku tahu
hidupku takkan lama. Itu
sebabnya aku menerima lamarannya. Bisakah kau
pinjamkan Jae Joong sebentar untukku ? Jika
aku meninggal nanti, kau boleh
mengambilnya lagi. Aku
memang memiliki segalanya, tapi ada satu
hal yang tidak aku punya, yaitu
WAKTU !!! Tapi tidak denganmu, kau punya banyak waktu, Yoo
Jin. Kau
punya banyak waktu untuk mengejar kembali kebahagiaanmu, tapi
aku tidak. Maafkan
sikapku yang egois, tapi
aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa Jae Joong. Maafkan aku !!”, lanjutnya
lagi. Mendengarnya
menangis sedih, perlahan
aku juga meneteskan airmataku.
“Lee An, apa
yang kau lakukan disini ?”, tanya
Tuan Kim, yang
sepertinya tidak sengaja lewat.
“Ayah, aku
bersalah pada Yoo Jin. Aku
harus meminta maaf padanya”, jawab kakak
dengan gemetar.
“Kau tidak
bersalah apapun. Jangan
berlutut lagi disini !! Kembalilah ke kamar !!”, ujar Tuan Kim dengan sayang.
“Tidak !! Aku
telah merebut satu-satunya kebahagiaan Yoo Jin. Aku kakak yang
jahat”, jawabnya
lagi.
“Kau tidak
merebut apapun Lee An !!! Jae Joong lah yang ingin menikah denganmu bukan kau”, jawab
Tuan Kim menghibur anaknya.
“Aku
mendengarnya. Aku
mendengar mereka bicara semalam. Jae Joong
ingin kembali tapi Yoo Jin menolaknya. Yoo Jin
memintanya menikahiku. Itu
karena Yoo Jin mengalah padaku. Jika Yoo Jin mau, dengan
satu kata saja dia bisa merebut Jae Joong dariku, tapi dia tidak
melakukannya. Itu
karena dia anak yang baik, Ayah. Dia
sayang padaku. Tolong
bersikaplah lebih baik padanya !!”, jawab kakak, membelaku
didepan Ayahnya.
“Yoo Jin-ah, aku
benar-benar berharap dikehidupan berikutnya, bila ada, aku
bisa kembali menjadi kakakmu. Dan kelak bila
saat itu tiba, aku
ingin menebus semua kesalahanku dan menjadi kakak yang baik untukmu”, ujar
kakak memohon.
“Lee An, sudahlah
!! Mungkin Yoo Jin sudah tidur”, ujar
Tuan Kim. Lalu perlahan aku mendengar suara kaki mereka berjalan meninggalkan
pintu kamarku.
“Mianhe Unnie..Aku sedang tidak ingin bicara dengan siapapun
sekarang”, batinku
saat tahu mereka telah pergi, kembali ke
kamar masing-masing.
*********************************
Seoul National
University…
“Wow..mobil
baru ?
Sejak kapan kau diijinkan membawa mobil ?”, tanya
Yeon Hee padaku saat melihat aku datang membawa mobil baru. Aku
hanya tersenyum tipis mendengar gurauannya.
“Ini mobil
kakak. Nanti
siang aku akan menemani kakak mencoba Gaun Pengantin. Itu
sebabnya kakak menyuruhku memakai mobilnya”, jawabku
singkat.
“Oh..Jadi
begitu”, jawab
Yeon Hee.
”Apa kau tidak apa-apa, Yoo Jin ?”, lanjutnya
dengan ekspresi prihatin. Aku tahu apa maksudnya, itu sebabnya aku menggeleng
pelan sambil tersenyum tipis.
“Na kwenchanayo.. Geokjongmarseoyo”, ujarku lirih seraya menggandeng
tangannya pergi.
Tapi saat kami
melangkah masuk ke dalam kampus, semua mata tiba-tiba
memandangku dengan aneh dan mereka mulai berbisik-bisik.
“Sudah ku duga
suatu hari nanti ini akan terjadi. Suatu hari
nanti Jae Joong pasti akan mencampakkan Yoo Jin”, seru seorang
gadis, bicara
dibelakangku.
”Kudengar Jae
Joong akan menikahi kakaknya. Pasti sangat
menyakitkan”, ujar
temannya. Sepertinya
mereka senang melihat keadaanku.
“Hei, apa
kalian tidak ada kerjaan lain selain menggosip ?”, sentak
Yeon Hee pada mereka.
“Sudahlah, Yeon
Hee !!”, ujarku
padanya seraya kuseret dia meninggalkan tempat itu.
“Mereka
menghinamu, Yoo
Jin. Kenapa
malah menyeretku pergi ?
Aku baru saja ingin menghajar mereka”, protesnya
kesal.
”Aku tahu. Aku
sudah mendengarnya. Biarkan
saja. Toh
kenyataannya semua itu memang benar kan ? Jae
Joong meninggalkan aku dan akan menikahi kakak”, jawabku sedih. Suasana
hatiku sedang tidak baik, aku
tidak ingin berdebat dengan siapapun saat ini.
“Kenapa kau
begitu baik ?
Kalau kau mau, kau
bisa merebut Jae Joong kembali kan ? Kenapa
malah mendorongnya pergi ?”, tanya
Yoo Jin padaku, dia terlihat masih kesal karena omongan para gadis itu.
Aku hanya
tersenyum simpul dan menjawab “Bukankah waktu itu kau sendiri yang bilang,
melepaskan Jae Joong adalah keputusan yang tepat ?”, ujarku
sambil mencoba tabah.
“Lagipula
semuanya sudah berakhir untukku. Dan aku juga
punya alasan sendiri”, lanjutku
lagi.
“Baiklah. Aku
ingin kau tahu, apapun
yang terjadi aku akan selalu disampingmu”, jawabnya
menghiburku.
”Gomawo Yeon
Hee”, ujarku
tulus sambil tersenyum. Kami
sedang asyik mengobrol berdua, saat kulihat
mereka berdua diujung koridor ini, membuat
langkahku terhenti dan tidak punya kekuatan untuk melangkah lagi.
Aku merasakan
hatiku sakit saat melihat mereka disana, berpelukan
mesra. Tiba-tiba
aku merasa sekujur tubuhku terbakar. Aku merasakan
sesuatu telah hilang dari diriku, tapi aku tidak
tahu apa itu. Aku
merasakan itu, sesuatu
yang kurasakan saat aku melihat Kakak dan Jae Joong berpelukan diatas panggung. Aku
merasa sebuah panah tertancap dijantungku, membuatku
tidak bisa bernapas. Semuanya
begitu menyakitkan. Tapi
dengan cepat aku tersadar.
“Ada apa
denganku ? Kenapa
aku harus merasa sakit ? Ji
Hoo bukan siapa-siapa bagiku. Kami hanya
teman baik. Seharusnya
aku tidak perlu merasa sesakit ini”, batinku, berperang
dengan hatiku sendiri.
“Ternyata
benar. Banyak
orang bilang, Hong
Mo Nae berusaha keras mendekati Ji Hoo Sunbae. Separuh kampus
bertaruh dia tidak akan berhasil. Ji Hoo Sunbae
pria yang pendiam dan tertutup. Dia tidak
pernah dekat dengan siapapun. Satu-satunya
gadis yang dekat dengannya hanya kau. Tapi kurasa
mereka akan kalah bertaruh. Lihat saja !!
Bila tidak, kenapa
Ji Hoo Sunbae diam saja dipeluk seperti itu ?”, ucapan
Yeon Hee spontan membuyarkan lamunanku.
Tidak nyaman
dengan pemandangan itu, segera
kutarik Yeon Hee meninggalkan koridor itu. Aku tidak
ingin terluka lebih dalam, mungkin lebih
baik jika aku tidak tahu apa-apa. Didalam mobil, Yeon
Hee banyak bicara, tapi
sebaliknya aku tidak mengatakan apapun padanya. Setelah
kuantar dia pulang, aku
langsung menemui kakak dibutik pakaian.
Purple Rose Bar..
“Kenapa kau
terlambat ?? Mana Yoo Jin ??”, tanya Kyu Jong pada Yeon Hee saat gadis itu
melangkah masuk ke tempat mereka biasa berkumpul.
“Yoo Jin
menemani kakaknya mencoba Gaun Pengantin”, jawab Yeon Hee lirih sambil duduk
disamping Shi Lang.
"Yoo Jin pasti
tersiksa..Aku kasihan padanya. Apa Jae Joong Hyung sungguh-sungguh ingin
menikah dengan gadis yang bernama Lee An itu ?? Ini sungguh gila !!”, protes Shi
Lang.
“Apa boleh
buat ?? Mereka sudah bertunangan”, ujar Hyung Jun dengan wajah prihatin.
“YAAAA !!! APa
yang bernama Lee An itu cantik ?? Aku penasaran, apa hebatnya dia hingga Jae
Joong Hyung lebih memilih dia daripada Yoo Jin ??”, Tanya Shi Lang lagi pada
Hyung Jun.
“Benar. Kau
diundang ke Pesta Pertunangan mereka kan Junnie ?? Seperti apa Lee An itu ??”,
Kyu Jong ikut penasaran.
“Karena dia
kakak Yoo Jin, tentu saja dia mirip dengannya. Cantik iya, putih iya,
berpendidikan dan juga kaya. Harus bagaimana lagi kalau dia memang sempurna.
Tapi bukankah ingatan Jae Joong Hyung sudah kembali ?? Ji Hoo Hyung, kau bilang
ingatannya sudah kembali kan ?? Walau ingatannya sudah kembali, kenapa dia
tetap memilih gadis itu ??”, Hyung Jun bertanya dengan nada tak percaya seraya
menoleh pada Ji Hoo.
“Kurasa aku
bukan orang yang tepat untuk memberitahukan semua itu”, jawab Ji Hoo bijaksana.
“Hei, lihatlah
ini dari sisi lain kawan.. Kurasa pernikahan Jae Joong Hyung dan Lee An
bukanlah hal yang buruk kan ??”, ujar Kyu Jong penuh makna seraya melirik Ji
Hoo.
“Apa maksudmu
Sunbae ?? Kau ingin tertawa diatas penderitaan Yoo Jin begitu ??”, Tanya Yeon
Hee sinis pada Kyu Jong.
Kyu Jong menggeleng
cepat. “Bukan begitu. Maksudku adalah bukankah ada orang lain yang juga
menyukai Yoo Jin sejak dulu ?? Kurasa ini adalah kesempatan yang baik untuk
merebut hati Yoo Jin, benarkan ??”, jawab Kyu Jong sambil tersenyum penuh arti.
“Hei, kau
pintar Kyu.. Ji Hoo Hyung, bukankah dari dulu kau menyukai Yoo Jin ?? Ini
kesempatanmu kawan. Rebut hatinya disaat dia butuh sandaran.. Siapa tau kalau
kau bisa menjadi pengganti Jae Joong Hyung”, ujar Shi Lang tanpa sadar kalau
kalimatnya justru menyakiti Ji Hoo.
“PENGGANTI ?? HANYA PENGGANTI JAE
JOONG ??”,
Tanya Ji Hoo sinis.
“Benar..
Bukankah itu bagus ??”, jawab Shi Lang dengan polosnya, tetap tak sadar bahwa
kalimatnya telah melukai Ji Hoo.
“Benarkah
begitu menurutmu ?? Tapi sayangnya aku tidak mau menjadi pengganti siapapun.
AKU ADALAH AKU !! AKU BUKAN JAE JOONG !! KAMI ADALAH 2 ORANG YANG BERBEDA !!
Kalaupun aku mencintai Yoo Jin, tapi aku tidak ingin menjadi pengganti Jae
Joong atau siapapun”, jawab Ji Hoo getir. Lalu segera berdiri dan pergi dari sana.
Shi lang hanya
menatapnya pergi dengan bingung. “Apa aku salah bicara ??”,tanyanya polos.
“Kau ini
memang bodoh dan menyebalkan “, omel Yeon Hee seraya melemparkan bantal di sofa
padanya.
“Hei, aku
salah dimananya ??”, Shi Lang tetap tidak mengerti.
“Siapa yang
mau hanya di jadikan pengganti ?? DASAR TOLOL !! Kata-katamu melukai Ji Hoo
Sunbae.. Aiiishh Jinja..”, jawab Yeon Hee kesal.
“Kau ini
justru memperkeruh suasana”, lanjut Hyung Jun sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Kau memang
tidak berguna. Lain kali berpikirlah dulu sebelum bicara”, tambah Kyu Jong
sambil ikut geleng-geleng kepala.
At Butik Pengantin, Kim Yoo Jin POV
:
Kakak meminta
pendapatku tentang gaun pengantin, tapi aku tidak
bisa memberikan pendapat apapun. Pikiranku
tidak disini. Aku
terus memikirkan mereka berdua, Ji Hoo dan Mo
Nae. Memikirkan
mereka berpelukan. Memikirkan
seberapa dekat hubungan mereka. Ji Hoo tidak
pernah membicarakan Mo Nae didepanku. Saat kami
bersama, yang
dia lakukan hanya menghiburku.
“Menghiburku..Benar. Mana
mungkin aku tahu perasaannya bila selama ini aku tidak pernah memberinya
kesempatan untuk membicarakan perasaannya. Aku
benar-benar bodoh. Seharusnya
kau bisa memanfaatkan kedekatan kami untuk lebih memahami Ji Hoo. Tapi
aku benar-benar egois. Aku
hanya mementingkan diriku sendiri”, kataku dalam
hati, menyesali
kebodohanku.
“Ayo kita
pulang”, suara
kakak mendadak membuyarkan semua lamunanku.
“Rupanya
memintamu kesini bukan pilihan yang tepat”, lanjutnya
lagi. Kulihat
dari ekspresi dan nada suaranya dia terlihat kecewa.
”Unnie, Mianhe..Aku tadi hanya…”, ujarku mencoba
menjelaskan, aku
menyesal telah membuatnya kecewa.
Tapi belum
selesai bicara, dia
lebih dulu memotongnya “Sudahlah !! Tidak apa-apa !! Kupilih ini saja. Baguskan?”, ujarnya
menghiburku seraya menunjukkan sebuah Gaun Pengantin Putih yang indah. Aku
mengangguk pelan. Dan
dalam perjalanan pulang, kami
berdua membisu.
Aku
benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan Ji Hoo dan gadis itu. Aku
terus saja memikirkan betapa egoisnya aku dan betapa tersiksanya Ji Hoo saat
dia disisiku. Aku
tidak tahu aku harus bagaimana. Aku berencana
ingin pulang dan tidur, tapi
yang terjadi benar-benar diluar dugaan. Saat kami
pulang, Jae
Joong dan orang tuanya sudah menunggu kami dimeja makan.
“Bagus sekali
kalian berdua sudah pulang. Mari kita
makan bersama”, ujar
Tuan Kim sambil menghampiri Putri kesayangannya dan menggandeng tangannya
dengan lembut ke meja makan tanpa sekalipun melihatku. Sesaat
kemudian, Ibuku
menghampiriku dan membelai rambutku lembut.
“Yoo Jin
sayang, kau
belum makan kan ? Ayo
kita makan”, ajaknya
sayang, membuatku
tidak tega menolak ajakannya. Dan akhirnya
aku benar-benar terjebak ditengah makan malam yang membosankan. Aku
hanya bisa makan tanpa mengatakan apa-apa disaat semua orang sibuk bicara soal
pesta pernikahan dan tetek bengeknya.
Aku terus saja
menundukkan kepala dan tidak ingin memandang wajah mereka semua. Tapi
untunglah telepon darinya akhirnya menyelamatkan aku dari makan malam yang
membosankan ini.
“Nona Yoo Jin, Tuan
Muda Yoon Ji Hoo menelepon Anda”, ujar salah
seorang pelayan dengan sopan seraya menyodorkan telepon itu padaku. Kuambil
telepon itu dan ku ucapkan terima kasih. Aku berdiri
dan mengucapkan permisi sebelum aku meninggalkan meja makan itu.
“Hai..Ponselmu
tidak diangkat jadi aku menelepon rumahmu. Tidak masalah
kan ?”, ujarnya
ditelepon.
”Ji Hoo
Sunbae, terima
kasih telah menyelamatkan aku sekali lagi. Aku bisa mati
karena bosan bila aku terus berada ditempat itu”, ujarku penuh
syukur.
“Apa maksudmu ?”, tanyanya
bingung. ”Aku
sedang terjebak ditengah makan malam yang membosankan”, jawabku
sambil cemberut dan kudengar tawa ringan diseberang sana.
“Kau terlalu
berlebihan, Yoo
Jin-ah”, ujarnya
sambil terkekeh.
“Tapi itu
kenyataannya”, protesku
dan kudengar dia tertawa lagi.
“Baiklah, aku
percaya. Apa
kau ingin aku menyelamatkanmu lagi ?”, tanyanya
dengan nada bercanda.
“Sepertinya
aku memang butuh pertolongan dari Pangeran Berkuda Putih”, jawabku
sambil tertawa manis dan dia terdiam sesaat.
”Baiklah !!
Bersiaplah !! Akan kujemput 5 menit lagi”, ujarnya
padaku.
“5 Menit ? Secepat
itu ? Baiklah..Gomawo
Ji Hoo Sunbae”, jawabku
riang.
“Sebenarnya
aku memang sedang dalam perjalanan kerumahmu hehehe..”, ujarnya
sambil tertawa singkat. Segera
setelah telponnya kututup, aku langsung
berpamitan pada mereka.
“Maaf, aku
harus pergi. Ji
Hoo Sunbae bilang ada sesuatu yang penting”, ujarku
berpamitan.
“Apa Ji Hoo
lebih penting dari kakakmu ?”, Tanya
Tuan Kim sinis.
“Ini tentang
kuliahku. Masa
Depanku. Jadi
ya, ini lebih penting dari apapun”, jawabku tegas
lalu membungkuk hormat dan segera pergi dari sana.
Aku berdiri
menunggu Ji Hoo dipintu gerbang, tidak berapa
lama kemudian dia datang dengan mobil Porche putihnya.
“Terima kasih
telah menyelamatkan aku”, ujarku
ceria saat sudah berada didalam mobilnya.
“Bukankah itu
tugas Malaikat Pelindung ?”, jawabnya
bercanda.
”Aku tahu kau
tertekan disana. Aku
tahu ini hari yang berat, itu
sebabnya aku ingin mengajakmu keluar”, lanjutnya
lagi.
“Darimana kau
tahu ?”, tanyaku
penasaran.
”Yeon Hee
bilang hari ini kau menemani kakakmu membeli Gaun Pengantin kan ? Gadis
mana yang tidak akan sedih melihat mantan kekasihnya menikah dengan orang lain
dan yang lebih parah lagi dia yang membantu memilihkan Gaun Pengantin Sang
mempelai wanita ?”, jawabnya
pengertian.
Aku terdiam
sesaat. “Sebenarnya
ada hal yang lain lagi”, gumamku
pelan, berharap dia tidak mendengarnya.
“Sudah
sampai”, ujarnya
ketika kami tiba disebuah pantai.
“Kwang Ganli beach ?”, tanyaku
bingung. Dia
mengangguk perlahan lalu berjalan keluar dari mobil dan menuju ke pantai.
“Jadi
kau jauh-jauh membawaku ke Busan hanya untuk ke pantai ini ?”, tanyaku
lagi sambil berjalan mengikutinya.
”Pemandangan
malam dipantai ini sangatlah indah, benarkan ?”, jawabnya
pelan seraya menatap kearah kelap-kelip lampu di jembatan Gwangan.
“3
hari lagi kakakku akan menikah”, bisikku lirih
sambil menerawang.
“Aku
tahu. Itu
sebabnya aku mengajakmu kemari. Kau perlu
berteriak sekali lagi”, jawabnya
lembut.
“Berteriaklah
!! Teriakkan semua kekecewaan di hatimu”, lanjutnya
seraya menatapku sendu.
“Aku tidak
ingin berteriak. Aku
hanya ingin bersamamu lebih lama. Aku hanya
ingin lebih memahamimu lebih dari sebelumnya. Aku hanya
ingin kau tidak meninggalkan aku dan bersamaku selamanya. Aku
hanya ingin kau menepati janjimu padaku. Itu saja”, jawabku
penuh harap.
Dia menatapku
dengan aneh seraya terdiam sesaat. Mendadak aku
menjadi salah tingkah saat dia menatapku dalam. Aku merasa
pipiku merona malu. Aku
tidak tahu kenapa aku bicara seperti itu.
Mungkinkah sekarang
aku menyukai Ji Hoo ? Mungkinkah
aku tidak lagi mencintai Jae Joong ? Atau aku
lakukan ini karena aku merasa sendiri ? Atau
mungkin karena aku melihatnya berpelukan dengan gadis lain, jadi
aku merasa gadis itu akan merebutnya dariku ? Atau
karena selama ini aku selalu kehilangan orang-orang yang kusayangi ? Aku
tidak tahu .Aku
benar-benar tidak tahu.
Ji Hoo
perlahan mendekatiku, dia
menarik tubuhku dan memelukku erat. Sedetik
kemudian dia mengangkat wajahku dan mencium bibirku lembut. Saat
dia menciumku, aku
merasa semua masalahku hilang dalam sekejap. Setelah sekian
detik kami berciuman, perlahan
dia melepaskan ciumannya tapi tetap memelukku erat seraya berbisik pelan “Aku
pasti akan disisimu. Itu
janjiku dan aku pasti akan menepatinya”, bisiknya lembut
sambil mendekapku erat dalam pelukannya. Jantungku
berdebar kencang bagaikan seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta.
********************
Yoon Ji Hoo POV :
Aku tidak tahu
apa yang terjadi pada diriku, aku merasa
hati dan tubuhku bergerak berlawanan. Yoo Jin yang
terlihat rapuh, membuatku tidak tahu lagi bagaimana menghiburnya. Tanpa
sadar aku bergerak maju dan memeluknya, bukan hanya
itu saja aku pun juga menciumnya. Yoo Jin, cinta
pertamaku, seseorang
yang sejak pertama kali bertemu dengannya sudah menawan hatiku. Tapi
demi persahabatan aku memilih melepaskannya. Aku tahu Jae
Joong yang lebih dulu mengenalnya, aku tahu Jae
Joong yang lebih dulu menyatakan cinta padanya dan aku tahu Yoo Jin juga
merasakan hal yang sama. Jae
Joong sahabatku, aku
tidak ingin kalau hanya karena seorang wanita persahabatan kami harus putus begitu saja. Tapi
saat Jae Joong menghilang, saat Yoo Jin
mengetahui bahwa Jae Joong kehilangan ingatan dan jatuh cinta pada wanita lain
yang merupakan kakaknya sendiri, secara naluri
aku ingin terus berada disisinya dan bahkan aku pernah berpikir untuk merebut Yoo
Jin dari tangan sahabatku sendiri. Tapi apakah
aku bisa ? Bukankah
hubungan mereka berdua telah berakhir ? Untuk
waktu sesaat ini, aku
membiarkan hatiku mengambil alih.
“Maafkan aku, Yoo
Jin !!! Aku tidak sanggup lagi menahan perasaanku. Untuk
sedetik ini biarkan aku memilikimu, walau hanya
sesaat. Sebelum
Jae Joong kembali merampasmu lagi dariku”, ujarku dalam
hati saat bibir kami bersentuhan.
Aku bahkan
tidak pernah menyangka jika Yoo Jin membalas ciuman itu. Begitu
hangat, begitu
memabukkan.
“Saranghae..”, hampir
saja kalimat itu meluncur keluar dari bibirku. Tapi aku tidak
sanggup mengatakannya, sebagai
gantinya aku hanya mengatakan “Aku pasti akan disisimu. Itu
janjiku dan aku pasti akan menepatinya”, bisikku
ditelinganya, sesaat
setelah kami selesai berciuman.
“Setidaknya hingga Jae Joong kembali padamu”, tambahku
dalam hati. Dia
menatapku dengan mata berkaca-kaca. Andai saja
waktu bisa berhenti berputar sebentar saja, aku pasti jadi
orang yang paling bahagia didunia.
“Ji Hoo
Sunbae..”, kudengar
dia mulai berkata lirih. Ekspresi
wajahnya tidak bisa ditebak, antara bingung
dan ketakutan. Aku
terdiam, menunggu
kalimat berikutnya.
“I Think I
Love You.. Aku
tidak tahu kapan ini berawal, tapi
sepertinya aku memiliki perasaan untukmu..Aku…”, belum sempat
dia melanjutkan kalimatnya, aku sudah
terlebih dahulu memotong kalimatnya.
“Terima
kasih”, jawabku
lirih dengan ekspresi bercanda. Walau hatiku
sedikit terkejut dan ingin mempercayai semua kata-katanya, tapi
hati kecilku berkata bahwa ini hanyalah pelarian.
“Haruskah aku
mengatakan aku juga mencintaimu ?”, lanjutku
sambil mengelus kepalanya lembut.
“Yoo Jin-ah, andai
kau tahu betapa aku mengharapkan semua yang kau katakan adalah benar. Andai
kau tahu bagaimana bahagianya hatiku jika seandainya semua itu benar. Tapi
aku sangat takut, takut
jika seandainya kau hanya menganggapku sebagai penggantinya dan kau tidak
sungguh-sungguh mencintaiku”, batinku sedih.
“Sunbae, aku..”, sekali
lagi dia mencoba bicara tapi aku kembali memotong kalimatnya.
“Lihat !!
Polaris muncul”, seruku mengalihkan pembicaraan seraya menuding
kearah langit malam yang bertabur bintang.
”7 rasi
bintang biduk sudah menampakkan sinarnya. Bukankah malam
ini terlihat sangat indah”, lanjutku
berpura-pura ceria.
Dia ikut
menatap ke langit yang ku tunjuk tanpa mengatakan apa-apa. Sejenak
kami terdiam dan tiba-tiba kalimat Mo Nae terngiang ditelingaku “Aku yakin
setelah ini Yoo Jin pasti mengatakan bahwa dia jatuh cinta padamu. Kau
tahu kenapa ? Karena
dia butuh pelarian. Dia
butuh seseorang untuk menggantikan tempat Jae Joong dan kaulah orangnya. Jangan
bodoh, Ji
Hoo !! Dia
hanya menjadikanmu alat, alat
hingga Jae Joong kembali padanya. Dia tidak
benar-benar mencintaimu seperti aku mencintaimu. Lihat saja !!
Kau akan buktikan kata-kataku adalah benar”, Mo Nae seolah
bisa meramalkan apa yang terjadi. Semua yang dia
katakan beberapa hari yang lalu terbukti benar.
“I Think I
Love You..”, kalimat
yang diucapkan Yoo Jin terdengar begitu nyata, tapi aku tidak
tahu apakah aku harus mempercayainya. Aku ingin
mempercayainya tapi aku takut terluka sekali lagi. Hubungan
mereka belum berakhir. Walau
3 hari lagi Jae Joong akan menikah, tapi entah
kenapa aku tetap merasa hubungan mereka belum berakhir dan aku tidak sanggup
merebut pacar teman sendiri.
“Yoo Jin, bagaimana
caranya agar aku bisa percaya dengan apa yang baru saja
kau katakan?”, batinku
sambil menatapnya diam-diam.
“Sunbae, kita
cari kerang yuk”, ujarnya
tiba-tiba sambil tersenyum lalu berlari kearah laut.
”Ini sudah
malam”, teriakku
saat kulihat dia mulai berlari kearah laut dan aku pun mengejarnya.
***********************
Kim Yoo Jin POV :
“I Think I
Love You..Aku tidak tahu kapan ini berawal, tapi
sepertinya aku memiliki perasaan untukmu..Aku…”, belum sempat
aku menyelesaikan kalimatku, dia terlebih
dulu memotong kalimatku.
“Terima kasih.
Haruskah aku mengatakan aku juga mencintaimu ?”, jawabnya
sambil mengelus kepalaku lembut.
Untuk sesaat, aku
merasa menjadi orang yang paling bodoh sedunia. Aku mencoba
mengutarakan apa yang ada dihatiku tapi dia menganggapnya sebagai gurauan. Tidak, Aku
tahu dia tidak percaya. Aku
saja sendiri tidak tahu apa yang kukatakan dan kenapa aku bisa mengatakannya ? Getar
yang ada dijiwa, apakah
itu cinta ? Jika
aku sendiri saja tidak yakin, bagaimana bisa
aku minta orang lain untuk percaya.
”Yoo Jin, kau
sungguh bodoh”, aku
mengutuk kebodohanku sendiri.
“Sunbae, aku..”, aku
berusaha menjelaskan apa yang baru saja kukatakan, tapi
sekali lagi dia memotongnya.
“Lihat !!
Polaris muncul”, serunya
mengalihkan pembicaraan. Akhirnya
aku pasrah dan memutuskan untuk mencari waktu yang tepat hingga aku sepenuhnya
mengerti apa yang kurasakan.
”7 rasi
bintang biduk sudah menampakkan sinarnya. Bukankah malam
ini terlihat sangat indah”, lanjutnya dengan senyum ceria seraya menunjuk ke langit malam.
“Sunbae, kita cari
kerang yuk”, ujarku
berpura-pura ceria untuk mencairkan ketegangan ini. Aku
berlari kearah laut dan membiarkan air laut membasahi celana jeans biruku.
Dengan riang
aku berteriak pada udara, “POLARIS,
Akhirnya aku melihatmu !!”, teriakku
seraya merasakan angin malam menerbangkan rambut panjangku yang hitam lurus. Aku
merasakan kehadiran seseorang disampingku dan aku tahu Ji Hoo Sunbae sudah berdiri
disampingku sekarang. Aku
pun perlahan membungkuk dan mencelupkan tanganku kedalam air, lalu
menoleh kearah Ji Hoo dan menyiraminya dengan air lalu berlari menjauh.
“YAAA !!”, kulihat
Ji Hoo terkejut, dia
berteriak marah lalu berlari mengejarku. Aku berlari
menghindarinya sambil tertawa.
”Jangan lari
kau !!”, teriaknya
sambil terus mengejarku. Aku
tertawa terkekeh melihatnya berlari mengejarku dan membalas menyiramiku dengan
air.
Kami saling
menyiram air hingga tanpa kusadari dia sudah mendekat dan menangkap tanganku. Sewaktu
dia memegang tanganku dan mencoba menarikku, tiba-tiba saja
aku terjatuh, membuat
Ji Hoo yang sedang memegang tanganku ikut terjatuh bersamaku. Dia
jatuh diatas tubuhku, menindihku.
Kami saling
berpandangan untuk sesaat tapi tiba-tiba dia menurunkan wajahnya, seolah
ingin menciumku. Kupejamkan
mataku, siap
menerima ciumannya. Tapi
tiba-tiba dia bangkit berdiri dan menarikku juga.
“Jangan bodoh
!! Apa yang kau pikirkan ? Ayo
pulang !!”, ujarnya
sambil menjitak dahiku pelan.
”Sunbae, aku..”, aku
ingin bicara tapi seolah suaraku tersangkut ditenggorokan.
“Saranghae..”, teriakku
padanya. Ini
yang kedua kalinya dalam satu malam aku mengungkapkan perasaanku. Dia
menghentikan langkahnya lalu menoleh kearahku sambil tersenyum manis dan berkata
“Kurasa kau sedang bingung sekarang. Ayo pulang”, ujarnya
seraya menarik tanganku dan membawaku kedalam mobil.
“Dia
menolakku. Dia
menolakku dengan halus. Sekarang, aku
benar-benar sendiri”, batinku
sedih. Rasanya
aku ingin meneteskan airmata.
“Kita tidak
bisa pulang dalam keadaan basah kuyup seperti ini. Kita
mampir ke butik kakakku sebentar ya. Kita harus
berganti baju”, ujarnya
lembut dan aku hanya mengangguk pelan.
To Be Continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar